tugas blok 29

Upload: sherzalattha-kuchikielf

Post on 06-Mar-2016

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Enjoy it

TRANSCRIPT

TUGAS BLOK 29-EYE EMERGENCY

1. GLAUKOMA AKUT

Glaukoma akut merupakan presentasi klinis dari glaukoma sudut tertutup. Kondisi ini merupakan keadaan gawat darurat.1

Etiologi2Glaukoma sudut tertutup akut ditandai dengan tekanan intraokular (TIO) yang meningkat secara mendadak, dan terjadi pada usia lebih dari 40 tahun dengan sudut bilik mata sempit. Cairan mata (aqueous humor) yang berada di belakang iris tidak dapat mengalir melalui pupil sehingga mendorong iris ke depan, mencegah keluarnya cairan mata melalui sudut bilik mata (mekanisme blokade pupil).

Klasifikasi1Secara umum glaukoma sudut tertutup dapat dibagi menjadi: Tersangka sudut tertutup: pada pemeriksaan gonioskopi terlihat kontak iridotrabekular pada 3 kuadran atau lebih. Tekanan intraokular, lapang pandang, dan diskus optik normal. Sudut tertutup primer: pada pemeriksaan gonioskopi terlihat kontak iridotrabekular pada 3 kuadran atau lebih dengan peningkatan TIO dan/ sinekia posterior-anterior, diskus optik dan lapang pandang normal. Glaukoma sudut tertutup primer: pada pemeriksaan gonioskopi terlihat kontak iridotrabekular pada 3 kuadran atau lebih, peningkatan TIO dengan neuropati optik dan gangguan lapang pandang.

Riwayat Klinis1Pada glaukoma primer sudut tertutup akut terdapat nyeri pada mata yang mendapat serangan yang berlangsung beberapa jam dan hilang setelah tidur sebentar. Melihat pelangi (halo) sekitar lampu dan keadaan ini merupakan stadium prodromal.Terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah yang kadang-kadang mengaburkan gejala daripada serangan glaukoma akut.Serangan glaukoma akut yang terjadi secara tiba-tiba dengan rasa sakit hebat di mata dan di kepala, perasaan mual dengan muntah, bradikardia akibat refleks okulokardiak, mata menunjukkan tanda-tanda kongestif (peradangan) dengan kelopak mata bengkak, mata merah, tekanan bola mata sangat tinggi yang mengakibatkan pupil lebar, oval vertikal, tidak reaktif, kornea suram dan edem, iris sembab meradang, papil saraf optikal hiperemis, edem dan lapang pandangan menciut berat, Iris bengkak dengan atrofi dan sinekia posterior dan lensa menjadi keruh (katarak Vogt-katarak Pungtata disiminata subkapsular anterior).

Pemeriksaan MataPemeriksaan fisik mata lengkapPemeriksaan segmen anterior Palpebra: baik posisi, kulit, bulu mata, lacrimal/eversi punctum. Konjungtiva: tarsal dan bulbi. Kornea (jernih, edem, sikatriks, foreign body) Pupil: ukuran, bentuk, erosi, laserasi,arcus senilis(isokor) Refleks cahaya: langsung dan tidak langsung. Camera oculi anterior: dangkal atau dalam. Lensa: shadow test

Pemeriksaan visusPemeriksaan visus jarak jauh: meminta pasien duduk pada jarak 5 atau 6 meter dari Snellen chart, lalu meminta pasien untuk menutup sebelah mata dengan telapak tangan, pemeriksaan dimulai dari sebelah kanan, meminta pasien untuk melihat ke depan tanpa melirik, meminta pasien menyebutkan angka/huruf/symbol yang ditunjuk dari yang besar sampai yang terkecil, menyebutkan hasil pemeriksaan: normal (6/6 atau 20/20), bila visus pasien tidak normal maka dilakukan pinhole untuk melihat adanya perbaikan visus (kelainan pada media refraksi atau tidak (kelainan organik)), menyebutkan hasil pemeriksaan dengan pinhole. Pemeriksaan visus jarak jauh buruk. Pasien tidak dapat melihat Snellen chart (visus 6/60) atau tidak dapat melihat huruf terbesar di Snellen chart, maka minta pasien untuk duduk pada jarak 5 atau 6 meter dari Snellen chart, kemudian meminta pasien untuk menutup sebelah mata dengan telapak tangan, pemeriksaan dimulai dari mata kanan, minta pasien untuk melihat ke depan tanpa melihat. Finger counting test: meminta pasien menyebutkan jari yang ditunjuk pemeriksa dengan latar belakang putih (kertas, baju) dengan jarak 1 meter kemudian mundur 2-5 meter. Catat hasil pemeriksaan 1/60-5/60) Hand movement test: jika pasien tidak dapat melihat finger counting pada jarak 1 meter, periksalah hand movement dengan melambaikan tangan ke kiri ke kanan atau ke atas ke bawah dengan jarak 1 meter. Catat hasil pemeriksaan (visus 1/300). Light projection test: apabila tidak dapat melihat lambaian tangan, periksalah dengan memberikan sinar lampu (senter/penlight) dari superior, inferior, nasal dan temporal. Pasien diminta untuk menyebutkan arah sinar tersebut. Hasil pemeriksaan visus 1/~.

Biasanya pada glaukoma akut: didapatkan penurunan tajam penglihatan mendadak (biasanya visus /=40 tahun sebaiknya juga diperiksa visus jarak dekat dengan meminta pasien untuk menutup sebelah mata dengan telapak tangan. Pemeriksaan dimulai dari mata kanan, pasien diminta untuk membaca tulisan pada Jaeger Chart dengan jarak 33 cm, pemeriksa menilai hasil pembacaan pasien.

Diagnosis1Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik mata.

Diagnosis Banding1 Iritis akut: mengakibatkan fotofobia yang lebih nyata, tanpa peningkatan TIO, disertai kornea yang tidak edem. Konjungtivitis akut: nyeri tidak ada atau minimal, terjadi bilateral, terdapat sekret, dari mata dan konjungtiva yang meradang. TIO normal, refleks pupil normal, dan kornea jernih.

Tata laksanaTata laksana awal:1 Pasien diposisikan pada posisi supinasi untuk membiarkan lensa tertarik oleh gravitasi menuju posterior. Berikan asetazolamid 500 mg IV apabila TIO 50 mmHg atau oral (bukan kerja lambat) apabila TIO < 50 mmHg. Apabila diberikan IV, dapat ditambahkan dosis oral 500 mg.Alternarif obat hiperosmolar lain: mannitol 20 % 1-2 g/kgBB, gliserol oral 50% 1-1,5 g/kgBB (kontraindikasi: Diabetes Mellitus), atau isosorbid oral 1,5-2,5 g/kgBB. Berikan apraclonidine 1%, timolol 0,5%, prednisolon 1%, deksametason 0,1% pada mata yang mengalami serangan. Pilokarpin 2-4% satu tetes diberikan pada mata yang mengalami srangan, diulangi setelah setengah jam dan satu tetes pilokarpin 1% sebagai profilaksis pada mata kontralateral. Analgetik dan antiemetik

Tata laksana lanjutan1 Pilokarpin 2% 4 kali/hari pada mata yang mengalami serangan dan 1% 4 kali/hari pada mata kontralateral. Steroid topikal (prednisolone 1% atau deksametason 0,1%) 4 kali/hari apabila mata mengalami peradangan akut. Timolol 0,5% 2 kali/hari, apraclonidine 1% 3 kali/hari, dan/atau asetazolamid 250 mg 4 kali/hari mungkin dibutuhkan sesuai respons terapi.

Setelah terapi berhasil, kornea jernih kembali, bilik mata depan tenang, dan TIO normal, iridotomi bilateral dapat dikerjakan oleh dokter spesialis mata. Manajemen selanjutnya termasuk observasi, terapi untuk peningkatan TIO yang dapat dipertahankan, iridoplasti atau pilokarpin jangka panjang dosis rentah. Pertimbangkan operasi katarak dan trabekulektomi.1

2. ULKUS KORNEAUlkus kornea didefinisikan sebagai diskontinuitas jaringan kornea akibat terjadinya defek epitel.1

KlasifikasiBerdasarkan lokasinya, ulkus kornea dapat dibagi menjadi:1 SentralUlkus kornea sentral hampir selalu diakibatkan oleh infeksi. Lokasi lesi terletak di sentral, jauh dari limbus yang kaya akan pembuluh darah. Sikatriks yang terbentuk akibat ulkus kornea merupakan salah satu penyebab utama kebutaan dan penurunan penglihatan di berbagai belahan dunia. Marginal

EtiologiUlkus kornea dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus atau jamur.1

Riwayat klinis1 Mata merah berair, dan nyeri hebat Sensasi benda asing Terdapat sekret Kelopak mata bengkak Nyeri apabila melihat cahaya terang Terdapat infiltrate tergantung dari kedalaman lesi dan etiologi keratitis Gejala spesifik dapat menunjukkan etiologi dari agen spesifik

Diagnosis1Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik mata, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik mata dan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis adalah: Pemeriksaan tajam penglihatan dengan menggunakan snellen chart dan pinhole. Bisa menurun sesuai dengan lokasi ulkus dan perjalanan penyakit. Pemeriksaan TIO dengan tonometri non kontak atau dengan palpasi. Tonometri kontak merupakan kontraindikasi pada keadaan ini. Pemeriksaan slit lamp untuk melihat adanya hipopion, infiltrat, dan segmen anterior. Pemeriksaan sensibilitas kornea, fluorosens, dan tes fistula Penilaian tingkat keparahan ulkus; apakah sudah melewati 1/3 stroma anterior, nilai tanda-tanda endoftalmitis, nilai kemungkinan kejadian perforasi. Pemeriksaan oftalmoskop untuk menilai bagian posterior mata. Pemeriksaan gram, mikroskopis langsung dengan bantuan KOH 10%, dan biakan dengan specimen kerokan kornea.

