tugas ujian gilut

23
Manifestasi Oral Pada Penyakit Sistemik 1. Manifestasi Oral Pada Penyakit Ginjal Kronis Apabila aspek fungsional ginjal terganggu pada tahap terminal, maka fungsi ginjal hampir tidak ada sehingga glomerulus filtration rate terus menurun dan retensi dari berbagai produk buangan sistemik akan memberikan gambaran penyakit ginjal kronis pada rongga mulut apabila kondisi tubuh dari azotemik menjadi uremik. Berikut merupakan manifestasi penyakit ginjal kronis pada rongga mulut, yaitu : (a). Oral Malodor / Bau Mulut Tak Sedap Gejala yang paling sering muncul dan paling awal terjadi apabila ginjal gagal berfungsi adalah oral malodor atau timbulnya rasa kecap logam akibat alterasi sensasi pengecapan, terutama pada pagi hari. Rasa kecap logam ini berupa bau ammonia, dan kondisi ini sering dialami oleh penderita yang menjalani hemodialisis. Uremic fetor atau ammoniacal odor ini terjadi karena konsentrasi urea yang tinggi dalam rongga mulut, dan pecah menjadi ammonia pada penderita dengan gejala uremia. (b). Serostomia

Upload: ista-fatimah-kurnia-rahmi

Post on 09-Nov-2015

72 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

giluuut

TRANSCRIPT

Manifestasi Oral Pada Penyakit Sistemik

1. Manifestasi Oral Pada Penyakit Ginjal KronisApabila aspek fungsional ginjal terganggu pada tahap terminal, maka fungsi ginjal hampir tidak ada sehingga glomerulus filtration rate terus menurun dan retensi dari berbagai produk buangan sistemik akan memberikan gambaran penyakit ginjal kronis pada rongga mulut apabila kondisi tubuh dari azotemik menjadi uremik. Berikut merupakan manifestasi penyakit ginjal kronis pada rongga mulut, yaitu :(a). Oral Malodor / Bau Mulut Tak SedapGejala yang paling sering muncul dan paling awal terjadi apabila ginjal gagal berfungsi adalah oral malodor atau timbulnya rasa kecap logam akibat alterasi sensasi pengecapan, terutama pada pagi hari. Rasa kecap logam ini berupa bau ammonia, dan kondisi ini sering dialami oleh penderita yang menjalani hemodialisis. Uremic fetor atau ammoniacal odor ini terjadi karena konsentrasi urea yang tinggi dalam rongga mulut, dan pecah menjadi ammonia pada penderita dengan gejala uremia.(b). SerostomiaSerostomia adalah kondisi mulut kering. Pada penderita ginjal kronis dan penderita yang menjalani hemodialisis, gejala ini sangat sering dan signifikan. Hal ini sering terjadi sebagai hasil dari manifestasi beberapa faktor seperti inflamasi kimia, dehidrasi, pernafasan melalui mulut (Kussmauls respiration) dan keterlibatan langsung kelenjar salivarius, restriksi konsumsi cairan, dan efek samping dari obat.Serostomia cenderung menambah kerentanan penderita terhadap karies dan inflamasi gusi, kandidiasis, serta menyebabkan kesulitan berbicara, penurunan retensi gigi palsu, kesulitan mastikasi, disfagia, dan gangguan penciuman.(c). Plak, Kalkulus dan Karies.Terdapat berbagai teori yang menentang hubungan antara efek dari penyakit ginjal kronis terhadap pembentukan plak dan kalkulus. Dalam satu penelitian, serostomia akan meningkatkan predisposisi penderita terhadap karies karena retensi produk urea serta pengaliran dan produksi saliva yang sedikit. Proses dialisis dapat memperburukkan kondisi rongga mulut di mana jumlah kalkulus meningkat, dan banyaknya dijumpai lesi karies. Deposit kalkulus dapat bertambah akibat dari hemodialisis.Namun menurut beberapa penelitian, hidrolisis urea akan menghasilkan konsentrasi ammonia yang tinggi dan mengubah pH saliva menjadi basa pada penderita penyakit ginjal kronis sehingga meningkatkan substansi fosfat dan ammonia dalam saliva dan hasilnya kapasitas buffer yang tinggi disertai risiko karies menurun. Hal ini turut didukung oleh peneliti, di mana hidrolisis urea mampu meningkatkan kapasitas antibakteri akibat peningkatan urea nitrogen dalam saliva. Kebenaran teori ini terus diperkuat terutama pada anak-anak walaupun konsumsi gula yang tinggi dan kurang penjagaan kesehatan rongga mulut, risiko karies tetap rendah dan terkontrol.Pembentukan kalkulus pada jaringan keras gigi berkaitan erat dengan gangguan homeostasis kalsium-fosfor. Presipitasi kalsium dan fosfor yang didorong oleh pH yang buruk pada penderita penyakit ginjal kronis karena hidrolisis urea saliva menjadi ammonia, dimana ammonia berperan dalam menyebabkan pH menjadi basa. Secara langsung, retensi urea akan menfasilitasi alkanisasi plak gigi, dan meningkatkan pembentukan kalkulus terutama pada penderita yang menjalani hemodialisis. Selain itu, penderita yang menjalani hemodialisis memiliki jumlah magnesium saliva yang sangat rendah. Pada kalkulus penderita yang menjalani hemodialisis mengandung oksalat, dan pada kondisi uremia turut menyebabkan retensi oksalat.

