tugas f-terapi ii, ra, kel vi

36
TUGAS Farmakoterapi II Rheumatoid Arthritis Disusun Oleh : Kelompok VI Ajeng Ayu Ningrum (07334053) Ediningsih (07334004) Laila Radhiah (07334032) Bernadetta Dina J (07334039) Ellyn Andiningtyas (07334741) Leni Cahyo Setyorini (07334009) JURUSAN FARMASI 0

Upload: ajeng-ayu-ningrum

Post on 27-Jun-2015

253 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

TUGAS

Farmakoterapi II

Rheumatoid Arthritis

Disusun Oleh :

Kelompok VI

Ajeng Ayu Ningrum (07334053)

Ediningsih (07334004)

Laila Radhiah (07334032)

Bernadetta Dina J (07334039)

Ellyn Andiningtyas (07334741)

Leni Cahyo Setyorini (07334009)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA & ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA

2010

0

Page 2: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya tugas

makalah yang diberikan oleh dosen mata kuliah Farmakoterapi II sebagai syarat untuk

menunjang nilai mata kuliah tersebut.

Makalah ini ditulis berdasarkan materi-materi yang telah dipelajari selama penulisan ini.

Penulisan makalah ini tentu tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak,

oleh karena itu ucapan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Tahoma

Siregar, M,Si. Apt., selaku dosen mata kuliah Farmakoterapi II atas pengarahan dan

bimbingannya selama penulisan makalah ini, serta rekan-rekan Mahasiswa/i Fakultas MIPA

jurusan Farmasi Institut Sains dan Teknologi Nasional.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena

itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari dosen dan rekan-rekan sehingga dapat

dijadikan pedoman bagi kami dalam penulisan makalah yang berikutnya.

Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaaat bagi kita semua pada umumnya dan

kami pada khususnya, Amin.

Jakarta, Oktober 2010

Penulis

1

Page 3: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................1

DAFTAR ISI....................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................4

2.1 Arthritis………………………………………………………………………………..4

2.1.1 Patofisiologi……………………………………………………………………..5

2.1.2 Inflamasi………………………………………………………………………...5

2.1.3 Degenerasi………………………………………………………………………6

2.2 Definisi Rheumatoid Arthritis (RA)..............................................................................6

2.3 Patofisiologi...................................................................................................................7

2.4 Presentasi Klinis.............................................................................................................7

2.5 Gambaran Radiologis.....................................................................................................8

2.6 Penanda Rheumatoid Arthritis (RA)..............................................................................8

2.7 Diagnosis........................................................................................................................9

BAB III PEMBAHASAN..............................................................................................................11

3.1 Hasil Yang Diinginkan................................................................................................11

3.2 Pengobatan...................................................................................................................11

3.2.1 Obat Antirematik peModifikasi-Penyakit (DMARDs)………………………...11

3.2.2 Agen Biologis………………………………………………………………….18

BAB IV PENUTUP.......................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................22

2

Page 4: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

BAB I

PENDAHULUAN

Rheumatoid arthritis (RA) atau terkadang disebut rematik adalah suatu penyakit inflamasi

sistemik yang kronik.

Pasien biasanya mengalami gejala awal biasanya samar-samar, sepeti nyeri

musculoskeletal (otot dan tulang) yang cepat berlalu dan morning stiffness (kaku pada pagi hari)

yang berlangsung beberapa minggu atau bulan tanpa menghasilkan diagnosis. Penyakit ini dapat

menyebabkan ketidakmampuan dan kecacatan, bahkan dalam kondisi penyakit yang masih awal.

RA juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan mood pada penderitanya. Hal ini dapat

terlihat dari beberapa kasus pasien RA yang ternyata juga disertai depresi. Sampai saat ini

penyebab pasti dari penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini biasanya mengenai membran

sinovial dari berbagai sendi penghubung.

Prevalensinya pada populasi umum adalah sebesar 1-2%, dan perempuan menderita tiga

kali lipat lebih banyak daripada pria. Biasanya penyakit ini bermula pada usia sekitar 20-40

tahun. Dahulu penyakit ini dianggap sebagai penyakit yang ringan, tapi saat ini terdapat

kecenderungan penyakit ini mempertinggi angka kematian dan menyebabkan ketidakberdayaan

yang berat sehingga pengobatan awal dan agresif sangat diperlukan.

Walaupun banyak penelitian baik di bidang genetik maupun imunologi, penyebab RA

tetap tidak dapat diketahui pasti. Penelitian saat ini banyak memfokuskan pada kemungkinan

bahwa penyakit ini merupakan hasil dari infeksi oleh organisme yang tidak diketahui,

berlangsung secara genetik pada host (individu) yang rentan.

Penelitian yang berusaha untuk menjelaskan apakah stres akut mempunyai peranan dalam

terjadinya RA mendapatkan hasil bervariasi. Beberapa penelitian mengatakan beberapa pasien

akan memberikan sensitivitas berbeda terhadap suatu stress yang potensial. Adanya hendaya

(ketidakmampuan) dalam hubungan interpersonal sangat bermakna dalam pengalaman yang

penuh tekanan pada pasien-pasien rheumatoid arthritis.

BAB II

3

Page 5: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

TINJAUAN PUSTAKA

Rheumatoid arthritis merupakan bentuk arthritis yang serius, disebabkan oleh peradangan

kronis yang bersifat progresif, yang menyangkut persendian. Ditandai dengan sakit dan bengkak

pada sendi-sendi terutama pada jari-jari tangan, pergelangan tangan, siku, dan lutut.

