tugas resume buku ilmu pendidikan islam
TRANSCRIPT
OLEH : AHD. GOZALI
BP : S1.11.158
SEMT : IV B
DOSEN PEMBIMBING: Salman Al Farisyi, M.A
[2]
TUGAS RESUME BUKU ILMU PENDIDIKAN ISLAM
1 Judul Buku : Ilmu Pendidikan Islam
2 Tahun Terbit : Desember 2011
3 Penulis : Soleha dan Rada
4 Editor Subardi dan Yusra Jamali
5 Desain Sampul : Tim Alfabeta
6 Penerbit : Alfabeta
7 Alamat Penerbit : Bandung
8 Jumlah Halaman : 142 halaman, 6 bab
9 Cetakan : Ke-1
RUANG LINGKUP PEMBAHASAN
Buku ini terbit dengan tebal buku 142 halaman dan terdiri dari 6 bab yang masing-
masing bab saling terkait sehingga menjadikan buku ini mudah dipelajari. Bab-bab
yang terdapat dalam buku “Ilmu Pendidikan Islam” ini yaitu:
BAB I : PERKEMBANGAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM
1. Pendahuluan
2. Perkembangan Ilmu Pendidikan Islam
3. Pengertian dan Batasan Ilmu Pendidikan Islam
4. Tujuan Mempelajari Ilmu Pendidikan Islam
5. Urgensi Ilmu Pendidikan Islam
6. Fungsi Ilmu Pendidikan Islam
BAB II : KONSEP DASAR PENDIDIKAN ISLAM
1. Pendahuluan
2. Pengertian Pendidikan Islam
3. Sumber dan Dasar pendidikan Islam
4. Tujuan Pendidikan islam
5. Fungsi Pendidikan Islam
6. Tanggung Jawab dan Lingkungan Pendidikan Islam
BAB III : GURU DAN SERTIFIKASI
1. Pendahuluan
2. Guru dalam Pandangan Pendidikan Islam
3. Kompetensi Guru dalam Proses Belajar Mengajar
[3]
4. Membangun Guru yang Profesionalisme
5. Sertifikasi Guru dalam mewujudkan Profesionalisme
BAB IV : KURIKULUM ILMU PENDIDIKAN ISLAM
1. Pendahuluan
2. Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam
3. Prinsip Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
4. Karakteristik 2urikulum Pendidikan Islam
5. Reorientasi Kurikulum Pendidikan Islam
6. Kurikulum Berbasis Kompetensi
BAB V : METODE PEMBELAJARAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM
1. Pendahuluan
2. Pengertian Metode Pmbelajaran
3. Manfaat Metode Pembelajaran
4. Metode-metode Pembelajaran
5. Metode Pembelajaran Tuntas
BAB VI : EVALUASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM
1. Pengertian Evaluasi
2. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Islam
3. Prinsip-prinsip Evaluasi
4. Sasaran Evaluasi
5. Jenis-jenis Evaluasi
6. Prosedur Evaluasi
7. Syarat-syarat Evaluasi
[4]
BAB I
PERKEMBANGAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM
A. Pendahuluan. (Hal.1)
Perkembangan pendidikan dewasa ini mengalami krisis, disebabkan ada
dua orientasi yang berbeda yakni pendidikan umum dan pendidikan Islam. Namun
dalam Islam universal dan tidak mengenal dikonomi ilmu pengetahuan.
Dalam situasi kritis para ilmuwan Islam terus mencari solusi dari
problematika pendidikan. Salah satu usahanya ialah lahirnya Konsep pendidikan
Pendidikan Islam yang mandiri, dengan harapan mampu melahirkan konsep yang
ideal dan realistic serta dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan tuntutan zaman
dalam dunia pendidikan Islam.
B. Perkembangan Ilmu Pendidikan Islam. (Hal.2-5)
Sebenarnya sejak adanya Fakultas Tarbiyah IAIN Pendidikan Islam
sudah dijadikan salah satu bahan kajian, namun pengembangan serius terhadap
Ilmu Pendidikan Islam baru dijadikan Mata Kuliah dalam kurikulum Fakultas
Tarbiyah Jurusan Pendidik sejak Bulan Oktober 1993 setelah diadakan
Musyawarah Nasional Ilmu Pendidikan Islam di Ciawi Bogor dmulaiian Agama
Islam. Kemudian pada Tahun 1995 munculah Jurusan Kependidikan Islam (KI)
lengkap dengan silabusnya.
Menurut Ahmad Tafsir pengembangan Ilmu Pendidikan Islam mulai
serius dikembangan sejak Oktober 1993, bahkan sepanjang tahun 1994 – 1996
banyak sekali dilakukan seminar nasional yang membicarakan Ilmu Pendidikan
Islam. Hasilnya dapat tersusun sebuak buku yang diproduk oleh Asosiasi Sarjana
Pendidikan Islam (ASPI) yang membicarakan landasan filosofis, paradigm,
metodologi, model penelitian dan peta penelitian. Kesemuanya itu digunakan
dalam pengembangan Ilmu Pendidikan Islam. (Priatna 2004:39).