Diagnosis BandingBakteriStreptococcus pneumoniaUlkus berwarna kelabu, berbatas tegas, dan menyebar menuju sentral. Ulkus pada lesi awal memberikan gambaran sembuh sementara batas yang lain menunjukkan lesi aktif. Sering ditemukan hipopion.

Pseudomonas aeruginosaLesi awal berwarna kelabu atau kekuningan, disertai nyeri hebat. Lesi menyebar ke segala arah. Lesi tumbuh cepat karena enzim proteolitik patogen, dan dapat mengakibatkan perforasi kornea serta infeksi intaokular berat. Eksudat berwarna hijau kebiruan.

Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Streptococcus alfa-hemolitikSeringkali ditemukan pada mata dengan terapi steroid topikal. Ulkus bersifat superfisial.

JamurUlkus indolen dengan infiltrat kelabu dan batas ireguler, memiliki lesi satelit, ulserasi superfisial, dan peradangan bola mata yang nyata.

VirusHerpes SimpleksSeringkali unilateral, diawali dengan iritasi, fotofobia, dan mata berair, Terkadang tidak terasa nyeri. Ulkus membentuk lesi dendritic meluas dengan batas yang seperti bulu disertai sensasi kornea yang menurun. Ulkus perifer dapat ditemui di kornea.

Varicella zosterLesi amorfik dengan pseudodendrit linear, opasitas stroma dan infiltrasi selular ringan. Penyakit stroma dapat mengakibatkan nekrosis dan vaskularisasi.

AcanthamoebaGejala awalnya adalah nyeri di luar proporsi dari temuan klinis, mata merah, dan fotofobia. Ciri khasnya adalah ulkus indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural.

EndoftalmitisEndoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata, akibat infeksi setelah tauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis.2 Berbentuk peradangan supuratif intraokular yang melibatkan segmen anterior dan posterior mata. Sering dihubungkan dengan infeksi bakteri atau jamur.1Enndoftalmitis adalah penurunan tajam penglihatan, mata merah, floaters, fotofobia, dan nyeri.1 Endoftalmitis karena jamur: biasanya masa inkubasi lambat kadang-kadang sampai 14 hari setelah infeksi dengan gejala mata merah dan sakit.2Peradangan yang disebabkan oleh bakteri akan memberikan gambaran klinis rasa sakit yang sangat, kelopak merah, dan bengkak, kelopak sukar dibuka, konjungtiva hemolitik dan merah, kornea keruh, bilik mata depan keruh, kadang-kadang disertai hipopion.2Pada kasus pasca operasi, problem yang serius adalah kehilangan penglihatan yang permanen. Gejala biasanya tidak terlalu menonjol, tergantung dari kapan terjadinya infeksi, dini (6 minggu atau kurang) atau lanjut (bulan atau tahunan) setelah operasi. Gejala pada stadium dini adalah penurunan penglihatan yang dramatis pada mata yang terlibat, sakit pada mata setelah operasi, mata merah dan pembengkakan kelopak. Gejala pada stadium lanjut biasnya lebih berat pada stadium dini. Seperti:penglihatan buram, penurunan sensitivitas terhadap cahaya (fotofobia) dan sakit yang berat pada mata.1.2Gejala pada endophthalmitis yang disebabkan trauma tembus biasanya lebih berat termasuk penurunan visus yang cepat, sakit mata yang lebih hebat, mata merah dan pembengkakan kelopak.Pada saat infeksi menyebar melalui aliran darah dan masuk ke dalam mata, gejalanya akan timbul perlahan-lahan/ bertahap dan lebih ringan. Sebagai contoh, pasien mungkin tidak akan mengeluh penglihatannya turun setelah 5 minggu, biasanya akan terlihat floaters berwarna hitam, semi transparan yang akan mengganggu penglihatan.1,2

Panoftalmitis2Panoftalmitis merupakan peradangan seluruh bola mata termasuk sclera dan kapsul tenon sehigga bola mata merupakan rongga abses. Infeksi ke dalam bola mata dapat melalui peredaran darah (endogen) atau perforasi bola mata (eksogen), dan akibat tukak kornea perforasi.Gejala: kemunduran tajam penghlihatan, disertai rasa sakit, mata menonjol, edem kelopak, konjungtiva kemotik, kornea keruh, bilik mata dengan hipopion, dan refleks putih di dalam fundus.

Uveitis2Uveitis dibagi menjadi anterior dan posterior. Uveitis anterior adalah peradangan mengenai iris dan jaringan badan siliar (iridosiklitis) biasanya unilateral dengan onset akut.Penyebab uveitis anterior akut dibedakan dalam bentuk nongranulomatosa dan granulomatosa akut-kronis.Nongranulomatosa akut memiliki gejala: ada rasa nyeri, fotofobia, penglihatan buram keratik presipitat kecil, pupil mengecil, sering terjadi kekambuhan.Granulomatosa akut: tidak nyeri, fotofobia ringan, buram, keratik presipitat besar (mutton fat) benjolan Koeppe (penimbunan sel pada tepi pupil atau benjolan Busacca (penimbunan sel pada permukaan iris.Uveitis terjadi mendadak atau akut berupa mata merah, dan sakit, Ataupun datan perlahan dengan mata merah dan sakit ringan dengan penglihatan turun perlahan-lahan. Uveitis anterior akut memiliki gejala: mata sakit, merah, fotofobia, penglihatan turun ringan dengan mata berair.Uveitis posterior/koroiditis memiliki gejala: penglihatan buram terutama bila mengenai daerah sentral makula, bintik terbang (floater), vitreous keruh, mata jarang menjadi merah, tidak sakit, tidak fotofobia, infiltrat dalam retina dan koroid, edem papil, perdarahan papil, perdarahan retina, dan vascular sheathing.

Tata laksana1Tata laksana terbaik sesuai dengan etiologinya. Terapi pertama kali berdasarkan pada hasil pemeriksaan gram dan KOH 10%. Hasil kultur digunakan sebagai dasar terapi selanjutnya.

Terapi antibiotik lokal: Terapi empirik: fluorokuinolon (0,3%). Kokus gram positif: cefuroksim (0,3%), vankomisin (5%). Batang gram negatif: gentamisin (1,5%), fluorokuinolon (0,3%), atau seftazidim (5%). Kokus gram negatif: fluorokuinolon (0,3%), seftriakson (5%). Mycobacterium: amikasin (2%), klaritromisin (1%), atau trimetroprim-sulfametoksazol (1,6%;8%).

Terapi antifungi lokal: Candida: amfoterisin B 0,15%, natamisin 5%, atau fluconazole 2%. Kapang: natamisin 5%, amfoterisin B 0,15%, atau miconazole 1%.

Terapi antiviral lokal: Herpes simpleks: salep asiklovir 3%. Varicella zoster: asiklovir oral 800 mg/hari selama 7-10 hari.

Ulkus Kornea Marginalis1Kondisi ini diakibatkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap eksotoksin stafilokokus dan protein dinding sel disertai dengan endapan kompleks imun kornea perifer. Kondisi ini seringkali tidak berbahaya namun sangat nyeri.

Manifestasi klinis1Gejala: sensasi benda asing, lakrimasi, nyeri dan fotofobia.Tanda: Sering ditemukan blefaritis kronis marginal. Berawal sebagai infiltrat linear atau oval marginal subepitel yang terpisah dari limbus oleh zona yang jernih (disebut lucid interval) Defek epitel lebih kecil daripada infiltrat. Penyebaran sirkumferensial dan saling bersatu.

Diagnosis1Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan tajam penglihatan dengan Snellen chart dan pinhole. Pemeriksaan TIO dengan cara non-kontak. Pemeriksaan dengan slit lamp. Pemeriksaan sensibilitas kornea dan fluorosens.

Pemeriksaan Penunjang1Perlu dicari kelainan kulit, kardiovaskular, dan sistem pernapasan. Pemeriksaan laboratorium: darah perifer lengkap, hitung jenis, tes fungsi hati, uji fungsi ginjal, uji ANA, anti dsDNA, faktor rheumatoid.