Dalam keadaan yang parah dapat menyebabkan kerapuhan tulang sehingga menyebabkan

kelainan bentuk terutama pada tangan dan jari-jari. Tanda lainnya yaitu persendian terasa kaku

terutama pada pagi hari, rasa letih dan lemah, otot-otot terasa kejang, persendian terasa panas

dan kelihatan merah dan mungkin mengandung cairan, sensasi rasa dingin pada kaki dan tangan

yang disebabkan gangguan sirkulasi darah.

Gejala ekstra-artikuler yang sering ditemui ialah demam, penurunan berat badan, mudah

lelah, anemia, pembesaran limfe dan jari-jari yang pucat. Penyakit ini belum diketahui secara

pasti penyebabnya, namun diduga berhubungan dengan penyakit autoimmunitas. Rheumatoid

arthritis lebih sering menyerang wanita daripada laki-laki. Walaupun dapat dapat meyerang

segala jenis umur, namun lebih sering terjadi pada umur 30-50 tahun.

2.1 Arthritis

Arthritis atau radang sendi merupakan istilah dari reumatik artikuler (mengenai sendi),

dikenal dalam berbagai bentuk, diantaranya yang paling umum yaitu Arthritis Reumatiod,

Osteoarthritis, dan Gout (arthritis pirai). Semua bentuk Arthritis bermula dengan teradangnya

jaringan-jaringan halus seperti jaringan ikat, ligamen, dan tendon dekat tulang sendi. Dapat

dikatakan pula bahwa Arthritis merupakan keluhan penyakit rematik yang umum pada segala

4

Page 6: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

usia, gejala yang sering dirasakan seseorang selama kehidupannya. Arthritis mengakibatkan rasa

sakit dan membatasi gerakan penderita.

Gejala atau tanda-tanda serangan artritis secara umum yaitu :

- persendian terasa kaku dan nyeri apabila digerakan

- adanya pembengkakan pada salah satu atau beberapa persendian

- pada persendian yang sakit akan berwarna kemerah-merahan

- demam, dan kelelahan yang menyertai rasa sakit pada persendian.

2.1.1 Patofisiologi

Pada sendi synovial yang normal, kartilago artikuler membungkus ujung tulang pada

sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk gerakan. Membrane synovial

melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan ke dalam ruangan antar tulang.

Cairan synovial ini berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber) dan pelumas yang

memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang tepat. Sendi merupakan

bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi dan degenerasi yang terlihat pada penyakit

reumatik. Semua penyakit reumatik meliputi inflamasi dan degenerasi dalam derajat tertentu

yang bisa terjadi sekaligus. Inflamasi akan terlihat pada persendian sebagai sinovitis. Pada

penyakit reumatik inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang terjadi

merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukkan pannus (proliferasi jaringan

synovial). Inflamasi merupakan akibat dari respons imun. Sebaliknya pada penyakit rematik

degenerative dapat terjadi proses inflamasi yang sekunder. Sinovitis ini biasanya lebih ringan

serta menggambarkan suatu proses reaktif dan lebih besar kemungkinannya untuk terlihat pada

penyakit yang lebih lanjut.

2.1.2 Inflamasi

Inflamasi meliputi serangkaian tahapan yang saling berkaitan. Tahap pertama merupakan

kejadian pemicu dimana stimulus antigen mengaktifkan monosit dan limfosit T (sel T).

selanjutnya, antibody immunoglobulin membentuk kompleks imun dengan antigen (reaksi tipe

III- yang diantarai kompleks imun). Fagositosis kompleks imun akan dimulai dan menghasilkan

reaksi inflamasi (pembengkakan, nyeri, dan edema pada sendi). Fagositosis akan menghasilkan

zat-zat kimia seperti leukotrien prostaglandin. Leukotrien turut serta dalam menimbulkan proses

inflamasi dengan menarik sel-sel darah putih lainnya ke daerah inflamasi tersebut. Prostaglandin

bertindak sebagai modifier, pada sebagian kasus meningkatkan proses inflamasi dan terkandang

5

Page 7: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

memperlambat proses inflamasi. Leukotrien dan prostaglandin akan menghasilkan enzim

kolagenase yang memecah kolagen. Pelepasan enzim-enzim ini akan menimbulkan edema,

proliferasi membrane synovial, dan pembentukkan pannus, penghancuran kartilago, dan erosi

tulang. Proses inflamatori imunologik dimulai dengan disampaikannya antigen pada sel T yang

diikuti oleh proliferasi sel-sel T dan B (sumber pembentuk antibody). Sebagai reaksi terhadap

antigen yang spesifik, sel plasma akan memproduksi dan melepaskan antibody yanga kan

mengikat antigen yang bersesuaian untuk membentuk kompleks imun. Kompleks imun terbentuk

dan tertimbun dalam jaringan synovial atau organ lainnya dalam tubuh, dan memicu reaksi

inflamasi yang akan merusak jaringan yang terkena.

