trisna-proposal riset kualitatif-tugas uas riset

Upload: trisna-vitaliati

Post on 13-Oct-2015

118 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 0

    PENGEMBANGAN TERAPI RELAKSASI RELIGIUS TERHADAP

    PENURUNAN TINGKAT INSOMNIA PADA LANSIA

    DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA KASIAN

    DINSOS PROVINSI JAWA TIMUR

    Usulan Penelitian Untuk Tesis

    Oleh:

    TRISNA VITALIATI

    NPM. 220120130058

    PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEPERAWATAN

    KONSENTRASI KEPERAWATAN KOMUNITAS

    FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

    UNIVERSITAS PADJADJARAN

    BANDUNG

    2014

  • i

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI ........................................................................................................ i

    BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1

    1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 5

    1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 5

    1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 6

    BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ............................................................................. 7

    2.1 Insomnia pada Lansia ............................................................................ 7

    2.2 Teknik Relaksasi Religius .................................................................... 11

    2.3 Landasan Teori .................................................................................... 18

    2.4 Konsep Pengembangan Produk Terapi relaksasi Religius Terhadap

    Penurunan Tingkat Insomnia Pada Lansia ...................................................... 20

    2.5 Kerangka Konsep Penelitian ................................................................ 21

    2.6 Hipotesis ............................................................................................. 23

    2.7 Definisi Operasional , Variabel penelitian dan Skala Penelitian ........... 23

    BAB 3 METODE PENELITIAN ..................................................................... 26

    3.1 Pendekatan Penelitian .......................................................................... 26

    3.2 Metode penelitian ................................................................................ 27

    3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................... 29

    3.3.1 Populasi ........................................................................................ 29

    3.3.2 Sampel ......................................................................................... 29

    3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ........................................................ 31

    3.4 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 32

    3.4.1 Waktu Penelitian .......................................................................... 32

    3.4.2 Tempat Penelitian ......................................................................... 32

    3.5 Instrumen Penelitian ............................................................................ 32

    3.5.1 Kuesiner Penelitian ....................................................................... 32

    3.5.2 Uji Instrumen ............................................................................... 34

  • iii

    3.6 Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 35

    3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ................................................... 37

    3.7.1 Pengolahan Data ........................................................................... 37

    3.7.2 Analisa Data ................................................................................. 37

    3.8 Keabsahan Data (Trustworthiness of Data) .......................................... 40

    3.9 Etika Penelitian.................................................................................... 40

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 42

    LAMPIRAN ...................................................................................................... 46

    LAMPIRAN 1. Permohonan Menjadi Responden .......................................... 47

    LAMPIRAN 2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ............................... 48

    LAMPIRAN 3. LEMBAR KUESIONER ....................................................... 49

  • Usulan Penelitian Untuk tesis

    1

    BAB 1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Kesulitan tidur atau insomnia adalah keluhan tentang kurangnya

    kualitas tidur yang disebabkan oleh satu dari; sulit memasuki tidur, sering

    terbangun malam hari kemudian kesulitan untuk kembali tidur, bangun

    terlalu pagi, dan tidur yang tidak nyenyak. Insomnia merupakan

    gangguan tidur yang paling sering ditemukan pada lansia, kejadiannya

    semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Prevalensi gangguan tidur

    pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67% (Amir, 2007). Sebagian besar

    lansia mempunyai risiko tinggi mengalami gangguan tidur akibat berbagai

    factor. Luce dan Segal mengungkapkan bahwa factor usia merupakan factor

    yang terpenting yang berpengaruh terhadap kualitas tidur. Proses degenerasi

    pada lansia mengakibatkan kuantitas tidur lansia akan semakin berkurang

    sehingga tidak tercapai tidur yang adekuat (Nugroho, 2008). Lansia dengan

    depresi, stroke, penyakit jantung, penyakit paru, diabetes, artritis atau

    hipertensi sering melaporkan bahwa kualitas tidurnya kurang jika

    dibandingkan dengan lansia yang sehat (Amir, 2007).

    Secara fisiologis, jika seseorang tidak mendapatkan tidur yang

    cukup dapat menyebabkan penurunan nafsu makan,

    kelemahan/kelelahan, peningkatan angka kejadian kecelakaan baik

    dirumah maupun dijalan, terjatuh, iritabilitas, menyebabkan emosi

    menjadi tidak stabil, sulit untuk berkonsentrasi, dan kesulitas dalam

    mengambil suatu keputusan (Wold, 2004). Beberapa dampak serius

    gangguan tidur pada lansia misalnya mengantuk berlebihan di siang hari,

    gangguan atensi dan memori, mood depresi, dan penurunan kualitas

    hidup (Amir, 2007).

    Penyembuhan terhadap insomnia tergantung dari penyebab yang

    menimbulkan insomnia. Bila penyebabnya adalah kebiasaan yang salah atau

    lingkungan yang kurang kondusif untuk tidur maka terapi yang dilakukan

  • 2 PENDAHULUAN

    adalah mengubah kebiasaan dan lingkungannya. Sedangkan untuk penyebab

    psikologis maka konseling dan terapi relaksasi dapat digunakan untuk

    mengurangi gangguan sulit tidur, terapi ini merupakan bentuk terapi

    psikologis yang mendasarkan pada teori-teori behavioris. Treatmen yang

    sering dilakukan untuk mengurangi insomnia umumnya dilakukan dengan

    memakai obat tidur. Namun pemakaian yang berlebihan membawa efek

    samping kecanduan, bila overdosis dapat membahayakan pemakainya

    (Coates, 2001). Pemakaian obat-obatan inipun bila tidak disertai dengan

    perbaikan pola makan, pola tidur serta penyelesaian penyebab psikologis,

    maka obat-obatan hanya dapat mengatasi gangguan yang bersifat sementara

    dan tidak menyembuhkan (Coates, 2001). Penyembuhan secara non

    farmakologis terhadap gangguan tidur pada lansia sangat diperlukan untuk

    meminimalkan efek terapi farmakologis. Banyak cara yang dapat digunakan

    untuk menanggulangi masalah tidur diantaranya yaitu sleep restriction

    therapy, terapi pengontrolan stmmulus, hygiene tidur dan teknik relaksasi

    dan biofeedback (Ghaddafi, 2006).

    Relaksasi merupakan pengaktifan dari syaraf parasimpatetis yang

    menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem syaraf

    simpatis, dan menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh

    syaraf simpatis. Masing-masing syaraf parasimpatetis dan simpatetis saling

    berpengaruh maka dengan bertambahnya salah satu aktivitas sistem yang

    satu akan menghambat atau menekan fungsi yang lain (Utami, 1993). Ketika

    seseorang mengalami gangguan tidur maka ada ketegangan pada otak dan

    otot sehingga dengan mengaktifkan syaraf parasimpatetis dengan teknik

    relaksasi maka secara otomatis ketegangan berkurang sehingga seseorang

    akan mudah untuk masuk ke kondisi tidur. Berbagai macam bentuk relaksasi

    yang sudah ada adalah relaksasi otot, relaksasi kesadaran indera, relaksasi

    meditasi, yoga dan relaksasi hipnosa (Utami, 1993). Dari bentuk relaksasi di

    atas belum pernah dimunculkan kajian tentang bentuk relaksasi religius.

    Relaksasi religius ini merupakan pengembangan metode respon relaksasi

    dengan melibatkan faith factor dari Benson (Purwanto, 2007). Menurut

  • 3 PENDAHULUAN

    Benson (2000) formula-formula tertentu yang dibaca berulang-ulang dengan

    melibatkan unsur keimanan kepada agama, kepada Tuhan yang disembah

    akan menimbulkan respon relaksasi yang lebih kuat dibandingkan dengan

    sekedar relaksasi tanpa melibatkan unsur keyakinan terhadap hal tersebut.

    Relaksasi dicapai karena kombinasi dari respon fisiologis, psikologis,

    kognitif dan social seseorang dengan tekhik relaksasi (Mardiyono, 2009).

    Dalam penelitian Mardiyono (2009) relaksasi religius merupakan

    penggabungan teknik relaksasi dengan memasukkan faktor keyakinan.

    Relaksasi religius adalah metode relaksasi yang menggabungkan ajaran

    Islam doa, pembacaan Al-Quran dan Dzikir atau mengingat Allah untuk

    mendapatkan ketenangan dan kesadaran (Mardiyono, 2009). Hal ini sesuai

    dengan penelitian Purwanto (2007) yang mengatakan bahwa salah satu

    manfaat yang dapat diperoleh dalam terapi relaksasi religius adalah cukup

    efektif untuk memperpendek waktu dari mulai merebahkan hingga tertidur

    dan mudah memasuki tidur. Hal ini membuktikan bahwa relaksasi religius

    yang dilakukan dapat membuat lebih relaks sehingga keadaan kesulitan

    ketika mengawali tidur dapat diatasi dengan treatmen ini (Purwanto, 2007).

    Pelatihan relaksasi dapat memunculkan keadaan tenang dan relaks dimana

    gelombang otak mulai melambat semakin lambat akhirnya membuat

    seseorang dapat beristirahat dan tertidur. Hal ini sesuai dengan pendapat

    Panteri (1993) yang menggambarkan neurofisiologi tidur sebagai berikut :

    Pada saat berbaring dalam keadaan masih terjaga seseorang berada pada

    gelombang otak beta, hal ini terjadi ketika subjek mulai merebahkan diri

    tidur dan mengikuti instruksi relaksasi religius yaitu pada tahap pengendoran

    otot dari atas yaitu kepala hingga jari jari kaki. Selanjutnya dalam keadaan

    yang lelah dan siap tidur mulai untuk memejamkan mata, pada saat ini

    gelombang otak yang muncul mulai melambat frekwensinya, meninggi

    tegangannya dan menjadi lebih teratur. Terapi religious telah terbukti

    mengurangi insomnia, bila digunakan setiap hari selama satu bulan

    (Purwanto, 2007).

    Salah satu factor yang dapat mempengaruhi kebutuhan tidur lansia

  • 4 PENDAHULUAN

    yaitu factor agama/kepercayaan seseorang. Usia lanjut memang merupakan

    masa dimana keadaan religius semakin diperkuat sehingga factor keyakinan

    ini juga akan berpengaruh terhadap pelaksanaan teknik relaksasi

    (Anggrasari, 2013). Menurut Penjelasan dari Rohim (2000), salah satu terapi

    pengobatan pada penderita gangguan psikologis yaitu terapi spiritual.

    Kesesuaian kebutuhan spiritual yang dibutuhkan dan ketenangan yang

    ditimbulkan dari terapi religius adalah hal yang menciptakan perubahan

    kualitas tidur pada lansia (Siswanto, 2012).

    Berdasarkan data yang diperoleh dari Panti Sosial Tresna Werdha

    Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013 terdapat 57,8% lansia

    mengalami gangguan tidur dari total 129 orang penghuni panti tersebut. Para

    lansia yang tinggal di panti ini menurut kepala panti pada umumnya berasal

    dari individu yang terlantar, tidak mempunyai keluarganya dan tempat

    tinggal. Sehingga memiliki kasus yang bervariasi dan cukup banyak.

    Pelayanan kesehatan yang dilakukan juga belum optimal hanya pemeriksaan

    kesehatan fisik yang rutin dijalankan pada hari Selasa. Aplikasi dalam

    jangka panjang memungkinkan dilakukan karena akses yang mudah dan

    merupakan tempat praktik mahasiswa keperawatan dan kesehatan lain yang

    akan menjadi model pembelajaran.