Perkembangan Ilmu Pendidikan Islam Menurut Nung Muhajir adalah
filsafat yang digunakan haruslah filsafat yang mengakui secara ekplisit kebenaran
etik yang diwujudkan berupa nilai. Karena filsafat seperti ini memuat idalisme,
realism, khususnya realism metafisik (Tafsir 1994:23). Disamping itu perlu ada
paradigm yang dapat digunakan dengan cara mengambil teori yang ada lantas
dikonultasikan kepada wahyu Tuhan , atau diistilahkan dengan “Induksi
konsultasi” (Tafsir 1994:24-25).
Cara Islamisasi Ilmu Pendidikan Barat dengan menggunakan realism-
metafisik dan paradigm induksi konsultasi dengan memilih tiga cara yaitu :
1. Merevisi teori yang sudah ada.
[5]
2. Mengganti teori lama yang dianggap tidak lagi sesuai dengan kondisi
sekarang dengan teori baru.
3. Membuat teori baru.
Ada dua cara pengembangan Ilmu pendidikan Islam yakni :
1. Cara deduksi,
2. Cara induksi-konsultasi.
C. Pengertian dan Batasan Ilmu Pendidikan Islam. (Hal.5-7)
Ilmu pendidikan Islam merupakan Ilmu Pengetahuan praktis; Ilmu
Pengetahuan rohani. Batasan Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu yang mengkaji
pandangan Islam tentang pendidikan dengan menafsirkan nilai-nilai yang
terkandung dalam ajaran Islam dan mengkomunikasikan secara timbale balik
dengan fenomena sosialdalam situasi pendidikan kontemporer.
D. Tujuan Mempelajari Ilmu Pendidikan Islam (Hal.7)
Tujuan mempelajari Ilmu Pendidikan Islam antara lain :
1. Untuk mengetahui problema-problema dan isu-isu baru komponen
2. Untuk merekontruksi Sistem Pendidikan Islam dengan paradigm
baru yang sesuai dengan ajaran Islam.
3. Untuk merefleksikan pertautan nilai-nilai transcendental Ilahi
dengan realitas kependidikan.
4. Untuk mencerahkan situasi Ilmu Pendidikan Islam
E. Urgensi Ilmu Pendidikan Islam (Hal.8)
Urgensi Ilmu Pendidikan Islam antara lain :
1. Sebagai usaha untuk membentuk pribadi manusia.
2. Merupakan proses ikhtiar secara paedagogis untuk mengembangkan
hiduo anak didik ke arah kedewasaan/ kematangan.
3. Mempunyai arti fungsional dan actual dalam diri manusia untuk
tercapainya tujuan hidup bahagia dunia dan akherat.
F. Fungsi Ilmu Pendidikan Islam (Hal.9)
Ilmu Pendidikan Islam mempunyai fungsi, yaitu :
1. Ingin melakukan pembuktian terhadap teori-teori kependidikan
Islam agar menjadi kenyataan.
2. Memberikan informasi tentang pelaksanaan pendidikan dalam
segala aspeknya bagi pengembangan Ilmu Pendidikan Islam.
3. Menjadi pengoreksi kekurangan teori-teori ilmu Pendidikan Islam
[6]
BAB II
KONSEP DASAR PENDIDIKAN ISLAM
A. Pendahuluan. (Hal.11-15)
Islam sebagai agama menempatkan pendidikan dalam posisi yang
sangat vital. Pernyataan ini didukung dengan lima ayat pertama yang diwahyukan
Allah SWT dalam Surat Al „laq. Hal ini diakui Malik Fajar bahwa hubungan Islam
dengan pendidikan bagaikan dua keping mata sisi uang artinya, Islam dan
pendidikan mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar, baik secara
ontologism, efistimonologi maupun aksiologi (Fajar 1999:27).
Islam menganjurkan dan mendorong mencari ilmu bahkan dikatakan
bahwa semua hasil ilmu pengetahuan modern telah ada dalam al-Qur‟an. Untuk
membekali ilmu bagi umat Islam yang efekif melalui pendidikan, baik formal
maupun non formal (Isna 2001:64).
Kursyid Ahmad, dan Fazlur Rahman berpendapat bahwa pembaharuan
dalam bentuk apapun harus melalui pendidikan. Kita tidak bisa mencapai suatu cita-
cita nasional kecuali dengan pendidikan (Abidin 1991:17), hanya saja , pendidikan
harus mampu mendorong terciptanya daya pikir, sehingga melahirkan manusia yang
dinamis. Karena itu, umat Islam pada masa Klasik patut dijadikan motivasi untuk
memberikan arah di bidang pendidikan masa sekarang dan yang akan datang karena
pendidikan di masa tersebut mampu memberikan dorongan terwujudnya masa
keemasan Islam (Sawito 1995:7).
Berdasarkan rujukan dari aspek tersebut, maka konsep tentang
pendidikan dapat disusun dengan hakikat pendidikan menurut ajaran Islam. Sebab
keduanya tak mungkin dapat dipisahkan. Untuk menggambarkan hal itu, berikut
dijelaskan diskursus pendidikan Islam.
B. Pengertian Pendidikan Islam. (Hal.15-24)
Ada tiga istilah yang umn.um yang digunakan dalam Pendidikan Islam
yakni, al-t’lim, al-tarbiyah dan al-ta’dib. Ketiga makna tersebut mempunyai
pengertian tersendiri dalam pendidik.