2.1.3 Degenerasi

Degenerasi kartilago artikuler disebabkan oleh gangguan keseimbangan fisiologi antara

stress mekanis dan kemampuan jaringan sendi untuk bertahan terhadap stress tersebut. Pada stres

mekanis, kartilago artikuler sangat resisten terhadap proses pengausan dalam kondisi gerakan

yang berkali-kali, kendati beban benturan yang berulang akan menyebabkan kegagalan sendi

pada tingkat kartilago. Ketika sendi mengalami stress mekanis yang berulang, elastisitas kapsula

sendi, kartilago artikuler dan ligamentum akan berkurang. Lempeng artikuler akan menipis dan

kemampuannya untuk menyerap kejutan menurun, terjadi penyempitan rongga sendi dan

gangguan stabilitas.ketika lempeng artikuler lenyap, osteofit (tulang taji) akan terbentuk di

bagian tepi permukaan sendi dan kapsula serta membrane synovial menebal. Kartilago sendi

mengalami degenerasi serta atrofi, tulang mengeras dan mengalami hipertrofi pada permukaan

sendinya dan ligament akan mengalami kalsivikasi. Akibatnya terbentuk efusi sendi yang steril

dan sinovitis sekunder. Selain stress mekanis, perubahan pelumas dan imobilitas juga

mempengaruhi degenerasi.

2.1 Definisi RA

Rheumatoid arthritis (RA) adalah gangguan inflamasi kronis dan progresif biasanya tidak

diketahui etiologi ditandai dengan keterlibatan bersama polyarticulair simetris dan manifestasi

sistemik.

6

Page 8: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

2.2 Patofisiologi

RA hasil dari disregulasi komponen humoral dan sel-dimediasi sistem kekebalan tubuh.

Kebanyakan pasien memproduksi antibodi yang disebut faktor arthritis; seropositif pasien ini

cenderung memiliki program yang lebih agresif dibandingkan pasien yang seronegatif.

Imunoglobulin dapat mengaktifkan sistem pelengkap, yang menguatkan respon imun

dengan meningkatkan chemotaxis, fagositosis, dan pelepasan limfokin oleh sel mononuklear

yang kemudian disampaikan kepada limfosit T. Antigen diproses diakui oleh major

histocompatibility complex (MHC) protein pada permukaan limfosit, yang mengakibatkan

aktivasi sel T dan B.

Tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin-1 (IL-1) merupakan sitokin pro inflamasi

penting dalam inisiasi dan keberlangsungan peradangan.

Activated T sel menghasilkan cytotoxins, yang secara langsung beracun untuk jaringan,

dan sitokin, yang merangsang aktivasi lebih lanjut dari proses inflamasi dan menarik sel ke

daerah peradangan, makrofag dirangsang untuk melepaskan prostaglandin dan cytotoxins.

Aktif sel-sel B memproduksi sel plasma, yang membentuk antibodi yang, dalam

kombinasi dengan pelengkap, hasil dalam akumulasi leukosit polymorphonuclear (PMNs).

PMNs rilis cytotoxins, xygen radikal bebas, dan radikal hidroksil yang mempromosikan

kerusakan sel untuk sinovium dan tulang.

Zat vasoaktif (histamin, kinins, prostaglandin) yang dirilis di situs peradangan,

meningkatkan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema.

Kehangatan, eritema, dan nyeri dan membuat lebih mudah bagi granulosit untuk lulus dari

pembuluh darah ke situs peradangan.

Peradangan kronis dari jaringan sinovial lapisan hasil kapsul sendi dalam proliferasi

jaringan (informasi pannus). Pannus menyerang tulang rawan dan akhirnya permukaan tulang,

memproduksi erosi tulang dan tulang rawan dan menyebabkan kerusakan sendi. Hasil akhir

mungkin kehilangan ruang bersama, hilangnya gerak sendi, fusi tulang (ankilosis), subluksasi

sendi, kontraktur tendon, dan kelainan bentuk kronis.

2.3 Presentasi Klinis

Prodromal gejala nonspesifik yang berkembang diam-diam selama beberapa minggu

sampai bulan dapat termasuk kelelahan, lemah, demam ringan, kehilangan nafsu makan, dan

nyeri sendi. Kekakuan dan mialgia dapat mendahului perkembangan dari synovitits.

7

Page 9: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

Keterlibatan bersama cenderung simetris dan mempengaruhi sendi kecil tangan,

pergelangan tangan, dan kaki: siku, bahu, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki mungkin juga

terpengaruh.

Kekakuan bersama biasanya lebih buruk di pagi hari, biasanya melebihi 30 menit, dan

dapat bertahan sepanjang hari.

Pada pemeriksaan, sendi bengkak dapat terlihat atau mungkin hanya terlihat oleh palpasi.

jaringan terasa lembut dan berespon dan mungkin tampak eritem dan hangat, terutama pada awal

perjalanan penyakit.

Kronis cacat sendi biasanya melibatkan subluxations dari pergelangan tangan,

metakarpofalangealis (MCP) sendi, dan interfalangealis proksimal (PIP) sendi (deformitas leher

angsa, deformitas boutonniere, deviasi ulnar).

Keterlibatan Ekstra-artikular mungkin termasuk rheumatoid nodules, vaskulitis, efusi

pleural, fibrosis paru, manifestasi okular, perikarditis, kelainan konduksi jantung, penekanan

sumsum tulang, dan limfadenopati.

2.4 Gambaran radiologis

Tahap awal penyakit tidak ditemukan kelainan kecuali pembengkakan jaringan lunak

tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang lebih berat dapat terlihat penyempitan ruang

sendi karena hilangnya tulang rawan sendi dan dapat terjadi erosi tulang pada tepi sendi &

pengurangan densitas tulang. Biasanya bersifat irreversible.

