tugas ujian kepaniteraan klinik ilmu kesehatan jiwa-rsud bunut
DESCRIPTION
psikiatriTRANSCRIPT
TUGAS UJIAN KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA
RSUD SYAMSUDIN,SH KOTA SUKABUMI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
PERIODE 15 MARET – 17 APRIL 2015
NAMA : Fariz Hilman
NIM : 2010730037
PENGUJI : dr. H.M. Hermansyah Sp.KJ
A. AGRESIVITAS
Agresivitas merupakan sebuah istilah yang secara umum banyak digunakan oleh orang
awam untuk mendefinisikan suatu tindakan yang bersifat negatif, keras, kasar dan merusak,
tanpa mau melihat sisi lain dari agresi. Untuk lebih memperjelas pengertian dari
agresivitas ini berikut akan disampaikan beberapa pengertian yang relevan dengan
penelitian ini.
1. Pengertian Agresi
Secara umum, agresi merupakan segala bentuk perilaku yang bertujuan untuk
menyakiti orang lain baik secara fisik maupun psikis (Berkowitz, 1993). Senada dengan
pandangan diatas, Brigham (1991) mengatakan bahwa agresivitas adalah tingkah laku
yang bertujuan untuk menyakiti orang yang tidak ingin disakiti, baik secara fisik
maupun psikologis.
Hal senada juga disampaikan oleh Baron dan Byrne (1994) bahwa perilaku agresif
adalah perilaku individu yang bertujuan untuk melukai atau mencelakakan individu lain
yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut.
Lebih lanjut Baron dan Byrne (dalam Koeswara, 1988) merumuskan empat faktor yang
mendukung definisi di atas yaitu :
1. Individu yang menjadi pelaku dan individu yang menjadi korban.
2. Tingkah laku individu pelaku.
3. Tujuan untuk melukai atau mencelakakan (termasuk membunuh atau mematikan).
4. Ketidakinginan korban untuk menerima perilaku pelaku.
Sears dan kawan-kawan (1994) mengemukakan bahwa agresi adalah suatu tindakan
yang melukai orang lain dan memang dimaksudkan untuk itu.
Berbeda dengan beberapa pengertian di atas Moore dan Fine (dalam Koeswara, 1988)
menjelaskan agresi sebagai tingkah laku kekerasan secara fisik ataupun secara verbal
terhadap individu lain atau terhadap objek-objek. Serupa dengan pengertian di atas,
Herbert (dalam Praditya, 1999) mengatakan bahwa agresi adalah bentuk tingkah laku
yang tidak dapat diterima secara sosial, yang mungkin menyebabkan luka fisik atau
psikis kepada orang lain, atau merusak benda-benda. Dari dua pendapat ini terlihat
bahwa perilaku agresi tidak hanya dilakukan terhadap makhluk hidup, tetapi juga
terhadap benda-benda atau objek lainnya seperti benda mati.
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa
agresivitas adalah tingkah laku manusia yang dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti
manusia lain ataupun terhadap objek benda, baik itu secara fisik maupun secara non fisik.
2. Macam-Macam Agresi
Terdapat banyak teori yang dikemukakan mengenai macan agresivitas
antara lain oleh Brigham, Sears dan kawan-kawan, Berkowitz, Moyer serta Buss
dan Perry.
Buss dan Perry (1992) mengatakan bahwa ada empat macam agresi, yaitu:
a) Agresi fisik adalah agresi yang dilakukan untuk melukai orang lain secara fisik.
Hal ini termasuk memukul, menendang, menusuk, membakar, dan sebagainya.
b) Agresi verbal adalah agresi yang dilakukan untuk melukai orang lain secara
verbal. Bila seorang mengumpat, membentak, berdebat, mengejek, dan sebagainya,
orang itu dapat dikatakan sedang melakukan agresi verbal.
c) Kemarahan hanya berupa perasaan dan tidak mempunyai tujuan apapun. Contoh
seseorang dapat dikatakan marah apabila apabila dia sedang merasa frustrasi atau
tersinggung
d) Kebencian adalah sikap yang negatif terhadap orang lain karena penilaian sendiri
yang negatif. Contohnya adalah seseorang curiga kepada orang lain karena orang
lain tersebut baik dan lain sebagainya.
Adapun pembagian agresi menurut Buss dan Perry (1992) dipaparkan
lebih jelas pada tabel 1.
