tugas baca ujian

40
NUTRISI PARENTERAL DEFINISI Nutrisi Parenteral (NP) merupakan cara pemberian nutrisi dan energi secara intravena yang bertujuan untuk memberikan kecukupan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan bayi baru lahir yang mempunyai problem klinik yang berat, terutama pada Bayi Baru Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) di mana belum/tidak memungkinkan untuk diberikan nutrisi enteral. (1,2,3,4,5) INDIKASI Bayi dengan berat badan 1800 g yang kebutuhan nutrisi enteralnya tidak dapat terpenuhi > 3 hari. Bayi dengan berat badan > 1800 g yang kebutuhan nutrisi enteralnya tidak terpenuhi > 5 hari. Gangguan respirasi > 4 hari (termasuk seringnya serangan apnea) Malformasi kongenital traktus gastrointestinalis Enterokolitis netrotikans Diare berlanjut atau malabsorbsi Pasca operasi (khusunya operasi abdomen) (1,2,3,4,5) KEBUTUHAN NUTRIEN Untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bayi baru lahir harus mendapat cairan dan

Upload: sita-munawir

Post on 19-Nov-2015

245 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

TUGAS BACA

TRANSCRIPT

NUTRISI PARENTERAL

DEFINISINutrisi Parenteral (NP) merupakan cara pemberian nutrisi dan energi secara intravena yang bertujuan untuk memberikan kecukupan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan bayi baru lahir yang mempunyai problem klinik yang berat, terutama pada Bayi Baru Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) di mana belum/tidak memungkinkan untuk diberikan nutrisi enteral. (1,2,3,4,5)

INDIKASI Bayi dengan berat badan 1800 g yang kebutuhan nutrisi enteralnya tidak dapat terpenuhi > 3 hari. Bayi dengan berat badan > 1800 g yang kebutuhan nutrisi enteralnya tidak terpenuhi > 5 hari. Gangguan respirasi > 4 hari (termasuk seringnya serangan apnea) Malformasi kongenital traktus gastrointestinalis Enterokolitis netrotikans Diare berlanjut atau malabsorbsi Pasca operasi (khusunya operasi abdomen) (1,2,3,4,5)

KEBUTUHAN NUTRIENUntuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bayi baru lahir harus mendapat cairan dan elektrolit, kalori (karbohidrat, protein, lemak), vitamin dan mineral yang sesuai dengan kebutuhan. (2,3,7,8)

CAIRANTabel 1 : Kebutuhan cairan inisial pada neonatusBerat badan (kg)Jumlah cairan (ml/kg BB/hari)

< 24 jam24-28 jam> 48 jam

< 1,01,0 1,5> 1,5100 15080 10060 - 80120 150100 12080 - 120140 190120 160120 160

(Dikutip dari : 2,7)

ELEKTROLITTabel 2 : Kebutuhan elektrolit yang dianjurkan pada neonatusElektrolitDosisi harian yang dianjurkan (meq/kg/BB)

KaliumNatriumKloridaKalsiumMagnesiumFosfor1 42 51 53 40,3 0,51 2 mmol/kg

(Dikutip dari : 2,7)

ENERGIUmumnya bayi baru lahir untuk dapat tumbuh memerlukan kalori 50-60 kkal/kg BB/hari (to maintain weight) dan 100-200 kkal/kg BB/hari (to induce weight-gain). (2,3,7,8)

KARBOHIDRATSumber utama karbohidrat berasal dari glukosa. Untuk mencegah terjadinya hipoglikemia, kebutuhan yang diperlukan untuk bayi cukup bulan adalah 6-8 mg/kg BB/menit dan bayi kurang bulan adalah 4 mg/kg BB/menit, dapat ditingkatkan 0,5-1 mg/kg BB/menit setiap hari sampai 12-14 mg/kg BB/menit dalam 5-7 hari. Kebutuhan akan meningkat pada keadaan stress (misalnya : sepsis, hipotermia) atau bayi dengan ibu Diabetes Mellitus. (2,3,7,8)

PROTEINPemberian protein biasanya dimulai dalam 48 jam pemberian nutrisi parenteral dan diberikan dalam bentuk asam amino sintetik. Dosis yang dianjurkan adalah sebagai berikut :a. Neonatus dengan BB < 1000 gPemberian awal dengan 0,5-1 g/kg BB/hari, kemudian ditingkatkan lagi 0,25-0,5 g/kg BB/hari sampai mencapai 2,5-3,5 g/kg BB/hari dan asam amino 2-2,5 g/kg BB/hari.b. Neonatus dengan BB > 1000 gPemberian awal dengan dosis 1 g/kg BB/hari, kemudian ditingkatkan 1 g/kg BB/hari sampai mencapai 1,5-3,5 g/kg BB/hari. (2,3,7,8)Pemberian asam amino tidak boleh diberikan jika pemberian kalori dalam bentuk glukosa < kal/kg BB/hari, karena penggunaan asam akan rendah sehingga timbul asidosis dan hiperammonia. (2,3,7,8)

LEMAKPemberian lemak dapat menggunakan emulsi lemak 10% yang mengandung 10 g trigliserida dan 1,1 kkal/ml atau 20% yang mengandung 20 g trigliserida dan 2 kkal/ml. (2,3,7,8) Kebutuhan lemak pada pemberian NPT adalah sebagai berikut :a. Nonatus dengan BB < 1000 gPemberian awal 0,5 g/kg BB/hari, kemudian ditingkatkan 0,25-0,5 g/kg BB/hari sampai mencapai 2-2,5 g/kg BB/hari.b. Neonatus dengan BB > 1000 gPemberian awal di mulai dengan dosis 1 g/kg BB/hari, kemudian ditingkatkan 1 g/kg BB/hari sampai mencapai 3 g/kg BB/hari.

Pemberian emulsi lemak dimulai setelah pemberian dekstrosa dan asam amino dapat di toleransi dengan baik oleh neonatus dan pemberian emulsi lemak sebaiknya dalam 24 jam.Pada pemberian lemak, harus dilakukan monitoring terhadap kadar trigliserida darah, pemberian harus dikurangi jika kadar trigliserida > 150 mg/dl. Hati-hati pemberian lemak pada bayi dengan penyakit paru atau hati.