Diagnosis ulkus kornea marginalis harus ditegakkan lebih dahulu sebelum dimulai terapi kortikosteroid topikal.1Diagnosis banding penyakit ini adalah keratitis herpes simpleks, peripheral ulceratif keratitis (PUK), dan ulkus Mooren. PUK seringkali berhubungan dengan penyakit sistemik lainnya. Herpes simpleks mengakibatkan ulkus indolen, sementara ulkus marginalis tidak.3. ENDOFTALMITIS

Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata, akibat infeksi setelah tauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis.2 Berbentuk peradangan supuratif intraokular yang melibatkan segmen anterior dan posterior mata. Sering dihubungkan dengan infeksi bakteri atau jamur.1

Penyebab endoftalmitis supuratif adalah kuman dan jamur yang masuk bersama trauma tembus (eksogen) atau sistemik melalui peredaran darah (endogen).1

Etiologi1Berdasarkan etiologinya, endoftalmitis terbagi menjadi pasca operasi, pasca trauma, dan endogen.Pasca operasi dibagi menjadi akut (dalam 6 minggu pasca operasi), dan kronis (di atas 6 minggu pasca operasi).Endoftalmitis akut pasca operasi: Staphylococcus aureus koagulase negatif, Streptococcus sp., dan bakteri gram negatif.Endoftalmitis kronis pasca operasi: Propionibacterium aknes, Staphylococcus koagulase negatif dan jamur.Endoftalmitis endogen: bakteri gram: Streptococcus sp., Staphylococcus aureus, dan Bacillus sp.Bakteri gram negatif: Neisseria meningitidis.

Gejala klinisGejala endoftalmitis adalah penurunan tajam penglihatan, mata merah, floaters, fotofobia, dan nyeri.1 Endoftalmitis karena jamur: biasanya masa inkubasi lambat kadang-kadang sampai 14 hari setelah infeksi dengan gejala mata merah dan sakit.2Peradangan yang disebabkan oleh bakteri akan memberikan gambaran klinis rasa sakit yang sangat, kelopak merah, dan bengkak, kelopak sukar dibuka, konjungtiva hemolitik dan merah, kornea keruh, bilik mata depan keruh, kadang-kadang disertai hipopion.2Pada kasus pasca operasi, problem yang serius adalah kehilangan penglihatan yang permanen. Gejala biasanya tidak terlalu menonjol, tergantung dari kapan terjadinya infeksi, dini (6 minggu atau kurang) atau lanjut (bulan atau tahunan) setelah operasi. Gejala pada stadium dini adalah penurunan penglihatan yang dramatis pada mata yang terlibat, sakit pada mata setelah operasi, mata merah dan pembengkakan kelopak. Gejala pada stadium lanjut biasanya lebih berat pada stadium dini. Seperti:penglihatan buram, penurunan sensitivitas terhadap cahaya (fotofobia) dan sakit yang berat pada mata.1Gejala pada endoftalmitis yang disebabkan trauma tembus biasanya lebih berat termasuk penurunan visus yang cepat, sakit mata yang lebih hebat, mata merah dan pembengkakan kelopak.Pada saat infeksi menyebar melalui aliran darah dan masuk ke dalam mata, gejalanya akan timbul perlahan-lahan/bertahap dan lebih ringan. Sebagai contoh, pasien mungkin tidak akan mengeluh penglihatannya turun setelah 5 minggu, biasanya akan terlihat floaters berwarna hitam, semi transparan yang akan mengganggu penglihatan.2

Pada pemeriksaan mataPemeriksaan segmen anterior: ditemukan pembengkakan dan spasme kelopak mata, konjungtiva hiperemis (injeksi konjungtiva dan silier), khemosis, dan edem kornea, bilik mata depan: sel (+), flare (+), fibrin dan hipopion. Pada segmen posterior dapat ditemukan: tanda dini berupa Roths spot (bercak bulat, putih pada retina yang dikelilingi perdarahan), papilitis, vitreal mass dan debris, vitreitis.1

Diagnosis1AnamnesisRiwayat operasi, dan trauma sebelumnya serta sistemik yang mendasari.Pemeriksaan fisik mata Pemeriksaan segmen anterior dan posterior.Pemeriksaan penunjangPemeriksaan yang penting adalah biakan kuman dari vitreus dan/atau aqueous humor untuk mencari etiologi infeksi dan sebagai panduan tata laksana antimikroba yang tepat.

Diagnosis bandingUlkus kornealihat keterangan sebelumnya.Panoftalmitislihat keterangan sebelumnya.Uveitislihat keterangan sebelumnya.

Tata laksana3Endoftalmitis akibat pasca operasi Pars plana vitrektomi atau aspirasi vitreous mungkin akan dianjurkan oleh ophthalmogolist yang diikuti dengan injeksi antibiotik intravitreal (misalnya :vankomisin, amikasin, ceftazidine). Dipertimbangkan antibotik sistemik atau steroid intravitreal. Pasien dengan endoftalmitis pasca operasi mungkin tidak dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit. Tetapi keputusan tersebut sangat tergantung dari ophthalmologist.

Endoftalmitis akibat trauma3 Sarankan pasien untuk dirawat di rumah sakit Tangani ruptur bola mata (bila ada). Antibiotik sistemik termasuk vankomisin, aminoglikosida atau cefalosporin generasi ke-3, pertimbangkan klindamisin bila ditemukan Bacillus spasies. Antibotik topikal. Antibiotik intravitreal mungkin diperlukan. Pertimbangkan pars plana vitrektomi. Imunisasi tetanus bila sebelumnya belum pernah diimunisasi. Siklopegik mungkin diperlukan.

Endoftalmitis akibat bakteri endogen3 Sarankan pasien untuk dirawat di rumah sakit. Antibiotik spektrum luas intravena termasuk vankomisin, aminoglikosida, atau sefalosporin generasi ke-3. pertimbangkan penggunaan clindamycin secara intravena jika ditemukan infeksi Bacillus spesies. Antibiotik periokular. Antibiotik intravitreal. Siklopegik (misalnya: atropin). Steroid topikal mungkin dapat diberikan. Atau pemberian steroid injeksi langsung ke mata untuk mengurangi inflamasi dan mempercepat penyembuhan.

Vitrektomi mungkin diperlukan pada organisme yang virulen, atau pada infeksi yang parah.

4. TRAUMA TEMBUS BOLA MATA

Trauma tembus menyebabkan gangguan pada lapisan mata terluar tanpa menganggu kontinuitas anatomi keseluruhan mata, tidak sampai terjadi prolapsus dari isi bola mata. Namun demikian trauma ini menjadi hal yang sangat serius dan mengancam fungsi penglihatan yang memakan waktu serta biaya yang mahal dan prognosis kebanyakan kasus adalah buruk.2Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja. Bila robekan konjungtiva ini atau tidak melebihi 1 cm, maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila robekan konjungtiva lebih dari 1 cm diperlukan penjahitan untuk mencegah terjadinya granuloma. Pada setiap robekan konjungtiva perlu diperhatikan terdapatnya robekan sklera bersama-sama dengan robekan konjungtiva tersebut.2Bila trauma disebabkan oleh benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata maka akan terlihat tanda-tanda klinis bola mata tembus.

Tanda klinis bola mata tembus:2 Tajam penglihatan yang menurun. Tekanan bola mata rendah. Pada pemeriksaan fisik mata segmen anterior bilik mata dangkal, letak dan bentuk pupil berubah, terlihat adanya ruptur pada kornea atau sklera. Terdapat jaringan yang prolapse seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca atau retina. Konjungtiva kemotis.

Pemeriksaan fisikPemeriksaan segmen anterior, posterior.Pemeriksan visusPemeriksaan tekanan bola mata

DiagnosisUntuk mendiagnosis suatu trauma tembus pada mata dapat dilakukan tahapan sebagai berikut, dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.4

Anamnesis4Diagnosis dari trauma mungkin dapat terlihat nyata secara klinis dari pemeriksaan fisik mata yang biasa dilakukan, akan tetapi tetap diperlukan anamnesis untuk mencari tahu riwayat berhubungan dengan kejadian trauma tersebut untuk mengetahui predisposisi bagaimana terjadinya penetrasi pada mata. Faktor yang perlu ditanyakan seputar objek yang menembus mata antara lain, materi logam, proyektil berkecepatan tinggi, tubrukan berenergi tinggi pada bola mata, benda tajam, serta rendahnya proteksi pada mata.

Pemeriksaan fisik4Pemeriksaan umum mata: sesegera mungkin, pemeriksa dapat menentukan akuisi visual, yang menjadi prediktor reliabel untuk visual akhir pada mata yang mengalami trauma dan melakukan pemeriksaan pada pupil untuk mendeteksi adanya defek pada pupil aferen.Pemeriksaan akuisi visual dan pupil dilakukan pada kedua mata. Secara khusus akuisi visual awal (kurang dari 20/200), adanya hifema, serta pupil dan uvea yang abnormal adalah indikator dari trauma tembus pada mata yang harus sesegera mungkin mendapat penanganan dan respon yang cepat oleh tenaga medis.

Pemeriksaan penunjang4CT scan, Plain-film x-rays ,CBC, differential, platelets ,electrolytes, blood urea nitrogen, creatinine, test for HIV estetue, hepatitis, MRI (especially in cases of suspected organic foreign objects in the eye or or bit; this should never be used if a metallic foreign object is suspected), prothrombin time, partial thromboplastin time, bleeding time.