Pembagian Agresi menurut Buss dan Perry (1992)
Langsung Tidak Langsung
Aktif Pasif Aktif Pasif
Fisik Menusuk
Memukul
Menembak
Demonstrasi
diam
Mogok
Memasang
Ranjau
Menyewa
pembunuh
Santet
Menolak
melakukan
tugas
Masa bodoh
Verbal Menghina
Memaki
Menolak
berbicara
Menyebar
fitnah
Mengadu
domba
Tidak
memberi
dukungan
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Agresivitas
Baron dan Byrne (1994) mengelompokkan agresi menjadi tiga pendekatan dalam
menerangkan penyebab dasar perilaku agresi, yaitu :
a. Faktor Biologis
Menurut pendekatan ini agresi pada manusia seperti telah diprogramkan untuk
kekerasan dari pembawaan biologis secara alami. Berdasarkan instinct theory seseorang
menjadi agresif karena hal itu merupakan bagian alami dari reaksi mereka.
b. Faktor Eksternal
Hal lain yang dipandang penting dalam pembentukan perilaku agresi adalah faktor
eksternal. Menurut Dollard (dalam Praditya, 1999), frustrasi, yang diakibatkan dari
percobaan-percobaan yang tidak berhasil untuk memuaskan kebutuhan, akan
mengakibatkan perilaku agresif. Frustrasi akan teijadi jika keinginan atau tujuan tertentu
dihalangi.
c. Faktor belajar
Pendekatan belajar adalah pendekatan lain yang lebih kompleks dalam menerangkan
agresi. Ahli-ahli dalam aliran ini meyakini bahwa agresi merupakan tingkah laku yang
dipelajari dan melibatkan faktor-faktor eksternal (stimulus) sebagai determinan
membentuk agresi tersebut. Pendekatan ini dikembangkan lagi oleh ahli-ahli lain yang
percaya bahwa proses belajar berlangsung dalam lingkup yang lebih luas di samping
melibatkan faktor-faktor eksternal dan internal (Koeswara, 1988).
B. PENYALAHGUNAAN ZAT I. AMFETAMIN
Amfetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang disebut sistem saraf pusat
(SSP) stimulants.stimulan. Amfetamin merupakan satu jenis narkoba yang dibuat secara
sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin dapat berupa bubuk putih,
kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil.
Senyawa ini memiliki nama kimia α–methylphenethylamine merupakan suatu senyawa
yang telah digunakan secara terapetik untuk mengatasi obesitas, attention-deficit
hyperactivity disorder (ADHD), dan narkolepsi. Amfetamin meningkatkan pelepasan
katekolamin yang mengakibatkan jumlah neurotransmiter golongan monoamine (dopamin,
norepinefrin, dan serotonin) dari saraf pra-sinapsis meningkat. Amfetamin memiliki banyak
efek stimulan diantaranya meningkatkan aktivitas dan gairah hidup, menurunkan rasa lelah,
meningkatkan mood, meningkatkan konsentrasi, menekan nafsu makan, dan menurunkan
keinginan untuk tidur. Akan tetapi, dalam keadaan overdosis, efek-efek tersebut menjadi
berlebihan.
Secara klinis, efek amfetamin sangat mirip dengan kokain, tetapi amfetamin memiliki
waktu paruh lebih panjang dibandingkan dengan kokain (waktu paruh amfetamin 10 – 15
jam) dan durasi yang memberikan efek euforianya 4 – 8 kali lebih lama dibandingkan
kokain. Hal ini disebabkan oleh stimulator-stimulator tersebut mengaktivasi “reserve
powers” yang ada di dalam tubuh manusia dan ketika efek yang ditimbulkan oleh amfetamin
melemah, tubuh memberikan “signal” bahwa tubuh membutuhkan senyawa-senyawa itu
lagi. Berdasarkan ICD-10 (The International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems), kelainan mental dan tingkah laku yang disebabkan oleh
amfetamin diklasifikasikan ke dalam golongan F15 (Amfetamin yang menyebabkan
ketergantungan psikologis).
Cara yang paling umum dalam menggunakan amfetamin adalah dihirup melalui
tabung.Zat tersebut mempunyai mempunyai beberapa nama lain: ATS, SS, ubas, ice, Shabu,
Speed, Glass, Quartz, Hirropon dan lain sebagainya. Amfetamin terdiri dari dua senyawa
yang berbeda: dextroamphetamine murni and pure levoamphetamine.dan levoamphetamine
murni.Since dextroamphetamine is more potent than levoamphetamine, pure Karena
dextroamphetamine lebih kuat daripada levoamphetamine, dextroamphetamine juga lebih
kuat daripada campuran amfetamin.