Terma al-tarbiyah, sangat luas cakupannya meliputi semua aspek
pendidikan, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, baik dari aspek jasmani
maupun rohani, secara harmonis dan integral. Sehingga esesnsi tarbiyah
mengandung makna yaitu proses aktualisasi sesuatu yang dilakukan secara bertahap
dan terencana sampai pada batas kesempurnaan (kedewasaan).
[7]
Terma ta‟lim digunakan oleh Abdul Fatah Jalal menjelaskan bahwa
ta‟lim secara implicit juga menanamkan aspek afektif, karena pengetian ta‟lim
sangat ditekankan pada prilaku yang baik (Nizar 2001:86).
Ibnu Mansur dalam bukunya Lisan al „arab Juz 9, mengemukakan
bahwa ta‟lim adalah pengajaran yang bersifat pemberian, penyampaian, pengertian,
pengetahuan serta keterampilan. Penunjukan kata ta‟lim pendidikan sesuai dengan
Firman Allah QS. Albaqoroh: 31.
Selanjutnya tokoh yang memakai istilah ta‟dib adalah Syeh Naquib a-
Attas dengan memeberikan rujukan mengenai konsep pendidikan dengan memakai
istilah ta‟dib yang berarti secara bahasa merupakan bentuk masdar dari kata addaba
yang berarti member adab, mendidik (Yunus 1972:37).
Terlepas dari batasan makna yang tepat dari ketiga istilah diatas, maka
dapat ditarik benang merah bahwa tabiyah merupakan upaya sadar akan
pemeliharaan, pengembangan seluruh potensi diri manusia, secara fitrahna dan
perlindungan menyeluruh terhadap hak-hak kemanusiannya.
Sementara kata ta’lim mengesankan proses pemberian ilmu
pengetahuan dan penyadaran fitrah serta tugas-tugas nyata. Sedangkan ta’dib
mengesankan proses pembinaan kepribadian dan sikap moral (afektif) dan etika
dalam kehidupan (Djuwaeli 1998:4).
Penggunaan istilah tarbiyah mewakili untuk memaknai Pendidikan
Islam. Hal ini karena muatan maknanya lebih luas yang meliputi aspek jasmani,
akal, daya kreasi dan social kemasyarakatan manusia aspek yang tidak bisa
dipisahkan dalam proses pendidikan islam (Aziz dan Majid tt: 59.
Secara terminology para pakar telah mendefinisikan Pendidikan Islam
berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang mereka. Namun dapat disimpulkan
bahwa Pendidikan Islam adalah suatu proses yang sangat konfrehensif, disusun
secara sistimatis, terencana dalam upaya mengembangkan potensi yang ada pada
diri anak didik secara optimal, untuk menjlankan tugas ilahiyah yang didasarkan
dengan bingkaian ajaran Islam pada semua aspek kehidupan.
C. Sumber dan Dasar pendidikan Islam. (Hal.24-38)
Kata Dasar dalam Bahasa (Arab; Asas, Inggris; foundation, Perancis,
Latin; fundamentum). Secara etimologi berarti; alas, fundamen, pokok atau pangkal
sesuatu pendapat, ajaran, aturan. (Tim Penyusun Kamus Pusat Pendidikan dan
Pengembangan Bahasa Depdikbud, 1991:211).
Secara terminology dasar mengandung arti sebagai sumber adanya
sesuatu dan proposisi paling umum dan makna yang paling luas yang dijadikan
sumber ilmu pengetahuan, ajaran, atau hukum. (Aly 1999:19-30)
[8]
Sumber Pendidikan Islam ada dua: pertama, sumber Ilahi yang meliputi
al-Qur‟an, Hadits, dan alam semesta sebagai ayat kauniyah yang perlu ditafsirkan
kembali. Kedua, sumber insaniyah yaitu lewat proses ijtihad manusia dari fenomena
yang muncul dari kajian terhadap sumber Ilahi yang masih bersifat global. (Nizar
2001:95). Hasan Langulung menambahkan yang ketiga yaitu Ijtihad.
Dalam meletakan Ijtihad sebagai sumber dasar Pendidikan Islam, ada
dua pendapat: pertama, tidak menjadikannya sebagai sumber dasar Pendidikan
Islam. Kedua, meletakkan ijtihad sebagai sumber dasar Pendidikan Islam.
D. Tujuan Pendidikan Islam. (Hal. 39-45)
Tujuan pendidikan Islam tidak lepas kaitannya dengan eksistensi hidup
manusia sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi ini. Menurut Abdurrahman an-
Nawawi ada empat tujuan umumnya yaitu :
1. Pendidikan Akal dan persiapan pikiran.
2. Menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat asal pada anak
didik.
3. Menaruh perhatian pada kekuatan dan potensi generasi muda dan
mendidik mereka sebaik-baiknya.
4. Berusaha untuk menyeimbangkan segala kekuatan dan kesedian-
kesediaan manusia (Asyaf 1986:418-419).
Tujuan Pendidikan Islam menurut hasil keputusan kongres pendidikan
Islam sedunia tahun 1980 di Islamabad yaitu upaya untuk menumbuhkan
kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang, melalui latihan jiwa,
intelek, diri manusia yang rasional, perasaan dan indra.
