tugas teknologi beton lanjut

68
PENGEMBANGAN BETON GEOPOLYMER HYBRID Penulis : REMIGILDUS CORNELIS NIM : 14/374963/STK/507 PROGRAM STUDI S3 TEKNIK SIPIL 2016 UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2016 TUGAS TEKNOLOGI BETON LANJUT

Upload: lexy-cakep

Post on 11-Jul-2016

119 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

tugas teknologi beton lanjut

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Teknologi Beton Lanjut

PENGEMBANGAN BETON GEOPOLYMER HYBRID

Penulis :REMIGILDUS CORNELIS

NIM : 14/374963/STK/507

PROGRAM STUDI S3 TEKNIK SIPIL 2016UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA2016

TUGAS TEKNOLOGI BETON LANJUT

Page 2: Tugas Teknologi Beton Lanjut

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semen portland telah lama digunakan sebagai bahan perekat (binder) dalam pembuatan

beton. Namun beberapa tahun terakhir penggunaannya dipertanyakan akibat dampak

lingungan yang ditimbulkan saat kegiatan produksi semen portland. Beberapa hasil penelitian

menunjukkan bahwa pabrik semen melepaskan 1,5 juta ton CO2 setiap tahun ke udara artinya

sekitar 5% total emisi gas CO2 ke udara.(Davidovits, dkk 1994); (Maholtra 1999);(Damtoft et

al. 2008). Disamping banyak energi yang dikonsumsi dan menghasilkan limbah yang cukup

banyak juga terjadi kerusakan lingkungan terutama didaerah penambangan batu kapur dan

tanah liat. Beberapa permasalahan ini tentu sangat bertentangan dengan prinsip pembangunan

yang berkelanjutan (sustainable development) dalam industri konstruksi. Disamping itu beton

berbasis semen portland juga menghadapi permasalahan durabilitas seperti misalnya reaksi

alkali pada aggregat yang disertai ekspansi, korosi pada tulangan akibat klorida, karbonasi

dan lain sebagainya.

Salah satu inovasi yang dilakukan saat ini adalah memanfaatkan material limbah yang

dapat ditambahkan langsung kedalam klinker semen dalam rangka mendukung pembangunan

yang lebih ramah lingkungan (eco-efficient concrete) dan berkelanjutan (sustainability).

Inovasi lain adalah mengembangkan semen alternatif, yang kompetitif, sedikit berdampak

terhadap kerusakan lingkungan dan memiliki kinerja mekanikal yang sebanding dengan

semen portland. Beberapa hal tersebut memicu munculnya berbagai penelitian dilakukan

dalam rangka mengurangi dampak lingkungan yang terjadi.

Beberapa penelitian berhasil menggunakan material semen suplemen (supplementary

cementitious material, SCMs) sebagai pengganti sebagian semen portland pada beton atau

mensubtitusi sebagian semen portland hingga 60% atau lebih pada beton dengan fly ash dan

dikenal dengan nama beton HVFA (high volume fly ash ). (Crouch, Hewitt, and Byard 2007),

(Bilodeau and Malhotra 2000),(Haque, Langan, and Ward 1984),(Poon, Lam, and Wong

2000). Beton HVFA memiliki keunggulan antara lain lebih murah, memiliki durabilitas lebih

baik dari beton konvensional karena senyawa kalsium hidroksida berkurang, memiliki

workabilitas yang baik, mengurangi jumlah air yang dibutuhkan, mengurangi suhu internal

dan mengurangi susut (shrinkage). Meskipun begitu, terdapat kekurangan pada beton HVFA

yakni peningkatan prosentase subtitusi portland semen dengan fly ash memperpanjang waktu

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 3: Tugas Teknologi Beton Lanjut

pengikatan awal (initial setting time) berakibat pada peningkatan kekuatan awal (short term

strength ) lebih rendah dibanding beton tanpa fly ash. Hal ini karena fly ash merupakan

material possolan yang kurang reaktif. Oleh karena itu biasanya lebih cocok digunakan untuk

memproduksi beton dengan volume yang cukup besar ( mass concrete).

Beberapa penelitian lainnya bahkan berhasil menemukan semen atau bahan pengikat

baru yang tidak menggunakan semen portland sama sekali (free portland semen) dan bahan

dasarnya bahkan berasal dari limbah yakni fly ash , slag baja (GGBFS), abu sekam (rise husk)

dan dikenal dengan nama semen alkali atau polymer inorganik aluminosilikat atau

geopolimer. (X.Wu, D.M.Roy 1983); (Wang et al. 1995); (Fernández-Jiménez and Palomo

2003); (P. J. Davidovits 2002);(Hardjito and Rangan 2005); (Fernández-Jiménez, Palomo, and

Criado 2005); (Shi, Krivenko, and Roy 2006); (Duxson et al. 2007); (Li, Sun, and Li 2010);

(John L.Provis 2009); (Pacheco-torgal 2008); (Temuujin and Riessen 2009); (Lemougna,

MacKenzie, and Melo 2011);(Juenger et al. 2011),(Garcia-Lodeiro, Fernandez-Jimenez, and

Palomo 2013). Geopolimer atau semen alkali disintesa menggunakan bahan yang memiliki

kandungan silika dan alumina yang tinggi seperti misalnya fly ash, slag baja (GGBFS),

diaktivasi menggunakan larutan basa kuat (alkaline) seperti misalnya KOH atau NaOH dan

sodium silikat menghasilkan gel aluminosilikat yang memiliki sifat seperti semen portland.

Beberapa hasil penelitian tersebut, mengungkapkan bahwa teknologi geopolimer berbasis fly

ash ini sangat berpotensi dan didukung oleh kenyataan bahwa sumber bahan bakunya

terutama fly ash saat ini banyak tersedia terutama di Indonesia seiring dengan program

pemerintah menyangkut pembangkit listrik 35.000 MW yang mayoritas berupa PLTU.

Teknologi geopolimer ini sangat menarik karena dapat mengurangi dampak emisi gas CO2

sekaligus berperan dalam proses daur ulang limbah PLTU. Beberapa hasil penelitian

menunjukkan bahwa beton geopolimer berbasis fly ash memiliki sifat mekanika dan

durabilitas yang lebih baik dibanding beton konvensional.

Salah satu parameter yang penting dalam teknologi geopolimer adalah bahwa kondisi

perawatan memiliki pengaruh besar terhadap kekuatan mekanikal dan mikrostruktur dari

geopolimer berbasis fly ash. Geopolimer berbasis fly ash mengeras lebih lambat pada suhu

ruangan dan memiliki kekuatan tekan yang rendah pada umur awal jika dibandingkan dengan

perawatan pada suhu panas (Duxson et al. 2007). Hingga saat ini, semua penelitian terhadap

pasta, mortar dan beton geopolimer menunjukkan bahwa untuk mendapatkan sifat mekanikal

yang baik, diperlukan suhu perawatan (curing) yang berkisar antara 50oC hingga 90oC bahkan

lebih dengan kelembaban relatif (RH) berkisar antara 90% atau lebih. Hal ini karena kondisi

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 4: Tugas Teknologi Beton Lanjut

perawatan (curing) pada beton geopolimer sangat berperan dalam pengembangan

mikrostruktur dan kekuatan pada geopolimer berbasis fly ash. Dengan demikian,

pengembangan teknologi beton geopolimer hingga saat ini masih memiliki keterbatasan

(constrain) dan hanya dimungkinkan pada beton precast yang dapat diatur kondisi

perawatannya. Tantangan lain yang masih menghambat yakni ketidakseragaman sifat fisik

dan kimia dari material fly ash juga mempengaruhi kualitas beton geopolymer.

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa untuk mengurangi suhu perawatan pada

beton berbasis alkali semen hingga pada suhu normal, dapat dilakukan dengan cara

mensubtitusi fly ash dengan material lain yang memiliki kandungan kalsium yang cukup.

Jenis material yang memenuhi kriteria tersebut yakni silicafume, abu sekam padi, metakaolin,

slag baja, semen portland, kapur dan beberapa nano partikel. Material yang sangat

memungkinkan dan berpotensi sebagai bahan subtitusi fly ash pada sistem geopolimer adalah

semen portland karena mudah diperoleh, banyak tersedia dan ekonomis. Beberapa hasil

penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan kalsium saja tidak cukup efektif untuk

meningkatkan reaktifitas fly ash untuk bereaksi, untuk itu diperlukan bahan aktivasi tambahan

sehingga dapat diperoleh kekuatan awal yang lebih tinggi seperti pada semen konvensional.

Berdasarkan hal tersebut diatas, beberapa penelitian terus dilakukan untuk memperoleh

semen alternatif baru yakni mensubtitusi sebagian fly ash dengan semen portland pada sistem

geopolimer. Jenis semen baru ini disebut semen alkali hybrid atau geopolimer hybrid.

(Macphee and Garcia-lodeiro 2011);(Garcia-lodeiro et al. 2011);(García-lodeiro et al. 2012),

(Á. Palomo et al. 2013); (Fernández-jiménez et al. 2014). Semen alkali hybrid ini merupakan

perpaduan sementius yang kompleks dari dua jenis gel yang dihasilkan yakni C-S-H gel yang

merupakan produk hidrasi semen portland dan gel N-A-S-H yang merupakan produk dari

proses geopolimer. Hasil penelitian dari (Alonso and Palomo 2001); (Yip, Lukey, and Van

Deventer 2005),(A. Palomo et al. 2007) dan (Garcia-Lodeiro et al. 2011) menunjukkan bahwa

dua jenis gel tersebut tidak berkembang sendiri sendiri secara terpisah tetapi kedua gel

tersebut saling berinteraksi dan mengalami perubahan komposisi dan struktur secara bersama-

sama membentuk suatu sistem gel hybrid yang kompatibel dan berkontribusi pada kekuatan

mekanikal beton pada suhu perawatan normal. Namun hingga saat ini, kajian mengenai sifat

mekanikal dan durabilitasnya geopolymer hybrid berbasis fly ash dan semen portland belum

ada sehingga untuk mengaplikasikan jenis semen baru ini dalam desain konstruksi diperlukan

penelitian dalam skala makro mengenai sifat-sifat beton geopolimer hybrid baik dalam jangka

pendek (short term) dan durbilitasnya.

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 5: Tugas Teknologi Beton Lanjut

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, ditetapkan rumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana menentukan proses dan komposisi campuran dari beton geopolymer hybrid.

b. Parameter apa saja yang mempengaruhi sifat campuran dan mikrostruktur beton

geopolimer hybrid.

c. Bagaimana pengaruh subtitusi fly ash dengan sebagian semen protland dalam beton

geopolimer hybrid terhadap suhu perawatan beton geopolimer hybrid.

d. Bagaimana pengaruh subtitusi semen portland terhadap sebagian fly ash pada beton

geopolimer hybrid ditinjau dari karakteristik mekanik yakni kekuatan tekan, kekuatan

tarik, modulus elastisitas dan susut kering (drying shrinkage).

e. Bagaimana pengaruh subtitusi semen portland terhadap sebagian fly ash pada beton

geopolimer hybrid ditinjau dari durabilitas beton geopolimer hybrid yakni Penyerapan

air dan AVPV, sorptivity, permeabilitas beton, ketahanan terhadap sulfat, ketahanan

terhadap klorida dan korosi.

