tugas pelabuhan

Upload: irfangopan

Post on 17-Oct-2015

97 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Tugas

TRANSCRIPT

TINGKAH LAKU IKAN TERHADAP ALAT TANGKAP BUBU DI PERAIRAN KARIMUNJAWA, JEPARAJAWA TENGAH

IRFAN HANIFAC451124061

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR2013I. PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangTaman Nasional Karimunjawa merupakan gugusan kepulauan berjumlah 22 pulau yang terletak di Laut Jawa, mempunyai luas 111.625 Ha (SK Menhut No. 78/Kpts-II/1999 tanggal 22 Februari 1999). Terdiri daratan di Pulau Karimunjawa 1.285,50 Ha dan daratan di pulau Kemujan 222,20 Ha serta perairan di sekitarnya seluas 110.117,30 Ha (Kep. Menhut No.74/ Kpts-II/2001 tentang Penetapan Sebagian Kawasan Taman Nasional Karimunjawa seluas 110.117,30 sebagai Kawasan Pelestarian Alam Perairan dengan Berita Acara Tata Batas tanggal 14 Maret 2000. Secara administratif masuk wilayah Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Letak Taman Nasional Kabupaten Jepara memiliki ekosistem khas tropis yaitu terumbu karang yang ada di wilayah pesisirnya.Perairan karang Indonesia merupakan perairan terluas di kawasan Asia Tenggara yaitu sekitar 6.800 km2. Luasnya perairan mempunyai potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan kondisi ekosistem terumbu karang di perairan laut Indonesia diperkirakan sebesar 75.875 ton/km2/tahun (Nontji, 2005). Ikan-ikan karang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, baik sebagai ikan hias maupun untuk konsumsi. Pasar Hongkong dan Taiwan setiap tahun membutuhkan 25.000 ton ikan karang dengan nilai hampir mencapai 1 milyar dollar Amerika (Kunzman, 2001). Keadaan ini memungkinkan untuk dilakukan pengembangan usaha karena maximum sustainable yield (MSY) ikan karang adalah 76.000 ton (Nurhakim et. al., 1998).Dorongan untuk mendapatkan hasil yang besar menyebabkan nelayan melakukan penangkapan tanpa memperhatikan efek ekologisnya. Menutut Kunzman (2001), lebih dari 50% nelayan kecil masih menggunakan bom atau racun untuk menangkap ikan. Hal ini menyebabkan kerusakan terumbu karang yang merupakan habitat ikan dan memiliki keanekaragaman hayati yang besar. Penggunaan bom telah menyebabkan penurunan keanekaragaman spesies karang sebesar 50% di perairan yang dangkal (kedalaman 3 m) dan penurunan 10% pada perairan dengan kedalaman 10 m. Hilangnya habitat ikan dan potensi lainnya yang ada pada terumbu karang tidak hanya merugikan nelayan, tetapi juga masyarakat umum. Salah satu alat tangkap yang sering digunakan untuk menangkap ikan karang adalah bubu. Bubu dianggap sangat cocok untuk menangkap ikan-ikan karang karena di samping ikan yang ditangkap dalam kondisi hidup dan tidak rusak, juga tidak merusak terumbu karang.Alat tangkap yang sering digunakan oleh nelayan sekitar yang perairannya berkarang adalah alat tangkap bubu (trap). Alat tangkap bubu adalah jerat yang terbuat dari anyaman bambu yang banyak digunakan di seluruh Indonesia. Belakangan ini, bubu kembali popular karena digunakan untuk penangkapan ikan perdagangan ikan karang dan ikan yang tertangkap dalam keadaan masih hidup. Sehingga ikan yang dihasilkan mempunyai nilai jual yang tinggi. Pemilihan jenis alat tangkap ini didasarkan pada aspek teknis, dimana bubu termasuk alat tangkap pasif, biaya pembuatmnya relatif murah dan mudah dalam pengoperasiamya, sehingga sangat membantu nelayan yang bemodal kecil atau nelayan skala kecil. 1.2.Rumusan MasalahPermasalahan dalam pemanfaatan sumberdaya terumbu karang sekarang adalah kegiatan penangkapan ikan pada ekosistem terumbu karang yang kurang menitik beratkan pada pengetahuan tentang tingkah laku ikan yang menjadi sasaran penangkapan dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi tingkah laku ikan tersebut. Ppenangkapan ikan dengan suatu jenis alat tangkap dapat memberikan hasil optimal. Dengan mengetahui tingkah laku ikan sasaran tangkap akan banyak bermanfaat bagi improvisasi alat, metode, maupun kapal yang yang digunakan, yang semuanya mengarah pada keberhasilan operasi penangkapan.Pemilihan daerah penangkapan ikan yang kurang memperhatikan kondisi perairan juga akan menjadi salah satu penghambat dalam proses penangkapan ikan. Perbedaan pengoperasian alat tangkap pada ekosistem karang yang berbeda tentu saja berpengaruh terhadap komposisi hasil tangkapan. Nelayan dapat menangkap ikan-ikan karang yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, sedangkan pada ekosistem karang yang rusak ikan-ikan yang berada pada ekosistem tersebut adalah ikan-ikan yang memiliki nilai ekonomis rendah sehingga perubahan komposisi ini tentunya juga berpengaruh terhadap hasil tangkapan dan komposisi ikan yang ditangkap oleh nelayan penangkap ikan karang. Peristiwa ini dapat menjadi masalah baru bagi nelayan.Pemilihan teknologi dan daerah penangkapan ikan yang tidak atau tanpa melakukan kajian kesesuaian metode dan teknologi penagkapan ikan terhadap tingkah laku ikan dan habitat (terumbu karang) dapat dikhawatirkan dapat memberikan hasil yang kurang memuaskan dan dapat merusak habitat (terumbu karang) dan tidak ramah lingkungan. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan tingginya aktivitas manusia pada daerah terumbu karang. Khusus pada kegiatan penangkapan ikan, telah memberikan tekanan yang besar terhadap sumberdaya ikan pada ekosistem terumbu karang.