Oleh karena itu, tujuan pendidikan Islam mempunyai cakupan yang
sangat luas baik secara material maupun sacara spiritual. Pendidikan Islam tidak
hanya melihat bahwa pendidikan sebagai upaya mencerdaskan semata (Pendidikan
Intelek, kecerdasan), melainkan sejalan dengan konsep Islam tentang manusia dan
hakikat eksistensinya. Bahkan pendidikan Islam berupaya menumbuhkan
pemahaman dan kesadaran bahwa manusia itu sama di depan Allah. Perbedaannya
adalah kadar ketaqwaannya, sebagai bentuk perbedaan secara kualitatif (Karim
1991 :32).
E. Fungsi Pendidikan Islam. (Hal.45-49)
Fungsi Pendidikan Islam menurut Khursid Ahmad sebagaimana dikutif
Ramayulis (1990:19-20) dengan membagi kepada dua fungsi pendidikan Islam
yakni :
1. Alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkat-
tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan social serta ide-ide
masyarakat dan negara.
[9]
2. Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi dan perkembangan yang
secara garis besarnya mencakaup ilmu pengetahuan serta
keterampilan yang baru ditemukan dan melatih tenaga-tenaga
manusia yang produktif untuk menemukan perubahan social dan
kemampuan ekonomi secara seimbang.
Dengan demikian fungsi pendidikan Islam dapat mengembangkan dan
mengarahkan manusia agar mampu mengembangkan amanah dari Allah, yakni
menjalankan tugas-tugas hidupnya di muka bumi ini, baik sebagai hamba Allah
yang harus tunduk dan taat terhadap segala aturan maupun sebagai khalifah Allah di
muka bumi ini. Yang menyangkut tugas kholifah terhadap diri sendiri, rumah
tangga, masyarakat serta alam sekitarnya (Muhaimin 2002:24).
Pendidikan Islam bukan sekedar transfer of knowledge ataupun transfer
of training, tetapi sebuah system yang ditata diatas pondasi keimanan dan
keshalihan yang terkait langsung dengan tuhannya (Ahmadi 1987:10). Dalam hal
ini, lembaga pendidikan Islam dituntut profesionalisme untuk mampu mentrsfer
sejumlah keterampilan dengan warna dan nilai religious yang bermutu dan
disesuaikan dengan kebutuhan lapangan kerja yang ada, sehingga diharapkan
output-nya memiliki keterampilan yang dapat diandalkan dan direalisasikan secara
nyata.
F. Tanggung Jawab dan Lingkungan Pendidikan Islam. (Hal.49-60)
Tanggung Jawab pendidikan Islam agar berkembang harus diserahkan
kepada keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga institusi ini harus mampu
melaksanakan peran dan fungsinya sebagai srana yang memberikan motivasi,
fasilitas, educative, wahana pengembangan yang ada pada diri peserta didik dan
mengarahkan untuk mampu bernilai efektif dan efisien sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan zamannya, serta memberikan bimbingan dan
perhatian yang serius terhadap kebutuhan moral-spiritual peserta didiknya.
Bimbingan tersebut meliputi pengembangan potensi peserta didik,
tranformasi ilmu pengetahuan dan kecakapan lainnya, dan membangkitkan motif-
motif yang ada seoptimal mungkin (Nawawi 1989:8). Disamping itu Syahminan
Zaini (1996:136) menambahkan dari ketiga komponen itu yakni tanggung jawab
terhadap diri sendiri.
BAB III
GURU DAN SERTIFIKASI
A. Pendahuluan. (Hal.61-63)
Guru adalah actor utama dalam praksis pendidikan. Guru adalah salah
satu komponen dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam usaha
[10]
pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan.
Kenyataan yang terjadi dalam dunia pendidikan adalah rendahnya kualitas dan
kualifikasi guru dalam proses belajar mengajar, hal ini terjadi pada pendidikan dasar
hingga pendidikan tinggi. Dalam menghadapi persaingan globalisasi, guru dituntut
bersaing dengan pekerja professional lainnya.
Problematika yang dihadapi pendidikan Islam saat ini adalah masih
banyaknya para guru yang mengajar di sekolah-sekolah tidak berdasarkan pada
kualifikasi dan kompetensi dasar, atau bidang keahlian pada mata pelajaran yang
diajarkan, karena dalam proses pembelajaran mereka hanya menekankan pada
materi pelajaran sementara teknik dan metode mengajar cenderung diabaikan,
sehingga akhirnya kegiatan belajar mengajar menjadi vakum dan monoton sehingga
guru kehabisan bahan materi pelajaran dan siswa tidak memiliki kemampuan atau
keterampilan yang sangat diharapkan.
B. Guru dalam Pandangan Pendidikan Islam. (Hal.63-65)
Guru dalam leteratu kependidikan Islam biasa disebut sebagai ustadz,
mu’alim, murabby, mursyid, mudarris dan mu’addib (Muhaimin 2003:209). Dari
hasil telaahan terhadap istilah-istilah dan makna guru ditemukan bahwa guru adalah
orang yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Mempunyai komitmen terhadap profeisonalitas, yakni melekat pada
dirinya sikap dedikatif.
2. Mempunyai komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta
sikap continuous improvement.
3. Mengusai ilmu dan mampu mengembangkan serta menjelaskan
fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan
prktisnya, atau sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan,
internalisasi serta amaliah (implementasi).
4. Mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi,
serta mampu mengatur, memelihara hasil kreasinya untuk tidak
menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat, alam
sekitarnya.
5. Mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri, atau menjadi
pusat panutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya.