    Berdasarkan hal tersebut di atas belum diterapkannya terapi relaksasi

    terhadap gangguan insomnia pada lansia serta belum diketahui sejauh mana

    pengaruh terapi relaksasi religius terhadap insomnia pada lansia, maka

    penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengembangan Terapi

    Relaksasi Religius terhadap Perunan Tingkat Insomnia pada Lansia di Panti

    Sosial Tresna Werdha Kasihan Dinsos Provinsi Jatim Kabupaten Jember.

  • 5 PENDAHULUAN

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan

    penelitian, yaitu:

    1. Sejauh mana tingkat keefektifan terapi relaksasi religius terhadap

    perubahan tingkat insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha

    Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember.

    2. Bagaimana rumusan pengembangan terapi relaksasi religius terhadap

    perubahan tingkat insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha

    Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember.

    3. Bagaimana uji produk terapi relaksasi religius yang sesuai dengan

    ketepatan, kelayakan dan kegunaan.

    1.3 Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum

    Diketahuinya pengaruh teknik relaksasi religius terhadap

    perubahan tingkat insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha

    Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember.

    2. Tujuan Khusus

    a. Dianalisisnya pengaruh teknik relaksasi religius terhadap perubahan

    tingkat insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasian

    Dinsos Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember.

    b. Dirumuskannya pengembangan terapi relaksasi religius terhadap

    perubahan tingkat insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna

    Werdha Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember.

    c. Dihasilkannya produk terapi relaksasi religius yang sesuai dengan

    ketepatan, kelayakan dan kegunaan.

  • 6 PENDAHULUAN

    1.4 Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihakyang terlibat dalam

    pengembangan pelayanan keperawatan khususnya keperawatan jiwa,

    manfaat penelitian ini sebagai berikut:

    1. Manfaat Aplikatif

    a. Sebagai pedoman pelaksanaan terapi relaksasi dalam memberikan

    asuhan keperawatan pada klien dengan Insomnia pada lansia

    b. Sebagai salah satu peningkatan kualitas asuhan keperawatan

    komunitas khususnya keperawatan gerontik pada lansia dengan

    Insomnia

    2. Manfaat Keilmuan

    a. Mengembangkan konsep dan pengetahuan teknik terapi relaksasi

    religius, khususnya dalam penatalaksaan insomnia pada lansia dalam

    keperawatan komunitas.

    b. Hasil penelitian terapi relaksasi religius pada lansia dengan insomnia

    dapat dijadikan sebagai dasar praktek keperawatan serta sebagai

    bahan pembelajaran dalam pendidikan keperawatan

    c. Hasil peneltian penerapan terapi relaksasi religius pada klien lansi

    dengan insomnia dapat menambah terapi dalam keperawatan

    komunitas khususnya dalam keperawatan gerontik

    3. Manfaat Metodologis

    a. Penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi penelitian lain dalam

    keperawatan gerontik khususnya pada terapi relaksasi religius

    b. Hasil penelitian ini dapat mendorong dan membantu dilaksanakan

    penelitian-penelitian lain dalam mengatasi masalah insomnia pada

    lansia

  • Usulan Penelitian Untuk tesis

    7

    BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Insomnia pada Lansia

    Dari artikel yang penulis review, penulis menemukan bahwa

    sebagian besar lansia mempunyai resiko tinggi mengalami insomnia akibat

    berbagai factor. Hal ini dapat berdampak negative terhadap kualitas hidup

    lansia. Sehingga kecepatan dan ketepatan pemberian terapi terutama dengan

    terapi non farmakologik perlu diperhatikan.

    1. Pengertian Insomnia pada Lansia

    Insomnia merupakan salah satu gangguan utama dalam memulai

    dan mempertahankan tidur di kalangan lansia. Kejadian semakin

    meningkat seiring bertambahnya usia. Insomnia disefinisikan sebagai

    suatu keluhan tentang kurangnya kualitas tidur yang disebabkan oleh

    sulit memasuki tidur, sering terbangun malam kemudian kesulitan

    memulai tidur kembali, bangun terlalu pagi dan tidur yang tidak nyenyak

    (Joewana, 2005).

    2. Faktor Penyebab dan Dampak Insomnia pada Lansia

    Berdasarkan penelitian Markumah (2009) bahwa Lansia dengan

    keluhan insomnia harus dipikirkan kemungkinan adanya depresi. Seiring

    dengan menurunnya kondisi kesehatan fisik, kondisi psikologis juga

    mengalami perubahan. Permasalahan psikologis yang dialami lansia

    yaitu depresi, kecemasan dan insomnia. Insomnia selama ini dipercaya

    sebagai bentuk gangguan yang menyertai depresi dan berbagai macam

    gangguan lain seperti kecemasan dan stres. Selama ini juga kita percaya

    bahwa seseorang tidak dapat tertidur pada malam hari disebabkan oleh

    pikiran mereka yang melayang jauh menerawang pada kekhawatiran

    tanpa sebab (kecemasan), memikirkan kesedihan, kegagalan dan

    penyesalan secara berlebihan (depresi), dan ini-itu yang dipikirkan

    mendalam (stres). Faktor psikologis memegang peranan utama terhadap

    kecenderungan insomnia. Biasanya insomnia disebabkan oleh stress,

    perubahan horman dan kelainan kronis. Insomnia yang terjadi dalam tiga

  • 8 KAJIAN PUSTAKA

    malam atau lebih dalam waktu seminggu dalam waktu sebulan termasuk

    insomnia kronis, salah satu penyebab insomnia kronis adalah depresi

    (Rafknowledge, 2004).

    Tahun 2020, depresi diperkirakan menempati urutan kedua

    penyakit di dunia. Salah satu gejala depresi yang muncul adalah

    gangguan tidur yang bisa berupa insomnia. Hal ini disebabkan oleh

    gangguan neurotransmiter dan regulasi hormon. Selain sebagai gejala

    depresi, gangguan tidur juga bisa merupakan penyebab depresi.

    Beberapa penelitian memberikan hubungan gangguan tidur dapat

    meningkatkan risiko depresi di kemudian hari (Radityo, 2009).

    Menurunnya fungsi tubuh serta berbagai permasalahan pada usia tua

    dapat menimbulkan depresi pada lansia akan meningkat. Prevalensi

    depresi pada lansia di dunia berkisar sekitar 8-15 % dengan

    perbandingan wanita dan pria 14,1:8,6 penderita. Dzikir adalah upaya

    menghubungkan diri secara langsung dengan Allah SWT, baik lisan

    maupun qolbu atau dengan memadukan keduanya dengan simponi dan

    merupakan salah satu thariqah (jalan), metode, atau cara yang dilakukan

    oleh para pencari Tuhan untuk menyucikan jiwa, mendekatkan diri pada

    Allah SWT dan merasakan kehadiran-Nya. Sesuai dengan penelitian

    yang dilakukan oleh Suaib (2007) menunjukkan bahwa adanya pengaruh

    yang signifikan antara terapi dzikir dengan penurunan tingkat depresi

    pada lansia yang nilai koefisien korelasinya 0,012 dan untuk nilai p

    =0,000 yang artinya nilai p 0,05. Hal ini didukung oleh penelitian

    Raihan (2008) yang menunjukkan pengaruh yang sangat besar dengan

    perlakuan LPD (Latian pasrah Diri) terhadap penurunan gejala depresi

    yang diketahui dengan penurunan yang sangat bermakna skor BDI.

    Penurunan yang tejadi sampai mencapai skor normal yaitu di bawah 11

    dengan interpretasi naik turunnya perasaan tergolong wajar. Latihan

    Pasrah Diri merupakan salah satu bentuk terapi relaksasi yang

    menggabungkan antara olah nafas dan zikir (ingat kepada Sang

  • 9 KAJIAN PUSTAKA

    Pencipta) sehingga salah satu bentuk kepasrahan total kepada-Nya

    (Raihan, 2007).

    Hasil penelitian Khusnah (2008) menunjukkan bahwa terdapat

    hubungan yang signifikan antara tingkat depresi dengan kejadian

    insomnia. Upaya dalam mengatasi penurunan kesehatan dan gangguan

    pada lanjut usia tersebut di perlukan tindakan yang tepat seperti masalah

    depresi dapat dilakukan tindakan yaitu dengan membantu klien

    memahami dan menyatakan perasaan positif dan negatif yang

    menyangkut dirinya, orang lain, dan apa yang terjadi. Bagi perawat

    senantiasa untuk selalu mengevaluasi keluhan tidur karena hal ini dapat

    menandakan adanya depresi yang dialami lanjut usia (Khusnah, 2008).

    Insomnia dapat mempengaruhi orang secara fisik, mental dan

    kemampuan mereka dalam melakukan ADL. Seperti pada penelitian

    Grov (2011) dengan studi berbasi populasi didapatkan bahwa penderita

    insomnia melaporkan adanya beban lebih tentang morbiditas, gaya hidup

    dan psikososial. Hal ini dapat menjadi dasar dalam pengendalian

    kejadian insomnia (Dahl, 2011).

    3. Penatalaksanaan Insomnia pada Lansia

    Dari hasil review dapat diketahui bahwa terdapat beberapa

    macam teknik penatalaksaan insomnia secara non farmakologi.

    Diantaranya terapi suara tartil Al-Quran (Siswanto, 2012), teknik

    relaksasi benson (Anggrasari, 2013), terapi music dengan teknik

    relaksasi progresif (Widyastuti, 2012), Latihan relaksasi otot progresif

    (Sitralita, 2010), terapi massage dengan terapi air hangat (Triyadini,

    2010), aroma bunga lavender (Kurnia, 2009), Senam yoga (Gudawati,

    2011).

    Masyarakat banyak yang belum mengetahui tentang cara

    mengatasi insomnia pada lansia. Kualitas dan kuantitas tidur pada lansia

    harus dipantau dengan baik sehingga dapat menjadi dasar dalam

    penentuan intervensi. Perangkat actigraph layak digunakan di rumahan

    dalam memantau pasien dengan gangguan tidur dikomunitas (Zaswiza

  • 10 KAJIAN PUSTAKA

    Mohamad Noor A. J., 2013). Hal ini didukung oleh penelitian Zaswira

    (2014) yang mengatakan bahwa insomnia sangat umum terjadi

    dimasyarakat sehingga perlu dikembangkan sebuah intervensi untuk

    meningkatkan pengelolaan insomnia dimasyarakat. Dalam hal ini

    intervensi yang dilakukan adalah peran apoteker di masayarakat

    (Zaswiza Mohamad Noor A. J., 2014).

    Masyarakat telah menyatakan preferensi untuk perawatan untuk

    perawatan dalam mengelola insomnia. Pelayanan kesehatan berada pada

    dalam posisi untuk memberikan informasi yang relevan tentang pilihan

    pengobatan untuk membantu masyarakat mengambil keputusan yang

    tepat dalam pengobatan insomnia di rumah. Keakraban, pengalaman

    pribadi, kebaruan dan kesesuaian pengobatan adalah factor yang

    dipertimbangkan masyarakat dalam memilih pengobatan. Hasil

    penelitian menyoti pentingnya menyajikan informasi dan mendiskusikan

    karakteristiknya untuk memfasilitasi masayarakat dam memilih

    pengobatan yang tepat (Sarah Ibrahim, 2013).

