tugas viii (sifat sosiologis)

21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan negara Indonesia jelas tertuang di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke IV (empat) . Dalam alinea ke IV (empat) itu disebutkan bahwa pemerintah Indonesia wajib melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mensejahterakan rakyat Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi serta keadilan sosial. Dengan tujuan negara yang sangat mulia itu pemerintah Indonesia tentunya memerlukan produk hukum yang baik untuk mewujudkan tujuan negara Indonesia. Di dalam hukum tata pemerintahan yang menjadi objek kajian hukum tata pemerintahan yakni pemerintah, aspek untuk membahas pemerintah ada 5 (lima) aspek yakni aspek struktur organisasi, kewenangan aparat pemerintah, fungsi/kefungsian aparat pemerintah, produk hukum yang dihasilkan, sarana yang diperlukan dan pengawasan (sistem pengawasan). 1 Yang menarik dalam beberapa aspek tersebut ialah mengenai produk hukum yang dihasilkan aparat pemerintah dalam menyelenggarakan negara utamanya fungsi pemerintah yang pokok dan fungsi pelayanan. Utamanya di dalam hukum tata pemerintahan banyak sekali produk hukum yang dihasilkan oleh aparat pemerintah. Namun 1 SF Marbun, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm. 42

Upload: rere

Post on 16-Dec-2015

229 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Sosiologi hukum

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangTujuan negara Indonesia jelas tertuang di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke IV (empat) . Dalam alinea ke IV (empat) itu disebutkan bahwa pemerintah Indonesia wajib melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mensejahterakan rakyat Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi serta keadilan sosial. Dengan tujuan negara yang sangat mulia itu pemerintah Indonesia tentunya memerlukan produk hukum yang baik untuk mewujudkan tujuan negara Indonesia.Di dalam hukum tata pemerintahan yang menjadi objek kajian hukum tata pemerintahan yakni pemerintah, aspek untuk membahas pemerintah ada 5 (lima) aspek yakni aspek struktur organisasi, kewenangan aparat pemerintah, fungsi/kefungsian aparat pemerintah, produk hukum yang dihasilkan, sarana yang diperlukan dan pengawasan (sistem pengawasan).[footnoteRef:1] Yang menarik dalam beberapa aspek tersebut ialah mengenai produk hukum yang dihasilkan aparat pemerintah dalam menyelenggarakan negara utamanya fungsi pemerintah yang pokok dan fungsi pelayanan. [1: SF Marbun, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm. 42]

Utamanya di dalam hukum tata pemerintahan banyak sekali produk hukum yang dihasilkan oleh aparat pemerintah. Namun baik produk hukum yang berupa peraturan (regeling) maupun keputusan (beschikking) tidak bersandarkan pada syarat-syarat pembentukan produk hukum yang baik. Sehingga sering kali banyak kita jumpai di daerah-dareah suatu produk hukum yang berupa perda tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya. Atau bisa dikatakan dalam bahasa lain para pembuat prduk hukum tersebut asal-asalan atau abal-abal. Akibatnya banyak masyarakat yang tidak mematuhi produk hukum tersebut karena tidak memenuhi rasa keadilan serat kesadaran yang ada di masyarakat.Menurut Prof Muchsan, negara hukum kita bergerak dinamis, peranan produk-produk hukum pemerintah sangat dominan karena hukum berperan sebagai panglima. Cara membuat produk hukum yang baik ialah yang bersifat populis artinya berpihak kepada kepentingan rakyat.[footnoteRef:2] [2: Prof. Muchsan, Catatan Materi Perkuliahan Politik Hukum, Program Pasca Sarjana Magister Hukum Kenegaraan-UGM, Yogyakarta, 2014]

Produk hukum responsif atau populistik adalah produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Dalam proses pembuatannya memmberikan peranan besar dan partisipasi penuh kelompok-kelompok sosial atau individu di dalam masyarakat.[footnoteRef:3] Hasilnya bersifat responsif terhadap tuntutan-tuntutan kelompok sosial atas individu dalam masyarakat. [3: Prof.DR.Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hlm.32]