1.3.TujuanTujuan dari penelitian ini adalah :1. Mengetahui dan menganalisis hasil tangkapan menggunakan alat tangkap bubu terhadap tingkah laku ikan.2. Mengetahui dan menganalisis faktor-faktor perairan yang mempengaruhi ikan tertangkap pada alat tangkap bubu.

1.4.ManfaatManfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah :1. Mengetahui tingkah laku ikan pada hasil tangkapan pada alat tangkap bubu2. Mengetahui faktor-faktor perairan yang mempengaruhi hasil tangkapan pada alat tangkap bubu

1.5. Waktu dan TempatPenelitian ini dilakukan pada bulan ___________ 2013 yang bertempat di sekitar perairan karang Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Alat Tangkap Bubu2.1.1. Pengertian bubuBubu atau biasa disebut hol adalah alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan dari perairan dangkal hingga di perairan dalam. Alat ini dapat dioperasikan di laut maupun di danau, sungai dan waduk. Bubu merupakan salah satu alat tangkap yang cukup baik digunakan dalam penangkapan benih ikan karena resiko ikan terluka atau mati sangat kecil (Ghufran, 2005).Secara umum alat tangkap trap net dapat digolongkan sebagai perangkap yang digunakan untuk menangkap ikan. Bentuk kurungan atau berupa ruangan tertutup dimana ikan-ikan yang tertangkap tidak dapat keluar lagi (Brandt, 1984). Bubu merupakan salah satu alat tangkap yang dikategorikan sebagai traps net.Trap merupakan alat penangkap ikan yang dipasang secara tetap di dalam air untuk jangka waktu tertentu yang memudahkan ikan masuk dan mempersulit keluarnya. Alat ini biasanya dibuat dari bahan alami, seperti bambu, kayu, atau bahan buatan lainnya seperti jaring (Sudirman dan Mallawa, 2004).2.1.2. Klasifikasi bubuMenurut Brandt (1984), bubu diklasifikasikan ke dalam trap. Telah banyak berbagai jenis perangkap yang ditujukan baik bagi ikan maupun crustacea.Perangkap-perangkap ini dapat berupa :a. Penghalang-penghalang dalam bentuk dinding ataupun pagar-pagar, bentuk ini dipakai untuk menangkap ikan pada daerah-daerah genangan ataupun pasang surut ;b. Perangkap-perangkap mekanik, yang bekerja dengan berbagai mekanisme dengan menggunakan umpan maupun tidak ;c. Keranjang-keranjang terbuat dari bambu, kayu atau kawat, juga dari jaring atau plastik, bentuk perangkap ini umum dipakai pada perikanan air tawar maupun air laut ; dand. Trapping gear, jenis perangkap ini berupa bendungan ataupun penghadang yang terbuat dari kayu, sedangkan yang terbuat dari jaring dinamakan pound net.Ada beberapa alat tangkap yang termasuk trap. Ada yang dioperasikan di permukaan seperti bubu hanyut untuk menangkap ikan terbang., tetapi kebanyakan dioperasikan di dasar perairan untuk menangkap ikan-ikan demersal (Sudirman dan Mallawa, 2004).2.1.3. Konstruksi bubuSecara garis besar komponen bubu di bagi menjadi tiga bagian, yaitu badan (body), mulut (funnel) dan pintu. Bubu biasa terbuat dari bahan anyaman bambu, anyaman rotan atau anyaman kawat. Bentuk bubu sangat bervariasi, hampir setiap daerah di Indonesia memiliki bentuk sendiri-sendiri (Subani dan Barus, 1989).Secara umum konstruksi bubu terdiri dari rangka, badan dan pintu masuk, kemudian ada juga yang dilengkapi dengan pintu untuk mengambil hasil tangkapan dan kantong umpan sebagai tempat untuk menyimpan umpan. Rangka bubu ada yang terbuat dari lempengan besi, bambu, kayu. Sedangkan badan bubu ada yang terbuat dari anyaman kawat, jaring, waring, dan anyaman bambu. Untuk kantong umpan kebanyakan bahannya memakai kawat kasa. Selain itu ada juga jenis bubu yang bahannya memakai bekas cangkang kerang, keramik, potongan bambu atau potongan peralon (Martasuganda, 2003).Menurut Sainsbury (1996), bubu dapat didi konstruksi dari kayu, kawat baja tahan karat, kawat mata jaring, plastik, atau kawat plastik, dan ukuran dan desainnya tergantung pada yang menggunakan baik di daerah dekat pantai maupun laut lepas. Bubu dapat ditempatkan di dasar perairan tergantung dari spesies atau pada berbagai kedalaman perairan. 