Diagnosis BandingTrauma tumpul1,2Trauma yang diakibatkan oleh benda tumpul dapat mengakibatkan:1. Hematoma palpebral: sering diakibatkan oleh tinjuan atau benturan benda tumpul. Perlu diteliti apakah melibatkan bagian mata yang lebih dalam atau tidak. Hematom hanya terbentuk segera setelah terjadinya trauma. Sebagai terapi dapat segera diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan serta menghilangkan rasa sakit. Apabila dalam 24 jam perdarahan tidak berkurang dan terdapat gambaran brill hematom (darah masuk ke rongga orbita hingga melewati batas septum orbita kelopak mata), maka perlu dicurigai pecah arteri oftalmika yang diakibatkan oleh fraktur basis kranii.2. Edem konjungtiva.Gejala palpebra tidak bisa menutup jika sudah terjadi kemotik konjungtiva.3. Perdarahan subkonjungtiva.4. Edem kornea: terjadi akibat trauma tumpul dengan intensitas keras, menyebabkan edem kornea hingga ruptur membran descement. Penglihatan akan menjadi kabur, rasa sakit, silau dan terlihatnya pelangi di sekitar sumber cahaya yang dilihat.5. Dislokasi lensa: dalam bentuk subluksasi lensa (putusnya zonula zinii sebagian yang terjadi spontan pasca trauma, gambaran iridodenesis, dan miopi) dengan gejala penglihatan berkurang, dan luksasi lensa (putusnya seluruh zonula zinii yang dibagi menjadi luksasi lensa ke anterior; gejala: penglihatan turun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme dan posterior; gejala: mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangnya).6. Iridoplegia: Kelumpuhan otot sfingter pupil sehingga didapatkan pupil midriasis.Pasien akan mengeluh susah untuk melihat dekat (gangguan akomodasi), silau. Ini berlangsung 2-3 minggu setelah trauma tumpul terjadi.7. Iridosiklitis: pada trauma tumpul yang terjadi melibatkan reaksi jaringan uvea. Tajam penglihatan menurun disertai mata merah (akibat adanya sel-sel radang pada bilik mata depan).8. Hifema: darah yang terdapat dalam bilik mata depan yang diakibatkan robeknya pembuluh darah iris atau badan siliar. Trauma ini selalu dikaitkan trauma akibat bola tenis. Pasien akan mengeluh sakit, epifora, dan blefarospasme. Pasien sebaiknya dirawat karena dapat timbul perdarahan ulang alam 5 hari pasca trauma. Pengobatan dengan melakukan elevasi kepala 30o, siklopegik, atau midriatikum untuk mengurangi nyeri dan risiko terjadinya sinekia posterior, kortikosteroid topikal, terapi anti fibrinolitik oral (asam traneksamat), dan anti koagulan. Biasanya hifema akan hilang sempurna tetapi dapat pula dilakukan pembedahan untuk mengeluarkan darah atau nanah dari bilik mata depan (parasentensis). Apabila terjadi hifema spontan maka dipikirkan penyakit penyerta seperti leukemia dan retinoblastoma.

Trauma pada bola mata menurut Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT)1TerminologiDefinisiDeskripsi

Dinding bola mataSklera dan kornea

Trauma tertutup bola mataTidak didapatkan luka full thickness dari dinding bola mata

Trauma terbuka bola mataDidapatkan luka full thickness dari dinding bola mata

KontusioTidak terdapat luka dinding bola mata

Laserasi lamellarLuka partial thickness dari dinding bola mata

RupturLuka full thickness dari dinding bola mata akibat benda tumpul yang ukurannya besarAkibat peningkatan TIO yang cepat mengakibatkan dinding bola mata rupture pada titik-titik terlemah

LaserasiLuka full thickness dari bola mata yang disebabkan benda tajamLuka diakibatkan oleh mekanisme outside in mechanism sering ditemukan prolaps jaringan

Penetrating injuryDidapatkan luka masukJika didapatkan lebih dari satu luka, masing-masing disebabkan oleh benda yang berbeda

Perforating injuryDidapatkan luka masuk dan luka keluarKedua luka ditimbulkan oleh sebab yang sama

Tata laksana1,2Bila terlihat salah satu tanda di atas atau dicurigai adanya perforasi bola mata maka secepatnya diberikan antibiotik topikal dan mata ditutup segera dikirim ke dokter mata untuk dilakukan pembedahan.Pada pasien dengan dengan luka tembus bola mata selamanya diberikan antibiotika sistemik atau intravena dan pasien dipuasakan untuk tindakan pembedahan. Pasien juga diberikan anti tetanus profilaksis, analgetika, dan kalau perlu penenang. Sebelum dirujuk mata tidak diberi salep, karena salep dapat masuk ke dalam mata. Pasien tidak boleh diberi steroid lokal, dan beban yang diberikan pada mata tidak menekan bola mata.Pada setiap terlihat kemungkinan trauma perforasi sebaiknya dipastikan apakah ada benda asing yang masuk ke dalam mata dengan membuat foto.

5. TRAUMA KIMIA (ASAM DAN BASA)

Trauma yang diakibatkan oleh bahan kimia dapat menyebabkan kelainan pada mata. Terutama bahan kimia yang berbahaya yang biasa terdapat pada kehidupan sehari-hari. Pengaruh bahan kimia sangat bergantung pada pH, kecepatan dan jumlah bahan kimia yang mengenai mata.2

Trauma basa biasanya disebabkan oleh cairan pembersih rumah, KOH, magnesium hidroksida, dan kapur.Sedangkan trauma asam biasanya disebabkan karena sulfur, hydrofluoric acetic (CH3COOH), krom (Cr2O3),dan HCl.1

Terdapat derajat klasifikasi trauma kimia mata1Derajat 1: defek epitel kornea tanpa iskemi limbusDerajat 2: defek epitel kornea dengan kekeruhan trauma dan iskemik kurang dari 1/3 limbus.Derajat 3: defek epitel kornea total dan kekeruhan stroma dan iskemi yang melibatkan 1/3-1/2 limbus.Derajat 4: kekeruhan kornea total iskemi 1/2 limbus.

Bahan basa menyebabkan kerusakan kolagen dan terjadi proses saponifikasi atau persabunan yang disertai dengan hidrasi. Bahan basa dapat menembus kornea, bilik mata depan dalam waktu 7 detik dan sampai pada jaringan retina. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran kolagen kornea. Bahan kimia alkali bersifat koagulasi sel. Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan bola mata. Ion hidroksil membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam lemak, sedangkan kation berinteraksi dengan kolagen stroma dan glikosaminoglikan. Jaringan yang rusak ini menstimulasi respon inflamasi, yang merangsang pelepasan enzim proteolitik, sehingga memperberat kerusakan jaringan. Terbentuknya kolagenase akan menambah kerusakan kolagen kornea.Hidrasi kolagen menyebabkan distorsi dan pemendekan fibril sehingga terjadi perubahan pada jalinan trabekulum yang selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Mediator inflamasi yang dikeluarkan pada proses ini merangsang pelepasan prostaglandin yang juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat gawat pada mata. 1,2,5

Menurut klasifikasi Troft maka trauma basa dibagi menjadi:1,2,5Derajat 1: hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata.Derajat 2: hiperemi konjungtiva disertai dengan hilangnya epitel kornea.Derajat 3: hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea.Derajat 4: konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.

Sedangkan pada bahan asam langsung terjadi pengendapan dan penggumpalan protein permukaan yang sangat mempengaruhi prognosis. Biasanya akan terjadi kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Prosesnya adalah asam akan terdisosiasi menjadi ion-ion Hidrogen dan anion di kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan bola mata dengan merubah pH, sedangkan anion menyebabkan denaturasi, presipitasi dan koagulasi protein pada epitel-epitel kornea yang terpajan. Presipitasi dan koagulasi permukaan bola mata disebut nekrosis koagulatif. Koagulasi protein mencegah terjadinya penetrasi asam lebih dalam,sehingga bila konsentrasi tidak tinggi tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali.5Asam hidrofluorat adalah pengecualian dalam kasus trauma akibat asam. Asam hidrofluorat adalah asam lemah yang dapat melewati membran sel dengan cepat, dalam keadaan tetap tidak terionisasi, sementara ion fluoride berpenetrasi lebih baik ke stroma dibanding asam lainnya sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih parah di segmen anterior. Karena itu asam hidrofluorat bekerja seperti basa, menyebabkan nekrosis liquefactive. Ion fluoride yang dilepaskan ke dalam sel dapat menginhibisi enzim glikolitik dan dapat bergabung dengan kalsium dan magnesium, membentuk kompleks tidak larut. Nyeri lokal yang hebat diduga sebagai akibat dari kegagalan imobilisasi kalsium, yang kemudian mendorong stimulasi saraf oleh perpindahan potassium.5Komplikasi paling serius dari trauma asam adalah jaringan parut konjungtiva dan kornea, vaskularisasi kornea, glaukoma dan uveitis.Biasanya trauma akibat asam akan normal kembali, sehingga tajam penglihatan tidak banyak terganggu.2Diagnosis dan gejala klinisDiagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada anamnesis dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri dengan derajat yang bervariasi, fotofobia, penurunan penglihatan serta adanya halo di sekitar cahaya. Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan cairan atau gas kimia pada mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah terpajan, rasa mengganjal di mata, pandangan kabur, fotofobia, mata merah dan rasa terbakar. Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol bahan kimia, hal ini dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang mengenai mata. Waktu dan durasi dari pajanan, gejala yang timbul segera setelah pajanan, serta penatalaksanaan yang telah diberikan di tempat kejadian juga merupakan anamnesis yang dapat membantu dalam diagnosis.2