2.5 Penanda Rheumatoid Arthritis (RA)

a. Penanda RA yang terdahulu

Rheumatoid Factor (RF) merupakan antibodi yang sering digunakan dalam diagnosis RA

dan sekitar 75% individu yang mengalami RA juga memiliki nilai RF yang positif. Kelemahan

RF antara lain karena nilai RF positif juga terdapat pada kondisi penyakit autoimun lainnya,

infeksi kronik, dan bahkan terdapat pada 3-5% populasi sehat (terutama individu usia lanjut).

Oleh karena itu, adanya penanda spesifik dan sensitif yang timbul pada awal penyakit

sangat dibutuhkan. Anti-cyclic citrullinated antibody (anti-CCP antibodi) merupakan penanda

baru yang berguna dalam diagnosis RA. Walaupun memiliki keterbatasan, RF tetap banyak

8

Page 10: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

digunakan sebagai penanda RA dan penggunaan RF bersama-sama anti-CCP antibodi sangat

berguna dalam diagnosis RA.

b. ANTI-CCP IgG

Anti-CCP IgG merupakan penanda RA yang baru dan banyak digunakan dalam diagnosis

kondisi RA. Beberapa kelebihan Anti-CCP IgG dalam kondisi RA antara lain :

1. Anti-CCP IgG dapat timbul jauh sebelum gejala klinik RA muncul. Dengan adanya

pengertian bahwa pengobatan sedini mungkin sangat penting untuk mencegah kerusakan

sendi, maka penggunaan Anti-CCP IgG untuk diagnosis RA sedini mungkin sangat

bermanfaat untuk pengobatan sedini mungkin.

2. Anti-CCP IgG sangat spesifik untuk kondisi RA. Antibodi ini terdeteksi pada 80%

individu RA dan memiliki spesifisitas 98%. Antibodi ini juga bersifat spesifik karena

dapat membedakan kondisi RA dari penyakit artritis lainnya.

3. Anti-CCP IgG dapat menggambarkan risiko kerusakan sendi lebih lanjut. Individu

dengan nilai anti-CCP IgG positif umumnya diperkirakan akan mengalami kerusakan

radiologis yang lebih buruk bila dibandingkan individu tanpa anti-CCP IgG.

2. 6 Diagnosis

Kriteria Asosiasi Rematik Amerika (ARA) untuk klasifikasi dari RA tercantum pada

table 4-1

Ketidaknormalan laboratorium dapat dilihat terdapat normocytic, normochromic anemia :

trombositosis atau trombositopenia, leukopenia; elevated nilai endap eritrosit (ESR); factor

rheumatoid positif (60% sampai 70% dari pasien-pasien) dan antibody antinuklir positif (ANA)

(25% dari pasien-pasien).

Table 4-1 Kriteria Asosiasi rematik Amerika untuk klasifikasi Reumatoid Artritis – revisi 1987.

Kriteria Definisi

1. Morning stiffness (kaku

pagi hari)

2. Radang sendi pada tiga

atau lebih area sendi

Kekakuan sendi di pagi hari berlangsung setidaknya selama

satu jam sebelum peningkatan maksimal

Setidaknya pada tiga area sendi yang secara simultan

mempunyai pembengkakan jaringan lunak atau cairan (bukan

pertumbuhan tulang yang terlalu cepat) diamati oleh seorang

9

Page 11: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

3. Radang sendi pada tangan

4. Radang sendi simetris

5. Rheumatoid nodules

6. Factor serum rheumatoid

7. Perubahan radiografi

dokter. Empat belas area sendi yang mungkin adalah (kiri atau

kanan) PIP, MCP, pergelangan, siku, dengkul, angkle

(pergelangan kaki) dan sendi-sendi MPS.

Setidaknya ada satu area sendi yang bengkak : pada

pergelangan tangan, MCP atau sendi PIP.

Keterlibatan area sendi yang sama secara simultan (seperti

pada no.2). Pada kedua sisi tubuh (keterlibatan bilateral antara

sendi PIP, MCP atau sendi MTP dapat diterima walaupun

tidak benar-benar simetri)

Subculanecous nodules, pada prominences tulang berlebih

atau permukaan extensor, atau didaerah artikular juxta diamati

oleh seorang dokter.

Demontrasi dalam jumlah abnormal serum rheumatoid

dipengaruhi oleh beberapa metode yang telah positif kurang

dari 5% subjek control normal.

Tipikal perubahan radiografi pada rheumatoid arthritis

posteroanterior tangan dan pada pergelangan tangan x-ray,

dimana yang harus mencakup erosi atau dekalsifikasi

bertulang tegas local atau paling ditandai berdekatam dengan

sendi yang terlibat (perubahan osteoarthritis saja tidak

memenuhi syarat).

Pemeriksaan atas cairan synovial dapat mengungkapkan tingkat kejernihan, leukositosis,

pengurangan viskositas dan normal atau rendah kadar gula relatif atas konsentrasi serum.

Penemuan radiologi termasuk pembengkakan jaringan lunak dan osteoporosis pada

daerah persendian. Erosi yang terjadi di kemudian hari pada kelanjutan penyakit biasanya dapat

dilihat pada sendi-sendi tangan dari MCP dan PIP dan sendi-sendi kaki dari MTP.

