tugas makalah ujian

Upload: tetsukayuki

Post on 09-Mar-2016

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan kasus

TRANSCRIPT

TUGAS MAKALAH UJIANSINDROM NEFROTIK

Disusun oleh:Melisa 406148037

Penguji :dr. Bambang Suwirjo, Sp.PD

Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraKepaniteraan Ilmu Penyakit DalamRumah Sakit HusadaPeriode 9 November 2015 16 Januari 20161. DefinisiSindrom nefrotik adalah salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis yang ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif > 3,5 g/hari, hipoalbuminemia < 3,5 g/dl, hiperkolesterolemia dan lipiduria.

2. Etiologi Kongenital Finnish-type congenital nephrotic syndrome (NPHS1, nephrin) Denys-Drash syndrome (WT1) Frasier syndrome (WT1) Diffuse mesangial sclerosis (WT1, PLCE1) Autosomal recessive, familial FSGS (NPHS2, podocin) Autosomal dominant, familial FSGS (ACTN4, -actinin-4; TRPC6) Nail-patella syndrome (LMX1B) Pierson syndrome (LAMB2) Schimke immuno-osseous dysplasia (SMARCAL1) Galloway-Mowat syndrome Oculocerebrorenal (Lowe) syndrome Glomerulonefritis primer paling sering ditemukan Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun. Penyakit ini diturunkan secara resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. GN lesi minimal (GNLM) Glomerulosklerosis fokal (GSF) GN membranosa (GNMN) GN membranoproliferatif (GNMP) GN proliferative lain Glomerulonefritis sekunder akibat Infeksi HIV, hepatitis virus B dan C Sifilis, malaria, skistosoma Tuberculosis, lepra Keganasan Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin, myeloma multiple, karsinoma ginjal Penyakit jaringan penghubung Lupus eritematosus sistemik (SLE), arthritis rheumatoid, MCTD (mixed connective tissue disease) Efek obat dan toksin Obat antiinflamasi non steroid, preparat emas, penisilin, probenesid, air raksa, captopril, heroin Lain lain Diabetes mellitus, amiloidosis, pre-eklamsia, rejeksi alograf kronik, refluks vesikoureter atau sengatan lebah

3. Patofisiologi Reaksi antara antigen-antibodi menyebabkan permeabilitas membrane basalin glomerulus meningkat dan diikuti kebocoran protein, khusunya albumin. Akibatnya tubuh kehilangan albumin > 3,5 g/hari sehingga menyebabkan hipoalbuminemia, yang diikuti gambaran klinis sindrom nefrotik seperti edema, hiperlipoproteinemia dan lipiduria.

ProteinuriaProteinuria yang terjadi terutama proteinuria glomerular. Proteinuria tubulus hanya sebagai pemberat derajat proteinuria pada sindrom nefrotik.Peningkatan permeabilitas membran basalis kapiler-kapiler glomeruli dosertai peningkatan filtrasi protein plasma dan akhirnya terjadi proteinuria. Mekanisme peningkatan permeabilitas kapiler-kapiler glomeruli tidak diketahui jelas. Beberapa faktor yang turut menentukan derajat proteinuria sangat kompleks, diantaranya; konsentrasi plasma protein, berat molekul protein, muatan elektris protein, integritas barier membran basalais, muatan elektris pada filtrasi barier, reasorbsi, sekresi dan katabolisme sel tubulus serta degradasi intratubular dan urin.