Kemudian suatu produk hukum yang baik tentunya akan berlaku dengan baik artinya daya ikat dan kepatuhan masyarakat terhadap produk hukum itu sangat tinggi dan tahan lama. Menurut Jeremy Bentham dalam bukunya yang berjudul Legal Theory dikatakan bahwa produk hukum yang baik itu mempunyai sifat berlaku secara filosofis, sosiologis dan yuridis.Bersifat filosofis artinya produk hukum itu mencerminkan filosofis suatu bangsa atau negara tersebut. Bersifat sosiologis ialah produk hukum itu harus menyesuaikan dengan keadaan masyarakat dimana hukum itu berlaku. Bersifat yuridis ialah produk hukum itu tidak bertentangan dengan produk hukum yang lebih tinggi.Dalam hal ini, penulis tertarik mengkaji mengenai konsekuensi berlakunya suatu produk hukum yang tidak memiliki sifat sosiologis. Berdasarkan latar belakang yang di kemukakan di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:

B. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:1. Konsekuensi Yuridis Suatu Produk Hukum yang Tidak Memiliki Sifat Berlaku dari Sosiologis?

BAB IIPEMBAHASAN

A. Produk Hukum yang dihasilkan oleh Aparat PemerintahUntuk dapat menjalankan tugasnya, selain membuat dan mengeluarkan keputusan, alat administrasi negara juga mengeluarkan peraturan. Prajudi Atmasudirjo menyatakan bahwa peraturan ini termasuk dalam undang-undang dalam arti luas yang merupakan bagian dari sumber hukum tata usaha negara yang bersifat otonom, yang dapat diubah, ditambah oleh alat tata usaha negara apabila perlu dengan memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik.[footnoteRef:4] [4: Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hlm.76]

Produk hukum yang kita sebut dengan peraturan ini merupakan hukum in abstracto atau generale form yang sifatnya mengikat umum dan tugasnya adalah mengatur hal-hal yang bersifat umum (generale).Istilah perundang-undangan (peraturan perundang-undangan) secara harafiah dapat diartikan sebagai peraturan yang berkaitan dengan undang-undang, baik peraturan itu berupa undang-undang sendiri maupun peraturan yang lebih rendah dari undang-undang (dalam arti formal) yang merupakan atribusi atau delegasi dari undang-undang. Adapun ciri-ciri dari peraturan (peraturan perundang-undangan) adalah sebagai berikut:[footnoteRef:5] [5: Ibid]

a. Bersifat umum dan komprehensif, yang merupakan kebalikan dari sifat-sifat khusus dan terbatasb. Bersifat Universal, kebalikan dari sifat individual, dan ciptakan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang diperkirakan muncul pada masa yang akan datang yang belum jelas terjadinya atau belum jelas bentuk konkretnya.c. Memiliki kekuatan mengoreksi serta memperbaiki dirinya sendiri adalah lazim bagi suatu peraturan untuk mencantumkan suatu klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya peninjauan kembali.Sedangkan keputusan atau ketetapan (beschikking) merupakan keputusan badan atau pejabat tata usaha negara. Jadi, ada dilapangan administrasi negara. Suatu keputusan tata usaha negara akan disebut beschikking apabila memenuhi syarat-syarat berikut:[footnoteRef:6] [6: Schipper, Compendium Algemeen Bestuursrecht, De-JPAF Vriens, Den Boer Middelburg, 1987, hlm.52]

a. Keputusan sepihak (eenzijdig bersluit)b. Keputusan tersebut adalah tindakan hukum dilapangan hukum publik (publikekrechtelijk)c. Keputusan dibuat oleh badan atau pejabat tata usaha negara (overheidsorgaan)d. Keputusan mengenai masalah atau keadaan konkret dan individual (individual concreet geval)e. Keputusan dimaksudkan untuk mempunyai akibat hukum tertentu yang menciptakan, mengubah, menghentikan, atau membatalkan suatu hubungan hukum.Di Indonesia dalam membuat suatu produk hukum para pejabat tata usaha negara juga harus berpedoman pada asas-asas umum pemerintahan yang baik. Menurut Prof Muchsan asas-asas tersebut yang wajib hanya 5 (lima) yakni :1. Asas kepastian hukum2. Asas permainan yang layak/patut3. Asas kecermatan4. Asas keseimbangan5. Asas ketetapan dalam mengambil sasaranDi dalam pemerintahan yang paling berperan dalam memutar atau menjalankan roda pemerintahan yang paling dominan berbentuk keputusan. Yang berbentuk keputusan lebih banyak menajalankan fungsi pemerintahan. Keputusan syarat pertama harus sah, untuk sahnya suatu keputusan harus terpenuhi 2 kelompok persyaratan yaitu :[footnoteRef:7] [7: Op.cit, Prof.Muchsan, Catatan Materi Perkuliahan Politik Hukum, Program Pasca Sarjana Magister Hukum Kenegaraan-UGM, Yogyakarta, 2014]