2.1.4. Metode pengoperasianMetode pengoperasian bubu yaitu dengan cara menurunkan pelampung tanda dilanjutkan penurunan bubu beserta pemberatnya. Setelah dianggap posisinya baik maka pemasangan bubu dianggap selesai. Pada beberapa waktu kemudian (1-3 hari) pengangkatan bubu dilakukan (Sudirman dan Mallawa, 2004).Metode pengoperasian untuk jenis bubu pada umumnya hamper sama, yaitu di pasang di daerah penangkapan yang sudah diperkirakan banyak ikan (ikan dasar, kepiting, udang, keong, dan lain-lain) yang akan dijadikan target tangkapan. Waktu pemasangan (setting) dan pengangkatan (hauling) ada yang dilakaukan pada waktu pagi hari, siang hari, dan sore hari, sebelum matahari terbenam aatau malam hari tergantung dari nelayan yang mengoperasikannya. Lama perendaman bubu diperairan ada yang hanya di rendam beberapa jam, ada yang dalam semalam, ada juga sampai tiga hari, bahkan ada yang sampai 7 hari (Martasuganda, 2003).Bubu merupakan alat tangkap pasif, sehingga agar ikan masuk ke bubu perlu dilakukan hal-hal yang dapat menarik perhatian ikan, selain umpan sebagai alat pemikat ikan, tetapi juga dapat pula dikombinasikan dengan rumpon. Fish Aggregating Devices (FADs) banyak digunakan dalam operasi penangkapan ikan terutama dalam penangkapan ikan pelagis yang dikumpulkan dengan memnggunakan objek yang mengapung, itu juga sama pada ikan karang yang dikumpulkan dengan habitat dasar buatan.2.1.5. Jenis hasil tangkapanHabitat perairan yang umumnya dijadikan target tangkapan bubu adalah ikan dasar, udang, kepiting, keong, belut laut, cumi-cumi atau gurita, baik yang hidup di perairan pantai, lepas pantai maupun yang hidup di perairan laut dalam (Martasuganda, 2003).Hasil tangkapan bubu laut dalam sebagian besar memiliki nilai ekonomis yang tinggi diantaranya dari famili Pandalidae dan Palinuridae untuk jenis udang dam lobster laut dalam, sedangkan untuk jenis ikan termasuk kelompok famili Ophidiidae, Moridae dan Synaphobranchidae. Beberapa jenis udang dari famili Pandalidae telah direkomendasikan dan dikonsumsi oleh Jepang (Sumiono dan Iskandar, 1993).

2.2. Daerah Penangkapan IkanDaerah penangkapan ikan adalah suatu perairan dimana ikan menjadi sasaran penangkapan diharapkan dapat tertangkap secara maksimal, tetapi masih dalam batas kelestarian sumber dayanya (Yusuf, 2000).Tidak seperti halnya menentukan daerah penangkapan untuk ikan pelagis besar seperti tuna dan ikan pelagis pada umumnya yang selalu memperhitungkan faktor oseanografi, kelimpahan plankton dan faktor lainnya yang berhubungan. Penentuan daaerah penangkapan untuk pengoperasian bubu boleh dikatakan sangat sedikit sekali dipengaruhi oleh faktor oseanografi sehingga dalam penentuan daerah penangkapan tidak begitu rumit (Martasuganda, 2003).Unit penangkapan bubu terdiri atas kapal, alat tangkap bubu dan nelayan. Pemasangan bubu dasar biasanya dilakukan di perairan karang. Untuk memudahkan dalam mengetahui tempat pemasangan bubu, biasanya bubu dilengkapi dengan pelampung tanda (Subani dan Barus, 1989). Namun, hal ini tidak dilakukan oleh nelayan di Mempawah Hilir pada saat pengoperasian bubu kakap. Posisi peletakan bubu tanpa menggunakan pelampung tanda, posisi tersebut dicatat dengan menggunakan alat bantu GPS (Global Position System) sehingga hanya nelayan tersebut saja yang mengetahui posisi peletakan bubu. Halini dilakukan untuk mencegah terjadinya pencurian hasil tangkapan bubu danterseretnya bubu oleh kapal.Bubu adalah alat tradisional, biasanya dioperasikan menjadi satu rangkaian dari beberapa unit bubu, atau satu unit bubu (single trap). Daerah penangkapan adalah dekat muara sungai atau sekitar pantai yang berkarang. Bubu adalah alat tangkap yang cara pengoperasiannya bersifat pasif yaitu dengan cara menarik perhatian ikan agar masuk kedalamnya. Prinsip penangkapan ikan menggunakan bubu adalah membuat ikan dapat masuk dan tidak dapat keluar dari bubu (Sainsbury, 1996).

