referat ra giovanni.odt

Download REFERAT RA GIOVANNI.odt

If you can't read please download the document

Upload: marie-jones

Post on 25-Nov-2015

26 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANLatar Belakang

Rheumatoid Arhritis (RA) adalah penyakit inflamasi kronis yang belum diketahui pasti sebabnya yang ditandai dengan poliarthritis simetris dan perifer. Hal itu merupakan akibat dari inflamasi arthritis kronis dan sering menimbulkan kerusakan sendi dan kelemahan fisik. Karena RA merupakan penyakit sistemik, RA dapat menimbulkan berbagai manifestasi dari ekstraartikulasi, termasuk kelemahan, nodul subcutaneous, pericarditis, neuropati perifer, vasculitis, dan abnormal hematologi (Braunwald, 2012).Pemahaman yang diperoleh dari sejumlah hal mendasar dan penelitian kesehatan selama lebih dari dua dekade telah merubah paradigma tentang diagnosis dan manajemen RA saat ini. Serum antibodi untuk cyclic citrullinated peptides (anti-CCPs) sekarang telah menjadi penanda penting dari diagnosis dan prognosis. Selain itu, kemajuan akan penggunaan suara ultrasonik dan resonansi magnetik dapat meningkatkan kemampuan kita untuk mendeteksi inflamasi dan kerusakan sendi pada Rheumatoid Arthritis. Ilmu pengetahuan mengenai RA telah mengambil lompatan besar dengan mengidentifikasi penyakit baru yang berhubungan dengan genetik dan menguraikan lebih lanjut mengenai jalur molekuler dari patogenesis penyakit. Hal yang relatif penting dari beberapa perbedaan mekanisme telah digambarkan melalui penelitian baru mengenai terapi biologis dengan target tinggi. Disamping kemajuan tersebut, pemahaman yang belum sempurna mengenai pengenalan jalur patogen dari RA menjadi penghalang yang cukup besar dalam pengobatan dan pencegahan (Braunwald, 2012).Pada dua dekade terakhir terlihat peningkatan hasil yang luar biasa dari Rheumatoid Arthritis. Deskripsi mengenai kelumpuhan persendian pada saat ini telah jarang ditemukan. Banyak dari kemajuan tersebut yang dapat ditelusuri untuk terapi yang lebih luas dan mengadopsi terkait pengobatan dini. Perubahan strategi pengobatan menentukan pemikiran baru pada praktisioner primary care, salah satu yang menuntut penyerahan pasien dengan inflamasi arthritis untuk rheumatologist dengan tujuan mendukung diagnosis dan permulaan terapi. Dan kemudian mereka akan memperoleh hasil yang terbaik dari beberapa strategi pengobatan tersebut (Braunwald, 2012).Tujuan

Penulisan referat tentang Rheumatoid Arhritis ini memiliki tujuan sebagai berikut:Mengetahui definisi dari Rheumatoid Arhritis.

Mengetahui etiologi dan predisposisi Rheumatoid Arhritis.

Memahami patofisiologi, dan penegakan diagnosis terhadap Rheumatoid Arhritis.

Mengetahui penatalaksanaan pada kasus Rheumatoid Arhritis.

Mengetahui komplikasi dan prognosis Rheumatoid Arhritis.

BAB IITINJAUAN PUSTAKADefinisi

Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi kronik yang tidak diketahui pasti penyebabnya yang ditandai dengan poliarthritis perifer dan simetris. Keduanya pada umumnya merupakan akibat dari inflamasi arthritis dan kerusakan sendi, serta gangguan fisik. Karena RA merupakan penyakit sistemik, RA menimbulkan berbagai manifestasi ekstraarticular, termasuk kelelahan, nodul pada lapisan subcutaneous, lung involvement, pericarditis, neuropati perifer, vaskulitis, dan keabnormalan dari hematologi. (Braunwald, et.al., 2012)Etiologi dan Predisposisi