Amfetamin dapat membuat seseorang merasa energik. Efek amfetamin termasuk rasa
kesejahteraan, dan membuat seseorang merasa lebih percaya diri. Perasaan ini bisa bertahan
sampai 12 jam, dan beberapa orang terus menggunakan untuk menghindari turun dari obat
Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan amfetamin adalah:
1. Amfetamin2. Metamfetamin3. Metilendioksimetamfetamin (MDMA, ecstasy atau Adam).
Pengaruh Amfetamin
(1.)Efek Jangka Pendek dari Amfetamin
Berikut ini adalah beberapa efek dari mengkonsumsi Amfetamin, yaitu :
Meningkatkan suhu tubuh
Kerusakan sistem kardiovaskular
Paranoia
Menurunkan nafsu makan
Euforia
Mulut kering
Meningkatkan denyut jantung
Meningkatkan tekanan darah
Menjadi hiperaktif
Mengurangi rasa kantuk
Tremor
Dilatasi pupil
Mual
Sakit kepala
Perubahan perilaku seksual
(2.)Efek Jangka Panjang dari Amfetamin
Selama jangka panjang, seseorang yang menggunakan amfetamin secara teratur akan
menemukan tanda-tanda efek samping jangka panjang yang biasanya terdiri dari :
Pandangan kabur
Pusing
Peningkatan detak jantung
Sakit kepala
Tekanan darah tinggi
Kurang nafsu makan
Nafas cepat
Gelisah
Pada penggunaan zat terus menerus akhirnya akan menimbulkan gangguan gizi dan
gangguan tidur. Pengguna akan lebih rentan untuk sakit apapun karena kondisi kesehatan
yang secara keseluruhannya buruk.
II. GOLONGAN OPIOID
Opioid berasal dari kata Opium. Jus dari bunga opium, Papaver somniverum, yang
mengandung kira-kira 20 alkaloid opium, termasuk morfin. Nama opioid juga digunakan
untuk opiat, yaitu suatu preparat atau derivat dari opium dan narkotika sintetik yang kerjanya
menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan dari opium.Opiat alami lain atau opiat yang
disintesis dari opiat alami adalah heroin, kodein, dan hydromorphone.
Sejumlah besar narkotik sintetik (opioid) telah dibuat, termasuk meperidine (Demerol),
methadone (Dolphine), pentazocine (Talwin), dan propocyphene (Darvon). Saat ini
Methadone banyak digunakan orang dalam pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis
opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Kelas obat
tersebut adalah nalaxone (Narcan), naltrxone (Trexan), nalorphine, levalorphane dan
apomorphine. Sejumlah senyawa dengan aktivitas campuran agonis dan antagonis telah
disintesis dan senyawa tersebut adalah pentazocine, butorphanol (Stadol), dan buprenorphine
(Buprenex). Beberapa penelitian telah menemukan bahwa buprenorphine adalah suatu
pengobatan yang efektif untuk ketergantungan opioid. Beberapa jenis opioid antara lain
metadon, demerol, codein, candu, heroin, dan morphin.
Efek yang ditimbulkan antara lain :
1. Mengalami pelambatan dan kekacauan pada saat berbicara.
2. Kerusakan penglihatan pada malam hari.
3. Kerusakan pada liver dan ginjal.
4. Peningkatan resiko terkena virus HIV dan hepatitis dan penyakit infeksi lainnya
melalui jarum suntik.
5. Penurunan hasrat dalam hubungan sex.
6. Kebingungan dalam identitas seksual.
7. Kematian karena overdosis.
Gejala Intoksikasi
Konstraksi pupil (atau dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis berat) dan satu (atau
lebih) tanda berikut, yang berkembang selama , atau segera setelah pemakaian opioid,
yaitu :
1. Mengantuk atau koma
2. Berbicara cadel
3. Gangguan atensi atau daya ingat
4. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis
(misalnya euforia awal diikuti oleh apatis, disforia, agitasi atau retardasi psikomotor,
gangguan pertimbangaan, atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang
berkembang selama, atau segera setelah pemakaian opioid.