1. Syarat Materiila. Harus dibuat oleh aparat yang berwenangb. Dalam proses pembuatannya tidak mengalami kekurangan yuridisc. Memiliki tujuan yang sama dengan tujuan peraturan yang mendasarinya2. Syarat Formila. Bentuk peraturan harus sama dengan bentuk peraturan yang mendasarinyab. Prosedur pembuatannya harus sama dengan prosedur yang diminta oleh peraturan yang mendasarinyac. Semua peraturan khusus yang terdapat dalam peraturan dasar harus terwujudDalam rangka mensejahterakan masyarakat, terjadi hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang erat antara pemerintah dengan rakyatnya. Dengan perkataan lain, pemerintah mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat (public service). Dengan adanya public service ini, berarti pemerintah tidak saja melaksanakan peraturan perundang-undangan itu sendiri. Oleh karenannya pemerintah berhak menciptakan kaidah hukum konkrit yang dimaksudkan guna mewujudkan tujuan peraturan perundang-undangan.[footnoteRef:8] [8: Muchsan, Beberapa Catatan Tentang Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1981, hlm.3]

B. Karakter Produk HukumSoediman Kartohadiprodjo mengatakan bahwa berlakunya hukum dalam suatu negara ditentukan oleh politik hukum negara tersebut.[footnoteRef:9] Politik hukum suatu negara dapat dilihat dari undang-undang dasarnya, karena pada dasarnya undang-undang dasar suatu negara memuat sendi-sendi negara serta kadang kala juga memuat dasar-dasar politik hukum yang hendak diikuti oleh negara tersebut. [9: Soediman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum di Indonesia, PT.Pembangunan, Jakarta, 1967,hlm.39]

Sementara itu, Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa isi UUD 1945 mencerminkan keinginan untuk memberikan kesempatan kepada proses serta dinamika masyarakat indonesia sebagai suatu negara yang sedang berkembang untuk bergerak menemukan bentuk, wadah serta strukturnya yang pas.[footnoteRef:10] [10: Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum: Esai-esai terpilih, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hlm.22-23]

Pembentukan hukum adalah merumuskan peraturan-peraturan umum yang berlaku umum bagi setiap orang.[footnoteRef:11] Kalau lazimnya pembentukan hukum dilakukan oleh pembentuk undang-undang, maka hakim dimungkinkan pula membentuk hukum, kalau hasil penemuan hukumnya itu kemudian merupakan yurisprudensi tetap yang diikuti oleh para hakim dan merupakan pedoman bagi masyarakat, yaitu putusan yang mengandung asas-asas hukum yang dirumuskan dalam peristiwa konkrit, tetapi memperoleh kekuatan berlaku umum. Jadi satu putusan dapat sekaligus mengandung dua unsur, yaitu di satu pihak putusan merupakan penyelesaian atau pemecahan suatu peristiwa konkrit dan dipihak lain merupakan peraturan hukum untuk waktu mendatang. Ada dua karaktek produk hukum yang ada, antara lain: [11: Prof.DR. Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2007, hlm.36]