10

Page 12: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Hasil yang diinginkan

Tujuan utama dari pengobatan RA adalah untuk memicu periode remisi yang tuntas,

walaupun hal ini jarang tercapai.

Obyektif yang terpenting adalah untuk mengurangi pada pembengkakan sendi, kaku, dan

rasa sakit, pemeliharaan jarak gerakan dan fungsi sendi, meningkatkan kualitas hidup, mencegah

komplikasi dan sistematik dan memperlambat kerusakan.

3.2 Pengobatan

1. Terapi non farmakologi

Istirahat yang cukup, penurunan berat badan jika menderita obesitas, terapi okupasional,

terapi fisik, dan penggunaan alat asistiv dapat meningkatkan symptom dan menjaga fungsi dari

sendi.

Pasien dengan penyakit yang parah dapat mengambil keuntungan dari proses operasi,

seperti tenosynovectomy, perbaikan tendon, dan penggantian sendi.

Pendidikan pasien tentang penyakit tersebut dan keuntungan dan keterbatasan dari terapi

adalah penting.

2. Terapi Farmakologi

Algoritma unit penyembuhan dari RA tercantum di bagan 4-1

Non Steroidal Antiimflammatory Drugs (NSAIDs)

Cara kerja NSAIDs terutama memperlambat sintesis prostaglandin, dimana sebuah porsi

kecil dari pembengkakan. Hal tersebut memiliki analgesik dan anti pembengkakan.

Tetapi tidak memperlambat

3.2.1 Obat Antirematik peModifikasi-Penyakit (DMARDs)

Prinsip Umum

DMARDs sebaiknya digunakan untuk semua pasien kecuali beberapa penyakit tertentu

atau penderita dengan penyakit stadium IV yang harapan untuk pulih kembali cukup kecil.

11

Page 13: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

Terapi kombinasi dengan dua atau lebih DMARDs mungkin efektif bilamana pengobatan

DMARDs-tunggal tidak berhasil, namun menyebabkan peningkatan biaya dan juga toksisitas.

Gambar 4-1. Algoritma pengobatan artritis rematoid. *Gluccorticoid mungkin dibutuhkan oleh pasien dengan

penyakit radang yang akut pada tiap masing-masing tahap tersebut untuk menjadikan pasien lebih fungsional sambil

menunggu terapi mulai bekerja/berpengaruh atau pada pasien yang memberikan respon rendah terhadap terapi.

12

Penyakit ringan DAN tidak ada erosi

Kombinasi terapi dengan

NSAID atau aspirin +

Terapi non-obat

Obat antirematik memodifikasi penyakit (DMARDs/Disease modifying antirheumatic drugs)

Methotrexate – Leflunomide – Gold – Sulfasalazine - Hydroxychoroquine

+

Coba DMARD lain atau pertimbangkan Azathioprine – Etanercept – Enfiximab –

Penicillamine

Cyclosporine atau kombinasi DMARD

Cyclophosphamide atau obat yang sedang diteliti

Ya

No

Respon Adekuat

No

Ya

Respon Adekuat

Respon Adekuat

No

Ya

Lanjutkan Peresepan

Respon Adekuat

No

No

Ya

Ya

Page 14: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

Dosis umum serta parameter pemantauan laboratoris dan klinis DMARDs disajikan pada

Tabel 4-3 dan 4-4.

a. Methotrexate

Methotrexate (MTX) menghambat produksi cytokine dan biosintesis purine, yang mungkin

berkaitan dengan sifat anti-radang bahan ini.

Toksisitas bersifat GI (stomatitis, diare, rasa mual, muntah), hematologis

(thrombocytopenia, leukopenia), pulmonaris (fibrosis, penumonitis), dan hepatis (meningkatkan

enzim, cirrhosis). Kandungan asam folat mungkin mengurangi beberapa efek merugikan tanpa

mengurangi kemampuan/kemanjuran obat ini.

Beberapa contoh NSAID yang diberikan untuk penderita RA adalah (dari Tabel 4-1):

Naproxen, untuk anak-anak dosis 7-20 mg/kgBB/hari peroral, dan tidak melebihi 1 gr/hari,

Dewasa 0.5-1.0g.

Ibuprofen, untuk anak-anak dosis 30-50 mg/kgBB/hari peroral, dan tidak melebihi 2.4

gr/hari, Dewasa 1.2-3.2g.

Indomethacin, untuk anak-anak 1-2 mg/kgBB/hari, dan tidak melebihi 4 mg/kgBB/hari atau

150-200 mg/hari, Dewasa 50-200mg.

Diclofenac, untuk anak ≤12 tahun dosis 2-3 mg/kgBB/hari dan untuk anak ≥12 tahun dosis

100-200 mg/hari dan tidak melebih 225 mg/hari, 150-200mg.

Meloxicam, untuk anak-anak >2 tahun dosis 0.125 mg/kgBB/hari peroral, maksimal 7.5

mg/hari, 7.5-15 mg.

Celecoxib, untuk anak-anak tidak diperbolehkan di bawah usia dua tahun, sedangkan untuk

anak >2 tahun dengan berat 10-25 kg dosis 50 mg secara peroral dua kali sehari, dan untuk

anak  >2 tahun dengan berat di atas 25 kg dosis 100 mg secara peroral dua kali sehari.

Dewasa 200-400mg.