Faktor Genetik

Penyebab penyakit rheumatoid arthritis (RA) belum diketahui secara pasti. Terdapat interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik berperan penting terhadap kejadian RA, dengan angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan HLA class II histocompatibility antigen, DRB1-9 beta chain (HLA-DRB1) dengan kejadian RA telah diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non-HLA juga berhubungan dengan RA seperti daerah 18q21 dari gen TNFRSR11A yang mengkode aktivator reseptor nuclear factor kappa B (NF-B) (Suarjana, 2009).Gen ini berperan penting dalam resorpsi tulang pada RA. Faktor genetik juga berperanan penting dalam terapi RA karena aktivitas enzim seperti methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurine methyltransferase untuk metabolisme methoraxate dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetik. Pada kembar monozigot mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya RA lebih dari 30% dan pada orang kulit putih dengan RA yang mengekspresikan HLA-DL1 atau HLA-DR4 mempunyai angka kesesuain sebesar 80% (Suarjana, 2009).Hormon Seks

Prevelansi RA lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sehingga diduga hormon seks berperanan dalam perkembangan penyakit ini. Pada observasi didapatkan bahwa terjadi perbaikan gejala RA selama kehamilan. Perbaikan ini diduga karena adanya aloantibodi dalam sirkulasi maternal yang menyerang HLA-DR sehingga terjadi hambatan fungsi epitop HLA-DR yang mengakibatkan perbaikan penyakit. Selain itu, terdapat juga perubahan profil hormon. Placental corticotropin releasing hormone secara langsung menstimulasi sekresi dehidroepiandrosteron (DHEA), yang merupakan androgen utama pada perempuan yang dikeluarkan oleh sel-sel adrenal fetus (Suarjana, 2009).Androgen bersifat imunosupresi terhadap respon imun selular dan humoral. DHEA merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta. Estrogen dan progesteron menstimulasi respon imun humoral (Th2) dan menghambat respon imun selular (Th1). Oleh karena pada RA respon Th1 lebih dominan sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan RA. Pemberian kontrasepsi oral dilaporkan mencegah kemungkinan RA atau berhubungan dengan penurunan insiden RA yang lebih berat (Suarjana, 2009).Faktor Infeksi

Beberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab. Organisme diduga menginfeksi sel induksi sel induk semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga mencetuskan timbulnya penyakit. Walaupun belum ditemukan agen infeksi yang secara nyata terbukti sebagai penyakit (Suarjana, 2009).

Tabel 1. Agen Infeksi yang Diduga sebagai Penyebab RA Agen infeksiMekanisme patogenik

MycoplasmaInfeksi sinovial langsung, superantigen

Parvovirus B19Infeksi sinovial langsung

RetrovirusInfeksi sinovial langsung

Enteric bacteriaKemiripan molekul

MycobacteriaKemiripan molekul

Epstein-Barr VirusKemiripan molekul

Bacterial Cell WallsAktivasi mikrofag

Protein heat shock (HSP)

HSP adalah protein yang diproduksi oleh sel pada semua spesies sebagai respon terhadap stress. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog. HSP tertentu manusia dan HSP mikobacterium tuberkulosis mempunyai untain 65% yang homolg. Hipotesisnya dalah antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pad agen infeksi dan sel host. Hal ini memfasilitasi reaksi silang limfosit dengan sel host sehingga mencetuskan reaksi imunologis. Mekanisme ini dikenal sebagai kemiripan molekul (molecular mimcry) (Suarjana, 2009).Patofisiologi

Penderita Rheumatoid Arthritis (RA) dapat mengalami beberapa tanda dan gejala, yaitu (Enny, 2009) :Terjadi peradangan pada sendi, terasa hangat di bagian sendi, bengkak kemerahan dan sangat sakit.

Sendi terasa kaku di pagi hari.

Lemah

Nafsu makan menurun

Berat badan menurun

Demam

Anemia

Pada pasien penderita reumatoid artritis, membran sinovial telah mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi, dan infiltrasi dari sel-sel pemicu inflamasi, terutama sel T CD4+. Sel tersebut sangat berperan dalam respon imun. Berdasarkan penelitian terbaru dalam bidang genetika, penyakit reumatoid artritis sangat berhubungan dengan Major-Histocompatibility-Complex (MHC) class II antigen HLA-DRB1*0404 dan DRB1*0401. Fungsi utama dari molekul HLA class II adalah untuk mempresentasikan antigenic peptide ke sel T CD4+, yang menunjukkan bahwa reumatoid artritis disebabkan oleh arthritogenic yang belum teridentifikasi. Antigen dapat berupa antigen eksogen, seperti protein virus atau protein antigen endogen. Baru-baru ini sejumlah antigen endogen telah teridentifikasi, seperti citrullinated protein dan human cartilage glycoprotein (Nursing Care, 2010).