6. Memiliki kepekaan intelektual dan informasi, serta memperbaharui
pengetahuan dan keahlian secara berkelanjutan, dan berusaha
mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan serta
melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat kemampuannya.
7. Mampu bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang
berkualitas di masa depan.
C. Kompetensi Guru dalam Proses Belajar Mengajar. (Hal.65-72)
Tugas pokok seorang guru adalah mengajar dan mendidik. Mengajar
mengacu pada pemberian pengetahuan dan melatih keterampilan dalam melakukan
[11]
sesuatu sedangkan mendidik mengacu pada upaya membina kepribadian dan
karakter anak didik dengan nilai-nilai tertentu, sehingga nilai-nilai tersebut
mewarnai kehidupannya dalam bentuk prilaku dan pola hidup sebagai manusia yang
berakhlak, tindakan dan fungsi seorang guru yang harus dilakukan sebagai berikut :
1. Sebelum Guru mengajar
a) Mempersiapkan bahan yang mau diajarkan
b) Mempersiapkan alat-alat peraga/ praktikum yang akan
digunakan
c) Mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk merangsang
siswa aktif belajar
d) Mempelajari keteladanan siswa, mengetahi kelemahan dan
kelebihan siswa
e) Mempelajari pengetahuan awal siswa
f) Selama Proses Pembelajaran
1) Mengajak siswa aktif belajar
2) Siswa dibiarkan bertanya
3) Menggunakan metode ilmiah dalam proses penemuan
4) Mengikuti pikiran dan gagasan siswa
5) Menggunakan variasi metode pembelajaran
6) Mengadakan praktikum terpimpin maupun bebas
1. Sesudah Proses Pembelajaran
a) Guru memberikan PR dan mengumpulkan serta
mengoreksinya.
b) Memberikan tugas lain untuk pendalaman
c) Tes yang membuat siswa berpikir, bukan hapalan
d) Sikap yang Perlu dipunyai Guru
1) Siswa dianggap bukan tabula rasa, tetapi subyek yang
sudah tahu sesuatu
2) Model kelas, siswa aktif, guru menyertai
3) Bila ditanyasiswa yang tidak bisa menjawab tidak usah
marah dan mencerca
4) Menyediakan ruang tanya jawab dan diskusi
5) Guru dan siswa aling belajar
6) Yang penting bukan bahan selesai, tetapi siswa belajar
untuk beajar sendiri
7) Memberikan ruang siswa untuk boleh bersalah
8) Hubungan guru-siswa dialogis
9) Pengetahuan yang luas dan mendalam
10) Mengerti kontek bahan yang mau diajarkan
(Suparno 2004:34-35)
[12]
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka fungsi guru mengalami
perubahan dan pengembangan. Guru dapat berfungsi sebagai motivator,
dinamisator, evaluator dan justifikator yang menilai dan memberi catatan ,
tambahan, pembenaran dan sebagainya terhadap hasil temuan siswa.
D. Membangun Guru yang Profesionalisme. (Hal.72-78)
Guru adalah pekerjaan professional. Oleh karena itu guru sebagai
pelaku utama pendidikan merupakan pendidik profesional (Sukamadinata
1997:191). Wolmer dan Mills mengemukakan bahwa pekerjaan yang dikatakan
profesionalisme sebagai berikut :
1. Memiliki kualitas ilmu yang mendalam yang mencakup pada
pengetahuan umum yang luas.
2. Memiliki keakhlian khusus yang mendalam disamping memperoleh
dukungan masyarakat dan pengesahan serta perlindungan hukum.
Ciri khusus untuk profesi seorang guru dalam garis besarnya ada tiga
yaitu :
1. Seorang guru yang professional harus menguasai bidang ilmu
pengetahuan yang diajarkannya dengan baik.
2. Seorang guru yang professional harus memiliki kemampuan
menyampaikannya atau mengajarkan ilmu yang dimiliki kepada
murid-muridnya secara efektif dan efisien.
3. Seorang guru yang professional harus berpegang teguh pada kode
etik professional. Kode etik ini lebih ditekankan pada perlunya
memilki akhlaknya yang mulia.
Profesionalisme guru dibangun melalui penguasaan kompetensi-
kompetensi yang secara nyata diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaannya
sebagai guru.”Kompetensi-kompetensi penting jabatan guru tersebut adalah
kompetensi bidang subtansi atau bidang studi, kompetensi bidang pembelajaran,
kompetensi bidang pendidikan nilai dan bimbingan serta kompetensi bidang
hubungan dan pelayanan/pengabdian masyarakat. Pengembangan profesionalisme
guru meliputi Peningkatan kompetensi, peningkatan kinerja (performance) dan
kesejahteraannya. Guru sebagai pofesional dituntuk untuk senantiasa meningkatkan
kemampuan wawasan dan kreativitasnya masing-masing yang saling
mempengaruhi, merumuskan beberapa kompetensi atau kemampuan yang sesuai
seperti kompetensi kepribadian, bidang studi dan pendidikan dan pengajaran
(Sanaky 2 Mei 2005).
E. Sertifikasi Guru dalam mewujudkan Profesionalisme. (78-82)
Sertifikasi guru merupakan bentuk perhatian pemerintah dalam upaya
membangun profesionalsme sang guru dan untuk meningkatkan kesejahteraannya
yang terus terpinggirkan. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, tampaknya
[13]
pemerintah memandang perlu pembentukan sebuah badan independen profesi guru
yang menilai profesionalsme guru.