Tes injuri liver (AST atau ALT) sebaiknya dipantai secara periodik, namun biopsi hati

hanya direkomendasikan untuk pasien yang mengalami kenaikan enzim hepatik secara terus

menerus. MTX bersifat teratogenik, dan pasien sebaiknya menggunakan kontrasepsi dan

menghentikan penggunaan obat bila merencanakan pembuahan/kehamilan.

13

Page 15: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

b. Leftunomide

Leftunomide (Arava) menghambat sintesis pyramidine, yang mengurangi proliferasi

limfosit dan modulasi dari peradangan. khasiat nya untuk RA adalah serupa dengan MTX

Dosis loading 100 mg / hari selama 3 hari pertama dapat mengakibatkan respon terapi

dalam bulan pertama. Dosis pemeliharaan biasanya 20 mg / hari dapat diturunkan menjadi 10

mg/hari dalam kemudahan GI intoleransi, toksisitas yang tidak diinginkan rambut rontok, atau

dosis lain yang terkait

Table 4-3 Dosis biasa dan Parameter Pengawasan Laboratorium untuk Obat Antireumatik

Obat Dosis biasa Awal Pemeliharaan

NSAID Lihat table 4-2 -Scr atau BUN,CBC q

2-4 setelah minggu

awal terapi 1-2 bln

-salicylat : serum

salisylate level jika

dosis therapeutic tidak

ada respon

6 Sama seperti q

guaiac Awal ditambah

stool

6-12 bulan

Methotrexate Oral atau IM

7,5-15 mg perminggu

Baseline: AST, ALT,

phos alk, alba, t.bili,

hep B & studi C, CBC

W / plt, Scr

CBC w/plt.AST,alp q

1-2 bulan

Leflunomid Oral:100 mg 3x

sehari,tdk lebih dari

20 mg sehari

Baselie :ALT ALT bulanan

awalnya kemudian

secara berkala

Gold Auranofin Oral: 3 mg/hari to bid Baseline:UA,CBC

w/plt

Sama dg initial per 1-

2 bln

Gold Sodium

thiomalate atau

uarothioglukose

IM:10 mg dosis

percobaan,setlh

seminggu dosis 25-

50mg,sesdh respon

Baseline dan until

stable:UA,CBC w/plt

preinjection

sama dengan dosis

awal lainnya

14

Page 16: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

dosis interval

Hydrokloquine Oral 200-300 mg

bid,sesdh 1-2 bln may

! to 200 mg bid atau

harian

Baseline: color fundus

photography &

analisis perimetrik

sentral otomatis

Opthalmoskopi per 9-12 bln dan amsler q grid di rumah 2 minggu

Sulfasalazine Oral: 500 mg bid, lalu

naikan hingga 1 mg

max bid

Baseline : CBC w/plt

then q minggu x 1 bln

Sama dengan awal 1-

2 bln

Azathioprine Oral: 50-150 mg

sehari

CBC w/plt,AST lalu q

2 mgg x 1 bln

Sama dengan awal

selama 1-2 bln

D-penicilline Oral: 125mg-250mg

sehari may ! by 125-

250 mg q bln maks

750 mg sehari

CBC w/plt,AST lalu q

2 mgg x 1 bln

Sama dengan awal

selama 1-2 bln tetapi

setlh 2 m,gg dosis

dirubah

Cyclophosphamide Oral : 1-2 mg/kg/hari UA,CBC w/plt,q 1

minggu x 1 bln

Sama dengan awal 2-

4 mgg

cyclosporine Oral : 2,5 mg/kg/hari Scr blood pressure per

bln

Etanercept Sc 25 mg 2x

seminggu

Tdk ada Tdk ada

Infliximab Iv 3 mg/kg Tdk ada Tdk ada

Glukokortikod Oral IV,IM,IA glukose

Table 4.4 Pengawasan klinik Terapi Obat Artritis Reumatoid

Obat Toksisitas yang membutuhkan pemantauan Gejala yang perlu diperhatikan

NSAID dan

salicylate

GI Uleceration dan perdarahan, kerusakan

ginjal

Darah dalam tinja, dispepsia, mual / muntah, kelemahan, pusing, sakit perut, keuntungan edema.weight

glukokortikoid Hipertensi,hiperglykemi,osteoporosis Tekanan darah, polidipsia,

15

Page 17: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

edeme, SOB keuntungan visual, sakit kepala, nyeri tulang atau patah tulang

Azathioprine Myelosuppresion, hepatotoksisitas, gangguan lymphoproliferative

Gejala myelosupresi (kelelahan ekstrim, perdarahan mudah atau memar, infeksi, sakit kuning)

Gold (IM atau

oral)

Myelosuppresion, fibrosis hati, sirosis,

infiltrat paru atau fibrosis, stomatitis, ruam,

dysgeusia

Gejala myelosuppresion,

edeme, ruam, borok oral,

diare

Hydroxychloroqui

ne

Kerusakan makula, ruam, diare Visual canges termasuk penurunan penglihatan malam atau perifer, ruam, diare

Methotrexate Myelosuppresion, hpatic, fibrosis, sirosis, infiltrat paru atau fibrosis, stomatitis, ruam, dysgeusia