1.3. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui proses pencampuran dan menentukan komposisi campuran beton

geopolimer hybrid.

b. Mengetahui parameter apa saja yang berpengaruh terhadap sifat campuran dan

mikrostruktur beton geopolimer hybrid.

c. Mengetahui pengaruh subtitusi fly ash dengan sebagian semen portland dalam beton

geopolimer hybrid terhadap perilaku suhu perawatan.

d. Mengetahui pengaruh subtitusi fly ash dengan sebagian semen portland dalam beton

geopolimer hybrid terhadap sifat mekanikal yakni kekuatan tekan, kekuatan tarik,

modulus elastisitas dan susut kering (drying shrinkage)

e. Mengetahui pengaruh subtitusi fly ash dengan sebagian semen portland dalam beton

geopolimer hybrid terhadap durabilitas yakni Penyerapan air dan AVPV, sorptivity,

permeabilitas beton, ketahanan terhadap sulfat, ketahanan terhadap klorida dan korosi.

1.4. Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka perlu untuk melakukan pembatasan terhadap

pengembangan beton geopolimer hybrid guna mengurangi kompoleksitas, diantaranya

sebagai berikut :

a. Bahan baku fly ash yang digunakan berasal dari PLTU Paiton.Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 6: Tugas Teknologi Beton Lanjut

b. Semen portland yang digunakan adalah semen portland tipe 1 yang biasa digunakan

oleh masyarakat umum.

c. Larutan aktifator yang digunakan adalah kombinasi sodium hidroksida berupa pellet

dan sodium silikat berupa larutan.

d. Aggregat halus yang digunakan adalah pasir sungai

e. Aggregat kasar yang digunakan adalah aggregat batu pecah dengan ukuran maksium 20

mm

f. Karena tidak ada standar perencanaan campuran beton geopolimer hybrid yang tersedia

maka komposisi campuran didasarkan pada perbandingan berat dimana berat satuan

ditetapkan sebesar 2400 kg/m3 .

g. Semua hasil pengujian sifat mekanikal dan durabilitas beton geopolimer hybrid

dibandingkan terhadap hasil pengujian beton normal berbasis semen portland sebagai

spesimen kontrol.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan dan inovasi semen alternatif yang lebih

ramah lingkungan pengganti semen portland demi mendukung pembangunan yang

berkelanjutan (sustainability). Pengembangan beton geopolymer hybrid memiliki potensi

untuk mengurangi produksi semen portland sekaligus mengurangi emisi gas CO2 sebesar

lebih kurang 80% (Duxson et al. 2007). Beton geopolimer hybrid juga sebagai salah satu

semen alternatif yang memiliki keunggulan yakni tidak membutuhkan suhu perawatan yang

tinggi seperti pada beton geopolimer, sehingga potensi pemanfaatannya lebih luas

cakupannya dibandingkan dengan beton geopolimer yang hanya bisa dimanfaatkan pada

industri beton pracetak. Hasil dari penelitian ini juga membuka peluang untuk berinovasi

menciptakan semen geopolimer seperti semen portland yakni penggunaannya cukup dengan

mencampurkan air pada kondisi normal.

1.6. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beton geopolimer berbasis fly ash yang

dirawat pada kondisi suhu yang tinggi memiliki kekuatan mekanikal dan durabilitas yang

lebih baik dibanding beton berbasis OPC (Olivia and Nikraz 2011), karena kondisi khusus

perawatan tersebut sehingga teknologi beton geopolimer lebih ideal dikembang untuk beton

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 7: Tugas Teknologi Beton Lanjut

precast, sehingga sangat dibutuhkan inovasi untuk dapat memproduksi beton geoplimer tanpa

menggunakan perawatan dengan suhu yang tinggi.

Pada penelitian ini, semen portland digunakan untuk memsubtitusi sebagian fly ash

dalam sistem geopolimer berbasis fly ash yang dikenal dengan nama beton hybrid. Tujuan

penggunaan subtitusi dengan semen portland adalah untuk mengurangi suhu perawatan. Hal

ini karena semen portland mengandung komponen oksida kalsium (CaO) hingga 80%. Dari

beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa kalsium dapat mempercepat proses

geopolimerisasi hal ini ditandai dengan kekuatan awal yang tinggi pada beton geopolimer

namun belum ada informasi mengenai pengaruhnya terhadap durabilitas beton geopolymer

hybrid. Beberapa hasil penelitian awal terhadap sistem geopolimer dan geopolymer hybrid

telah dilakukan sebagai berikut :

Tabel 1. Resume Penelitian Geopolymer dan Geopolymer Hybrid

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 8: Tugas Teknologi Beton Lanjut

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 9: Tugas Teknologi Beton Lanjut

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Pendahuluan

Bab ini menyajikan prosedur pelaksanaan eksperimen untuk mempelajari kekuatan

mekanikal dan durabilitas beton geopolimer hybrid berbasis fly ash dan OPC berdasarkan

tujuan yang telah ditetapkan pada BAB 2. Tujuan dari investigasi eksperimental ini adalah

untuk menguji rancangan campuran dan mengamati kekuatan mekanikal dan kinerja

durabilitas dari campuran yang optimum. Layout atau bagan alir rencana penelitian tergambar

sebagai berikut :Mulai

Studi Pustaka

Jenis UjiGradasi Butiran Spesifik Gravity

Perhitungan Desain Campurn Beton OPC

Semen Aggregat Kasar

Aggregat Halus Air NaOH dan

Na2SiO3

Fly Ash Tipe F

Jenis UjiGradasi Butiran Spesifik GravityKadar OrganikKadar Lumpur

Jenis UjiXRD,SEM,

XRFSetting timeBerat Jenis

Jenis UjiXRDSEMXRF

Studi Pendahuluan· Pengaruh Subtitusi Fly Ash dengan OPC, rasio Air/Pengikat, rasio rasio

Aggregat/Pengikat, Rasio Alkalin/(Fly Ash+OPC).· Kekuatan Tekan· Penyerapan Air· Sorptivity· Water Permeability

Optimasi Campuran Dengan Metode Taguchi· Kekuatan Tekan· Penyerapan Air· Sorptivity· Water Permability

Proporsi campuran Optimum

Pengujian Sifat Mekanikal :Kekuatan TekanKekuatan TarikKekuatan LenturModulus ElastisitasSusut KeringXRDSEM

Pengujian Sifat Durabilitas :Penetrasi Ion SulfatUji KorosiWater PermeabilityPenyerapan AirSorptivitySEMXRD

Hasil Dan Analsis

Selesai

PENELITIAN TAHAP I

PENELITIAN TAHAP II

PENELITIAN TAHAP III

Perhitungan Desain Beton Geopolimer Hybrid

Gambar 4.1 Bagan Alir PenelitianTerdapat tiga tahapan yang dilakukan dalam penelitian thesis ini dan diuraikan sebagai

berikut :

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 10: Tugas Teknologi Beton Lanjut

Tahap I diawali dengan melakukan investigasi sifat-sifat fisik dan kimia material, merancang

campuran beton dan geopolimer hybrid, dan pengujian pendahuluan. Bahan baku

dikumpulkan dan dilakukan pengujian untuk mengetahui sifat-sifat utama tertentu. Metode

perancangan campuran ditentukan untuk beton OPC sebagai kontrol dan beton geopolimer

hybrid. Pada pengujian pendahuluan, beberapa campuran beton geopolimer hybrid berbasis

fly ash dan OPC, dibuat menggunakan beberapa variabel yang berbeda dari hasil studi

pustaka dan diuji untuk mengetahui pengaruh dari beberapa parameter dasar tersebut terhadap

kekuatan mekanikal seperti kekuatan tekan, dan durabilitas seperti kemampuan penetrasi air

(Water permeability), penyerapan air dan sorptivity. Kemampuan penetrasi air sangat

berperan dalam menentukan durabilitas beton didalam lingkungan korosif.

Tahap II, Beton geopolimer hybrid, dirancang berdasarkan parameter yang berpengaruh pada

tahap studi pendahuluan. Suatu metode optimasi yaitu metode Taguchi digunakan untuk

mendapatkan kombinasi yang paling baik dari parameter-parameter yang berpengaruh dan

kombinasi unsur-unsur campuran. Beberapa pengujian seperti kekuatan tekan, kemampuan

penetrasi air (water penetrability), dan siklus basah kering (wetting-drying cycles) digunakan

untuk memilih campuran yang paling optimal yang memiliki kekuatan mekanikal tertinggi

dan memiliki durabilitas yang lebih baik.

Tahap III, investigasi kekuatan mekanikal dan durabilitas untuk campuran geopolimer hybrid

berbasis fly ash dan OPC yang optimum dan membandingkan dengan beton kontrol. Sifat-

sifat kekuatan mekanikal seperti kekuatan tekan, kekuatan Tarik, kekuatan lentur dan

modulus young dilakukan terhadap kedua jenis beton. Studi terhadap durabilitas yang

dilakukan antara lain uji penetrasi klorida, uji ketahanan terhadap sulfat dan korosi.

2.2. Bahan – bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Fly Ash

Fly Ash Tipe F (ASTM 618-12) diambil dari PLTU Paiton. Untuk mengetahui

kandungan unsur kimia dan sifat fisik butiran fly ash, maka dilakukan uji XRD, XRF

dan foto SEM. Uji XRD untuk melihat kandungan fasa amorf dan fasa kristal dari fly

ash sebelum digunakan, uji XRF untuk mengetahui kandungan oksida yang ada dan

membandingkan dengan spesifikasi yang ada serta uji SEM untuk melihat

makrostruktur dari fly ash sebelum digunakan.

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 11: Tugas Teknologi Beton Lanjut

Gambar 4.2. Fly ash Paiton(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

2. Semen Portland (OPC)

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak dipakai dalam campuran beton

OPC. Semen yang dipakai adalah semen Portland tipe I dengan merk Semen Gresik

dalam kemasan 40 kg tiap zak, yang memenuhi kriteria SNI 15-2049-1994. Pengujian

fisik semen portland disesuaikan dengan batasan minimum yang dinyatakan dalam

ASTM C150. Pengujian fisik antara lain modulus kehalusan, distribusi butiran.

Sedangkan pengujian sifat kimia antara lain menggunakan XRD untuk mengetahui

fasa kristal dan amorf, XRF untuk menentukan oksida yang terkandung dalam semen

dan foto SEM untuk melihat struktur mikro butiran semen portland sebelum bereaksi..

Gambar 4.3 Semen Gresik Tipe 1 50 kg(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

3. Aggregat Kasar

Agregat kasar (kerikil) juga merupakan bahan pengisi. Agregat kasar yang

digunakan dalam penelitian ini adalah agregat dengan ukuran diameter 5 mm hingga

40 mm. Aggregat kasar yang digunakan berasal blondos Jogjakarta. Untuk

menggunakan aggregate kasar, terlebih dahulu bahan aggregat dicuci terlebih dahulu

dan direndam selama 24 jam. Setelah itu aggregate kasar dibiarkan mengering hingga

mencapai kondisi SSD (Saturated Drying Surface). Pengujian terhadap bahan

aggregate sebelum digunakan antara lain uji gradasi butiran, uji kadar air, dan berat

jenis aggregate kasar.