    Penelitian Heli Jarnefelt, dkk menunjukkan bahwa CBT efektif

    untuk insomnia kronis. Cognitive Behavior Therapy ( CBT )

    menekankan pentingnya peranan kognitif terhadap apa yang dirasakan

    dan dilakukan sehingga terapis CBT tidak mengatakan apa yang harus

    dilakukan tetapi mengajarkan apa yang belum diketahui pasien dan

    bagaimana melakukannya. Tujuan terapi ini adalah mengajak pasien

    untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan

    bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang

    masalah-masalah yang dihadapi (Heli Jarnefelt, 2012). CBT efektif

    dalam pengobatan insomnia tapi jarang ditawarkan. CBT disampaikan

    melalui internet mungkin menjadi alternetif agar lebih mudah di akses

    oleh masyarakat. Layanan kesehatan khususnya keperawatan jarak jauh

    dengan menggunakan media teknologi informatika (internet)

    memberikan kemudahan bagi masyarakat. Pasien dapat hanya dirumah

    dan melakukan kontak via internet atau melalui video converence untuk

  • 11 KAJIAN PUSTAKA

    mendapatkan informasi kesehatan, perawatan dan bahkan sampai

    pengobatan. Sehingga disarankan sudah waktunya untuk pelaksanaan

    pengembangan penangan insomnia berbasis internet yang dalam ilmu

    keperawatan dikenal dengan telenursing (A. van Straten, 2014).

    Penelitian yang dilakukan oleh Ayad Wahyu (2013) menyatakan

    bahwa terapi music islami sebagai relaksasi untuk lansia. Music islami

    selain karena cenderung memiliki irama yang bisa menenangkan

    kesadaran diri untuk bisa lebih dekat dengan Allahn melalui syair-

    syairnya (Santoso, 2013). Beberapa penelitian terkait terapi music dalam

    mengatasi masalah insomnia telah banyak dilakukan. Dari bentuk

    relaksasi di atas belum pernah dimunculkan kajian tentang bentuk

    relaksasi religius dalam mengatasi insomnia pada lansia. Apabila dengan

    terapi music saja dapat memberikan efek relaksasi, apalagi dengan

    relaksasi religius. Sebagaimana Al-Quran yang merupakan music dan

    syair sekaligus karena merupakan firman tuhan, maka Ia termasuk

    kategori diatas seluruh kategori seni manusia. Terapi relaksasi religius

    tidak hanya mendatangkan ketenangan tetapi dapat mendekatkan dengan

    yang menciptakan. Outcam dari relaksasi yang diperoleh adalah

    menurunya tingkat insomnia.

    2.2 Teknik Relaksasi Religius

    Dari beberapa artikel terkait terapi relaksasi religius yang penulis

    review, penulis menemukan bahwa terapi relaksasi religius ini efektif untuk

    mengurangi insomnia (Purwanto, 2007), kecemasan (Maimunah, 2011),

    coping stress (Darmawanti, 2012).

    1. Definisi Relaksasi Religius

    Relaksasi menurut the International Institute of Health (NIH,

    1992), merupakan bagian dari Complementary and AlternativeMedicine

    (CAM), termasuk bidang mind and body intervention. Terapi relaksasi

    menggunakan keterpaduan dan hubungan (interconnectedness) tubuh

    dan jiwa(mind and body) untuk perbaikan kesehatan. Terapi relaksasi

  • 12 KAJIAN PUSTAKA

    religius juga menggunakan keterpaduan dan hubungan

    (interconnectedness) tubuh dan jiwa (mind and body) dengan cara

    mendekatkan diri kepada Tuhan Sang Pencipta mencapai kepasrahan

    total dan berzikir yaitu berdoa. Terapi relaksasi religius dapat

    membangkitkan relaxation response (RR). Terdapat beberapa tehnik

    untuk membangkitkan RR seperti repetitive imaginationor verbalization

    ofword, berdoa (prayer), progressive music relaxation, meditation dan

    metode lain. Respon relaksasi ini merupakan mekanisme respon yang

    protektif terhadap otak. Terapi relaksasi religius hampir mencakup

    semua teknik tersebut. Saat meditasi (relaksasi) terjadi aktivasi area RR

    seperti Amygdala, hyppocampal formation dan anterior cingulated

    (Raihan, 2007). Efek lain yang dipengaruhi oleh CAM dalam hal ini

    terapi relaksasi religius adalah pacuan sinyal molekul. Molekul-molekul

    seperti nitric oxide, endocannabinoids, endorphin atau enkephalin

    berperan pada respon plasebo, fasilitasi efek positif CAM, perasaan

    nyaman dan relaksasi serta mempunyai kapasitasi antagonis terhadap

    stres, yang merupakan mekanisme objektif dan subjektif beberapa

    pendekatan terapi komplemen. Selain itu jalur lainnya adalah akibat

    terapi relaksasi religius yang menyebabkan relaksasi diharapkan dapat

    mengaktifasi stuktur otak seperti lobus frontal dan area limbik,

    menunjukkan peran penting emosi (affect) dan keyakinan (belief), juga

    akan meningkatkan sistem imun dan menurunkan kadar kortisol.

    Diharapkan terapi relaksasi religius sebagai bentuk CAM juga menjadi

    bagian dari regular dan scientific medicine (Raihan, 2007).

    Relaksasi religius merupakan pengembangan dari respon

    relaksasi yang dikembangkan oleh Benson (2000), dimana relaksasi ini

    merupakan gabungan antara relaksasi dengan memasukkan factor

    keyakinan agama yang dianut. Unsur keyakinan yang dipergunakan

    dalam intervensi adalah unsur keyakinan agama Islam dengan

    penyebutan Allah secara berulang-ulang, berdoa yang disertai dengan

    sikap pasrah. Metode relaksasi dilakukan terutama untuk intervensi

  • 13 KAJIAN PUSTAKA

    terhadap gangguan insomnia, diharapkan dapat menambah model terapi

    relaksasi terutama untuk mengatasi gangguan insomnia (Purwanto,

    2007). Terapi relaksasi religius memanfaatkan terapi Dzikir atau doa.

    Terapi religius adalah mengingat Allah, dan membutuhkan seseorang

    untuk duduk atau berbaring dengan nyaman, dengan mata tertutup dan

    berlatih mengingat Allah melalui pembacaan Subhanallah,

    Alhamdulillah, Allahu Akbar selama 25-30 Menit (Mardiyono e. a.,

    2007). Cara pengobatan ini merupakan bagian pengobatan spiritual.

    Pada tehnik ini pengobatan sangat fleksibel dapat dilakukan dengan

    bimbingan mentor, bersama-sama atau sendiri. Tehnik ini merupakan

    upaya untuk memusatkan perhatian pada suatu fokus dengan

    menyebut berulang-ulang kalimat ritual dan menghilangkan berbagai

    pikiran yang mengganggu. Tehnik pengobatan ini dapat dilakukan dua

    kali sehari di manapun akan lebih mudah untuk melakukan baik di pagi

    hari atau malam hari (Mardiyono, 2009).

    2. Mekanisme Kerja Terapi Relaksasi Religius dalam Menurunkan Tingkat

    Insomnia

    Gangguan insomnia terjadi karena adanya ketegangan otot,

    ketika seseorang mengalami stress maka beberapa otot akan mengalami

    ketegangan. Aktifnya saraf simpatis tersebut membuat orang tidak dapat

    santai atau rileks sehingga tidak dapat memunculkan rasa kantuk.

    Melalui relaksasi religius subjek dilatih untuk dapat memunculkan

    relaksasi sehingga dapat mencapai keadaan tenang. Respon relaksasi ini

    terjadi penurunan bermakna dari kebutuhan zat oksigen oleh tubuh,

    selanjutnya otot-otot tubuh yang relaks menimbulkan perasaan tenang

    dan nyaman. Aliran darah akan lancer, neurotransmitter penenang akan

    dilepaskan dan system saraf akan bekerja secara baik (Benson, 2000).

    Insomnia pada umumnya disebabkan oleh factor biologis dan psikologis,

    kedua hal ini menjadi stressor sehingga mengaktifkan saraf simpatis.

    Pelibatan unsur religi dalam terapi ini tidak hanya berpengaruh pada

    unsur psikis namun juga unsur fisik juga terpengaruh. Ketika melakukan

  • 14 KAJIAN PUSTAKA

    penyerahan diri kepada tuhan maka baik unsur fisik maupun psikis juga

    diserahkan kepada tuhan sehingga keadaan relaks yang sudah dicapai

    lebih membuat relaks (Purwanto, 2007). Relaksasi religius akan

    membuat seseorang merasa tenang sehingga kemudian menekan kerja

    saraf simpatis dan mengaktifkan kerja system saraf parasimpatis

    (Maimunah, 2011).

    Salah satu pengaruh terapi religius dalam penelitian Raihan

    (2007) yang dapat dilihat dalam hubungannya memperbaiki gangguan

    psikologis (sistem limbik) adalah penurunan denyut nadi yang bermakna

    antara sebelum dan sesudah perlakuan sebesar 6 kali/menit (p=0,019,

    95% IK 1,11 11,62). Tercapainya kondisi relaksasi dapat diketahui

    dengan penurunan denyut nadi sebesar 2-4 kali/menit. Pada orang yang

    depresi kadang terjadi peningkatan denyut jantung yang berpengaruh

    dengan denyut nadi. Sistem limbik pada susunan saraf pusat selain

    sebagai pusat emosi dan pengaturan sistem otonom. Bersama-sama

    dengan hipotalamus, sistem limbik mempunyai hubungan dengan emosi

    kemarahan, kecemasan dan bentuk lain emosi. Dalam menghadapi

    kondisi seperti ini yang merupakan suatu bentuk stress perlu menentukan

    sifat, intensitas, lama stressor, presepsi, penilaian dan efektivitas coping

    yang dimiliki individu. Coping mechanism adalah suatu mekanisme

    untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima.

    Apabila berhasil, beban yang berat akan jadi ringan. Kemampuan coping

    mechanism seseorang tergantung dari temperamen individu dan persepsi

    serta kognisi terhadap stressor yang diterima (Raihan, 2007). Terapi

    relaksasi religius yang mampu mempengaruhi sistem limbik juga akan

    mempengaruhi kemapuan coping mechanism sehingga menimbulkan

    ketenangan. Kondisi stres yang sampai jatuh pada depresi merupakan

    ketidakmampuan seseorang terhadap coping mechanism ini. Terapi

    relaksasi religius terbukti mampu meningkatkan kemapuan coping

    mechanism ini dengan turunnya skor BDI menjadi kembali normal.

    Terbentuknya mekanisme coping bisa diperoleh melalui proses belajar

  • 15 KAJIAN PUSTAKA

    dalam pengertian luas dan relaksasi. Apabila individu mempunyai

    mekanisme coping yang efektif dalam menghadapi stressor, stressor

    tidak akan menimbulkan stress yang berakibat kesakitan (disease), tetapi

    sebaliknya, stressor justru menjadi stimulan yang mendatangkan

    wellness dan prestasi. Semakin tinggi tingkat religiusitas seseorang

    semakin tinggi pula coping stressnya (Darmawanti, 2012).