Pemberian infus lemak harus di hentikan, jika terjadi : Sepsis Trombositopenia (< 50.000/mm3) Asidosis (pH < 7,25) Hiperbilirubinemia (2,3,7,8)

PROSEDUR PEMBERIAN Nutrisi Parenteral Total (NPT)NPT PERIFERNutrien diberikan melalui vena perifer yang biasanya vena pada kaki atau tangan. Osmolaritas cairan yang diberikan antara 300-900 mosm/L. Maksimum konsentrasi dekstrose yang digunakan adalah 12,5%, asam amino 2% dan 400 mg/dl kalsium glukonas.Prosedur pemberian NPT secara perifer : Larutan asam amino, dekstrose dan lipid dapat diberikan perinfus melalui kateter plastik (No. 22 atau 24 F) atau melalui wing needle. Dekstrose dan asam amino dicampur pada botol yang sama, kemudian dihubungkan dengan bagian bawah infus yang mempunyai filter berukuran 0,22 um. Cairan lipid dihubungkan dengan infus diluar filter melalui bagian atas dari T-connector atau Y-connector. Infusion pump dibutuhkan untuk mempertahankan tetesan cairan infus agar tetap konstan. Infus set, termasuk tube dan jarum intravena harus diganti setiap 3 hari, kecuali untuk lipid diganti setiap 24 jam. Sebaiknya jarum intravena dipindahkan ke tempat lain setiap 48 jam. Cairan parenteral dan cairan lipid diganti setiap hari. Obat-obatan tidak boleh melalui cairan NPT. Obat-obatan diberikan setelah kateter dibilas dengan NaCl dan melalui cairan intravena. Semua cairan infus disipakan oleh bagian farmasi. Dapat ditambahkan mineral, vitamin dan unsur kelumit. Dapat digunakan emulsi lemak 10 atau 20% (2,3,7,8)

NPT SENTRALOsmolaritas cairan yang digunakan dapat diatas 900 mosm/L, konsentrasi dekstrose 15-25%. (2,3,7,8)Prosedur pemberian NPT sentral : Kateter dipasang pekutan atau melalui vena seksi. Pada BBLSR digunakan kateter silastik yang paling kecil, yaitu No. 1, 9 F sedangkan untuk bayi yang lebih besar digunakan No. 2, 7 F. Sebaiknya dihindari penggunaan kateter double lumen yang lebih besar, karena berhubungan dengan sindroma Vena Cava Superior dan erosi dinding pembuluh darah. Kateter dapat dimasukkan melalui V. Antekubiti, V. Saphena, V. Jugularis interna dan eksterna, V. Subkalvia atau yang lebih jarang melalui V. Umbikalis atau fermoralis. Kateter harus diarahkan sedemikian rupa sehingga ujungnya terletak pada sambungan antara atrium kanan dan V. Cava superior/inferior. Sebaiknya hindari penggunaan keteter arteri umbikalis untuk infus NPT pada BBLSR, karena hal ini menimbulkan kerugian berupa insiden trombosis tinggi, tidak dapat digunakan untuk memperoleh sampel darah, biasanya tidak diberikan nutrisi enteral selama terpasang kateter arteri umbilikal. Cairan yang diberikan dengan infusion pump melalui penghubung Y atau T, sama dengan pemberian perifer. Karena tingginya resiko infeksi pada pemberian secara sentral, maka tidak boleh digunakan untuk pengambilan darah, pemberian obat-obatan maupun transfusi. Semua cairan disiapkan di bagian farmasi. Heparin ditambahkan dengan konsentrasi 0,5 u/ml cairan (2,3,7,8)

PEMANTAUANTujuan pemantauan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan menilai keberhasilan terapi. (2,3,7)Tabel 4 : Jadwal Pemantauan Neonatus dengan Nutrisi ParenteralParameterFrekwensi Pemeriksaan

SuhuAntropometriBerat badanPanjang badanLingkar kepalaMetabolikGlukosaKalsium & FosforElektrolit

Magnesium

HematokritBUN & KreatininBilirubinAmmoniaProtein & AlbuminSGOT & SGPTTrigliseridaUrineBerat jenis & GlukosaSetiap 4 jam

Setiap hariSetiap mingguSetiap hari

Setiap hari2 x/minggu, kemudian setiap minggSetiap hari dalam 3 hari pertama, kemudian 2 x/minggu, jika berat badan < 1000 g, 3 x/minggu Selang sehari dalam minggu pertama, kemudian setiap mingguSelang sehari selama 1 minggu, kemudian setiap mingguSetiap mingguSetiap minggu, jika menggunakan protein tinggiSetiap mingguSetiap mingguSetiap mingguSetiap minggu untuk penderita yang diberikan lemak

Setiap sample urin selama minggu pertama, kemudian tiap shift

(Dikutip dari : 2,7)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kalhan SC and Price IT. Parenteral Nutrition In : Care of the High Risk Neonate. Fanaroff AA and Klaus MH, 5rd Ed, WB Saunders Company, 2001, 150-159 and 174-175.2. Gomella TL. Parenteral Nutrition. In : Neonatology : Management, Procedures, On-Call problems. Diseases, Drugs, 5th Ed, Lange Medical Books/Mc. Graw-Hill, 2004 ; 94-101.3. Crouch JB and Rubin LP. Parenteral Nutrition. In : Cloherty Jl and Stark AR. Manual of Neonatal Care, 3rd Bd. Little, Brown and Co, 2004.4. Roberton NRC and Rennie JM. Parenteral Nutrition. In : A Manual of Neonatal Intensive care, 4th Ed. Arnold International Students, Ed, 2002 : 51-61.5. Nelson Textbook Pediatr. Parenteral Nutrition In ; Nelson Textbook Pediatr, 17th Ed, Philadelphia WB Saunders, Co, 2004 : 554-556.6. Monintja HE dan Victor Yu. Nutrisi Parenteral. Dalam : Beberapa Masalah Perawatan Intensif Neonatus, Balai Penerbit FK UI Jakarta, 1997 : 245-69.7. Abdurachman S. Nutrisi Parenteral. Dalam : Pedoman Terapi Penyakit Pada Bayi Bary Lahir, Bagian IKA FK Unpad Bandung, 2002 : 114-24.8. Jayashrse Ramasethu. Parenteral Nutrition (Guest Lecture, Div. of Neonatology, Georgetown University Medical Centre, Washington DC, USA). In : Workshop of Neonatology Intensive Care, Harapan Kita Children and Maternity Hospital, Jakarta, 2003.9. Risa E. Nutrisi Parenteral pada BBLASR (ilustrasi kasus). Perinatologi RSAB Harapan Kita Jakarta, 2003 and in Neonatology Unit Vrije Universiteit Medisch Centrum Amsterdam, 2003 (un-published).