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 12: Tugas Teknologi Beton Lanjut

Gambar 4.4 Aggregat Kasar : (a). Perlakukan SSD, (b). Contoh aggregate 10 mm SSD(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

4. Aggregat Halus

Aaggregat halus berfungsi sebagai bahan pengisi, jadi tidak bekerja reaktif dalam

proses pembuatan beton. Walaupun demikian, kualitas pasir tetap

mempengaruhi beton. Pasir yang digunakan berasal dari Muntilan. Sebelum

digunakan, terlebih dahulu dilakukan analisis saringan untuk menentukan gradasi

butiran pasir dan pengujian kadar lumpur di Laboratorium Mekanika Bahan UNIKA

Semarang.

Gambar 4.5 Agregat Halus (Pasir) Merapi(Sumber : Dokumen Pribadi)

5. Larutan Alkali

Dalam penelitian ini, aktifasi campuran antara fly ash dan OPC menggunakan larutan

alkali yang merupakan kombinasi campuran antara NaOH (sodium hidroksida ) dan

Na2SiO3 (sodium silikat). Konsentrasi larutan NaOH yang digunakan adalah 14 Molar.

Bahan NaOH yang digunakan berupa pellet dengan kemurnian 97 -98% dan diperoleh

dari toko bahan kimia di Jogjakarta. Larutan NaOH selanjutnya dibuat dengan

melarutkan pellet NaOH kedalam air selama paling kurang 6 jam. Sedangkan sodium

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 13: Tugas Teknologi Beton Lanjut

silikat berupa larutan diperoleh dari toko bahan kimia Jogjakarta dengan komposisi

sebagai berikut :

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 14: Tugas Teknologi Beton Lanjut

Tabel 4.1. Komposisi Kimia sodium silikat

Grade Na46 (Kemurnian Teknik)

% H2O 58.5

% Na2O 11.5

% Si2O 30.0

Rasio masa SiO2/Na2O 2.61

Spesific Gravity (gram/ml ) pada 20o 1.458

Penampakan Viskous berwarna jernih hingga kuning

PH 12.8

Kelarutan dalam air Larut

6. Air

Adanya unsur pengotor dalam air, jika berlebihan akan mempengaruhi tidak saja setting

time, kekuatan tekan beton, kestabilan volume, juga dapat menyebabkan effolorescence

dan korosi menurut ACI 318-3.4. Air leding yang digunakan berasalah dari air leding

laboratorium bahan UGM di Jurusan Teknik Sipil UGM.

2.3. Pengujian Bahan

1. Uji Berat Jenis Semen

Pengujian Berat Jenis Semen ini bertujuan untuk menentukan berat jenis semen. Berat

jenis semen adalah perbandingan berat volume kering semen pada suhu ruangan (±

25°C) dengan berat volume air suling pada suhu 4°C =1 gram/cm3 . (ASTM C-188).

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 15: Tugas Teknologi Beton Lanjut

Mulai

Isi Botol le cathelier dengan kerosin hingga nilai skala antara 0 dan 1

Rendam botol le cathelier dalam bak berisi air

Baca Tinggi permukaan kerosin pada skala (ml) (V1)

Ukur suhu air (T1) dan suhu kerosin (T2)

T1 = T2

Masukan sampel semen (gram) kedalam botol secara perlahan, hindari semen menempel pada dinding botol

Goyang botol selama ± 30 menit agar seluruh gelembung udara keluar dari semen

Rendam botol le cathelier dalam bak berisi air

Ukur suhu air (T3) dan suhu larutan (T4)

T3 = T4

Baca tinggi permukaan larutan pada skala (ml) (V1)

Berat Jenis = Berat Semen / ( V2-V1 )

Selesai

Gambar 4.6 Diagram alir Proses Pengujian Berat Jenis Semen 2. Pengujian Konsistensi Normal Semen

Pengujian Konsistensi Normal Semen ini dilakukan untuk memenuhi kadar air yang

dibutuhkan agar diperoleh adukan semen dengan kekentalan normal air dalam Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 16: Tugas Teknologi Beton Lanjut

perbandingan berat terhadap semen(ASTM C-190) . Langkah – langkah prosedur

percobaan :

a. Alat-alat disiapkan dan dibersihkan.

b. Cincin ebonite bagian dalam diolesi minyak secukupnya kemudian diletakkan di

atas plat kaca.

c. Pasang jarum ∅ 10 mm pada alat vicat.

d. Stel alat vicat dengan penunjuk menunjukkan angka 0.

e. Timbang semen seberat 300 gram, kemudian masukkan ke dalam mangkuk

porselen dan dihaluskan.

f. Masukkan air ke dalam gelas ukur sebanyak ± 25%-30% dari berat semen, catat

jumlah air tersebut.

g. Campur air dan semen, aduk selama 3 menit hingga diperoleh adonan yang

plastis.

h. Adonan tersebut segera dituang ke dalam cincin ebonite dan diketuk-ketuk

hingga padat dan tidak ada udara di dalamnya.

i. Letakkan cincin ebonit yang telah berisi pasta semen pada alat vicat,

kemudian turunkan jarum ke atas adonan tadi sehingga penunjuk 0. Kencangkan

sekrup pengunci, dan dalam keadaan seperti ini jarum vicat siap dijatuhkan.

j. Buka sekrup pengunci, biarkan jarum meluncur bebas menembus pasta semen,

bersamaan ini pula stopwatch dijalankan hingga 30 detik. Setelah 30 detik, sekrup

pengunci dikencangkan, kemudian baca penurunan yang terjadi. Catat pada daftar

isian.

k. Percobaan diulangi lagi sampai penunjuk menunjukan angka penurunan ± 10

mm, yaitu pada saat konsistensi normal semen telah tercapai.

l. Buat grafik hubungan antara % air dan penurunan yang terjadi.

3. Pengujian Pengikatan Awal (initial setting awal)

Pengujian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai waktu ikat awal yang digunakan untuk

menentukan mutu semen ASTM C-91-82.  Prosedur pengujian sebagai berikut :

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 17: Tugas Teknologi Beton Lanjut

Gambar 4.7 Diagram alir Proses Pengujian Berat Jenis Semen

3. Pengujian kadar air agregat kasar dan halus

Pengujian Kadar Air Agregat Kasar dan Halus ini bertujuan untuk memperoleh angka

persentase dari kadar air yang dikandung agregat kasar dan halus dengan cara

pengeringan. Kadar air agregat didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air

yang dikandung agregat dengan berat agregat dalam keadaan kering, dinyatakan dalam

persen.

Tahap – tahap prosedur pengujian sebagai

berikut:

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Tuangkan air suling kedalam mangkuk dan masukan semen 300 gram perlahan lahan dan biarkan selama 30 detik

Buat bola pasta dengan tangan lalu lemparkan 6 kali dari tangan kiri ke kanan sejarak 15 cm

Masukan bola pasta kedalam cetakan benda uji berbentuk cincin hingga penuh dan ratakan dengan telapak tangan

Letakan cincin cetakan pada pelat kaca dan bagian atas diratakan dengan sendok tanpa menekan

Letakan cincin cetakan di bawah alat vikat sehingga ujung jarum fikat menyentuh bagian tengah permukaan pasta dan kencangkan posisi batang vikat

Atur skala vikat = 0 atau catat angka skala awal

Jatuhkan jarum vikat menembus pasta dan setelah 30 menit distop dan catat penurunannya.

Angkat Jarum vikat dan bersihkan.

Setelah 15 menit, lakukan penjatuhan jarum vikat lagi pada tempat lain sejarat 3 cm

Penurunan = 0

aduklah campuran air suling dan benda uji itu selama 30 detik dengankecepatan pengadukan 140 ± 5 putaran per menit

pengadukan dihentikan selama 15 detik, bersihkan pasta semen yangmenempel dipinggir mangkok pengaduk

aduk, kembali pasta semen selam 60 detik dengan kecepatan pengadukan 28510 putaran per menit

Buat grafik hubungan kedalaman penetrasi dan waktu

Selesai

Mulai

Tentukan waktu setting time ketika kedalaman penetrasi 25 mm

Page 18: Tugas Teknologi Beton Lanjut

mulai

Timbang dan catat berat nampan atau pan= W1 gram

Masukan agregat kasar / halus dalam nampan

Timbang dan catat berat nampan + aggregat = W2 gram

Berat aggregat = W3 = W2 + W1

Masukan agregat pada oven dan atur suhu 110±5oC

Keluarkan nampa+ agregat dari oven dan timbang= W4 gram

Hitung berat kering agregat = W5 = W4 – W1

Kadar air agregat = ((W3-W5)/W5)*100%

Selesai

Gambar 4.8 Diagram alir Proses Pengujian Berat Jenis Semen

4. Pengujian XRF (X ray floresence)

Gambar 4.9 Instrumentasi XRFX-ray fluorescence (XRF) spektrometer adalah suatu alat x-ray digunakan untuk rutin,

yang relatif non-destruktif analisis kimia batuan, mineral, sedimen dan cairan. Ia

bekerja pada panjang gelombang-dispersif spektroskopi prinsip yang mirip dengan

microprobe elektron. Namun, XRF umumnya tidak dapat membuat analisis di spot

ukuran kecil khas pekerjaan EPMA (2-5 mikron), sehingga biasanya digunakan untuk

analisis sebagian besar fraksi lebih besar dari bahan geologi. Biaya kemudahan dan

rendah relatif persiapan sampel, dan stabilitas dan kemudahan penggunaan x-ray

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 19: Tugas Teknologi Beton Lanjut

spektrometer membuat salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk analisis

unsur utama dan jejak di batuan, mineral, dan sedimen.

5. Pengujian XRD (X ray Difraction)

Gambar 4.10 Instrumentasi XRD

XRD merupakan metode analisa nondestruktif yang didasarkan pada pengukuran

radiasi sinar-X yang terdifraksi oleh bidang kristal ketika terjadi interaksi antara suatu

materi dengan radiasi elektromagnetik sinar X. Suatu kristal memiliki kisi kristal

tertentu dengan jarak antar bidang kristal (d) spesifik juga sehingga bidang kristal

tersebut akan memantulkan radiasi sinar X dengan sudut-sudut tertentu.

Kegunaan metode difraksi sinar-X :

Penentuan struktur kristal : 

· Bentuk dan ukuran sel satuan kristal (d, sudut, dan panjang ikatan),

· Pengideks-an bidang kristal,

· Jumlah atom per-sel satuan 

Analisis kimia : 

· Identifikasi/Penentuan jenis  kristal

· Penentuan kemurnian relatif dan derajat kristalinitas sampel

· Deteksi senyawa baru

· Deteksi kerusakan oleh suatu perlakuan

5. Pengujian SEM (Scanning Electron Microscope)

Untuk mengetahui morfologi senyawa padatatan dan komposisi unsure yang terdapat

dalam suatu senyawa dapat digunakan alat scanning electron microscope (SEM). 