Gejala Putus Zat
Gejala putus obat dimulai dalam enam sampai delapan jam setelah dosis terakhir,
biasanya setelah suatu periode satu sampai dua minggu pemakaian kontinu atau
pemberian antagonis narkotik. Sindroma putus obat mencapai puncak intensitasnya
selama hari kedua atau ketiga dan menghilang selama 7 sampai 10 hari setelahnya. Tetapi
beberapa gejala mungkin menetap selama enam bulan atau lebih lama. Gejala putus obat
dari ketergantungan opioid adalah :
1. kram otot parah dan nyeri tulang
2. diare berat
3. kram perut
4. rinorea
5. lakrimasi
6. piloereksi
7. menguap
8. demam
9. dilatasi pupil
10. hipertensi
11. takikardi
12. disregulasi temperatur
Seseorang dengan ketergantungan opioid jarang meninggal akibat putus opioid,
kecuali orang tersebut memiliki penyakit fisik dasar yang parah, seperti penyakit jantung.
Gejala residual seperti insomnia, bradikardia, disregulasi temperatur, dan kecanduan
opiat mungkin menetap selama sebulan setelah putus zat. Pada tiap waktu selama
sindroma abstinensi, suatu suntikan tunggal morfin atau heroin menghilangkan semua
gejala. Gejala penyerta putus opioid adalah kegelisahan, iritabilitas, depresi, tremor,
kelemahan, mual, dan muntah.
III. KANABIS
Efek yang ditimbulkan
Efek euforia telah dikenali. Efek medis yang potensial adalah sebagai analgesik,
antikonvulsan dan hipnotik. Belakangan ini juga telah berhasil digunakan untuk
mengobati mual sekunder yang disebabkan terapi kanker dan untuk menstimulasi nafsu
makan pada pasien dengan sindroma imunodefisiensi sindrom (AIDS). Kanabis juga
digunakan untuk pengobatan glaukoma dan mempunyai efek aditif dengan efek alkohol,
yang seringkali digunakan secara kombinasi.
Gejala Intoksikasi
1. Meninggikan kepekaan pemakai terhadap stimuli eksternal
2. Membuat warna-warna tampak lebih terang
3. Perlambatan waktu secara subjektif. Pada dosis tinggi pemakai mungkin juga
merasakan depersonalisasi dan derealisasi.
4. Keterampilan motorik terganggu. Gangguan pada keterampilan motorik tetap ada
setelah efek euforia dan persepsi subyektif menghilang. Selama 8 sampai 12 jam
setelah menggunakan kanabis, pemakai mengalami suatu gangguan keterampilan
motorik yang mengganggu kemampuan mengendarai mobil, motor, mesin berat.
5. Delirium yang disebabkan karena intoksikasi. Ditandai dengan adanya gangguan
kognitif, kemampuan unjuk kerja, gangguan daya ingat, waktu reaksi, persepsi,
koordinasi motorik dan pemusatan perhatian.
6. Dosis tinggi juga mengganggu tingkat kesadaran pemakai.
7. Reaksi kecemasan singkat yang dicetuskan oleh pikiran paranoid. Dalam keadaan
tersebut dapat terjadi panik yang didasarkan karena rasa takut yang tidak jelas dan
tidak terorganisir. Pemakai yang tidak pengalaman lebih mudah mengalami gejala
kecemasan dari pada pemakai yang berpengalaman.
C. METADON
1. Definisi
Metadon adalah opiat (narkotik) sintetis yang kuat seperti heroin (putaw) atau morfin,
tetapi tidak menimbulkan efek sedatif yang kuat. Metadon biasanya disediakan pada
program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang dipakai oleh
pecandu dengan obat lain yang lebih aman.
Metadon bukan penyembuh untuk ketergantungan opiat: selama memakai metadon,
penggunanya tetap tergantung pada opiat secara fisik. Tetapi metadon menawarkan
kesempatan pada penggunanya untuk mengubah hidupnya menjadi lebih stabil dan
mengurangi risiko penggunaan narkoba suntikan, dan juga mengurangi kejahatan
yang terkait dengan kecanduan. Dan karena diminum, penggunaan metadon
mengurangi penggunaan jarum suntik bergantian.
Program metadon sering mempunyai dua tujuan pilihan. Tujuan pertama adalah untuk
membantu pengguna berhenti memakai heroin (detoksifikasi), diganti dengan takaran
metadon yang dikurangi tahap-demi-tahap selama jangka waktu tertentu. Tujuan
kedua adalah untuk menyediakan terapi rumatan (pemeliharaan), yang memberikan
metadon secara terus-menerus dengan dosis yang disesuaikan agar pengguna tidak
mengalami gejala putus zat (sakaw).