PROSES PEMBENTUKAN PARU PADA JANIN

Pembentukan paru dimulai pada kehamilan 3 - 4 minggu dengan terbentuknya trakea dari esofagus. Pada 24 minggu terbentuk rongga udara yang terminal termasuk epitel dan kapiler, serta diferensiasi pneumosit tipe I dan II. Sejak saat ini pertukaran gas dapat terjadi namun jarak antara kapiler dan rongga udara masih 2 -3 kali lebih lebar dibanding pada dewasa. Setelah 30 minggu terjadi pembentukan bronkiolus terminal, dengan pembentukan alveoli sejak 32 34 minggu. Surfaktan muncul pada paru-paru janin mulai usia kehamilan 20 minggu tapi belum mencapai permukaan paru. Muncul pada cairan amnion antara 28-32 minggu. Level yang matur baru muncul setelah 35 minggu kehamilan. Surfaktan mengurangi tegangan permukaan pada rongga alveoli, memfasilitasi ekspansi paru dan mencegah kolapsnya alveoli selama ekspirasi. Selain itu dapat pula mencegah edema paru serta berperan pada sistem pertahanan terhadap infeksi. Komponen utama surfaktan adalah Dipalmitylphosphatidylcholine (lecithin) 80 %, phosphatidylglycerol 7 %, phosphatidylethanolamine 3 %, apoprotein (surfactant protein A, B, C, D) dan cholesterol. Dengan bertambahnya usia kehamilan, bertambah pula produksi fosfolipid dan penyimpanannya pada sel alveolar tipe II. Protein merupakan 10 % dari surfaktan, fungsinya adalah memfasilitasi pembentukan film fosfolipid pada perbatasan udara-cairan di alveolus, dan ikut serta dalam proses perombakan surfaktan.

FISIOLOGI BAYI BARU LAHIR

PEREDARAN DARAH PADA JANIN

Pada janin, pertukaran gas dan metabolit dilakukan oleh plasenta. Paru-paru tidak memberikan pertukaran gas, dan pembuluh darah dalam sirkulasi paru mengalami vasokonstriksi.Ada 3 bagian penting pada janin untuk sistem kardiovaskular: duktus venosus (tempat dimana darah teroksigenasi dari vena umbilikalis bercampur dengan darah vena cava inferior yang kurang teroksigenasi dari bagian bawah tubuh janin), duktus arteriosus (duktus yang menghubungan aorta dan arteri pulmonalis janin) dan foramen ovale (foramen yang terletak di antara atrium kiri dan kanan).

Peredaran darah janin berlangsung sebagai berikut:Darah yang kaya dengan nutrisi dan 02 dialirkan melalui vena umbilikalis menuju hati, dimana terdapat duktus venosus Arantii, langsung menuju dan masuk ke vena kava inferior lalu masuk ke atrium kanan jantung janin.Dari atrium kanan janin sebagian besar darah masuk ke atrium kiri melalui foramen ovale.Sebagian kecil darah dari atrium kanan masuk ke ventrikel kanan.Darah yang masuk ke atrium kiri akan dipompa ke ventrikel kiri dan dari ventrikel kiri dipompa masuk ke aorta dan selanjutnya dialirkan ke seluruh tubuh janin.Cabang aorta di bagian bawah menjadi dua arteri hipogastrika interna, yang mempunyai cabang arteria umbikalis.Darah dari ventrikel kanan dipompa menuju paru-paru, tetapi karena paru-paru belum berkembang maka darah yang terdapat pada arteri pulmonalis dialirkan menuju aorta melalui duktus arteriosus Bothalli.Darah yang dialirkan menuju paru-paru akan dialirkan kembali menuju jantung melalui vena pulmonalis.Darah yang menuju plasenta melalui arteri umbilikalis terpecah menjadi kapiler untuk mendapatkan nutrisi dan 02 untuk pertumbuhan dan perkembangan janin.Sisa metaholisme janin dan CO2 dilepaskan ke dalam sirkulasi retroplasenter untuk selanjutnya dibuang melalui alat pembuangan yang terdapat di tubuh ibu.

Komponen/Organ yang Terlibat dalam Pembuluh Darah Janin :1.Plasenta Tempat terjadinya pertukaran darah bersih dengan yang kotor.2.Umbilikalis Mengalirkan darah dari plasenta ke janin dan dari janin ke plasenta.3.Hati Terdapatnya percabangan antara vena porta dengan duktus venosus arantii.4.JantungTerdapatnya foramen ovale yang langsung menyalurkan darah dari atrium dekstra ke atrium sinistra.5