Gejala myelosuppresion,

nusea, SOB, ruam, luka

mulut, diare, sakit kuning

Penicilamine Myelosuppresion, proteinuria, stomatitis, ruam,dysgeusia

Gejala myelosuppresion, nusea, SOB, ruam, luka mulut, diare

Sulfasalazine Myelosuppresion, ruam Gejala myelosuppresion, fotosensitif, ruam,mual / muntah

Leflunomide Hepatotoksisitas penyakit kuning

Etanercept Lokal injeksi-situs reaksi, infeksi Gejala infeksi

Infliximab Reaksi kekebalan, infeksi Postifusion reaksi, symptons

Obat tersebut dapat menyebabkan toksisitas hati, dan ALT harus dipantau bulanan

awalnya secara berkala dan sesudahnya karena bersifat teratogenik dan harus dihindari selama

16

Page 18: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

kehamilan. Leflunomide tidak menghasilkan toksisitas sumsum tulang, sehingga pemantauan

hematologi tidak diperlukan.

c. Sediaan Garam Emas

Aurothioglukosa ( solganol) (suspense dalam minyak dan Natrium Thiomalat emas

(Mychrysin, Aurolate) sediaan cair yang disuntikan melalui intramuskelar pada pengobatan

selama 3 sampai 6 bulan. Setelah efek tercapai pengobatan pemeliharaan dapat dilanjutkan

sampai 22 minggu.

Efek samping yang sering terjadi

Gangguan GI ( mual,muntah, diare), pada kulit ( ruam, stomatitis), ginjal (proteinuria, hematuria)

dan pada darah ( anemia, leucopenia, trombositopenia). Emas thiomalat natrium dikaitkan

dengan reaksi nitritoid (flushing, palpitasi, hipotensi, takikardia, sakit kepala, blurredvision).

Pasien yang menjalani suntikan IM garam emas ini mungkin mengalamin rasa panas selama 1

sampai 2 hari setelah penyuntikan.

d. Hidroxychloroquine

Hidroksiklokuin tidak mempengaruhi hati dan ginjal dibandingkan dengan beberapa

DMARDs lain, mula kerja obat ini mungkin tertunda beberapa minggu tetapi obat ini tidak boleh

dianggap gagal sebelum 5 bulan pengobatan.

Toksisitas jangka pendek meliputi GI (mual, muntah, diare), mata (akomodasi cacat,

deposito corneat jinak, penglihatan kabur, scotomas, kebutaan malam, retinopati jarang),

dermatologie (ruam, alopecia, pigmentasi kulit), dan neurologi (sakit kepala , vertigo, insomnia)

efek. Karena bersifat toksis terhadap mata dianjurkan pemeriksaan mata setiap 6-12 bulan

e. Sulfasalazine

Sulfasalaizine sering dibatasi pemakaiannya karena efek samping. Efek antirematiknya

dapat dilihat dalam 1 sampai 2 bulan .

Efek samping termasuk GI (anoreksia, mual muntah, diare), dermatologie (ruam, urtikaria),

fleukopenia hematologi, agranulositosis jarang), dan efek hati . Efek samping GI dapat

diperkecil dengan mengatur dosis dan minum obat bersama makanan

f. Azathioprine

17

Page 19: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

Azathioprine adalah analog purin yang dikonversi menjadi 6 - mercaptopurine dan

dianggap mengganggu sintesis DNA dan RNA antirheumatic pengaruhnya dilihat dalam 3

sampai 4 minggu. Ini harus dihentikan jika tidak ada tanggapan diamati setelah 12 minggu pada

dosis maksimal.

Efek utamanya yang merugikan penekanan sumsum tulang (leukopenia, trombositopenia

anemia makrositik, pansitopenia, stomatitis, intoleransi GI, infeksi, demam obat,

hepatotoksisitas, dan potensi onkogenik

g. D-Penisilamin

Penisilamin onset dapat dilihat dalam 1 sampai 3 bulan, dan tanggapan paling banyak

terjadi dalam waktu 6 bulan.

Awal efek samping termasuk ruam kulit, rasa logam, hypogeusia, stomatitis, anoreksia,

mual, muntah, dan dispepsia. Glomerulonefritis mungkin terjadi, yang bermanifestasi sebagai

proteneuria dan hematuria.

Penisilamin biasanya dicadangkan untuk pasien yang resisten terhadap terapi lain karena

induksi ada langka tapi berpotensi serius penyakit autoimun (ag, sindrom goodpasteur's,

myasthenia gravis)

3.2.2 Agen biologis

a. Etanercept

Etanercept adalah protein fusi terdiri dari dua 75 reseptor TNF larut terkait dengan

fragmen Fc dari IGGI manusia. Ia mengikat dan inactivates TNF, mencegah dari interaksi

dengan reseptor TNF sel-permukaan dan kemudian mengaktifkan sel-sel .

Sebagian besar uji klinis digunakan etanercept pada pasien yang gagal DMARDs, dan

responnya terlihat pada 60% sampai 75% dari pasien. hal itu telah ditunjukkan untuk

memperlambat perkembangan penyakit erosif ke tingkat lebih besar dari MTX oral.

Efek samping termasuk reaksi lokal injeksi-situs, dan ada laporan kasus sindrom

pansitopenia dan neurologis demielinasi. Tidak ada pemantauan laboratorium diperlukan.