    Relaksasi religius adalah sebuah metode yang digunakan dengan

    harapan dapat mengurangi insomnia dengan menggabungkan teknik

    relaksasi Dzikir dengan relaksasi pernafasan. Dimensi psikologis melalui

    relaksasi religius akan membuat individu merasa tenang dan nyaman

    sehingga dapat mempengaruhi bagian otak manusia yang berkaitan

    dengan proses emosional, terutama bagian hipotalamus. Hipotalamus

    yang teraktifasi tersebut menghambat pengeluaran hormone

    Corticotropin realizing factor (CRF) yang menyebabkan kelenjar

    anterior pituitary terhambat mengeluarkan adrenocortico-tirotropic

    hormone (ACTH), sehingga menghambat kelenjar adrenal untuk

    mengeluarkan kortisol, adrenalin dan noradrenalin. Hal ini menyebabkan

    hormone thyroxine yang dikeluarkan oleh kelenjar thyroidea dalam

    tubuh juga akan terlambat. Hormone thyroxine yang tinggi akan

    menyebabkan individu merasa mudah lelah, mudah cemas dan susah

    tidur. Dengan kata lain keadaan relaksasi akan menimbulkan dampak

    psikis yang lebih tenang dan rileks (Darmawanti, 2012). Selain itu

    keadaan mediatif akan mempengaruhi dan menstimulasi susunan saraf

    parasimpatis, yang akan mempengaruhi tekanan darah dan detak

    jantung, ketegangan otot-otot tubuh menurun sehingga menjadi relaks.

    Keadaan mediatif ini memunculkan gelombang alpha pada otak yang

    menyebabkan keadaan tenang (Vitaliati, 2008).

    3. Efektifitas Terapi Relaksasi Religius dalam Menurunkan Tingkat

    Insomia

    Pelatihan relaksasi religius cukup efektif untuk memperpendek

    waktu dari mulai merebahkan hingga tertidur dan mudah memasuki

  • 16 KAJIAN PUSTAKA

    tidur. Hal ini membuktikan bahwa relaksasi religius yang dilakukan

    dapat membuat lebih relaks sehingga keadaan kesulitan ketika

    mengawali tidur dapat diatasi dengan treatmen ini. Kenudahan dalam

    mengawali tidur ini juga akan berdampak pada lama tidur, dengan tidur

    lebih awal dari biasanya dan masa memasuki tidur lebih pendek secara

    langsung akan memperlama jam tidur subjek (Purwanto, 2007). Lama

    tidur bukanlah suatu ukuran standar seseorang harus tidur 8 jam atau

    tidak, namun bagi penderita insomnia peningkatan lama tidur cukup

    berarti. Dengan mudahnya tidur dan berkurangnya lama waktu

    memasuki tidur dapat mengurangi stress tentang kebiasaan mengawali

    tidur, karena stress tidak bisa tidur bisa menjadi ketegangan sendiri yang

    seringkali menyebabkan semakin tidak bisa tidur.

    4. Efek samping Terapi Relaksasi Religius dalam Menurunkan Tingkat

    Insomia

    Dari beberapa literature tidak ditemukan adanya efek samping

    dari terapi relaksasi religius dalam menurunkan tingkat insomnia.

    5. Pertimbangan Khusus Pengaplikasian Terapi Relaksasi Religius dalam

    Menurunkan Tingkat Insomia

    Dari beberapa artikel ditemukan bahwa terdapat factor-faktor

    yang dapat mempengaruhi keefektifan terapi, diantaranya durasi dari

    terapi itu sendiri dan perbedaan persepsi klien terhadap maksud terapi

    yang dilaksanakan. Durasi satu sesi intervensi berkisar 20-30 menit

    selama 3-4 bulan. Frekuensi waktu total intervensi bervariari antara

    penelitian yang satu dengan yang lainya. Terapi relaksasi religius telah

    terbukti mengurangi insomnia bila digunakan setiap hari selama satu

    bulan dengan durasi 25 menit tiap sesi (Purwanto, 2007).

    Selain itu juga hal penting yang harus diperhatikan adalah adanya

    persamaan persepsi antara klien dengan tujuan terapi. Sesuai dengan

    penelitian Anggrasari (2013) terdapat responden yang menunjukkan

    tingkat pemenuhan tidur cukup setelah dilakukan treatmen. Hal ini

    disebabkan adanya perbedaan persepsi responden terhadap maksud

  • 17 KAJIAN PUSTAKA

    peneliti saat memberikan intervensi sehingga dalam pelaksanaannya

    teknik relaksasi selama penelitian mereka hanya mengikuti instruksi saja

    sehingga efek yang dirasakan hanya sedikit berdampak bagi tubuh

    mereka (Anggrasari, 2013).

    6. Protocol Teknik Terapi dari Hasil Literature Terkait Terapi Relaksasi

    Religius dalam Menurunkan Tingkat Insomia

    Dari beberapa literature didapatkan bahwa Tahap-tahap relaksasi

    religius dapat dilakukan sebagai berikut:

    a. Pilihlah kalimat spiritual yang akan digunakan

    b. Ambil posisi tidur telentang yang paling nyaman

    c. Pejamkan mata dengan pelan tidak perlu dipaksakan sehingga tidak

    ada ketegangan otot sekitar mata

    d. Lemaskan semua otot. Mulailah dengan kaki, kemudian betis, paha

    dan perut. Gerakkan bahu beberapa kali sehingga tercapai kondisi

    yang lebih relaks

    e. Perhatikan pernapasan. Bernapaslah dengan lambat dan wajar, dan

    ucapkan dalam hati frase atau kata yang digunakan sebagai contoh

    anda menggunakan frase yaa Allah. Pada saat mengambil nafas

    sertai dengan mengucapkan kata yaa dalam hati, setelah selesai

    keluarkan nafas dengan mengucapkan Allah dalam hati. Sambil terus

    melakukan relaksasi pernafasan, lemaskan seluruh tubuh disertai

    dengan sikap pasrah kepada Allah. Sikap ini mengambarkan sikap

    pasif yang diperlukan dalam relaksasi, dari sikap pasif akan muncul

    efek relaksasi ketenangan.

    f. Lakukan 20-25 menit

    Cara ini bisa diubah misalnya tidak dengan posisi tidur tapi juga

    bisa dengan posisi duduk dan dapat dilakukan sambil melaksanakan

    gerakan jasmani. Relaksasi religius merupakan gabungan latihan

    pernafasan dan zikir yang hampir meyerupai meditasi atau yoga.

    Perbedaan letaknya ada pada zikir dan totalitas kepasrahan yang khusus

    ditujukan kepada Allah. Kelebihan terapi relaksasi religius ini

  • 18 KAJIAN PUSTAKA

    dibandingkan psikoterapi lainnya adalah pendekatan spiritual dan religi

    yaitu langsung meminta kesembuhan kepada Allah SWT. Respon yang

    diharapkan pada latihan ini adalah respon relaksasi dan perbaikan

    kondisi.

    7. Prognosis

    Dari beberapa literature dapat diketahui bahwa prognosa untuk

    kepulihan lansia dengan insomnia adalah baik, mengingat ada beberapa

    hal posistif yang Nampak dimiliki oleh klien diantaranya: (1) lansia yang

    memiliki motivasi untuk mengatsi insomnia yang dideritanya dan (2)

    insomnia yang dialami lansia dapat di atasi yaitu dengan relaksasi

    religius.

    Sangat penting dilakukan oleh perawat yaitu memberikan

    informasi terkait intervensi relaksasi religius yang akan dilakukan

    kepada klien dan keluarga. Support dari keluarga akan menjadikan klien

    merasa dirinya masih dapat memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya

    dalam mengatasi insomnia.

    2.3 Landasan Teori

    Dalam literature review ini telah menunjukkan adanya efektifitas

    terapi relaksasi religius terhadap penurunan tingkat insomnia pada lansia.

    Faktor yang menjadi penyebab terjadinya insomnia pada lansia antara lain

    proses penuaan, gangguan psikologis, gangguan medis umum, factor

    lingkungan fisik dan factor lingkungan social (Rafknowledge, 2004). Selain

    beberapa factor diats, terdapat juga salah satu factor yang dapat

    mempengaruhi kebutuhan tidur lansia adalah factor agama/ kepercayaan

    seseorang. Usia lanjut memang merupakan masa dimana keadaan religius

    semakin diperkuat sehingga factor keyakinan ini juga akan berpengaruh

    terhadap pelaksanaan teknik relaksasi. Untuk mengatasi gangguan insomnia

    pada lansia tersebut salah satunya adalah dengan terapi relaksasi religius.

    Sebenarnya lansia memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus

    dicapai. Tugas tersebut misalnya adalah menyesuaikan terhadap penurunan

  • 19 KAJIAN PUSTAKA

    kekuatan fisik atau kesehatan, menerima diri sendiri sebagai individu lansia,

    dan menemukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup (Potter dan

    Perry, 2005). Salah satu cara untuk mempertahankan kualitas hidup lansia

    adalah dengan mempertahankan kualitas tidurnya, karena jika terdapat

    insomnia maka akan berpengaruh terhadap aktivitas lainnya. Pada akhirnya

    tugas perkembangan lansia ini akan dicapa dengan teknik relaksasi religius.

    Yaitu suatu metode yang menggabungkan teknik relaksasi dzikir dengan

    relaksasi nafas dalam. Agama yang merupakan salah satu sumber

    spiritualitas dapat memunculkan ketenangan dalam diri individu. Kesesuaian

    kebutuhan dan spiritual yang dibutuhkan dan ketenangan yang ditimbulkan

    oleh teknik relaksasi religius adalah hal yang dapat menciptakan perubahan

    kualitas tidur pada lansia.

    Dari beberapa literature menunjukkan adanya hubungan antara

    kejadian insomnia pada lansia dengan tingkat stress atau kecemasan dan

    depresi yang dialami oleh lansia tersebut. Lansia yang sedang mengalami

    kecemasan atau stress maka beberapa otot akan mengalami ketegangan

    sehingga mengaktifkan system saraf simpatis. Menurut penjelasan dari

    Rohim (2000), salah satu terapi pengobatan pada penderita gangguan

    psikologis yaitu terapi spiritual. Dimensi psikologis melalui kegiatan

    spiritual/ religius akan membuat individu dalam keadaan tenang dan damai

    (Rohim, 2000). Ditambahkan pula, ditinjau dari dimensi kesehatan keadaan

    relaksasi dan membuat individu merasa tenang dan nyaman dapat

    mempengaruhi bagian otak manusia yang berkaitan dengan proses

    emosional, terutama hypothalamus. Pada kondisi stress, hipotalamus akan

    mengeluarkan kortisol, hormone stress. Padahal, produksi kortisol secara

    simultan akibat ketegangan dan beban psikologis akan merusak dinding

    pembuluh darah, yang juga akan mengganggu aliran darah ke otak.

    Meningkatnya produksi hormone stress ini memacu kerja neurotransmitter,

    akibatnya dopamine yang berperan dalam melakukan tindakan dan

    kesadaran kognitif seperti proses tidur terstimulasi. Dengan melakukan

    relaksasi religius, seiring dengan kesadaran yang meningkat, pikiran yang

  • 20 KAJIAN PUSTAKA

    bergejolak akan diredam sehingga dicapai relaksasi atau perasaan tenang

    dan nyaman yang dapat memunculkan rasa kantuk sehingga lansia dapat

    dengan mudah mengawali tidur.

