tugas i beton pratekan
DESCRIPTION
bxcncv n vbTRANSCRIPT
TUGAS I BETON PRATEKAN
OLEH :
MICHAEL ISHAK 212 213 036
KELAS B
JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TORAJA TAHUN AKADEMIK 2014
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TORAJA FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN SIPIL Jln. Poros Sa’dan Kakondongan Telp. ( 0423 ) 23492.
SOAL TUGAS I BETON PRATEKAN
1) Sebutkan dan jelaskan metode pemberian gaya terhadap beton pratekan !
2) Sebutkan dan jelaskan keuntungan dan kekurangan beton pratekan !
1. METODE PRATEKAN
Pada dasarnya ada 2 macam methode pemberian gaya prategang
pada beton, yaitu :
a) Pratarik ( Pre-Tension Method )
Methode ini baja prategang diberi gaya prategang dulu sebelum beton
dicor, oleh karena itu disebut pretension method. Adapun prinsip dari
Pratarik ini secara singkat adalah sebagai berikut :
Gambar.1. Metode Pre-tensioning
ABUTMENT
KABEL (TENDON) PRATEGANG
LANDASAN ANGKER
F F
( A )
( B )
( C )
BETON DICOR
F F
TENDON DILEPAS
GAYA PRATEGANG DITRANSFER KE BETON
F F
Tahap 1 : Kabel ( Tendon ) prategang ditarik atau diberi gaya
prategang kemudian diangker pada suatu abutment tetap
( Gambar.1A ).
Tahap 2 : Beton dicor pada cetakan ( formwork ) dan landasan yang
sudah disediakan sedemikian sehingga melingkupi tendon
yang sudah diberi gaya prategang dan dibiarkan mengering
( Gambar.1B ).
Tahap 3 : Setelah beton mengering dan cukup umur kuat untuk
menerima gaya prategang, tendon dipotong dan dilepas,
sehingga gaya prategang ditransfer ke beton ( Gambar.1C ).
Setelah gaya prategang ditransfer kebeton, balok beton tersebut akan
melengkung ke atas sebelum menerima beban kerja. Setelah beban
kerja bekerja, maka balok beton tersebut akan rata.
b) Pasca tarik ( Post-Tension Method )
Pada methode Pasca tarik, beton dicor lebih dahulu, dimana
sebelumnya telah disiapkan saluran kabel atau tendon yang disebut
duct. Secara singkat methode ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
BETON DICOR
SALURAN TENDON
( A )
( B )
ANGKER
GROUTING
TENDON (KABEL BAJA PRATEGANG)
F F
Gambar.2. Metode Post-tensioning
Tahap 1 : Dengan cetakan ( formwork ) yang telah disediakan
lengkap dengan saluran / selongsong kabel prategang
( tendon duct ) yang dipasang melengkung sesuai bidang
momen balok, beton dicor ( Gambar.2A ).
Tahap 2 : Setelah beton cukup umur dan kuat memikul gaya
prategang, tendon atau kabel prategang dimasukkan
dalam selongsong ( tendon duct ), kemudian ditarik untuk
mendapatkan gaya prategang. Methode pemberian gaya
prategang ini, salah satu ujung kabel diangker, kemudian
ujung lainnya ditarik ( ditarik dari satu sisi ). Ada pula yang
ditarik dikedua sisinya dan diangker secara bersamaan.
Setelah diangkur, kemudian saluran di grouting melalui
lubang yang telah disediakan ( Gambar.2B ).
Tahap 3 : Setelah diangkur, balok beton menjadi tertekan, jadi gaya
prategang telah ditransfer kebeton. Karena tendon dipasang
melengkung, maka akibat gaya prategang tendon
memberikan beban merata kebalok yang arahnya ke atas,
akibatnya balok melengkung keatas ( Gambar.2C ).
Karena alasan transportasi dari pabrik beton ke site, maka biasanya
beton prategang dengan sistem post-tension ini dilaksanakan secara
segmental ( balok dibagi - bagi, misalnya dengan panjang 1 ∼ 1,5 m ),
kemudian pemberian gaya prategang dilaksanakan di site, setelah balok
segmental tersebut dirangkai.
F F
( C )
2. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN BETON PRATEGANG
a) Keuntungan
Terhindarnya retak terbuka di daerah tarik, jadi lebih tahan
terhadap keadaan korosif.
Karena terbentuknya lawan lendut sebelum beban rencana
bekerja, maka lendutan akhirnya akan lebih kecil dibandingkan
dengan pada beton bertulang.
Penampang struktur lebih kecil / langsing, sebab seluruh luas
penampang dipakai secara efektif.
Ketahanan geser dan ketahanan puntirnya bertambah
dengan adanya penegangan.
Jumlah berat baja prategang jauh lebih kecil daripada jumlah
berat besi beton biasa.
Pada penampang yang diberi penegangan, tegangan tarik dapat
dieliminasi karena besarnya gaya tekan disesuaikan dengan beban
yang akan diterima.
b) Kekurangan
Memerlukan peralatan khusus seperti tendon, angkur, mesi penarik
kabel, dll.
Memerlukan keahlian khusus, baik dalam perencanaan maupun
pelaksanaannya.