makalah blok 29 (emergency) by. naomi

40
Penanganan Kegawatdaruratan pada Kasus Eklampsia Naomi Besitimur (102012113) D1 Email: [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Kebon jeruk-Jakarta Barat Telp. 56942061 Pendahuluan Kematian ibu dan Angka Kematian Perinatal di Indonesia masih sangat tinggi tahun 2007 AKI di Indonesia tercatat 228 per 100.000 kelahiran hidup. Target yang diharapkan adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Yang menjadi sebab utama kematian ibu di Indonesia disamping pendarahan adalah pre-eklampsia atau eklampsia dan penyebab kematian perinatal yang tinggi. Eklampsia merupakan peningkatan dari pre-eklampsia yang lebih berat dan berbahaya dengan tambahan gejala-gejala tertentu. Eklampsia merupakan resiko yang membahayakan ibu di samping membahayakan janin melalui plasenta. Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal karena eklampsia. Insidens eklampsia dinegara berkembang berkisar dari 1:100-1:1700. Beberapa kasus memperlihatkan keadaan yang tetap ringan sepanjang kehamilan. Pada stadium akhir yang disebut eklampsia, pasien akan mengalami kejang, jika eklampsia tidak 1 | Page

Upload: lucy-besitimur

Post on 31-Jan-2016

23 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

emergency

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

Penanganan Kegawatdaruratan pada Kasus Eklampsia

Naomi Besitimur (102012113) D1

Email: [email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Kebon jeruk-Jakarta Barat Telp. 56942061

Pendahuluan

Kematian ibu dan Angka Kematian Perinatal di Indonesia masih sangat tinggi tahun

2007 AKI di Indonesia tercatat 228 per 100.000 kelahiran hidup. Target yang diharapkan

adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.

Yang menjadi sebab utama kematian ibu di Indonesia disamping pendarahan adalah pre-

eklampsia atau eklampsia dan penyebab kematian perinatal yang tinggi.

Eklampsia merupakan peningkatan dari pre-eklampsia yang lebih berat dan berbahaya

dengan tambahan gejala-gejala tertentu. Eklampsia merupakan resiko yang membahayakan

ibu di samping membahayakan janin melalui plasenta. Setiap tahun sekitar 50.000 ibu

meninggal karena eklampsia. Insidens eklampsia dinegara berkembang berkisar dari 1:100-

1:1700.

Beberapa kasus memperlihatkan keadaan yang tetap ringan sepanjang kehamilan. Pada

stadium akhir yang disebut eklampsia, pasien akan mengalami kejang, jika eklampsia tidak

ditangani secara cepat akan terjadi kehilangan kesadaran dan kematian karena kegagalan

jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau perdarahan otak. Oleh karena itu kejang pada

penderita eklampsia haris dihindari. Karena eklampsia menyebabkan angka kematian sebesar

5% atau lebih tinggi.

Anestesiolog memegang peranan yang penting dalam penanganan dari ibu hamil dengan

kejang. Kontrol cepat dari kejang sangat dibutuhkan untuk mencegah kerusakan serebral

akibat hipoksia. Antikonvulsan dapat diberikan seperti diazepam, MgSO4 dan phenitoin.The

Eclampsia Trial menyimpulkan bahwa MgSO4 merupakan obat pilihan untuk eklampsia;

phenytoin dapat menyebabkan morbiditas maternal dan neonatal yang lebih tinggi; serta

diazepam dan phenytoin lebih sering terjadi kejang berulang dibandingkan dengan MgSO4.

Mempertahankan jalan nafas serta pernafasan yang adekuat selama kejang harus menjadi

prioritas utama. Selain itu, respon terhadap intubasi trakeal pada kehamilan dengan hipertensi

1 | P a g e

Page 2: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

lebih tinggi, dengan peningkatan tekanan arteri sistemik dan pulmoner serta pulmonary

capillary wedge pressure.

Pembahasan

- Identitas

Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah memang

benar pasien yang dimaksud. Identitas biasanya meliputi nama lengkap pasien, umur atau

tanggal lahir, jenis kelamin. nama orang tua atau suami atau istri atau penanggung jawab,

alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama.1 Dari kasus yang didapat dari hasil

anamnesis didapatkan usia pasien adalah 17 tahun sedang hamil 9 bulan.

- Keluhan utama

Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke

dokter.1 Dari kasus didapatkan keluhan utama pasien adalah kejang dan mengalami

penurunan kesadaran.

- Riwayat kehamilan sekarang:

Kapan hari terakhir menstruasi terakhir?

Berapa lama siklus haidnya?