Pemeriksaan fisik5,6Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi yang banyak pada mata yang terkena dan pH mata telah netral. Setelah dilakukan irigasi, dilakukan pemeriksaan dengan seksama terutama melihat kejernihan dan integritas kornea, iskemia limbus dan tekanan intraokular. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemberian anestesi topikal. Tanda-tanda yang dapat ditemui pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi adala : Defek epitel kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan seluruh epitel. Kerusakan semua epitel kornea dapat tidak meng-uptake fluoresin secepat abrasi kornea sehingga dapat tidak teridentifikasi. Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai opasifikasi total sehingga menutupi gambaran bilik mata depan. Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang penyembuhannya tidak baik. Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini biasa terjadi pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih dalam. Peningkatan tekanan intraokular Kerusakan/jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini menyebabkan kesulitan menutup mata sehingga meng-exspose permukaan bola yang telah terkena trauma. Inflamasi konjungtiva. Iskemia perilimbus Penurunan tajam penglihatan. Terjadi karena kerusakan epitel, kekeruhan kornea, banyaknya air mata.Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat ditemukan berupa kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada kulit sekitar, serta adanya sel dan flare pada bilik mata depan. Pada kornea dapat ditemukan keratitis punktata sampai erosi epitel kornea dengan kekeruhan pada stroma. Sedangkan pada derajat berat mata tidak merah, melainkan putih karena terjadinya iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Kemosis lebih jelas, dengan derajat luka bakar yang lebih berat pada kulit sekitar mata, serta opasitas pada kornea.5

Jadi diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan fisik.

KomplikasiDapat menyebabkan glaukoma sekunder, simblefaron, dan katarak.1

Tata laksanaPenatalaksanaan awal adalah irigasi secepatnya dengan air mengalir atau cairan isotonik (normal saline atau ringer laktat) dianjurkan selama 15-30 menit sebelumnya, kemudian diberikan anestesi topikal. Dilakukan pengecekan pH berulang sampai pH mencapai 7,3-7,7. Perlu dilakukan eversi palpebra dan irigasi bagian forniks untuk membersihkan benda asing dan jaringan nekrotik.1Pemberian steroid topikal, anti glaukoma dan sikoplegik diindikasikan untuk 2 minggu pertama namun setelahnya steroid harus dihindari karena dapat menghambat reepitelisasi.1

Terapi medikamentosa pada trauma kimia1ObatDosis

Kortikosteroid topikalTiap 1-4 jam

Sodium askorbat topikalTiap 2-4 jam

Sodium sitrat 10% topikal Tiap 2-4 jam

Tetrasiklin topikal4x sehari

Sodium askorbat 2 g2x sehari P.OS

Doksisiklin 100 mg2x sehari P.OS

Terapi glaukomaJika diperlukan

sikloplegikJika diperlukan

6. HIFEMA

Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.2

Klasifikasi7,8Klasifikasi hifema dibedakan berdasarkan kepada onset perdarahannya, darah yang terlihat, serta pengisian darah pada bilik mata depan. Berdasarkan onset perdarahan, hifema diklasifikasikan menjadi: Hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata. Hifema sekunder terjadi 2-5 hari setelah trauma pada mata.

Sementara itu, berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi : Makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang. Mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop.

Dan apabila dibagi berdasarkan pemenuhan darah di bilik mata depan, hifema dibagi menjadi: Grade 1, darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan, insidensi kasusnya 58%. Grade 2, darah mengisi 1/3 bilik mata depan, dengan insidensi kasus 20%. Grade 3, darah mengisi kurang dari seluruh bilik mata depan, insidensi kasusnya 14%. Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, dikenal dengan total hyphema,blackball atau 8-ball hyphema, insidensi kasusnya 8%.

Umumnya grading inilah yang dijadikan salah satu patokan dalam menentukan tatalaksana hifema. Pada sekitar 50% kasus, hifema masih berbentuk cairan sehingga membentuk air fluid level, sementara 40% kasus membentuk clot dan menempel pada iris. Sisa 10% dari kasus hifema membentuk clot berwarna gelap dan kontak dengan endotelium.Prognosis dari bentuk hifema yang ketiga cenderung lebih buruk dibandingkan yang lainnya.

Gejala klinis: pasien akan mengeluh sakit disertai epifora dan blefarospasme. Ketajaman penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.2Gejala penyerta lain yang dapat muncul pada hifema adalah kemunculan perdarahan sekunder. Perdarahan sekunder mungkin disebabkan oleh lisis dan retraksi bekuan dan fibrin, yang berfungsi sebagai penyumbat pembuluh darah yang mengalami ruptur di awal trauma. Perdarahan sekunder ini dapatmemicu oleh peningkatan TIO dan pewarnaan kornea. Perdarahan sekunder terjadi pada 25% dari seluruh pasien hifema, dengan insiden terjadinya perdarahan sekunder yang lebih tinggi pada hifema grade 3 dan 4.7Menurut suatu studi, peningkatan tekanan intraokular (TIO) lebih dari 21 mmHg terjadi pada 32% pasien dengan hifema.Tekanan yang tinggi ini juga memiliki keterkaitan dengan grade hifema yang tinggi (3 atau 4). Pasien yang sebelumnya sudah memiliki faktor predisposisi glaukoma akan semakin mudah mengalami glaukoma.8

DiagnosisDiagnosis ditegakkan melalui anamnesis, dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

Anamnesis7,8Pasien hifema umumnya akan datang dengan keluhan perdarahan atau adanya darah pada bagian tengah mata. Keluhan tersebut dapat disertai dengan nyeri pada mata, gangguan penglihatan,dan sensitif terhadap cahaya. Bila terdapat riwayat trauma, perlu ditanyakan mekanisme kejadian, jenis objek yang mengenai mata, arah terjadinya benturan, dan penggunaan pelindung mata saat kejadian. Riwayat penyakit mata perlu ditanyakan, terutama mengenai penyakit yang memengaruhi tekanan intraokuler. Riwayat indakan embedahan atau laser pada mata juga harus ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan hifema operatif. Riwayat penyakit lain seperti diabetes, hemoglobinopati, atau sickle cell disease juga perlu untuk ditanyakan untuk menentukan etiologi dan tatalaksana.Pemeriksaan fisis dan pemeriksaan oftamologis7,8Pemeriksaan oftamologis dilakukan secara menyeluruh, meliputi pemeriksaan visus, lapang pandang, gerakan bola mata, mata bagian anterior dan posterior,serta TIO. Pemeriksaan dengan gonioskopi tidak dianjurkan karena meningkatkan risiko perdarahan ulang. Pemeriksaan pada mata bagian anterior diharapkan bisa memberikan assesment mengenai grading hifema.Pemeriksaan penunjang7,9Pemeriksaan penunjang dilakukan lebih untuk menemukan etiologi atau menyingkirkan diagnosis banding. Yang akan dinilai meliputi kondisi mata bagian posterior, adneksamata, dan orbita. Pemeriksaan yang umum dilakukan berupa ultrasonografi (USG) mata atau CT-scan untuk melihat adanya tumor intraokuler. Dapat juga dilakukan angiografi pada iris untuk melihat adanya neovaskularisasi meskipun sangat jarang dilakukan. Pemeriksaan laboratorium jarang dilakukan, kecuali pemeriksaan darah untuk melihat adanyasickle cell disease.Diagnosis banding7Trauma tumpul lain lihatSelain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma).

Tata laksanaHifema biasanya akan mengalami penyerapan secara spontan. Umumnya hal ini terjadi setelah 5-7 hari dari awal trauma. Oleh karena itu, tatalaksana hifema pada awal lebih menitikberatkan kepada elevasi kepala, monitoring peningkatan TIO serta adanya perdarahan sekunder. Dibawah akan dijelaskan secara lebih lanjut mengenai hal tersebut.Terapi Medikamentosa8,10 Pasien dengan hifema yang tampak mengisi lebih dari 5% bilik mata depan sebaiknya diistirahatkan. Pemberian steroid tetes harus segera dimulai. Aspirin dan antiinflamasi nonsteroid harus dihindari. Dilatasi pupil dapat meningkatkan risiko perdarahan kembali sehingga mungkin ditunda sampai hifema reda dengan penyerapan spontan. Oleh karena itu, pemeriksaan dini untuk mencari kerusakan segmen posterior mungkin memerlukan pemeriksaan ultrasonografi. Mata sebaiknya diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak darah di kornea akibat pigmen besi. Perdarahan ulang terjadi pada 16-20% kasus dalam 2-3 hari. Komplikasi ini memiliki risiko tinggi menimbulkan glaukoma dan pewarnaan kornea. Kortikosteroid topikal untuk mengurangi inflamasi dan mencegah iritis/iridosiklitis. Agen antifibrinolitik seperti asam aminokaproat topikal dan/atau oral serta asam traneksamat oral untuk mengurangi risiko perdarahan ulang. Dosis untuk asam aminokaproat adalah 100 mg/kgBB setiap 4 jam, maksimal 30 gram/hari selama 5 hari. Dosis untuk asam traneksamat adalah 25 mg/kgBB, 3 kali sehari selama 6 hari. Kontraindikasi pada gangguan clotting intravaskuler dan kehamilan. Tissue plasminogen activator untuk fibrinolisis clotting yang stagnan. Dosis tPA adalah 10 mikrogram, diberikan injeksi intracamera. Terapi antiglaukoma jika dibutuhkan, seperti dengan pemberian asetazolamid atau beta-blocker seperti timolol. Tatalaksana glaukoma meliputi terapi topikal dengan penyekat- (mis, timolol 0,25% 2 kali sehari), analog prostaglandin (mis, latanoprost 0,005% malam hari), dorzolamide 2% dua atau tiga kali sehari, atau apraclonidine 0,5% tiga kali sehari. Terapi oral dengan acetazolamide 250 mg per oral empat kali sehari, dan obat hiperosmotik (manitol, gliserol, dan sorbitol) dapat pula digunakan bila terapi topikal tidak efektif. Bedah drainase glaukoma mungkin diperlukan pada kasus-kasus yang sangat berat.