Peran sel T

Antigen mengaktivasi sel T CD4+ yang akan menstimulasi monosit, makrofag, dan fibroblas sinovial untuk memproduksi interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor- (TNF-) untuk mensekresikan matriks metaloproteinase melalui hubungan antarsel dengan bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon- (IFN-) dan interleukin-17 (IL-17). IL-1, IL-6 dan TNF- merupakan kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis (Suarjana, 2009).Peran sel B

Aktivasi sel T CD4+ akan menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan 12 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi imunoglobulin, termasuk rheumatoid factor (RF). Sebenarnya peran dari rheumatoid factor dalam proses terjadinya penyakit reumatoid artritis belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan besar rheumatoid factor berperan dalam aktivasi berbagai komplemen melalui pembentukan kompleks imun. Aktivasi sel T CD4+ juga akan mengakibatkan timbulnya ekspresi osteoclastogenesis yang secara keseluruhan akan menyebabkan terjadinya gangguan sendi. Aktivasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga akan menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada sinovial penderita reumatoid arthritis (Suarjana, 2009).Penegakan Diagnosis

Rheumatoid arthritis umumnya hadir dengan nyeri dan kekakuan pada beberapa sendi, biasanya pasien mengalami gejala awalnya hanya di satu lokasi atau beberapa lokasi persendian (Harris, 2005). Sendi yang paling sering terkena adalah persendian dengan rasio tertinggi sinovium pada tulang rawan artikular. Peradangan sinovium dapat menyerang dan merusak tulang dan kartilago. Sel penyebab radang melepaskan enzim yang dapat mencerna tulang dan kartilago. Sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan kelurusan pada sendi, yang menghasilkan rasa sakit dan pengurangan kemampuan bergerak (Harris, 2005).Atritis Reumatoid biasanya mengalami kekakuan, bengkak, dan eritematosa. Akibat artritis, timbul inflamasi umum yang dikenal sebagai artritis reumatoid yang merupakan penyakit autoimun. Beberapa pasien mengeluh "bengkak" pada persendian tangan, bengkak tersebut terjadi dikarenakan untuk peningkatan aliran darah ke daerah meradang. Otot di dekat sendi meradang sering atrofi. Kekakuan pada pagi hari yang berlangsung setidaknya 45 menit sebelum melakukan aktivitas. Pada umunya persendian dengan posisi fleksi dapat meminimalkan distensi menyakitkan dari kapsul sendi. Beberapa penelitian mengatakan, Seseorang dapat didiagnosis AR jika onsetnya telah 6 bulan dengan beberapa kriteria gejala AR. Biasanya diagnosis disertai dengan gejala-gejala non spesifik seperti, malaise, kelemahan otot, berat badan turun, demam ringan, kelelahan, dan keluhan sistemik lainnya mungkin timbul, terutama dalam presentasi akut (Chan, 2004 ; Harris, 2005).Kurang lebih 70% penderita AR mengalami erosi tulang dalam 2 tahun pertama penyakit , dimana hal ini menunjukan penyakit berjalan progresif. Keterlibatan sendi pergelangan tangan, metacarpophalangeal (MCP) dan proximal inter phalangeal (PIP) hampir selalu dijumpai, sementara keterlibatan distal interphalangeal (DIP) lebih jarang dijumpai. Bentuk awal dari deformitas adalah tenosinovitis yang menyebabkan tendon menjadi lemah, memanjang, bahkan ruptur. Selain itu, penderita AR dengan keterbatasan mobilitas memiliki kemungkinan terjadinya penurunan kekuatan otot sebesar 30-70% dibandingkan orang normal, dengan penurunan endurans mencapai 50% (Widiani, 2011).Anamnesis :

Beberapa pemeriksaan anamnesis yaitu (Daud, 2006):Riwayat penyakit, diperlukan riwayat penyakit yang deskriptif dan kronologis.

Umur, penyakit reumatik dapat menyerang semua umur, tetapi frekuensi penyakit terdapat pada umur tertentu, penyakit rheumatoid atritis banyak ditemukan pada usia lanjut.