Sudah berapa bulan kehamilannya?

Apakah ada penyulit atau penyakit sebelum dan selama kehamilan,

seperti apakah pernah perdarahan, adakah anemia, diabetes, hipertensi,

infeksi saluran kemih, penyakit jantung, dan penyulit lainnya?

Gejala apa yang menyertai kehamilan pasien, misalnya mual, muntah,

nyeri tekan payudara, frekuensi berkemih?

- Riwayat obstetric dahulu:

Apakah pernah hamil sebelumnya? Berapa kali? Apakah ada penyulit

dalam kehamilan sebelumnya?

Apakah pernah melahirkan sebelumnya? Berapa kali? Bagaimana cara

melahirkan, apakah ada penyulit selama persalinan sebelumnya?

Apakah ada komplikasi saat persalinan sebelumnya?

2 | P a g e

Page 3: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

Apakah pernah mengalami abortus sebelumnya? Berapa kali?

Mengapa? Bagaimana terjadinya abortus? Adakah komplikasi akibat

abortus?

Tanyakan juga kondisi anak yang pernah dilahirkan, berat badan bayi

saat lahir, umur bayi saat dilahirkan, keadaan bayi saat dilahirkan,

keadaan anak sekarang.

- Riwayat ginekologis dahulu

Hal-hal yang harus ditanyakan menjurus kepada keadaan preeklamsia berat:1,4

Apakah ada gejala-gejala disfungsi sistem saraf pusat, seperti sakit

kepala berat yang menetap, penglihatan kabur.

Apakah ada gejala peregangan kapsul hati, misal nyeri epigastrium

menetap2

Pertanyaan untuk menyingkirkan penyebab lain:1

Apakah sebelum hamil pasien memiliki riwayat hipertensi

Apakah pasien memiliki riwayat epilepsi

Apakah pasein pernah mengalami trauma kepala

Apakah pasien mempunyai riwayat penyakit serebrovaskular

Apakah pasien memiliki riwayat tumor serebri atau meningitis maupun

ensefalitis

Pemeriksaan fisik

Inspeksi

a. Wajah

Adakah edema pada muka, pucat atau merah

b. Leher

Apakah terdapat pembesaran tyroid atau kelenjar limfe

c. Dada

Bentuk payudara, adakah colostrum

d. Perut

3 | P a g e

Page 4: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

Perlu diperhatikan bentuk, pembesaran, pergerakan pernapasan,

kondisi kulit (tebal, kriput dan striae), jaringan parut operasi.

e. Vulva

Keadaan perineum, varises atau condyloma3

Palpasi

Maksud pemeriksaannya ialah untuk menentukan ;

a. Besarnnya rahim dan dengan ini bisa menentukan umur kehamilan.

b. Menentukan letak anak dalam rahim.

Sebelum dilakukan, kandung kemih dikosongkan terlebih dahulu,karena

kandung kemih yang penuh akan teraba seperti kista. Jikalau perlu pasien

disuruh buang air kecil terlebih dahulu.

Beritahu pasien bahwa perutnya akan diperiksa sehingga perut pasien tidak

menegang dan bernapas biasa, kedua tungkai ditekuk sedikit dan pasien

disuruh bernapas dalam.3

Cara melakukan palpasi ialah menurut Leopold yang terdiri dari 4 bagian ;

a. Leopold I

o Pasien tidur telentang dengan lutut

ditekuk

o Pemeriksa berdiri disebelah kanan

pasien menghadap kearah kepala pasien

o Uterus dibawa ketengah (kalau

posisinya miring)

o Dengan kedua tangan tentukan tinggi

fundus

o Dengan satu tangan tentukan bagian apa

dari anak yang terletak dalam fundus

o ( Kepala berbentuk bulat, keras dan ada

ballottement. Bokong konsistensinya lunak, tidak begitu bulat dan

tidak ada ballottement. Pada letak lintang, fundus kosong) 3

4 | P a g e

Page 5: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

b. Leopold II

o Posisi pasien dan pemeriksa tetap.

o Kedua tangan pindah kesamping uterus.

o Dengan kedua belah jari-jari uterus

ditekan ketengah untuk menentukan

dimana letak punggung anak : kanan

atau kiri.(Punggung anak memberikan

tahanan terbesar)

o Pada letak lintang dipinggir kanan kiri

uterus terdapat kepala atau bokong. 3

c. Leopold III

o Posisi pasien dan pemeriksa tetap.

o Pemeriksa memakai satu tangan menentukan apa yang menjadi

bagian bawah (kepala atau bokong).