Setelah anak lahir, maka karena anak bernafas terjadilah penurunan tekanan arteripurmonalis, sehingga banyak darah mengalir ke paru-paru. Dengan demikian paru-paru akan berkembang. Tekanan dalam paru-paru akan mengecil dan seolah-olah darah akan terhisap oleh paru-paru. Ductus arteriosus Botalli tertutup 1-2 menit setelah anak bernafas.Dengan terguntingnya tali pusat, maka darah dalam venacava inferior berkurang dan dengan demikian juga tekanan dalam serambi kanan berkurang, sebaliknya tekanan dalam serambi kiri bertambah karena darah yang datang dari paru-paru bertambah, akibatnya ialah penutupan foramen ovale. Sisa ductus arteriosus bottalli disebut ligamentum arteriosus dan dari ductus venosus arantii menjadi legamentum vesico umbilicale laterale kiri dan kanan. Dengan demikian, setelah bayi lahri, kebutuhan oksigen akan dipenuhi oleh udara yang dihisapnya dan kebutuhan nutrisi dipenuhi oleh makanan yang dicerna melalui proses pencernaan. Telah di katakan bahwa O2 janin rendah dibandingkan dengan orang dewasa. Untuk mengimbangi keadaan ini peredaran darah janin lebiuh cepat, kadar Hb janin tinggi ( sampai 18 gr% ) dan erythrocytnya banyak ( 5,5 juta per mm).Hb janin sedikit berbeda dari Hb oang dewasa. Hb janin terutama terbuat dalam hati sedangkan Hb , orang dewasa pada sumsum merah.Hb, janin lebih mudah mengambil dan menyerahkan O2dari pada darah orang dewasa.Hb, janin baru di ganti seluruhnya oleh Hb, biasa pada umur 4 bulan atau lebih.Selama janin dalamuterusternyata ia sudah melakukan pergerakan pernafasan pergerakan ini rupanya perlu untuk perkembangan pembuluh darah paru-paru, jadi pernafasan setelah anak lahir , sebetulnya hanya lanjutan gerakan pernafasan intrauterin.Perubahan Primer resistensi vascular paru dan sistemik waktu lahir meliputi:a.Hilangnya aliran darah dalam jumlah besar melalui plasenta yang kira-kira dua kali lipat resistensi vascular sistemik waktu lahir.b.Resistensi vascular paru sangat banyak menurun akibat pengembangan paru.c.Penutupan foramen ovale.

Faktor-Faktor yang Mengubah Peredaran Darah Janin:Setelah kelahiran terjadi perubahan peredaran darah janin, faktor penting yang mengubah peredaran darah janin menuju peredaran darah dewasa ditentukan oleh :1.Berkembangnya paru-paru janinBerkembangnya paru-paru janin dapat menyebabkan tekanan negatif dalam paru sehingga dapat menampung darah, untuk melakukan pertukaran CO2 dan O2 dari udara sehingga terjadi oblitersi pada duktus arteriosus bothalli.Tekanan dalam atrium kiri makin meningkat, sehingga dapat menutup foramen ovale. Tekanan yang tinggi pada atrium kiri disebabkan darah yang mengalir ke atrium kanan kini langsung menuju paru-paru dan selanjutnya dialirkan ke atrium kiri melalui vena pulmonalis. Dua faktor ini menyebabkan tekanan di atrium kiri meningkat.2.Terputusnya hubungan peredaran darah antara ibu dan janinTerputusnya hubungan peredaran darah antara ibu dan janin terjadi karena dipotongnya tali pusat sehingga terjadi peredaran darah pulmonal yang mengakibatkan terjadi pernafasan pulmona. Dengan demikian duktus arteriosus bothalli tidak berfungsi dan akan mengalami perubahan dan menjadi ligamentum arteriosum begitu juga dengan yang lain. Vena umbilikal menjadi ligamentum teres, duktus venosus arantii menjadi ligamentum venosum serta foramen ovale menjadi hypogastrik arteries kecuali beberapa cm pertama yang tetap terbuka sebagai arteri vesical superior.Pemotongan tali pusat sebaiknya dilakukan setelah bayi menangis dan tali pusat berhenti berdenyut karena dapat menambah darah dari plasenta sekitar 50 ml s/d 75 ml yang sangat berarti bagi pertumbuhan janin.3.Terbentuknya Adult Haemoglobin (Tipe A)Terbentuknya Adult Haemoglobin (Tipe A) sehingga setelah lahir dapat menangkap oksigen dan melepaskan CO2 melaului pernafasan sehingga terjadi pertukaran O2 dan CO2 di paru-paru.

HIALIN MEMBRAN DISEASE

PENDAHULUAN

Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. 1,2,3 Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress Syndrome ( RDS ). Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et al,2001). Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000). Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus. 4,5 Defisiensi surfaktan diperkenalkan pertamakali oleh Avery dan Mead pada 1959 sebagai faktor penyebab terjadinya RDS. Penemuan surfaktan untuk RDS termasuk salah satu kemajuan di bidang kedokteran, karena pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan tekanan ventilator dan mengurangi konsentrasi oksigen yang tinggi. Hasil-hasil dari uji coba klinik penggunaan surfaktan buatan (Willkinson,1985), surfaktan dari cairan amnion manusia ( Merrit,1986), dan surfaktan dari sejenis lembu/bovine (Enhoring,1985) dapat dipertanggungjawabkan dan dimungkinkan. Surfaktan dapat diberikan sebagai pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit pernapasan pada bayi yang disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan. 3,4

DefinisiHMD disebut juga respiratory distress syndrome (RDS) atau Sindroma Gawat Nafas (SGP) tipe 1, yaitu gawat napas pada bayi kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir, ditandai adanya kesukaran bernafas, (pernafasan cuping hidung, grunting, tipe pernapasan dispnea / takipnea, retraksi dada, dan sianosis) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48 96 jam pertama kehidupan. Penyebabnya adalah kurangnya surfaktan. Gagal nafas dapat didiagnosa dengan analisis gas darah. Edema sering didapatkan pada hari ke-2, disebabkan oleh retensi cairan dan kebocoran kapiler. Diagnosa dapat dikonfirmasi dengan foto rontgen. Pada pemeriksaan radiologist ditemukan pola retikulogranuler yang uniform, gambaran ground glass appearance dan air bronchogram. Namun gambaran ini bukan patognomonik RDS. 2,5

Etiologi HMDKegagalan mengembangkan functional residual capacity (FRC) dan kecenderungan dari paru yang terkena untuk mengalami atelektasis berhubungan dengan tingginya tegangan permukaan dan absennya phosphatydilglycerol, phosphatydilinositol, phosphatydilserin, phosphatydilethanolamine dan sphingomyelin. 4Pembentukan surfaktan dipengaruhi pH normal, suhu dan perfusi. Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia pulmonal; yang terjadi akibat hipovolemia, hipotensi dan stress dingin; menghambat pembentukan surfaktan. Epitel yang melapisi paru-paru juga dapat rusak akibat konsentrasi oksigen yang tinggi dan efek pengaturan respirasi, mengakibatkan semakin berkurangnya surfaktan. 9

Patofisiologi HMDFaktor2 yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik 2,3Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang12 immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD). Gambaran radiologi tampak adanya retikulogranular karena atelektasis,dan air bronchogram Gejala klinis yang progresif dari RDS adalah : - Takipnea diatas 60x/menit - Grunting ekspiratoar - Subcostal dan interkostal retraksi - Cyanosis - Nasal flaring Pada bayi extremely premature ( berat badan lahir sangat rendah) mungkin dapat berlanjut apnea, dan atau hipotermi. Pada RDS yang tanpa komplikasi maka surfaktan akan tampak kembali dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat memburuk secara bertahap pada 24-36 jam pertama. Selanjutnya bila kondisi stabil dalam 24 jam maka akan membaik dalam 60-72 jam. Dan sembuh pada akhir minggu pertama.

DiagnosisGejala klinisBayi kurang bulan (Dubowitz atau New Ballard Score) disertai adanya takipneu (>60x/menit), retraksi kostal, sianosis yang menetap atau progresif setelah 48-72 jam pertama kehidupan, hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru, ronki halus inspiratoir. 2Manifestasi klinis berupa distress pernafasan dapat dinilai dengan APGAR score (derajat asfiksia) dan Silverman Score. Bila nilai Silverman score > 7 berarti ada distress nafas, namun ada juga yang menyatakan bila nilainya > 2 selama > 24 jam. 2,12

Gambaran RontgenBerdasarkan gambaran rontgen, paru-paru dapat memberikan gambaran yang karakteristik, tapi bukan patognomonik, meliputi gambaran retikulogranular halus dari parenkim dan gambaran air bronchogram tampak lebih jelas di lobus kiri bawah karena superimposisi dengan bayangan jantung. Awalnya gambaran rontgen normal, gambaran yang tipikal muncul dalam 6-12 hari. 9Gambaran rontgen HMD dapat dibagi jadi 4 tingkat :Stage I : gambaran reticulogranularStage II : Stage I disertai air bronchogram di luar bayangan jantungStage III : Stage II disertai kesukaran menentukan batas jantung.Stage IV : Stage III disertai kesukaran menentukan batas diafragma dan thymus. Gambaran white lung. Tes kocok (Shake test)Dari aspirat lambung dapat dilakukan tes kocok. Aspirat lambung diambil melalui nasogastrik tube pada neonatus banyak 0,5 ml. Lalu tambahkan 0,5 ml alkohol 96 %, dicampur di dalam tabung 4 ml, kemudian dikocok selama 15 detik dan didiamkan selama 15 menit. Pembacaan : Neonatus imatur : tidak ada gelembung 60 % resiko terjadi HMD +1 : gelembung sangat kecil pada meniskus (< 1/3) 20 % resiko terjadi HMD +2 : gelembung satu derat, > 1/3 permukaan tabung +3 : gelembung satu deret pada seluruh permukaan dan beberapa gelembung pada dua deret +4 : gelembung pada dua deret atau lebih pada seluruh permukaan neonatus matur

DAFTAR PUSTAKA

1. Honrubia.D; Stark.AR. Respiratory Distress Syndrome. Dalam : Cloherthy J, Eichenwald EC, Stark AR,Eds. Manual of Neonatal Care,edisi 6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,2004:341-61.2. Rennie JM, Roberton NRC. Respiratory Distress Syndrome. Dalam A Manual of Neonatal Intensive Care, Edisi 4.London ; Arnold, 2002:128-78.3. Pusponegoro TS. Penggunaan Surfaktan pada Sindrom Gawat Nafas Neonatal. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak no 27, Nopember 1997; 89-96274. Jobe.A. Pulmonary Surfactant Therapy. N Engl J Med 1993;328:861-685. Gomella TL, Cunningham.MD, Eyal.FG, Eds. Hyaline Membran Disease (Respiratory Distress Syndrome) .Dalam Neonatology-Management, Procedures, On-Call Problems, Diseases, and Drugs; Edisi 6. McGraw-Hill.Co,2005;539-43.6. Indarso F. Kegawatan nafas pada bayi baru lahir, respiratory distress syndrome resusitasi awal dan lanjut: Dalam Forum Komunikasi Ilmiah ( FKI ) Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK.Unair/RSUD Dr. Soetomo , 17 Pebruari 1999,1-67. Damanik MS, Indarso F, Harianto A, Etika.R Masalah Perawatan Pada Bayi Prematur. Pelatihan Perawatan Neonatologi, 8 Maret 8 Mei 2004, 1-12.8. Anonimous. Premature infant. dari : www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article 2002. Updated nopember 16,2002.9. Graham.P. Premature infant. dari: www.merck manual.com. Updated december 22,2002.10.Goldenberg RL, Hauth JC, Andrews WW. Intrauterine Infection and preterm delivery. N Engl J Med 2000,342:1500-07.

SURFAKTAN

Surfaktan merupakan suatu bahan senyawa kimia yang memiliki sifat permukaan aktif. Surfaktan pada paru manusia merupakan senyawa lipoprotein dengan komposisi yang kompleks dengan variasi berbeda sedikit diantara spesies mamalia. Senyawa ini terdiri dari fosfolipid (hampir 90% bagian), berupa Dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC) yang juga disebut lesitin, dan protein surfaktan sebagai SPA, SPB, SPC dan SPD (10% bagian). DPPC murni tidak dapat bekerja dengan baik sebagai surfaktan pada suhu normal badan 37C, diperlukan fosfolipid lain (mis. fosfatidilgliserol) dan juga memerlukan protein surfaktan untuk mencapai air liquid-interface dan untuk penyebarannya keseluruh permukaan. 3,12,30 Surfaktan dibuat oleh sel alveolus tipe II yang mulai tumbuh pada gestasi 22-24 minggu dan mulai mengeluarkan keaktifan pada gestasi 24-26 minggu,yang mulai berfungsi pada masa gestasi 32-36 minggu. Produksi surfaktan pada janin dikontrol oleh kortisol melalui reseptor kortisol yang terdapat pada sel alveolus type II. Produksi surfaktan dapat dipercepat lebih dini dengan meningkatnya pengeluaran14 kortisol janin yang disebabkan oleh stres, atau oleh pengobatan deksamethason yang diberikan pada ibu yang diduga akan melahirkan bayi dengan defisiensi surfaktan. Karena paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin/sfingomielin dari cairan amnion. Sfingomielin adalah fosfolipid yang berasal dari jaringan tubuh lainnya kecuali paru-paru. Jumlah lesitin meningkat dengan bertambahnya gestasi, sedangkan sfingomielin jumlahnya menetap. Rasio L/S biasanya 1:1 pada gestasi 31-32 minggu, dan menjadi 2:1 pada gestasi 35 minggu. Rasio L/S 2:1 atau lebih dianggap fungsi paru telah matang sempurna, rasio 1,5-1,9 sejumlah 50% akan menjadi RDS, dan rasio kurang dari 1,5 sejumlah 73% akan menjadi RDS. Bila radius alveolus mengecil, surfaktan yang memiliki sifat permukaan alveolus, dengan demikian mencegah kolapsnya alveolus pada waktu ekspirasi. Kurangnya surfaktan adalah penyebab terjadinya atelektasis secara progresif dan menyebabkan meningkatnya distres pernafasan pada 24-48 jam pasca lahir. 3,30,31 4.1. Fungsi Surfaktan Pada tahun 1929 Von Neegard menyatakan bahwa tegangan permukaan paru lebih rendah dari cairan biologi normal karena menemukan adanya perbedaan elastisitas pada paru-paru yang terisi udara dan terisi larutan garam ( saline ). Disebutkan juga bahwa tegangan permukaan adalah lebih penting dari kekuatan elastisitas jaringan untuk kekuatan penarikan paru pada saat mengembang. 12,42,43 Tegangan permukaan antara air-udara alveoli memberikan kekuatan penarikan melawan pengembangan paru. Hukum Laplace menyatakan bahwa perbedaan tekanan antara ruang udara dan lapisan (D P) tergantung hanya pada tegangan permukaan (T) dan jarak dari alveoli (D P = 2T /r). Kekuatan sebesar 70 dynes/cm 2 menghasilkan hubungan antara cairan udara dalam alveoli dan dengan cepat akan menyebabkan kolapsnya alveoli dan kegagalan nafas jika tidak berlawanan. 12 Pada tahun 1950, Clements dan Pattle secara independen mendemonstrasikan adanya ekstrak paru yang dapat menurunkan atau mengurangi tegangan15 permukaan fosfolipid paru. Beberapa tahun berikutnya yaitu pada tahun 1959 Avery dan Mead menyatakan bahwa RDS pada bayi prematur disebabkan adanya defisiensi bahan aktif permukaan paru yang disebut surfaktan paru. Surfaktan merupakan suatu komplek material yang menutupi permukaan alveoli paru, yang mengandung lapisan fosfolipid heterogen dan menghasilkan selaput fosfolipid cair, yang dapat menurunkan tegangan permukaan antara air-udara dengan harga mendekati nol, memastikan bahwa ruang alveoli tetap terbuka selama siklus respirasi dan mempertahankan volume residual paru pada saat akhir ekspirasi. Rendahnya tegangan permukaan juga memastikan bahwa jaringan aliran cairan adalah dari ruang alveoli ke dalam intersisial. Kebocoran surfaktan menyebabkan akumulasi cairan ke dalam ruang alveoli. Surfaktan juga berperan dalam meningkatkan klirens mukosiliar dan mengeluarkan bahan particulate dari paru. Setelah beberapa percobaan dengan pemberian surfaktan aerosol pada bayi-bayi RDS tidak berhasil , dilakukan percobaan pemberian surfaktan secara intratrakeal pada bayi hewan prematur. Pada tahun 1980 Fujiwara dkk melakukan uji klinik pemberian preparat surfaktan dari ekstrak paru sapi (Surfaktan TA) pada 10 bayi dengan RDS berat. Penelitian secara randomized controlled trials dengan sampel kecil pada tahun 1985 dengan memberikan preparat surfaktan dari lavas alveoli sapi atau cairan amnion manusia memberikan hasil yang signifikan terhadap penurunan angka kejadian pneumothorax dan angka kematian . Penelitian-penelitian yang dilakukan di berbagai pusat penelitian pada tahun 1989 menyatakan tentang keberhasilan tentang menurunnya angka kematian dan komplikasi dari RDS di amerika. Pada tahun 1990 telah disetujui penggunaan surfaktan sintetik untuk terapi RDS di amerika, dan tahun 1991 disetujui penggunaan terapi surfaktan dari binatang. Komposisi Surfaktan Paru Surfaktan paru merupakan komplek lipoprotein yang disintesa dan disekresi oleh sel alveolar tipe II dan Clara sel di saluran napas pada lapisan epithel.16 Surfaktan paru merupakan senyawa komplek yang komposisinya hampir 90% adalah lipid dan 10% protein. Secara keseluruhan komposisi lipid dan fosfolipid dari surfaktan diisolasi dari bermacam-macam spesies binatang yang komposisinya hampir sama. Pada manusia phosphatidylcholine mengandung hampir 80% total lipid, yang separuhnya adalah dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), 8% lipid netral, dan 12% protein dimana sekitar separuhnya merupakan protein spesifik surfaktan dan sisanya protein dari plasma atau jaringan paru. Fosfolipid surfaktan terdiri dari 60% campuran saturated phosphatidylcholine yang 80% mengandung dipalmitoylphosphatidylcholine, 25% campuran unsaturated phosphatidylcholine, dan 15% phosphatidylglycerol dan phosphatidylinositol dan sejumlah kecil phosphatidylserine, phosphatidylethanolamine ,sphingomyeline, dan glycolipid.(dikutip dari Dobbs, 1989; Van Golde, 1988; Wright and Clements, 1987). Fosfolipid saturasi ini merupakan komponen penting untuk menurunkan tegangan permukaan antara udara dan cairan pada alveolus untuk mencegah kolaps saluran napas pada waktu ekspirasi. Pada tahun 1973 menurut King dkk,dan Possmayer, 1988 terdapat 4 macam protein spesifik surfaktan dengan struktur dan fungsi yang berbeda. Keempat macam protein tersebut adalah SP-A, SP-B, SP-C dan SP-D. Protein tersebut didapat dari cairan lavage bronkoalveoli ( BALF) dan dengan tehnik ultrasentrifugasi serta pemberian pelarut organik kaya lemak, dapat dipisahkan dan dibedakan menjadi dua golongan yaitu hydrofobik dengan berat molekul rendah SPB dan SP-C, sedangkan SP-A dan SP-D merupakan hidrofilik dengan berat molekul tinggi. 12,31,38 4.3. Sintesa dan Sekresi Surfaktan Surfaktan paru disintesa dalam sel alveoli type II, satu dari dua sel yang ada dalam epithel alveoli. Surfaktan fosfolipid terbugkus dengan surfaktan protein B dan C dalam lamelar bodies yang disekresi dalam rongga udara dengan cara eksositosis. Secara ekstraseluler, fosfolipid dan lamelar bodies berinteraksi dengan SP-A dan kalsium untuk membentuk tubular myelin yang merupakan bentukan suatu bahan kaya lemak dari lapisan tipis fosfolipid yang terdiri dari lapisan tunggal dan lapisan ganda yang dihasilkan antara permukaan udaraair. Lapisan tipis monomolekuler menurunkan kekuatan tegangan permukaan yang17 cenderung mambuat kolapnya paru. Dalam kondisi normal, sebagian besar surfaktan berada dalam rongga alveoli yang merupakan bentuk fungsional aktif dalam jumlah besar ( large aggregates (LA), dengan sisa yang ditemukan dalam bentuk kantong surfaktan kecil atau dalam jumlah kecil (small aggregrates (LA) yang mengandung bahan degradasi. Surfaktan dibersihkan dengan pengambilan kembali oleh sel type II, kemudian keduanya akan mengalami degradasi oleh marofag alveoli dan sebagian kecil berada dalam saluran pernapasan dan melintasi barier epithelendothel. 12,25,38,42,43 Lebih dari 40 tahun yang lalu, banyak penelitian yang dilakukan untuk mengenali peranan surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan antara udara-cairan dan perjalanan penyakit RDS pada bayi prematur. Gejala defisiensi surfaktan ditandai adanya atelektasis, kolaps alveoli, dan hipoksemia. Pemberian secara intratrakeal surfaktan eksogen yang merupakan campuran SP-B, SP-C, dan fosfolipid merupakan kriteria standard untuk terapi bayi dengan RDS . Campuran surfaktan ini bekerja dengan cepat untuk meningkatkan pengembangan dan volume paru, dengan hasil menurunnya kebutuhan oksigen dan ventilasi tekanan positip. Keefektifan terapi surfaktan kemungkinan disebabkan karena menurunnya tegangan permukaan dan pengambilan kembali partikel surfaktan dari epitel saluran napas. Penggunaan terapi surfaktan dalam jangka panjang dapat menurunkan angka kesakitan dan angka kematian tetapi kurang signifikan untuk barotrauma dan penyakit paru kronik. 25,38 4.4. Jenis Surfaktan Terdapat 2 jenis surfaktan , yaitu : Surfaktan natural atau asli, yang berasal dari manusia, didapatkan dari cairan amnion sewaktu seksio sesar dari ibu dengan kehamilan cukup bulan 2. Surfaktan eksogen barasal dari sintetik dan biologik * Surfaktan eksogen sintetik terdiri dari campuran Dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), hexadecanol, dan tyloxapol yaitu Exosurf dan Pulmactant ( ALEC) dibuat dari DPPC 70% dan18 Phosphatidylglycerol 30%, kedua surfaktan tersebut tidak lama di pasarkan di amerika dan eropa. 2,5 Ada 2 jenis surfaktan sintetis yang sedang dikembangkan yaitu KL4 (sinapultide) dan rSPC ( Venticute), belum pernah ada penelitian tentang keduanya untuk digunakan pada bayi prematur * Surfaktan eksogen semi sintetik, berasal dari campuran surfaktan paru anak sapi dengan dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), tripalmitin, dan palmitic misalnya Surfactant TA, Survanta * Surfaktan eksogen biologik yaitu surfaktan yang diambil dari paru anak sapi atau babi, misalnya Infasurf, Alveofact, BLES, sedangkan yang diambil dari paru babi adalah Curosurf Saat ini ada 2 jenis surfaktan di indonesia yaitu : 3 Exosurf neonatal yang dibuat secara sintetik dari DPPC , hexadecanol, dan tyloxapol. Surfanta dibuat dari paru anak sapi, dan mengandung protein, kelebihan surfanta biologi dibanding sintetik terletak di protein.

SEPSIS NEONATORUM

Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai bakteremia yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. Angka kejadian sepsis neonatal adalah 1-10 per 1000 kelahiran hidup, dan mencapai 13-27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat dan mencapai 13-27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat < 1500 gram. Angka kematian 13-50%, terutama pada bayi prematur (5-10 kali kejadian pada neonatus cukup bulan) dan neonatus dengan penyakit berat dini. Infeksi nosokomial pada bayi berat lahir sangat rendah, merupakan penyebab utama tingginya kematian pada umur setelah 5 hari kehidupan.

PATOFISIOLOGISesuai dengan patogenesis, secara klinik sepsis neonatal dapat dikategorikan dalam: Sepsis dini, terjadi pada 5-7 hari pertama, tanda distres pernapasan lebih mencolok, organisme penyebab penyakit didapat dari intrapartum, atau melalui saluran genital ibu. Pada keadaan ini kolonisasi patogen terjadi pada periode perinatal. Beberapa mikroorganisme penyebab, seperti treponema, virus, listeria dan candida, transmisi ke janin melalui plasenta secara hematogenik. Cara lain masuknya mikroorganisme, dapat melalui proses persalinan. Dengan pecahnya selaput ketuban, mikro-organisme dalam flora vagina atau bakteri patogen lainnya secara asenden dapat mencapai cairan amnion dan janin. Hal ini memungkinkan terjadinya khorioamnionitis atau cairan amnion yang telah terinfeksi teraspirasi oleh janin atau neonatus, yang kemudian berperan sebagai penyebab kelainan pernapasan. Adanya vernix atau mekoneum merusak peran alami bakteriostatik cairan amnion. Akhirnya bayi dapat terpapar flora vagina waktu melalui jalan lahir. Kolonisasi terutama terjadi pada kulit, nasofaring, orofaring, konjungtiva, dan tali pusat. Trauma pada permukaan ini mempercepat proses infeksi. Penyakit dini ditandai dengan kejadian yang mendadak dan berat, yang berkembang dengan cepat menjadi syok sepsis dengan angka kematian tinggi. Insidens syok septik 0,1- 0,4% dengan mortalitas 15-45% dan morbiditas kecacatan saraf. Umumnya terjadi setelah bayi berumur 7 hari atau lebih.Sepsis lambat mudah menjadi berat, tersering menjadi meningitis. Bakteri penyebab sepsis dan meningitis, termasuk yang timbul sesudah lahir yang berasal dari saluran genital ibu, kontak antar manusia atau dari alat-alat yang terkontaminasi. Di sini transmisi horisontal memegang peran. Insiden sepsis lambat sekitar 5-25%, sedangkan mortalitas 10-20% namun pada bayi kurang bulan mempunyai risiko lebih mudah terinfeksi, disebabkan penyakit utama dan imunitas yang imatur.

Mikroorganisme Penyebab Sepsis Organisme penyebab sepsis primer berbeda dengan sepsis nosokomial. Sepsis primer biasanya disebabkan: Streptokokus Grup B (GBS), kuman usus Gram negatif, terutama Escherisia coli, Listeria monocytogenes, Stafilokokus, Streptokokus lainnya (termasuk Enterokokus), kuman anaerob, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan penyebab sepsis nosokomial adalah Stafilokokus (terutama Staphylococcus epidermidis), kuman Gram negatif (Pseudomonas, Klebsiella, Serratia, dan Proteus), dan jamur.

Faktor Risiko untuk Terjadinya Sepsis Neonatal ialah: Prematuritas dan berat lahir rendah, disebabkan fungsi dan anatomi kulit yang masih imatur, dan lemahnya sistem imun, Ketuban pecah dini (>18 jam), Ibu demam pada masa peripartum atau ibu dengan infeksi, misalnya khorioamnionitis, infeksi saluran kencing, kolonisasi vagina oleh GBS, kolonisasi perineal dengan E. coli, Cairan ketuban hijau keruh dan berbau, Tindakan resusitasi pada bayi baru lahir, Kehamilan kembar, Prosedur invasif, Tindakan pemasangan alat misalnya kateter, infus, pipa endotrakheal, Bayi dengan galaktosemi, Terapi zat besi, Perawatan di NICU (neonatal intensive care unit) yang terlalu lama, Pemberian nutrisi parenteral, Pemakaian antibiotik sebelumnya, dan Lain-lain misalnya bayi laki-laki terpapar 4x lebih sering dari perempuan

Diagnosis Manifestasi klinik Diagnosis dini sepsis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan terapi diberikan tanpa menunggu hasil kultur. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak spesifik dengan diagnosis banding yang sangat luas, termasuk gangguan napas, penyakit metabolik, penyakit hematologik, penyakit susunan syaraf pusat, penyakit jantung, dan proses penyakit infeksi lainnya (misalnya infeksi TORCH = toksoplasma, rubela, sitomegalo virus, herpes). Bayi yang diduga menderita sepsis bila terdapat gejala: Letargi, iritabel, Tampak sakit, Kulit berubah warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis, pucat, kulit bintik-bintik tidak rata, petekie, ruam, sklerema atau ikterik, Suhu tidak stabil demam atau hipotermi, Perubahan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik, Gejala gangguan kardiopulmonal gangguan pernapasan (merintih, napas cuping hidung, retraksi, takipnu), apnu dalam 24 jam pertama atau tiba-tiba, takikardi, atau hipotensi (biasanya timbul lambat), Gejala gastrointestinal: toleransi minum yang buruk, muntah, diare, kembung dengan atau tanpa adanya bowel loop.

Pemeriksaan laboratorium Hematologi Darah rutin, termasuk kadar hemoglobin Hb, hematokrit Ht, leukosit dan hitung jenis, trombosit. Pada umumnya terdapat neutropeni PMN 1500/l, rasio neutrofil imatur : total >0,2. Adanya reaktan fase akut yaitu CRP (konsentrasi tertinggi dilaporkan pada infeksi bakteri, kenaikan sedang didapatkan pada kondisi infeksi kronik), LED, GCSF (granulocyte colonystimulating factor), sitokin IL-1, IL-6 dan TNF (tumour necrosis factor).

Tatalaksana1. Pencegahan dilakukan dengan memperhatikan pemakaian jarum atau alat tajam lainnya sekali pakai. Pemakaian proteksi di setiap tindakan, termasuk sarung tangan, masker, baju, kacamata debu. Tangan dan kulit yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya segera dicuci.2. Pengobatan Penisilin atau derivat biasanya ampisilin 100mg/ kg/24jam intravena tiap 12 jam, apabila terjadi meningitis untuk umur 0-7 hari 100-200mg/kg/ 24jam intravena/intramuskular tiap 12 jam, umur >7 hari 200-300mg/kg/24jam intravena/ intramuskular tiap 6-8 jam, maksimum 400mg/ kg/24jam. Ampisilin sodium/sulbaktam sodium (Unasyn), dosis sama dengan ampisilin ditambah aminoglikosid 5mg/kg/24jam intravena diberikan tiap 12 jam. Pada sepsis nosokomial, sebaiknya diberikan vankomisin dengan dosis tergantung umur dan berat badan

DAFTAR PUSTAKA

1. Gomella TL. Neonatology. Penyunting 4th ed. Connecticut: Appleton & Lange 1999:h.408-14. 2.2. Isaacs D, Moxom ER. Neonatal infection. Penyunting Oxford: Butterworth Heinemann 1991:h.25-39. 3.3. Korones SB, Bada-Ellzey HS. Neonatal decision making. Penyunting 2nd ed. Missouri: Mosby Year Book 1993:h.104-11. 4. Neonatal sepsis and IVIG. http://www.ucs.mun.ca/ ~skhoury/ivig.html. 5. Polin RA, Yoder MC, Burg FD. Practical neonatology. Penyunting, 2nd ed. Philadelphia: WB Saunders Company 1993:h.227-49. 6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Fak. Kedokteran UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid 3 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 1995:h.1123-