Jenis kelamin, penyakit rheumatoid arthritis lebih banyak diderita oleh wanita dari pada pria dengan perbandingan 3:1.

Nyeri sendi, nyeri merupakan keluhan utama pada pasien dengan reumatik.. Pada pasien RA, nyeri paling sering terjadi pada pagi hari, membengkak disiang hari, dan sedikit lebih berat dimalam hari.

Kaku sendi, merupakan rasa seperti diikat, pasien merasa sukar untuk menggerakan sendinya. Keadaan ini biasanya akibat desakan cairan yang berada disekitar jaringan yang mengalami inflamasi.

Bengkak sendi dan deformitas, pasien sering mengalami bengkak sendi, perubahan warna, perubahan bentuk, dan perubahan posisi struktur ekstremitas (dislokasi atau sublukasi).

Disabilitas dan handicap, disabilitas terjadi apabila suatu jaringan, organ, atau sistem tidak dapat bekerja secara adekuat. Handicap adalah apabila disabilitas menyebakan aktivitas sehari-hari terganggu, termasuk aktivitas sosial.

Gejala siskemik, penyakit sendi inflamator baik yang disertai maupun tidak disertai keterlibatan multisystem akan menyebabkan peningkatan reaktan fase akut seperti peninggian LED atau CRP. Selain itu akan disertai dengan gejala siskemik seperti panas, penuruanan berat badan, kelelahan, lesu, dan mudah terangsang. Kadang-kadang pasien mengeluhkan hal yang tidak spesifik seperti merasa tidak enak badan. Pada orang tua disertai dengan gangguan mental.

Gangguan tidur dan depresi, ganguan tidur dapat disebabkan oleh adanya nyerikronik, terbentuknya fase reaktan, obat anti inflamasi nonsteroid.

Pemeriksaan Fisik :

Pemeriksaan fisik pada sistem musculoskeletal melipat (Daud, 2006) :Inspeksi pada saat diam

Inspeksi pada saat gerak

Palpasi

Gaya berjalan yang abnormal pada pasien RA yaitu pasien akan segera mengangkat tungkai yang nyeri atau deformasi, sementara tungkai yang nyeriakan lebih lama diletakkan dilantai, biasanya diikut oleh gerakan lengan yang asimetris, disebut gaya berjalan antalgik.

Sikap/postur badan, pasien akan berusaha mengurangi tekanan artikular pada sendi yang sakit dengan mengatur posisi sendiri tersebut senyaman mungkin, biasanya dalam posisi fleksi.

Deformasi, akan lebih terlihat pada saat bergerak.

Perubahan kulit, kemerahan disertai dengan kemerahan disertai deskuamasi pada kulit disekitar sendi menunjukan adanya inflamasi pada sendi.

Kenaikan suhu sekitar sendi, menandakan adanya proses inflamasi di daerah sendi tersebut.

Bengkak sendi bisa disebabkan karena cairan, jaringa lunak, atau tulang.

Nyeri raba

Pergerakan sinovitis menyebabkan berkurangnya luas gerak sendi pada semua arah.

Krepitus, merupakan bunyi yang dapat diraba sepanjang gerakan struktur yang diserang.

Atrofi dan penurunan kekuatan otot.

Ketidakstabilan.

Gangguan fungsi, gangguan fungsi sendi dinilai dengan observasi pada penggunaan normal seperti bangkit dari kursi atau kekuatan menggenggam.

Nodul sering ditemukan dalam berbagai atopic, umunya ditemukan pada permukaan ekstensor (punggung tangan, siku, tumit belakang, sacrum).

Perubahan kuku, adanya jari tangan, timble pitting onycholysis atau serpihan darah.

Pemeriksaan sendi satu persatu, meliputi pemeriksaan rentang pergerakan sendi, adanya bunyi krepitus dan bunyi lainnya.

AR mempengaruhi berbagai organ dan sistem lainnya yaitu :

Kulit : nodul subkutan (nodul rheumatoid) terjadi pada banyak pasien dengan RA yang nilai RF-nya normal, sering lebih dari titik-titik tekanan (misalnya, olekranon. Lesi kulit dapat bermanifestasi sebagai purpura teraba atau ulserasi kulit).