(d). Pembesaran GusiPembesaran gusi skunder akibat penggunaan obat adalah manifestasi oral pada penyakit ginjal yang paling sering dilaporkan. Hal ini dapat diakibatkan oleh cyclosporine dan/atau calcium channel blockers. Prinsipnya mempengaruhi papila interdental labia, walaupun kadang dapat menjali lebih luas, yaitu dengan melibatkan tepi gusi dan lidah serta permukaan palatum.(i) Pembesaran Gusi akibat CyclosporinPrevalensi pembesaran gusi pada orang yang mengkonsumsi cyclosporin masih belum jelas, dan dilaporkan memiliki rentang yang luas dari 6 sampai 85%. Hal ini dapat terlihat pada pemakaian cyclosporin dalam 3 bulan. Anak-anak dan remaja mungkin lebih rentan terkena pembesaran gusi akibat cyclosporin dibandingkan dengan dewasa. Jika higienitas mulut jelek, orang yang lebih tua juga rentan terkena pembesaran gusi.Perbaikan pada higienitas mulut dan pembersihan secara profesional menghasilkan pengurangan pembesaran gusi berhubungan dengan cyclosporin. Akan tetapi, ini mungkin dikarenakan berkurangnya peradangan yang berhubungan dengan plak bukan karena pembesaran gusi yang berhubungan dengan obat.(ii) Pembesaran Gusi akibat Calcium Channel-blockerPrevalensi yang dilaporkan pembesaran gusi akibat penggunaan nifedipin bervariasi dan terjadi pada 10 sampai 83% pada yang mengkonsumi obat ini. Tidak ada data penelitian mengenai frekuensi pembesaran gusi yang diakibatkan oleh calcium channel-blocker lainnya. Keberadaan plak gigi mungkin merupakan predisposisi terjadinya pembesaran gusi akibat nifedipine. Tetapi itu tidak sangat berpengaruh dalam perkembangannya. Dosis dan durasi pengobatan tidak berkaitan dengan prevalensi terjadinya pembesaran gusi. Beberapa penelitian telah melaporkan penurunan pembesaran gusi setelah penggantian nifedipin dengan calcium channel-bocker lain, tetapi obat-obat ini juga sebagian masih dapat menyebabkan pembesaran gusi.

Gambar 1: Pembesaran Gusi akibat Cyclosporin(e). Lesi MukosaSpektrum lesi mukosa yang luas dapat timbul pada rongga mulut tetapi lebih cenderung terjadi plak atau ulserasi keputih-putihan, yang sering didapat pada penderita yang menjalani transplantasi dan hemodialisis (Tabel 1). Plak ini disebut uremic frost (Gambar.2), dan terjadi apabila sisa kristal urea terdeposit pada permukaan epitel dari evaporasi respirasi, juga karena aliran saliva yang berkurang. Penyakit lichenoid juga dapat terjadi akibat efek dari terapi obat, dan oral hairy leukoplakia yang juga dapat bermanifestasi sekunder dari efek imunosupresi obat.