Scanning Electron Microscope adalah suatu tipe mikroskop electron yang

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 20: Tugas Teknologi Beton Lanjut

menggambarkan permukaan sampel melalui proses scan dengan menggunakan pancaran

energy yang tinggi dari electron dalam suatu pola scan raster. Electro berinteraksi

dengan atom – atom yang membuat sampel menghasilkan sinyal yang memberikan

informasi mengenai permukaan topografi sampel, komposisi dan sifat – sifat lainnya

seperti konduktivitas listrik.

Tipe sinyal yang dihasilkan oleh sem dapat meliputi electron secunder, sinar – X

karakteristik dan cahaya (katoda luminisens). Sinyal terswebut dating dari hamburan

electron dari permukaan unsure yang berintaraksi dengan sampel atau didekatkan

permukaannya. SEM dapat menghasilkan gambar dengan resolusi yang tinggi dari suatu

permukaan sampel, menangkap secara lengkap dengan ukuran sekitar 1 – 5 nm. Agar

menghasilkan gambar yang diinginkan maka SEM mempunya sebuah lebar focus yang

sangat besar (biasanya 25 – 250.000 kali pembesaran). SEm dapat menghasilkan

karakteristik bentuk 3 dimensi yang berguna untuk memahami struktur permukaan dari

suatu sampel

Gambar 4.11 Instrumentasi XRD6. Pengujian Kadar lumpur agregat halus

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya kandungan lumpur dalam

pasir dan kelayakan pakai dari pasir sampel. Standar yang digunakan dalam pengujian

adalah PBI 1971 dengan kandungan lumpur maksimal dalam agregat halus adalah 5 %

dari berat kering. Metode kerja dalam pengujian kandungan lumpur dapat diperjelas

dengan menggunakan gambar 4.12.

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 21: Tugas Teknologi Beton Lanjut

mulai

Menyiapkan sampel pasir dan mengeringkan dalam oven dan ditimbang sebanyak 100 gram (W1)

Memasukkan pasir ke dalam gelas ukur untuk melakukan pencucian pasir

Memasukkan air kedalam gelas ukur yang berisi pasir dengan ketinggian 12 cm dari permukaan pasir

Tutuk mulut gelas dan dikocok 10 kali (dianggap satu kali pencucian)

Air dibuang dan diusahakan agar pasir tidak ikut terbuang

Pasir dituang kedalam cawan dan dimasukan kedalam oven dan atur suhu = 110oC

Pasir sudah bersih

Pasir dan wadah dikeluarkan dari oven dan didiamkan hingga suhu kamar

Sampel + wadah ditimbang = W2

Kadar lumpur = ((W1-W2)/W1)x100%

selesai

Gambar 4.12 Diagram alir Proses Pengujian Berat Jenis Semen

7. Pengujian Kadar Organik agregat halus

Zat organik berasal dari tumbuh-tumbuhan dan sampah yang apabila bercampur

dengan pasir akan membuat pasir kurang baik dalam pembuatan beton. Untuk

mengetahui banyak sedikitnya kandungan zat organik dalam pasir maka dapat

dilihat berdasarkan standar ASTM C-40-79 pada Tabel Prof. Rosseno. Batasan

kandungan organik agregat halus dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 22: Tugas Teknologi Beton Lanjut

Tabel 4.2. Tabel Kandungan Zat Organik Prof. Rosseno.

Warna campuran air + NaOH Kandungan Zat Organik (%)

Jernih 0

Kuning muda 0 – 10Kuning tua 10 – 20Kuning kemerahan 20 – 30Coklat kemerahan 30 – 40Coklat tua 50 – 100

Apabila warna air cukup bersih/jernih, maka kandungan zat organik dalam pasir itu

sedikit dan pasir dapat digunakan untuk bahan baku beton. Apabila warna air tampak

keruh, maka pasir harus dicuci dulu sebelum digunakan untuk bahan baku beton.

Langkah kerja dalam pengujian kandungan zat organik dalam pasir adalah sebagai

berikut :

Gambar 4.13 Diagram alir Proses Pengujian Berat Jenis Semen

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

mulai

Menyiapkan sampel pasir kering oven secukupnya

Mengayak pasir dengan ayakan 2 mm hingga menghasilkan 130 cc

Masukan sampel pasir kedalam gelas ukur 250 ml

Tambahkan NaOH 3% hingga 200 ml

Kocok gelas ukur beserta larutan selama 10 menit

Letakkan pada tempat terlindung selama 24 jam

Amati warna air diatas pasir

Kadar organik seperti tertera pada tabel

selesai

Page 23: Tugas Teknologi Beton Lanjut

Gambar 4.14. Contoh pasir dalam gelas ukur 250 ml

Gambar 4.15. Pasir dan NaOH 3% dalam gelas ukur

Gambar 4.16. Campuran pasir dan NaOH 3%

8. Pengujian specific gravity air agregat halus

Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam

merencanakan campuran adukan beton, karena dengan mengetahui variabel

tersebut dapat dihitung volume pasir yang diperlukan.

Pengujian spesific gravity agregat halus bertujuan untuk menentukan bulk spesific

gravity, bulk spesific gravity SSD, apparent spesific gravity, dan absorption

agregat halus.

Menganalisa hasil pengujian tersebut dengan Persamaan 4.1 – 4.4

Bulk spesific gravity= AB+500−C 4.1

Bulk spesific gravity SSD= 500B+500−C 4.2

Apparent spesific gravity= AB+A−C 4.3

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 24: Tugas Teknologi Beton Lanjut

Absorption=500−AA

x100 % 4.4

Dimana :

A = berat pasir kering oven (gram)

B = berat Volumetric Flask berisi air (gram)

C = berat Volumetric Flask berisi pasir dan air (gram)

500 = berat pasir dalam keadaan kering permukaan jenuh (gram).

Prosedur membuat aggregate halus (pasir ) menjadi SSD :

Gambar 4.17 Diagram alir proses Membuat pasir SSD

Gambar 18. corong konik (conic mould)Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 25: Tugas Teknologi Beton Lanjut

7. Pengujian gradasi agregat halus

Gradasi dan keseragaman diameter pasir sebagai agregat halus lebih

diperhitungkan daripada agregat kasar, karena sangat menentukan sifat pengerjaan

dan sifat kohesi campuran adukan beton. Pasir sangat menentukan pemakaian

semen dalam pembuatan beton. Menurut ASTM agregat halus yang baik adalah

mempunyai gradasi butiran sesuai Tabel 4.1.

Tabel 4.3. Syarat Persentase Berat Lolos Standar ASTM

Menghitung

modulus

kehalusan dengan

menggunakan Persamaan 3.6

Modulus kehalusan=de 4.5

d = ∑ persentase komulatif berat pasir yang tertinggal selain dalam pan.

e = ∑ persentase berat pasir yang tertinggal

8. Pengujian specific gravity agregat Kasar

Agregat kasar yang digunakan dalam penelitian adalah kerikil atau batu pecah

dengan diameter maksimum 20 mm. Standar pengujian yang digunakan pada

pengujian specific gravity agregat kasar adalah ASTMC 127. Pengujian ini

ditujukan untuk mengetahui :

· Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam kondisi kering

dengan volume kerikil total

· Bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat kerikil jenuh dalam

kondisi kering permukaan dengan volume kerikil total

· Apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam kondisi

kering dengan volume butir kerikil

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Diameter Ayakan Berat Lolos Sesuai Standar

9,5

4,75

2,36

1,18

0,60

0,30

0,15

100

90 - 100

75 - 100

55 - 90

35 - 59

8 - 30

0 - 10

Page 26: Tugas Teknologi Beton Lanjut

· Absorbtion, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat kerikil

kering.

Untuk menganalisis hasil pengujian dengan persamaan 4.6 s/d 4.9 sebagai berikut:

Bulk spesific gravity= fg−h 4.1

Bulk spesific gravity SSD= gg−h 4.2

Apparent spesific gravity= ff −h 4.3

Absorption=g−hh

x100 % 4.4

Dimana :

f = berat agregat kasar (3000 gram)

g = berat agregat kasar setelah direndam 24 jam dan dilap (gram)

h = berat agregat kasar jenuh (gram)

9. Pengujian abrasi agregat kasar

Agregat kasar harus memiliki ketahanan terhadap keausan akibat gesekan. Standar

pengujian abrasi pada agregat kasar menggunakan ASTM C 131, dengan

menggunakan mesin abrasi Los Angeles. Berdasarkan SNI 2417:2008, “Cara uji

keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles” , beberapa peralatan yang

digunakan adalah mesin abrasi Los Angeles, saringan No.12, timbangan, bola-bola

baja, alat bantu pan dan kuas, seperti pada Gambar 3.19.

( a) (b) (c)Gambar 4.19. (a) Mesin abrasi Los Angeles, (b) bola baja, (c) benda uji lolos saringan

19 mm dan 12,5 mm, (d), timbanganAgregat kasar yang akan diuji termasuk pada gradasi B karena memiliki ukuran

maksimal 19 mm dan harus ditimbang terlebih dahulu agar memiliki berat ±5000 gram

dengan persyaratan berat agregat yang lolos saringan 19 mm sebesar 2500±10

gram dan lolos saringan 12,5 mm sebesar 2500±10 gram. Setelah itu benda uji dan bola

baja sebanyak 11 buah dimasukkan dalam mesin abrasi Los Angeles, kemudian

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 27: Tugas Teknologi Beton Lanjut

dilakukan pemutaran mesin dengan jumlah 500 putaran. Apabila pemutaran telah

selesai dilakukan maka benda uji dikeluarkan dari mesin dan disaring pada saringan No.

12 (1,70) mm. Bagian yang hilang akibat gesekan tidak boleh lebih dari 50%.