2. Penggunaan Metadon
Metadon biasanya diberikan pada klien program dalam bentuk sirop yang diminum di
bawah pengawasan di klinik setiap hari. Setiap klien membutuhkan takaran yang
berbeda, karena adanya perbedaan metabolisme, berat badan dan toleransi terhadap
opiat. Beberapa waktu dibutuhkan untuk menentukan takaran metadon yang tepat
untuk setiap klien. Pada awalnya, klien harus diamati setiap hari dan reaksi terhadap
dosisnya dinilai. Jika klien menunjukkan gejala putus zat, takaran harus ditingkatkan.
Umumnya program mulai dengan takaran 20mg metadon dan kemudian ditingkatkan
5-10mg per hari. Biasanya klien bertahan dalam terapi dan mampu menghentikan
penggunaan heroin dengan takaran metadon sedang hingga tinggi (60-100mg).
3. Efek Samping Metadon
Walaupun metadon biasanya ditoleransi dengan baik, kadang klien mengalami efek
samping:
mual, muntah: 10-15 persen mengalami efek samping ini, yang biasanya
hilang setelah beberapa hari
sembelit: seperti opiat lain, gizi dan olahraga dapat membantu
keringat: dapat muncul sebagai efek samping
amenore: masa haid terlambat, atau kadang kala lebih teratur libido: metadon
dapat menurunkan gairah seksual
kelelahan: dapat dikurangi dengan mengurangi takaran
4. DOSIS YANG DI BUTUHKAN PADA PROGRAM METADON
Dosis yang efektif biasanya tingi untuk jangka waktu lama
Dosis awal 15-30 mg.
Peningkatan dosis petlahan-lahan 5-10 mg setiap 3-5 hari. Peningkatan maksimal
30 mg/minggu.
D. GANGGUAN PIKIR
Proses berpikir itu meliputi proses pertimbangan (“judgment”), pemahaman
(”comprehension”), ingatan serta penalaran (“reasoning”). Proses berpikir yang
normal mengandung arus idea, symbol dan asosiasi yang terarah kepada tujuan
dan yang dibangkitkan oleh suatu masalah atau tugas dan yang menghantarkan
kepada suatu penyelesaian yang berorientasi kepada kenyataan.
Berbagai macam factor mempengaruhi proses berpikir itu, umpamanya factor
somatic (gangguan otak, kelelahan), factor psikologik (gangguan emosi, psikosa)
dan factor social (kegaduhan dan keadaan sosial yang lain) yang sangat
mempengaruhi perhatian atau konsentrasi si individu. Kita dapat membedakan tiga
aspek proses berpikir yaitu: bentuk pikiran, arus pikiran dan isi pikiran, ditambah
dengan pertimbangan.
Gangguan bentuk pikiran, Dalam kategori ganggauan bentuk pikiran termasuk
semua penyimpangan dari pemikiran rasional, logik, dan terarah kepada tujuan.
1. Dereisme atau pikiran dereistik ; titik berat pada tidak adanya sangkut paut
terjadi antara proses mental individu dan pengalamannya yang sedang berjalan.
Proses mentalnya tidak sesuai dengan atau tidak mengikuti kenyataan, logika,
atau pengalaman. Umpamanya seorang kepala kantor pemerintah pernah
mengatakan, “Seorang pegawai negeri dan seorang warga negara yang baik
harus kebal korupsi, biarpun gajinya tidak cukup, biarpun keluarganya
menderita; bila tidak tahan silakan keluar…”, atau seorang lain lagi, “Kita harus
memberantas perjudian dan pelacuran, karena hal-hal itu merupakan
‘exploitation de I’home parr I’home’; adalah ‘homo homini lupus’ adalah
‘machiavellisme’; karena itu kita harus mengikis habis segala bentuknya, tanpa
kecuali…”.
2. Pikiran otistik; menandakan bahwa penyebab distorsi arus asosiasi ialah dari
dalam pasien itu sendiri dalam bentuk lamunan, fantasi, waham atau halusinasi.
Cara berpikir seperti ini hanya akan memuaskan keinginannya yang tak
terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya; hidup dalam alam
pikirannya sendiri. Kadang-kadang istilah ini dipakai juga untuk pikiran dereistik.