Stomatitis uremik perlu diperhatikan dan dapat muncul sebagai daerah berpigmentasi putih, merah maupun keabuan pada mukosa oral. Pada stomatitis uremik tipe eritematous, suatu lapisan pseudomembran keabuan yang akan melapisi lesi eritema dan lesi ini selalu menyakitkan. Stomatitis uremik tipe ulseratif memiliki gambaran merah dan ditutupi lapisan yang pultaceous. Secara umumnya, gambaran stomatitis uremik amat luas tetapi unik dan tidak paralel secara klinis. Manifestasi klinis ini dapat terjadi akibat peningkatan nitrogen yang membentuk trauma kimia secara langsung akibat gagal ginjal.

Gambar 2 : Uremic Frost pada penderita penyakit ginjal kronis pada sublingual.

(f). Perubahan Warna MukosaMukosa rongga mulut penderita gagal ginjal sering terlihat lebih pucat. Hal ini disebabkan karena pengaruh anemia dari penderita tersebut dan kondisi ini disebut pallor. Gejala lain yang sering terlihat adalah warna kemerahan pada mukosa akibat deposit beta-karotin.(g). Keganasan Rongga MulutRisiko karsinoma sel skuamosa pada mulut pada pasien yang menerima hemodialisis adalah sama dengan risiko pada populasi orang yang sehat, walaupun telah ada laporan yang menunjukkan bahwa terapi yang menyertai tranplantasi ginjal merupakan predisposisi kejadian displasia epitelial dan karsinoma pada bibir. Mungkin, Sarkoma Kaposi dapat muncul pada mulut resipien transplantasi ginjal yang mengalami imunosupresi. Ada beberapa laporan kejadian karsinoma sel skuamosa di daerah pembengkakan gusi yang disebabkan penggunaan siklosporin. Tiap peningkatan risiko keganasan mulut pada pasien gagal ginjal kronis mungkin menunjukkan efek imunosupresan iatrogenik, yang meningkatkan kejadian tumor yang berhubungan dengan virus seperti sarkoma Kaposi atau limfoma Non Hodgkin. Perkembangan tumor juga bisa berkaitan erat dengan penderita AIDS yang menderita penyakit ginjal kronis, sebagai faktor risiko primer maupun sekunder.(h). Infeksi Rongga MulutInfeksi rongga mulut pada penyakit ginjal kronis biasa lebih banyak terjadi pada pasien yang menjalani transplantasi ginjal akibat menurunnya imunitas tubuh oleh obatobatan imunosupresan, juga pada beberapa pasien hemodialisis. Infeksi yang sering terjadi adalah infeksi jamur dan virus. Angular cheilitis merupakan salah satu manifestasi infeksi jamur dan terjadi 4% pada pada pasien yang menjalani transplantasi ginjal dan hemodialisis yang dilaporkan pada suatu penelitian, dan juga lesi jamur lainnya pada rongga mulut, seperi pseudomembranous (1.9%), erythemoatous (3.8%), dan chronic atrophic candidiosis (3.8%).(3, 12) Sedangkan Infeksi virus pada penyakit ginjal kronis biasannya berupa infeksi hepres yang pernah dilaporkan pada pasien yang menerima transplantasi ginjal, tetapi sekarang ini penggunaan rejimen anti herpes telah mengurangi frekuensi kejadian tersebut.