Persentase berat yang hilang dihitung dengan menggunakan Persamaan (3.11) sebagai

berikut :

Prosentaseberat yanghilang= ij−i 4.3

dengan :

i = berat agregat kasar kering oven yang telah dicuci, sebelum pengausan (gram)

j = berat agregat kasar kering oven yang tertahan ayakan No.12 mm setelah

pengausan (gram)

10. Pengujian gradasi agregat kasar

Gradasi pada agregat kasar juga menentukan sifat pengerjaan dan sifat kohesi dari

campuran beton, sehingga gradasi pada agregat kasar sangatlah penting. Pengujian

gradasi agregat kasar menggunakan standar pengujian ASTM C 136, Alat yang

digunakan diperjelas menggunakan Gambar 3.20. Pengujian ini bertujuan untuk

mengetahui gradasi atau variasi diameter butiran agregat kasar, persentase dan

modulus kehalusannya. Modulus kehalusan adalah angka yang menunjukkan tinggi

rendahnya tingkat kehausan butir pasir

Gambar 4.20 Ayakan untuk uji gradasi butiran

Menghitung modulus kehalusan dengan menggunakan Persamaan 4.7

Modulus kehalusan=de 4.7

d = ∑ persentase komulatif berat agregat kasar yang tertinggal selain dalam pan.

e = ∑ persentase berat agregat kasar yang tertinggal

2.3. Rancangan Campuran Beton Normal

Beton berbasis OPC merupakan beton normal yang menjadi bagian dalam penelitian ini

dan dijadikan sebagai campuran pembanding bagi beberapa pengujian (control mix). Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 28: Tugas Teknologi Beton Lanjut

Rancangan campuran beton normal didasarkan pada metode SK SNI 03-xxxx-2002. Target

kekuatan beton normal adalah 40 MPa dengan nilai FAS ditetapkan sebesar 0.45. mulai

Penetapan kekuatan tekan target

Penetapan Jenis Aggregat

Penetapan faktor air semen berdasarkan tabel 4.4 dan gambar 4.18 , diambil nilai yang terkecil

Penetapan nilai Slump sesuai tabel 4.6

Penetapan ukuran agregat maksimum

Perkiraan kebutuhan air ( Wair) per m3 beton berdasarkan tabel 4.7 dengan memperhatikan jenis agregat, berat jenis dan nilai slump

Wair = 0.67x(jumlah air menurut jenis agregat halus + 0.33x(jumlah air menurut jenis agregat kasar)

Berat semen = Wair/FAS

Menentukan Modulus kehalusan agregat halus (mh) dan agregat kasar (mk) berdasarkan uji gradasi

Menentukan modulus kehalusan agregat campuran (mc)

Menentukan prosentase perbandingan berat dari agregat kasar dan kerikil dari persamaan Wpsr : Wkrk = (mk - mc ) : (mc– mh)

Menentukan berat jenis agregat kasar (bjk) dan berat jenis agregat halus (bjh)

Menentukan berat jenis campuran (bjc) = ph*bjh/100+pk*bjk/100

Perkiraan berat beton berdasarkan gambar 4.19

Perhitungan berat agregat campuran (Wagr,cmp = Wbtn-Wair-Wsmn

Perhitungan berat agregat halus = Ph*Wagr.cmp

Perhitungan berat agregat kasar = Pk*Wagr.cmp

selesai

Gambar 4.21 Prosedur Mix Desain Beton Normal

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 29: Tugas Teknologi Beton Lanjut

Tabel 4. 4 Perkiraan KekuatanTekan (MPa) Beton dengan Faktor Air-Semen, dan Agregat

Kasar yang Biasa dipakai di Indonesia

3 7 28 91

Semen Portland Batu tak dipecahkan 17 23 33 40Tipe I atau Batu pecah 19 27 37 45Semen tahan sulfat Batu tak dipecahkan 20 28 40 48Tipe II, V Batu pecah 23 32 45 54

Semen Portland Batu tak dipecahkan 21 28 38 44Tipe III Batu pecah 25 33 44 48

Batu tak dipecahkan 25 31 46 53

Batu pecah 30 40 53 60

Pada umur (hari) Bentuk ujiJenis semen Jenis agregat kasar

Silinder

Kubus

Silinder

Kubus

Kekuatan tekan (MPa)

Gambar 4.22 Ayakan untuk uji gradasi butiran

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 30: Tugas Teknologi Beton Lanjut

Tabel 4.5 Persyaratan jumlah semen minimum dan faktor air semen maksimum

untuk berbagai macam pembetonan dalam lingkungan khusus

Lokasi Jumlah SemenMinimum per m3

betonkg

Nilai faktor Air semen

Maksimum

Beton di dalam ruang bangunan:a.Keadaan keliling non-korosif 275 0.6

b. Keadaan keliling korosif disebabkan oleh kondensasi atau uap korosif

325 0.52

Beton di luar ruang bangunan :a. Tidak terlindung dari hujan

dan terik matahari langsung325 0.6

b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung

275 0.6

Beton masuk kedalam tanah :a. Mengalami keadaan basah

dan kering berganti-ganti325 0.55

b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah

Beton yang kontinyu berhubungan :

a. Air tawarc. Air laut

Tabel 4.6. Penetapan nilai slump adukan beton

Pemakaian beton Maks Min

(berdasarkan struktur yang dibuat) (cm) (cm)

Dinding, Plat fondasi dan fondasi telapak bertulang 12.5 5.0

Fondasi telapak tidak bertulang, kaison, dan struktur dibawah tanah 9 2.5

Pelat, balok, kolom dan dinding 15 7.5

Pengerasan jalan 7.5 5

Pembetonan masal ( beton masal) 7.5 2.5

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 31: Tugas Teknologi Beton Lanjut

Tabel 4.7. Perkiraan kadar air bebas (kg/m3) yang dibutuhkan

Gambar 4.23 Grafik hubungan perkiraan berat beton dan kadar air bebas

2.4. Rancangan Campuran Beton Geopolimer Hybrid

Perhitungan mix desain geopolimer hybrid didasarkan pada rancangan mix desain yang

dikembangkan oleh (Rangan 2010) dengan mengasumsikan beberapa parameter seperti rasio

antara larutan alkali terhadap dan rasio sodium silikat terhadap sodium hidroksida. Karena

belum ada standar rancangan campuran beton geopolymer hybrid maka rancangan mix desain

berdasarkan kepada perbandingan berat dimana berat satuan beton geopolimer hybrid

dianggap sama dengan berat satuan beton normal sehingga sifat kekuatan mekanikal dan

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Ukuran besar butir Kebutuhan air per meter kubik beton (liter)agregat maksium

(mm) 0 - 10 10 - 30 30 - 60 60 - 180Batu tak dipeacahkan 150 180 205 225batu pecah 180 205 230 250Batu tak dipeacahkan 135 160 180 195batu pecah 170 190 210 225Batu tak dipeacahkan 115 140 160 175

batu pecah 155 175 190 205

20

40

Jenis Agregat Slump (mm)

10

Page 32: Tugas Teknologi Beton Lanjut

durabilitasnya dapat dibandingkan dengan beton normal. Selanjutnya masa aggregate

gabungan dianggap sama seperti pada beton normal.

Tabel 4.8 Contoh mix desain beton geopolimer hybridTahap Item Nilai Satuan Reference

I Parameter yang diasumsikan1.1 Berat satuan beton geopolimer hybrid = 2400 kg/m3 mix beton normal1.2 Prosentase masa aggregat gabungan = 77 % mix beton normal1.3 a. Komposisi Aggregat Halus = 35 % mix beton normal

b. Komposisi Aggregat Kasar = 42 % mix beton normal1.4 Rasio Cairan Alkali terhadap (fly ash + OPC) = 35 % berat Rangan1.5 Rasio Sodium silikat terhadap sodium hidroksida = 2.5 berat Rangan1.6 Molaritas sodium hidroksida = 14 M Rangan1.7 Modulus Sodium Silikat = rasio SiO2 / Na2O = 2 Rangan1.8 Data sodium silikat :

a. Na2O = 14.70 %b. SiO2 = 98 %c. Air = 55.90 %

1.9 Data sodium hidroksidaa. air pelarut = (1200 - 14 * 40)/1200 = 53 %b. NaOH solid = (1-(1.9a)) = 47 %

1.8 Prosentase subtitusi Fly ash oleh OPC = 5 % Asumsi

II Perhitungan fly ash, OPC, Larutan Alkali dan masa agregat gabungan2.1 Berat Agregat gabungan (1.2) x (1.1) = 1848 kg/m3

2.2 Berat (fly ash + OPC+ larutan alkali) (1.1) - (2.1) = 552 kg/m3

2.3 Berat (fly ash + OPC) (2.2)/((1+(1.4)) = 409 kg/m3

2.4 Berat OPC (2.3)*(1.8) = 20 kg/m3

2.5 Berat fly ash (2.3) - (2.4) = 388 kg/m3

2.6 Berat larutan alkali (2.2)-(2.3) = 143 kg/m3

2.7 Berat sodium hidroksida (2.6)/((1+(1.7)) = 41 kg/m3

2.8 Berat sodium silikat (2.6) - (2.7) = 102 kg/m3

2.9 Berat agregat kasar (2.1) x (1.3b) = 776.16 kg/m3

2.10 Berat agregat halus (2.1) - (2.9) = 1071.84 kg/m3

III Perhitungan rasio air terhadap padatan pengikat dan rasio antara agregat terhadap padatan pengikat3.1 Air didalam larutan sodium silikat (1.8c) * (2.8) = 57.14 kg/m3

3.2 Padatan sodium silikat (2.8) - (3.1) = 45.08 kg/m3

3.3 Air didalam larutan sodium hidroksida (2.7) * (1.9a) = 21.81 kg/m3

3.4 Padatan sodium hidroksida (2.7) - (3.3) = 19.08 kg/m3

3.5 Total berat air (3.1) + (3.3) = 78.95 kg/m3

3.6 Berat dari padatan geopolimer hybrid (3.4)+(3.2)+(2.3) = 473.05 kg/m3

3.7 rasio air terhadap solid geopolimer hybrid (3.5)/(3.6) = 0.173.8 rasio agregat /solid geopolimer hybrid (2.1)/(3.6) = 3.9

IV Berat final dari setiap komponen4.1 Fly ash = 388 kg/m3

4.2 OPC = 20 kg/m3

4.2 Agregat Kasar = 776.16 kg/m3

4.3 Agregat Halus = 1071.84 kg/m3

4.4 Sodium Hidroksida = 41 kg/m3

4.5 Sodium Silikat = 102 kg/m3

4.6 Air Tambahan =

2.5. Studi Pendahuluan

Pada tahap studi pendahuluan, percobaan campuran (trail mix) diinvestigasi untuk

mempelajari berbagai parameter yang berpengaruh terhadap kekuatan dan penetrasi air kedalam

beton geopolimer hybrid. Beberapa parameter dipilih sedemikian sehingga diperoleh beton yang

memiliki kekuatan mekanikal dan memiliki durabilitas yang sebanding dengan beton OPC. Beberapa

parameter didasarkan kepada penelitian Hardjito dkk, 2005; dan Pradip dkk, 2015 yaitu rasio air

terhadap padatan (solid) geopolimer hybrid, rasio larutan alkali terhadap fly ash, rasio agregat

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 33: Tugas Teknologi Beton Lanjut

terhadap padatan (solid) geopolimer dan prosentase subtitusi OPC terhadap fly ash. Dengan

demikian suatu susunan parameter dirancang sebagai nilai awal seperti tabel berikut :

Tabel 4.8 Parameter mix desain beton geopolimer hybrid

Berdasarkan parameter tersebut diatas, maka dibuat proporsi campuran geopolimer awal sebanyak 10 buah mix sebagai berikut :

Tabel 4.9 Proporsi campuran beton geopolimer hybrid untu studi pendahuluan

air Agregat kasar pasir fly ash OPC NaOH SS1 P0 0.2 2.5 0.35 0 78.95 776.16 1071.84 409 0 19 452 P5 0.2 2.5 0.35 5 78.95 776.16 1071.84 388 20 19 453 P10 0.2 2.5 0.35 10 78.95 776.16 1071.84 368 41 19 454 P15 0.2 2.5 0.35 15 78.95 776.16 1071.84 348 61 19 455 P5-A45 0.2 2.5 0.45 5 94.51 776.16 1071.84 362 19 23 546 P5-A30 0.2 2.5 0.3 5 70.27 776.16 1071.84 403 21 17 407 P5-R2 0.2 2 0.35 5 78.77 776.16 1071.84 388 20 22 428 P5-R1.5 0.2 1.5 0.35 5 78.53 776.16 1071.84 388 20 27 389 P5-F0.22 0.22 2.5 0.35 5 98.76 776.16 1071.84 354 19 24 56

10 P5-F0.23 0.23 2.5 0.35 5 101.51 776.16 1071.84 350 18 25 58

No Mix w/s ss/sh alk/(FA+OPC) % OPC Kuantitas (kg/m3)

Ket : w/s = air/geopolimer hybrid) = F; ss/sh = Na2SiO3/NaOH = R; alk = larutan alkali; FA = fly ash; OPC = semen portland; P = prosentase subtitusi OPC; A = prosentase alkali/(FA+OPC);

Berdasarkan tabel 4.9, selanjutnya dilakukan pencampuran yang tujuannya untuk

mengetahui pengaruh beberapa parameter diatas terhadap kekuatan mekanikal dan dan

durabilitas beton geopolimer hybrid. Untuk mendapatkan sifat beton segar yang memiliki

kelecakkan yang baik maka untuk setiap jenis campuran dilakukan pengambilan slump untuk

melihat sifat beton segar serta pengujian setting time serta uji XRD dan foto SEM untuk

mempelajari karakteristik mikrostruktur beton geopolimer hygbrid.