a. Produk hukum responsif atau populistik adalah produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Dalam proses pembuatannya memmberikan peranan besar dan partisipasi penuh kelompok-kelompok sosial atau individu di dalam masyarakat. Hasilnya bersifat responsif terhadap tuntutan-tuntutan kelompok sosial atas individu dalam masyarakat.b. Produk hukum konservatif atau ortodoks adalah produk hukum yang isinya lebih mencerminkan visi sosial elite politik, lebih mencerminkan keinginan pemerintah, bersifat positivis-instrumentalis, yakni menjadi alat pelaksanaan ideologi dan program negara. Berlawanan dengan hukum responsif, hukum ortodoks lebih tertutup terhadap tuntutan-tuntutan kelompok maupun individu-individu di dalam masayarakat. Dalam pembuatannya peranan dan partisipasi masyarakat relatif lebih kecil.Untuk mengualifikasi apakah suatu produk hukum responsif atau konservatif, indikator yang dipakai adalah proses pembuatan hukum, sifat fungsi hukum, dan kemungkinan penafsiran atas sebuah produk hukum.Produk hukum yang berkarakter responsif, proses pembuatannya bersifat partisipatif, yakni mengundang sebanyak-banyaknya partisipasi masyarakat melalui kelompok-kelompok sosial dan individu di dalam masyarakat. Sedangkan proses pembuatan hukum yang berkarakter ortodoks bersifat sentralistik dalam arti lebih lebih didominasi oleh lembaga negara terutama pemegang kekuasaan eksekutif.Dilihat dari fungsinya maka hukum yang berkarakter responsif bersifat aspiratif. Artinya memuat materi-materi yang secara umum sesuai dengan aspirasi atau kehendak masyarakat yang dilayaninya. Sehingga produk hukum itu dipandang sebagai kristalisasi dan kehendak masyarakat. Sedangkan hukum yang berkarakter ortodoks bersifat positivis-instrumentalis, artinya memuat materi yang lebih merefleksikan visi sosial dan politik pemegang kekuasaan atau memuat materi yang lebih merupakan alat untuk mewujudkan kehendak dan kepentingan program pemerintah.Jika dilihat dan segi penafsiran maka produk hukum yang berkarakter responsif atau populistik biasanya memberikan sedikit peluang bagi pemerintah untuk membuat penafsiran sendiri melalui berbagai peraturan pelaksanaan dan peluang yang sempit itu pun hanya berlaku untuk hal-hal yang betul-betul bersifat teknis. Sedangkan produk hukum yang berkarakter ortodoks atau konservatif memberi peluang luas kepada pemerintah untuk membuat interpretasi dengan berbagai peraturan lanjutan yang berdasarkan visi sepihak dari pemerintah dan tidak sekedar masalah teknis.Oleh sebab itu, produk hukum yang berkarakter responsif biasanya memuat hal-hal penting secara cukup rinci, sehingga sulit bagi pemerintah untuk membuat penafsiran sendiri. Sedangkan produk huku yang berkarakter ortodoks biasanya cenderung memuat materi singkat dan pokok-pokoknya saja untuk kemudian memberi peluang yang luas bagi pemerintah untuk mengatur berdasarkan visi dan kekuatan politiknya.Berkenaan dengan itu maka studi ini menggunakan praanggapan bahwa ada variasi pengaruh konfigurasi politik terhadap karakter produk hukum. Artinya tingkat pengaruh konfigurasi politik tertentu melahirkan karakter produk hukum tertentu tidaklah selalu sama atau tidak absolut. Watak ortodoks suatu produk hukum yang lahir dari konfigurasi politik otoriter politik misalnya, dapat berbeda dengan tingkat ortodoks suatu produk hukum lainnya dari konfigurasi politik yang sama. Perbedaan tingkat pengaruh atau variasi tersebut dapat ditentukan oleh adanya variabel antara yaitu hubungan kekuasaan. Sehingga hipotesis bahwa konfigurasi politik tertentu akan melahirkan karakter produk hukum tertentu akan semakin signifikan bagi produk-produk hukum yang mengatur hubungan kekuasaan atau gezagsverhouding.Suatu produk hukum yang baik harus memiliki 3 (tiga) sifat berlaku secara komulatif, yaitu:a. Berlaku secara filosofis :Produk hukum harus mencerminkan falsafah hidup suatu bangsa misal bangsa Indonesia yaitu Pancasila.b. Berlaku secara sosiologisMencerminkan kesadaran hukum masyarakat serta menyesuaikan dengan keadaan masyarakat dimana ukum itu berlaku.c. Berlaku secara yuridis.Hukum diibaratkan sebagai tombak yang memiliki dua ujung runcing, yaitu adil dan benar. Adil adalah keseimbangan antara hak dan kewajiban. Benar adalah kecocokan antara peraturan dan perbuatan. Adil belum tentu benar, benar belum tentu adil, apabila adil dan benar bertemu, maka disebut dengan damai. Sehingga benar dan adil harus dikombinasikan agar cocok.Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa mengadakan suatu tata hukum, maka dibutuhkan tiga komponen kegiatan, yaitu pembuatan norma-norma hukum, pelaksanaan norma-norma tersebut, dan penyelesaian sengketa yang timbul dalam suasana tertib hukum tersebut.[footnoteRef:12] [12: Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Alumni, Bandung, 1979, hal.94-95]