Badan tersebut, nantinya akan mengeluarkan sertifikat bagi para guru
yang dinilai memiliki kompetensi atau memenuhi persyaratan sebagai profesi guru.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
tentang guru dan dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian
sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sedangkan sertifikat pendidik adalah
bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagi
tenaga professional.
Tujuan sertifikasi guru adalah :
1. Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan
2. Melindungi masyarakat dari praktek-praktek yang tidak kompeten,
sehingga merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan,
3. Membantu dan melindungilembaga penyelenggara pendidik,
dengan menyediakan rambu-rambu dan instrument untuk
melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten
4. Membangun citra masyarakatterhadap profesi pendidik dan tenaga
kependidikan
5. Memberi solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan
tenaga kependidikan (Mulyasa 2007:35).
Dengan adanya sertifikasi guru, para guru dituntut harus siap
memperbaiki dan meningkatkan mutu kinerjanya agar memilki kompetensi yang
optimal dalam usaha membimbing siswa agar siap menghadapi kenyataan hidup
dan bahkan mampu memberikan contoh, tauladan bagi siswa, memiliki pribadi dan
penampilan yang menarik, mengesankan dan menjadikan dambaansetiap orang.
BAB IV
KURIKULUM ILMU PENDIDIKAN ISLAM
A. Pendahuluan. (Hal. 83-84)
Kurikulum merupakan inti dari sekolah yang ditawarkan pada public,
dengan dukungan sember daya manusianya. Kurikulum berfungsi sebagai alat untuk
mencapai pendidikannya, dalam kaitannya sebagai alat untuk mencapai tujuan,
maka kurikulum harus memiliki dua sifat, yaitu anticipatory dan refortorial. Hal ini
berarti kurikulum harus dapat meramalkan kejadian di masa mendatang. Bahkan
kurikulum boleh dikata sebagai jantungnya pendidikan, karena dengan kurikulum
sekolah dapat menggambarkan dan merumuskan kualifikasi dan kompetensi
outcome dari program pendidikannya, dan dengan kurikulum pulalah, sekolah
merancang upaya-upaya untuk mencapai kompetensi.
[14]
B. Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam. (Hal. 84-89)
Kurikulum dalam pendidikan Islam di kenal dengan kata “Manhaj”
yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak didiknya
untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik
(Nasution 1993:9)
Dari pengertian yang sempit , kurikulum merupakan seperangkat
rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di sekolah Dalam
pengertian yang lebih luas, kurikulum merupakan segala kegiatan yang dirancang
oleh lembaga pendidikan untuk disajikan kepada peserta didik guna mencapai
tujuan pendidikan (Muhaimin 2003:182-183).
Kurikulum mempunyai empat unsure atau aspek utama, yaitu :
1. Tujuan dan obyektif yang ingin dicapai oleh pendidikan.
2. Pengetahuan dan Informasi, data. Aktivitas, dan pengalaman yang
membentuk kurikulum itu.
3. Metode atau cara mengajar yang digunakan oleh guru untuk
mengajarkan dan mendorong murid belajar dan membawa mereka
kea rah yang dikehendaki oleh kurikulum.
4. Metode atau cara mengajar yang digunakan dalam mengukur dan
menilaikurikulum serta hasil pembelajaran pendidikan yang
dirancang dalam kurikulum (Langulung : 241)
Untuk itu, pengislaman kurikulum atau dalam istilah lain penerapan
nilai Islam dalam kurikulum harus mencakup empat unsure diatas, dalam rangka
konsepsi (taswwur) Islam.
C. Prinsip Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam. (Hal. 90-95)
Prinsip-prinsip yang menjadi dasar kurikulum pendidikan Islam
menurut Al-Syaibany adalah :
1. Pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran dan nilai-
nialainya.
2. Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-
kandungan kurikulum.
3. Keseimbangan yang relative antara tujuan dan kandungan-
kandungan kurikulum.
4. Berkaitan dengan bakat, minat, kemampuan-kemampuan dan
kebutuhan peserta didik.
5. Pemeliharaan perbedaan-perbedaan individu diantara peserta didik
dalam bakat-bakat, minat, kemampuan-kemampuan dan kebutuhan-
kebutuhan, dan masalah-maslahnya.
6. Prinsip perkembangan dan perubahan.
[15]
7. Prinsip pertautan antara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman
dan aktivitas yang terkandung dalam kurikulum.
D. Karakteristik Kurikulum Pendidikan Islam. (Hal. 95-96)
Karakteristik kurikulum pendidikan Islam adalah :
1. Islam menolak dualism system kurikulum dan sekularisme.
2. Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan.
3. Meluasnya perhatian dan menyeluruhnya kandungan-
kandungannya.
4. Ciri-ciri keseimbangan yang relative diantara kandungan-
kandungan kurikulum dari ilmu-ilmu dan seni atau kemestian-
kemestian.
5. Kecenderungan pada seni-halus, aktivitas pendidikan, jasmani dan
pengetahuan teknik, latihan kejuruan, bahasa-bahasa asing,
sekalipun atas dasar perseorangan dan juga bagi mereka yang
memiliki kesediaan dan bakat bagi perkara-perkra ini dan
mempunyai keinginan untuk mempelajari dan melatih diri dalam
perkara tersebut.