Pembuatan sampel berbentuk silinder ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm

dimaksudkan untuk pengujian kekuatan tekan, penyerapan air dan sorptivity. Setiap campuran

diambil minimla 3 buah silinder. Hasil pengujian merupakan rata-rata dari hasil pengujian

terhadap tiga sampel tersebut. Berdasarkan hasil pengujian pendahuluan ini, parameter yang

berpengaruh selanjutnya digunakan untuk rancangan optimasi campuran menggunakan

metode Taguchi.Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Parameter 1 2 3Rasio air/geopolimer 0.2 0.22 0.23Rasio sodium silikat/sodium hidroksida 1.5 2 2.5Rasio larutan alkali/(fly ash+OPC) 0.3 0.35 0.45Prosentase subtitusi OPC terhadap fly ash 5% 10% 15%

Page 34: Tugas Teknologi Beton Lanjut

2.6. Optimasi Rancangan Campuran Beton Geopolimer Hybrid Dengan Metode

Taguchi

Metode eksperimental Taguchi adalah suatu metode statistik untuk rekayasa kualitas.

Metode ini digunakan untuk mendapatkan hasil yang optimum dari berbagai kombinasi

parameter yang berpengaruh. Dalam bidang teknologi beton, matriks orthogonal Taguchi

sangat cocok untuk mendesain campuran yang berbeda yang memiliki komponen penyusun

yang sangat bervariatif serta memiliki pengaruh yang kompleks. Prinsip dasar matriks

orthogonal adalah optimalisasi kombinasi sehingga menghemat waktu. Dalam penelitian ini

digunakan metriks orthogonal OA9(34) yang dapat menghasilkan 9 jenis campuran. Pemilihan

ini berdasarkan jumlah faktor sebagai parameter yang berpengaruh dan jumlah level. Sebagai

contoh hubungan antar fakto dan level sebagai berikut :

Tabel 4.10 Parameter campuran beton geopolimer hybrid untu studi pendahuluan

Level1 2 3

A : Rasio air/geopolimer 0.2 0.22 0.23B :Rasio sodium silikat/sodium hidroksida 1.5 2 2.5C :Rasio larutan alkali/(fly ash+OPC) 0.3 0.35 0.45

D: Prosentase subtitusi OPC terhadap fly ash 5% 10% 15%

Parameter

Parameter yang dipilih sebagai faktor adalah parameter yang memiliki pengaruh

signifikan untuk mendapatkan beton geopolymer hybrid yang memiliki kekuatan tekan dan

durabilitas minimal sebanding dengan beton berbasis OPC dan beton geopolimer non OPC.

Pemilihan faktor faktor ini berdasarkan review terhadap literature dan hasil penelitian

pendahuluan.

Dari hasil optimasi campuran dengan metode Taguchi, selanjutnya dipilih campuran

yang paling optimal dan dilanjutkan ketahap berikutnya yaitu mengembangkan beton

geopolimer hybrid yang memiliki kekuatan dan durabilitas yang minimal sebanding dengan

beton OPC serta beton geopolimer non OPC.

2.7. Pencetakan Benda Uji, Perawatan, dan penyimpanan

2.7.1. Beton geopolimer hybrid

Prosedur pencampuran dilakukan sebagai berikut :

1. Membuat larutan NaOH sesuai konsentrasi yang telah ditetapkan dengan satuan

molar (M). Pellet NaOH dimasukan kedalam wadah yang berisi air yang volumenya

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 35: Tugas Teknologi Beton Lanjut

telah dihitung. Kemudian diaduk perlahan hingga pellet semuanya larut ait dan

didiamkan lebih kurang selama 60 menit. Selanjutnya larutan NaOH ditambahkan

kedalam larutan sodium silikat berupa larutan, dan didiamkan selama satu jam.

2. Aggregat yang telah ditimbang dimasukan terlebih dahulu kedalam mixer,

selanjutnya Fly ash dicampurkan dan diikuti dengan OPC selanjutnya diaduk dalam

kondisi kering lebih kurang 3 menit sehingga tercapai campuran yag homogen.

3. Tuangkan secara perlahan larutan alkali yang telah disiapkan dan diaduk lebih

kurang 3 menit sedemikian sehingga semua material tercampur semua.

4. Selanjutnya dilakukan pengujian slump sesuai ASTM C143-2010. Setelah pengujian

slump, selanjutnya dilakukan pencetakan silinder sebagai benda uji. Penuangan

campuran kedalam cetakan yang sebelumnya dilapisi oli dan pencetakan dilakukan

secara lapis perlapis dan selanjutnya dipadatkan menggunakan meja getar.

5. Setiap sampel benda uji, diberi label agar lebih mudah untuk pencatatan.

6. Cetakkan benda uji selanjutnya disimpan dalam suhu ruangan ( 15 – 20oC) dan

kelembaban relative 60 – 70% hingga waktu pengujian.

2.7.2. Beton OPC

Prosedur pencampuran dilakukan sebagai berikut :

1. Aggregat yang telah ditimbang dimasukan terlebih dahulu kedalam mixer,

selanjutnya OPC dimasukan kedalam dan diaduk dalam kondisi kering lebih kurang

3 menit sehingga tercapai campuran yag homogen.

2. Tuangkan secara perlahan air yang telah disiapkan dan diaduk lebih kurang 3 menit

sedemikian sehingga semua material tercampur semua.

3. Selanjutnya dilakukan pengujian slump sesuai ASTM C143-2010. Setelah pengujian

slump, selanjutnya dilakukan pencetakan silinder sebagai benda uji. Penuangan

campuran kedalam cetakan yang sebelumnya dilapisi oli dan pencetakan dilakukan

secara lapis perlapis dan selanjutnya dipadatkan menggunakan meja getar.

4. Setiap sampel benda uji, diberi label agar lebih mudah untuk pencatatan.

5. Cetakkan benda uji selanjutnya disimpan dalam suhu ruangan ( 15 – 20oC) dan

kelembaban relative 60 – 70% hingga waktu pengujian.

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 36: Tugas Teknologi Beton Lanjut

2.8. Pengujian Sifat – Sifat Mekanikal

2.8.1. Pengujian Kekuatan Tekan

Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan

luas. Pengertian kuat tekan beton menurut SNI 03-1974-1990 adalah besarnya beban

persatuan luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya

tekan tertentu yang dihasilkan oleh mesin uji tekan. Kuat tekan beton

mengidentifikasikan mutu dari campuran beton yang digunakan. Semakin tinggi

tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang

dihasilkan.

Kuat tekan beton selain berhubungan dengan perencanaan campuran adukan

beton, juga mempunyai hubungan yang unik dengan karakteristik beton yang

lainnya seperti berat isi, kuat tekan, modulus elastisitas, kuat tarik belah, kuat

lentur dan kuat lekat tulangan. Standard pengujian kuat tekan yang dilakukan

berdasarkan SNI 03-1974-1990 dan ASTM C-39.

Tahap Pengujian Pengujian tekan benda uji mengunakan Compression Testing Machine

dengan set-up pengujian yaitu, memasang load cell pada alat, meletakkan pelat pada

bagian atas load cell, meletakkan teflon diatas pelat, meletakkan benda uji diatas teflon,

meletakkan teflon kembali diatas benda uji, meletakkan plat diatas teflon yang

bertujuan untuk meratakan beban yang diberikan Compression Testing Machine serta

agar diperoleh keakurasian angka hasil kuat tekan yang didapat tanpa pengaruh ikatan

maupun kekuatan kaping seperti penggunaan belerang dan topi baja. Kemudian

memasang LVDT (Linear Variable Displacement Transducer) dan data logger.

Pembebanan diberikan dengan cara menekan benda uji secara bertahap hingga

mencapai beban maksimum yang dapat ditahan benda uji. Pembacaan beban dan

deformasi pada benda uji dilakukan dengan menggunakan data logger. Set up pengujian

kuat tekan dapat dilihat pada gambar 4.21.

Gambar 4.24 Set Up Pengujian Kuat TekanTugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 37: Tugas Teknologi Beton Lanjut

2.8.2. Pengujian Kekuatan Tarik Belah

Kuat tarik beton berkisar seperdelapan belas pada waktu umur beton masih muda dan

berkisar seperdua puluh setelahnya (Murdock:1981). Kuat tarik menjadi bagian

penting dalam beton untuk menahan retak-retak akibat kadar air dan suhu sehingga

berpengaruh terhadap kemampuan beton di dalam mengatasi retak awal sebelum

dibebani. Dipohusodo (1994:10) mengatakan bahwa nilai kuat tarik dan kuat tekan

beton tidak berbanding lurus, setiap usaha perbaikan mutu kekuatan tekan hanya

disertai peningkatan kecil nilai kuat tariknya. Secara kasar nilai kuat tarik beton normal

hanya berkisar antar 9%-15% dari kuat tekannya.

Konstruksi beton yang dipasang mendatar sering menerima beban tegak lurus sumbu

bahannya dan sering mengalami rekahan (splitting). Hal ini terjadi karena daya dukung

beton terhadap gaya lentur tergantung pada jarak dari garis berat beton, makin jauh

dari garis berat maka makin kecil daya dukungnya. Standar yang digunakan dalam

pengujian kuat tarik belah adalah SNI 03-2491-1991 dan ASTM C-496.

Pada uji kuat tarik ini menggunakan alat uji Compression Testing Machine

(CTM) seperti gambar 4.22 berikut :

Gambar 4.25 Set Up Pengujian Kuat Tarik Belah

2.8.3. Pengujian Kekuatan Lentur

Balok beton polos digunakan untuk pengujian kekuatan lentur pada umur 14hari, 28

hari dan 90 hari. Pengujian kekuatan lentur lakukan berdasarkan ASTM C78-02. Spesimen

ditempatkan pada blok tumpuan yang ada pada mesin uji lentur yang menggunakan metode

pembebanan dua titik. Kecepatan pembebanan adalah 0.017 MPa/menit dengan sensitifitas

ditetapkan 5 kN. Modulus rupture atau kekuatan lentur dapat dihitung ketika retak mulai

terjadi pada bagian tengah bentang balok ( momen maksimum).kekuatan lentur ditentukan

dari beban ultimate dikalikan dengan panjang dan dibagi dengan faktor geometri. Set up

pengujian seperti gambar 4.23 berikut :

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 38: Tugas Teknologi Beton Lanjut

Gambar 4.26 Set Up Pengujian Kuat Tarik Belah

2.8.4. Modulus Elastisitas dan Poisson Rasio

Pengujian dilakukan pada silinder tunggal pada umur 14 hari, 28 hari dan 90 hari. Rasio

tegangan dan regangan dan rasio regangan lateral dari beton ditentukan dengan menghitung

modulus elastisitas dan rasio poisson. Kedua nilai tersebut dihitung sesuai ASTM C469.

