tugas riset aptl 1

73
LAPORAN PENELITIAN KONSEP DIRI PADA KESENJANGAN SOSIAL di KALANGAN PELAJAR Laporan ini di susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah APTL I Sesya Dias Mumpuni M.Pd Mukhamad Arif Rizqi 1114500026 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL

Upload: arifrisqi

Post on 14-Apr-2017

102 views

Category:

Environment


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Riset APTL 1

LAPORAN PENELITIAN KONSEP DIRI

PADA KESENJANGAN SOSIAL di KALANGAN PELAJAR

Laporan ini di susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

APTL I

Sesya Dias Mumpuni M.Pd

Mukhamad Arif Rizqi

1114500026

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL

2016

Page 2: Tugas Riset APTL 1

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr. Wb.

Pertama – tama mari kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang

telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga dapat mengerjakan tugas

inin dengan lancer dan baik.

Kedua kalinya Sholawat dan Salam tetap tercurahkan kepada junjungan

kita Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa ucapan terimakasih terhadap dosen

Pengampu dan teman mahasiswa yang telah membantu dalam proses

pengerjaannya.

Yang terakhir semoga Riset ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan

memberikan pengetahuan baru tentang isinya. Kami membutuhkan saran dan

kritik yang membangun agar dalam pembuatan riset selanjutnya lebih baik lagi.

Terima kasih.

Wassalamu’alaikumWr.Wb

Tegal, 15 Juni 2016

Penulis

Page 3: Tugas Riset APTL 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berbagai peristiwa tentang kesenjangan sosial pada jaman sekarang

sepertinya sudah tidak asing lagi terdengarr ditelinga kita, karena di lihat

dari kenyataannya banyak yang terjadi bahwa anak - anak ( pelajar ) dari

orang tua yang berpendidikan tinggi ataupun anak dari kalangan pejabat,

mengejek anak orang miskin tetapi mereka kebanyakan tidak memberikan

contoh yang baik bahwa mereka sendiri adalah keturunan atau bangsawan

orang yang berpendidikan lebih tinggi atau bisa dikatakan sebagai panutan

atau percontohan dari orang yang diawahnya. Bahkan sering kali mereka

melakukan perbuatan atau tindakan yang terduga sebelumnya, seperti

Tawuran, Perkelahian dan perasaan kecemasan, rasa takut yang ada pada

diri individu yang mengakibatkang kurang percaya diri di dalam jiwa diri

individu. Tidak hanya dilakukan oleh anak saja tetap orang tuannya juga

yang dikatakan orang baik bermaartabat, orang yang dicontoh., polisi,artis

dll yang notabenya mereka adalah orang baik, orang yang menjadi

panutan, orang yang di contoh terkadang mereka pula melakukan

perbuatan yang tidak selayaknya dilakukan orang bermartabat hanya krena

membela sang anak.

B. RUMUSAN MASALAHBagaimana deskripsi mengenai fenomena yang terjadi tentang KONSEP

DIRI KESENJANGAN SOSIAL Di KALANGAN PELAJAR

C. TUJUANMengetahui deskripsi mengenai fenomena yang terjadi tentang KONSEP

DIRI KESENJANGAN SOSIAL Di KALANGAN PELAJAR

Page 4: Tugas Riset APTL 1

BAB II

KAJIAN TEORI

I. DEFINISI VARIABEL / DESKRIPSI TEORITIK

Ketika melakukan penelitian dan kesimpulan atau hasilnya dijadikan

sebuah laporan menggunakan berbagai referensi dan teori yang digunakan atau

yang sesuai. Tetapi laporan kali ini penulisan menggunakan buku referensi dan

teori dari buku GERALD COREY ( 2009 ) karena referensi dan teori dalam

pengaplikasiannya sesuai dengan materi yang dibahas.

Dalam hal ini menerangkan bahwa konseli itu yang berperan

aktif bukan konselor, jika ada suatu masalah yang sedang diderita oleh

konseli, konseli tersebut di usahakan mempunyai solusi untuk

mengatasinya sendiri agar biisa mandiri, berkembang pemikirannya

dan tidak selalu bergantung pada konselor. Konselor dalam hal ini

Menurut Rogers yang dikutip oleh Gerald Corey menyebutkan bahwa terapi

client centered merupakan teknik konseling dimana yang paling berperan

adalah klien sendiri, klien dibiarkan untuk menemukan solusi mereka sendiri

terhadap masalah yang tengah mereka hadapi. Hal ini memberikan pengertian

bahwa klien dipandang sebagai partner dan konselor hanya sebagai pendorong

dan pencipta situasi yang memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri.

http://punyamellya.blogspot.co.id/2014/12/model-pelaksanaan-pendekatan-client.html

Page 5: Tugas Riset APTL 1

mempunyai tugas memberikan pengarahan kepada konseli. Hal ini

sesuai dengan pernyataan yang ada di buku Gerald Corey.

II. PENELITIAN TERDAHULU

Dalam penyusunan laporan tersebut penulis juga menggunakan referensi

tambahan dari sumber atau materi lain misalnya dari jurnal nasional bahkan dari

jurnal internasional yang ada kaitannya dengan tema yang sedang dibahas.

Confidence is learned, it is not inherited. If you lack confidence, it probably

means that, as a child, you were criticized, undermined, or suffered an explicable

tragic loss, for which you either blamed yourself or were blamed by others. A lack

of confidence isn‟t necessarily permanent but it can be if it isn‟t addressed. Our

religion, the influence of the culture which formed our perspectives, our gender,

social class and our parents, in particular, are all factors which influence and

contribute to our level of confidence

http://www.ijmra.us/project%20doc/IJRSS_AUGUST2012/IJMRA-RSS1379.pdf

Pada kenyataannya ada mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi

dengan orang lain (komunikasi interpersonal), baik dalam proses belajar dikelas

maupun dalam suasana informal diluar kelas. Salah satu kemungkinan besar yang

menjadi penyebab terjadinya kesulitan komunikasi interpersonal adalah adanya

kecemasan diantaranya adalah rasa takut menerima tanggapan atau penilaian negatif

dari komunikan atau orang yang menerima pesan.

%2F7025%2F5477&usg=AFQjCNESIhtwy437JJblRpbSXNsosFbNIg&sig2=Aw34

z6GG2FCM6Di-St7HEA&bvm=bv.119745492,d.dGY

Page 6: Tugas Riset APTL 1

Dan materi penambahan dari Jurnal yang dibahas di atas dapat di ambil

kesimpulan bahwa keyakinan itu sudah ada pada diri kita masing – masing,

terjadinya rasa kurang percaya diri tersebut muncul karena dipengaruh oleh

budaya yang membentuk perspektif, lingkungan dan juga adanya rasa kecemasan,

rasa takut dalam menerima tanggapan atau penilaian negatif dari orang lain.

Memang benar di saat individu sudah diselimuti rasa takut menerima penilaian

dari orang lain individu tersebut dengan sendirinya akan merasa kurang percaya

diri karena kurang mudahnya bergaul atupun bersosialisasi dengan orang banyak

tetapi jika individu sudah terbiasa bergaul dengan banyak orang maka dengan

sendirinya pula individu tersebut akan mempunyai keyakinan yang kuat ( percaya

diri ).

Page 7: Tugas Riset APTL 1

BAB III

METODE PENELITIAN

1) PENDEKATAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif study kasus, pengertian

dari Studi kasus diartikan sebagai  metode atau strategi dalam penelitian untuk

mengungkap kasus tertentu. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian

dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu

fenomena sosial dan masalah manusia yang berupa dari kalimat tertulis ataupun

lisan dari obyek yang kita amatai. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu

gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden,

dan melakukan studi pada situasi yang alami. Dan kenapa memilih penelitian

kualitatif ini agar memudahkan ketika penyampainnya dlam bentuk laporan, yang

didalamnya berisi data fakta yang terjadi di obyek yang kita amati pula sehinga

ketika dala penyampaiannya atau validasi datanya dapat diterima dan dipahami

oleh pembaca dan pendengar..