Terapi non medikamentosa8,10Selain dari elevasi kepala 30-45o untuk membantu proses penyerapan darah, sesungguhnya secara umum bed rest, rawat inap, dan patching tidak perlu dilakukan. Namun jika hifema terjadi pada pasien yang tidak kooperatif, pada penderita sickle cell disease, atau terjadi perdarahan ulang, terapi-terapi nonmedikamentosa di atas perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi berikut. Monitoring TIO, pewarnaan kornea, dan perdarahan sekunder perlu dilakukan secara berkala untuk mengetahui kemunculan komplikasi dan pemberian penatalaksanaan sesuai.

Tatalaksana operatif8,10Indikasi untuk melakukan operasi pada pasien hifema adalah: Absorpsi darah secara spontan terlalu lambat. Terdapat kelainan penggumpalan darah yang dapat menjadi resiko perdarahan sekunder, seperti hemoglobinopati atau sickle cell disease. Peningkatan TIO tidak bisa diatasi dengan obat-obatan (>35 mmHg selama 7 hari atau >50 mmHg selama 5 hari) dan adanya kemungkinan corneal blood staining.

Jika pasien mengidap hemoglobulinopati, besar kemungkinan terjadi atrofi optik glaukomatosa dan pengeluaran bekuan darah secara bedah harus dipertimbangkan lebih dari awal. Instrumen-instrumen vitrektomi digunakan untuk mengeluarkan bekuan di sentral dan membilas (levage) bilik mata depan. Dimasukkan alat irigasi dan probe mekanis di sebelah anterior limbus melalui bagian kornea yang jernih untuk menghindari kerusakan iris dan lensa. Jangan mencoba mengeluarkan bekuan yang terdapat di sudut bilik mata depan atau di jaringan iris. Di sini, dilakukan iridektomi perifer. Cara lain untuk membersihkan bilik mata depan adalah dengan evakuasi viskoelastik. Dibuat sebuah insisi kecil di limbus untuk menyuntikkan bahan viskoelastik, dan sebuah insisi yang lebih besar berjarak 180 derajat (dari insisi pertama) untuk memungkinkan hifema di dorong keluar.

Glaukoma onset lambat dapat timbul setelah beberapa bulan atau tahun, terutama bila terdapat penyempitan sudut bilik mata depan lebih dari satu kuadran. Pada sejumlah kasus yang jarang, bercak darah di kornea menghilang secara perlahan-lahan dalam jangka waktu hingga satu tahun.ParasentesisParasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah atau nanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut: dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologik.

7. KORPUS ALIENUM KONJUNGTIVA DAN KORNEA

Corpus alienum adalah benda asing. Merupakan salah satu penyebab cedera mata yang paling sering mengenai sklera, kornea dan konjungtiva. Apabila korpus alienum masuk ke dlm bola mata maka biasanya terjadi reaksi infeksi yg hebat serta timbul kerusakan dari isi bola mata dan iridosiklitis. Beratnya kerusakan pada organ di dalam bola mata tergantung dari besarnya corpus alienum, kecepatan masuknya, ada /tidaknya proses infeksi dan jenis bendanya sendiri.11

Jika suatu benda masuk ke dlm bola mata maka akan terjadi salah satu dr ketiga perubahan berikut:11 akibat efek mekanik: benda yang masuk ke dalam bola mata hingga melalui kornea ataupun sklera setelah benda asing menembus kornea maka akan masuk ke dalam camera oculi anterior dan mengendap ke dasar. Bila kecil dapat mengendap di dalam sudut bilik mata. Bila benda asingnya masuk terus maka akan menembus iris dan kalau mengenai lensa mata menyebabkan katarak traumatik. Bila melekat di retina akan terlihat dikelilingi eksudat yang berwarna putih serta adanya endapan sel darah merah menyebabkan degenerasi retina. permulaan terjadinya proses infeksi: dengan masuknya benda asing ke dalam bola mata kemungkinan akan timbul infeksi. Corpus vitreus dan lensa dapat merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman sehingga sering terjadi infeksi supuratif. terjadi perubahan spesifik pada jaringan mata karena proses kimiawi.

Etiologi11

Trauma mata dapat terjadi secara mekanik dan nonmekanik.Mekanik meliputi: trauma benda tumpul dan tajam serta trauma oleh benda asing seperti kelilipan pasir, tanah.Non mekanik: trauma bahan kimia, trauma termik, trauma radiasi.

Oleh karena itu, perlu cepat mengenali benda tersebut dan menentukan lokasinya di dalam bola mata untuk kemudian mengeluarkannya.Benda yang masuk ke dalam bola mata dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu:1) Benda logam, seperti emas, perak, platina, timah, besi tembaga2) Benda bukan logam, seperti batu, kaca, bahan pakaian3) Benda inert, adalah benda yang terbuat dari bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi jaringan mata, jika terjadi reaksinya hanya ringan dan tidak mengganggu fungsi mata. Contoh: emas, platina, batu, kaca, dan porselin4) Benda reaktif, terdiri dari benda-benda yang dapat menimbulkan reaksi jaringan mata sehingga mengganggu fungsi mata. Contoh : timah hitam, seng, nikel, alumunium, tembaga

Tanda dan gejala11 mendadak merasa tidak enak ketika mengedipkan mata. ekskoriasi kornea terjadi bila benda asing menggesek kornea oleh kedipan bola mata. lakrimasi hebat. benda asing dapat bersarang di konjungtiva. nyeri. sensasi benda asing. mata merah dan mata berair banyak. mata terasa pedih, seperti kering, seperti ada pasir dan ketajaman mata biasanya menurun.

DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis mengenai kejadian trauma, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan khusus.

Pemeriksaan fisik11Pemeriksaan umum pemeriksaan subyektif: pemeriksaan ketajaman penglihatan.pemeriksaan obyektif: saat penderita di inspeksi dapat diketahui adanya kelainan disekitar mata seperti adanya perdarahan sekitar mata, periksa keadaan kelopak mata kornea, bilik mata depan, pupil, lensa, gerakan bola mata. Pemeriksaan segmen anterior dilakukan dengan slit lamp dan oftalmoskop.Dalam pemeriksaan oftalmologi, ditemukan visus normal atau menurun, adanya injeksi konjungtiva atau injeksi silar, terdapat benda asing pada bola mata, tes fluorescein (+).

Pemeriksaan khusus11 Bila terdapat perforasi, maka dilakukan pemeriksaan X-ray orbita.

Diagnosis bandingTrauma mata akibat radiasi sinar ultravioletSinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan terbatas pada kornea sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak akan nyata terlihat. Kerusakan ini akan segera baik kembali setelah beberapa waktu, dan tidak akan memberikan gangguan tajam penglihatan yang menetap.2

Gejala: pasien yang telah terkena sinar sinar ultra violet akan memberikan keluhan 4-10 jam setelah trauma. Terdapat rasa sangat sakit pada mata, mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme, dan konjungtiva kemotik.2

Trauma mata akibat sinar infraredAkibat sinar infrared dapat terjadi pada saat menatap gerhana matahari dan pada saat bekerja di pemanggangan. Kerusakan ini dapat terjadi akibat terkonsentrasinya sinar infrared. Kaca yang mencair seperti yang ditemukan di tempat pemanggangan akan mengeluarkan sinar infrared. Bila seseorang berada pada jarak 1 kaki selama 1 menit di depan kaca yang mencair dan pupilnya melebar maka suhu lensa akan naik sebanyak 9 derajat celcius. Iris yang mengabsorpsi sinar infrared akan panas sehingga berakibat pada kapsul lensa di dekatnya. Absorpsi sinar infrared oleh lensa akan mengakibatkan katarak pada lensa.2

Gejala: Seseorang yang sering terpejan dengan sinar ini dapat terkena keratitis superfisial, katarak kortikal anterior posterior dan koagulasi pada koroid. Biasanya terjadi penurunan tajam penglihatan, penglihatan kabur dan mata terasa panas.2

Trauma mata akibat sinar ionisasi dan sinar X

Trauma Sinar Ionisasi dan Sinar XSinar Ionisasi dibedakan dalam bentuk:2 Sinar alfa yang dapat diabaikan Sinar beta yang dapat menembus 1 cm jaringan Sinar gamma Sinar X

Gambaran klinis: sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan kerusakan pada kornea yang dapat bersifat permanen. Katarak akibat pemecahan sel epitel yang tidak normal dan rusaknya retina dengan gambarandilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris mata dan eksudat. Atrofi sel goblet pada konjungtiva juga dapat terjadi dan mengganggu fungsi air mata.2

Trauma mata akibat bahan kimia (asam-basa) lihat keterangan sebelumnya.