Kedua nilai ini dianggap bermanfaat dalam mendisain ukuran balok dan menghitung kuantitas

penulangan. Terdapat dua instrument pengukur regangan atau LVDT yang dilekatkan pada

silinder untuk mengukur regangan longitudinal. LVDT lainnya ditmpatkan secara horizontal

untu mengukur regangan transversal. Susunan instrumentasi pengukuran dan letak benda

seperti terlihat pada gambar berikut :

Gambar 4.27 Set Up Pengujian Modulus Elastisitas dan Poisson Rasio

2.8.5. Uji Susut Kering (Drying Shrinkage)

Susut kering adalah penyusutan campuran beton yang telah mengeras akibat hilangnya

air dari kapiler. Hal ini menyebabkan tegangan tarik meningkat, sehingga dapat menyebabkan

retak, warping internal, dan lendutan eksternal sebelum beton menerima pembebanan. Retak

akibat susut kering sering menjadi sumber retak pada beton. karena itu, mengurangi susut

kering akan mengurangi retak. Perubahan panjang spesimen dalam udara yang kering

ditentukan dengan mengukur susut kering menurut ASTM C596. Spesimen berupa balok

beton berukuran 75 x 75 x 285 mm. Sebelum dicetak, spesimen disimpan dalam suhu ruangan

sekitar 23oC – 25oC dan kelembaban relative 40% hingga 60%. Pengukuran dilaksanakan

pada hari ketiga setelah tercetak menggunakan peralatan pembanding panjang horizontal

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 39: Tugas Teknologi Beton Lanjut

(horizontal length camparator). Pengukuran pertama dilakukan pada hari pertama, dan

kemudian hari berikutnya dianggap satu hari pengukuran susut.

Jumlah spesimen adalah 3 buah untuk setiap jenis campuran. Pengukuran regangan

susut dimulai 7 hari setelah dicetak. Setelah 7 hari sampel dilepas dari cetakkan dan dilakukan

pengukuran. Spesimen ditempatkan terlebih dahulu pada komparator sedemikian sehingga

sumbu axis segaris dengan alat pengukur. Perbedaan panjang diukur menggunakan

micrometer dan dicatat. Setelah itu spesimen dilepaskan dari komparator dan diganti dengan

sampel yang lain. Setelah pengukuran spesimen disimpan lagi dan diusahakan waktu

penyimpanan terdapat ruang bebas sekitar 50 mm.

Perubahan panjang diukur pada hari je 7, 14, 21, 28, 56, 90, 120 dan 180 hari.

Perubahan panjang dihitung dengan rumus :

Lds=( Lr−Li) x106

L

Lds = susut kering dalam satuan mikrostrain

Lt = Panjang spesimen pada setiap waktu pengujian (mm)

Li = Panjang awal dari spesimen (mm)

L = Panjang gauge (250 mm)

Gambar 4.28 Set Up Pengujian Modulus Elastisitas dan Poisson Rasio

2.9. Pengujian Durabilitas

2.9.1. Uji Penetrasi Air (Water penetrability)

1. Uji Penyerapan Air dan AVPV

Penyerapan air dan penentuan volume pori permeable (void permeable) dilakukan

menurut ASTM C642. Tiga spesimen slinder dipotong menjadi beberapa bagian

dengan tebal 50 mm untuk setiap jenis campuran beton. nilai penyerapan air diukur

dengan cara mengeringkan spesimen hingga beratnya menjadi konstan, kemudian

direndam dalam air dan diukur prosentase peningkatan beratnya dibanding spesimen

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 40: Tugas Teknologi Beton Lanjut

kering. Nilai AVPV semu ditentukan dengan merebus beton selama paling kurang 5 jam

dalam bak air, kemudian ditimbang. Gambar berikut memperlihatkan prosedur

pelaksanaan pengujian.

Gambar 4.29 Uji Penyerapan air dan APVP : (a). Pemotongan sample, (b). sampel direndam, (c). Sampel direbus, (d). Bak perendam.

Persamaan untuk menghitung penyerapan air dan AVPV :

Water absorption=( Ms−MdMd )x 100

AVPV=( g1−g 2g2 )x 100

Dimana :

Ms = berat sampel kering (gram); Md = Berat skering sampel (gram), g2 = densitas semu (x 103 kg/m3), g1 = bulk density, kering (x 103 kg/m3)

Berdasarkan nilai penyerapan air, efektifitas porositas beton dapat dihitung dengan persamaan :

Efektifitas porositas (%)=(B−AV ) x100

Dimana :

A = masa sample yang kering oven (gram)

B = berat sampel kondisi SSD setelah direndam (gram),

V = Bolume Bulk sampel (m3)

2. Uji Sorptivity

Sorptivity digunakan untuk mengukur kecepatan penyerapan air kedalam beton yang

telah mengeras berdasarkan ASTM C1585. Tiga spesimen yang sama dengan ukuran 50

x 100 mm dengan berat paling kurang 200 gram. Permukaan sampel dipotong tegak

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 41: Tugas Teknologi Beton Lanjut

lurus terhadap arah sorption. Spesimen dipanaskan pada suhu 105oC hingga beratnya

konstan. Spesimen bertumpu pada batang tulangan untuk memungkinkan pergerakan air

secara bebas didalam wadah air dengan suhu 20oC. sampel direndam dengan kedalaman

1 hingga 2 mm. gambar 4.26 mengilustrasikan susunan spesimen selama uji sorptivity.

Pengambilan data pada interval waktu 5 , 10, 30, 60, 120, 180 dan 240 menit. Setiap

pertambahan waktu, spesimen dikeluarkan dari wadah, dan permukaan sampel

dikeringkan, kemudian sampel ditimbang dan dikembalikan ke wadah. Maka

penyerapan air per satuan luas permukaan beton (I) (gram/mm) mengikuti suatu

hubungan linier dengan akar pangkat dua waktu untuk periode pengisapan (t) , sehingga

:

I= MtA . D

Dimana :

I = Absorpsi (mm)

Mt = Perubahan berat benda uji dalam gram,pada waktu t (mg)

A = Luas bidang terpapar dalam mm2

D = Berat jenis air dalam mg/mm3

Gambar 4.30 Set Up Pengujian Modulus Elastisitas dan Poisson Rasio

3. Uji Permeabilitas Beton

Untuk mengetahui dan mengukur permeabilitas beton perlu dilakukan pengujian. Uji

permeabilitas ini adalah uji aliran (flow test). Uji ini berguna untuk mengukur

permeabilitas beton terhadap air jika ternyata air dapat mengalir melalui sampel beton.

Dari data yang dihasilkan oleh uji permeabilitas ini dapat ditentukan koefisien

permeabilitas, suatu angka yang menunjukkan kecepatan rembesan fluida dalam suatu

zat. Pada uji aliran, koefisien permeabilitas dihitung dengan Rumus Darcy sebagai

berikut:

K= ρ . L. g .QP . A

dengan:

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 42: Tugas Teknologi Beton Lanjut

K : koefisien permeabilitas (cm/det)

ρ : massa jenis air (kg/cm2 )

g : percepatan gravitasi (cm/det2 )

L : panjang atau tinggi sampel (cm)

Q : debit aliran air (cm3 /det)

P : tekanan air (kg/cm2 )

A : luas penampang sampel (cm2 ).

Setelah benda uji sampai pada umur rencana, kemudian dilakukan pengujian permeabilitas

beton dengan cara memberikan tekanan air pada permukaan beton, alat ini mempunyai kapasitas

tekanan maksimal 10 bar. Langkah-langkah pemeriksaan adalah sebagai berikut: (i)

menghaluskan permukaan beton agar rata dan tidak terjadi kebocoran saat pengujian, (ii)

memasang tabung permeabilitas pada permukaan yang dihaluskan, supaya lebih rapat pada

bagian pertemuan tabung dan beton diberi karet dan dilem, (iii) kemudian beton dipasang pada

dudukan penekan dan baut dikencangkan, (iv) tabung air diisi dengan air dan dipompakan

sampai diperoleh tekanan 3 bar (kg/cm2), dan dilakukan selama 1 jam, (v) setelah 1 jam benda

uji dikeluarkan dari alat uji permeabilitas, kemudian dibelah menggunakan mesin uji tekan

dengan posisi silender terbaring. Setelah silnder beton terbelah, diukur kedalaman rembesan air

dari permukaan beton.(vi) dengan menggunakan Persamaan (2) dihitung koefisien

permeabilitas (K) benda uji. Set-up pengujian dapat dilihat pada Gambar berikut :

Gambar 4.31 Set Up Pengujian Permebilitas Beton

2.9.2. Uji Ketahanan Sulfat

Spesimen silinder berukuran diameter 100 mm dan tingginya 200 mm dibuat untuk

pengujian kekuatan tekan, perubahan berat sampel, dan sampel berbentuk balok dengan

ukuran 75 mm x 75 mm x 285 mm yang dicetak untuk pengujian perubahan panjang

untuk setiap jenis campuran. Dua spesimen digunakan untuk pengujian kekuatan tekan

dan dua sampel untuk perubahan berat, sedangkan tiga spesimen digunakan untuk

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 43: Tugas Teknologi Beton Lanjut

perubahan panjang. Sampel direndam dalam 5% larutan sodium sulfat pada umur 7 hari

dan pengujian kekuatan tekan dan perubahan berat pada umur 28 hari. Semua spesimen

tetap direndam hingga 180 hari dalam kondisi suhu ruangan. Volume perbandingan

larutan sulfat terhadap spesimen tetap dijaga konstan dengan rasio 4 : 1. Larutan sulfat

diganti dengan larutan sulfat baru setiap bulan untuk menjaga konsentrasi larutan.

· Perubahan massa

Perubahan berat setelah direndam dalam larutan sulfat diobservasi pada periode 56, 90,

120 dan 180 hari setelah perendaman. Benda uji beton geopolimer hybrid dirawat pada

suhu ruangan hingga 28 hari dan direndam dalam larutan sulfat 5%. Pada periode

paparan tertentu, benda uji dikeluarkan dari larutan sulfat dan dikeringkan hingga bersih

untuk pengukuran. Benda uji ditimbang dan dikembalikan lagi kedala larutan sulfat

segera setelah pengukuran dilakukan. Kehilangan berat dicatat dan nilainya merupakan

nilai rata-rata dua sampel.

Gambar 4.32 Set Up Pengujian Permebilitas Beton

· Perubahan Kekuatan tekan

Untuk menentukan perubahan kekuatan tekan geopolimer dan beton OPC, kekuatan

tekan untuk benda uji pada umur 56, 90 dan 180 hari menurut standar ASTM C267.