Jantung : morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler yang meningkat pada pasien RA. Faktor resiko non tradisional tampak memainkan peran penting. Serangan jantung, disfungsi miokard, dan efusi perikrdial tanpa gejala yang umum dan gejala perikarditis konstriktif jarang. Miokarditis, vaskulitis koroner, penyakit katup, dan cacat konduksi kadang-kadang diamati.

Paru : RA mempengaruhi paru-paru dalam beberapa bentuk termasuk efusi pleura, fibrosis interstisial, nodul (Caplan sindrom), dan obliterans bronchiolitis-pengorganisasian pneumonia.

Ginjal : ginjal biasanya tidak terpengaruh oleh RA langsung. Umumnya akibat pengaruh obat-obatan (misalnya : obat anti-inflamatory peradangan (amyloidosis)).

Vascular : lesi vaskuler dapat terjadi diorgan mana saja namun yang paling sering ditemukan di kulit. Lesi dapat hadir sebagai perpura gambling, borok kulit, atau infak digital.

Hematologi : sebagian besar pasien aktif memiliki penyakit anemia kronis, termasuk anemia normokromik-normositik, trombositiosis, dan eosinofilik, meskipun yang terakhir ini sering terjadi. Leukopenia ditemukan pada pasien dengan sindrom Felty.

Neurologis : biasanya saraf jeratan, seperti padasaraf median di carpal, lesi vasculitis, multiple mononeuritis, dan myelopathy leher rahim dapat menyebabkan konsekuensi serius neurologis.

Okular : keratoconjunctivitis siscca adalah umum pada orang dengan RA dan sering manifestasi awal dari sindrom Sjogren sekunder. Mata mungkin juga episkleritis uveitis, dan scleritis nodular yang dapat menyebabkan scleromalacia.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratoris

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosis artritis reumatoid. Beberapa hasil uji serologis laboratorium menunjukan adanya kenaikan titer antibodi IgM yang bereaksi terhadap perubahan IgG -1 dan IgG -2 yang juga meningkat. Faktor reumatoid (RF) ditemukan negatif (0,7 pg/mL (Suarjana, 2009).Pada pemeriksaan darah rutin sering ditemukan kenaikan laju endap darah (LED) hingga >30mm/jam. Kenaikan CRP atau LED dapat digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit (Suarjana, 2009). Pada AR sering pula ditemukan penurunan kadar Hb yang bila kemudian diperiksa melalui apusan darah tepi menunjukan anemia normositik normokrom akibat pengaruhnya pada sumsum tulang (Price, 2005). Hitung sel leukosit (WBC) meningkat mencapai 2000/L dengan lebih dari 75% leukosit PMN, hal ini merupakan karakteristik peradangan pada artritis, namun hal tersebut tidak mendiagnosis RA (Kasper et al., 2005).Pemeriksaan cairan sinovial diperlukan bila diagnosis meragukan. Pada AR tidak ditemukan kristal, kultur negatif, dan kadar glukosa rendah (Suarjana, 2009). Analisi cairan sinovial tidak menunjukkan satupun temuan spesifik untuk artritis reumatois, namun menunjukkan keadaan inflamasi pada sendi. Cairan sinovial biasanya keruh, dengan kekentalan yang menurun, dan peningkatan kandungan protein (Kasper et al., 2005).Pemeriksaan Radiologis

Foto polos sendi mungkin normal atau tampak adanya osteopenia atau erosi dekat celah sendi pada stadium dini penyakit, Foto pergelangan tangan dan pergelangan kaki penting untuk data dasar, sebagai pembanding dalam penelitian selanjutnya (Suarjana, 2009). Setelah sendi mengalami kerusakan yang lebih berat, dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya struktur rawan sendi. Juga dapat terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan-perubahan ini biasanya irreversibel (Price, 2005).Pemeriksaan MRI

Magnetic Resonance Imaging (MRI) memberikan gambaran yang jelas dari perubahan jaringan lunak, kerusakan kartilago, dan erosi tulang-tulang yang dihubungkan dengan artritis reumatoid. MRI mampu mendeteksi adanya erosi sendi lebih awal dibandingkan dengan foto polos dan dilengkapi dengan tampilan struktur sendi yang lebih rinci (Suarjana, 2005).