2.3. Ekosistem Habitat KarangTerumbu karang merupakan suatu ekosistem yang dibentuk dari endapan padat kalsium karbonat (CaCO3), yang dihasilkan oleh karang dengan sedikit tambahan dari alga berkapur (calcareous algae) dan organisme lainnya yang mensekresikan kalsium karbonat (Nybakken 1998). Umumnya pada koral pembentuk terumbu terdapat alga bersel satu yang dikenal dengan zooxanthellae yang hidup pada jaringannya. Hubungan simbiosis yang terjadi di diantara keduanya memudahkan bagi koral untuk fokus dalam memproduksi kalsium karbonat dengan baik. Zooxanthellae merupakan produsen. Hampir 90% hasil produksi zooxanthellae di transfer menjadi jaringan karang.Terumbu karang atau coral reefs adalah habitat sistem kehidupan biota laut yang hangat, jernih, tidak dalam, yang kaya dengan keanekaragaman hayati. Daerah habitat karang mempunyai produktivitas dan keanekaragaman jenis fauna yang tinggi. Disamping itu ekosistem terumbu karang juga merupakan tempat dan tempat memijah (spawning ground), daerah asuhan (nusery ground) dan tempat memijah (spawning ground) untuk biota laut yang antara lain adalah ikan karang. Ikan karang banyak dimanfaatkan sebagai makanan maupun dijadikan ikan hias laut (Murdiyanto, 2003).Terumbu karang merupakan ekosistem dinamis dengan kekayaan biodiversitinya serta produktivitasn yang tinggi, karena itu ekosistem terumbu karang mempunyai peran yang signifikan. Dalam kerangka ekologis, terumbu karang sebagai tempat mencari makan dan tempat hidup berbagai hewan organisme maupun tumbuhan laut seperti : Ikan, penyu, udang, kerang, dan rumput laut. Secara fisik terumbu karang juga menjadi pelindung pantai dan kehidupan ekosistem perairan dangkal lainnya dari abrasi oleh ombak dan badai (Supriharyono, 2000).Terumbu karang terdiri atas polip-polip karang dan organisme kecil lain yang hidup dalam koloni. Bila polip karang mati, ia meninggalkan struktur yang keras membatu terdiri atas bahan mineral mengandung kalsium (limestone). Terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung (shelter) untuk berbagai fauna yang hidup di dalam kompleks habitat terumbu karang ini seperti sponge (sponges), akar bahar, kimia, berbagai ikan hias, ikan kerapu (grouper), anemone, teripang, bintang laut, lobster (crustacea), penyu laut, ular laut, siput laut, moluska dan lain-lain. Karakteristik yang paling mengemuka dari ikan-ikan yang hidup di lingkungan habitat karang adalah keanekaragamannya dalam hal jumlah spesies dan perbedaan morfologinya. Diperkirakan daerah Indo-Pasifik memiliki ikan-ikan karang sebanyak 4.000 spesies (sebesar 18%) dari ikan laut, jenis ikan-ikan ini hidup bersosialisasi dengan habitat terumbu karang, dan angka perkiraan ini cenderung meningkat dengan bertambahnya survei-survei eksplorasi daerah habitat karang baru yang dilakukan (Murdiyanto, 2003).