    Selain itu di dalam melakukan relaksasi religius terdapat teknik

    pernafasan yang mampu meningkatkan pengambilan O2 di udara bebas yang

    berguna sebagai pasokan nutrisi bagi otak. Teknik pernafasan dilakukan

    secara sadar dan menggunakan diafragma, memungkinkan abdomen

    terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. Teknik pernafasan

    tersebut mampu memberikan pijatan pada jantung, membuka sumbatan-

    sumbatan dan memperlancar aliran darah ke jantung serta meningkatkan

    aliran darah ke seluruh tubuh. Aliran darah yang meningkat juga dapat

    meningkatkan nutrient dan O2. Peningkatan O2 didalam otak akan

    merangsang peningkatan sekresi serotonin sehingga membuat tubuh menjadi

    tenang dan lebih mudah untuk tidur (Purwanto, 2007).

    2.4 Konsep Pengembangan Produk Terapi relaksasi Religius Terhadap

    Penurunan Tingkat Insomnia Pada Lansia

    Dalam upaya membimbing lansia dengan terapi relaksasi religius

    terhadapa penurunan tingkat insomnia, maka dibutuhkan sarana media yang

    dapat bermanfaat bagi masyarakat yang bertanggung jawab untuk

    membimbing dan mengayomi lansia, ataupun konselor yang menangani

    klien lansia. Keberadaan sebuah hardcopy berupa kaset/CD ataupun

    softcopy berupa file produk terapi relaksasi religius terhadap penurunan

    tingkat insomnia pada lansia dapat membantu pihak-pihak yang

    bersangkutan dalam menangani dan membimbing lansia yang membutuhkan

    relaksasi dalam menghadapai masalah insomnia mereka. Untuk itu

    dibutuhkan pemahaman yang baik dari sisi prosedur atau langkah-langkah

    yang valid dalam membuat dan merancang produk terapi relaksasi religius

    yang diharapkan.

    Ada 9 langkah pelaksanaan strategi penelitian dan pengembangan

    yang dilakukan untuk menghasilkan produk tertentu dan untuk menguji

  • 21 KAJIAN PUSTAKA

    kefektifan produk yang dimaksud. Langkah-langkah yang seyogyanya

    ditempuh dalam penelitian dan pengembangan adalah: (1) potensi dan

    masalah, (2) Pengumpulan data, (3) desain produk, (4) Validasi desain, (5)

    revisi desain, (6) ujicoba produk, (7) revisi produk, (8) ujicoba pemakaian,

    (9) produksi masal.

    Dari 9 langkah penelitian dan pengembangan tersebut, secara garis

    besar dikembangkan menjadi tiga tahap, yaitu: 1) studi pendahuluan, 2)

    pengembangan produk dan ke 3) uji model (Santoso, 2013). Dalam

    penelitian ini, pengembangan produk dihasilakan sampai tahap

    menghasilkan produk akhir.

    2.5 Kerangka Konsep Penelitian

    Kerangka konsep merupakan bagian dari kerangka teori yang akan menjadi

    panduan dalam pelaksanaan penelitian. Kerangka konsep dalam penelitian

    ini terdiri dari variabel independen (bebas), variabel dependen (terikat) dan

    variabel confounding (perancu).

    1. Variabel independen (bebas)

    Variabel independen dalam penelitian ini adalah terapi relaksasi religius

    yang diberikan pada lansia yang mengalami Perubahan Tingkat

    Insomnia. Karena terapi relaksasi religius merupakan bagian pengobatan

    spiritual untuk mendapatkan ketenangan dan kesadaran. Dengan

    pemberian terapi relaksasi religius ini diharapkan terjadi peningkatan

    atau perbaikan tingkat insomnia pada lansia.

    2. Variabel dependen (terikat)

    Variabel dependen dalam penelitian ini adalah lansia yang mengalami

    Perubahan Tingkat Insomnia. Variabel dependen ini akan diukur

    sebelum dan sesudah terapi relaksasi religius diberikan kepada

    kelompok intervensi serta akan diukur sebelu dan sesudah relaksasi

    nafas dalam pada kelompok control. Instrument pengukuran status atau

    kondisi lansia yang mengalami insomnia digunakan Insomnia Rating

    Scale yang dikembangkan oleh Kelompok Studi Psikiatri Biologik

  • 22 KAJIAN PUSTAKA

    Jakarta (KSPBJ-IRS) yang dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia.

    Instrument ini mengukur masalah insomnia secara terperinci, misalnya

    masalah gangguan tidur, lamanya tidur, kualitas tidur serta kualitas

    setelah bangun. Setelah klien memberikan jawaban dalam pertanyaan-

    pertanyaan yanga terdapat dalam skrining ini, maka dilakukan

    penjumlahan dan dikategorikan berdasarkan klasifikasi yang telah

    ditentukan dalam skrining ini yaitu normal, insomnia ringan, insomnia

    sedang dan insomnia berat (Iwan, 2009).

    3. Variabel confounding (perancu)

    Variabel confounding yang mungkin dalam penelitian ini adalah

    karakteristik lansia yang mengalami perubahan fisik dan psikososial.

    Beberapa factor yang dapat mempengaruhi penelitian ini adalah

    perubahan fisik (sakit fisik dan lama sakit), penurunan potensi dan

    fungsi seksual (jenis kelamin dan status perkawinan), perubahan aspek

    psikososial (pendidikan), perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan

    (sumber pendapatan) dan perubahan dalam peran social (keikutsertaan

    dalam aktivitas) (Kunjoro, 2002).

    Ketiga variabel tersebut diatas merupakan variabel yang saling

    mempengaruhi dalam penelitian ini. Peneliti mencari hubungan diantara

    ketiganya melalui sebuah konsep penelitian yang memuat item input

    berupa pelaksanaan pretest untuk kedua kelompok, item proses yaitu

    pemberian terapi relaksasi religius pada kelompok intervensi dan terapi

    relaksasi nafas dalam pada kelompok control, dan item output berupa

    pelaksanaan posttest pada kedua kelompok.

  • 23 KAJIAN PUSTAKA

    Berdasarkan hasil studi kepustakaan dan landasan teoritis, dapat dirumuskan

    kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

    Variabel Independen Variabel dependen

    Variabel Confounding

    Gambar 2.1 Kerangka konsep hubungan antar variabel

    2.6 Hipotesis

    Hipotesis diartikan sebagai dugaan atau jawaban sementara, yang mungkin

    benar atau mungkin juga salah (Machfoedz, 2005). Berdasarkan kerangka

    konsep penelitian, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai

    berikut:

    Ho: diduga pengembangan produk terapi relaksasi religius efektif terhadap

    perubahan tingkat insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha

    Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember.

    Ha: diduga pengembangan produk terapi relaksasi religius tidak efektif

    terhadap perubahan tingkat insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna

    Werdha Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember.

    2.7 Definisi Operasional , Variabel penelitian dan Skala Penelitian

    Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional dan

    berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti

    Terapi Relaksasi

    Religius

    Penurunan

    Tingkat

    Insomnia

    1. Usia 2. Jenis kelamin 3. pekerjaan 4. status perkawinan 5. sakit fisik 6. lama sakit fisik

  • 24 KAJIAN PUSTAKA

    untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu

    objek atau fenomena (Hidayat, 2007). Definisi operasinal dalam penelitian

    ini ditentukan dengan menggunakan parameter yang dijadikan ukuran dalam

    penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut:

    Tabel 2.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian

    No Variabel Definisi operasional Cara ukur Hasil ukur Skala

    A. Variabel Confounding

    1 Jenis

    kelamin

    Merupakan

    pembedaan jenis

    kelamin responden

    Satu item

    pertanyaan

    dalam

    kuesioner A

    tentang jenis

    kelamin

    responden

    1. Laki-laki 2. Perempuan

    Nominal

    2 Pekerjaan Usaha yang dilakukan

    baik di dalam maupun

    di luar panti untuk

    mendapatkan

    penghasilan

    Satu item

    pertanyaan

    dalam

    kuesioner A

    tentang

    pekerjaan

    responden

    1. Bekerja 2. Tidak

    bekerja

    Nominal

    3 Pendidi-

    kan

    Jenjang pendidikan

    formal yang telah

    ditempuh berdasarkan

    ijazah terakhir yang

    dimiliki

    Satu item

    pertanyaan

    dalam

    kuesioner A

    tentang

    pendidikan

    responden

    1. Tidak sekolah

    2. SD 3. SMP 4. SMA 5. Perguruan

    tinggi

    Ordinal

    4 Status

    Perkawi-

    nan

    Ikatan yang sah antara

    pria dan wanita dalam

    menjalani kehidupan

    berumah tangga

    Satu item

    pertanyaan

    dalam

    kuesioner A

    tentang status

    perkawinan

    responden

    1. Kawin 2. Tidak

    kawin

    Catatan:

    Belum kawin,

    janda, duda

    termasuk

    dalam tidak

    kawin

    Nominal

    5 Sakit

    Fisik

    Abnormalitas tubuh

    akibat yang

    mengganggu fungsi

    secara fisik

    Satu item

    pertanyaan

    dalam

    kuesioner A

    tentang sakit

    fisik yang

    1. Sakit fisik 2. Tidak sakit

    fisik

    Nominal

  • 25 KAJIAN PUSTAKA

    dialami

    responden

    6 Lama

    Sakit

    Fisik

    Jumlah lama tahun

    pasien mengalami

    sakit fisik sampai

    dengan terakhir saat

    pengambilan data

    Satu item

    pertanyaan

    dalam

    kuesioner A

    tentang lama

    sakit fisik

    responden

    Dinyatakan

    dalam bulan

    Rasio

    B. Variabel Dependen

    7 Tingkat

    Insomnia

    Persepsi klien

    terhadap kualitas

    tidurnya saat ini untuk

    mengetahui adanya

    gejala insomnia pada

    lansia

    8 pertanyaan

    dalam

    kuesioner

    tentang skala

    screening

    insomnia

    yang

    dimodifikasi

    dari KSPBJ

    IRS

    Dinyatakan

    dalm rentang

    0-24. Seluruh

    jawaban

    responden

    dijumlahkan,

    sehingga hasil

    berkisar antara

    nilai 0-24 dan

    untuk diukur

    untuk

    mendapatkan

    nilai mean,

    median, modus

    dan nilai

    maximum-

    minimun pada

    CI 95%

    Rasio

    C. Variabel Independen

    8 Terapi

    relaksasi

    religius

    Kegiatan terapi yang

    dilakukan dengan tujuan membantu klien

    mengatasi gangguan

    tidur insomnia yang dialaminya. Dengan

    memusatkan konsentasi

    dan perhatian pada satu titik sehingga tercapai

    relaksasi otot, pikiran

    dan emosi

    Lembar

    evaluasi

    terhadap

    pelaksanaan

    terapi

    relaksasi

    religius

    dipegang

    peneliti

    1. Dilakukan terapi

    relaksasi

    religius

    2. Tidak dilakukan

    terapi

    relaksasi

    religius

    Nominal

  • Usulan Penelitian Untuk tesis

    26

    BAB 3 METODE PENELITIAN

    3.1 Pendekatan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu pengembangan

    terapi relaksasi religius yang efektif untuk menurunkan tingkat insomnia

    pada lansia. Dengan demikkian yang diperlukan dalam penelitian ini adalah

    desain tentang permasalahan lansia dengan insomnia, alasan pengembangan

    terapi relaksasi religius dan kriterian tentang efektivitas model.