Gambar 3. a. Angular Chelitis, b. Peudomembranous, c. Erythematosus, d.Chronic Atropic Candidosis(i). Kelainan GigiBeberapa kelainan struktur gigi seperti hipoplasia enamel, erosi gigi, peningkatan mobiliti gigi, dan maloklusi dapat terjadi pada penderita penyakit ginjal kronis. Gigi lambat tumbuh dilaporkan pada anak-anak dengan gagal ginjal kronis. Hipoplasi enamel pada gigi susu maupun permanen dengan atau tanpa warnanya berubah menjadi coklat juga dapat timbut akibat dari perubahan metabolisme kalsium dan fosfor. Selain itu, pada gigi penderita tampak juga adanya erosi. Menurut beberapa penelitian, erosi yang parah pada gigi tersebut merupakan hasil mual dan muntah setelah menjalani perawatan dialisis.Manifestasi klinis lain termasuk mobiliti gigi, maloklusi, dan kalsifikasi jaringan lunak. Peningkatan mobiliti dan drifting pada gigi tanpa pembentukan kantung periodontal yang patologis bisa terjadi dan dapat mengakibatkan pelebaran pada ligamen periodontal. Apabila keadaan ini semakin berlanjut maka dapat terjadi maloklusi.(j). Lesi Tulang AlveolarBeragam jenis kelainan tulang dapat dijumpai pada penyakit ginjal kronis. Ini menunjukkan bermacam jenis kelainan metabolisme kalsium, termasuk hidroksilasi dari 1-hidroksikolekalsiferol menjadi vitamin D aktif, penurunan ekskresi ion hidrogen (dan asidosis yang diakibatkannya), hiperpospatemia, hipokalsemia,dan hiperparatiroidisme sekunder yang diakibatkan, dan terakhir gangguan biokimiawi pospat oleh proses dialisis. Hiperparatiroidisme sekunder mempengaruhi 92% pasien yang menerima hemodialisis. Hiperparatiroidisme dapat berakibat antara lain menjadi tumor coklat maksila, pembesaran tulang basis skeletal dan mempengaruhi mobilitas gigi. Beberapa kelainan pada tulang yang lain antara lain adalah demineralisasi tulang, fraktur rahang, lesi fibrokistik radiolusen, penurunan ketebalan korteks tulang, dan lain-lain. Sedang pada gigi dan jaringan periodonsium antara lain, terlambat.

2. Manifestasi Oral Pada Penyakit Diabetes Melitusa. Xerostomia (Mulut Kering)Diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva (air liur), sehingga mulut terasa kering. Saliva memiliki efek self-cleansing, di mana alirannya dapat berfungsi sebagai pembilas sisa-sisa makanan dan kotoran dari dalam mulut. Jadi bila aliran saliva menurun maka akan menyebabkan timbulnya rasa tak nyaman, lebih rentan untuk terjadinya ulserasi (luka), lubang gigi, dan bisa menjadi ladang subur bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang.b. Gingivitis dan PeriodontitisPeriodontitis ialah radang pada jaringan pendukung gigi (gusi dan tulang). Selain merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, Sedangkan periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Dan hal ini menjadi lebih berat dikarenakan infeksi bakteri pada penderita Diabetes lebih berat. Ada banyak faktor yang menjadi pencetus atau yang memperberat periodontitis, di antaranya akumulasi plak, kalkulus (karang gigi), dan faktor sistemik atau kondisi tubuh secara umum.Rusaknya jaringan Periodontal membuat gusi tidak lagi melekat ke gigi, tulang menjadi rusak, dan lama kelamaan gigi menjadi goyang. Angka kasus penyakit periodontal di masyarakat cukup tinggi meski banyak yang tidak menyadarinya, dan penyakit ini merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa.Dari seluruh komplikasi Diabetes Melitus, Periodontitis merupakan komplikasi nomor enam terbesar di antara berbagai macam penyakit dan Diabetes Melitus adalah komplikasi nomor satu terbesar khusus di rongga mulut. Hampir sekitar 80% pasien Diabetes Melitus memiliki gusi yang bermasalah. Tanda-tanda periodontitis antara lain pasien mengeluh gusinya mudah berdarah, warna gusi menjadi mengkilat, tekstur kulit jeruknya (stippling) hilang, kantong gusi menjadi dalam, dan ada kerusakan tulang di sekitar gigi, pasien mengeluh giginya goyah sehingga mudah lepas. c. Stomatitis Apthosa (Sariawan)Meski sariawan biasa dialami oleh banyak orang, namun penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi parah jika dialami oleh penderita diabetes. Penderita Diabetes sangat rentan terkena infeksi jamur dalam mulut dan lidah yang kemudian menimbulkan penyakit sejenis sariawan. Sariawan ini disebabkan oleh jamur yang berkembang seiring naiknya tingkat gula dalam darah dan air liur penderita diabetes.d. Rasa mulut terbakarPenderita diabetes biasanya mengeluh tentang terasa terbakar atau mati rasa pada mulutnya. Biasanya, penderita diabetes juga dapat mengalami mati rasa pada bagian wajah. e. Oral thrushPenderita diabetes yang sering mengkonsumsi antibiotik untuk memerangi infeksi sangat rentan mengalami infeksi jamur pada mulut dan lidah. Apalagi penderita diabetes yang merokok, risiko terjadinya infeksi jamur jauh lebih besar.Oral thrush atau oral candida adalah infeksi di dalam mulut yang disebabkan oleh jamur, sejumlah kecil jamur candida ada di dalam mulut. Pada penderita Diabetes Melitus kronis dimana tubuh rentan terhadap infeksi sehingga sering menggunakan antibiotik dapat mengganggu keseimbangan kuman di dalam mulut yang mengakibatkan jamur candida berkembang tidak terkontrol sehingga menyebabkant thrush. f. Dental Caries (Karies Gigi)Diabetes Mellitus bisa merupakan faktor predisposisi bagi kenaikan terjadinya dan jumlah dari karies. Keadaan tersebut diperkirakan karena pada diabetes aliran cairan darah mengandung banyak glukosa yang berperan sebagai substrat kariogenik. Karies gigi dapat terjadi karena interaksi dari 4 faktor yaitu gigi, substrat , kuman dan waktu. Pada penderita Diabetes Melitus telah diketahui bahwa jumlah air liur berkurang sehingga makanan melekat pada permukaan gigi, dan bila yang melekat adalah makanan dari golongan karbohidrat bercampur dengan kuman yang ada pada permukaan gigi dan tidak langsung dibersihkan dapat mengakibatkan keasaman didalam mulut menurun, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya lubang atau caries gigi.

3. Manifestasi Oral Pada Penyakit Rheumatologia. Sjogrens syndromePasien Sjogrens syndrome (SS) sering mengalami xerostomia dan pembengkakan kelenjar parotis. SS sering dihubungkan dengan arthritis reumatoid. Pada suatu penelitian, 88% pasien dengan SS mengalami abnormalitas aliran ludah pada submandibular/sublingual, dan 55% mengalami abnormalitas aliran kelenjar parotis. Pembengkakan kelenjar parotis atau kelenjar submandibular ditemukan pada 35% pasien SS. Xerostomia dapat dihubungkan dengan fissure tongue, depapilasi dan kemerahan yang terdapat pada lidah, cheilitis, dan candidiasi. Fungsi menelan dan bicara menjadi sulit karena adanya xerostomia persisten. Parotitis bakterial yang biasanya disertai demam dan discharge purulen dari kelenjar juga dapat terjadi. Hal tersebut meningkatkan karies gigi, terutama pada servik gigi. Penting untuk mengenal SS dengan cepat dan merujuk ke dokter gigi karena karies gigi dapat berkembang cepat. Diagnosa sering dipastikan dengan biopsi glandula salivarius labialis minor. Secara histologik, terdapat infiltrat limfosit periduktal.b. Scleroderma (Sclerosis sistemik progresif)Scleroderma merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya sklerosis difus dari kulit, saluran gastrointestinal, otot jantung, paru-paru dan ginjal. Bibir pasien scleroderma tampak berkerut karena konstriksi mulut, menyebabkan kesulitan membuka mulut. Fungsi stomatognatik termasuk mulut dan rahang juga mengalami kesulitan. Fibrosis esophageal menyebakan hipotensi sphincter esophageal bawah dan gastroesophageal reflux, terjadi pada 75% pasien scleroderma. Disfagia dan rasa terbakar termasuk gejalanya. Mukosa mulut tampak pucat dan kaku. Telangietacsias multiple dapat terjadi. Lidah dapat kehilangan mobilitasnya dan menjadi halus seperti rugae palatal yang menjadi datar. Fungsi glandula saliva dapat menurun walaupun tidak separah Sjogrens syndrome. Ligamen periodontal sering tampak menebal pada gambaran radiografik.

c. Lupus erythematosus (LE)Lupus erythematosus terbagi menjadi discoid lupus erythematosus (DLE) dan sistemik lupus erythematosus (SLE). Lesi-lesi mulut terjadi pada 25-50% pasien DLE dibandingkan dengan 7-26% pasien SLE. Pada DLE, lesi ini biasanya mulai tampak sebagai area keputihan irregular yang kemudian meluas kearah perife.Setelah lesi ini meluas, bagian tengah daerah ini menjadi merah dan menjadi ulcer sedangkan bagian tepi meninggi dan hyperkeratotik. Lesi mulut lichen planus mirip lesi mulut pada DLE baik secara klinis maupun histologi. Kriteria histologik yang jelas harus dilakukan untuk membedakan keduanya.Ulserasi mulut dan nasopharyngeal diketahui sebagai manifestasi diagnostik mayor pada SLE oleh American Rheumatism Association Commite on Diagnostic and Therapeutic Criteria. Ulserasi-ulserasi ini biasanya tidak menimbulkan nyeri dan melibatkan palatum. Lesi-lesi purpurik seperti ecchymosis dan petechiae juga dapat terjadi. Lebih dari 30% pasien SLE, sering melibatkan glandula saliva, yang mendorong terjadinya Sjogrens syndrome sekunder dan xerostomia yang parah. d. Arthritis RheumatoidSendi Temporomandibular (TMJ) sering terlibat dalam arthritis rheumatoid. Hal ini sering dicirikan dengan erosi pada condylus yang mengakibatkan berkurangnya gerakan mandibula dan disertai nyeri ketika digerakkan. Mulut kering dan pembengkakan kelenjar ludah dapat juga ditemukan pada pasien arthritis rheumatoid. Pada pasien-pasien tersebut dapat juga timbul SS sekunder. Fungsi rahang yang menurun penting untuk dilakukan rekonstruksi TMJ segera setelah penyakit utamanya terkontrol. Sendi prosthetik dapat menjadi solusi sementara pada pasien tersebut.

4. Manifestasi Oral Pada Penyakit Daraha. AnemiaAnemia defisiensi besi adalah penyakit darah yang paling umum. Manifestasi pada rongga mulut berupa atropik glossitis, mukosa pucat, dan angular cheilitis. Atropik glossitis, hilangnya papila lidah, menyebabkan lidah lunak dan kemerahan yang menyerupai migratori glossitis. Migratori glossitis, dikenal juga dengan sebutan geographic tongue, merupakan suatu kondisi lidah yang tidak diketahui penyebabnya yang mempengaruhi 1-2% populasi. Hal tersebut mengakibatkan lesi kemerahan, non- indurasi, atropik dan dibatasi dengan sedikit peninggian pada lidah, pinggir yang nyata dengan warna yang bermacam-macam dari abu-abu sampai putih. Pada atropik glossitis, area-nya tidak mempunyai batas keratotik putih dan cenderung meningkat ukurannya daripada perubahan posisinya. Pada kasus yang lebih parah, lidah menjadi lunak. Angular cheilitis, terjadi pada sudut bibir, yang disebabkan karena infeksi candida albicans menyebabkan kemerahan dan pecah-pecah, serta rasa ketidak nyamanan. Manifestasi Plummer-Vinson syndrome juga termasuk disfagi akibat ulserasi pharyngoesophageal. Komplikasi-komplikasi rongga mulut muncul bersamaan dengan anemia sickle sel berupa osteomyelitis salmonella mandibular yang tampak sebagai area osteoporosis dan erosi yang diikuti oleh osteosklerosis. Anesthesia atau paresthesia pada nervus mandibular, nekrosis pulpa asymptomatik mungkin juga dapat terjadi. Kondisi-kondisi tersebut semakin parah apabila terjadi proliferasi sumsum tulang yang hebat. Deformitas dentofacial yang berhubungan dicirikan secara radiograpfik sebagai area dengan penurunan densitas dan pola trabekular kasar yang paling mudah dilihat diantara puncak akar gigi dan batas bawah mandibula. Osteosklerosis dapat terjadi bersamaan dengan trombosis dan infarksi.b. LeukemiaKomplikasi oral leukemia sering berupa hipertrofi gingiva, petechie, ekimosis, ulkus mucosa dan hemoragik. Keluhan yang jarang berupa neuropati nervus mentalis, yang dikenal dengan numb chin syndrome. Ulserasi palatum dan nekrosis dapat menjadi pertanda adanya mucormycosis cavum nasalis dan sinus paranasalis. Enam belas persen dan 7% anak dengan leukimia akut dilaporkan mengalami gingivitis dan mucositis. Infeksi bakterial rongga mulut, yang dapat menjadi sumber septisemia, merupakan hal yang sering dan harus segera dideteksi dan diobati secara agresif. Pengobatan leukimia dengan agen kemoterapi dapat mengakibatkan reaktivasi Herpes Simplex Virus (HSV) yang dapat mengakibatkan terjadinya mukositis. Namun mukositis akibat kemoterapi dapat terjadi tanpa reaktivasi HSV, karena penipisan permukaan mukosa dan/atau supresi sumsum tulang yang mengakibatkan invasi organisme oportunistik pada mukosa c. Multiple Myeloma (MM)Bila MM melibatkan rongga mulut, biasanya berupa manifestasi sekunder pada rahang, terutama mandibula, yang dapat mengakibatkan pembengkakan rahang, nyeri, bebal, gigi goyah, fraktur patologik. Punched out lesions pada tengkorak dan rahang merupakan gambaran radiografik yang khas. Insidensi keterlibatan rahang pada MM sekitar 15 % (8). Karena MM mengakibatkan immunosupresi, maka timbul beberapa infeksi seperti oral hairy leukoplakia dan candidiasis. Timbunan amyloid pada lidah menyebabkan macroglossia.

5. Manifestasi Oral Pada Penyakit Onkologia. Kanker MetastaseTumor metastase rongga mulut dapat menyerang pada jaringan lunak atau keras. Namun hal ini sangat jarang, hanya sekitar 1% neoplasma maligna rongga mulut. Tumor lebih sering bermetastase ke rahang daripada jaringan lunak rongga mulut. Tumor pada rahang sering terdeteksi bila timbul keluhan bengkak, nyeri, paresthesia, atau setelah menyebar ke jaringan lunak. Secara keseluruhan, tempat tumor primer metastase ke rahang berasal dari payudara, sedangkan paru-paru merupakan tempat tumor primer tersering untuk metastase ke jaringan lunak rongga mulut. Pada laki-laki, paru-paru merupakan tempat primer tersering baik untuk metastase ke rahang dan jaringan lunak rongga mulut. Regio molar mandibula merupakan tempat metastase tersering. Pada 30% kasus, lesi metastase rongga mulut merupakan indikasi pertama adanya malignansi yang tidak terdeteksi dari tubuh.Manifestasi awal metastase ke attached gingiva dapat menyerupai satu dari 3 macam lesi hyperplastik reaktif pada gingiva dan harus ditegakkan dengan biopsi. Fibroma ossifikasi perifer biasanya muncul dengan bentuk kecil, berbatas tegas, bermassa padat dengan dasar berbentuk sessile atau pedunculated pada margin gingiva bebas.Lesi merah muda pucat sampai merah diatas dapat menjadi besar dan dapat terjadi pada semua umur (insidensi puncak pada umur 20 th). Tumor pyogenik atau pregnancy tumor yang mempunyai kecenderungan berdarah, juga dapat terjadi pada attached gingiva. Lesi ini biasanya kecil (diameter kurang dari 1cm), merah, dan berulserasi. Lesi lain yang juga kecil, berbatas tegas, bermassa padat merah gelap, sessile atau pedunculated pada attached gingiva adalah granuloma giant cell perifer. Sebagai kesimpulan, penting untuk mengetahui macam-macam tumor yang bermetastase ke rongga mulut.

b. Histiocytosis sel Langerhans (Histiocytosis X)Histiocytosis sel Langerhans (HSL) mewakili spectrum ganguan klinik dari yang sangat agresive dan penyakit mirip leukemia parah pada bayi sampai lesi soliter pada tulang. Hilangnya tulang alveolar pada anak-anak dengan eksfoliasi prekok gigi susu harus diduga adanya HSL. HSL dapat juga terjadi pada usia remaja dan dewasa. Dari tulang-tulang rahang, mandibula yang paling sering terlibat. Tanda-tanda yang muncul adalah nyeri, pembengkakan, ulserasi, gigi tanggal (ompong). Gambaran radiografik menunjukkan gigi tampak melayang di udara (floating in air) dikelilingi daerah radiolusen yang luas. Hal ini berkaitan dengan hilangnya tulang alveolar yang cepat. Istilah granuloma eosinofilik tulang (eosinophilic granuloma of bone) digunakan bila lesi soliter ditemukan, namun lesi multipel dapat muncul kemudian.