2.4. Ikan KarangIkan karang adalah ikan-ikan yang hidup pada daerah terumbu karang sejak masa juvenile sampai dewasa (Sale, 1991). Menurut struktur trofik ikan-ikan terumbu karang dapat dibedakan menjadi enam grup trofik yaitu herbivore, omnivore, plankton feeders, pemakan crustacea dan ikan, piscivora, dan pemakan lain-lain (Tabel 1).Tabel 1. Komposisi ikan pada terumbu karang menurut struktur trofikGrup trofikJumlah familiFamili

Herbivora5Scaridae, Acanthuridae, Pomacentridae, Blannidae, Kyphosidae

Omnivora13Labridae, Acanthuridae, Pomacentridae, Mullidae, Ostraciontidae, Chaetodontidae, Monacanthidae, Gobiidae, Diodontidae, Sparidae, Carangidae, Gerridae, Pempheridae

Plankton feeders7Apogonidae, Pomacentridae, Holocentridae, Gammidae, Picanthidae, Sciaenidae, Pempheridae

Pemakan crustacea dan ikan 9Serranidae, Holocentridae, Lunjanidae, Scorpaenidae, Sciaenidae, Acanthuridae, Muraenidae, Ophichthidae, Gramministidae

Piscivora9Serranidae, Lunjanidae, Carangidae, Sphyraenidae, Muraenidae, Synodontidae, Fistulariidae, Alostomidae, Bothidae

Pemakan lain-lain4Pomacentridae, Balistidae, Acanthuridae, Gobiidae

Sumber : Gladfelter & Gladfelter (1978) diacu dalam Lowe dan McConnel (1987)Ada tiga bentuk umum interaksi antara ikan karang dengan terumbu karang yaitu : 1. Interaksi langsung, sebagai tempat berlindung dari predator atau pemangsa terutama bagi ikan-ikan muda;2. Interaksi dalam mencari makan, meliputi hubungan antara ikan karang dan biota yang hidup pada karang termasuk alga; dan3. Interaksi tak langsung akibat struktur karang dan kondisi hidrologi dan sedimen.Berdasarkan distribusi vertikal, Hermelin-Vivien (1979) diacu dalam Muzhar (2003) mengelompokkan ikan karang sebagai berikut :1. Ikan yang hidup di sedimen, seperti Gobiidae, Ophichthidae, Trichonotidae;2. Ikan karang yang hidup di permukaan sedimen, seperti Torprdenidae, Nemipteridae, Bothidae, Solidae, Mulidae, Sygnatidae;3. Ikan karang yang hidup di gua-gua karang, seperti Serranidae, Apogonidae, Holocentridae, Pomacentridae, Malacanthidae;4. Ikan karang yang hidup di permukaan terumbu karang, seperti, Pomacentridae, Bleniidae, Synodontidae, Monacanthidae;5. Ikan karang yang hidup di sekitar terumbu karang, seperti Labridae, Chaetodontidae, Scaridae, Achanthuridae, Balistidae, Carangidae; dan6. Ikan karang yang hidup di kolom air seperti, Tylosuridae, Carangidae, Spyraenidae, Clupeidae.

2.5. Tingkah Laku Ikan terhadap BubuTingkah laku ikan dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan ikan dalam kedudukan atau tempat, arah maupun sifat lahiriah suatu makhluk hidup yang mengakibatkan suatu perubahan dalam hubungan antar makhluk hidup tersebut dengan lingkungannya (Gunarso, 1985). Monintja dan Martasuganda (1990) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan ikan karang dan udang tertangkap ke dalam bubu, yaitu karena tertarik bau umpan, untu tempat berlindung dan sebagai tempat istirahat sewaktu ikan bermigrasi, karena sifat thigmotaxis dari ikan itu sendiri. Sifat thigmotaxis adalah sifat ikan yang selalu ingin mengetahui suatu benda asing yang ada di sekitarnya, sehingga cenderung untuk menyentuhkan diri pada benda tersebut. Jumlah ikan yang tertangkap pada bubu sangat dipengaruhi oleh sifat ikan tersebut. Ikan-ikan yang biasa hidup berkelompok (schooling) cenderung untuk tertangkap dalam jumlah banyak; sedangkan ikan-ikan yang bersifat soliter cenderung tertangkap dalam jumlah sedikit. Hal ini terlihat jelas pada beberapa bubu yang menangkap ikan-ikan dari famili Nemipteridae yang biasa hidup berkelompok, dimana ikan-ikan tersebut tertangkap dalam jumlah yang relatif banyak. Sebaliknya, pada bubu yang menangkap ikan-ikan yang bersifat soliter, seperti famili Serranidae, Scorpaenidae, dan Hemiscyllidae, terlihat bahwa ikan-ikan tesebut tertangkap dalam jumlah yang relatif sedikit. Proses tertangkapnya ikan pada bubu diduga juga mempengaruhi hasil tangkapan. Jika ikan yang tertangkap oleh bubu di awal setting adalah jenis predator, maka ikan-ikan lainnya cenderung tidak mau memasuki bubu; sedangkan jika di awal setting bubu yang tertangkap adalah jenis non predator, maka ikan ini berikutnya dapat menjadi umpan untuk menarik ikan-ikan lainnya termasuk predator.Menurut Martasuganda (2003), tingkah laku ikan terhadap bubu, antara lain : 1. Mencari makan atau dalam perjalanan berpindah tempat, mencium baru umpan, mendekati atau menuju ke arah datangnya bau umpan, menyentuh bubu, mencari jalan untuk memasuki bubu, menemukan pintu masuk kemudian memasuki bubu (tertangkap);2. Dalam perjalanan berpindah tempat, menemukan bubu, study action, menemukan pintu masuk kemudian memasuki bubu;3. Dalam perjalanan berpindah tempat, menemukan bubu, menemukan pintu masuk kemudian memasuki bubu dijadikan sebagai tempat berlindung; dan4. Dalam perjalanan berpindah tempat, menemukan bubu, menemukan pintu masuk kemudian memasuki bubu dijadikan sebagai shalter.