    Tujuan akhir dari penelitian ini adalah tersusunya terapi relaksasi

    religius untuk menurunkan tingkat insomnia pada lansia. Untuk mencapai

    tujuan tersebut digunakan penelitian dan pengembangan. Kerangka isi dan

    komponen terapi relaksasi religius disusun berdasarkan kajian konsep dan

    teori penatalaksanaan insomnia, insomnia pada lansia, kajian penelitian

    terdahulu yang relevan, studi pendahuluan yang menjaring data

    permasalahan tentang insomnia pada lansia, serta uji empiris terhadap

    model.

    Memperkuat alasan pemilihan penelitian dan pengembangan dalam

    penelitian ini adalah sebagaimana dijelaskan Sugiyono (2012) dalam Engel

    (2014) bahwa metose penelitian dan pengembangan adalah metode

    penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji

    keefektifan produk tersebut (Engel, 2014). Dalam penelitian ini produk yang

    akan dihasilkan adalah terapi relaksasi religius yang efektif untuk

    menurunkan tingkat insomnia pada lansia.

    Sukmadinata (2012) dalam Engel (2014) mengungkapkan bahwa

    dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan terdapat 3 metode yang

    digunakan yaitu deskriptif, eksperimen dan evaluatif. Metode deskriptif

    dalam penelitian ini digunakan untuk menghimpun data permasalahan

    sebagai studi pendahuluan. Metode eksperimen digunakan untuk menguji

    efektifitas produk yang dihasilkan yaitu keefektifan dari terapi relaksasi

    religius. Dan metode evaluatif digunakan untuk mengevaluasi proses uji

  • 27 METODE PENELITIAN

    coba pengembangan suatu produk dalam penelitian ini adalah terapi

    relaksasi religius.

    3.2 Metode penelitian

    Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan

    menggunakan desain Mixed Methode- Embedded Design. Penelitian ini

    hendak menghasilkan suatu pengembangan terapi relaksasi religius untuk

    menurunkan tingkat insomnia pada lansia. Penelitian yang digunakan adalah

    metode deskriptif dan metode kuasi eksperimen. Alasan penggunaan metode

    ini adalah sebagaimana diungkapka Natawidjaya (2009) dalam Engel (2014)

    bahwa penelitian dengan metode campuran akan diperoleh pemahaman yang

    lebih lengkap mengenai masalah yang diteliti. Mixed methodeberfokus pada

    pengumpulan dan analisa data serta memadukan antara data kualitatif dan

    kuantitatif. Metide deskriptif analisi dan metode kuasi ekperimen dipilih

    karena penelitian ini bermaksud mendeskripsikan, menganalisis dan uji

    keefektifan pengembangan terapi relaksasi religius.

    Penelitian Kuantitatif dengan Quasi Experimental Pre-Post Test

    With Control Group dengan intervensi terapi relaksasi religius. Penelitian

    ini dilakukan untuk mengetahui perubahan tingkat insomnia sebelum dan

    sesudah diberikan perlakuan berupa pemberian terapi relaksasi religius.

    Penelitian ini membandingkan dua kelompok lansia yang mengalami

    insomnia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur

    Kabupaten Jember, yaitu kelompok intervensi (kelompok yang diberikan

    terapi relaksasi religius) dan kelompok control (kelompok yang diberikan

    terapi relaksasi nafas dalam). Hal ini sesuai dengan pendapat Sastroasmoro

    dan Ismail (2008) yang menyatakan bahwa pada penelitian kuasi eksperimen

    ditujukan untuk mengungkapkan pengaruh dari intervensi/ perlakuan pada

    subjek dan mengukur hasil (efek) intervensi.

    Dalam mengembangkan terapi relaksasi religius, sebagai bahan

    revisi dan finalisasi produk, peneliti tidak hanya menganalisis hasil

    perhitungan data kuantitatif uji coba produk, akan tetapi mengakomodasi

  • 28 METODE PENELITIAN

    data kualitatif berupa penilaian pakar atau ahli, tanggapan dan masukan dari

    subjek maupun pengamat. Adapun skema pelaksanaan tergambar dalam

    bagan berikut dibawah ini.

    Bagan 3.1 Desain Penelitian Mixed Methode-Embeded Design

    Pengumpulan Data Kuantitaif (Quasi Experimen)

    Pre-test Post-test

    Intervensi A1 A2

    Kontrol B1 B2

    Pengumpulan data kualitatif

    (sebelum, selama dan setelah)

    Keterangan:

    X : Perlakuan intervensi terapi relaksasi religius

    Y : Perlakukan terapi relaksasi nafas dalam

    A1 : Tingkat insomnia pada lansia kelompok intervensi sebelum

    mendapatkan perlakuan (intervensi) terapi relaksasi religius

    A2 : Tingkat insomnia pada lansia kelompok intervensi sesudah

    mendapatkan perlakuan (intervensi) terapi relaksasi religius

    B1 : Tingkat insomnia pada kelompok control sebelum

    mendapatkan terapi relaksasi nafas dalam

    B2 : Tingkat insomnia pada kelompok control sesudah

    mendapatkan terapi relaksasi nafas dalam

    A2-A1 : Perubahan tingkat insomnia lansia setelah dilakukan terapi

    relaksasi religius pada kelompok intervensi

    B2-B1 : Perubahan tingkat insomnia lansia setelah dilakukan terapi

    relaksasi nafas dalam pada kelompok control

    A2-B2 : Perbedaan tingkat insomnia antara kelompok intervensi

    setelah mendapatkan terapi relaksasi religius dan kelompok

    control setelah mendapatkan terapi relaksasi nafas dalam

    X

    Y

  • 29 METODE PENELITIAN

    3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

    3.3.1 Populasi

    Populasi adalah sejumlah besar subjek penelitian yang mempunyai

    karakteristik tertentu yang disesuaikan dengan ranah dan tujuan

    penelitian (Sastroasmoro dan Ismael , 2008). Subjek dapat berupa

    manusia, hewan coba data laboratorium, dan lain-lain, sedangkan

    karakteristik subjek ditentukan sesuai dengan ranah dan tujuan

    penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah klien lansia dengan

    insomnia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasian Dinsos Provinsi Jawa

    Timur Kabupaten Jember.

    Menurut catatan data di Panti Sosial Tresna Werdha Kasian Dinsos

    Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember bahwa jumlah lansia hingga

    bulan Desember 2012 adalah 129 orang.

    3.3.2 Sampel

    Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu

    hingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro dan

    Ismael , 2008). Penetapan sampel dalam penelitian ini menggunakan

    teknik purposive sampling yaitu peneliti memiliki pertimbangan

    tertentu dalam memilih partisipan yang terlibat dalam penelitian (Polit

    and Hungler, 1999). Sampel penelitian ini adalah lansia yang

    mengalami insomnia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasian Dinsos

    Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember dengan kriteria sebagai

    berikut;

    a. Lansia yang mengalami insomnia dan beragama islam

    b. Lansia yang berusia lebih dari 55 tahun

    c. Mampu berkomunikasi verbal dan kooperatif atau dapat bekerja

    sama dengan baik

    d. Lansia yang tidak dalam keadaan sakit dan mampu melakukan

    aktivitas secara teratur

  • 30 METODE PENELITIAN

    e. Bersedia menjadi responden dan mengikuti prosedur penelitian

    sampai tahap akhir.

    Besar sampel dalam penelitian ditentukan berdasarkan estimasi

    (perkiraan) untuk menguji hipotesis beda proporsi 2 kelompok

    berpasangan dengan rumus sebagai berikut (Sastroasmoro dan Ismael ,

    2008):

    [ ]

    Keterangan:

    N : Besar sampel

    Z : Harga kurva normal tingkat kesalahan yang ditentukan

    dalam penelitian pada CI 95% (=0,05), maka Z=1,96

    Z : Bila =0,05 dan power 80 % maka Z= 0,842

    F : Kesalahan tipe II yang setara dengan 20%= 0,2

    D : Beda proporsi yang klinis penting (clinical jugdement) =

    25 % atau 0,25

    Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus diatas maka:

    [ ]

    ( )

    n = 25,123 dibulatkan menjadi 25

    Besar sampel untuk penelitian ini adalah 25 responden untuk setiap

    kelompok.

    Dalam studi kuasi eksperimen ini, untuk mengantisipasi adanya

    sampel yang kluar (droup out) dalam proses penelitian, maka

    kemungkinan berkurangnya sampel perlu diantisipasi dengan cara

    memperbesar taksiran ukuran sampel agar presisi penelitian tetap

    terjaga. Adapun rumus untuk mengantisipasi berkurangnya subjek

    penelitian (Sastroasmoro dan Ismael , 2008) ini adalah:

  • 31 METODE PENELITIAN

    Keterangan:

    n : ukuran sampel setelah revisi

    n : ukuran sampel asli

    1-f : perkiraan proporsi drop out, yang diperkirakan 10% (f=0,1)

    Maka:

    n = 27,78 dibulatkan menajdi 28

    Berdasarkan rumus tersebut di atas, maka jumlah sampel akhir yang

    dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 28 responden untuk setiap

    kelompok (28 kelompok intervensi dan 28 kelompok control),

    sehingga jumlah total sampel adalah 56 responden.

    3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

    Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang

    digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah

    sampel akan mewakili keseluruhan populasi (Hidayat, 2007). Teknik

    pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling

    yaitu peneliti memiliki pertimbangan tertentu dalam memilih

    partisipan yang terlibat dalam penelitian (Polit and Hungler, 1999).

    Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang tercata sebagai warga

    Panti Sosial Tresna Werdha Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur

    Kabupaten Jember dan telah sesuai dengan kriteria diatas. Kelompok

    intervemsi dan kelompok control dipilih sesuai dengankriteria yang

    telah ditentukan, dengan besar sampel untuk tiap kelompoknya

    sebanyak 28 responden. Pemilihan sampel dilakukan berdasar hasil

    pretest. Penetapan kelompok intervensi dan kelompok control, peneliti

    menggunakan teknik Random Sampling Assignment yaitu 56

    responden yang telah terpilih sebagai responden kemudian diundi

    secara acak dan diklasifikasikan menjadi 28 responden kelompok

    intervensi dan 28 responden kelompok control.

  • 32 METODE PENELITIAN

    3.4 Waktu dan Tempat Penelitian

    3.4.1 Waktu Penelitian

    Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2014.

    3.4.2 Tempat Penelitian

    Lokasi penelitian adalah Panti Sosial Tresna Werdha Kasian Dinsos

    Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember.

    3.5 Instrumen Penelitian

    3.5.1 Kuesiner Penelitian

    Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar pertanyaan

    (kuesioner) sebagai berikut:

    1. Data Demografi Responden

    Data demografi responden yang diperlukan dalam penelitian ini

    adalah beberapa pertanyaan yang berisi karakteristikresponden.

    Pengambilan data ini menggunakan lembar kuesioner A yang

    terdiri dari 8 pertanyaan tentang data demografi responden yang

    meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status

    perkawinan, sakit fisik dan lama sakit fisik.

    2. Pengukuran Tingkat Insomnia

    Pengukuran terhadap tingkat insomnia menggunakan lembar

    kuesioner B yang merupakan skala atau tingkat insomnia dalam

    bentuk Insomnia Rating Scale yang dikembangkan oleh kelompok

    studi psikiatri biologic Jakarta (KSPBJ) yang dimodifikasi sesuai

    dengan kondisi lansia. Alat ukur ini mengukur masalah insomnia

    secara terperinci, misalnya masalah gangguan masuk tidur,

    lamanya tidur, kualitas tidur, serta kuantitas setelah bangun.