Benda uji dikeluarkan dari larutan sulfat setelah periode paparan yang ditentukan dan

didiamkan Selama 24 jam untuk pengeringan. Selanjutnya benda uji diberi kaping untuk

meratakan pembebanan saat pengujian tekan. Pengujian tekan dilakukan dengan

kecepatan pembebanan konstan 0.33 MPa/detik ( atau sekitar 25 MPa tegangan tekan

per menit ) hingga runtuh.

· Perubahan Panjang

Pengujian ekspansi sulfat dilakukan terhadap benda uji berukuran 75 x 75 x 285 mm

sesuai dengan ASTM C267. 3 benda uji dibuat untuk setiap jenis campuran dan

perubahan panjang diukur pada periode 7, 14, 21, 28, 56, 90, 120 dan 180 hari. Selama

pengujian, benda uji dikeluarkan dari larutan sulfat dan dikeringkan dengan kain lap.

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 44: Tugas Teknologi Beton Lanjut

Kemudian, perubahan panjang diukur menggunakan komparator panjang horizontal dan

benda uji dikembalikan ke larutan sulfat setelah dilakukan pengukuran.

2.9.3. Uji Korosi dipercepat dengan metode voltage impressed

Sistem impressed voltage digunakan untuk mempercepat proses korosi. Benda uji

korosi adalah silider berukuran diameter 100 mm dan tinggi 200 mm dan tulangan baja

diameter 16 mm ditempatkan ditengah benda uji. Prosedur yang sama digunakan oleh

beberapa peneliti , (Güneyisi, Özturan, and Gesoǧlu 2005)(Sakr 2005). Sistem terdiri

dari power supply, resistor dan data logger, seperti gambar berikut :

Gambar 4.33 Uji percepatan korosi : (a). Power Supply data Logger, (b). Set-Up benda uji, (c). Diagram Skematik

Plat baja stainless diletakkan disekitar benda uji. Batang dihubungkan dengan terminal

positif pada power supply, sedangkan pelat baja dihubungkan dengan terminal negatif.

Batang tulangan berfungsi sebagai anoda, sedangkanplat stainless adalah katoda. Benda

uji direndam didalam larutan sodium klorida selama 3 hari sebelum waktu pengujian.

Setelah pra perendaman, benda uji ditempatkan didalam wadah yang berisi larutan

klorida. Tegangan konstan 5 Volt dan 30 volt diindusikan dalam sistem.

Benda uji dibelah setelah pengujian selesai. Metode pengukuran PH dengan

menggunakan phenolpthalein dilakukan pada salah satu permukaan, dan nitrat abu abu

disemprotkan pada permukaan lain untuk mengukur penetrasi ion klorida. Batang baja,

permukaan beton, lokasi produk korosi dan jenis retak diinvestigasi melalui pengamatan

visual. Kehilangan berat dari setiap batang tulangan ditetapkan berdasarkan perbedaan

antara berat awal dan berat akhir. Batang tulang dibersihkan secara mekanik

menggunakan sikat baja dan secara kimia dengan cara mencuci dengan sodium

hidkroksida 2%.

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 45: Tugas Teknologi Beton Lanjut

Foto SEM juga digunakan untuk mengamati interface antara tulangan dan beton setelah

terpapar pada akhir pengujian korosi. Benda uji dipotong dengan gergaji dengan

ketebalan 1 – 2 mm. benda uji kemudian disimpan didalam desikator fakum dan

selanjutnya dilapisi dengan platinum dengan ketebalan 4 nm. Studi SEM berfungsi

untuk mengamati perubahan mikrstruktur dari beton tanpa perlakukan dan beton yang

telah mengalami korosi.

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 46: Tugas Teknologi Beton Lanjut

DAFTAR PUSTAKA

Alonso, S., and A. Palomo. 2001. ‘Alkaline Activation of Metakaolin and Calcium Hydroxide Mixtures: Influence of Temperature, Activator Concentration and Solids Ratio’. Materials Letters 47(1-2): 55–62.

Bilodeau, Alain, and V Mohan Malhotra. 2000. ‘High-Volume Fly Ash System : Concrete Solution for Sustainable Development’. ACI Materials Journal 97(1): 41–50.

Crouch, Lk, R Hewitt, and B Byard. 2007. ‘High Volume Fly Ash Concrete’. World of Coal Ash (WOCA), Northern Kentuky, USA.

Damtoft, J.S. et al. 2008. ‘Sustainable Development and Climate Change Initiatives’. Cement and Concrete Research 38(2): 115–27.

Davidovits, Joseph. 1994. ‘Global Warming Impact on the Cement and Aggregates Industries’. World Resource Review 6(2): 263–78.

Davidovits, Prof Joseph. 2002. ‘30 Years of Successes and Failures in Geopolymer Applications . Market Trends and Potential Breakthroughs .’ : 1–16.

Duxson, P. et al. 2007. ‘Geopolymer Technology: The Current State of the Art’. Journal of Materials Science 42(4): 2917–33.

Fernández-Jiménez, A., and A. Palomo. 2003. ‘Characterisation of Fly Ashes. Potential Reactivity as Alkaline Cements’. Fuel 82(18): 2259–65.

Fernández-Jiménez, A., A. Palomo, and M. Criado. 2005. ‘Microstructure Development of Alkali-Activated Fly Ash Cement: A Descriptive Model’. Cement and Concrete Research 35(6): 1204–9.

Fernández-jiménez, Ana et al. 2014. ‘Specific Examples of Hybrid Alkaline Cement’. 01: 2–4.

Garcia-lodeiro, I, A Palomo, A Fernández-jiménez, and D E Macphee. 2011. ‘Cement and Concrete Research Compatibility Studies between N-A-S-H and C-A-S-H Gels . Study in the Ternary’. 41: 923–31.

Garcia-Lodeiro, I., A. Fernandez-Jimenez, and A. Palomo. 2013. ‘Variation in Hybrid Cements over Time. Alkaline Activation of Fly Ash-Portland Cement Blends’. Cement and Concrete Research 52: 112–22. http://dx.doi.org/10.1016/j.cemconres.2013.03.022.

Garcia-Lodeiro, I., a. Palomo, a. Fernández-Jiménez, and D. E. MacPhee. 2011. ‘Compatibility Studies between N-A-S-H and C-A-S-H Gels. Study in the Ternary Diagram Na2O-CaO-Al2O3-SiO 2-H2O’. Cement and Concrete Research 41(9): 923–31.

García-lodeiro, Inés, Olga Maltseva, Ángel Palomo, and a N a Fernández-jiménez. 2012. ‘Hybrid Alkaline Cements . Part I : Fundamentals’. Romanian Journal of Materials 42(4): 330–35.

Güneyisi, Erhan, Turan Özturan, and Mehmet Gesoǧlu. 2005. ‘A Study on Reinforcement Corrosion and Related Properties of Plain and Blended Cement Concretes under Different Curing Conditions’. Cement and Concrete Composites 27(4): 449–61.

Haque, M N, B W Langan, and M A Ward. 1984. ‘High Fly Ash Concretes’. Journal Proceedings 81(1): 54–60.

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 47: Tugas Teknologi Beton Lanjut

Hardjito, Djwantoro, and B Vijaya Rangan. 2005. Research report GC Development and Properties of Low-Calcium Fly Ash-Based Geopolymer Concrete.

John L.Provis, Jannie S.J vam Deventer. 2009. Geopolymers Structure,processing, Properties and Industrial Application.

Juenger, M. C G, F. Winnefeld, J. L. Provis, and J. H. Ideker. 2011. ‘Advances in Alternative Cementitious Binders’. Cement and Concrete Research 41(12): 1232–43.

Lemougna, Patrick N., Kenneth J D MacKenzie, and U. F Chinje Melo. 2011. ‘Synthesis and Thermal Properties of Inorganic Polymers (Geopolymers) for Structural and Refractory Applications from Volcanic Ash’. Ceramics International 37(8): 3011–18.

Li, Chao, Henghu Sun, and Longtu Li. 2010. ‘Cement and Concrete Research Reply to the Discussion by John Provis of the Review Paper “ A Review : The Comparison between Alkali-Activated Slag ( Si + Ca ) and Metakaolin ( Si + Al ) Cements ” ☆’. Cement and Concrete Research 40(12): 1768.

Macphee, Donald, and Ines Garcia-lodeiro. 2011. ‘Activation of Aluminosilicates - Some Chemical Considerations’. 2nd International Slag Valorisation Symposium | Leuven: 51–61.

Maholtra. 1999. ‘Makin Concrete Greener with Fly Ash’. ACI Concrete International 21: 61–66.

Olivia, Monita, and Hamid R Nikraz. 2011. ‘Strength and Water Penetrability of Fly Ash Geopolymer Concrete’. 6(7): 70–78.

Pacheco-torgal, Fernando. 2008. ‘Alkali-Activated Binders : A Review Part 1 . Historical Background , Terminology , Reaction Mechanisms and Hydration Products’. 22: 1305–14.

Palomo, A. et al. 2007. ‘Opc-Fly Ash Cementitious Systems: Study of Gel Binders Produced during Alkaline Hydration’. Journal of Materials Science 42(9): 2958–66.

Palomo, Ángel, Olga Maltseva, Inés García-lodeiro, and A N A Fernández-jiménez. 2013. ‘Cimenturi Hibride Alcaline . Partea a II-a : Factorul Clincher Hybrid Alkaline Cements . Part II : The Clinker Factor’. 43(1): 74–80.

Poon, C.S., L. Lam, and Y.L. Wong. 2000. ‘A Study on High Strength Concrete Prepared with Large Volumes of Low Calcium Fly Ash’. Cement and Concrete Research 30: 447–55.

Rangan, B Vijaya. 2010. ‘Low-Calcium Fly Ash-Based Geopolymer Concrete’. In , 1–34.

Sakr, K. 2005. ‘Effect of Cement Type on the Corrosion of Reinforcing Steel Bars Exposed to Acidic Media Using Electrochemical Techniques’. Cement and Concrete Research 35(9): 1820–26.

Shi, Caijun, Pavel Krivenko, and Della Roy. 2006. Alkali-Activated Cements and Concretes Activated Cements and Concretestle.

Temuujin, J, and A Van Riessen. 2009. ‘Author ’ S Personal Copy Effect of Fly Ash Preliminary Calcination on the Properties of Geopolymer Author ’ S Personal Copy’. 164: 634–39.

Wang, Shao-dong, Xin-cheng Pu, K L Scrivener, and P L Pratt. 1995. ‘Alkali-Activated Slag Cement and Concrete : A Review of Properties and Problems’. (27): 93–102.

X.Wu, D.M.Roy, C.A.Langton. 1983. ‘Early Stage Hydration of Slag-Cement’. Cement and Concrete Research 13(1): 277–86.

Tugas Teknologi Beton Lanjut :

Page 48: Tugas Teknologi Beton Lanjut

Yip, C. K., G. C. Lukey, and J. S J Van Deventer. 2005. ‘The Coexistence of Geopolymeric Gel and Calcium Silicate Hydrate at the Early Stage of Alkaline Activation’. Cement and Concrete Research 35: 1688–97.

Tugas Teknologi Beton Lanjut :