Obat ini harus dihindari pada pasien dengan infeksi yang sudah ada sebelumnya dan pada

mereka yang berisiko tinggi untuk mengembangkan infeksi. Pengobatan harus dihentikan

sementara jika infeksi berkembang selama terapi.

b. Infliximab

18

Page 20: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

Infliximab (Remicade) adalah antibodi anti-TNF chimeric fusi daerah konstan manusia-

IGGI. Ini mengikat TNF dan mencegah interaksi dengan reseptor TNF pada sel-sel inflamasi

Untuk mencegah terbentuknya antibodi terhadap protein asing ini, MTX harus diberikan secara

oral dalam dosis yang digunakan untuk mengobati RA selama pasien terus di obat

Dalam uji klinis, kombinasi infliximab dan MTX menghentikan kemajuan dari kerusakan

sendi dan unggul monotheraphy MTX Infliximab dapat meningkatkan risiko infeksi terutama

pper infeksi pernafasan. reaksi infus akut dengan demam, menggigil, pruritus dan ruam dapat

terjadi dalam waktu 1 sampai 2 jam setelah pemberian. Autoantibodies dan sindrom seperti lupus

juga telah dilaporkan.

c. Antagonis Reseptor Interleukin 1

Anakinra (kineret) adalah IL-1 receptor antagonist (IL-ira) yang mengikat ke sel. IL-

biasanya merangsang pelepasan faktor chemotactic dan molekul adhesi yang mempromosikan

migrasi leukosit inflamasi ke jaringan

Obat ini disetujui untuk cukup untuk RA severly aktif dalam dewasa yang telah gagal

satu atau lebih DMARDs excepts untuk TNF-blocking agentts. dalam uji klinis 6 bulan, tingkat

respon sebanyak 38% pada pasien yang diberi anakinra diberikan dan 22% pada pasien yang

menerima plasebo. reaksi di tempat injeksi adalah efek samping yang paling umum (misalnya,

kemerahan, pembengkakan, rasa sakit). ada juga peningkatan risiko infeksi serius (2% vs1%

pada mereka yang mengambil plasebo). karena risiko ini lebih tinggi (7%) bila digunakan

dengan penghambat TNF, terapi kombinasi dengan etanercept atau infliximab hanya boleh

dilakukan dengan sangat hati-hati dan ketika tidak ada alternatif lain memuaskan.

d. Glukokortikoid

Glukokortikoid memiliki sifat anti inflamasi dan immunosuppresive, tetapi mereka tidak

mengubah penyakit saja. di oral dosis rendah (<10 mg / hari setara prednison), mereka dapat

digunakan sebagai menjembatani terapi selama periode sebelum DMARD telah mendapatkan

efek penuh atau untuk terapi terus menerus pada pasien yang penyakit sulit untuk mengontrol

dengan NSAID dan satu atau lebih DMARDs

Dosis tinggi semburan oral atau intravena mungkin selama beberapa hari menjadi onset

delaye efek mungkin kontrol. yang digunakan selama beberapa hari untuk menekan suar

19

Page 21: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

penyakit. setelah gejala dikendalikan, obat harus meruncing dengan dosis efektif terendah.

Rute intamuscular lebih baik pada pasien nonadherent. depot bentuk (asetonid triamsinolon,

hexacetonide triamsinolon, asetat metilprednisolon) menyediakan 2 sampai 8 minggu kontrol

gejala. terjadinya efek mungkin tertunda selama beberapa hari. efek depot menyediakan lancip

fisiologis, menghindari suppresion hipotalamus-hipofisis sumbu artikular suntikan Intra bentuk

depot mungkin berguna saat hanya beberapa sendi yang terlibat. Ini efektif, suntikan dapat

diulang setiap 3 bulan. Tidak ada satu sendi harus disuntikkan lebih dari 2 atau 3 kali per tahun

Akibat yang merugikan dari glukokortikoid sistemik membatasi penggunaan jangka panjang

mereka. Dosis lonjong dan penghentian akhirnya harus dipertimbangkan di beberapa titik pada

pasien yang menerima terapi kronis.

BAB IV

PENUTUP

20

Page 22: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

4.1 Evaluasi hasil terapeutik yang diinginkan

Tanda-tanda klinis perbaikan termasuk pengurangan pembengkakan sendi, menurun

kehangatan atas sendi secara aktif terlibat, dan penurunan nyeri pada palpasi bersama.

Gejala peningkatan termasuk pengurangan nyeri sendi dan kekakuan pagi, waktu lebih

lama untuk timbulnya kelelahan sore, dan peningkatan kemampuan untuk melakukan kegiatan

sehari-hari.

Rangkaian radiografi dapat menjadi nilai yang sama dalam menilai perkembangan

penyakit.

Laboratorium dalam pemantauan respon terhadap terapi pemantauan nilainya kecil, tetapi

sangat penting untuk mendeteksi dan mencegah efek obat yang merugikan (Tabl 4-3).

Pasien harus ditanya tentang adanya gejala yang mungkin berhubungan dengan efek obat

yang merugikan (Tabel 4-4).

DAFTAR PUSTAKA

21

Page 23: Tugas F-terapi II, Ra, Kel Vi

Pharmacology therapy

http://www.google.com

http://id.wikipedia.org/wiki/Artritis_reumatoid, 10 Oktober 2010, 11.00 WIB

http://mhs.blog.ui.ac.id/rani.setiani/2010/02/23/arthritis-radang-sendi/, 10 Oktober 2010, 11.20

WIB

http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/kliping/rheumatoid150309.htm, 10 Oktober 2010, 12.10

WIB

22