2.6.Taman Nasional KarimunjawaTaman Nasional Karimunjawa merupakan gugusan kepulauan berjumlah 22 pulau yang terletak di Laut Jawa, mempunyai luas 111.625 Ha (SK Menhut No. 78/Kpts-II/1999 tanggal 22 Februari 1999). Terdiri daratan di Pulau Karimunjawa 1.285,50 Ha dan daratan di pulau Kemujan 222,20 Ha serta perairan di sekitarnya seluas 110.117,30 Ha (Kep. Menhut No.74/ Kpts-II/2001 tentang Penetapan Sebagian Kawasan Taman Nasional Karimunjawa seluas 110.117,30 sebagai Kawasan Pelestarian Alam Perairan dengan Berita Acara Tata Batas tanggal 14 Maret 2000. Secara geografis terletak antara 5o4039 - 5o5500 LS dan 110o0557 - 110o3115 BT. Secara administratif masuk wilayah Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Letak Taman Nasional Karimunjawa berjarak 45 mil laut dari kota Jepara atau 60 mil laut dari Semarang.Taman Nasional Karimunjawa (http://karimunjawanationalpark.org).Taman Nasional Karimunjawa merupakan gugusan 27 buah pulau yang memiliki tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah, padang lamun, algae, hutan pantai, hutan mangrove, dan terumbu karang. Jenis terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa merupakan terumbu karang pantai/ tepi (fringing reef), terumbu karang penghalang (barrier reef) dan beberapa taka (patch reef). (http://karimunjawanationalpark.org).Keputusan Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam SK 28/ IV-SET/ 2012 tanggal 06 Maret 2012 tentang Zonasi Taman Nasional Karimunjawa adalah sebagai berikut :Tabel 2. Pembagian zonasi taman nasional karimunjawa seluas 111.625 hektarNo.Pembagian Zona

1.Zona Inti seluas 444,629 hektar meliputi sebagian perairan Pulau Kumbang, Taka Menyawakan, Taka Malang, dam Perairan Tanjung Bornang;

2.Zona Rimba seluas 1.451,767 hektar, meliputi Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah di Pulau Karimunjawa dan Hutan Mangrove di Pulau Kemujan (tanpa areal Legon Lele, areal trekking mangrove dan areal makam Sunan Nyamplungan)

3.Zona Perlindungan Bahari seluas 2.599,770 hektar, meliputi Perairan Pulau Sintok, Gosong Tengah, Pulau Bengkoang bagian utara Pulau Cemara Besar bagian selatan, Pulau Cemara Kecil bagian utara, Pulau Geleang, Pulau Burung perairan selatan Pulau Menjangan Kecil, timur Pulau Nyamuk, Perairan Karang Kapal, Karang Besi bagian selatan, Krakal Besar bagian utara, Gosong Kumbang, Pulau Kembar dan Gosong Selikur;

4.Zona Pemanfaaatan Darat seluas 55,933 hektar meliputi Pulau Menjangan Kecil, Pulau Cemara Besar, areal Legon Lele, arel trekking mangrove, areal Nyamplung Ragas;

Lanjutan Tabel 2. Pembagian zonasi taman nasional karimunjawa seluas 111.625 hektar

5.Zona Pemanfaatan Wisata Bahari seluas 2.733,755 hektar, meliputi Perairan Pulau Menjangan Besar, perairan Pulau Menjangan Kecil, perairan Pulau Menyewakan, perairan Pulau Kembar, perairan Pulau Tengah, perairan sebelah Timur Pulau Kumbang, perairan Pulau Bengkoang bagian selatan, Indonor, dan perairan Pulau Cemara Besar bagian utara, perairan Tanjung Gelam, perairan Pulau Cemara Kecil bagian utara, perairan Pulau Katang, perairan Krakal Besar bagian selatan, perairan Krakal Kecil, perairan Pulau Cilik;