Gambar 1. Pasien RA menunjukkan adanya penebalan jaringan ikat dan penyempitan celah sendi interphalanx proksimal (sumber: American Journal of Roentgenology)Gambaran patognomonik artritis reumatoidPatognomonik adalah tanda atau gejala khas yang tipikal tehadap suatu penyakit sehingga dapat dijadikan tolak ukur dan spesifikasi penyakit tersebut. Patognomonik RA adalah munculnya nodul-nodul reumatoid yang merupakan massa jaringan lunak yang biasanya tampak diatas permukaan ekstensor pada aspek ulnar pergelangan tangan atau pada olekranon, namun adakalanya terlihat diatas prominensia tubuh, tendon, atau titik tekanan. Karakteristik nodul ini berkembang sekitar 20% pada penderita artritis reumatoid dan tidak terjadi pada penyakit lain, sehingga membantu dalam menegakkan diagnosis (Eisenberg RL, Johnson NM, 2003). Kekakuan selama minimal 1 jam dan artritis yang simetrk juga menjadi gejala khas dari RA (Suarjana, 2009).

Gambar 2. Nodul reumatoid di zona persendian lutut (sumber: University of California, Sandiego)Gold Standart Diagnosis atau Kriteria Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis dapat berdasarkan kriteria ARA (American Rheumatism Association), yaitu (Daud, 2006):Kaku pagi hari di sendi dan sekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal.

Pembengkakan jaringan lunak atau persendian (arthritis) 3 daerah sendi atau lebih secara bersamaan yang diobservasi oleh dokter.

Artritis pada persendian tangan sekurang-kurangnya terjadi satu pembengkakan persendian tangan yaitu PIP (proximal interphalangeal), MCP (metacarpophalangeal), atau pergelangan tangan.

Artritis simetris, keterlibatan sendi yang sama pada kedua belah sisi misalnya PIP (proximal interphalangeal), MCP (metacarpophalangeal), atau MTP (metatarsophalangeal).

Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler yang diobservasi dokter.

Faktor rheumatoid serum positif, terdapat titer abnormal faktor rheumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang membrikan hasil positif kurang dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa.

Perubahan gambaran radiologis, perubahan gambaran radiologis yang khas pada AR pada pemeriksaan sinar X tangan posterior atau pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah yang berdekatan sendi.

Diagnosa AR, jika sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas dan kriteria 1 sampai 4 harus ada minimal 6 minggu (Daud, 2006). Penatalaksanaan

Non-farmakologis

Pendidikan

Pendidikan yang cukup penting bagi pasien, keluarga, dan orang-orang yang berhubungan dengan penderita. Pendidikan ini harus diberikan terus-menerus. Pendidikan yang disampaikan meliputi :Pengertian tentang patofisiologi

Penyebab penyakit

Prognosis penyakit

Semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks

Sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini

Metode-metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tenaga kesehatan (Price,2005)

Istirahat

Perencanaan aktivitas mutlak diperlukan bagi pasien rheumatoid arthritis karena penderita biasanya disertai dengan rasa lelah yang hebat. Kekakuan dan rasa kurang nyaman biasanya dapat diperingan dengan beristirahat (Price,2005).

Latihan-latihan spesifik

Latihan spesifik ini dapat berupa :Gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, minimal dua kali dalam sehari.

Kompres panas pada sendi. Tujuan dari kompres panas ini untuk mengurangi nyeri pada sendi.

Mandi parafin dengan suhu yang dapat diatur. Latihan ini paling baik diatur dan diawasi oleh tenaga kesehatan yang sudah mendapat latihan khusus, seperti fisioterapi atauterapis kerja.

Latihan latihan ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi (Price,2005)Alat pembantu dan adaptif

Alat pembantu dan adaptif ini mungkin diperlukan saat melakukan aktivitas sehari-hari, seperti tongkat untuk membantu berdiri dan berjalan (Price,2005)Terapi yang lain

Terapi lain yang dimaksud yaitu : terapi puasa, suplementasi asam lemak esensial, terapi spa dan latihan, suplementasi minyak ikan (cod liver oil) sebagai NSAID-sparing agent (Suarjana, 2009).