    Berikut merupakan butir-butir dari KSPBJ IRS dan nilai skoring

    dari tiap item yang dipilih oleh subjek adalah sebagai berikut:

    a. Lamanya tidur. Butir ini untuk mengevaluasi jumlah jamtidur

    total. Nilai butir ini tergantung dari lamanya subjek tidur dalam

    satu hari. Untuk subjek normal lamanya tidur biasanya lebih

  • 33 METODE PENELITIAN

    dari 6,5 jam, sedangkan pada penderita insomnia memiliki

    lama tidur yang lebih sedikit. Nilai yang diperoleh dalam setiap

    jawaban adalah: nilai 0= tidur lebih dari 6,5 jam. Nilai 1= tidur

    antara 5,5-6,5 jam. Nilai 2= tidur antara 4,5-5,5 jam. Nilai 3=

    tidur kurang dari 4,5 jam.

    b. Mimpi. Subjek normal biasanya tidak bermimpi atau tidak

    mengingat bila Ia mimpi atau kadang-kadang mimpi yang

    dapat diterimanya. Penderita insomnia mempunyai mimpi yang

    lebih banyak atau selalu bermimpi dan kadang-kadang mimpi

    buruk. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah: nilai

    0= tidak ada mimpi. Nilai 1= terkadang mimpi yang

    menyenangkan atau mimpi biasa aja. Nilai 2= selalu mimpi.

    Nilai 3= mimpi buruk yang tidak menyenangkan.

    c. Kualitas tidur. Kebanyakan subjek normal tidurnya dalam,

    penderita insomnia biasanya tidurnya dangkal. Nilai yang

    diperoleh dalam setiap jawaban adalah: nilai 0= dalam, sulit

    untuk terbangun. Nilai 1= terhitung tidur baik, tetapi sulit untuk

    terbangun. Nilai 2= terhitung tidur tidak baik, tapi mudah untuk

    terbangun. Nilai 3= tidur yang dangkal, mudah untuk

    terbangun.

    d. Masuk tidur. Subjek normal biasanya dapat jatuh tertidur dalam

    waktu 5-15 menit. Penderita insomnia biasanya lebih lama dari

    15 menit. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah:

    nilai 0= kurang dari 15 menit. Nilai 1= antara 15-30 menit.

    Nilai 2= antara 30-60 menit. Nilai 3= lebih dari 1 jam.

    e. Terbangun malam hari. Subjek normal dapat mempertahankna

    tidur sepanjang malam, kadang-kadng terbangu 1-2 kali. Tetapi

    penderita insomnia terbangun lebih dari 3 kali. Nilai yang

    diperoleh dalam setiap jawaban adalah: nilai 0= tidak

    terbangun sama sekali. Nilai 1= terbangun 1-2 kali. Nilai 2=

    terbangun 3-4 kali. Nilai 3= terbangun lebih dari 4 kali.

  • 34 METODE PENELITIAN

    f. Waktu untuk tidur kembali. Subjek normal mudah sekali untuk

    tidur kembali setelah terbangun dimalam hari biasanya kurang

    dari 5 menit mereka dapat tertidur kembali. Penderita insomnia

    memerlukan waktu yang panjang untuk tidur kembali. Nilai

    yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah: nilai 0= kurang

    dari 5 menit. Nilai 1= antara 6-15 menit. Nilai 2= antara 16-60

    menit. Nilai 3= lebih dari 60 menit.

    g. Terbangun dini hari. Subjek normal terbangun kapan Ia ingin

    bangun tetapi penderita insomnia biasanya bangun lebih cepat

    (missal 1-2 jam sebelum waktu untuk bangun). Nilai yang

    diperoleh dalam setiap jawaban adalah: nilai 0= sekitar waktu

    tidur anda. Nilai 1= bangun 30 menit lebih awal dan tidak

    dapat tidur lagi. Nilai 2= bangun 1 jam lebih awal dan tidak

    dapat tidur lagi. Nilai 3= bangun lebih dari 1 jam lebih awal

    dan tidak dapat tertidur lagi.

    h. Perasaan waktu bangun. Subjek normal merasa segar setelah

    tidur di malam hari. Akan tetapi penderita insomnia biasanya

    bangun dengan tidak segar atau lesu. Nilai yang diperoleh

    dalam setiap jawaban adalah: nilai 0= merasa segar. Nilai 1=

    tidak terlalu baik. Nilai 2= merasa lesu. Nilai 3= sangat buruk.

    Jumlah skor maksimum untuk pengukuran ini adalah 24. Skor total

    menunjukkan berat ringannya insomnia. Skor 0-6 = tidak

    insomnia, Skor 7-12 = insomnia ringan Skor 13-18= insomnia

    sedang, Skor 19-24= insomnia berat.

    3.5.2 Uji Instrumen

    Khusus untuk daftar pertanyaan (questionaire) penelitian, agar dapat

    menjadi instrumen penelitian yang valid dan reliabel sebagai alat

    pengumpul data, dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas.

    1. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

    Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan

    atau kesahihan sesuatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid

  • 35 METODE PENELITIAN

    apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat

    mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat . Uji

    validitas instrumen penelitian yang digunakan adalah Validitas

    Konstruk dengan memakai rumus korelasi product moment dari

    Pearson. Suatu pertanyaan dikatakan valid atau bermakna sebagai alat

    pengumpul data bila korelasi hasil hitung (r hitung) lebih besar dari

    angka kritik nilai korelasi (r-tabel). Taraf signifikansi yang dipilih

    adalah 5 %. Kegunaan validitas konstruk adalah mencari tahu apakah

    setiap pertanyaan yang tersusun mempunyai validitas yang tinggi.

    Sebuah pertanyaan dikatakan valid apabila mempunyai dukungan

    yang besar terhadap skor total (Arikunto, 2006).

    Pertanyaan dikatakan reliabel jika jawaban responden terhadap

    pertanyaan (kuesioner) adalah konsisten atau stabil dari waktu ke

    waktu. Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa sesuatu

    instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

    pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen

    yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data

    yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang benar dan sesuai

    kenyataan, maka berapa kalipun diambil tetap akan sama. Teknik

    yang dipakai untuk menguji kuesioner penelitian,adalah adalah teknik

    single test double trial, yaitu denga menguji coba instrumen kepada

    sekelompok responden. Pada kali lain instrumen tersebut diberikan

    kepada kelompok semula untuk dikerjakan lagi. Kemudian kedua

    hasil tersebut dikorelasikan (Arikunto, 2006).

    3.6 Teknik Pengumpulan Data

    Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dalam

    keranfka studi pendahuluan yaitu kajiannpustaka dan kajian empiris. Kajian

    pustaka diperoleh melalui studi kepustakaan, sedangakan kajian empiris

    diperoleh melalui wawancara, kuesioner dan observasi.

  • 36 METODE PENELITIAN

    1. Wawancara

    Dalam penelitian ini wawancara menggambarkan peran seorang peneliti

    mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh

    jawaban yang relevan dengan masalah penelitian. Alasan wawancara

    dalam penelitian ini adalah:

    a. Wawancara awal untuk mengetahui implementasi terapi relaksasi

    religius di Panti Sosial Tresna Werdha Kasian Dinsos Provinsi Jawa

    Timur Kabupaten Jember.

    b. Wawancara sebelum dan setelah perlakuan oleh peneliti untuk

    mengetahui perubahan pola tidur dan perilaku lansia

    c. Wawancara oleh peneliti terhadap lansia untuk mengetahui

    keberhasilan intervensi terapi relaksasi religius

    2. Penyebaran kuesioner

    Dalam penelitian ini penyebaran kuesiner dilakukan 2 tahap yaitu pada

    saat pre-test dan post-test.

    3. Observasi

    Menurut sugiono (2012) dalam Engel 2014 dikatakan bahwa observasi

    merupakan suatu proses pengamatan terhadap subjek penelitian dan

    dilakukan secara terstruktur. Dalam penelitian ini tahapa dan bentuk

    observasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

    a. Lembar observasi yang dilakukan oleh pegawai Panti Sosial Tresna

    Werdha Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember

    terhadap sarana, permasalahan dan penanganan insomnia pada lansia

    b. Lembar observasi yang dilakukan oleh peneliti selama proses

    intervensi berlangsung, mekanisme maupun proses perubahan pola

    tidur pada lansia

    c. Lembar observasi pencapaian keterlaksanaan terapi relaksasi religius

    d. Lembar analisis hasil oleh peneliti terhadap outwork tas.

  • 37 METODE PENELITIAN

    3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

    3.7.1 Pengolahan Data

    Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah melalui beberapa

    tahapan yaitu merekapitulasi hasil jawaban kuesioner yang diisi oleh

    responden kemudian dilakukan:

    1. Editing untuk memeriksa kelengkapan pengisian instrument

    penelitian data yang masuk.

    2. Coding untuk membedakan kelompok intervensi dan kelompok

    control sehingga memudahkan dalam pengolahan data dan analisis

    data.

    3. Entri Data merupakan kegiatan memproses data untuk keperluan

    analisa dengan paket program computer

    4. Cleaning data agar terbebas dari kesalahan sebelum dilakukan

    analisa data.

    3.7.2 Analisa Data

    Jenis data dalam dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data

    kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif menggunakan analisa non-

    statistik sedangkan kuantitatif menggunakan analisis statistic. Sebelum

    menganalisis data lebih lanjut terlebih dahulu dilakukan uji normalitas

    data dengan menggunakan uji kolmogorof-smirnov.

    1. Analisis Data Kuantitatif

    a. Analisis Univariat

    Analisa data yang bertujuan untuk menjelaskan atau

    mendeskripsikankarakteristik masing-masing variabel yang

    diteliti. Analisis ini dilakukan terhadap variabel confounding

    dan variabel dependen dalam penelitian ini, yaitu tentang

    karakteristik responden dan tingkat insomnia di Panti.

    Karakteristik responden dibagi dalam dua kelompok,

    yaitu kelompok intervensi dan kelompok control. Analisis data

    numeric terdiri dari usia dan lama sakit fisik, dilakukan dengan

    sentral tendensi guna mendapatkan nilai mean, standar deviasi,

  • 38 METODE PENELITIAN

    nilai minimum dan maksimum serta Confident Interval (CI

    95%). Variabel jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan status

    perkawinan merupakan data kategorik yang dianalisis dengan

    distribusi frekuensi untuk menghitung frekuensi dan persentase

    variabel. Analisis univariat juga dilakukan untuk mengetahui

    tingkat insomnia pada lansia. Analisisnya juga menggunakan

    sentral tendensi guna mendapatkan nilai, mean, standar deviasi,

    nilai minimum dan maksimum serta Confident Interval (CI

    95%) dari variabel tersebut

    b. Analisis Bivariat

    Analisis untuk menguji hubungan yang signifikan

    antara dua variabel, atau bisa juga untuk mengetahui apakah

    ada perbedaan yang signifikan antara dua atau lebih kelompok.

    Analisis bivariate dilakukan untuk membuktikan hipotesis

    penelitian yaitu pengaruh terapi relaksasi religius terhadap

    perubahan tingkat insomnia pada lansia serta menganalisis

    terhadap perbedaan tingkat insomnia sebelum dan sesudah

    dilakukan intervensi.