6.Zona Budidaya Bahari seluas 1.370,729 hektar, meliputi Perairan Pulau Karimunjawa, perairan Pulau Kemujan, perairan Pulau Menjangan Besar, perairan Pulau Parang dan perairan Pulau Nyamuk, perairan Karang Besi bagian utara;

7.Zona Religi, Budaya dan Sejarah seluas 0,859 hektar, meliputi areal Makan Sunan Nyamplungan di Pulau Karimunjawa;

8.Zona Rehabilitasi seluas 68,329 hektar, meliputi Perairan sebelah Timur Pulau Parang, perairan sebelah Timur Pulau Nyamuk, perairan sebelah Barat Pulau Kemujan, dan perairan sebelah Barat Pulau Karimunjawa; serta

9.Zona Tradisional Perikanan seluas 102.899,249 hektar, meliputi seluruh perairan di luar zona yang telah ditetapkan di dalam kawasan TN Karimunjawa.

Sumber : Balai Taman Nasional Karimunjawa

III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi3.1.1. Alat dan bahanBeberapa alat yang digunakan dalam penelitian dikelompokkan menjadi peralatan untuk penangkapan ikan (alat tangkap bubu) dan peralatan yang digunakan untuk pengamatan faktor-faktor kualitas perairan. Selengkapnya peralatan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 3.Tabel 3. Alat yang digunakan dalam penelitianNoAlatKetelitian / SatuanFungsi

1.Bubu-Alat penangkap ikan

2.Alat tulis-Mencatat data

3.Timbangan25 gramMengukur berat ikan

4.Roll meter1 cmMengukur alat tangkap

5.Thermometer1oCMengukur suhu

6.Jangka sorong1 mmMengukur diameter dan mesh size alat tangkap

8.Meteran jahit1 mmMengukur hasil tangkapan

9.Refraktometer1o/ooMengukur salinitas

10.Kamera -Dokumentasi darat

11.Kamera underwater-Dokumentasi laut

12.GPS-Menentukan posisi penelitian

13.Buku Identifikasi Ikan -Melakukan identifikasi ikan

15.Botol sampel-Menampung sampel air laut

16.Styrofoam boxMenampung dan menyimpan sampel

17.Sechidisc-Mengukur tingkat kecerahan

19.Universal Indikator-Mengukur pH perairan

3.2. Metode PenelitianMetode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun kelas peristiwa pada waktu tertentu (Natzir, 2005). Deskripsi yang berupa fakta-fakta yang diteliti dalam penelitian ini adalah tingkah laku ikan yang tertangkap pada alat tangkap bubu dan faktor-faktor perairan yang mempengaruhi hasil tangkapan pada alat tangkap bubu. 3.2.1. Metode pengumpulan dataMetode yang digunakan sebagai penunjang dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah :1. Metode observasi langsungObservasi langsung adalah pengamatan secara langsung untuk mengambil data dengan menggunakan mata. Data yang diperoleh bersifat primer dengan cara melakukan pencatatan dan pengamatan langsung tentang materi yang dipelajari (Natsir, 2003). Penelitian ini dilakukan dengan pengoperasian bubu secara langsung di sekitar perairan Karimunjawa (Zona Tradisional). Data diperoleh melalui beberapa tahap kerja terhadap obyek yang diteliti, antara lain pengukuran parameter fisika, posisi pemasangan bubu, dan pengumpulan data hasil tangkapan dan dokumentasi.Pengukuran faktor-faktor perairan dilakukan untuk pengambilan data tentang kondisi daerah penangkapan ikan. Faktor-faktor perairan yang diukur mencakup :1. Suhu2. Penetrasi cahaya3. Kedalaman4. Salinitas5. Derajat keasaman (pH)

2. Metode studi pustakaMenurut Arikunto dalam Sudiyono (2010), studi pustaka adalah penelitian yang dilakukan berdasarkan atas karya tulis, termasuk hasil penelitian baik yang telah maupun belum dipublikasikan. Metode tersebut dapat digunakan untuk mencari data-data sekunder sebagai data pendukung data primer yang didapatkan dari lapangan. Metode studi pustaka yang diterapkan dalam penelitian ini menjadi dasar teori yang dapat memperkuat hasil penelitian yang dilaksanakan di sekitar perairan Karimunjawa.3. Metode dokumentasiMenjelaskan dan mengadakan penelitian yang bersumber pada tulisan atau bentuk gambar yaitu metode dokumentasi. Metode ini bersifat sekunder dan dilaksanakan oleh si peneliti dengan menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, buletin, dan sebagainya (Natsir, 2003). Dokumentasi dilakukan selama penelitian dengan mengambil gambar pengoperasian alat tangkap bubu, pengukuran faktor-faktor perairan, dokumentasi hasil tangkapan dan lain sebagainya yang dapat dijadikan sebagai informasi berkaitan dengan penelitian.Menurut Supranto (2003), cara pengumpulan data dibagi menjadi 2, yaitu :1. Data primer yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan/ suatu organisasi langsung melalui obyeknya.2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi. Data sudah dikumpulkan oleh pihak instansi lain.Data primer yang dikumpulkan meliputi komposisi hasil tangkapan, posisi pemasangan bubu, jumlah hasil tangkapan dan panjang hasil tangkapan. Sedangkan data sekunder meliputi data hasil tangkapan menggunakan bubu, data monografi desa dan jumlah dan jenis alat tangkap yang dioperasikan.