Tantangan kini dan di masa yang datang yang semakin kompleks juga mengharuskan masyarakat indonesia mempunyai cita hukum yang dijadikan pedoman dalam pembentukan sistem hukum nasional. Pengaruh kekuatan asing baik politik, sosial, budaya dan ekonomi yang semakin nyata telah masuk terlalu jauh dalam proses pembentukan hukum dan penegakan hukum di Indonesia.[footnoteRef:13] [13: Dr.Otong Rosadi dan Andi Desmon, Studi Politik Hukum, Penerbit Thafa Media, Yogyakarta, 2013, hlm.86]

C. Konsekuensi Yuridis Berlakunya Suatu Produk Hukum yang tidak Memiliki Sifat Berlaku dari Sosiologis.Seperti kita ketahui di atas bahwa di dalam teori terdapat cara atau metode untuk membuat produk hukum yang baik menurut Leopold Pospisil produk hukum yang baik adalah produk hukum yang materinya sebanyak mungkin diambil dari common law (masyarakat) tetapi wadahnya di beri bentuk authoritarian law. Kemudian menurut Formelle theorie oleh Rick Dikersoern dan terakhir ialah Filosofische thoerie oleh Jeremy Bentham yang berpendapat bahwa suatu hukum dapat berlaku lama dan di patuhi oleh masyarakat jika memiliki sifat filosofis, sosiologis dan yuridis.Jika suatu produk hukum ada yang tidak memiliki salah satu dari sifat berlakunya produk hukum maka dapat dikatakan produk hukum itu produk hukum yang kurang baik. Karena jika tidak mengandung sifat sosiologis produk hukum itu dibuat tanpa melihat keadaan yang ada di masyarakat sehingga dalam pembuatannya hanya asal-asalan, abal-abal dan rekayasa. Akibatnya suatu produk hukum tersebut tidak efektif berlakunya di masyarakat serta daya ikat masyarakat sangatlah rendah.Menurut Prof Muchsan di dalam pembuatan suatu perda yang dilakukan terlebih dahulu ialah mensurvei lokasi atau lapangan mengenai masyarkat tersebut sehingga dapat menyerap aspirasi dari masyarakat dan yang diinginkan masyarakat itu bagaimana. Jika produk hukum itu berasal dari masyarakat maka dengan sendirinya masyarakat akan mematuhinya.Kebanyakan produk hukum yang ada saat ini hanyalah berlaku secara yuridis tetapi tidak berlaku secara filosofis dan sosiologis. Ketidaktaatan asas dan keterbatasan kapasitas daerah dalam penyusunan produk hukum yang demikian ini yang dalam banyak hal menghambat pencapaian tujuan otonomi daerah. Dalam hal ini, keterlibatan masyarakat akan sangat menentukan aspek keberlakuan hukum secara efektif. Dan tujuan pemerintah akan sulit terwujud jika masyarakat tidak berpartisipasi.Roscoe Pound (1954) menyatakan bahwa hukum sebagai suatu unsur yang hidup dalam masyarakat harus senantiasa memajukan kepentingan umum. Kalimat hukum sebagai suatu unsur yang hidup dalam masyarakat menandakan konsistensi Pound dengan pandangan ahli-ahli sebelumnya seperti Erlich maupun Duguit. Artinya hukum harus dilahirkan dari konstruksi hukum masyarakat yang dilegalisasi oleh penguasa. Ia harus berasal dari konkretisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Kemajuan pandangan Pound adalah pada penekanan arti dan fungsi pembentukan hukum. Disinilah awal mula dari fungsi hukum sebagai alat perubahan sosial yang terkenal itu.Dari pandangan Pound ini dapat disimpulkan bahwa unsur normatif dan empirik dalam suatu peraturan hukum harus ada; keduanya adalah sama-sama perlunya. Artinya, hukum yang pada dasarnya adalah gejala-gejala dan nilai-nilai yang dalam masyarakat sebagai suatu pengalaman dikonkretisasi dalam suatu norma-norma hukum melalui tangan para ahli-ahli hukum sebagai hasil rasio yang kemudian dilegalisasi atau diberlakukan sebagai hukum oleh negara. Yang utama adalah nilai-nilai keadilan masyarakat harus senantiasa selaras dengan cita-cita keadilan negara yang dimanifestasikan dalam suatu produk hukum.Pandang Pound merupakan bagaimana suatu produk hukum tersebut harus memiliki sifat sosiologis, kemudian dalam sosiologi hukum, hukum memiliki fungsi sebagai sarana social control yaitu upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Selain itu hukum juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai sarana social engineering yang maksudnya adalah sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat berperan dalam mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional ke dalam pola pemikiran yang rasional atau modern.Efektifikasi hukum merupakan proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku efektif. Keadaan tersebut dapat ditinjau atas dasar beberapa tolok ukur efektivitas. Menurut Soerjono Soekanto bahwa faktor tersebut ada lima, yaitu :1. Hukumnya sendiri.2. Penegak hukum.3. Sarana dan fasilitas.4. Masyarakat.5. Kebudayaan.Konsekuensi yuridis berlakunya suatu produk hukum yang tidak memiliki sifat sosiologis ialah produk hukum itu tidak dapat bertahan lama dan daya ikat kepada masyarakat sangat lemah kemudian efektivitas hukum tidak efektif sehingga suatu produk hukum tersebut berlakunya di masyarakat rendah, kenudian produk hukum tersebut dapat dipermasalahkan atau di mohonkan untuk di uji materii ke pengadilan tata usaha negara atau Mahkamah Agung untuk tidak berlaku lagi/produk hukum tersebut dibatalkan dan produk hukum tersebut di review.Jadi suatu produk hukum harus memenuhi teori dalam pembuatan produk hukum yang baik supaya produk hukum tersebut baik dan lancar dan efektifitas hukumnya berlaku efektif. Produk hukum yang bersifat filosofis, sosiologis dan yuridis contohnya ialah Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960 yang berlaku higga saat ini. sehingga suatu produk hukum sangat penting untutk memiliki sifat sosiologis.