3. Bentuk pikiran yang non-realistik: bentuk pikiran yang sama sekali tidak
berdasarkan kenyataan, umapamanya: menyelidiki sesuatu yang spektakuler
dan revolusioner bila ditemui; mengambil kesimpulan yang aneh serta tidak
masuk akal (merupakan gejala yang menonjol pada skizoprenia hebefrenik di
samping tingkah laku kekanak-kanakan). Dibedakan dari pikiran dereistik dan
otistik tapi kadang-kadang ketiga gangguan bentuk pikiran ini dijadikan satu
dengan salah satu istilah itu.
Gangguan arus pikiran yaitu tentang cara dan lajunya proses asosiasi dalam
pemikiran yang timbul dalam berbagai jenis:
1. Perseverasi: berulang-ulang menceritakan suatu idea, pikiran atau tema secara
berlebihan. Seoraqng penulis pernah mendengar seorang pasien berkata,”Nanti
besok saya pulang, ya saya sudah kangen rumah, besok saya sudah berada di
rumah, sudah makan enak di rumah sendiri, ya pak dokter, satu hari lagi nanti
saya sudah bisa tidur di rumah, besok ayah akan datang mengambil saya
pulang…”.
2. Asosiasi longgar: mengatakan hal-hal yang tidak ada hubungannya satu sama
lain, umpama, “saya mau makan. Semua orang dapat berjalan”. Bila ekstrim,
maka akan terjadi inkoherensi. Asosiasi yang sabgat longgar dapat silihat dari
ucapan seorang penderita seperti berikut ini, “….Saya yang menjalankan mobil
kita harus membikin tenaga nuklir dan harus minum es krim…”.
3. Inkoherensi: gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu kalimat pun sudah
sukar ditangkap atau diikuti maksudnya. Suatu waham yang aneh mungkin
diterangkan secara incoherent. Inkoherensi itu boleh dikatakan merupakan
asosiasi yang longgar secara ekstrim. Seorang penulis pernah menerima surat
antara lain sebagai berikut, “Saya minta dijanji, tidur, lahir, dengan pakaian
lengkap untuk anak saya satu atau lebih menurut pengadilan Allah dengan
suami jodohnya yang menyinggung segala percobaan…”.
4. Kecepatan bicra: untuk mengutarakan pikiran mungkin lambat sekali atau
sangat cepat.
5. Benturan (“blocking”): jalan pikiran tiba-tiba berhenti atau berhenti di tengah
sebuah kalimat. Pasien tidak dapat menerangkan kenapa ia berhenti.
6. Logorea: banya bicara, kata-kata dikeluarkan bertubi-tubi tanpa control
mungkin coherent atau incoherent.
7. Pikiran melayang (“flight of ideas”): perubahan yang mendadak lagi cepat
dalam pembicaran, sehingga suatu idea yang belum selesai diceritakan sudah
disusul oleh idea yang lain. Umpamanya seorang pasien pernah bercerita,
“Waktu saya datang ke rumah sakit kakak saya baru mendapat rebewes, lalu
untung saya pakai kemeja biru, hingga pak dokter menanyakan bila sudah
makan…”.
8. Asosiasi bunyi (“clang association”): mengucapkan perkataan yang mempunyai
persamaan bunyi, umpamanya pernah didengar, “Saya mau makan di Tarakan,
seakan-akan berantakan”.
9. Neologisme: membentuk kata-kata baru yang tidak dipahami oleh umum,
misalnya “Saya radiltu semua partimun”.
10.Irelevansi: isi pikiran atau ucapan yang tidak ada hubungannya dengan
pertanyaan atau dengan hal yang sedang dibicarakan.
11.Pikiran berputar-putar (”circumstantiality”): menuju secara tidak langsung
kepada idea pokok denga menambahakan banyak hal yang remeh-remeh, yang
menjemukan, dan yang tidak relevant.
12.Main-main dengan kata-kata: menyajak (membuat sajak) secara tidak wajar.
Umpamanya pernah seorang penulis menerima sajak yang antara lain berbunyi:
Wahai jagoku yang tersembunyi Meskipun kau jago Tanpa kau hatiku sunyi
Tanpa kau hatiku mewangi
13.Afasi: mungkin sensorik (tidak atau sukar mengerti bicara orang lain) atau
motorik (tidak dapat atau sukar berbicara), sering kedua-duanya sekaligus dan
terjadi karena kerusakan otak.