Farmakologis

Aspirin dan semua golongan obat-obatan antiinflamasi nonsteroid (OAINS)

Mekanisme kerja :

Enzim endogen (asam arakidonat)

Tujuan : terapi awal untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan (Suarjana, 2009).Glukokortikoid

Steroid dengan prednisone dengan dosis kurang 10 mg/hari.Mekanisme kerja : untuk meredakan gejala dan memperlambat kerusakan sendi. Pemberian glukokortikoid harus disertai pemberian kalsium 1500 mg dan vitamin D 400-800 IU/hari (Suarjana, 2009).DMARD (Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs)

Pemberian DMARD harus mempertimbangkan aspek :Kepatuhan pasien

Beratnya penyakit

Pengalaman dokter

Adanya penyakit penyerta

Table 2. DMARD yang paling banyak digunakan (Suarjana, 2009).DMARDMekanisme kerjaDosisWaktu timbulnya responEfek samping

Hidroksiklor-okuin (Plaquenil), klorokuin fosfatMenghambat sekresi sitokin, enzim lisosomal, dan fungsi makrofag200-400 mg p.o. per hari250 mg p.o. per hari2-6 bulanMual, sakit kepala, sakit perut, myopati, toksisitas pada retina

Methorexate (MTX)Inhibitor dihidrofolat reduktase, hambat kemotaksis, efek anti inflamasi7,5-25 mg p.o, IM atau SC per minggu1-2 bulanMual, diare, kelemahan, ulkus mulut, gangguan fungsi hati, dll

sulfasalazinMenhambat respon sel B dan hambat angiogenesis2-3 gr p.o. per hari1-3 bulanMual, diare, leukopeni, gangguan fungsi hati, dll

Azathioprine(Imuran)Mengahambat sintesis DNA50-150 mg p.o. per hari2-3 bulanMual, leukopeni, sepsis, limfoma

cyclosporineMenghambat sintesis IL-2 dan sitokin sel T lainnya2,5-5 mg/kgBB p.o. per hari2-4 bulanMual, parestesia, gangguan ginjal, hipertensi, sepsis, dll

Terapi kombinasi

Kombinasi terbukti memiliki efikasi terapi yang lebih tinggi daripada terapi tunggal. Beberapa kombinasi yang sudah banyak diteliti dan memiliki efektivitas yang lebih besar yaitu :MTX + hidroksiklorokuin

MTX + hidroksiklorokuin + sulfasalazine

MTX + sulfasalazine + prednisolon

MTX + leflunomide

MTX + infiximab

MTX + etanercept

MTX + adalimumab

MTX + anakinra

MTX + rituximab

Terapi kombinasi ini memberikan respon yang lebih baik dan efektif dalam menghambat progresivitas penyakit dan kerusakan radiografi (Suarjana, 2009).

Emas

Natrium auritiomalat diberikan melalui injeksi IM dengan dosis 50 mg/minggu sampai terdapat bukti remisi (biasanya setelah pemberian 500 mg). pasien yang memberikan respons, interval dosis ditingkatkan secara bertahap setiap bulan. Pengobatan bisa dilanjutkan sampai mencapai 5 tahun. Diperlukan pemeriksaan darah dan urinalisis rutin. Leucopenia dan trombositopenia atau proteinuria biasanya bersifat reversible jika pemberian emas dihentikan (Rubenstein, David. et al., 2005).Penatalaksanaan bedah

Tindakan bedah perlu dipertimbangkan bila :Terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi yang ekstensif

Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat

Ada ruptur tendon

(Suarjana, 2009).Sinovektomi, khususnya pada sendi lutut berguna untuk meluruskan kembali dan memperbaiki tendon. Sendi buatan dapat dilakukan misalnya pada sendi panggul, lutut, jari-jari tangan. Artrodesis mungkin perlu dilakukan pada nyeri atau deformitas yang berat (Rubenstein, David. et al., 2005).Prognosis

Perjalanan penyakit dan hasil pengobatan artritis reumatoid pada setiap pasien tidak dapat di prediksi. Faktor-faktor yang menjadikan prognosis buruk : (Davey, 2005)Poliartritis generalisata (jumlah sendi yang terkena > 20)

LED dan CRP yang tinggi walaupun sudah menjalani terapi

Manifestasi ekstraartikuler, misalnya nodul/vaskulitis

Ditemukannya erosi pada radiografi polos dalam kurun waktu 2 tahun sejak onset

Status HLA-DR4

Komplikasi

Terjadinya penyakitRheumatoid Arthritis (RA)akan meningkatkan resiko timbulnya berbagai komplikasi seperti :Osteoporosis