HipoalbuminemiaPlasma protein terutama terdiri dari albumin, yang mempunyai berat molekul 69.000. Hepar memegang peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan sejumlah protein, baik renal maupun non-renal. Mekanisme kompensasi dari hepar untuk meningkatkan sintesis albumin, terutama untuk mempertahankan komposisi protein dalam ruang ekstravaskuler dan intravaskuler. Pada sindrom nefrotik, selalu terdapat hipoalbuminemia meskipun sintesis albumin meningkat di hepar. Keadaan hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh beberapa faktor: Kehilangan protein dari tubuh melalui urin dan usus Katabolisme albumin, pemasukan berkurang karena nafsu makan menurun dan mual-mual Utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal.Jika kompensasi sintesis albumin dalam hepar tidak adekuat, plasma albumin menurun, terjadi keadaan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia akan diikuti oleh hipovolemia yang mungkin menyebabkan uremia prerenal dan tidak jarang terjadi oliguric acute renal failure. Penurunan faal ginjal akan mengurangi filtrasi Natrium dari glomerulus namun keadaan hipoalbuminemia akan mencegah resorpsi Na ke dalam kapiler peritubuler. Resorpsi Na secara pasif sepanjang Loop of Henle bersamaan dengan resorpsi ion Cl secara aktif sebagai akibat rangsangan dari keadaan hipovolemia. Mekanisme keadaan hipovolemia yang merangsang resorpsi Cl dan Na tdak diketahui pasti. Beberapa macam diuretik seperti Furosemid yang bekerja pada loop of Henle sangat efektif menimbulkan natriuresis pada SN. Retensi Na dan air yang berhubungan dengan sistem renin-angiotensin-aldosteron dapat terjadi jika SN telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme sekunder. Retensi air dan natrium ini dapat dikeluarkan dari tubuh dengan pemberian takaran tinggi diuretik yang mengandung antagononis aldosteron.

EdemaGangguan pada membran basal glomerulus akan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein dan terjadi proteinuria, sehingga tubuh akan kekurangan protein termasuk albumin dan imunoglobulin. Oleh karena itu tubuh akan kekurangan albumin yang keluar melalui urine, dan kompensasi hati untuk mensintesis albumin tidak cukup untuk menutup kekurangan tersebut sehingga terjadi keadaan hipoalbuminemia. Keadaan ini akan menyebabkan tekanan onkotik plasma menurun dan tidak dapat mengimbangi tekanan hidrostatik plasma tersebut, sehingga tekanan hidrostatik yang seolah-olah membesar tersebut akan mendorong cairan plasma keluar ke ruang interstisial yang disebut dengan edema. Keadaan edema ini menyebabkan volume intravaskular menurun dan menyebabkan tubuh berkompensasi dengan mengaktifkan system renin-angiotensin-aldosteron dan ADH sehingga terjadi retensi air dan natrium.Kemampuan hepar dalam mengkompensasi sintesis albumin tidak mencukupi kebutuhan albumin dalam tubuh. Maka keadaan berkurangnya intake protein oleh karena anoreksia dan malnutrisi serta penyakit hepar akan memperburuk kekurangan albumin tersebut. Keadaan hipoalbumin ini akan merangsang peningkatan sintesis LDL dan VLDL, menurunkan katabolisme lipoprotein, dan meningkatkan precursor kolesterol . Oleh karena itu di dalam tubuh akan terjadi peningkatan trigliserida, fosfolipid, dan juga kolesterol sehingga tercapai keadaan hiperlipidemia. Lipiduria juga terjadi karena manifestasi dari lipid casts dan free fat droplets yang menembus glomerulus ginjal keluar melalui urin. Globulin dalam plasma berikatan dengan vitamin D (25-hidroxycalciferol) dan tiroksin. Pada keadaan proteinuria globulin juga akan banyak keluar dari tubuh sehingga tubuh akan kehilangan vitamin D dan tiroksin yang aktif (konsentrasi vitamin D dan tiroksin bebas serta TSH dalam plasma tetap). Kehilangan vitamin D aktif akan menyebabkan penurunan absorpsi kalsium dari usus, sehingga akan terjadi keadaan hipokalsemia, dan akan terjadi keadaan hiperparatiroidism, osteomalasia dan menurunnya kadar kalsium yang terionisasi dalam plasma. Keadaan kadar tiroksin terikat globulin yang menurun kadang-kadang akan menyebabkan keadaan hipotiroidism. Pada sindroma nefrotik juga akan terjadi peningkatan agregasi platelet, peningkatan fibrinogen dan factor koagulasi, serta penurunan antitrombin, sehingga tubuh akan mengalami hiperkoagulability. Oleh karena aktivitas koagulasi yang berlebih ini, maka resiko terjadinya tromboemboli akan meningkat. Hipoalbumin menyebabkan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-kapiler glomeruli, diikuti langsung oleh difusi cairan ke jaringan interstitial, klinis disebut edema (sembab). Penurunan tekanan onkotik mungkin disertai penurunan volume plasma dan hipovolemia. Hipovolemiansi dapat menyebabkan retensi natrium dan air. Proteinuria masih menyebabkan hipoalbuminemia dan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-kapiler glomeruli dan akhirnya terjadi edem.