E. Reorientasi Kurikulum Pendidikan Islam. (Hal. 96-100)
Orientasi kurikulum pendidikan Islam yaitu :
1. Pendidikan Islam kurikulumnya harus didesain untuk integrasikan
dengan keseluruhan proses maupun institusi pendidikan lain.
2. Pendidikan Islam harus mampu melakukan internalisasi nilai-nilai
dan norma keislaman yang fungsional secara normal untuk
mengembangkan keseluruhan system social budaya. Pembentukan
wawasan ijtihadiyah secara aktif sehingga mampu menjawab
tuntutan masa depan (Sanaky 2003:170)
F. Kurikulum Berbasis Kompetensi. (Hal. 100-104)
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dapat diartikan suatu konsep
kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan
(kompetensi) tugas-tugas dengan standar ferformance tertentu, sehingga hasilnya
dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat
kompetensi tertentu (Mulyasa 2003:39).
Kurikulum Berbasis Kompetensi dapat diorientasikan pada tiga hal
dimana peserta didik dapat menguasainya :
1. Seperangkat pengetahuan, keterampilan, sikap dan wawasan, serta
penerapannya untuk memenuhi kualitas sesuai dengan criteria atau
tujuan pembelajaran.
[16]
2. Penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan , keahlian berkarya,
sikap dan prilaku berkarya dan caraberkehidupan di masyarakat
sesuai dengan profesinya.
3. Didasarkan pada pengembangan kemampuan dan kepribadian yang
oftimal.
Dengan demikian desain program kurikulum pendidikan Islam
diharapkan mampu menghantarkan peserta didik untuk dapat memiliki lima
kompetensi dasar yaitu kompetensi Islamiyah,knowledge, skills, Ability,
kompetensi social-kultur.
BAB V
METODE PEMBELAJARAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM
A. Pendahuluan. (Hal. 105-106)
Model pembelajaran yang semakin berkembang di abad 21 ini,
khususnya di Indonesia dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi, maka
beragam model pembelajaran yang diaplikasikan oleh guru sebuah keniscayaan.
Hal ini bertujuan untuk mempercepat penguasaan kompetensi oleh peserta didik
setelah mempelajari suatu mata pelajaran. Untuk itu diperlukan berbagai model
pembelajaran yang memberikan kontribusi penting bagi kurikulum berbasis
kompetensi.
B. Pengertian Metode Pembelajaran. (Hal. 106-110)
Metologi berasal dari Bahasa Yunani; Metha (dibalik atau dibelakang).
Hodos berarti melalui, melewati atau berarti jalan. Cara atau (thariqoh, arab) dan
logos yang berarti ilmu atau science, sedang metodologi berarti ilmu mengenai
berbagai cara atau jalan yang ditempuh untuk sampai ke tujuan. Pembelajaran
berasal dari kata instruction (dalam Bahasa Yunani in tructus, intrucre) yang berarti
menyampaikan pikiran. Jadi arti Intructional adalah menyampaikan pikiran atau ide
yang telah diolah secara bermakna melalui pembelajaran.
Maka metode pembelajaran berarti berbagai cara atau seperangkat cara
atau jalan yang dilakukan, ditempuh guru secara sistematis melakukan upaya
pembelajaran yang telah diolah sehingga menjadi milik peserta didik. Metode
pembelajaran diartikan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan yang
mengarahkan perkembangan seseorang, khususnya proses belajar mengajar.
C. Manfaat Metode Pembelajaran. (Hal. 110-111)
Manfaat metodologi pembelajaran bagi guru yaitu :
[17]
1. Membahas tentang berbagai prinsip dan teknik-teknik serta
pendekatan pengajaran yang digunakan, maka dengan mempelajari
metodologi pembelajaran seorang guru dapat memilih metode mana
yang layak untuk dipakai dalam proses belajar mengajar.
2. Dapat mengetahu dan mempertimbangkan keunggulan dan
kelemahan metode-metode pembelajaran tersebut.
3. Dengan banyaknya materi dan terbatasnya waktu untuk
menyampaikan materi, maka seorang pendidik dapat merancang
dan mendesain pengajaran.
4. Dengan mengetahui metodologi pembelajaran, maka seorang guru
dapat memberikan kontribusi pengetahuan kepada peserta didik
sebagai calaon guru atau pendidik.
D. Metode-metode Pembelajaran. (Hal. 111-117)
Ada beberapa macam metodologi pembelajaran; sebagai berikut :
1. Metode Ceramah
2. Metode Diskusi
3. Metode Tanya Jawab
4. Metode Pemberian Tugas.
5. Metode Demontrasi
6. Metode bermain Peranan
E. Metode Pembelajaran Tuntas. (Hal. 118-120)
Metode pembelajarn tuntas merupakan suatu model yang banyak
dimanfaatkan para guru dalam pembelajaran dan intruktur dalam pelatihan. Hal ini
dimaksudkan agar peserta didik dapat menguasai materi pembelajran yang
dirancang oleh guru untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan
keterampilan peserta didik terakhir. Model Pembelajaran Tuntas adalah suatu usaha
yang berhasil membawa semua peserta didik kepada tujuan , apa yang diajarkan
hendaknya difahami oleh peserta didik.
Adapun tujuan pembelajaran tuntas adalah tercapainya tiga ranah
kognitif, afektif dan psikomotor.