    Sebelum analisis bivariate dilaksanakan, maka

    dilakukan terlebih dahulu uji kesetaraan untuk mengidentifikasi

    varian variabel antara kelompok intervensi dengan kelompok

    control. Uji kesetaraan dilakukan untuk mengidentifikasi

    kesetaraan karakteristik pasien dan tingkat insomnia antara

    kelompok intervensi dan kelompok control. Kesetaraan

    variabel confounding yaitu karakteristik responden meliputi,

    variabel lama sakit fisik antara kelompok intervensi dengan

    kelompok control diukur dengan menggunakan uji Independent

    Sample t Test. Kesetaraan karakteristik jenis kelamin,

    pekerjaan, pendidikan dan status perkawinan di kedua

    kelompok ini diukur dengan menggunakan uji Chi-Square.

    Selanjutnya analisis perbedaan tingkat depresi pada kelompok

  • 39 METODE PENELITIAN

    intervensi dan kelompok control sebelum dan sesudah

    intervensi dianalisis menggunakan uji t-Test Dependent.

    Kesetaraan kedua kelompok terhadap tingkat insomnia sebelum

    diberikan terapi relaksasi religius diuji dengan Independent

    Sample t Test.

    Analisis hubungan variabel karakteristik responden

    dengan variabel dependen, yaitu karakteristik jenis kelamin,

    pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, dan lama sakit fisik.

    Hubungan karakteristik responden tersebut terhadap tingkat

    insomnia setelah dilakukan pemberian atau intervensi terapi

    relaksasi religius dianalisis menggunakan uji t-Test Dependent

    untuk variabel jenis kelamin, pekerjaan dan status perkawinan

    variabel pendidikan dianalisis dengan uji Anova dan untuk

    variabel lama sakit di uji dengan uji Korelasi.

    2. Analisis Data Kualitatif

    Teknik yang digunakan dalam menganalisis kelayakan

    terapi relaksasi religius dalam penelitian ini adalah dengan

    menggunakan analisis non-statistik sebagai berikut:

    a. Uji Rasional Produk

    Dilakukan untuk mengidentifikasi masukan-masukan

    konseptual dari pakar teori terapi relaksasi religius untuk

    mendapatkan rumusan isi, teoritis, efisiensi, kemungkinan

    implementasi dan kemenarikan produk yang memiliki

    kelayakan yang memadai.

    b. Uji Kepraktisan Produk

    Dilakukan oleh para praktisi di lapangan dalam hal ini perawat

    yang brtujuan untuk melihat berbagai dimensi yang

    seyogyanya dipertimbangkan dalam pengembangan dan

    penerapan teori relaksasi religius, sehingga kelayakan

    operasionalnya dapat dipertanggungjawabkan.

  • 40 METODE PENELITIAN

    c. Uji Coba Terbatas

    Dilakukan untuk mendapatkan masukan kritis dari praktisi

    lapangan yang melaksanakan perlakuan dalam layanan terapi

    relaksasi religius.

    3.8 Keabsahan Data (Trustworthiness of Data)

    Data penelitian ini berupa kualitatif dan kuantitait. Dalam

    menghasilkan data kualitatif telah dilakukan uji validitas dan reabilitas.

    Sedangkan dalam penelitian kualitatif data dikatakan abash bila penelitian

    tersebut mampu menampilkan pengalaman partisipan yang teliti dan akurat.

    Kriteria keabsahan data ada empat macam yaitu credibility, dependability,

    confirmability and transferability (Maleong L.J, 2008).

    1. Credibility

    Kriteria ini digunakan untuk membuktikan data yang berhasil

    dikumpulkan.

    2. Dependability

    Kriteria ini digunakan untuk menunjukkan seberapa tingkat ketepatan

    atau dapat diterapkannya suatu hasil penelitian dalam populasi dimana

    sampel diambil.

    3. Confirmability

    Kriteria ini digunakan untuk menghindari kesalahan dalam pengumpulan

    dan menginterpretasikan data sehingga data yang diperoleh dapat

    dipertanggungjawabkan.

    4. Transferability

    Kriteria ini digunakan agar dapat menilai hasil dari penelitian untuk

    menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara pengecekan data

    serta interpretasi hasil yang dikaitkan dengan teori yang ada.

    3.9 Etika Penelitian

    Penelitian dalam keperawatan pada umumnya melibatkan manusia

    sebagai subjek penelitian, dengan begitu dimungkinkan bahwa penelitian ini

  • 41 METODE PENELITIAN

    mempunyai resiko ketidaknyamanan pada subjek penelitian. Oleh karena itu

    pertimbangan etik dalam penelitian menjadi perhatian peneliti. Peneliti

    meyakinkan bahwa responden terlindungi dengan memenuhi prinsip etik.

    Untuk itu peneliti meminta persetujuan keikutsertaan pada subjek penelitian

    sebelum penelitian dilakukan melalui informed concent (persetuan

    responden).

    Peneliti telah berusaha mencegah permasalahan dalam penelitian ini

    dengan menerapkan prinsip-prinsip etik dalam penelitian. Secara umum

    menurut Polit & Beck (2006) dalam Dharma (2011) terdapat empat prinsip

    utama dalam etik penelitian keperawatan yaitu:

    1. Respect for human dignity

    2. Respect for privacy and confidentiality

    3. Respect for justice inclusiveness

    4. Balancing harm and benefit

  • Usulan Penelitian Untuk tesis

    42

    DAFTAR PUSTAKA

    A. van Straten, J. E. (2014). Guided Internet-delivered cognitive behavioural

    treatment for insomnia: a randomized trial. Psychological Medicine 44.

    Cambridge University Press 2013, 1521-1532.

    Amir, N. (2007). Gangguan Tidur Pada Lansia. Jakarta: FKUI.

    Anggrasari, A. P. (2013). Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap

    Pemenuhan Kebutuhan Tidur Pada Lansia di panti Wredha Hargo Dedali

    Surabaya. Jurnal Kesehatan "Samodra Ilmu" Vol.04 No.02, 73-83.

    Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

    Rineka Cipta.

    Benson. (2000). Dasar-dasar Respon Relaksasi: Bagaimana Menggabungkan

    Respon Relaksasi dengan Keyakinan Pribadi Anda (terjemahan).

    Bandung: Mizan.

    Coates, T. J. (2001). Mengatasi Gangguan Tidur Tanpa Obat (Terjemahan).

    Bandung: Pioner Jaya.

    Dahl, E. K. (2011). Insomnia in elderly cancer survivorsa population-based

    controlled study of associations with lifestyle, morbidity,and psychosocial

    factors. Results from the Health Survey of North-Trndelag County

    (HUNT-2). Support Care Cancer (2011) 19:, 1319-1326.

    Darmawanti, I. (2012). Hubungan Antara Tingkat Religiusitas dengan

    Kemampuan dalam Mengatasi Stress. Jurnal Psikologi: teori dan

    Terapan, Vol.2 No.2 Februari, 24-29.

    Dharma, K. (2011). Metodologi Penelitian keperawatan: Panduan Melaksanakan

    dan Menerapkan hasil Penelitian. Jakarta: trans Info Media.

    Engel, J. D. (2014). Pengembangan Model Logo Konseling Yang Efektif Untuk

    Memperbaiki Harga Diri Spiritual Yang Rendah Perempuan Korban

    Perdagangan. Bandung: repository. UPI.edu.

    Ghaddafi, M. (2006). Tatalaksana Insomnia Dengan Farmakologi Atau Non

    Farmakologi. Bali: Bagian SMF Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran

    Universitas Udayana.

  • 43 DAFTAR PUSTAKA

    Gudawati, L. (2011). Perbedaan Tingkat Insomnia lansia Sebelum dan Sesudah

    Senam Yoga di Posyandu Lansia Desa Blulukan Kecamatan Colomadu

    Kabupaten Karanganyar. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

    Muhammadiyah Surakarta.

    Heli Jarnefelt, R. L. (2012). Cognitive Behavior Therapy for Chronic Insomnia in

    Occupational Health Services. J Occup Rehabil 22, 511-521.

    Hidayat, A. A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan teknis Analisa Data.

    Jakarta: Salemba Medika.

    Iwan. (2009). Skala Insomnia (KSPJB Insomnia Rating Scale). Retrieved

    Desember 3, 2013, from http://www.sleepnet.com

    Joewana, s. (2005). Psikopatologi Insomnia. Majalah Dunia Kedokteran, PT

    Temprint Jakarta.

    Khusnah, R. R. (2008). Analisis Korelasi Tingkat Depresi Dengan Insomnia Pada

    Lansia Di Irna III Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Kepanjen.

    Malang: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

    Kunjoro. (2002). Masalah Kesehatan Jiwa Lansia: Kategiri Lanjut Usia.

    Retrieved Desember 3, 2013, from http://www.e-psikologi.com

    Kurnia, A. D. (2009). Aromaterapi Bunga Lavender Memperbaiki Kualitas Tidur

    pada Lansia . JUrnal Kedokteran Brawijaya, Vol XXV, No2, Agustus, 83-

    86.

    Machfoedz, I. (2005). Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan

    dan Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.

    Maimunah, A. (2011). Pengaruh Pelatiha Relaksasi dengan Dzikir Untuk

    Mengatasi Kecemasan Ibu hamil pertama. Psikoislamika. Jurnal Psikologi

    Islam. Vol.8 No.1 , 1-22.

    Maleong L.J. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda

    karya.

    Mardiyono. (2009). Islamic Relaxation Outcomes: A Literature Review. The

    Malaysian Journal of Nursing, Vol. 1 no.1, 25-30.

    Mardiyono, e. a. (2007). Pengaruh terapi dzikir terhadap penurunan kecemasan

    pasien bedah mayor [ Effects of zikr therapy in reducing preoperative

  • 44 DAFTAR PUSTAKA

    anxiety for patients undergoing major surgery]. General of Soedirman

    University.

    Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.

    Polit and Hungler. (1999). Nursing Research: Principle and Methods ed.6.

    Philadhelphia: Lippincot Williams and Wilkins.

    Potter dan Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Vol.1. Jakarta:

    EGC.

    Purwanto, S. (2007). Pengaruh Latihan Relaksasi Religius Untuk Mengurangi

    Gangguan Insomnia. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas

    Muhammadiyah Surakarta.

    Radityo, W. E. (2009). Depresi dan Gangguan Tidur. Bali: Fakultas Kedokteran

    Universitas Udayana.

    Rafknowledge. (2004). Insomnia dan Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta: PT. Elex

    Media Komputindo.

    Raihan, A. (2007). Pengaruh Latihan Pasrah Diri Terhadap Kadar CRP pad

    Pasien DM dengan Hipertensi, Dislipidemia dan Gejala Depresi.

    http://aburaihan74.wordpress.com/2009/02/20/laporan-penelitian-dzikir.

    Rohim, M. S. (2000). Mengatasi Kegoncangan Jiwa Perspektif Al-Qur'an dan

    Sains. Bandung: PT remaja Rosdakarya.

    Santoso, A. W. (2013). Studi Pengembangan terapi Musik Islami Sebagai

    Relaksasi Untuk Lansia. Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam

    Vol.3.No.1, 62-75.

    Sarah Ibrahim, S. S. (2013). Preferences for behavioral therapies for chronic

    insomnia. Health 5 , 1784-1790.

    Sastroasmoro dan Ismael . (2008). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis

    Ed.3. Jakarta: CV. Sagung Seto.

    Siswanto. (2012).