4. Tanda dan gejala klinis Edema perifer, edema periorbital, pitting edema Ascites Edema paru Penurunan jumlah urin, berwarna gelap dan berbusa Anoreksia Hematuria Proteinuria Diare Pucat Gagal tumbuh (anak) dan atrofi otot pada jangka panjang

5. DiagnosisPada anamnesis perlu diperhatikan pertanyaan berikut : Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan. Penggunaan obat jangka lama Kemungkinan berbagai infeksi Riwayat penyakit sistemik

Pemeriksaan fisik : Penurunan berat badan Pada mata dapat terdapat edema periorbital Tanda dehidrasi dan anoreksia Pada paru dapat terdapat penurunan suara vesikuler (retensi cairan edema paru) Pada abdomen dapat terdapat fluid wave (+), penurunan suara timpani pada semua kuadran, nyeri ketok cva +/- Pada ekstremitas dapat terdapat edema perifer disertai pitting edema, penurunan massa otot Tanda lupus eritematous sistemik Mencari sumber infeksi dan luka

Pemeriksaan penunjang yang disarankan : Darah lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, hematokrit, LED) Ureum, kreatinin, eGFR dan klirens kreatinin Kadar albumun dalam serum, kolestrol, trigliserida Pemeriksaan urininalisa dan urin sedimen Kadar komplemen C3 Uji mantoux Pemeriksaan serologic dan biopsi untuk menyingkirkan penyebab GN sekunder

6. Komplikasi Penurunan volume intravaskuler (shock hipovolemi) Kemampuan koagulasi yang berlebihan (thrombosis vena) Perburukan pernapasan (berhubungan dengan retensi cairan dan edema paru) Kerusakan kulit Infeksi sekunder karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia Peritonitis 7. Penatalaksanaan Pengobatan pada SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap penyakit dasar dan pengobatan non spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol edema dan mengobati komplikasi. Edema diet rendah garam, diuretic, tirah baring. Dapat diberikan furosemid oral dan bila resisten dapat dikombinasi dengan tiazid, metalazon, acetazolamid. Proteinuria memperbaiki hipoalbuminemia, mengurangi risiko komplikasi yang ditimbulkan. Pembatasan asupan protein menjadi 0,8 1 g/KgBB/hari. Obat ace inhibitor dan Antagonis reseptor angiontensin 2 dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduanya mempunyai efek dalam menurunkan proteinuria. Risiko tromboemboli pemberian antikoagulan jangka panjang (masih kontroversi) Dislipidemia obat penurun lemak golongan statin seperti simvastatin, pravastatin dan lovastatin dapat menurunkan kolestrol LDL, trigliserid, dan meningkatkan kolestrol HDL Hipokalsemia suplementasi kalsium 250-500 mg/hari dan vitamin D (125-250 IU). Apabila telah ada tetani perlu diberikan kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5 ml/kgBB intravena. Berdasarkan International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), terapi inisial untuk anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid adalah prednison dosis 60mg/m2LPB/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi. Terapi inisial diberikan dengan dosis penuh selama 4 minggu. Apabila dalam empat minggu pertama telah terjadi remisi, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2LPB/hari atau 1,5 mg/kgBB/hari, diberikan selang satu hari, dan diberikan satu hari sekali setelah makan pagi. Apabila setelah dilakukan pengobatan dosis penuh tidak juga terjadi remisi, maka pasien dinyatakan resisten steroid.

8. Prognosis Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut : Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun. Jenis kelamin laki-laki. Disertai oleh hipertensi. Disertai hematuria Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal Pengobatan yang terlambat, diberikan setelah 6 bulan dari timbulnyaa gambaran klinisPada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.

Daftar pustaka :1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 5 bab 131 Sindrom Nefrotik2. Harrisson edisi 19th volume 2 part 13 bab 338 Glomerular Diseases3. Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia4. Buku Ajar Nefrologi Anak FK UI