Tata laksana11

Bila lokasi corpus alienum berada di palpebra dan konjungtiva, kornea maka dengan mudah dapat dilepaskan setelah pemberian anastesi lokal. Untuk mengeluarkannya, diperlukan kapas lidi atau jarum suntik tumpul atau tajam. Arah pengambilan, dari tengah ke tepi. Bila benda bersifat magnetik, maka dapat dikeluarkan dengan magnet portable. Kemudian diberi antibiotik lokal, siklopegik, dan mata dibebat dengan kassa steril dan diperban.Pecahan besi yang terletak di iris, dapat dikeluarkan dengan dibuat insisi di limbus, melalui insisi tersebut ujung dari magnet dimasukkan untuk menarik benda asing, bila tidak berhasil dapat dilakukan iridektomi dari iris yang mengandung benda asing tersebut. Pecahan besi yang terletak di dalam bilik mata depan dapat dikeluarkan dengan magnet sama seperti pada iris. Bila letaknya di lensa juga dapat ditarik dengan magnet, sesudah insisi pada limbus kornea, jika tidak berhasil dapat dilakukan pengeluaran lensa dengan ekstraksi linier untuk usia muda dan ekstraksi ekstrakapsuler atau intrakapsuler untuk usia yang tua.Bila letak corpus alienum berada di dalam badan kaca dapat dikeluarkan dengan giant magnet setelah insisi dari sklera. Bila tidak berhasil, dapat dilakukan dengan operasi vitrektomi.

8. TRAUMA RADIASI SINAR LAS (TRAUMA MATA AKIBAT SINAR ULTRA VIOLET)

Sinar ultra violet merupakansinar gelombang pendek yang tidak terlihat mempunyai panjang gelombang antara 350-295 nm. Sinar ultra violet banyak terdapat pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari atau pantulan sinar matahari di atas salju. Sinar ultra violet akan segera merusak epitel kornea.Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan terbatas pada kornea sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak akan nyata terlihat. Kerusakan ini akan segera baik kembali setelah beberapa waktu, dan tidak akan memberikan gangguan tajam penglihatan yang menetap.

Gejala: pasien yang telah terkena sinar sinar ultra violet akan memberikan keluhan 4-10 jam setelah trauma. Terdapat rasa sangat sakit pada mata, mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme, dan konjungtiva kemotik.

Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan fisik segmen anterior: kornea akan menunjukkan infiltrate pada permukaannya, yang kadang-kadang disertai dengan kornea keruh dan uji fluorosein positif. Keratitis terutama terdapat pada fisura palpebra. Pupil akan terlihat miosis.Pada pemeriksaan ketajaman penglihatan: tajam penglihatan terganggu.

DiagnosisDitegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Diagnosis bandingTrauma mata akibat benda asing (corpus alienum) lihat keterangan sebelumnya.Trauma mata akibat sinar infrared lihat keterangan sebelumnya.Trauma mata akibat sinar ionisasi dan sinar X lihat keterangan sebelumnya.Trauma mata akibat bahan kimia (asam-basa) lihat keterangan sebelumnya.

Tata laksanaPengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal, analgetika dan mata ditutup selama 2 3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam.2

9. ABLATIO RETINA

Ablatio retina (retinal detachment) merupakan keadaan terpisahnya bagian sensoris retina (fotoreseptor) dan lapisan jaringan dalam dari retinal pigmen epitelium (RPE).1

Klasifikasi1Secara umum terdapat 3 jenis ablatio retina, yaitu: Rhegmatogen: terjadi sekunder akibat adanya robekan pada retina sensoris, yang memungkinkan cairan yang berasal dari vitreous mencapai rongga subretina. Traksional: terjadi karena adanya kontraksi membrane vitreoretina atau tarikan tanpa adanya robekan retina sebelumnya. Eksudatif: terjadi karena adanya cairan subretina yang berasal dari pembuluh darah retina neurosensoris, koroid, atau keduanya.

Diagnosis untuk ablatio retina rhegmatogen1Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta penunjang.

Anamnesis1 Fotopsia: merupakan sensasi subjektif seperti melihat kilatan cahaya. Biasanya berlangsung singkat pada lapang pandang temporal, terlihat terutama saat gelap, dan setelah pergerakan mata. Hal ini menggambarkan proses traksi dari tempat adhesi vitreoretina. Floaters: sensasi subjektif seperti melihat objek berterbangan berwarna gelap yang terjadi di vitreous. Defek lapang pandang: dideskripsikan sebagian lapang pandang seperti tertutup tirai gelap.

Pemeriksaan fisik1,2 Pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat robekan retina berwarna merah. Terlihat juga kadang-kadang pigmen dalam badan kaca, pupil terlihat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskular glaukoma pada ablasi yang telah lama. Relative afferent pupillary defect muncul pada mata dengan ablasio retina ekstensif. Tekanan intraokular < 5 mmHg dibandingakan dengan mata yang tidak mengalami ablatio. Iritis ringan sering kali ditemukan. Gambaran tobacco dust terdiri atas sel pigmen yang terlihat pada vitreous anterior. Kelainan pada retina sesuai dengan lamanya ablatio retina yang terjadi. Ablatio retina baru ditandai dengan ablatio retina memiliki konfigurasi konveks dan tampilan yang sedikit opak karena edem retina, cairan subretina dapat meluas sampai ora serata. Sedangkan ablatio retina lama ditandai dengan kekeruhan vitreous, retina yang pucat dan didapatkan proliferative vitreoretinopathy (PVR), garis demarkasi subretina yang diakibatkan oleh proliferasi dari sel pigmen retina pada sambungan retina.

Pemeriksaan penunjang1Pada mata dengan media yang keruh, diagnosis ablatio retina dapat ditegakkan dengan menggunakan ultrasonografi.

Tata laksana1Tata laksana adalah dengan pembedahan. Pada kasus retinal break yang ringan, dimana cairan subretina terbatas di sekitar break, dapat dilakukan fotokoagulasi laser. Sebelum dilakukan pembedahan pasien disarankan untuk tirah baring dengan satu bantal untuk mencegah penyebaran cairan subretina menuju makula. Terapi bedah yang dapat dipilih adalah: Pneumatic retinopexy: gas SF6 atau C3F8 diinjeksikan menuju vitreous untuk mengembalikan posisi retina. Scleral bucking: terapi ini bertujuan untuk menempelkan kembali retina yang terlepas dengan menempatkan explant pada daerah yang mengalami robekan. Komplikasi termasuk gangguan retraksi, diplopia, ekstruksi eksplan, dan kemungkinan terjadinya retinopati proliferatif. Vitrektomi pars plana: terapi ini memungkinkan untuk melepaskan traksi vitreoretina.

Ablatio Retina Eksudatif1

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis1 Penglihatan menurun seperti tertutup tirai Floaters dapat muncul karena adanya vitreitis, namun tidak umum.

Pemeriksaan fisik1Penurunan tajam penglihatan.Pada pemeriksaan retina akan memunculkan gambar: Proliferasi ablatio yang konveks dengan permukaan yang licin. Gambaran shifting fluid sesuai dengan gaya gravitasi. Pada keadaan berdiri tegak,cairan subretina berada pada retina inferior, namun pada saat berada pada posisi supinasi dapat meluas ke superior. Apabila ablatio didasari oleh tumor koroid, maka dapat terlihat penyebab yang mendasarinya.

Pemeriksaan penunjang1 USG mata: diindikasikan apabila media mengalain kekeruhan. Pemeriksaan darah untuk uveitis dapat menentukan penyebab yang mendasarinya. Fluorosein angiography dapat membantu menentukan sumber cairan subretina.

Tata laksana1Tata laksana terutama ditujukan pada penyakit yang mendasari timbulnya keadaan ini. Terapi dengan laser, krioterapi, atau steroid intravitreous dapat digunakan pada keadaan tertentu.Ablatio retina traksional

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis1 Mata tenang dengan penglihatan menurun, seringkali berjalan lambat. Bisa terdapat fotopsia atau floaters.

Pemeriksaan fisik1Penurunan tajam penglihatanPada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan: Konfigurasi konkaf dari ablatio retina. Tidak ditemukannya fenomena shifting fluid seperti kasus eksdatif. Elevasi retina yang paling tinggi terjadi pada tempat traksi vitreoretina. Apabila terdapat robekan, maka akan muncul gambaran khas ablatio retina rhegmatogen dan penyakit akan memiliki progresivitas yang lebih cepat.

Pemeriksaan penunjang1Ultrasonografi dilakukan pada media yang keruh.

Tata laksana1Vitrektomi pars plana untuk membuang jaringan yang mengakibatkan traksi. Injeksi heavy fluid mungkin dibutuhkan untuk meratakan retina. Tampak ada gas, cairan silikon, atau scleral buckling dapat dibutuhkan.

Diagnosa banding

Oklusi vena retina1,2Oklusi retina merupakan kondisi vena retina, baik sentral atau cabang mengalami sumbatan.