BAB VI
EVALUASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Evaluasi. (Hal. 121-122)
Secara harfiyah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evalution;
dalam bahasa Arab : al-Tadir, dalam bahasa Indonesia: penilaian. Sedangkan akar
katanya yaitu : value dalam bahasa Arab al-Qimah; dalam bahasa Indonesia berarti
[18]
nilai. Secara Harfiyah evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai penilaian dalam
bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan
pendidikan. Adapun menurut Istilah bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan
atau proses penentuan nilai pendidikan sehingga dapat diketahui mutu dan hasil-
hasilnya (Sudijono 2006:1).
Untuk evaluasi pendidikan Islam Zuhairini dkk (1981:139)
mengemukakan yaitu suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu
aktivitas di dalam pendidikan Islam.
B. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Islam. (Hal. 122-124)
M. Athiyah al-abrasyi menyebutkan tujuan evalusi pendidikan yang
dikutip oleh Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakkir (2006:211) adalah untuk
mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran, melatih
kebaranian dan mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi yang telah
diberikan , dan mengetahui tingkat perubahan prilakunya.
Oemar Hamalik (1982:106-107) memberikan penjelasan tentang fungsi
dari evaluasi adalah membantu peserta didik agar ia dapat mengubah dan
mengembangkan tingkah lakunya secara sadar, serta memberikan bantuan padanya
cara meraih suatu kepuasan bila berbuat sebagaimana mestinya. Disamping itu
fungsi evaluasi juga dapat membantu seorang pendidik dalam mempertimbangkan
adequate (cukup memadai) metode pengajaran serta membantu dan
mempertimbangkan administrasinya.
C. Prinsip-prinsip Evaluasi. (124-125)
Evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila
dalam pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip dasar yaitu :
1. Prinsip Keseluruhan (al-Kalam, al-Tamam)
2. Prinsip Kesinambungan (Istimrar)
3. Prinsip Objektivitas (Maudlu‟yyah) (Sudijono 2006 dan Mujib dan
Mudzakkir 2000:213)
D. Sasaran Evaluasi. (Hal. 125-126)
Menurut A Thabrani ada tiga sasaran pokok dalam evaluasi, yaitu :
1. Segi Tingkah Laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap,
minat, perhatian, keterampilan murid sebagai akibat dari proses
belajar mengajar
2. Segi Pendidikan, artinya penguasaan materi pelajaran yang
diberikan oleh guru dalam proses belajar mengajar
3. Segi-segi yang menyangkut proses belajar mengajar dan mengajar
itu sendiri, yaitu bahwa proses belajar mengajar perlu diberikan
[19]
penilaian secara obyektif dari guru. Seab baik tidaknya proses
belajar mengajar akan menentukan baik tidaknya hasil belajar yang
dicapai oleh murid (2000: 218)
E. Jenis-jenis Evaluasi. (Hal. 126-129)
Ramayulis mengemukakan bahwa jnis-jenis evaluasi yang diterapkan
dalam pendidikan Islam ada empat macam, yaitu :
1. Evaluasi Formatif
2. Evaluasi Sumatif
3. Evaluasi Penempatan (Placement)
4. Evaluasi Diagnosis.
F. Prosedur Evaluasi. (Hal. 129-131)
Anas Sudijono (2006: 59-62) merinci kegiatan evaluasi hasil
belajarkedalam enam langkah pokok, yaitu :
1. Menyusun rencana evaluasi hasil belajar
2. Menghimpun data
3. Melakukan verifikasi data
4. Mengolah dan menganalisis data
5. Memberikan interprestasi dan menarik kesimpulan
6. Tidak lanjut hasil evaluasi
G. Syarat-syarat Evaluasi. (Hal. 131)
Syarat-syarat yang dilakukan dalam pelaksanaan evaluasi yaitu :
1. Validitas
Tes harus dilakukan berdasarkan hal-hal yang seharusnya dievaluasi,
yang meliputi seluruh bidang tertentu yang diinginkan dan diselidiki sehingga tidak
hannya mencakup satu bidang saja. Soal-soal tes harus memberikan gambaran ke
seluruh dari kesanggupan peserta didik mengenai bidang tertentu.
2. Reliable
Tes yang dapat dipercaya yang memberikan keterangan tentang
kesanggupan peserta didik yang sesungguhnya. Soal yang ditampilkan tidak
membawa tafsiran yang macam-macam.
3.Efisiensi
Tes yang mudah dalam administrasi, penilaian, dan interprestasi
(Nasution 1982:167-170).
[20]
PENUTUP
Buku ini tampil dengan sangat menarik disertai bahasanya yang mudah
dipahami dan mudah dicerna oleh semua kalangan khususnya para mahasiswa.
Buku ini menerangkan materi seputar Ilmu Pendidikan Islam. Dengan buku
diharapkan sebagai calon guru atau pendidik kita memahami apa sebenarnya
pendidikan Islam sehingga saat kita sudah menjadi pendidik kelak dapat
mempraktekannya.
Buku ini tergolong buku yang baru terbit terbukti pada bulan Desember
tahun 2011 sebagai cetakan yang kesatu. Buku ini harganya murah tetapi isinya
sangat baik sehingga para konsumen lebih condong memilih buku ini.
Terima kasih atas segala perhatian, kami menantikan saran dan kritik
yang membangun. Mohon maaf atas segala kekurangan.