KONSEKUENSI YURIDIS SUATU PRODUK HUKUM YANG TIDAK MEMILIKI SIFAT BERLAKU DARI SOSIOLOGIS(Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Politik Hukum)

Oleh:BAMBANG TRI WAHYUDINo. Mahasiswa: 14/371443/PHK/8206

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM KONSENTRASI HUKUM KENEGARAANUNIVERSITAS GAJAH MADA YOGYAKARTAMAGISTER HUKUM2014

DAFTAR ISIBAB I PENDAHULUAN........... 1A. Latar Belakang .........................................................................................................1 B. Rumusan Masalah .........................................................................................................2BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................3A. Produk Hukum yang dihasilkan oleh Aparat Pemerintah ..............................................3B. Karakter Produk Hukum ................................................................................................ 5C. Konsekuensi Yuridis Berlakunya Suatu Produk Hukum yang tidak Memiliki Sifat Berlaku dari Sosiologis .................................................................................................. 8BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 11A. Kesimpulan .................................................................................................................. 11B. Saran ............................................................................................................................ 11DAFTAR PUSTAKA

PENUTUPA. KesimpulanBerdasarkan pembahasan diatas, penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut:Konsekuensi yuridis berlakunya suatu produk hukum yang tidak memiliki sifat sosiologis ialah produk hukum itu tidak dapat bertahan lama dan daya ikat kepada masyarakat sangat lemah kemudian efektivitas hukum tidak efektif sehingga suatu produk hukum tersebut berlakunya di masyarakat rendah, kemudian produk hukum tersebut dapat dipermasalahkan atau di mohonkan untuk di uji materii ke pengadilan tata usaha negara atau Mahkamah Agung untuk tidak berlaku lagi atau produk hukum tersebut dibatalkan dan produk hukum tersebut di review.B. SaranSaran dari penulis yaitu pembuatan suatu produk hukum yang baik adalah produk hukum yang materinya sebanyak mungkin diambil dari common law (masyarakat) tetapi wadahnya diberi bentuk autoritarian law.

DAFTAR PUSTAKADr.Otong Rosadi dan Andi Desmon, Studi Politik Hukum, Penerbit Thafa Media, Yogyakarta, 2013

Prof.DR.Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2014

Muchsan, Beberapa Catatan Tentang Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1981

Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983

Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Alumni, Bandung, 1979

Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum: Esai-esai terpilih, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010

Schipper, Compendium Algemeen Bestuursrecht, De-JPAF Vriens, Den Boer Middelburg, 1987SF Marbun, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty, Yogyakarta, 1988Soediman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum di Indonesia, PT.Pembangunan, Jakarta, 1967Prof.DR. Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2007Prof. Muchsan, Catatan Materi Perkuliahan Politik Hukum, Program Pasca Sarjana Magister Hukum Kenegaraan-UGM, Yogyakarta