Faktor predisposisi utama dari keadaan ini adalah arteriosklerosis atau arterosklerosis. Hal tersebut dikarenakan baik vena maupun arteri berbagi selubung adventisia yang sama sehingga perubahan pada arteri sentral dapat mengakibatkan kompresi pada vena-vena kecil (mengakibatkan oklusi vena cabang atau branch retinal vein occlusion (BRVO) atau kompresa vena besar (mengakibatkan oklusi vena sentralis atau central retinal vein occlusion (CRVO)). Oklusi vena akan akan mengakibatkan peningkatan tekanan vena dan kapiler, yang berujung pada stagnansi aliran darah dan dapat mengakibatkan hipoksia pada bagian retina yang drainasenya bergantung pada vena tersebut.

Faktor predisposisi1Faktor predisposisi pada keadaan ini termasuk: Usia. Sebanyak >50% kasus terjadi pada usia di atas 65 tahun. Hipertensi terutama pada keadaan BRVO. Hiperlipidemia. Diabetes mellitus. Pil kontrasepsi oral. Peningkatan TIO. Merokok.

Manifestasi klinis1Anamnesis Mata tidak merah Penglihatan bisa normal dengan visus (6/6) hingga menurun mendadak sampai dengan menghitung jari. Pada CRVO defek lapang pandang umumnya sentral, sementara pada BRVO dapat tidak disertai gangguan lapang pandang. TIdak nyeri Sering kali hanya melibatkan satu mata.

Pemeriksaan fisik1,2 Pada BRVO tajam penglihatan 6/6 sampai hanya menghitung jari, tergantung dari keterlibatan makula, sedangkan pada CRVO berkisar dari 6/60 hingga hanya dapat melihat gerakan lambaian tangan. Pada CRVO biasanya mengeluh adanya penurunan penglihatan sentral maupun perifer mendadak yang dapat memburuk sampai hanya tinggal persepsi cahaya. Pada CRVO juga terdapat penciutan lapang pandangan atau suatu skotoma sentral dan defek ireguler. Dengan angiografi fluorosein dapat ditentukan beberapa hal seperti letak penyumbatan, penyumbatan total atau sebagian, dan ada tidaknya neovaskularisasi. Relative afferent papillary defect (RAPD) tampak nyata pada kasus-kasus iskemik pada CRVO. Funduskopi pada BRVO hasil temuan: Vena yang mengalami oklusi akan berdilatasi dan berkelok-kelok. Seringkali oklusi terjadi pada tempat persilangan arteri vena. Perdarahan flame-shape, edem retina, cotton wool spot dan/atau dengan edem makula. Dapat terjadi neovaskularisasi retina dalam 6-12 bulan.Funduskopi pada CRVO dapat ditemukan: Tampak vena yang mengalami dilatasi dan berkelok-kelok, perdarahan dot/blot, tampak pada seluruh kuadran dan paling banyak di perifer. Cotton wool spots, edem makula dan edem diskus optic juga umum. Papil edem dengan pulsasi vena menghilang karena penyumbatan biasanya terletak pada lamina kribosa. Terdapat papil merah dan edem.

Oklusi arteri retina1Oklusi arteri retina merupakan keadaan terjadi hambatan atau sumbatan aliran darah sehingga mengakibatkan iskemia retina.

Etiologi1Secara umum etiologinya adalah aterosklerosis dan emboli karotis. Aterosklerosis pada oklusi arteri retina terjadi pada daerah setinggi lamina kribosa. Emboli arteri karotis paling sering berasal dari bifurkasio arteri karotis, diikuti oleh arkus aorta, dan temoat lainnya. Emboli yang terjadi berupa kolesterol, kalsifikasi, atau kompleks platelet-fibrin. Penyebab lain yang tidak umum termasuk giant cell arteritis, emboli jantung, periarteritis, kelainan trombofilik, dan hemoglobinopati bulan sabit.

Tabel perbedaan CRAO dan BRAO1Manifestasi klinisCentral Retinal Artery Occlusion (CRAO)Branch Retinal Artery Occlusion (BRVO)

Anamnesis Tajam penglihatan turun mendadak hingga hanya melihat cahaya Dapat ditemukan amaurosis fugax Tidak nyeri kecuali apabila terdapat giant cells arteritis Tajam penglihatan bervariasi

Dapat ditemukan amaurosis fugax Tidak nyeri

Pemeriksaan fisik Tajam penglihatan berkisar antara hand movement sampai light perception. Pada beberapa kasus, tajam penglihatan sentral dapat bertahan. Didapatkan RAPD Funduskopi dengan temuan:1. Gambaran cherry-red spot muncul akibat foveola yang tipis dan koroid yang intak.2. Retina di sekitar papil dapat mengalami pucat dan edem.3. Pada mata dengan arteri silioretina yang paten, sebagian makula nampak normal. Tajam penglihatan bervariasi pada 50% pasien, tajam penglihatan sentral intak.

Didapatkan RAPD Funduskopi dengan temuan:1. Retina pucat, berkabut dan mengalami edem pada daerah yang mengalami iskemi.2. Penyempitan arteri dan vena.3. Emboli dapat terlihat.

Angiografi fluoresenKeterlambatan pengisian arteri dan masking dari fluoresensi koroid oleh karena pembengkakan retinaMenunjukkan berhentinya pengisian oleh pewarna pada tempat emboli dan distal dari lokasi tersebut.

Retinopati serosa sentral2Retinopati serosa sentral adalah keadaan lepasnya retina dari lapis pigmen epitel di daerah makula akibat masuknya cairan melalui membran Bruch dan pigmen epitel yang inkompeten. Retinopati serosa sentral dapat bersifat residif. Biasanya ditemui pada penderita laki-laki berusia antara 20-50 tahun, perempuan hamil, dan pada usia diatas 60 tahun.

Akibat tertimbunnya cairan dibawah malula akan terdapat gangguan fungsi makula sehingga visus turun disertai metamorffopsia, hipermetropia dengan skotoma relatif dan sensitif (kelainan pada uji Amsler kisi-kisi). Penglihatan biasanya diantara 20/20-20/80. Dengan uji amsler terdapat penyimpangan garis lurus disertai dengan skotoma. Berkurangnya fungsi makula terlihat dengan penurunan kemampuan melihat warna. Pada funduskopi terlihat terangkatnya retina dapat sangat kecil dan dapat seluas diameter papil. Lepasnya retina dari epitel pigmen akibat masuknya cairan subretina ini dapat dilihat dengan pemeriksaan angiografi fluoresein. Biasanya retinopati serosa sentral akan menyembuh setelah kira-kira 8 minggu dengan tidak terdapatnya lagi kebocoran. Pada keadaan ini cairan subretina akan diserap kembali dan retina akan melekat kembali pada epitel pigmen tanpa gejala sisa subjektif yang menyolok.2

Neuritis retrobulbar2Neuritis retrobulbar adalah radang saraf optik dibelakang bola mata. Biasanya berjalan akut yang mengenai satu atau kedua mata. Neuritis retrobulbar dapat disebabkan sklerosis mutltipel, penyakit mielin, saraf, anemia pernisiosa, diabetes mellitus, dan intoksikasi.

Gejala: bola mata bila digerakkan akan terasa berat di bagian belakang bola mata. Rasa sakit akan bertambah bila bola mata ditekan yang disertai dengan sakit kepala.2

Pemeriksaan fisik: pada neuritis retrobulbar memiliki gejala seperti neuritis akan tetapi dengan gambaran fundus yang sama sekali normal. Gambaran fundus pasien normal dan diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan lapang pandangan dan turunnya tajam penglihatan yang berat. Walaupun pada permulaan tidak terlihat kelainan fundus, lama kelamaan akan terlihat kekaburan batas papil saraf optik dan degenerasi saraf optik akibat degenerasi serabut saraf, disertai atrofi desenden akan terlihat papil pucat dengan batas yang tegas.2

Daftar pustaka1. Christanto, Frans L., Sonia H, dkk. Kapita selekta kedokteran essentials medicine. Ed. 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2014.h.363-403.2. Liyas HS, Sri RY. Ilmu penyakit mata. Ed.4. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran Indonesia;2013.h.175-92;263-81.3. Maguire JI. Postoperative endophthalmitis: optimal management and the role and timing of vitrectomy surgery. Eye 2008;22(10):1290-300.4. Havens Shane, Kosoko-Lasaki Omofolasade, Palmer Millicent. 2009.Penetrating Eye Injury: A Case Study. American Journal of Clinical Medicine Winter 2009;6(l):42-4,48.5. Randleman JB. Ophthalmologic Approach to Chemical eye burns. Emedicine [online] 2007 October [cited 2012 April 6].Available from:http://www.emedicinehealth.com/chemical_eye_burns/articleem.html6. Asbury T, Sanitato JJ. Trauma. In : Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, editors. General Ophtalmology. 17th . Lange; 2007.7. Sheppard JD. Hyphema. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview diunduh pada tanggal 7 November 20158. Irak-Dersu I. Hyphema glaucoma. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1206635-overview diunduh pada tanggal 7 November 20159. I Sidarta et al. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Ed.2. 2012. Jakarta: Sagung Seto.h. 266.10. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. General ophtalmology. 17th ed. USA : McGraw-Hill. [e-book]11. Bashour M., 2008. Corneal Foreign Body. Available on http://emedicine.medscape.com/ article/

1