3.3. Analisis Data3.3.1. Analisis deskriptifProses analisis data pada faktor-faktor fisik perairan dilakukan secara deskriptif kuantitatif dengan mengumpulkan dan melakukan klasifikasi berupa pengelompokan/pengumpulan dan kategorisasi data ke dalam kelas-kelas yang telah ditentukan. Analisis deskriptif ini mempunyai tujuan untuk melihat gambaran suatu penelitian dan mempermudah dalam pembacaan suatu variabel data penelitian. Biasanya analisis deskriptif dapat berbentuk tabel, grafik, dan sebagainya. Pada penelitian ini analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan variabel faktor-faktor perairan dan komposisi hasil tangkapan pada alat tangkap yang berbeda 3.3.2. Analisis statistikaMetode statistika yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji regresi. Uji regressi digunakan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan/pengaruh dan kuat/lemahnya hubungan antar variabel penelitian. Regresi menjelaskan bagaimana satu variabel dihubungkan dengan variabel lain. Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan dimana nilai dari suatu variabel yang diketahui dapat digunakan untuk menduga nilai dari variabel yang lain yang tidak diketahui. Analisis regresi bermanfaat untuk menghitung persamaan regresi linear sederhana dan berganda, asosiasi statistik beserta scatter plot, diagnosa kolinearitas, harga prediksi dan residual. Persamaan regresi linear yang digunakan adalah persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :Y = a+b1X1+ b2X2+ b3X3+ ......+ bnXnKeterangan :Y= Variabel dependen (nilai yang dipresiksikan)X1 dan X2 = Variabel independena= Konstanta (nilai Y apabila X1, X2, X3, ........ Xn = 0)b= Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)Software yang digunakan adalah SPSS Statistik 17. Variabel uji yang digunakan adalah variabel independen (suhu, penetrasi cahaya, kedalaman, salinitas, pH) dan variabel dependen (hasil tangkapan ikan).

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT. Reneke Cipta. Jakarta.

Brandt, A.V. 1984. Fish Catching Mehthods of The World. Revised and England.

Ghufran, M. H. Kordi K. 2005. Budidaya Ikan Laut Di Keramba Jaring Apung. Rineka Cipta, Jakarta.

Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan Dalam Hubungannya dengan Alat, Metoda, dan Taktik Penangkapan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kunzman, A. 2001. Coral, fisherman and tourists. Jurnal Pesisir dan Lautan. Vol. 4(1):40-53.

Lowe-McConnell, R.H. 1987. Ecological Studies in Tropical Fish. Cambridge University Press. New York.

Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Murdiyanto, Bambang. 2003. Mengenal, Memelihara dan Melestarikan Ekosistem Terumbu Karang. COFISH Project. Jakarta.

Muzhar NA. 2003. Analisa Kerusakan Habitat dari Spesies-spesies Ikan Karang di Perairan Pulau Menjangan, Bali Barat, Bali [skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

Monintja D.R. dan S. Martasuganda. 1990. Teknologi Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Laut II. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Natsir, Mohammad. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

_______________ . 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta.

Nurhakim, S., J.C.B. Uktolseja, Badrudin & I.G.S. Mertha. 1998. Potensi, penyebaran, dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Indonesia. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta.

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Terj. Dari Marine Biology: An Ecological Approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo, & S. Sukardjo. 1992. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sainsbury JC. 1996. Commercial Fishing Methods, An Introduction to Vessels and Gears. Third Edition. Fishing New Books. London.

Sale PF. 2002. Coral reef Fishes. Dynamic and Diversity in a Complex Ecosystem. Academic Press. Elsevier Science (USA).

________________. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 50/1989, Edisis khusus. Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.

Sudirman dan A. Mallawa. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Rineka Cipta, Jakarta.

Sumiono. B dan Iskandar B. P. S. 1993. Penyebaran dan Kepadatan Stok Udang Laut Dalam Perairan di Perairan Tanibar dan Laut Timor. Jurnal Pen. Perikanan Laut No. 77 Tahun 1993. Jakarta.

Supriharyono, M. S. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Djambutan. Jakarta.

Yusuf N., 2000. Daerah Penangkapan Ikan (Fishing Ground). Program Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Jurusan Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang.