tugas klmpk peng, kmb 1
TRANSCRIPT
Bab I
Latar belakang
Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) adalah pneumonia yang
didapat di rumah sakit menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi nosokomial di Amerika
Serikat, hal ini berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan, kematian dan biaya
perawatan di rumah sakit. Pneumonia nosokomial terjadi 5-10 kasus per 1000 pasien yang
masuk ke rumah sakit dan menjadi lebih tinggi 6-20x pada pasien yang memakai alat bantu
napas mekanis. Angka kematian pada pneumonia nosokomial 20-50%. Angka kematian ini
meningkat pada pneumonia yang disebabkan P.aeruginosa atau yang mengalami bakteremia
sekunder. Angka kematian pasien pada pneumonia yang dirawat di istalansi perawatan
intensif (IPI) meningkat 3-10x dibandingkan dengan pasien tanpa pneumonia. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa lama perawatan meningkat 2-3x dibandingkan pasien tanpa
pneumonia, hal ini tentu akan meningkatkan biaya perawatan di rumah sakit. Di Amerika
Serikat dilaporkan bahwa lama perawatan bertambah rata-rata 7-9 hari (PDPI, 2003).
Angka kejadian pneumonia nosokomial di Jepang adalah 5 – 10 per 1000 kasus yang dirawat.
Lebih kurang 10% pasien yang dirawat di IPI akan berkembang menjadi pneumonia dan
angka kejadian pneumonia nosokomial pada pasien yang menggunakan alat bantu napas
meningkat sebesar 20 – 30%. Angka kejadian dan angka kematian pada umumnya lebih
tinggi di rumah sakit yang besar dibandingkan dengan rumah sakit yang kecil (PDPI, 2003)
Penyakit infeksi ini di negara berkembang juga masih merupakan penyebab kematian
terbanyak, termasuk di Indonesia. Data di RSUP Persahabatan di tahun 2011 terdapat 201
kasus yang dirawat, meninggal sebanyak 25 kasus (12,43 %). Dari data tersebut dapat terlihat
bahwa masih tinggi angka kematian yang diakibatkan oleh penyakit pnemonia.
Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi, terutama di bidang kesehatan memberikan
tuntutan bahwa perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia, tidak terkecuali tenaga
kesehatan perawat guna mengimbangi kemajuan IPTEK saat ini.
Apalagi di layanan rumah sakit, banyak kasus komplek yang muncul, khususnya kasus-kasus
medikal bedah. Oleh karena itu guna memberikan pelayanan yang berkualitas, diperlukannya
metode pelayanan perawatan yang profesional, dengan salah satu cara mencoba melakukan
pendekatan teori keperawatan dengan harapan dapat menilai seberapa baik tingkat efektifitas
teori tersebut diterapkan.
Dari bermacam-macam teori dalam ilmu keperawatan, kelompok mencoba menggunakan
teori Lydia E.Hall, dimana teori Hall mengunakan pendekatan : teori model inti (core),
asuhan (care) dan pengobatan (Cure). Care, dimana perawat professional mampu memenuhi
kebutuhan dasar pasien (bathing, toileting, feeding, potitioning, moving, dressing, ect) dengan
melakukan hubungan yang menenangkan, menyenangkan dan mengayomi. Cure, pada aspek
ini seorang perawat professional menyakini perlunya keterlibatan perawat dalam upaya
mengenali penyakit dan memberikan pengobatan secara nyaman dan kepedulian melalai kerja
sama dengan medis. Aspek core dimana perawat menyakini bahwa masalah yang muncul
pada diri pasien dapat diatasi dengan kemampuan dirinya, dengan cara mengenali potensi
yang terdapat dalam dirinya. Artinya bahwa kekuatan kesembuhan terletak pada pasien itu
sendiri bukan perawat. Tetapi perawat selalu memperhatikan bio-spiko-sosial-spiritual-
emosional melalui hubungan terapetik.
Berdasarkan teori Hall, yang melibatkan tiga aspek tersebut, kelompok tertarik untuk dapat
memperkaya kasanah ilmu teori keperawatan yang akan dicobakan pada tataran aplikasi
secara lanngsung pada masalah keperawatan sistem pernafasan (respirasi).
Tujuan umum
Mampu melakukan pengkajian dengan pendekatan teori keperawatan : model Lydia E. Hall
pada pasien dengan masalah sistem pernafasan : pneumoni.
Tujuan khusus
1. Menjelaskan teori model Lidya E Hall
2. Melakukan pengkajian pada pasien dengan masalah sistem pernafasan : pneumoni
3. Mampu menganalisa hasil pengkajian data pada pasien dengan masalah sistem
pernafasan : pneumoni
4. Menganalisa bentuk pengkajian menurut teori model Lidya E Hall
5. Mampu menyimpulkan keuntungan dan kerugian dari pengkajian dengan menggunakan
pendekatan teori Lydia E Hall
Bab II
Tinjauan Pustaka
A. PNEUMONIA
a. Definisi
Pneumonia adalah proses terjadinya inflamasi dari parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh preparat infeksius. Pneumonia dikelompokkan berdasarkan preparat
penyebabnya. Dua kategori utama adalah bakterial dan atipikal (Brunner & Suddarth,
2002). Pneumonia juga dapat disebabkan oleh terapi radiasi, mencerna bahan kimia, dan
aspirasi. Pneumonia lobaris terbentuk sebagai konsolidasi dalam satu lobus atau lebih.
Bronkopneumonia terjadi sebagai flek menyebar dan lebih umum terjadi (Brunner &
Suddarth, 1987).
b. Klasifikasi
Silvia & Price, 1995 membagi klasifikasi pneumonia menjadi sebagai berikut:
1. Menurut penyebabnya
a. Pneumonia bacterialis
b. Viral pneumonia
c. Fungal pneumonia
d. Parasitic pneumonia
e. Physical pneumonia, misal pneumonitis radiasi
Pneumanitis digunakan untuk inflamasi jaringan paru oleh penyebab non
infeksius.
f. Chemical pneumonia
2. Menurut tempat terjadinya
a. Community acquired pneumonia terjadi di masyarakat
b. Hospital acquired pneumonia terjadi di rumah sakit (infeksi nosokomial).
3. Menurut anatominya
a. Lobar pneumonia bila konsolidasi meliputi satu atau lebih
lobus paru yang terjadi pada satu atau kedua
paru.
b. Segmental pneumonia bila konsolidasi terbatas pada satu atau lebih
segmen dari suatu lobus, dapat mengenai
satu atau kedua paru.
c. Subsegmental pneumonia bila bayangan konsolidasi hanya terbatas
pada sebagian segmen.
Berdasarkan anatominya, pnemonia dibagi menjadi:
a. Bronkopneumonia pola penyebaran berbercak, teratur dalam 1 area
b. Lobar pneumonia terlokalisasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru
yang berdekatan di sekitarnya.
c. Interstisial pneumonia
c. Patofisiologi
Agen infeksius masuk ke alveoli karena inhalasi dari udara ke luar atau nasofaring dan
tubuh gagal mengeliminasikan dengan mekanisme pertahanan awal memasuki stadium
patologi yang dibagi dalam 4 stadium.
1. Stadium inflamatory congestion (hari 1 – 2) jaringan paru yang terkenakan
berwarna merah gelap karena hiperemis. Terjadi eksudat di bronkus alveoli yang
disertai hemorrhagis.
2. Stadium red hepatization (hari 2 – 4) eksudat mengalami koagulasi hingga
menyerupai jaringan hepar yaitu jaringan menjadi kenyal dan berwarna merah tua.
3. Stadium grey hepatization (hari 4 – 8) permukaan jaringan berubah menjadi abu-
abu kekuningan karena sel darah merah berkurang dan digantikan oleh netrofil yang
akan memangsa kuman.
4. Stadium resolusi (hari 8 – 9) terjadi eliminasi bakteri dan inflamasi berangsur-angsur
menghilang, paru kembali normal tanpa ada destruksi.
Penularan pneumonia terjadi oleh droplet pernafasan yang terinfeksi, melalui kontak
individu ke individu.
e. Manifestasi klinik
1. Pneumonia bakterial secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang
timbul dengan cepat (39,50 sampai 40,50 C) dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk
yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk. Takipnea (25 – 45x/menit), pernafasan
mendengkur, pernafasan cuping hidung, penggunaan otot-otot aksesori pernafasan.
2. Pneumonia atipikal beragam dalam gejalanya, tergantung organisme penyebab.
Banyak pasien mengalami infeksi saluran pernafasan akut, awitan gejala pneumonia
bertahap. Gejala yang menonjol adalah sakit kepala, demam tingkat rendah, nyeri
pleuritis, mialgia, ruam, faringitis. Setelah beberapa hari sputum mukoid dikeluarkan.
3. Pada banyak kasus pneumonia, pipi berwarna kemerahan, warna mata menjadi lebih
terang, dan bibir serta bidang kuku sianotik. Pasien lebih menyukai untuk duduk tegak
di tempat tidur dengan condong ke arah depan (mencoba untuk mencapai pertukaran
gas yang adekuat), banyak mengeluarkan keringat. Sputum purulen-purulen bukan
merupakan indikator yang dapat dipercaya dari etiologi.
4. Evaluasi diagnostik
a. Pengumpulan riwayat kesehatan
b. Pemeriksaan fisik
c. Rontgen dada
d. Kultur darah
e. Pemeriksaan sputum
Sampel sputum adekuat diperoleh dari aspirasi transfrakeal atau bronkoskopi atau
pasien diminta membilas mulut dengan air (untuk meminimalkan kontaminasi
oleh flora normal mulut. Kemudian pasien diminta untuk nafas dalam
membatukkan sputum wadah steril).
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumonia tergantung pada penyebab. Observasi pasien untuk
takikardi, takipneac, berkeringat, gelisah, dan bingung (tanda hipoksemi), peningkatan
produksi sputum, dan peningkatan penekanan penting untuk menentukan kemajuan
atau kemunduran proses. Ventilasi harus diperhatikan melalui pengobatan nyeri yang
adekuat diikuti oleh pembersihan bronkial. Antibiotik juga perlu diberikan.
f. Proses Keperawatan
Pengkajian
1. Kaji terhadap nyeri, takipnea, penggunaan otot aksesori, nadi cepat bersambungan,
batuk, sputum purulen, dan auskultasi bunyi napas untuk mengetahui konsolidasi.
2. Perhatikan perubahan suhu tubuh dan warna sekresi.
3. Kaji terhadap kegelisahan dan delirium dalam alkoholisme.
4. Kaji terhadap komplikasi yaitu demam berlanjut atau kambuhan, tidak berhasil untuk
sembuh, atelektasis, efusi pleural, komplikasi jantung, dan superinfeksi.
B. Teori Lydia E. Hall
Teori Hall didasari dari 1950 an dimana dunia keperawatan hanya berpusat di rumah sakit,
minimal dilakukannya nursing home serta kondisi meningkatknya masalah kesehatan pada
lansia. Kondisi ini menimbulkan meningkatnya kebutuhan akan kesehatan lansia di dunia
asuransi. Hingga kemudian pemerintahan melalui mentri kesehatan mendirikan rumah sakit,
nursing home dan home care yang khusus untuk pasien lebih dari 65 tahun. Dengan adanya
rumah sakit tersebut, banyak perawat dibutuhkan di rumah sakit, dan manjadi kesempatan
perawat dalam mengembangkan ilmu keperawatan. hal ini dimanfaatkan oleh Hall untuk
melakukan apa yang diinginkan di keperawatan.
Tahun 1960an mulai dikembangkan dunia keperawatan dnegan adanya perawat praktisi,
perawat spesialis, dan perawat gawatdarurat. Selang 2 tahun muncul keperawatan komunitas,
dengan diikuti pengembangan pendidikan resmi dalam jenjang 2 tahun yang telah diresmikan
ANA ( America Nurses Asossiasions ) pada saat itu.
Adanya pendidikan dan prosefional perawat ini sesuai ide Hall. Dasar teori Hall adalah
pendidikan, profesionalisme dan caring. Dimana tingkat kesuksesan perawat didapat dari
kamampuan perawat dalam memahami dan sensitive terhadap pasien. Hall percaya
masyarakat akan diuntungkan dengan adanya keperawatan professional, berpendidikan dan
penuh caring.
Hall telah melakukan observasi di rumah sekit sekitar 30 tahun, ia mendapatkan bahwa caring
ke pasien merupakan hal penting. Disaat pasien yang di rumah sakit merasakan
ketidaknyamanan, kesedihan, maka perawat dapat mengurangi dengan caring. Pasien yang
dirawat dengan kondisi kritis dimana secara medis tidak dapat tertolong lagi, maka caring
yang dapat membuat pasien lebih nyaman.
Hall percaya bahwa trespon dari obat merupakan treatmen dan adanya proses patologi. Pasien
sebagai manusia pasti merasa sedih dan membutuhkan banyak tim seperti psikiatri, pekerja
social bahkan pemerintahan. Sebagai perawat ahli harus mampu melihat kebutuhan pasien
tersebut, dan mampu untuk memodifikasinya. Untuk itu perawat ahli harus memahami
patologi dan treatmen yang didapat pasien.
Secara umum 3 kompinen yang ditekankan oleh hall, yaitu care, core dan cure
Care
Perawat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien berdasarkan respon tubuh pasien,
maka care yang dimaksud Hall adalah perawatan tubuh pasien. Hal ini sesuai dengan
kebutuhan dasar yang ada dalam pasien. Diketahui bahwa kesehatan fisik dapat dipengaruhi
oleh kebersihan tubuh. Hal yang perlu diperhatikan antara lain mandi, makan, toileting,
posisioning, pergerakan, berpakaian, kesehatan dan kebersihan lingkungan sekitar.
Kebutuhan yang disebutkan diatas umumnya dapat dilakukan mandiri oleh manusia. Perawat
berperan pada saat pasien tidak / kurang mampu melakukannya. Selain itu tingkat pendidikan
pasien perlu dikaji, karena hal ini mempengaruhi pola perawatan tubuh pasien. Perlu dikaji
respon pada saat melakukan perawatan tubuh ( body care )
Cure :
Aspek kedua dari teori model yang dikenalkan oleh Hall adalah cure. Hall ( 1958 )
mengemukakan untuk menjadi eprawat professional harus penolong pasien melalui
perawatan medical, pembedahan dan rehabilitative. Perawat professional harus mampu
melihat aspek medical, bagaimana proses patofiologi dan patologi penyakit pasien dapat
dijabarkan dalam auhan keperawatan. Pengkajian yang diperoleh harus mampu menyeluruh
sehingga etiologi hingga proses perjalanan penyakit hingga pasien masuk rumah sakit dapat
ditelaah. Pada saat pasien merencanakan tindakanpun harus memahami rasional, serta
melakukan impelentasi perawat harus mampu memprediksi respon medis pasien.
Core :
Aspek ketiga dari model ini adalah core yang dapat membantu meningkatkan keprofesionalan
perawat dalam melakukan hubungan terapetik dengan pasien. Bahasan dalam aspek ini yaitu
social, emotional, spiritual dan kebutuhan-kebutuhan pasien dalam kehidupannya di dalam
keluarga pasien, institusi, komunitas dan dunia. ( Hall, 1995, 1958, 1965 ). Ilmu keperawatan
didasari ( core ) dari ilmu social dan terapetik. Ilmu ini digunakan sebagai alat pendekatan
untuk melakukan pelayanan ke pasien sehingga pasien merasa nyaman dan mampu
memahami kondisi hubungan perawat – pasien. Salah satu contoh hal yang dapat
meningkatkanya rasa nyaman pasien adalah peraat memperkenalkan diri, membuat kontrak
dan tujuan untuk membantu penyembuhan pasien, sehingga proses penyembuhan atau
rehabilitasi lebih cepat tercapai ( Hall, 1958, p3 ). Hall percaya dengan metode ini pasien
dapat menjadi manusia utuh.
C. Kasus
IDENTITAS PASIEN :
Nama : Ny. Surti
No. RM : 01147927
Jenis kelamin : perempuan
Tgl lahir/ umur : 01/01/1955/ 57 tahun
Alamat : Tempurejo Rt. 06/ 7 Paron Ngawi Jawa Timur
Status : Kawin
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal masuk Rs: 3 September 2012 jam 14.59
DATA DI TRIAGE IGD :
Anamnesis : dengan autoanamnesis didapatkan data : pasien mengeluh badan sering panas
dan pusing, mual, muntah dan makan minum menurun.
Vital sign : TD : 120/80, Nadi: 83, RR : 23 S: 37,2 C
Tingkat kesadaran : GCS :15
Diagnosis : obs. Febris hari ke 12 dengan vertigo
Dirawat oleh : dokter interna
DATA DI IGD OLEH DOKTER INTERNA : TGL 3/9/12
Keluhan utama : panas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 12 hari pasien mengeluh badan terasa panas, berkurang dengan minum obat penurun
panas, mual, tidak muntah, pusing, conjungtivitis, tidak batuk, tidak pilek, tidak mimisan,
tidak ada gusi berdarah. BAK 5-6 x/hr tiap BAK ½ gelas belimbing, kuning jernih, BAK
tidak nyeri, BAK tidak berdarah, BAB tidak cair, BAB tidak sembelit.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada riwayat DM, tidak ada Riwayat hipertensi, tidak ada tetangga yang sakit serupa,
tidak ada riwayat bepergian ke daerah endemis
Pemeriksaan fisik :
KU tampak lemas, CM, gizi cukup
Tanda vital : T: 120/80 N : 88x/mnt, RR : 20x/mnt, S : 37,3
EKG : Ischemic Anterior luas
Mata : conjungtivitis kanan kiri
Hidung : tidak ada epistaksis
Mulut : tidak ada gusi berdarah, tidak ada lidah tipoid
Leher : JVP +2 cm
Thorak :
Cor : inspeksi IC tak tampak,palpasi IC tak kuat angkat, perkusi konfigurasi cor melebar ke
lateral, auskultasi BJ I –II ...., tidak ada bising
Pulmo : inspeksi bentuk dada kanan kiri sama, palpasi : vokal fremitus kanan kiri sama,
perkusi sonor, auskultasi : vesikuler
Abdomen : inspeksi warna dinding perut sama dinding dada, auskultasi BU normal, perkusi :
timpani, liver span 10 cm, palpasi : supel, tdak ada nyeri tekan
Ekstremitas ; tidak ada oedema, tidak ada ruam kulit
Ass : febris 12 hari dd morbili, thypoid, ISK
Isckhemic anterior luas
Therapy :
Mondok bangsal, diit TKTP, infus RL 20 tpm, paracetamol 3 x 500mgK/p, Vit BC 3x1, vit c
1x1
Plan : cek lab DR 3, Ur/CR, elektrolit, thorak PA
Hasil lab :
Hb : 10.7, Ht :32, leuko : 15.2 trombosit ; 136, eritrosit ;3.76 SGOT :144 SGPT :131 ur : 99
cr :1.1 Na : 134 Kalium: 3.1
Hasil Ro : pneumonia susp efusi pleura kanan
DATA DI RUANGAN : TGL 3/9/12
Keluhan utama : panas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 8 hari sebelum masuk RS Dr. Moewardi pasien mengeluh demam, keluhan badan
demam dirasakan terus menerus. Keluhan badan demam berkurang denagn minum obat
penurun panas tetapi setelah sekitar 4 jam kemudian badan dirasakan demam kembali.
Keluhan demam dirasakan hingga pasien tidak mampu beraktifitas. Selain itu pasien
mengeluh perut terasa mual dan muntah 2 x sebanyak ½ gelas belimbing, muntah berupa
makanan dan minuman yang dikonsumsi, tidak ada nyeri ulu hati, pusing nggliyer terutama
jika perubahan poissi dari tidur ke bangun, tidak ada penglihatan kunang – kunang, telinga
berdenging tak ada, leher cengeng tak ada, batuk tak ada, nyeri telan tak ada, pilek tak ada,
nyeri dada tak ada, sesak nafas tak ada, dada berdebar – debar tak ada, pasien juga mengeluh
keluar bintik – bintik merah di seluruh tubuh, nafsu makan makin lama makin menurun dan
badan terasa lemas. BAK sehari 6-7 x sebanyak ½ - 1 gelas belimbing berwarna kuning
jernih, tidak ada darah, tidak berpasir, dan tidak nyeri saat BAK. BAB sehari 1x berwarna
kuning kecoklatan, konsistensi lembek, tak ada darah, tak ada lendir dan tidak sakit saat
BAB. Tanggal 24 – 30 Agustus 2012 pasien dirawat di RS Ngawi dengan keluhan yang sama
tetapi tidak ada perubahan sehingga dirujuk ke RS Dr, moewardi.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tak ada riwayat DM, tak ada Riwayat HT, Tak ada riwayat jantung, tak ada riwayat ginjal,
tak ada riwayat liver, riwayat OAT tak ada
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tak ada riwayat DM, tak ada Riwayat HT, Tak ada riwayat jantung, tak ada riwayat ginjal,
tak ada riwayat liver
Tak ada riwayat minum obat bebas, tak ada riwayat minum jamu, tak ada riwayat berpergian,
tak ada tetangga pasien yang sakit serupa.
Pemeriksaan fisik :
KU : lemah
Kesadaran : CM
Vital Sign : TD : 130/90, N : 104 S: 37,8 RR: 24
TB : 150 cm, BB : 60 kg BMI :26,7 Lingkar pinggang : 82 cm
Mata :
Mulut : papil lidah atropi tak ada, lidah kotor tak ada, gusi berdarah tak ada
Leher : JVP R +2cm KGB tak membesar
Thorak : simetris
Cor : inspeksi IC tak tanpak, palpasi IC tak kuat angkat teraba di IC V 1 cm lat LMCS,
perkusi : konfigurasi jantung kesan melebar ke lateral, asukultasi : BJ I –II normal reguler,
tak ada bising, tak ada gallop
Pulmo : inspeksi : bentuk simetris, palpasi fremitus kanan kiri sama, perkusi sonor, auskultasi
ronki + kanan kiri
Abdomen : inspeksi warna kulit dinding perut sama dengan dinding dada, auskultasi BU
normal, perkusi tympani, palpasi supel, tak ada nyeri tekan
Ekstremitas : oedema tak ada
Problem I : febris 8 hari
Ass : demam s : 37,6 C, bintik merah dd.morbili, pneumoni, ISK
PX penunjang : DR3, ur/cr, elektrolit, urin rutin, kultur urin
Terapy : bedrest tidak total, diit lunak 1700 kkal, infus Nacl 0,9 % 20 tpm, injeksi ranitidin
1a/12 jam, para cetamol 3x500mg Bplek 3x1
Problem II : peningkatan enzim transaminase
Ass : SGOT : 144 SGPT : 131
Dd viral, non viral
Px penunjang : Ig M anti HAV, anti HCV, USG abdomen
Terapi : curcuma 3x1
Problem III : anemia ringan
Ass : pusing nggliyer Hb : 10,7
Dd defisiensi Fe, on cronic disease
Px penunjang : Si Tibc, ferritin, reticulosit
Terapy : as folat 3x1
Problem IV : lekositosis
Ass : leuko : 15,2
Dd morbili, ISK
Px penunjang : urin rutin, kultur urin
Terapi : injeksi ceftriakson 2 gr/24 jam
Problem v : azotemi
Ass : cr : 1.1 ur : 99
dd AKI, akut on CKD
px penunjang : USG Abdomen
terapi : rehidrasi infus Nacl 0,9 % 20 tpm
Problem VI : hiponatremi ringan
Ass Na: 134 dd intake kurang, gangguan ekskresi
Px penunjang : urin rutin
Terapi : kapsul garam 3x1
Problem VII : hipokalemi ringan
Ass K : 3,1 dd intake kurang, gangguan ekskresi
Px penunjang : urin rutin
Terapi : aspar K 3x1
Problem VIII : compensated cordis
Ass iskemi anterior luas et anemia
Px penunjang echocardiografi
Terapi : O2 3 lpm
TANGGAL 4/9/12
S : pusing, tidak bisa tidur
O : TD : 150/90, s : 37,9 N : 100 RR 29
Dx : febris 8 hr dd tipoid fever, Isk, pneumoni, peningkatan transaminase, anemia ringan,
lekositosis, azotemi, hiponatremi ringan, hipokalemi ringan, compensated cardio
Terapi : bedrest tak total, O2 k/p, infus Nacl 0,9 % 20 tpm,diit lunak 1700 kkal, ranitidin
1a/12 jam, ceftriakson 2gr/24jam, paracetamol 3x500mg, curcuma3x1 as folat 3x1 aspar k
3x1 prenatin plus 1x1
Plan : cek DR3, LFT,retikulsoit, urin rutin, widal, USG abd.
Hasil lab : darah
Hb: 11,4, leuko : 14.6, gamma Gt :561, alkali fosfatase :278, HDl kolesterol : 4, trigliserida
202,besi 22, Tibc 108, ferritin 1132.8
Hasil lab ; urin
Berat jenis : 1.010,protein 25, keton 15,eritrosit : 50
Mikroskopis : eritrosit : 82/uL, leukosit : 33/uL
Epitel : 0-1
Granulated 2-4, kristal amorf (+), makrofag(+),bakteri(+)
Hasil GDT : simpulan anemia hipokromik suspek ec defisiensi besi, adakah infeksi ?
TANGGAL 5/9/12
S : sakit di seluruh tubuh O : Ku sedang, CM
Vital sign : TD : 150/80 N : 96 T; 38,7 Rr; 28
Terapi : sda, injeksi pyrex 1 fls
Hasil lab :
HBSag ; non reaktif
IgM salmonela : negatif
TANGGAL 6/9/12
S ; seseg,Pusing, mual O : Cm, lemah TD : 160/90 S : 38 N : 110 RR :26
Dx : Pneumoni dengan sepsis, klinis ISK, peningkatan enzim transaminase, azotemi,
hipertensi Stage II, compensated cordis,hipokalemi,hiponatremi, dislipid, klinis ISK
Terapi : bedrest tak total, O2 2 lpm nasal kanul, diit hepar 1700 kkal, infus Nacl 0,9 % 20
tpm, inj ranitidin 1a/12jam, inj ceftriakson 2 gr/ 24 jam, metronidazol 500mg/8jam,
dexametahson 1a/12jam, sistenol 3x1,curcuma 3x1, captopril 3x 12,5 mg
Plan : BGA, EKG ulang, co paru cito, kultur sputum , darah, urin
Jawaban co cito paru : acc raber dng diagnosa pneumoni community
TANGGAL 7/9/12 : INTERNA
GDS pagi : 107
S : pusing, mual O : Cm, lemas
Vital sign : TD : 140/70 S : 36,9 N : 100 Rr : 28
Dx : pneumoni dng sepsis, peningkatan transaminase, azotemi, hipertensi, compensated
cordis, hipokalemi, hiponatremi, dislipid, klinis ISK
Terapi : bedrest tak total, infus Nacl 0,9 % 20 tpm, diit hepar 1700 kkal, ceftriakson
2gr/24jam, ranitidin 1 a/ 12 jam, metronidazol 500mg/8 jam, Dexametahson 1 a/ 8 jam,
captopril 3x12,5 mg, curcuma 3x1, sistenol 3x1
Plan : kultur sputum
TANGGAL 7/9/12: Paru
S ; tidak batuk, tidak sesak O : TD: 120/80 RR : 20 x HR : 82 T : 37,5
Dx : pneumoni Community sepsis, klinis ISK, susp cholesistitis akut dd hepatitis
Terapi : O2 2-3 lpm nasal kanul, injeksi ciprofloxacine 200mg/12jam, bisolvon syrup 3xc1
Hasil lab :
Serologi hepatitis : anti Hbc: negatif, anti Hcv rapid tes : non reaktif, anti HAV : negatif
Hasil kultur urin ;
Organisme : enterococcus faecalis hitung kuman ; > 10 pangkat 5/ml
TANGGAL 8/9/12 : interna
Vital sign : TD : 150/80 S : 37,9 N : 88 RR : 24
Dx : pneumoni dengan sepsis, peningkatan enzim transaminase, azotemi, HT, compensated
cordis, hipokalemi, hiponatremi, dislipid, klinis ISK
Terapi : bedrest tak total, O2 2lpm, diit hepar 1700kkal, infus Nacl 0,9 % 20 tpm, injeksi
ceftriakson 2 gr/ 24 jam, ranitidin 1a/12jam, metronidazol 500mg/8 jam, dexamethason 1a/8
jam captopril 3x12,5 mg, curcuma 3x1, injeksi novalgin 1a/8jam
Plan ; kultur sputum
TANGGAL 8/9/12 : paru
Sda tgl 7/9/12 plan : tunggu hasil kultur sputum
Hasil USG abdomen : gambaran hepar congestive
TANGGAL 10/9/12 : INTERNA
TD : 140/90 RR : 18 S : 37 N : 80
Dx : sda
Tx : sda
Plan : tunggu hasil kultur sputum dan urin
TANGGAL 10/9/12 : PARU
Sda tgl 9/9/12
Plan ; kultur sputum , pasien belum bisa batuk
Hasil lab :
Hb : 9,1 ht : 28, Na ; 136 K :3.2 kalsium ion ;1.01
TANGGAL 11/9/12 : INTERNA
Keluhan : nyeri gigi
Plan : consul gigi dan mulut
Jawaban co gilut : acc raber dengan diagnossa ; nekrose pulpa ec gangren radix gigi 18,28,38
TANGGAL 11/9/12 : PARU
Plan ; rontgen thorak PA ulang
TANGGAL 12/9/12 : INTERNA
TD : 160/100 N : 90 RR : 20 T :36,7
Sda
Plan : ro, panoramic bila KU memungkinkan
Consul ke psikiatri : dengan depresi ringan
Jawaban consul : acc raber dengan diagnosa depresi ringan terapi : psikosupportif
Consul Rehabilitasi medik : dengan tirah baring lama
Jawaban rehab medik : acc raber
TANGGAL 12/9/12 : PARU
Plan ; kultur sputum, sputum belum bisa keluar, tunggu hasil rontgen thorak ulang tgl 11/9/12
TANGGAL 13/9/12 : INTERNA
DX : pneumoni sepsis perbaikan, lain – lain sda
TANGGAL 13/9/12 : PARU
Plan ; kultur sputum belum bisa keluar, tunggu hasil rontgen thorak ulang tgl 11/9/12
TANGGAL 13/9/12 : GILUT
S : nyeri gigi berkurang
O : terdapat gangren pulpa gigi 18,28,38 ec gsngren radix
Ass : nekrose pulpa gigi 18,28,38
Plan :
Jika Ku sudah memungkinkan dapat dilakukan multiple ekstraksi dengan GA
Sebelumnya Ro panoramix
Jaga kebersihan mulut dengan betadin gargle
Manajemen pain
TANGGAL 15/9/12 : PARU
Boleh pulang
Tx pulang : bisolvon 3xc1, ambroxol 3x30mg
Hasil rontgen sudah jadi
TANGGAL 15/9/12 : INTERNA
Boleh pulang
Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth,2002. Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa : Yasmin Asih, EGC
Jakarta.
Brunner & Suddarth, 1987. Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa : Kuncoro HY dkk.
EGC Jakarta.
Parker Harilyn, PhD, RN, FAAN. ( 2005 ) Nursing theories dan nursing practice.
Fhiladelpia : F.A. Davis Company.
Price, Sylvia A, 1995, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit, Jakarta, EGC.