2) FOKUS PENELITIAN

Setelah melakukan penelitian tentang tema kesenjangan sosial di kalangan

pelajar, penulis mengetahui apa saja contoh yang ada didalamnya seperti

kecemasan dan rasa takut di dalam diri kita ( kurang percaya diri ), minder dan

yang lainnya. Dari itu semua penulis hanya menitikberatkan pada individu yang

mempunyai rasa kecemasan dan ketakutan yang tinggi mengakibatkan percaya

dirinya berkurang. Mengapa memilih tema ini, karena fenomena ini sesuai dengan

kondisi apa yang berada di sekolahan atau yang penulis temui ketika sedang

berkunjung sekolahan.

Dari hasil penelitian tentang Konsep Diri Pada Kesenjangan Sosial Di

Kalangan Pelajar , Permasalahan yang muncul dalam kasus ini adalah

tentang perasaan dan anggapan IN kepada teman – temannya yang

Page 8: Tugas Riset APTL 1

mengakibatkan IN tidak memiliki teman dan akhirnya nilainya turun

sehingga kebingungan apakah dirinya naik kelas atau tidak. Di lihat dari

pendekatan teori client centered, manusia pada dasarnya adalah penuh keyakinan,

baik, dapat dipercaya dan pada masa sekarang. Teori ini juga menerangkan bahwa

manusia yang dapat membentuk perasaan dan pola pikirnya sendiri sehinggaanya

diketahui dan dimengerti oleh IN sendiri. Berkaitan dengan kasus yang diderita

oleh IN, konselor memberikan arahan hendaknya IN melihat keadaan pada masa

sekarang dimana IN bersekolah dengan teman – temannya yang bukan berasal

dari desa tetapi anggap saja semuanya dari desa karena yang dicari adalah belajar

bukan harta, sehingga IN dapat melihat latar belakang temannya dengan positif

dalam arti sama semua seperti anak desa.

3) SUBJEK DAN LOKASI PENELITIANa) Identifikasi Konseli

Nama : IN

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Tegal, 23 Juli 2003

Alamat : Ds. Jatimulya Dk. Babakan 05/05

Kec. Lebaksiu Kab. Tegal

Bangsa : Indonesia

b) Keadaan Keluarga

Nama Ortu : Ayah : TH

Ibu : RH

Pekerjaan : Ayah : Wiraswasta

Ibu : Ibu Rumah Tangga

Page 9: Tugas Riset APTL 1

Jml Saudara : 1 Orang

Alamat : Ds. Jatimulya Dk. Babakan 05/05 Kec Lebaksiu Kab. Tegal

Sikap thp ortu : Baik

Sikap tdp saudara : Baik

Tingkat ekonomi : Sedang

c) Keadaan Sekolah

Sikap thp guru : Baik

Sikap thp teman : Minder ( kurang percaya diri )

Prestasi : Baik

Sesuai dari hasil pengamatan terhadap konseli yaitu IN, dari cara

berbicaranya dia sangat sopan, penampilannya juga rapi, islami serta sikap

terhadap gurunya juga baik Dalam pelajarannya IN adalah anak yang rajin, giat

dalam belajar tetapi IN mempunyai sikap kurang percaya diri ( minder ) ketika

bertemu dengan teman – temannya karena IN berasal dari keluarga miskin bukan

dari anak orang kaya . Sedangkan dilihat dari segi fisik IN termasuk anak yang

pendiam.

Dilihat dari latar belakang keluargannya yang baik, penampilannya yang

islami, ramah dan sopan santun. Semua keluarganya baik dan mudah bergaul

dengan lingkungannya yang kondusif pula.

Dengan hasil penelitian yang mengangkat tema konsep diri kesenjangan

sosial pada kalangan pelajar di tinjau dari pendekatan teori client centerd.

4) ALAT PENGUMPULAN DATA

Untuk mengetahui sejauh mana permasalahan konseli, di sisni dalam

pengumpulan datanya menggunakan wawancara. Agar mendapatkan informasi

Page 10: Tugas Riset APTL 1

lansung dari IN, maka secara tidak langsung dari instrumen wawancara ini dapat

melihat ekspresi wajah ketika IN sedang menyampaikan permasalahannya. Dan

untuk mendapatkan banyak informasi tentang permasalahan daripada IN sendiri

dengan mengajukan atau menanyakan beberapa pertanyaan yang supaya IN

dengan spontan atau reflek dapat menjawab dengan sepenuh hati untuk mencegah

rekayasa atau pengucapan yang bercanda dari konseli.

5) ANALISIS DATA

Untuk menganalisa data secara langsung atau mengumpulkan informasi

sebanyak agar mengetahui apakah permasalahan yang sedang dihadapi oleh IN

kenyataan, karena masalah ini cukup serius sebab bisa juga mempengaruhi masa

depan dari IN sendiri.

Analisis data dengan cara penelitian kualikatif study kasus, dalam

pelaporannya juga menggunakan Triangylasi sumber, yaitu membandingkan

informasi dari dua, tiga atau pun lebih daripada narasumber atau orang yang ada

disekitar lingkungan daripada IN sendiri agar dapat memberikan tentang

kebenaran informasi yang IN sedang hadapi sekarang, Dan di penelitian ini

menganalisa data dengan salah satu dari orang tua IN yaitu Ayahnya ( Ibunya )

dan juga menganalisa data atau mencari informasi dengan menanyakan salah satu

temannya dikelas.

Page 11: Tugas Riset APTL 1

TRIANGULASI DATA

Data1 dari Pihak Orang Tua Konseli :

Ayah IN : TH

Tempat,tanggal lahir : Tegal, 19 November 1976

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Ds. Jatimulya Dk. Babakan Rt.05 Rw.05 Kec.Lebaksiu

Kab. Tegal

Bangsa : WNI

Pendidikan Terakhir : MTs

Data 2 dari Pihak Teman daripada Konseli :

Teman : HN

Tempat,tanggal lahir : Jakarta, 2 Februari 2001

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Ds. Jatimulya Dk. Babakan Rt.04 Rw.05 Kec.Lebaksiu

Kab. Tegal

Page 12: Tugas Riset APTL 1

LAMPIRAN

a. Lampiran Wawancara Dengan Konseli

IN : Assalamua’alaikum,

Konselor : Wa’alaikumsalam,

IN : Permisi,, Bapak memanggil saya ?

Konselor : Iya IN,

Konselor : Gimana kabarnya IN sekeluarga dirumah, sehat ?

IN : Alhamdulillah sehat pak

Konselor : Begini IN, Bapak dapat laporan dari guru – guru

katanya kamu menurun dalam belajar ?

IN : Iya pak,, akhir – akhir ini nilai pelajaran saya dikelas

turun drastis, padahal saya sudah belajar dengan rajin

serta sesuai kemampuan saya, tetapi tetap saja nilai saya

turun pak ?

Konselor : Oh begitu masalahnya kamu IN ?

Apa kamu punya masalah sebelumnya IN ? entah dengan

teman atau bahkan dengan Guru kamu ?

IN : Hmmm..... ada pak,, saya di sini sudah tidak punya

teman pak

Konselor : Jadi itu toh masalahnya kamu ?

Page 13: Tugas Riset APTL 1

IN : Iya pak,,

Tapi saya sekarang juga bingung pak,,,

Konselor : Bingung kenapa lagi ?

IN : Saya sendiri kan dari anak kampung pak, sedangkan

teman – teman saya disini semuanya anak orang kaya

Konselor : Iya Bapak paham,, jadi intinya kamu merasa minder dan

kurang percaya diri terhadap teman kamu sendiri ?

IN : Iya pak, jadi saya sekarang merasa minder dan tidak

percaya diri lagi karena saya hanya anak orang miskin

dari desa yang diterima di sekolah favorit ini, sedangkan

teman – teman saya di sini adalah anak orang kaya ,,

Konselor : Jadi selama ini nilai kamu turun karena masalah ini ?

IN : Iya pak,,

Konselor : Terus rencana kamu untuk menindaklanjuti masalah ini

gimana ?

IN : Saya bingung pak,, dulu pernah punya pikiran ingin

keluar dan pindah sekolah di desa,, tetapi saya juga malu

dengan orang tua dan teman – teman saya di desa kalau

saya keluar dari sekolah ini, hal ini terus saya pikirkan

sampai – sampai saya tidak konsen saat belajar dan

nilainya jelek.

Konselor : Bagaimana dengan teman – teman dekat kamu ?

Page 14: Tugas Riset APTL 1

IN : Saya disini tidak punya teman baik pak,, saya lihat

teman –teman disini sombong dan egois. Saya pikir

mereka tidak mau berteman dengan anak desa seperti

saya ini, apakah saya pindah sekolah saja pak ?