Osteoporosis merupakan komplikasi yang paling sering dialami oleh penderita RA. Hal ini terjadi karena kurangnya aktivitas tubuh terutama tulang akibat nyeri yang dirasakan. Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas masa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah (Sudoyo, 2009).Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan tulang, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).Carpal Tunnel Sydrome (CTS)

Carpal tunnel syndrome, atau neuropati saraf medianus di pergelangan tangan, adalah kondisi medis di mana saraf median dikompresi di pergelangan tangan, menyebabkan parestesia, mati rasa dan kelemahan otot di tangan. Bangun di malam hari merupakan karakteristik gejala carpal tunnel syndrome (Shiel, 2006).Pengobatan definitif untuk sindrom carpal tunnel adalah rilis operasi dekompresi saraf. Metode ini efektif menghilangkan gejala dan mencegah kerusakan saraf lebih lanjut, hanya saja disfungsi saraf biasanya dalam bentuk statis (konstan) mati rasa, atrofi, atau kelemahan yang bersifat permanen (Shiel, 2006).Kebanyakan kasus CTS adalah idiopatik (tanpa alasan tertentu). Beberapa pasien secara genetik cenderung untuk mengembangkan kondisi tersebut. Diagnosis CTS sering dihubungkan pada pasien yang memiliki aktivitas yang berhubungan dengan nyeri lengan, seperti RA (Shiel, 2006).

BAB IIIKESIMPULANRheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi kronik yang tidak diketahui pasti penyebabnya yang ditandai dengan poliarthritis perifer dan simetris.

Beberapa faktor yang menjadi etiologi dan predisposisi dari Rheumatoid Arthritis (RA) adalah faktor genetik, hormon seks, faktor infeksi, serta Protein heat shock (HSP).

Pada pasien penderita reumatoid artritis, membran sinovial telah mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi, dan infiltrasi dari sel-sel pemicu inflamasi, terutama sel T CD4+. Untuk menegakkan diagnosis dapat berdasarkan kriteria ARA (American Rheumatism Association), diagnosa AR ditegakkan jika sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria dan kriteria 1 sampai 4 harus ada minimal 6 minggu.

Penatalaksanaan untuk penyakit Rheumatoid Arthritis (RA) dapat berupa tatalaksana non- farmakologis dan farmakologis

Non-farmakologis: pendidikan, istirahat, latihan-latihan fisik, alat-alat pembantu dan adaptif serta terapi-terapi yang lain.

Farmakologis: Obat - obatan antiinflamasi nonsteroid, glukokortikoid, DMARD, Terapi kombinasi, emas serta tatalaksana bedah.

Komplikasi dari Rheumatoid Arthritis (RA) dapat berupa osteoporosis dan Carpal Tunnel Sydrome (CTS). Prognosis penyakit ini buruk dengan beberapa faktor menjadi penyebabnya.

DAFTAR PUSTAKA

Braunwald, Eugene, et.al. 2012. 18th Edition Harrisons Principles of Internal Medicine. United States of America: The McGraw-Hill CompaniesDavey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : ErlanggaEisenberg RL,Johnson NM. 2003. Comprehensive Radiographic Pathology. Ed 4. Philadelphia: Mosby ElsevierJuniaidi, Iskandar. 2007.Osteoporosis. Jakarta: PT Bhuana Ilmu PopulerKasper LK, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, and Jameson JL. 2005. Harrisons Principles of Internal Medicine. Ed 16. New York: McGraw-Hill.Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M.. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC.Rubenstein, David., Wayne, David. et al. 2006. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Jakarta : Erlangga.Schoellnast H et al. Psoriatic Arthritis and Rheumatoid Arthritis: Findings in Contrast-Enhanced MRI. American Journal of Roentgenology (2006) Agustus. Vol 187No. 2351-357.Shiel, W. C. J. 2006. Carpal Tunnel Syndrome. Available at: http://www.emedicinehealth.com/carpal_tunnel_syndrome/article_em.htmShopia, Enny. 2009. Kenali Rheumatoid Actritis. Available at : http://medicastore.com/seminar/95/Kenali_Reumatoid_Artritis_Si_Sistem_Imun_yang_tak_lagi_Menjalankan_Fungsinya.htmlSudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: FKUI

Suarjana IN. 2009. Artritis Reumatoid. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing.