tugas ekologi pangan dan gizi-2

30
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ................................................ i BAB I PENDAHULUAN ....................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................ 1 1.2 Tujuan ................................................ 2 BAB II HASIL BERITA DAN DATA IMPOR DAGING SAPI............ 3 2.1 Hasil Berita Impor Daging Sapi......................... 3 2.2 Hasil Data ........................................... 4 2.2.1 Sumber Daya Alam .......................... 4 2.2.2 Sumber Daya Manusia ....................... 7 2.2.3 Sumber Daya Teknologi ..................... 7 2.2.4 Sumber Daya Kelembagaan ................... 8 BAB III PEMBAHASAN ........................................9 3.1 Analisis Berdasarkan Sumber Daya ...................... 9 3.1.1 Sumber Daya Alam .......................... 9 3.1.2 Sumber Daya Manusia ....................... 9 3.1.3 Sumber Daya Teknologi ..................... 9 3.1.4 Sumber Daya Kelembagaan ................... 11 3.2 Analisis Berdasarkan Pendekatan Sistem Pangan dan Gizi. 12 3.2.1 Subsistem Produksi......................... 12 3.2.2 Subsistem Distribusi....................... 13 3.2.3 Subsistem Konsumsi ........................ 14 BAB IV PENUTUP ............................................16 i

Upload: rezky-intan-r

Post on 02-Dec-2015

24 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

fdsmfsdf

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................1

1.2 Tujuan ......................................................................................................................2

BAB II HASIL BERITA DAN DATA IMPOR DAGING SAPI ...................................3

2.1 Hasil Berita Impor Daging Sapi ..................................................................................3

2.2 Hasil Data .................................................................................................................4

2.2.1 Sumber Daya Alam .....................................................................................4

2.2.2 Sumber Daya Manusia ................................................................................7

2.2.3 Sumber Daya Teknologi ................................................................................7

2.2.4 Sumber Daya Kelembagaan ...........................................................................8

BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................................9

3.1 Analisis Berdasarkan Sumber Daya ...........................................................................9

3.1.1 Sumber Daya Alam .....................................................................................9

3.1.2 Sumber Daya Manusia ................................................................................9

3.1.3 Sumber Daya Teknologi ...........................................................................9

3.1.4 Sumber Daya Kelembagaan ...........................................................................11

3.2 Analisis Berdasarkan Pendekatan Sistem Pangan dan Gizi .....................................12

3.2.1 Subsistem Produksi .....................................................................................12

3.2.2 Subsistem Distribusi .....................................................................................13

3.2.3 Subsistem Konsumsi ................................................................................14

BAB IV PENUTUP ..........................................................................................................16

4.1 Kesimpulan .................................................................................................................16

4.2 Rekomendasi atau Solusi ............................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 18

i

Page 2: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

memberikan andil terhadap perbaikan gizi masyarakat, khususnya protein hewani yang

sangat dibutuhkan oleh pembangunan penduduk di Indonesia. Seiring meningkatnya

perkembangan jumlah penduduk dan perbaikan taraf hidup penduduk di Indonesia,

maka permintaan produk-produk untuk pemenuhan gizi pun semakin meningkat, begitu

pula dengan permintaan akan bahan pangan seperti permintaan protein hewani.

Permintaan akan daging sapi di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, hal

tersebut selain dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk juga dipengaruhi oleh

peningkatan pengetahuan penduduk itu sendiri terhadap pentingnya protein hewani,

sehingga pola konsumsi juga berubah, yang semula lebih banyak mengkonsumsi

karbohidrat beralih mengkonsumsi daging, telur dan susu.

Tingkat konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia tahun 2010 mencapai 1,69

kg/kapita/tahun dan tahun 2011 mencapai 1,83 kg/kapita/tahun. Tiga tahun terakhir

rata-rata kenaikan konsumsi mencapai 15 persen sedangkan produksi daging menurut

provinsi secara keseluruhan pada 2011 sebesar 485.333 ton dan di tahun 2012 tercatat

sebesar 505.447 dengan pertumbuhan kenaikan daging sapi sebesar 4,15 persen setiap

tahunnya. Persentase permintaan yang lebih tinggi daripada penawaran daging ini

akhirnya berimbas pada kebijakan impor dimana pemerintah Indonesia menetapkan

impor untuk memenuhi kebutuhan daging Indonesia. Badan Pusat Statistik mencatat

2011 realisasi impor sebanyak 102.900 ton dan 2012 sebanyak 34.600, selain itu jumlah

impor yang terealisasi lebih besar dari kebutuhan impor disebabkan banyaknya mafia

impor daging sapi di Indonesia.

Dampak negatif yang sering terjadi dari perdagangan internasional berupa impor

yang erat kaitannya dengan globalisasi menurut Sukirno (2012:382) adalah (1)

menghambat pertumbuhan sektor industri (2) sektor keuangan semakin tidak stabil (3)

memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi.

1

Page 3: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

1.2 Tujuan

a. Mengetahui besaran masalah impor daging sapi di Indonesia

b. Memberikan rekomendasi terhadap kasus impor daging sapi dari sudut pandang

mahasiswa

2

Page 4: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

BAB II

HASIL BERITA DAN DATA IMPOR DAGING SAPI

2.1 Hasil Berita Impor Daging Sapi

Berikut adalah sajian berita yang lengkap, dikutip dari TEMPO.CO.

TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 2.350 ekor sapi siap potong asal Australia dari

rencana 50.000 ekor yang diimpor Perum Bulog hari ini (Rabu, 2 September 2015)

mulai tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Muladno Bashar

ketika meninjau penurunan ternak tersebut di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Rabu

(2 September 2015) menyatakan, pemasukan sapi untuk bulan September 2015

sebanyak 7.100 ekor akan dilakukan dalam empat pengapalan.

Pengapalan kedua rencananya sebanyak 1.450 ekor, pengapalan ketiga 1.100 ekor

dan pengapalan keempat 2.200 ekor."Pemasukan selanjutnya akan dilakukan secara

bertahap sesuai dengan keb utuhan dengan memperhatikan kondisi pasokan sapi potong

dalam negeri," katanya. Menurut Muladno, sebanyak 50 ribu ekor sapi siap potong

3

Page 5: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

yang didatangkan Perum Bulog tersebut untuk periode bulan Agustus hingga Desember

2015.

Sapi-sapi siap potong tersebut diangkut dari Australia pada 28 Agustus 2015

menggunakan Kapal khusus pengangkut ternak Awassi Express dan tiba di Jakarta pada

pukul 08.00 hari ini (2 September 2015). Dia menyatakan, keseluruhan sapi potong

tersebut jantan dan betina serta dalam kondisi afkir atau bukan produktif sehingga tidak

ada masalah ketika dipotong nantinya di rumah potong hewan (RPH).

"Bobot sapi-sapi tersebut sekitar 450 – 500 kg per ekor. Gemuk-gemuk,"

katanya. Sebagai upaya menjaga stabilitas pangan khususnya daging sapi bagi

masyarakat, tambahnya, pemerintah membuat kebijakan pemasukan sapi potong oleh

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdasarkan penugasan dari Menteri BUMN

sesuai mekanisme ketentuan yang berlaku.

Sementara itu, lanjutnya, untuk menjamin kestabilan pasokan dan harga daging

sapi, perlu dilakukan penataan dan pengendalian impor terhadap sapi potong dan

daging sapi.

2.2 Hasil Data

2.2.1 Sumber Daya Alam

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah perusahaan sapi menurut

kegiatan utamanya pada tahun 2008-2013 yaitu

Tabel 2.1 Produksi Daging Ternak Sapi Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ton)

ProvinsiProduksi Daging Ternak Sapi Menurut Provinsi dan Jenis

Ternak (Ton)2009 2010 2012 2013 2014

Aceh 7614.00 7914.00 6569.00 8747.00 9085.00Sumatera Utara 13261.00 14256.00 24547.00 18437.00 25696.00Sumatera Barat 18322.00 20442.00 22638.00 23099.00 23792.00Riau 7294.00 10950.00 11317.00 8243.00 8431.00Jambi 3868.00 6349.00 6507.00 4386.00 5161.00Sumatera Selatan 12482.00 12703.00 14649.00 14496.00 15945.00Bengkulu 2411.00 2691.00 3761.00 4222.00 4696.00Lampung 10694.00 9527.00 9833.00 14099.00 14632.00Kep. Bangka Belitung 2004.00 3024.00 2917.00 2966.00 3262.00Kep. Riau 579.00 450.00 585.00 556.00 489.00DKI Jakarta 5657.00 6058.00 12206.00 18021.00 19823.00Jawa Barat 70662.00 76066.00 74312.00 71881.00 73482.00Jawa Tengah 48340.00 51001.00 60893.00 61141.00 61868.00

4

Page 6: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

DI Yogyakarta 5384.00 5690.00 8896.00 8637.00 8982.00Jawa Timur 107768.00 109016.00 110762.00 100707.00 119463.00Banten 18728.00 20326.00 36121.00 36676.00 38326.00Bali 6283.00 6238.00 8759.00 8964.00 9041.00Nusa Tenggara Barat 6567.00 9287.00 11228.00 12688.00 13069.00

Nusa Tenggara Timur 6486.00 4507.00 13595.00 11083.00 11304.00

Kalimantan Barat 6567.00 7074.00 7263.00 8077.00 9087.00Kalimantan Tengah 2564.00 5224.00 4154.00 4277.00 4382.00Kalimantan Selatan 5946.00 7058.00 9610.00 9770.00 9514.00

Kalimantan Timur 6729.00 7530.00 8069.00 7825.00 8411.00Kalimantan Utara - - - 1385.00 1489.00Sulawesi Utara 4571.00 4386.00 4501.00 4565.00 4638.00Sulawesi Tengah 3359.00 3672.00 4250.00 4603.00 5118.00Sulawesi Selatan 11323.00 9056.00 12725.00 14518.00 13239.00Sulawesi Tenggara 3737.00 3902.00 3328.00 3849.00 4185.00Gorontalo 3063.00 3926.00 4347.00 3617.00 962.00Sulawesi Barat 1361.00 1795.00 3053.00 2911.00 3037.00Maluku 1338.00 1420.00 1496.00 2687.00 2973.00Maluku Utara 223.00 243.00 578.00 876.00 473.00Papua Barat 1696.00 1899.00 2533.00 4077.00 2738.00Papua 2427.00 2770.00 2903.00 2733.00 3172.00Indonesia 409308.00 436450.00 508905.00 504819.00 539965.00

Tabel 2.3 Jumlah Perusahaan Peternakan Ternak Besar dan Kecil Menurut Badan Hukum

atau Usaha, 2009 - 2013

Badan Hukum 2009 2010 2011 2012 2013

PT/CV/Firma 67 114 127 140 152

BUMN 7 4 5 5 3Koperasi 6 5 4 3 2Perorangan 0 - - - -Yayasan - 54 47 33 25Lainnya 62 - - - -Jumlah 142 177 183 181 182

Tabel 2.4 Jumlah Ternak Sapi yang dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH) Menurut

Provinsi dan Jenis Ternak (Ekor) Tahun 2010-2014

5

Page 7: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

Provinsi

Jumlah Ternak SAPI Yang Dipotong Di Rumah Potong Hewan (RPH) Menurut Provinsi Dan Jenis Ternak (Ekor)

2010 2011 2012 2013 2014

Aceh 36014.00 36287.00 30145.00 11316.00 11897.00

Sumatera Barat

37328.00 38056.00 45965.00 33436.00 33917.00

Jambi 17101.00 17484.00 9095.00 7759.00 8463.00

Bengkulu 6473.00 7213.00 7614.00 6531.00 6798.00

Kep. Bangka Belitung

7697.00 8577.00 7982.00 7794.00 8681.00

Dki Jakarta 55565.00 56917.00 17418.00 15415.00 14220.00

Jawa Tengah 176543.00 185371.00 256639.00 175748.00 177686.00

Jawa Timur 340476.00 411249.00 362612.00 405883.00 406462.00

Bali 38326.00 62763.00 63662.00 46934.00 46521.00

Nusa Tenggara Timur

27710.00 30883.00 25635.00 20727.00 20832.00

Kalimantan Tengah

10936.00 11209.00 15802.00 13975.00 14395.00

Kalimantan Timur

45338.00 45666.00 39762.00 37414.00 37553.00

Sulawesi Utara

3431.00 3437.00 5586.00 4078.00 6880.00

Sulawesi Selatan

42287.00 42344.00 102474.00 55138.00 58419.00

Gorontalo 4322.00 4413.00 5945.00 4159.00 4937.00

Maluku 3711.00 4136.00 3396.00 4189.00 4492.00

Papua Barat 5351.00 5285.00 9892.00 - 6795.00

Indonesia 1324154.00 1519178.00 1421319.00 1326395.00 1362983.00

Tabel 2.2 jumlah perusahaan sapi menurut kegiatan utamanya, 2008-2013

Kegiatan 2008 2009 2010 2011 2012 2013

6

Page 8: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

UtamaPembibitan 4 4 4 3 6 1Budidaya 95 90 84 87 70 63Pengumpul Susu Sapi

- - 1 1 8 3

Jumlah 99 94 89 91 84 67

2.2.2 Sumber Daya Manusia

Jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta berdasarkan sensus penduduk

yang terakhir pada 2010 dan menempati urutan keempat terbanyak di dunia.

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia tersebut ternyata tingkat

konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia tahun 2010 mencapai 1,69

kg/kapita/tahun dan tahun 2011 mencapai 1,83 kg/kapita/tahun. Dalam tiga tahun

terakhir rata-rata kenaikan konsumsi mencapai 15 persen sedangkan produksi

daging menurut provinsi secara keseluruhan pada 2011 sebesar 485.333 ton dan

di tahun 2012 tercatat sebesar 505.447 dengan pertumbuhan kenaikan daging sapi

sebesar 4,15 persen setiap tahunnya.

Persentase permintaan yang lebih tinggi daripada penawaran daging ini

akhirnya berimbas pada kebijakan impor dimana pemerintah Indonesia

menetapkan impor untuk memenuhi kebutuhan daging Indonesia. Badan Pusat

Statistik mencatat 2011 realisasi impor sebanyak 102.900 ton dan 2012 sebanyak

34.600, selain itu jumlah impor yang terealisasi lebih besar dari kebutuhan impor

disebabkan banyaknya mafia impor daging sapi di Indonesia.

2.2.3 Sumber Daya Teknologi

Sumber daya teknologi yang digunakan pada impor daging sapi berkaitan

dengan informasi yang kami dapat yaitu kapal khusus pengangkut ternak yang

dapat mengangkut sapi dengan berat 450-500 kg per ekor. Dan penurunan ternak

sapi dari kapal tersebut dilakukan di salah satu dari lima pelabuhan besar milik

Indonesia, yaitu pelabuhan Tanjug Priok di Jakarta.

2.2.4 Sumber Daya Kelembagaan

7

Page 9: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

Sumber daya kelembagaan yang berkaitan dengan impor daging sapi

berdasarkan informasi yang kami dapat yaitu:

a. Badan Urusan Logistik (Bulog), sebagai tempat penyimpanan daging sapi

yang telah diimpor dari Australia

b. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Muladno

Bashar, yang bertugas untuk meninjau penurunan ternak sapi di Pelabuhan

Tanjung Priok Jakarta

c. Kementerian BUMN dan ketahanan pangan, yang mempunyai kewenangan

untuk membuat kebijakan pemasukan sapi potong

d. Rumah Potong Hewan

8

Page 10: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Analisis Berdasarkan Sumber Daya

3.1.1 Sumber Daya Alam

Terkait dengan impor daging sapi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia,

berikut adalah beberapa alasan mengapa Indonesia harus impor daging terkait

alasan sumber daya alam yaitu Indonesia harus impor daging sapi dari Australia

(sesuai berita di atas) karena untuk makanan sapi sendiri kita harus membeli

pakan ternak yang tiap hari kian mahal harganya. Tidak seperti di Australia, sapi

– sapi tersebut dilepas di alam bebas jadi tidak perlu membeli akan ternak yag

tiap hari kian mahal harganya. Sedangkan di Indonesia, kita tidak punya jutaan

hektare lahan seperti di Australia itu kecuali di daerah NTT, NTB, Sulawesi, dan

Madura.

3.1.2 Sumber Daya Manusia

Terkait dengan impor daging sapi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia,

berikut adalah beberapa alasan mengapa Indonesia harus impor daging terkait

alasan sumber daya manusia (SDM):

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak nomor empat

di jumlah penduduk sebanyak itu, maka otomatis permintaan daging di

Indonesia pun juga tinggi. Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan

mengungkapkan, alasan Indonesia harus mengimpor daging sapi. Dia mencatat

kebutuhan sapi potong di dalam negeri saat ini mencapai 3-4 juta ekor per tahun.

Sementara stok sapi tahun ini berkurang hanya sebanyak 12 juta ekor (tahun

2013). Menurutnya, melihat jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta

jiwa, idealnya dengan pertambahan penduduk sebanyak 350 juta dalam beberapa

tahun mendatang, Indonesia memiliki 60 juta ekor sapi untuk memenuhi

kebutuhan dalam negeri dan lepas dari impor.

3.1.3 Sumber Daya Teknologi

Sumber daya teknologi adalah beragam kemampuan dan daya yang dimiliki

untuk beupaya memenuhi kebutuhan akan suatu hal dengan berbasis teknologi.

Era globalisasi ini membuat teknologi memiliki peran yang sangat penting untuk

9

Page 11: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

menyeimbangi kebutuhan penduduk dunia terhadap konsumsi pangan. Ditambah

lagi bahwa pertumbuhan penduduk dunia sangatlah cepat dan menimbulkan

kekhawatiran akan kecukupan dari ketersediaan pangan bagi peduduk dunis

tersebut.

Banyak invasi teknologi dalam bidang pangan. Seluruh negara didunia tengah

berlomba untuk menciptakan inovasi teknologi guna mempercepat proses

produksi dan distribusi dari pangan, seperti penggunaan pesawat perintis untuk

melakukan pemupukan. Begitu pula yang dilakukan oleh negara kita, Indonesia.

Melalui inovasi teknologi ini ketersediaan atau cadangan pangan dari suatu

negara dapat terjamin dan tidak akan bergantung pada negara lain atau kegiatan

impor.

Salah satu invasi teknologi yang dilakukan di Indonesia adalah inovasi

teknologi pangan di sektor peternakan sapi. Inovasi teknologi tersebut adalah

teknik akupuntur pada hewan yang ditemukan oleh peneliti dari Universitas

Airlangga. Sang peneliti yang juga seorang guru besar di fakultas kedokteran

hewan ini telah berhasil meningkatkan kualitas dan kuantitas dari daging sapi

melalui akupuntur pada sapi tersebut. Menurut beliau, Indonesia dapat

menghidupkan kembali iklim usaha peternakan yang produktif kalau ada pihak

yang mau menyebarkan inovasi teknologinya ini.

Invasi teknologi lain yang juga dapat menjamin ketersediaan daging sapi di

Indonesia adalah proses pembibitan ternak sapi yang lebih efisien sehingga dapat

bersaing harga dengan bibit ternak impor tanpa menurunkan kualitas, yaitu

perkawinan dua spesies indukan sapi terbaik asli Indonesia. Menurut profesor

dari Surabaya bahwa perkawinan silang antara sapi dari Madura dan Bali dapat

menghasilkan anakan yang lebih produktif dalam bereproduksi dan mengahsilkan

daging dengan jumlah (berat) yang melebihi dari anakan yang lain.

Sektor pembibitan ternak sapi perlu diberikan perhatian lebih karena banyak

peternakan yang memilih mengimpor bibit sapi ternak dari Australia karena harga

yang berselisih hampir lima juta rupiah.

Kemudian untuk pembenahan aspek distribusi pangan, inovasi teknologi

dapat masuk di kawasan pelabuhan karena 2/3 wilayah Indonesia adalah perairan,

sehingga moda transportasi utama adalah kapal. Pelabuhan menjadi tempat

loading bagi kapal pengangkut ternak. Oleh karena itu, pembenahan pelabuhan

diseluruh Indonesia memnag diperlukan. Khusunya diwilayah yang menjadi

10

Page 12: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

sentrra peternakan sapi, seperti di wilayah Indonesia bagian tengah. Pembenahan

tersebut diantaranya adalah peningkatan kapasitas agar kapal besar yang

digunakan untuk mengangkut ternak dapat bersandar di dermaga tujuan secara

langsung. Selanjutnya adalah peningkatan teknologi untuk sarana loading sapi

agar sapi dapat merasa nyaman dan menghindarkan kejadian sapi yang meninggal

sebelum sampai ditangan pihak pembeli.

3.1.4 Sumber Daya Kelembagaan

Sumber daya kelembagaan adalah beragam kemampuan dan daya yang

dimiliki untuk beupaya memenuhi kebutuhan akan suatu hal dengan berbasis

kelembagaan atau organisasi. Sumber daya kelembagaan di Indonesia terkait

bidang pangan adalah Kementerian Pertanian, Bulog, RPH, dan Kementerian

BUMN & Ketahanan Pangan.

Sumber daya kelembagaan yang memiliki peran utama adalah Kementerian

pertanian di sektor peternakan. Karena mereka adalah pemegang kewenangan

langsung dibawah presiden terkait kebijakan dan strategi untuk mengembangkan

sektor peternakan.

Pihak pemerintah Indonesia telah dua kali mencanangkan program

swasembada pangan pada tahun 2010 dan 2014. Proyek ambisius tersebut

ternyata gagal. Hal ini terjadi karena pemerintah hanya menganalisis data dibalik

meja kantor, tetapi tidak melakukan pengecekan langsung dilapangan. Mereka

menaruh kepercayaan dengan mudah terhadaop data sekunder yang telah tersedia.

Sehingga, dapat dikatakan bahwa mereka memberikan obat yang salah terhadap

penyakit terpuruknya kondisi peternakan Indonesia kini. Padahal kita pernah

melakukan ekspor daging sapi ke Hongkong ketika masa jaya usaha peternakan.

Contohnya adalah pemberian sapi secara gratis oleh pihak pemerintah

terhadap peternak potensial di seluruh negeri ini. Solusi tersebut tidak

menyelesaikan masalah lesu darahnya usaha peternakan di Nusa Tenggara karena

masalah utama disana adalah timbunya mafia ternak sapi secara holistik hingga

ke tingkat pejabat daerah tingkat I, yaitu provinsi. Akibat masalah tersebut

peternak malas untuk melakukan usaha di bidang peternakan lagi. Pemuda asli

daerah tersebut pernah mengutarakan bahwa setiap hari di daerah tempat

tinggalnya terjadi pencurian ternak sapi dengan beragam modus tanpa ada

penyelesaian yang memuaskan dari pihak kepolisian. Masyarakat disana telah

jengah dan suntuk dengan tindakan kriminal tersebut yang membuat mereka

11

Page 13: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

menyerah untuk mengembalikan kejayaan Nusa Tenggara sebagai daerah

penghasil dan pengekspor ternak sapi.

3.2 Analisis Berdasarkan Pendekatan Sistem Pangan dan Gizi

3.2.1 Sub Sistem Produksi

Sub sistem produksi merupakan upaya yang digunakan dalam mencapai status

gizi masyarakat yang baik atau optimal dimulai dengan penyediaan pangan yang

cukup. Penyediaan pangan termasuk penyediaan daging sapi berfungsi untuk

menjamin pasokan pangan dalam memenuhi kebutuhan seluruh penduduk baik

dari segi kualitas, kuantitas, keragaman, keamanannya. Peternak yang

berorientasi pada pasar, akan terpengaruh oleh dinamika industri. Peternak akan

meningkatkan suatu produksi pangan yang sedang banyak dibutuhkan oleh

industri. Seiring berkembangnya industri memberi dampak pada berkurangnya

lahan produktif. Oleh karena itu, meningkatkan produksi pangan perlu didukung

program intensifikasi maupun pembukaan lahan yang memadai.

Pada usaha kecil yang hanya untuk mencukupi pangan sendiri, masalah

teknologi pasca panen tidak terlalu penting, karena bahan makanan yang dipanen

akan langsung dikonsumsi sendiri. Pada masa sekarang, produksi pangan terlebih

dahulu melewati proses penanganan pasca panen. Dinamika industri dan

penanganan pasca panen yang baik, perlu suatu program atau upaya yang efektif

guna meningkatkan dan menjaga stabilitas produksi pangan dengan

memperhatikan mutu dan nilai gizi pangan. Dari data yang diperoleh disebutkan

bahwa, upaya yang digunakan dalam menjaga stabilitas pangan, khususnya

daging sapi bagi masyarakat, pemerintah membuat kebijakan pemasukan sapi

potong oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdasarkan penugasan dari

Menteri BUMN sesuai denganmekanisme ketentuan yang berlaku.

Dari data yang diperoleh juga disebutkan bahwa, untuk menjamin kestabilan

pasokan dan harga daging sapi, perlu dilakukan penataan dan pengendalian

impor terhadap sapi potong dan daging sapi. Kedua hal tersebut perlu dilakukan

secara efektif dengan lebih meningkatkan pengawasan yang terencana dan

terpadu terhadap pemasukan dan distribusi sapi potong dan daging sapi impor,

baik antar instansi yang terkait maupun antar pusat dan daerah.

Produksi pangan mempengaruhi ketersediaan pangan. Komponen

ketersediaan pangan meliputi kemampuan produksi, cadangan maupun impor

pangan setelah dikoreksi dengan ekspor dan berbagai penggunaan lainnya. Dari

12

Page 14: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

data yang diperoleh disebutkan bahwa, Pemerintah akan mengimpor sapi potong

dari Australia sebanyak 50.000 ekor yang dikirim secara bertahap.Sebanyak

2.350 ekor sapi siap potong asal Australia dari rencana 50.000 ekor yang diimpor

pemerintah melalui Perum Bulog pada hari Rabu tanggal 2 September 2015

mulai tiba di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.

Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian,

pemasukan sapi untuk bulan September 2015 sebanyak 7.100 ekor akan

dilakukan dalam empat pengapalan. Rencana untuk pengapalankedua sebanyak

1.450 ekor, pengapalan ketiga sebanyak 1.100 ekor, dan pengapalan keempat

sebanyak 2.200 ekor. Pemasukan selanjutnya akan dilakukan secara bertahap

sesuai kebutuhan, dengan memperhatikan kondisi pasokan sapi potong dalam

negeri. Keseluruhan sapi potong yang diimpor adalah jantan dan betinadengan

kondisi afkir atau bukan produktif, sehingga tidak ada masalah untuk dipotong.

3.2.2 Sub Sistem Distribusi

Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan

efisien, sebagai prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat

memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu,

dengan harga yang terjangkau. Bervariasinya kemampuan produksi pangan antar

wilayah dan antar musim menuntut kecermatan dalam mengelola sistem

distribusi, sehingga pangan tersedia sepanjang waktu di seluruh wilayah. Kinerja

subsistem distribusi dipengaruhi oleh kondisi prasarana dan sarana, kelembagaan

dan peraturan perundangan.

Stabilitas pasokan dan harga merupakan indikator penting yang menunjukkan

kinerja subsistem distribusi. Harga yang terlalu berfluktuasi dapat merugikan

petani produsen, pengolah, pedagang hingga konsumen, sehingga berpotensi

menimbulkan keresahan sosial. Oleh sebab itu hampir semua negara melakukan

intervensi kebijakan untuk menjaga stabilitas harga pangan pokok yang

mempengaruhi kehidupan sebagian besar masyarakat. Kebijakan-kebijakan

subsidi domestik, subsidi ekspor dan kredit ekspor yang diterapkan oleh negara-

negara eksportir telah menyebabkan harga pangan global terdistorsi dan tidak

merefleksikan biaya produksi yang sebenarnya. Untuk melindungi produsen

dalam negeri dari persaingan yang tidak adil, diperlukan kebijakan proteksi

secara selektif dengan perhitungan yang cermat.

13

Page 15: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

Sistem distribusi yang efisien menjadi prasyarat untuk menjamin agar seluruh

rumah tangga dapat menjangkau kebutuhan pangannya dalam jumlah dan

kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Secara

aktual, terdapat berbagai permasalahan penting dalam mengembangkan distribusi

pangan. Prasarana distribusi darat dan antar pulau yang diperlukan untuk

menjangkau seluruh wilayah konsumen belum memadai sehingga terdapat

wilayah-wilayah yang mengalami masalah pasokan pangan pada waktu-waktu

tertentu. Hal ini tidak hanya menghambat aksebilitas masyarakat terhadap

pangan secara fisik, tetapi juga secara ekonomis karena kelangkaan pasokan

akan memicu kenaikan harga dan mengurangi daya beli masyarakat. Pemasaran

pangan biasanya melalui rantai perdagangan yang panjang. Masing-masing

pelaku pada rantai perdagangan tersebut mengambil keuntungan serta

memperhitungkan penyusutan, jasa pengangkutan, jasa penyimpanan, dan jasa

pelayanan sehingga perbedaan harga penjualan oleh produsen dan harga

pembelian oleh konsumen sangat besar.

Terkadang jumlah produksi bahan pangan mencukupi namun ketersediaannya

di pasar kurang bahkan bisa dikatakan sebagai barang langka akibat proses

pendistribusian bahan pangan yang buruk atau diakibatkan oleh penimbunan

bahan pangan yang dilakukan oleh oknum tertentu yang tidak bertanggungjawab

dalam penyelendupan daging sapi di Indonesia sehingga terjadilah ketimpangan

antara jumlah ketersediaan daging sapi dengan jumlah konsumsi penduduk

Indonesia berdasarkan pertimbangan tersebut tindakan impor daging sapi

dilakukan oleh pemerintah.

3.2.3 Sub Sistem Konsumsi

Sub sistem konsumsi dari daging sapi dapat dipengaruhi oleh:

a. Keamanan

Untuk keamanan sapi sendiri masih bisa dikatakan kurang aman. Dulu di

NTT khusunya daerah Sumba merupakan daerah dengan sapi yang paling

banyak diternakkan. Namun dengan seiringnya waktu sapi – sapi tersebut

sudah tidak sebanyak dulu. Itu dikarenakan adanya pihak – pihak yang tidak

bertanggung jawab seperti penduduk setempat yang mencuri sapi –sapi

tersebut untuk konsumsi pribadi. Masalahnya pencurian sapi di NTT sudah

masif, sistematis, dan terstruktur. Bahkan, sapi – sapi curian tersebut

diangkut menggunakan mobil ambulans.

14

Page 16: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

b. Kondisi masyarakat

Masyarakat Indonesia terutama di daerah Sumba, pada dasarnya

masyarakat di sana banyak sekali yang berternak sapi. Bahkan kalau di

daerah Sumba tersebut, sapi di jadikan mas kawin untuk melamar wanita. Di

Sumba, saat itu, sapi adalah lambang kekayaan, status sosial, dan taruhan

masa depan generasi penerus. Namun sekarang ini tidak seperti itu

kenyataannya, karena peternak sapi sudah tidak dilindungi lagi haknya

terhadap oknum pencurian sapi yang tidak bertanggungjawab.

15

Page 17: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kegiatan impor daging sapi di Indonesia di pengaruhi oleh ke empat sub sistem

yaitu sub sistem produksi, sub sistem distribusi, sub sistem konsumsi dan sub sistem

status gizi yang saling bersinergi dengan menganalisis data yang mendukung

berdasarkan Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya

Kelembagaan (SDK), dan Sumber Daya Tekknologi (SDT). Impor daging di Indonesia

terjadi karena dari segi jumlah atau kuantitas produksi yang terbatas karena di

Indonesia hanya bisa melakukan upaya penggemukan sapi saja terkendala dengan biaya

sedangkan pembenihan dilakukan oleh Australia dengan biaya yang ekonomis.

Sehingga selanjutnya akan berdampak pada sub sistem distribusi, konsumsi dan status

gizi masyarakat.

Oleh karena itu, terkait fenomena daging sapi yang masih impor dalam jumlah

ratusan ribu ton akan masih berlangsung lama. Itu disebabkan karena berdasarkan

analisis dari pendekatan sistem pangan dan gizi, yaitu subsistem produksi, subsistem

distribusi atau ketersediaan, subsistem konsumsi, dan subsistem status gizi di sektor

nasional bahwa masalah internal yang ada di negara Indonesia begitu kompleks dan

tersebar rata mulai dari sektor produksi, distribusi atau ketersediaan, hingga konsumsi.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa negara Indonesia masih akan melakukan impor

daging sapi pada beberapa tahun mendatang dan hal ini yang menjadi alasan target

swasembada daging sapi pada tahun 2010 dan 2014 oleh pemerintah tidak terpenuhi.

16

Page 18: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

4.2 Rekomendasi atau Solusi

Kami sebagai mahasiswa memandang masalah impor daging ini sebagai masalah

yang kompleks sehingga upaya yang dilakukan untuk mengatasinya juga harus dilihat

dari segi pendekatan sistem pangan dan gizi.

1. Bidang Produksi

a. Menjamin ketersediaan pakan hewan agar tidak terjadi status gizi yang

kurang pada hewan khususnya sapi sehingga keberlangsungan hidup

hewan dapat terjamin juga.

b. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Pertanian membuat

kebijakan tentang jumlah atau kuota terkait impor daging sapi

c. Pemerintah menunjuk beberapa daerah seperti NTT, Madura, NTB,

Sulawesi sebagai daerah sentra peternakan sapi karena daerah tersebut

memiliki potensi pakan ternak yang melimpah dan kawasan yang luas

untuk memelihara sapi.

2. Bidang Teknologi

a. Memperbaiki pembibitan dengan menggunakan inovasi teknologi dalam

memilih sapi pejantan yang berkualitas dari lokal Indonesia

3. Bidang Konsumsi

a. Pengalihan konsumsi sumber protein hewani dari daging sapi ke daging

ikan atau protein dari ternak unggas dengan tetap mempertahankan

kandungan protein guna pemenuhan status gizi.

4. Bidang Distribusi

a. Pembenahan pelabuhan bongkar muat agar kapal modern dapat

mendistribusikan secara merata di daerah-daerah Indonesia. Proses

pendistribusian bahan pangan diatur oleh satu badan pengelola yang diatur

dan dikuasai oleh pemerintah Indonesia atau dilakukan oleh lembaga atau

badan independen profesional yang berkompeten. Hal ini bukan hanya

untuk mengontrol harga bahan pangan di pasar, namun juga dapat untuk

menyelamatkan ketersediaan pangan di Indonesia karena secara tidak

langsung dapat menghindari proses distribusi yang buruk oleh pihak

swasta dan mencegah terjadinya penimbunan bahan pangan.

17

Page 19: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar

Jakarta

Badan Pusat Statistik. 2014. Data Produksi Daging Sapi di Indonesia. Jakarta

Baliwati, Yayuk Farida dkk. 2010. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta:

Penebar Swadaya.

Chairul Sandro Utama. 2011. Anemia pada Anak. Paper Presentasi pada Kegiatan

Sosialisasi dan Seminar tentang Anemia Gizi Besi pada Anak Usia Sekolah tanggal

28 Juni 2011 di Aula Pemda Kepahiang

Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Williams Obstetrics: Antepartum-

Prenatal Care. 23rd Ed. Amerika Serikat: McGraw Hill; 2010. p.259-66 Healthy

Eating During Pregnancy. Diunduh

dari http://www.nutritionaustralia.org/national/resource/healthy-eating-during-

pregnancy . Diakses 15 September 2013 .

Gary, Rahmat. 2012. Sistem Pangan Dan Gizi. Diambil

dari: http://rahmatumi.blogspot.co.id/2012/11/sistem-pangan-dan-gizi.html (26

September 2015)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia

Tahun 2011. Jakarta

Novianti, Ike. 2012. Makalah Kesehatan Masyarakat. Diambil dari: http://kesehatan-

masyarakatku.blogspot.co.id/p/makalah.html (26 September 2015)

18

Page 20: Tugas Ekologi Pangan Dan Gizi-2

Nunut, Discha. 2012. Literatur Subsistem Produksi. Diambil

dari: http://dischanunut.blogspot.co.id/2012/06/v-behaviorurldefaultvmlo_22.html 

(26 September 2015)

UNICEF, World Bank, USAID, GAIN, Micronutrient Initiative, Flour Fortification

Initiative (Global Report). 2009. Investing in the Future : A United Call to Action

on Vitaminand Mineral Deficiencies

UNICEF.2005. Child Survival Mortality Immunization Nutrition Water And Sanitation.

Edvance Humanity ; HEALTH

Wirakusumah S. 2009. Perencanaan Menu anemia Gizi Besi. Edisi 2. Jakarta: Trubus

Agriwidya

WHO. 2008. Worldwide Prevalence of Anaemia 1993-2005 : WHO Global Data Base

Anemia. Atlanta Georgia.

WHO. 2009. Global Prevalence of Vitamin A Deficiency in Population at risk 1995-2005

; WHO Global Database on Vitamin A Deficiency. Geneva

19