Konselor : Di sekolah ini banyak teman dari latar belakang yang

berbeda – beda, yang dari keluarga pas – pasan jujur

mengakui latar belakangnya dan anak yang orang kaya

juga mau membantu, mungkin kamu merasa kalau

mereka sombong karena kamu belum dekatdengan

mereka saja. Apakah kamu udah pernah mencoba

berteman dengan mereka – mereka ?

IN : Belum pernah pak, iya sih pernah melihat ada teman

yang menlaktir yang lain di Kantin.

Konselor : Kamu disini tidak punya teman karena kamu tidak

mencoba bergaul dengan mereka IN. Nah,, Coba kalau

begitu mulai sekarang kamu mencoba dekat dengan

teman – teman kamu. Kamu bisa mulai dekat dengan HN,

dia juga seperti kamu dari desa juga. Tapi lihat dia juga

banyak temannya.

Iya mungkin akan terlihat sulit dan malu untuk memulai

itu,tapi jika kamu ingin berubah cobalah untuk

melakukan itu,

Page 15: Tugas Riset APTL 1

IN : Oya pak, makasih ya pak atas sarannya. Pak saya

permisi dulu karena jam pelajaran akan segera mulai,

saya harus masuk kelas

Konselor : iya sama - sama IN, kamu harus semangat ya

IN : Iya pak, Assalamu’alaikum

Konselor : Wa’alaikumsalam

Ketika berwawancara pada IN ( Konseli ) bisa dikatakan ia itu

sebagai anak yang sangat sopan dalam berbicaranya, penampilannya juga rapi,

islami serta sikap terhadap gurunya juga baik. Dalam pelajarannya IN adalah anak

yang rajin, giat dalam belajar tetapi IN mempunyai sikap kurang percaya diri

( minder ) ketika bertemu dengan teman – temannya karena IN berasal dari

keluarga miskin bukan dari anak orang kaya. Dan karena itulah akhirnya

belajarnya terganggu terus mendapatkan nilai yang jelek. Sedangkan dilihat dari

segi fisik IN termasuk anak yang pendiam.

Lampiran Wawancara Dengan HN

HN : Assalamua’alaikum,

Konselor : Wa’alaikumsalam,

HN : Permisi,, Bapak memanggil saya ?

Konselor : Iya HN, silahkan duduk mba.

HN : Ada apa yah Bapak memanggil saya ?

Konselor : Begini HN, kamu kenal yang namanya IN

HN : iya pak, Itu temen satu kelas saya

Page 16: Tugas Riset APTL 1

Konselor : Apakah kamu mengenal latar belakang keluarga IN ?

HN : Kenal pak, kebetulan dia juga rumahnya dekat dengan

saya tangga desa.

Konselor : jadi kamu paham betul kan latar belakang dan

kehidupan sehari –harinya.

HN : Iya pak,, Dia anak yang rajin, suka membantu orang

tuanya,, dia juga pandai didalam kelas. Tapi akhir – akhir

ini dia menjadi pendiam, menyediri di dalam kelas pak

Konselor : Nahh, maka dari itu Bapak manggil kamu ke sini

HN : Maksudnya gimana pak

Konselor : Dia sedang ada masalah, coba besok kamu hibur dia,

ajak dia untuk bergabung dengan teman – teman yang

lain.

HN : Oh iya pak,, kebetulan besok mau ada kegiatan

musyawarah Kelas buat persiapan lomba class meeting

setelah itu renang bersama pak.

Konselor : Kebetulan sekali,, besok ketika sedang musyawarah

coba kamu kenalkan IN kepada teman – teman agar

mengenal IN dan juga supaya IN akhirnya banyak teman

supayadia tidak merasa sendiri

HN : Jadi, menyendirinya IN selama ini karena dia tidak ada

teman yang mengajak dia main yah pak,,

Page 17: Tugas Riset APTL 1

Konselor : Iya,, maka itu Bapak minta tolong kepada HN bantu

teman kamu IN supaya dia juga kembali ceria dan punya

teman.

HN : Iya pak, Insya Allah akan saya lakukan,,

Permisi, Apa ada lagi yang ingin ditanyakan pak,, soalnya

sudah bel masuk.

Konselor : Udah,, Bapak tinngal nunggu perkembangan selanjutnya

?

HN : Ya sudah pak kalau begitu,, misi pak Assalamu’alaikum

Konselor : Wa’alaikumsalam

Dan juga ketika berwawancara dengan teman IN yaitu HN dia

juga berpendapat sama bahwa IN itu anak yang rajin, suka membantu

orang tuanya, dia juga pandai didalam kelas. Tapi akhir – akhir ini dia

menjadi pendiam, menyediri di dalam kelas.

Lampiran Wawancara Dengan Ayah IN

Ayah : Assalamu’alaikum

Konselor : Wa’alaikumsalam,, silahkan masuk pak

Gimana kabarnya pak..

Ayah : Alhamdulillah pak

Konselor : Sebelumnya mohon maaf barang kali menganggu aktifitas Bapak

Ayah : Njihh pak tidak apa – apa,, kalau buat anak mau gimana lagi

Page 18: Tugas Riset APTL 1

Konselor : Begini Pak, jadi IN akhir – akhir ini banyak guru mapel yang

bilang katanya ngelamun sendiri, jadi pendiam.

Ayah : Betul pak, di rumah juga kalau waktu sore banyak nglamun,, terus

cerita katanya dia minder dengan teman – temannya yang anak

kaya jadi tidak mau berteman dengan IN yang anak miskin. Terus

katanya juga pengin pindah dari sekolah ini karena masalah tadi

Konselor : Betul pak, Baru saja saya bilang sama IN langsung dan

jawabannya juga kurang lebih sama dengan pendapat Bapak.

Ayah : Terus gimana pak solusi untuk anak saya,

Konselor : Njiih pak,, kebetulan bapak juga sudah tahu tentang masalah IN

jadi kita bekerja sama saja, terus melihat sejauh mana

perkembangan IN.

Saya disini bekerjasama dengan temannya untuk mengenalkan dia

kepada temannya, dan untuk dirumah saya serahkan kepada bapak

untuk sama – sama mendidik IN.

Ayah : Ohh njihh mpun pak kalau begitu,, kita tunggu perkembangan

dari IN sendiri.

Makasih ya pak sudah mau mendidik anak saya.

Konselor : Sama – sama pak sudah jadi tanggung jawab saya sebagai guru

Bknya IN

Ayah : Assalamualaikum

Konselor : Wa’alaikumsalam

Dari pihak keluarga yaitu saya akan berpendapat dengan Ayahnya tetapi

yang dating kakaknya yang bernama SG, umurnya kira – kira 21 tahun, karena

dari pihak Ayahnya sendiri sedang kerja. Berpendapat juga sama tentang perilaku

IN yang berubah drastis akhir – akhir ini di rumah, perubahan drastisnya adalah

Page 19: Tugas Riset APTL 1

ketika menjelang sore dia banyak nglamun dan mbengong ( termenung ) seperti

sedang memikirkan sesuatu tetapi dia tidak mau cerita, dan akhirnya pada suatu

sore dia mau cerita penyebabnya adalah dia itu minder, kurang percaya diri karena

dia tidak punya teman lagi dan malu berasal dari anaknya orang miskin.

b. Lampiran Jurnal Internasional dan Nasional

IJRSSVolume 2, Issue 3

ISSN: 2249 -2496 _________________________________________________________A Quarterly Double-Blind Peer Reviewed Refereed Open Access International e-Journal -Included in the International Serial DirectoriesIndexed & Listed at: Ulrich's Periodicals Directory ©, U.S.A., Open J-Gage, Indiaas well as in

Cabell’s Directories of Publishing Opportunities, U.S.A.International Journal ofResearch in Social Scienceshttp://www.ijmra.us 89August 2012A Comparative Study of Self Confidence ofSingle Child and Child with SiblingDr. Manisha Goel*Preeti Aggarwal**

Page 20: Tugas Riset APTL 1

__________________________________________________________ABSTRACTSelf Confidence is one of the personality trait which is a composite of a person‟s thoughts and feelings, strivings and hopes, fears and fantasies, his view of what he is , what he has been, what he might become, and his attitudes pertaining to his worth. Self Confidence is a positive attitude of oneself towards one‟s self concept. It is an attribute of perceived self. Self Confidence refers to a person‟s perceived ability to tackle situations successfully without leaning on others and to have a positive selfevaluation. A self confident person perceives himself to be socially competent, emotionally mature, intellectually adequate, successful, satisfied, decisive, optimistic, independent, self reliant, selassured, forward moving, fairly assertive and having leadership qualities.So the concept of SelfConfidence enjoys important position in the theories of human behavior and personality and is regarded as a basic condition of human existence in modern day world by many thinkers

Key Words : Child with sibling, Single Child,Self Confidence,ASCI.

Associate Professor, Department of Management Studies, YMCA University of Science & Technology, Faridabad, Haryana (India).

Assistant Professor, Tusthi Global Academy, Ghaziabad.

IJRSSVolume 2, Issue 3

ISSN: 2249 -2496

Page 21: Tugas Riset APTL 1

_________________________________________________________A Quarterly Double-Blind Peer Reviewed Refereed Open Access International e - Journal Included in the International Serial DirectoriesIndexed & Listed at: Ulrich's Periodicals Directory ©, U.S.A., Open J-Gage, Indiaas well as in Cabell’s Directories of Publishing Opportunities, U.S.A.

International Journal of Research in Social Scienceshttp://www.ijmra.us 90 August20121. INTRODUCTIONConfidence is learned, it is not inherited. If you lack confidence, it probably means that, as a child, you were criticized, undermined, or suffered an explicable tragic loss, for which you either blamed yourself or were blamed by others. A lack of confidence isn‟t necessarily permanent but it can be if it isn‟t addressed. Our religion, the influence of the culture which formed our perspectives, our gender, social class and our parents, in particular, are all factors which influence and contribute to our level of confidence.Confident people have deep faith in their future and can accurately assess their capabilities. They also have a general sense of control in their lives and believe that, within reason, they will be able to do what they desire, plan and expect, no matter what the foreseeable obstacle. But this faith is guided by more realistic expectation so that, even when some of their goals are not met, those with confidence continue to be positive, to believe in themselves and to accept their current limitations with renewed energy. However, having high self confidence does not mean they will be able to do every thing they want. That view is unrealistic, one for the perfectionist. A desire to be good at every thing we do, in order to impress

Page 22: Tugas Riset APTL 1

others, stems from a competitive instinct and lack of personal reinforcement. Any truly successful life as both rewards and the ability to learn from any set backs, which increase our resilience, self belief and determination. Real confidence requires that we face the possibility of failure constantly and deal with it. However, if we consistently lose out on both achievement and validation, even our identy is called into question. Self Confidence is essentially an attitude which allows us to have a positive and realistic perceptionof ourselves and our abilities. It is characterized by personal attributes such as assertiveness, optimism, enthusiasm, affection, pride, independence, trust, the ability to handle criticism and emotional maturity.In the words of Basavanna(1975),“Self Confidence refers to an individual‟s perceived ability to act effectively in a situation to overcome obstacles and to get things go all right.”Having self confidence does not mean that individuals will be able to do everything. Self confident people may have expectations that are not realistic. However, even when some of their expectations are not met, they continue to be positive and to accept themselves.People who are not self confident tend to depend excessively on the approval of others in order to feel good about them. As a result, they tend to avoid taking risk because they fear failure. They

IJRSS

Page 23: Tugas Riset APTL 1

Volume 2, Issue 3

ISSN: 2249-2496 _________________________________________________________A Quarterly Double-Blind Peer Reviewed Refereed Open Access International e-Journal -Included in the International Serial DirectoriesIndexed & Listed at: Ulrich's Periodicals Directory ©, U.S.A., Open J-Gage, Indiaas well as in Cabell’s Directories of Publishing Opportunities, U.S.A.

International Journal of Research in Social Scienceshttp://www.ijmra.us91August2012generally do not expect to be successful. They often put themselves down and tend to discount or ignore complements paid to them. By contrast, Self Confident people are willing to risk the disapproval of others because they generally trust their own abilities. They tend to accept themselves; they don‟t feel they have to confirm in order to be accepted.

Page 24: Tugas Riset APTL 1

Self Confidence is not necessarily a general characteristicwhich pervades all aspects of a person‟s life. Typically, individuals will have some areas of their lives where they feel quite confident, e.g. academics, athletics, while at the same time they do not feel at all confident in other areas, e.g. personal appearance, social relationships.Many factors affect the development of self-confidence. Parents‟ attitudes are crucial to children‟s feelings about themselves, particularly in children‟s early years. When parents provide acceptance, children receive a solid foundation for good feelings about themselves. If one or both parents are excessively critical or demanding, or if they are overprotective and discourage moves toward independence, children may come to believe they are incapable, inadequate or inferior. However, if parents encourage children‟s move toward self reliance and accept and love their children when they make mistakes, children will learn to accept themselves and will be on their way to developing self-confidence.Surprisingly, lack of self-confidence is not necessarily related to lack of ability. Instead it is often the result of focusing too much on the unrealistic expectations or standards of others, especially parents and society. Friends‟ influences can be as powerful as of parents and societ

Page 25: Tugas Riset APTL 1

y in shaping feelings about one‟s self. Students in their teens re-examine values and develop their own identities and thus are particularly vulnerable to the influence of their peer group.2. LITERATURE REVIEWMany studies have been conducted in the areaof child development. Some of the studies havebeen mentioned here.Chowdhury Aparajita & Muni, Anita Kumari (1995) in their study about „Role of parental support in children need satisfaction and academic achievement‟, found that need satisfied by parents was much more than need satisfied by outside family members. With regards to academic it was found from the academic marks of the children that the average ranging (40-60) students were getting more parental support.

IJRSSVolume 2, Issue 3

ISSN: 2249-2496

Page 26: Tugas Riset APTL 1

_________________________________________________________A Quarterly Double-Blind Peer Reviewed Refereed Open Access International e-Journal -Included in the International Serial DirectoriesIndexed & Listed at: Ulrich's Periodicals Directory ©, U.S.A., Open J-Gage, Indiaas well as in Cabell’s Directories of Publishing Opportunities, U.S.A.

International Journal of Research in Social Scienceshttp://www.ijmra.us92August2012Feldman (2006), in his article, „Discovering the life span‟, writes that, during middle childhood, children spend less time with their parents. Sibling becomes an important influencing force, for good and for bad. Although brothers and sister can provide support, companionship, and security,they can also be a source of strife. Sibling rivalry can occur, especially when the siblings are the same sex and similar in age. He further in his article views with disproving the stereotype that only-children are spoiled and self-centred, they are as well adjusted as children with brothers and sisters. In fact, in some ways, only

Page 27: Tugas Riset APTL 1

-children are better adjusted, with higher self-esteem and stronger motivation to achieve. The time alone also gives children a chance to focus on homework and school or personal projects.Heidi Riggio(1999),"Personality and social skill differences between adults with and without siblings," tried to put an end to some of the only child misconceptions and negativism in her work on the importance of family structure for personalitydevelopment. She looked at core personality traits and social skillsincluding the ability to express feelings, to interpret verbal andnonverbal communication,to control emotions and social sensitivity, among other traits generally thought to benefit children who have siblings. Riggio explainedthat the common thinking is only children "may experience social-skill

Page 28: Tugas Riset APTL 1

deficits because of a lack ofsiblingrelationships during key developmental periods."Riggio found that adult only children are quite the opposite of the lonely stereotype: They did not differ in social skills from those children with siblings. In fact, the two groups were "remarkably" similar. In other words, singletons turn out as socially competent as children with siblings-they make friends as easily as their peers with siblings.Lazarus And Alfert(1972) pointedout that thedifferences in defensive personality disposition may lead to differentreaction to stressful conditions. In a study of personality differences in defensive personality disposition may lead to differences in reactions to stressful conditions. In a study of personality differences between reactions to vicariously experienced threat and to direct threat Alfert (1967) has obtained definite clusters of personality dimensions as self confidence, intro

Page 29: Tugas Riset APTL 1

version, extroversion, dominance, sociability, impulse control & was highly active.

JURNAL PSIKOLOGI

2003, NO. 2, 67 – 71

ISSN : 0215 - 8884

KEPERCAYAAN DIRI DAN KECEMASAN

KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA MAHASISWA

Siska, Sudardjo & Esti Hayu Purnamaningsih

Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

The main problem in interpersonal communication anxiety is there are

feeling of worried another respons or jugdment for her or him about something

that sent and how she was send. Dependability for others judgment is one of

characteristics from low self confidence.

The purpose of the study was to see the relation between self confidence

and interpersonal communication anxiety and differences between communication

anxiety at male and female students.

The subjects of this study were 61 female and 57 male students from

Economic Faculty of UKRIM at Yogyakarta. The hypothesis were: 1. There is a

negatif correlation between self confidence and interpersonal communication

anxiety, 2. There is a difference communications anxiety between male and

female studens. The first and the second hypothesis has analysed by Pearson's

product moment correlation and by t test respectivelly. Data were gethered by

Self confidence scale modification from Lauster (1978) and interpersonal

communication anxiety scale modification from Syarani (1995).

The result showed there was significant negatif correlation between self

confidence and interpersonal communication anxiety (r = - 0,725 ; p < 0,01) and

the t test showed a value of r = -0,678 and p > 0.05. From the values above, it

could be concluded that there was no differences of interpersonal

communication axxiety in male and female students.

Page 30: Tugas Riset APTL 1

Kemampuan untuk dapat berkomunikasi

secara efektif sangat dituntut pada

mahasiswa calon pemimpin bangsa dan

intelektual muda. Berbeda dengan masa

selama menjadi siswa, di tingkat Perguruan

Tinggi mahasiswa dihadapkan pada situasi

belajar yang menuntut mereka lebih

mandiri, aktif, dan berinisiatif dalam mencari

informasi. Semua ini untuk mempersiapkan

mahasiswa menjadi pribadi yang

mandiri dan inovatif ketika terjun ke

masyarakat mengabdikan ilmunya.

Pada kenyataannya ada mahasiswa

yang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi

dengan orang lain (komunikasi

interpersonal), baik dalam proses belajar di

kelas maupun dalam suasana informal di

luar kelas. Salah satu kemungkinan besar

SISKA, SUDARDJO & PURNAMANINGSIH

ISSN : 0215 - 8884

68

yang menjadi penyebab terjadinya

kesulitan komunikasi interpersonal adalah

adanya kecemasan diantaranya adalah rasa

takut menerima tanggapan atau penilaian

negatif dari komunikan atau orang yang

menerima pesan.

Rakhmat (1986) mengatakan bila orang

merasa rendah diri, ia akan mengalami

kesulitan untuk mengkomunikasikan

gagasannya pada orang yang dihormatinya

Page 31: Tugas Riset APTL 1

dan takut berbicara didepan umum karena

takut orang lain menyalahkannya. Hal ini

sesuai dengan yang diutarakan oleh Heider

(1958), bahwa kemampuan seseorang,

termasuk kemampuan komunikasi, tidak

hanya ditentukan oleh masalah fisik &

ketrampilan saja, tetapi juga dipengaruhi

oleh kepercayaan diri. Sementara banyak

penelitian menunjukkan adanya perbedaan

kepercayaan diri antara laki-laki dan

perempuan, dimana laki-laki lebih percaya

diri dari pada perempuan.

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui apakah ada hubungan antara

kepercayaan diri dengan kecemasan

komunikasi interpersonal pada mahasiswa,

dan mengetahui apakah ada perbedaan

kecemasan komunikasi interpersonal antara

mahasiswa laki-laki dan perempuan.

Komunikasi merupakan kebutuhan

manusia yang sangat penting, karena

merupakan satu-satunya cara bagi manusia

untuk bisa mengenal dirinya dan dunia di

luar dirinya (Taylor dkk 1986). Jika

seseorang melakukan komunikasi, berarti

sedang melakukan kesamaan (commones)

dengan orang lain tentang suatu informasi,

gagasan atau sikap dengan orang lain.

Karena pada hakekatnya adalah membuat

si penerima & si pemberi sama-sama

"sesuai" untuk suatu pesan (Schram dalam

Page 32: Tugas Riset APTL 1

Onong,1973).

Taylor dkk (1986), mengungkapkan

bahwa komunikasi interpersonal terjadi

ketika seseorang berkomunikasi secara

langsung dengan orang lain dalam situasi

One-to-one atau dalam kelompokkelompok

kecil

Penelitian pada mahasiswa yang

dilakukan oleh Utami dan Prawitasari

(1991) mengenai efektivitas relaksasi dan

terapi kognitif dalam usaha untuk

mengurangi kecemasan komunikasi pada

mahasiswa, menunjukkan bahwa fenomena

kecemasan komunikasi memang tampak di

kalangan mahasiswa.

Menurut Buklew (1980) tanda-tanda

kecemasan bisa dilihat dari dua sisi, yaitu:

a. Tingkat psikologis, seperti tegang,

bingung, khawatir, sulit berkonsentrasi,

dll

b. Tingkat fisiologis, yaitu kecemasan

yang sudah mempengaruhi fisik,

terutama fungsi sistem syaraf seperti

sukar tidur, jantung berdebar, keringat

berlebihan, sering gemetar dan perut

mual.

Dalam kaitannya dengan jenis kelamin,

Myers (1983) mengatakan bahwa perempuan

lebih cemas akan ketidakmampuannya

dibanding dengan laki-laki. Lakilaki

lebih aktif, eksploratif, sedangkan

Page 33: Tugas Riset APTL 1

perempuan lebih sensitif. Menurut Morris

(dalam Leavy, 1983), sifat sensitif pada

perempuan membuat dirinya lebih mudah

dipengaruhi rasa khawatir akan efek-efek

yang timbul dalam hubungan interpersonal.

Kepercayaan diri merupakan suatu

keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa

dirinya mampu berperilaku seperti yang

dibutuhkan untuk memperoleh hasil seperti

yang diharapkan (Bandura, 1977). Lauster

(1978), mengungkapkan ciri-ciri orang

KEPERCAYAAN DIRI DAN KECEMASAN KOMUNIKASI

INTERPERSONAL …

ISSN : 0215 - 8884

69

yang percaya diri adalah: mandiri, tidak

mementingkan diri sendiri, cukup toleran,

ambisius, optimis, tidak pemalu, yakin

dengan pendapatnya sendiri dan tidak

berlebihan. Sementara itu Taylor dkk

(1986) mengatakan bahwa orang yang

percaya diri memiliki sikap yang positif

terhadap diri sendiri.

Meskipun kepercayaan diri diidentikan

dengan kemandirian, orang yang kepercayaan

dirinya tinggi umumnya lebih

mudah terlibat secara pribadi dengan orang

lain dan lebih berhasil dalam hubungan

interpersonal (Goodstadt & Kipnir, dalam

Bunker dkk, 1983). Menurut Lauster

(1978), rasa percaya diri bukan merupakan

Page 34: Tugas Riset APTL 1

sifat yang diturunkan (bawaan) melainkan

diperoleh dari pengalaman hidup, serta

dapat diajarkan dan ditanamkan melalui

pendidikan, sehingga upaya-upaya tertentu

dapat dilakukan guna membentuk dan

meningkatkan rasa percaya diri. Dengan

demikian kepercayaaan diri terbentuk dan

berkembang melalui proses belajar di

dalam interaksi seseorang dengan

lingkungannya.

Permasalahan utama dalam kecemasan

komunikasi interpersonal adalah adanya

rasa khawatir tentang respon atau penilaian

orang lain terhadap dirinya, yaitu mengenai

apa yang disampaikannya dan bagaimana

ia menyampaikannya. Ketergantungan

terhadap penilaian orang lain ini

merupakan salah satu ciri dari orang yang

kurang percaya diri (Lauster, 1978).

Menurut Krech (1962), bagaimana cara

seseorang menghadapi orang lain

dipengaruhi oleh bagaimana ia memandang

dirinya. Respon-respon interpersonal

seseorang sering merupakan refleksi dari

kognisinya terhadap diri sendiri.

HIPOTESIS

Hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini adalah:

1. Ada korelasi negatif antara kepercayaan

diri dengan kecemasan komunikasi

interpersonal pada mahasiswa.

Page 35: Tugas Riset APTL 1

2. Ada perbedaan tingkat kecemasan

komunikasi interpersonal antara

mahasiswa laki-laki dan perempuan.

Mahasiswa perempuan lebih tinggi

kecemasannya dibanding mahasiswa

laki-laki.

METODE

Variabel-variabel dalam penelitian ini

adalah:

Variabel bebas : Kepercayaan diri

Variabel tergantung : Kecemasan komunikasi

interpersonal

Variabel moderator : Jenis kelamin

Subjek penelitian adalah mahasiswa

Program Studi Manajemen Fakultas

Ekonomi Universitas Kristen Imanuel

(UKRIM) Yogyakarta. Jumlah subjek 118

orang, terdiri dari 61 orang mahasiswi dan

57 orang mahasiswa.

Data dikumpulkan dengan menggunakan

dua (2) skala, yaitu Skala Kepercayaan

Diri yang terdiri dari 43 aitem, yang

merupakan modifikasi dari The Test of Self

Confidence yang disusun oleh Peter

Lauster (1978), dan Skala Kecemasan

Komunikasi Interpersonal yang terdiri dari

57 aitem, dimodifikasi dari skala yang

disusun oleh Syarani (1995) berdasarkan

aspek-aspek kecemasan yang dikemukakan

oleh Sue (1986).

Data dianalisis dengan menggunakan

Page 36: Tugas Riset APTL 1

korelasi moment tangkar dan uji t, dengan

SISKA, SUDARDJO & PURNAMANINGSIH

ISSN : 0215 - 8884

70

bantuan Seri Program Statistik (SPS) edisi

Sutrisno Hadi dan Seno Pamardiyanto.

HASIL PENELITIAN

Analisis terhadap data penelitian

menghasilkan koefisien korelasi sebesar -

0,725 dengan p < 0,01 yang berarti ada

hubungan negatif yang signifikan antara

kepercayaan diri dengan kecemasan

komunikasi interpersonal. Berarti semakin

tinggi kepercayaan diri, maka semakin

rendah kecemasan komunikasi interpersonalnya,

begitu pula sebaliknya. Sementara

dari uji t diperoleh hasil sebesar - 0,678

dengan p>0,05 yang berarti tidak ada

perbedaan kecemasan komunikasi interpersonal

yang signifikan antara subjek

perempuan dan laki-laki.

PEMBAHASAN

Diterimanya hipotesis yang diajukan

menguatkan pendapat beberapa ahli bahwa

salah satu penyebab kecemasan berkomunikasi

adalah keraguan terhadap kemampuan

diri sendiri (Taylor dkk, 1986 & Rakhmat,

1986). Penelitian yang dilakukan oleh

Utami dan Prawitasari (1991), menunjukkan

bahwa terapi kognitif efektif untuk

mengurangi kecemasan berbicara di muka

Page 37: Tugas Riset APTL 1

umum. Dalam terapi kognitif ini yang

dilakukan adalah usaha-usaha untuk

mengubah penilaian negatif dan irasional

subjek terhadap dirinya, menjadi penilaian

positif dan rasional. Dari si dapat

disimpulkan bahwa penyebab kecemasan

berbicara di muka umum adalah pikiranpikiran

negatif bahwa dirinya tidak mampu,

tidak akan berhasil, dan akan dinilai negatif

oleh orang lain. Bisa dikatakan bahwa

semua ini berawal dari kurangnya rasa

percaya diri subjek.

Kepercayaan diri memberikan

sumbangan efektif sebesar 52,6 % terhadap

kecemasan komunikasi interpersonal,

sementara sisanya 47,4 % ditentukan oleh

faktor lain di luar kepercayaan diri, seperti

ketrampilan berkomunikasi, situasi,

pengalaman kegagalan atau kesuksesan

dalam komunikasi interpersonal, dan

predisposisi genetik.

Hasil uji t menunjukkan tidak ada

perbedaan kecemasan komunikasi antara

subjek laki-laki dan perempuan.

Kemungkinan besar hal ini disebabkan

karena adanya pengaruh faktor lingkungan.

Fakta yang bisa dilihat pada lingkungan

subjek penelitian yaitu di kampus, tidak

menunjukkan adanya perbedaan perlakuan

terhadap laki-laki dan perempuan. Selain

itu model pendidikan dalam keluarga saat

Page 38: Tugas Riset APTL 1

ini sudah mulai berubah, dimana tidak

menonjol lagi diskriminasi perlakuan

terhadap laki-laki dan perempuan, sehingga

kedua-duanya dapat mengaktualisasikan

dirinya dengan leluasa.

Dalam penelitian ini diperoleh rerata

empirik kecemasan komunikasi sebesar

144,542 sedangkan rerata hipotetik sebesar

171. hal ini menunjukkan bahwa

kecemasan komunikasi subjek cenderung

rendah. Kondisi seperti ini akan memberi

pengaruh positif bagi pengembangan diri

mahasiswa. Karena kecemasan komunikasi

tidak lagi menjadi penghambat dalam

mencari informasi, merundingkan sesuatu

atau dalam kerjasama. Selain itu diperoleh

rerata empirik kepercayaan diri subjek

sebesar 148,499, dan rerata hipotetiknya

129. hal ini menunjukkan kepercayaan diri

subjek cukup baik. Hal ini merupakan

potensi yang berharga mengingat pendapat

beberapa ahli bahwa kepercayaan diri

merupakan prediktor yang akurat bagi

KEPERCAYAAN DIRI DAN KECEMASAN KOMUNIKASI

INTERPERSONAL …

ISSN : 0215 - 8884

71

keberhasilan seseorang, disamping kemampuan

dan ketrampilan yang dimiliki.

DAFTAR PUSTAKA

Bandura, A.,1977, Social Learning Theory,

Page 39: Tugas Riset APTL 1

New Jersey: Prentice Hall Inc.

Buklew,J., 1980, Paradigm for Psychopathology.

A Contribution to Case

History Analysis, New York: J.B.

Lippencott Company

Bunker,B.B., Major,B., & Instone,D.,

1983, Gender, Self Confidence, and

Influence Strategies: An Organizational

Simulation, Journal of Personality

and Social Psychology, Volume 44, No

2,322-333, USA: APA Inc.

Heider,F., 1958, The Psychology of

Interpersonal Relations, New York:

John Wiley & Sons, Inc.

Krech,D., Crutchfield, R,S., & Ballachey,

E.L., 1962, Individual in Society: Mc

Graw-Hill Inc.

Lauster,P., 1978, The Personality Test,

London: Pan Books

Myers,E.G., Social Psychology, Tokyo: Mc

Graw-Hill

Onong, E.U., 1973, Komunikasi dan

Modernisasi, Bandung: Alumni.

Rakhmat,J., 1986, Psikologi Komunikasi,

Bandung: Remaja Karya

Sue, D., & Sue,S., 1986, Understanding

Abnormal Behavior, Boston: Houghton

Mifflin Company

Syarani,D., 1995, Perilaku Asertif dan

Kecemasan Komunikasi Interpersonal,

Fakultas Psikologi UGM, Skripsi, tidak

Page 40: Tugas Riset APTL 1

diterbitkan.

mellya haryati Rabu, 31 Desember 2014Model Pelaksanaan Pendekatan Client-Centered

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Page 41: Tugas Riset APTL 1

Client Centered therapy dipeloporiboleh Carl Rogers dikembangkan pada tahun

1940-an dan 1950-an. Tujuan dari Clien Centered therapy adalah untuk memberikan

klien kesempatan untuk mengembangkan rasa percaya diri mereka yang mana dapat

disadari betapa alaminya sikap mereka, perasaan dan perilaku yang sedang terkena

dampak negatif dan berusaha untuk menemukan potensi positif mereka yang

sesungguhnya.

Pendekatan ini sebagai reaksi dari pendekatan psikoanalisis pendekatan Clien

Centered therapy merupakan cabang dari paham humanistik yang menggaris bawahi

tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya. Pendekatan Client

Centered menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan kien untuk mengikuti

jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Client Centered Therapy.

2. Untuk mengetahui peran dan fungsi Client Centered Therapy.

BAB II

PEMBAHASAN

Model Pelaksanaan Pendekatan Client-Centered

A. Pengertian Client-Centered

Page 42: Tugas Riset APTL 1

Menurut Rogers yang dikutip oleh Gerald Corey menyebutkan bahwa terapi

client centered merupakan teknik konseling dimana yang paling berperan adalah klien

sendiri, klien dibiarkan untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang

tengah mereka hadapi. Hal ini memberikan pengertian bahwa klien dipandang sebagai

partner dan konselor hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang

memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri.

Sedangkan menurut Prayitno dan Erman Amti terapi client centered adalah klien

diberi kesempatan mengemukakan persoalan, perasaan dan pikiran-pikirannya secara

bebas. Pendekatan ini juga mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai masalah

pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasi masalah sendiri1[1].

B. Konsep Dasar Client-Centered

1. Pandangan menurut Rogers

Client Centered model konseling berpusat pribadi dikembangkan oleh Carl

Rogers. Sebgai hampiran keilmuan merupakan cabang dari psikologi humanistik yang

menekankan model fenomenologis. Carl Rogers mengembangkan terapi Client centered

sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari

psikoanalisis. Pendekatan Client Centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada

kesanggupan seseorang untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.

2. Ciri-Ciri Pendekatan Client Centered

1) Client dapat bertanggung jawab, memiliki kesanggupan dalam memecahkan masalah

dan memilih perilaku yang dianggap pantas bagi dirinya

2) Menekankan dunia fenomenal

3) Prinsip-prinsip psikoterapi berdasarkan bahwa hasrat kematangan psikologis manusia

itu berakar pada manusia sendiri

4) Efektifitas terapi didasarkan pada sifat-sifat ketulusan, kehangatan, penerimaan

nonposesif dan empati yang akurar

1[1]http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2257402-pengertian-client-centered/

Page 43: Tugas Riset APTL 1

5) Pendekatan ini bukanlah suatu sekumpulan teknik ataupun dogma, tetapi berakar pada

sikap dan kepercayaan dalam proses terapi, terapi dan klien memperlihatkan

kemanusiawiannya dan partisipasi dalam pengalaman pertumbuhan2[2]

C. Tujuan Pendekatan Client Centered

Client centered therapy pada dasarnya memiliki tujuan konseling yang termasuk

personalitygrowth type karena tujuanutamanya adalahreorganisasi self, dinyatakan pula

bahwa tujuan konseling pendekatan ini adalah meningkatkan keterbukaan pengalaman

sehingga akan meningkatkan self konsep dengan pengalaman-pengalamannya, sehingga

akan tumbuh menjadi More fully function person

Tujuan dasar client centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha

membantuklien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai

tujuan terapeutik tersebut, terapis perlu mengembangkan agar klien bisa memahami

hal-hal yang berada dibalik topeng yang dikenakannya. Sandiwara yang dimainkan oleh

klien menghambatnya untuk tampil utuh dihadapan orang lain dan dalam usahanya

untuk menipu orang lain ia menjadi asing terhadap dirinya sendiri

Rogers (1961) menguraikan ciri-ciri orang yang bergerak kearah menjadi

bertambah teraktualkan sebagai berikut:

1. Keterbukaan pada pengalaman

Sebagai lawan dari kebertahanan, keterbukaan pada pengalaman menyiratkan

menjadi lebih sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir diluar dirinya.

2. Kepercayaan pada organisme sendiri

Membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Dengan

meningkatnya keterbukaan klien terhadap pengalamannya sendiri, kepercayaan klien

kepada dirinya sendiri pun mulai timbul.

3. Tempat evaluasi internal

2[2] http//ewintri.co.cc/index.php/bimbingan-konseling/1-bimbingan-konseling/14-pendekatan-konseling-client-centered.htm

Page 44: Tugas Riset APTL 1

Berkaitan dengan kepercayaan diri, yang berarti lebih banyak mencari jawaban-

jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaanya.

4. Kesediaan untuk menjadi satu proses

Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian merupakan lawan dari konsep

diri sebagai produk.3[3]

D. Fungsi dan Peran Terapis

Terapis client centered membangun hubungan yang membantu dimana klien

akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasi area-area

kehidupannya yang sekarang diingkari. Klien menjadi kurang defensif dan menjadi lebih

terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam dirinya maupun dalam

dunia.

Yang pertama dan terutama, terapis harus bersedia menjadi nyata dalam

hunbungan dengan klien terapis menghadapi klien berlandaskan pengalaman dari saat

ke saat dan membantu klien dengan kategori diagnostik yang telah dipersiapkan.

Melalui perhatian yang tulus, respek, penerimaan, dan pengertian terapis, klien bisa

menghilangkan pertahanan-pertahanan dan persepsi-persepsinya yang kaku serta

bergerak menuju taraf fungsi pribadi yang jelas tinggi.

Peran terapis dalam pendekatan ini terletak pada cara-cara keberadaan terapis

dan sikap-sikapnya, bukan penggunaan teknik. Terapis menggunakan dirinya sendiri

sebagai alat untuk mengubah klien. Adapun fungsi terapis adalah membangun suatu

iklim terapeutik yang menunjang pertumbuhan client.Terapis memberikan pengalaman-

pengalaman dalam proses terapi untuk membangun kepercayaan diri untuk membuat

keputusan-keputusan sendiri. Membangun kematangan psikologis client dalam proses

terapi menjadi bagian yang krusial.

Ada 3 ciri atau sikap terapis yang membentuk bagian dengan hubungan

terapeutik:

3[3]http://namiho.wordpress.com/2013/040/01/terapi-dengan-pendekatan-client-centered/

Page 45: Tugas Riset APTL 1

1. Keselarasan/kesejatian

2. Perhatian positif tak bersyarat

3. Pengertian empatik yang akurat

E. Proses Konseling Client Centered

Proses konseling Client Centered mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Klien datang sendiri kepada konselor untuk mendapatkan bantuan

2. Penentuan situasi dan kondisi yang cocok untuk suasan pemberian bantuan antara

konselor dan klien

3. Konselor menerima, mendengar, mengenal dan memperjelas perasaan negatif yang ada

pada diri klien

4. Konselor memberikan kebebasan kepada klien untuk mengungkapkan

perasaan/masalahnya

5. Apabila perasaan negatif tersebut telah dinyatakan seluruhnya, secara berangsur-angsur

akan timbul perasaan positif

6. Konselor menerima, mengenal dan memperjelas perasaan positif klien

7. Pada diri klien tumbuh pemahaman tentang diri sendiri, dan mengetahui apa yang harus

diperbuat untuk memenuhi kebutuhannya

8. Timbul inisiatif pada diri klien untuk melakukan perbuatan yang positif

9. Adanya perkembangan lebih lanjut didalam diri klien tentang pemahaman terhadap diri

sendiri

10. Timbul perkembangan tindakan yang positif dan integratif pada diri klien

Page 46: Tugas Riset APTL 1

Proses konseling tersebut menunjukkan bahwa inisiatif untuk memecahkan

masalah tumbuh dalam diri klien sendiri. Proses tersebut secara sederhana dapat

digambarkan sebagai berikut:

Agar proses konseling berhasil harus diperhatikan persyaratan hubungan yang positif

sebagai berikut:

1) Pelihara hubungan yang akrab, kehangatan, dan responsif dengan klien.

2) Konselor hendaknya memahami kedudukannya sebagai “sahabat”, jangan bersikap

superior

3) Bersifat permissif berkenaan dengan ekspresi perasaan

4) Penentuan waktu konseling hendaknya merupakan kesepakatan bersama

5) Konseling hendaknya terbebas dari tekanan,paksaan.

F. Penerapan Teknik-teknik dan Prosedur Dalam Konseling

Penekanan teknik-teknik dalam pendekatan ini adalah pada kepribadian,

keyakinan-keyakinan, sikap-sikap terapis, serta hubungannya dengan terapeutik. Dalam

kerangka clinet centered, “teknik-teknik”nya adalah pengungkapan dan

pengkomunikasian penerimaan, respek dan pengertian serta berbagi upaya dengan

client dalam mengembangkan kerangka acuan internal dengan memikirkan, merasakan

dan mengeksplorasi.

Filsafat yang mendasari teori client centered memiliki penerapan langsung pada

proses belajar. Seperti pandangannya terhadap terapis dan client, guru berperan

sebagai alat yang menciptakan atmosfer yang positif dan siswa dipandang sebagai

manusia yang dapat bertanggung jawab dan menemukan masalah-masalah yang penting

yang berkaitan dengan keberadaan dirinya. Siswa bisa terlibat dalam kegiatan belajar

bermakna, jika guru menciptakan iklim kebebasan dan kepercayaan.

Fungsi guru seperti yang dijalankan terapis: kesejatian, ketulusan, keterbukaan,

penerimaan, pengertian, empati dan kesediaan untuk membiarkan para siswa untuk

Page 47: Tugas Riset APTL 1

mengeksplorasi materi yang bermakna menciptakan atmosfer dimana kegiatan belajar

yang signifikan bisa berjalan4[4].

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Terapi Client Centered berlandaskan suatu filsafat tentang manusia yang

menekankan bahwa kita memiliki dorongan bawaan pada aktualisasi diri. Selain itu

Rogers memandang manusia secara fenomenologis, yakni bahwa manusia menyusun

dirinya sendiri menurut persepsi-persepsinya tentang kenyataan. Orang bermotivasi

untuk mengaktualisasikan diri dalam kenyataan yang dipersepsinya. Teori ini

berlandaskan dalil bahwa klien memiliki kesenggupan untuk memahami faktor-faktor

yang ada dalam hidupnya yang menjadi penyebab ketidak bahagiaan. Klien juga memiliki

4[4]http://muhliskreasi.blogspot.com/2011/05/psi-konseling-client-centered-html

Page 48: Tugas Riset APTL 1

kesanggupan untuk mengarahkan diri dan melakukan perubahan pribadi yang

konstruktif.

Terapi Client Centered menempatkan tanggung jawab utana terhadap arah

terapi pada klien. Tujuan-tujuan umumnya ialah menjadi lebih terbuka pada

pengalaman, mempercayai organisme sendiri, mengembangkan evaluasi internal,

kesediaan untuk menjadi suatu proses, dan dengan cara-cara lain bergerak menuju

taraf-taraf yang lebih tinggi dan aktualisasi diri.

B. Saran

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, jika ada kesalahan

mohon penulisan mohon ma’aaf

Diposkan oleh mellya haryati di 10.06

Reaksi:

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest

mellya haryati

nama saya mellya haryati kuliah di STAIN Kerinci

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Page 51: Tugas Riset APTL 1

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

a) Diagnosis

Untuk proses selanjutnya yaitu penulis menganalisa hasil dari sebuah

kasus tersebut, bahwasanya IN ini anak yang rajin dan giat dalam belajarnya

buktinya dia lulus dari smp dengan nilai yang memuaskan sampai mendapatkan

beasiswa masuk ke sekolah SMA favorit, yang didalamnya banyak anak – anak

pejabat bersekolah di situ. Bisa juga dikatakan sekolah itu hanya orang – orang

kaya yang bersekolah disitu. Dan akhirnya ketika sudah masuk sekolah IN

mempunyai perasaan yang meliputi kecemasan, rasa kurang percaya diri ketika

bertemu dengan teman – temannya yang orang kaya sedangkan IN hanya orang

miskin.

Jika di lihat dari pendekatan client centered itu sendiri bahwa manusialah

yang hanya dapat membentuk perasaan dan pola pikirnya sendiri sehinggaanya

dapat diketahui dan dimengerti oleh IN sendiri.

b) Sintesis

Setelah melakukan beberapa wawancara, meliputi IN, temen deket IN dan

juga Ayah kandung IN yang hasil semuanya saling berhubungan atau saling

keterkaitan antara pendapat yang satu dengan pendapat yang lainnya. Yaitu IN

seperti itu sejak dia masuk ke SMA dan tidak mempunyai teman, karena

beranggapan bahwa teman – temannya yang sombong dan egois karena tidak mau

berteman dengan anak orang miskin dank arena itu dia merasa minder dan tidak

percaya diri ketika bertemu dengan temannya. Sedangkan dari temen dekatnya

yaitu HN juga berpendapat bahwa IN sebelumnya anak yang rajin, sering

membantu orang tuanya dan juga pandai di dalam kelas tetapi akhir – akhir ini

menjadi pendiam dan menyendiri di dalam kelas. Sedangkan ayahnya bilang

Page 52: Tugas Riset APTL 1

bahwa IN bila waktu sore tiba kebanyakan sering ngelamun dan mbengong

sendiri.

c) Diagnosis

Dan dari pendapat itu semua dapat disimpulkan bahwa IN berubah sejak ia

masuk ke SMA favorit, di dalam kelas ia ia menjadi pendiam dan menyendiri

karena tidak ada teman yang menemaninya untuk bermain atau juga belajar

bersama dan ketika sudah pulang ke rumah ia sering melamun dan mbengong

ketika waktu senja tiba. Jika dikaitkan dengan teori IN ini termasuk dalam kondisi

berat karena sudah membuat IN berubah baik di sekolah maupun di rumah

sehingga mengganggu dalam proses belajarnya.

B. PEMBAHASAN

a) Faktor Pendorong ( Dampak Positif )

Untuk kasus ini juga terdapat dampak positif yang timbul bagi IN

misalnya pikiran IN yang sebelumnya negative dalam arti ini menganggap teman

– temannya yang egois dan sombong tetapi pada kenyataannya temannya baik

namun hanya pikiran atau anggapan yang berlebihan. Jadi intinya kita harus

menganggap sesuatu itu positif terlebih dahulu tanpa melihat siapa yang berbicara

atupun yang berbuatnya. Namun jika sudah melihat dari sisi negatifnya terlebih

dahulu maka selanjutnya pun akan menganggap negative terus – menerus.

b) Faktor Penghambat ( Dampak Negatif )

Dari suatu kasus tersebut terdapat dampak negative yang dialami oleh IN

seperti akhirnya tidak mempunyai banyak teman karena dia lebih memilih

menyendiri daripada bergaul dengan temannya yang anak orang kaya, karena

takut di ejek karena IN hanya orang miskin.

Page 53: Tugas Riset APTL 1

BAB V

PENUTUP

1) KESIMPULAN

Dari hasil penelitian tentang Konsep Diri Pada Kesenjangan Sosial Di

Kalangan Pelajar, bahwasanya kasus atau permasalahan yang dialami oleh IN ini

terjadi sejak dia masuk ke dalam sekolah SMA favorit, tetapi sebelumnya IN ini

termasuk anak yang rajin sering membantu orangtuanya dan juga pandai di dalam

kelasnya. Oleh karena itu, ia menjadi cemas dan tidak percaya diri harus berteman

dengan anaknya orang kaya apalagi anak dari seorang pejabat, sampai ketika

pulang sekolah ia banyak melamun dan mbengong sendiri memikirkannya dan

secara tidak langsung permasalahan tersebut mempengaruhi dalam belajarnya

yang akhirnya mendapatkan nilai yang tidak memuaskan. Padahal kenyataannya

anak kaya tersebut tidak seperti apa yang IN bayangkan tetap malah anaknya baik

dan menolong teman sesamanya jika sedang kesusahan.

Jika di lihat dari pendekatan teori client centered, manusia pada dasarnya

adalah penuh keyakinan, baik, dapat dipercaya dan pada masa sekarang. Teori ini

menerangkan bahwa manusia dapat membentuk perasaan dan pola pikirnya

sendiri sehinggaanya dapat diketahui dan dimengerti oleh IN sendiri. Kajian ini

juga diperkuatkan dengan Jurnal diatas bahwa rasa kurang percaya diri tersebut

muncul karena rasa kecemasan, rasa takut karena pada dasarnya jika sudah

diselimuti oleh rasa takut maka dengan sendirinya akan merasa kurang percaya

dirinya tetapi sebaliknya. Berkaitan dengan kasus yang diderita oleh IN, konselor

memberikan arahan hendaknya IN melihat keadaan pada masa sekarang dimana

IN bersekolah dengan teman – temannya yang bukan berasal dari desa tetapi

anggap saja semuanya dari desa karena yang dicari adalah belajar bukan harta,

sehingga IN dapat melihat latar belakang temannya dengan positif dalam arti sama

semua seperti anak desa.

Page 54: Tugas Riset APTL 1

2) SARAN

Sebaiknya dari pihak teman deket IN selalu memberikan motivasi dan arahan

agar membuat IN membuang rasa kurang percaya dirinya tersebut tidak hanya

di sekolah saja melainkan di rumah juga bisa sewaktu main ke IN.

Pihak guru juga bekerjasama dalam memberikan arahan yang positif terhadap

IN agar mau berubah menghilangkan sikap negatifnya terlebih dahulu dan

mengutamakan yang positif terlebih dahulu, bukan hanya konselor saja.

Pihak orang tua selalu memantau perkembangan kelanjutan dari IN karena

agar tidak selalu termenung di dalam rumah dan juga menghibur atau juga

bisa dengan mengajaknya rekreasi yang masih ada hubungannya dengan kasus

yang dialami.