o Bagian bawah coba digoyangkan, apabila masih bisa, berarti

bagian tersebut belum terpegang oleh panggul. (bagian terbesar

kepala belum melewati pintu atas panggul). 3

d. Leopold IV

o Posisi pasien tetap, pemeriksa menghadap kearah kaki pasien.

o Dengan kedua belah tangan ditentukan seberapa jauh kepala masuk

kedalam panggul.

o Bila posisi tangan konvergen, berarti baru sebagian kecil kepala

masuk panggul.

o Bila posisi tangan sejajat, berarti separuh dari kepala masuk

kedalam rongga panggul.

o Bila posisi tangan divergen, berarti sebagian besar kepala sudah

masuk panggul. 3

Leopold 4 tidak dilakukan kalau kepala masih tinggi.

5 | P a g e

Page 6: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

Sebelum bulan ke tiga fundus uteri dapat diraba dari luar ;

Akhir bulan ke-3 (12 mg) F.U 1-2 Jari diatas symphisis

Pertengahan antara sympisis dengan

pusat = 16 mg

3 jari dibawah pusat = 20 minggu

½ pusat – procesus xympoideus = 32

Minggu

Sampai arcus costa atau 3 jari dibawah

proc. Xympoideus = 36 minggu

½ pusat – procesus xympoideus = 40

Minggu 3

Auskultasi

Dilakukan dengan menggunakan stetoskop fetal heart detector (Doppler).

Pada auskultasi bisa didengar bermacam bunyi :

a) Dari anak : bunyi jantung, bising tali pusat, gerakan anak.

b) Dari ibu : bising a. uterina, bising aorta, bising usus.

Bunyi jantung anak dengan Doppler dapat didengar sejak umur kehamilan

12 minggu sedang dengan stetoskop baru didengar pada umur kehamilan 26

minggu. Frekuensi bunyi jantung anak antara 120 - 140 per menit. Frekuensi

jantung orang dewasa antara 60-80 per menit. 4

Pemeriksaan penunjang

Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan

interval 6 jam

6 | P a g e

Page 7: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

Laboratorium: proteinuria dengan kateter atau midstream (biasanya meningkat hingga

0,3gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif), kadar hematokrit menurun, BJ urin

meningkat, serum kreatinin meningkat, urid acid biasanya > 7 mg/100 ml

Berat badan: peningakatannya >1kg/minggu

Tingkat kesadaran: penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak

USG: untuk mengetahui keadaan janin

Working diagnosis

Working diagnosis merupakan diagnosis utama tentang penyakit yang diderita pasien setelah

melakukan anamnesis dan pemeriksaan terhadap pasein. Berdasarkan pengertian tersebut

didapatkan working diagnosis untuk kasus ini yaitu Eklampsia

Pengertian Eklampsia

Beberapa pengertian eklampsi adalah:

a)      Istilah eklampsi berasal dari bahas yunani berarti halilintar, karena seolah–olah gejala

eklampsi timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda–tanda lain. Eklampsi umumnya

timbul pada pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda–tanda pre-eklampsi, timbul

serangan kejang yang diikuti oleh koma.

b)      Eklampsi adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang ditandai

dengan timbulnya kejang atau koma, kejang timbul bukan akibat kelainan neurologic.

c)      Eklampsi adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam masa persalinan atau nifas yang

ditandai dengan timbulnya kejang atau demam.4,5

Epidemiologi

Frekuensi eklampsi bervariasi. Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk

tentang adanya pengawasan antenatal yang baik dan penanganan preeklampsi yang

sempurna. Dinegara yang sedang berkembang, frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3 -

0,7%. Sedangkan di negara maju angka nya lebih kecil, yaitu 0,05–0,1%.3,5

Patofisiologi

Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang

berlebihan dalam ruang interstitial. Bahwa pada eklampsia dijumpai kadar aldosteron yang

7 | P a g e

Page 8: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan normal. Aldosteron penting

untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Serta pada

eklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.

Pada plasenta dan uterus terjadi penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan

gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi  pertumbuhan janin terganggu sehingga terjadi

gawat-janin sampai menyebabkan kematian karena kekurangan oksigenisasi. Kenaikan tonus

uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering terjadi pada eklampsia, sehingga mudah

terjadi partus prematurus.5

Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun,

sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan pada ginjal yang penting

ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin dengan retensi garam dan air.

Mekanisme retensi garam dan air akibat perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi

glomelurus dan tingkat penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamilan normal penyerapan

ini meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi glomelurus

akibat spasmus arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun,

yang menyebabkan retensi garam dan retensi air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50%

dari normal, sehingga menyebabkan diuresis turun pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria

atau anuria.

Pada retina tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada  beberapa

arteri jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Pelepasan retina disebabkan oleh edema

intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan . Setelah persalinan

berakhir, retina melekat lagi dalam 2 hari sampai 2 bulan. Skotoma, diplopia, dan ambiliopia

merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan

oleh perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.4,5

Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita eklampsia. Komplikasi

disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri. Perubahan pada otak bahwa resistensi pembuluh

darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih tinggi  pada eklampsia. Sehingga

aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada eklampsia akan menurun.

Metabolisme dan elektrolit yaitu hemokonsentrasi yang menyertai eklampsia

sebabnya terjadi pergeseran cairan dan ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini,

diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan bertambahnya edema,

8 | P a g e

Page 9: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

menyebabkan volume darah berkurang, viskositet darah meningkat, waktu peredaran darah

tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan diberbagai bagian tubuh berkurang

akibatnya hipoksia. Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga

turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran perbaikan keadaan penyakit dan

berhasilnya pengobatan.5

Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk sementara.

Asidum laktikum dan asam organik lain naik, dan bikarbonas natrikus, sehingga

menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejang, zat organik dioksidasi sehingga natrium

dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan asam karbonik menjadi bikarbaonas natrikus.

Dengan demikian, cadangan alkali dapat pulih kembali. Pada kehamilan cukup bulan kadar

fibrinogen meningkat. Waktu pembekuan lebih pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang

dari 1 menit pada eklampsia.6

Etiologi dan faktor resiko

Sampai dengan saat ini etiologi pasti dari eklampsia masih belum diketahui.

Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etio-logi dari kelainan tersebut di atas,

sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory.

Adapun teori-teori tersebut antara lain:

1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan.

Pada PE-E didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi

penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat,

aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan

plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin.

Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin,

sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.6

2. Peran Faktor Imunologis.

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada

kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama

pembentukan blocking antibodies terhadap antigen placenta tidak sempurna, yang

semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.7

9 | P a g e

Page 10: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun

pada penderita PE-E:

a) Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum.

b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada

PE-E diikuti dengan proteinuri.

Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa

sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada

bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan PE-E.

3. Peran Faktor Genetik/Familial

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara

lain:

a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.

b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak-anak

dari ibu yang menderita PE-E.

c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil

dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka.7

Faktor yang meningkatkan risiko preeclampsia-eclampsia :

Primigravida

Primipaternernity

Umur yang ekstrim

Partner laki yang pernah menikah wanita yang kemudian hamil dan mengalami

preeclampsia

Pemaparan terbatas terhadap sperma

Inseminasi donor dan donor oocyte

Mola Hidatidosa

Kehamilan multiple

Infeksi saluran kencing pada kehamilan

Hydrops fetalis

Riwayat pernah preeclampsia

Obesitas

Antiphospholipid antibodies dan huperhomocysteinemia6,7

10 | P a g e

Page 11: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

Manifestasi klinik

Eklampsia dapat terjadi saat antepartum, intrapartum atau postpartum (48 jam

postpartum). Eklampsia paling sering terjadi pada trimester terakhir dan menjadi semakin

sering mendekati aterm.

Ada 4 fase eklampsia:

Premonitory stage, gejala seperti preeklampsia berat

Tonic stage

Serangan kejang biasanya dimulai disekitar mulut dalam bentuk kedutan-kedutan

(twitching) wajah. Setelah beberapa detik, seluruh tubuh menjadi kaku dalam suatu

kontraksi otot generalisata. Fase ini dapat menetap selama 15 sampai 20 detik.8

Clonic stage

Mendadak rahang mulai membuka dan menutup secara kuat, dan segera diikuti oleh

kelopak mata. Otot-otot wajah yang lain dan kemudian semua otot melakukan kontraksi

dan relaksasi bergantian secara cepat. Gerakan otot sedemikian kuatnya sehingga wanita

yang bersangkutan dapat terlempar dari tempat tidur dan apabila tidak dilindungi,

lidahnya tergigit oleh gerakan rahang yang hebat. Fase ini dapat berlangsung selama satu

menit.

Secara bertahap gerakan otot menjadi lebih lemah dan jarang sampai akhirnya tidak

bergerak. Sepanjang serangan, diafragma terfiksasi dan pernapasan tertahan. Selama

beberapa detik, akan menjadi seolah-olah sekarat akibat henti napas, tetapi kemudian ia

menarik napas dalam, panjang dan berbunyi lalu kembali bernapas.8

Stage of coma

Ia kemudian mengalami koma dan tidak akan mengingat serangan kejang tersebut

maupun kejadiaan sesaat sebelum atau sesudah bangkitan kejang. Namun, seiring waktu

ingatan itu akan pulih kembali.

Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya yang

jumlahnya dapat bervariasi. Pada kasus yang jarang, kejang terjadi berurutan secara cepat

sehingga tampak seperti mengalami kejang yang berkepanjangan dan hampir kontinu.

Durasi koma setelah kejang pun bervariasi. Namun durasi koma yang panjang tidak

11 | P a g e

Page 12: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

menyebabkan kematian. Kematian lebih sering disebabkan oleh bengkitan kejang yang

berulang-ulang

Laju pernapasan setelah kejang eklamsia biasanya meningkat dan dapat mencapai

50/menit, mungki sebagai respon terhadap hiperkarbia akibat asidemia laktat serta akibat

hipoksia. Sianosis dapat terjadi pada kasus yang parah. Demam 39oC atau lebih adalah

tanda yang buruk karena dapat merupakan akibat perdarahan SSP. Bradikardia setelah

serangan kejang dapat terjadi karena hipoksemia dan asidemia laktat akibat kejang.

Bradikardia ini pulih dalam 3-5 menit; apabila menetap > 10 menit, kausa lain perlu

dipertimbangkan, missal solusio plasenta atau bayi akan segera lahir.6,7,8

Proteinuria hampir selalu ada dan sering parah. Pengeluaran urin kemungkinan besar

berkurang bahkan kadang terjadi anuria. Hemoglobinuria sering dijumpai, tetapi

hemoglobinemia jarang. Edema sering mencolok, kadang-kadang masif, walaupun

mungkin juga tidak ada. Proteinuria dan edema ini biasanya akan menghilang seminggu

setelah melahirkan. Sebagian besar kasus, hipertensi kembali normal dalam beberapa hari

sampai 2 minggu setelah melahirkan. Semakin lama hipertensi menetap postpartum,

semakin besar kemungkinan bahwa hipertensi tersebut disebabkan oleh penyakit ginjal

atau vaskuler kronik.

Pada eklampsia antepartum, tanda persalinan dapat muncul segera setelah kejang dan

berkembang cepat, bahkan sebelum petugas medis menyadari bahwa ibu tersebut mengalami

His. Apabila kejang terjadi saat persalinan, frekuensi dan intesitas His dapat meningkat, dan

durasi persalinan dapat memendek.5,6

Edema paru juga dapat terjadi setelah eklamsia. Hal itu disebabkan oleh pneumonitis

aspirasi (akibat inhalasi isi lambung bila kejang disertai muntah) atau gagal jantung

(akibat kombinasi hipertensi berat dan pemberian cairan IV berlebihan).

Pada 10% wanita, sedikit banyak terjadi kebutaan setelah serangan kejang, atau

dapat juga timbul spontan pada preeklamsia. Hal tersebut disebabkan oleh ablasio retina

maupun iskemia, infark atau edema lobus oksipitalis. Gangguan penglihatan ini biasanya

tuntas dalam seminggu.

Sekitar 5% akan mengalami gangguan kesadaran bermakna, termasuk koma

menetap karena edema otak. Sedangkan herniasi unkus transtentorium dapat menyebabkan

12 | P a g e

Page 13: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

kematian. Kematian mendadak terjadi bersamaan dengan kejang atau segera sesudahnya

diakibatkan karena perdarahan otak masif.6,7

Fitur eklampsia meliputi:

o Seizure atau bangkitan kejang (100%)

o Sakit kepala hebat (80%), pada bagian depan atau

belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan

tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut

terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian

aspirin atau obat sakit kepala lain

o Udema anasarka (50%)

o Gangguan visus (40%), seperti penglihatan kabur

dan photopobia, pasien akan melihat kilatan-kilatan

cahaya.

o Nyeri abdomen kuadran kanan atas atau epigastrium

dengan mual (20%)

o Iritabel dan ibu merasa gelisah dan tidak bisa

bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan

lainnya

o Nyeri perut disertai muntah8

Penatalaksanaan

Tujuan:

  Menghentikan atau mencegah kejang.

  Mempertahankan fungsi organ vital

  Koreksi hipoksia atau asidosis

  Mengendalikan tekanan darah dalam batas aman Pengakhiran

   Kehamikan mencegah atau mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi, untuk mencapai

stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin Penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu

eklampsi:

  Sikap dasar

Semua kehamilan dengan eklampsi harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan

keadaan janin. Pertimbangannya adalah keselamatan ibu. Kehamilan diakhiri bila sudah

13 | P a g e

Page 14: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

terjadi stabilisasi hemodinamika dan metabolisme ibu, cara terminasi dengan prinsip trauma

ibu seminimal mungkin.8

  Pengobatan medikamentosa

  Obat anti kejang

yang menjadi pilihan pertama ialahmangnesium sulfat.bila denga jenis obat ini kejang masih

sukar di atasi,dapat dipakai jenis obat lain misalnya tiopental.diazepam dapat dipakai sebagai

altenatif pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan sangat tinggi,pemberian diazepam

hanya dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman.

  Magnesium sulfat (MgSO4)

Pemberian mangnesium sulfat ada dasar nya sama seperti pemberian mangnesium sulfat pada

pre eklampsi berat.pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi organ –

organ penting,misalnya tindakan tindakan untuk memperbaiki asidosis,mempertahankan

pentilasi paru paru,mengatur tekanan darah, mencegah dekompensasi kordis.

  Perawatan pada waktu kejang

Pada penderita yang mengalami kejang tujuan pertama pertolongan ialah mencegah penderita

mengalami penderita akibat kejang –kejang tersebut.dirawat dikamar isolasi cukup terang

agar bila terjadi sinosis segera dapat diatasi segera dapat diketahui.

Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstermitas penderita yang kejang tidak terlalu kuat

menghentak hentak benda kuat disekitarnya selanjutnya masukkan sudap lidah kedalam

mulut si penderita dan jangan mencoba melepas sudap lidah yang sedang tergigit karena

dapat mematah kan gigi.8

  Perawatan koma

Tindakan pertama pada penderita koma adalah menjaga dan mengusaha kan agar jalan nafas

atas tetap terbuka.cara yang sederhana dan cukup efektif dalam menjaga terbukanya jalan

nafas atas adalah dengan manuver tik –neck lift,yaitu kepala direndahkan dan leher dalam

posisi ekstensi kebelakang atau head tilt –chain lift dengan kepala direndahkan dan dagu

ditarik ke atas,atau jau-thrsut,yaitu mandibula kiri kanan diekstensikan keatas sambil

mengangkat kepala kebelakang.kemudian dapat dilanjutkan dengan pemasangan

oropharyngeal airway

  Perawatan edema paru

 Sebaiknya penderita dirawat di ICU karna membutuhkan perawatan animasi dengan

respirator

14 | P a g e

Page 15: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

  Pengobatan obstetrik

Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri,tanpa

memandang umur kehamilan dan keadaan janin.persalinan diakhiri bila sudah mencapai

stabilitas (pemulihan)hemodinamika dan metabolism ibu. Pada perawatan pasca persalinan,

bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana

lazimnya.9

Penanganan di IGD

Kejang pada eklampsia merupakan suatu kegawatan yang dapat mengancam jiwa dan

membutuhkan penanganan segera untuk mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas

maternal.

Prioritas pertama dari penanganan di gawat darurat adalah untuk mencegah cedera

pada ibu dan menyediakan support pada sistem respiratorik dan kardiovaskular. Oksigen

tambahan harus segera diberikan. Kemudian pasien diposisikan dengan posisi miring ke kiri,

posisi ini mengurangi resiko untuk terjadinya aspirasi dan akan memperbaiki aliran darah ke

uterus dengan mengurangi obstruksi dari vena cava oleh uterus gravida. Selama kejang

pasien harus kita proteksi dengan cara menjaga bed pasien agar pasien tidak terjatuh,

menggunakan spatel tongue diantara gigi pasien agar lidah tidak tergigit, dan menghisap

lendir di rongga mulut jika diperlukan. Setelah kejang berakhir, akses intravena harus

didapatkan dengan menggunakan jarum abocath no.16 ataupun 18, yang kemudian berguna

untuk memberikan cairan dan obat-obatan serta untuk mengambil spesimen darah. Cairan

intravena harus dibatasi dengan menggunakan larutan isotonik untuk mengganti urine output

ditambah dengan 700 mL/hari untuk mengganti insensible loss.10

Usaha untuk mempersingkat atau menghilangkan kejang yang pertama kali biasanya

tidak diperlukan. Magnesium sulfate diberikan untuk mencegah dan mengatasi kejang yang

berikutnya pada wanita dengan eklampsia. Magnesium sulfate diberikan secara intravena

dengan loading dose sebesar 4-6 g selama 20 menit diikuti dengan maintenance dose sebesar

1-2 g/jam dalam bentuk drip infus. Sebanyak 10% dari wanita dengan eklampsia akan

mengalami kejang tambahan setelah mendapatkan magnesium sulfate. Bolus 2 g magnesium

berikutnya dapat diberikan lagi pada kasus ini. Syarat pemberian magnesium sulfat adalah

harus tersedia antidotum magnesium sulfat yaitu kalsium glukonas 10%, diberikan iv secara

15 | P a g e

Page 16: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

perlahan, apabila terdapat tanda – tanda intoksikasi MgSO4, refleks patella positif, frekuensi

pernafasan > 16 kali / menit, produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/ kg BB/

jam ). Untuk kasus yang jarang pasien masih mengalami kejang terus menerus meskipun

telah mendapat terapi magnesium yang adekuat, maka kejang dapat diberikan sodium

amobarbital, 250 mg secara intravena selama 3-5 menit. Selain itu cara yang lebih umum

digunakan adalah dengan memberikan lorazepam (Ativan) 4 mg IV selama 2-5 menit (dapat

diulangi dalam 5-15 menit sampai dosis maksimum 8 mg dalam 12 jam atau diazepam

(valium), 5-10 mg IV secara lambat (dapat diulangi setiap 15 menit samapi mencapai 30 mg),

kedua cara ini sesuai seperti pada protokol untuk status epileptikus.

Tekanan darah harus dikontrol dengan tujuan utama untuk mempertahankan tekanan

darah sistolik diantara 140 dan 160 mmHg dan tekanan darah diastolik antara 90 dan 110

mmHg dengan memberikan obat-obatan antihipertensi sesuai yang diperlukan (seperti,

hidralazine, labetolol). Hipertensi berat harus segera diatasi setelah infus magnesium

diberikan. Dosis bolus intravena yang direkomendasikan adalah 5-10 mg hidralazine atau 20-

40 mg labetalol setiap 15 menit jika diperlukan. Obat-obatan antihipertensi poten lain seperti

sodium nitroprusside atau nitroglycerin juga dapat digunakan namun jarang dibutuhkan.

Evaluasi harus dilakukan untuk tidak menurunkan tekanan darah terlalu drastis, dimana

penurunan yang berlebihan dapat menyebabkan perfusi uteroplasenta yang tidak adekuat

serta terjadi fetal distress. Oral nifedipine (40-120 mg/hari) dengan atau tanpa labetalol (600-

2400 mg/hari) dapat juga diberikan.9

Sesuai dengan perjalanan klinis penyakit, maka status neurologis pasien harus secara

reguler diperiksa untuk mengawasi jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial

ataupun perdarahan (seperti, pemeriksaan funduskopi, saraf kranialis). Evaluasi terhadap

cairan yang diberikan dan urine output, laju nafas ibu, serta oksigenasi harus dilakukan.

Selain itu pengawasan terhadap status fetus juga harus dilakukan. Monitoring yang lebih

invasif seperti pulmonary arterial pressure jarang diindikasikan, namun dapat membantu pada

pasien dengan edema pulmoner atau oliguria/anuria.

Setelah kejang terkontrol dan pasien telah mendapatkan kembali kesadarannya,

kondisi medis lainnya harus diperiksa untuk mencari kemungkinan lain penyebab dari kejang.

Diuretik hanya diberikan jika terdapat edema pulmoner, gagal jantung kongestif serta

edema anasarka.8,9

16 | P a g e

Page 17: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

Laju jantung fetus serta kontraksi uterus harus selalu di awasi. Bradikardia fetus

merupakan hal yang sering ditemukan selama kejang eklampsia dan dilaporkan terjadi selama

30 detik sampai 9 menit. Interval waktu dari onset kejang sampai pada jatunya laju jantung

fetus adalah sekitar 5 menit atau kurang. Takikardia transisional dapat terjadi setelah

bradikardia. Setelah bradikardia inisial, selama fase pemulihan, laju jantung janin dapat

menunjukkan hilangnya variabilitas jangka pendek dan panjang dan juga terdapat deselerasi

akhir. Kelainan ini disebabkan mungkinkarena berkurangnya aliran darah uterus yang

disebabkan oleh vasospasme kuat dan hiperaktivitas uterus selama kejang. Jika laju jantung

janin tidak membaik setelah kejang, evaluasi lebih lanjut harus dilakukan. Janin dengan

pertumbuhan terhambat dan prematur memerlukan waktu lebih lama untuk pulih setelah

kejang. Abruptio plasenta dapat terjadi jika hiperaktivitas uterus masih ada dan bradikardia

fetus menetap.10

Terapi defenitif dari preeklampsia-eklampsia adalah melahirkan fetus dan plasenta

setelah pasien telah stabil terlebih dahulu. Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri

tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Jangan melakukan usaha apapun

untuk melahirkan bayi baik pervaginam maupun seksio cesarea sampai fase akut dari kejang

ataupun koma telah dilewati. Cara melahirkan bayi harus berdasarkan indikasi obstetri namun

tetap diingat fakta bahwa persalinan pervaginam lebih dipilih dari sudut pandang ibu. Steroid

dapat diberikan untuk mengantisipasi persalinan emergensi jika kehamilan kurang dari 32

minggu. Betamethasone 12 mg intramuscular setiap 24 jam X 2 dosis atau dexamethasone 6

mg intramuskular setiap 12 jam X 4 dosis adalah direkomendasikan. Penanganan nyeri

maternal pada saat persalinan adalah vital dan dapat diatasi baik dengan opioid sistemik

maupun anestesia epidural. Jika tidak ada malpresentasi fetus ataupun distress fetus, oksitosin

ataupun prostaglandin dapat diberikan untuk menginduksi persalinan. Seksio cesarea dapat

dipilih pada pasien dengan serviks yang tidak bagus dan umur kehamilan 30 minggu atau

kurang, dimana induksi pada keadaan ini akan menghasilkan fase intrapartum yang lebih

lama dan seringkali tidak berhasil untuk mencegah seksio cesarea dengan tingginya

komplikasi intrapartum yang terjadi. Komplikasi intrapartum yang dapat terjadi adalah

seperti pertumbuhan janin terhambat, pola denyut jantung bayi yang buruk (30%), serta

abrupsio plasenta (23%). Tanpa memandang umur kehamilan, iduksi yang lama dengan

perburukan klinis yang signifikan dari kardiovaskular, hematologis, renal, hepatik, dan/atau

status neurologi dari ibu adalah secara umum merupakan indikasi uuntuk dilakukan seksio

cesarea.9,10

17 | P a g e

Page 18: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

Persiapan Pra-anesthesia

Perhatian khusus harus diberikan pada penilaian jalan nafas (airway). Edema wajah

ataupun stridor dapat merupakan indikasi adanya edema pada jalan nafas sehingga akan

membuat intubasi menjadi sulit.

Pasien-pasien dengan preeklampsia biasanya adalah hipovolemik dan lebih cenderung

untuk terjadinya hipotensi dengan pemberian anesthesia neuraksial. Pasien-pasien ini juga

beresiko untuk terjadi edema pulmoner; oleh karena itu, hidrasi yang adekuat harus diberikan.

Cairan preload berupa kristaloid sebanyak 500 sampai 1000 mL adalah biasanya cukup pada

neuroaksial. Monitoring sentral yang invasif seperti pemasangan CVC dapat diindikasikan

pada pasien yang mengalami edema pulmoner ataupun oliguria yang tidak responsif dengan

pemberian cairan. Monitoring tekanan darah intra-arteri diindikasikan pada hipertensi yang

refraktorik, terutama jika infus antihipertensi diperlukan.8,10

Meskipun preeklampsia dihubungkan dengan retensi air dan sodium yang berlebihan,

hipovolemia dapat terjadi karena perpindahan cairan dan protein ke dalam kompartemen

ekstravaskular. Hubungan terbalik antara volume intravaskular dan keparahan hipertensi telah

ditunjukkan, dan pasien dengan tekanan diastolik sangat tinggi diharapkan mempunyai CVP

yang negatif. Pengembalian volume intravaskular yang hati-hati dapat menghasilkan

perbaikan perfusi jaringan maternal, dimana dengan pemberian cairan maka terdapat

kenaikan pulmonary capillary wedge pressure dan cardiac index dam penurunan resistensi

vaskular perifer dan laju jantung maternal. Pada keadaan hipertensi, central venous pressure

bukan pilihan cara untuk pengukuran preload.

Pemeriksaan laboratorium wajib dilakukan termasuk pemeriksaan darah lengkap.

Peningkatan hematokrit mengindikasikan adanya hipovolemia. Trombositopenia terjadi pada

sekitar 15% pasien preeklampsia. Jumlah trombosit kurang dari 70.000/mm3 meningkatkan

resiko terjadinya hematoma epidural. Pemeriksaan fungsi trombosit berguna untuk

mengevaluasi kelayakan pasien untuk dilakukan anestesia regional, yaitu jika jumlah

trombosit 70.000 sampai 100.000/mm3.

Pemeriksaan faal hati, ureum kreatinin adalah esensial untuk menentukan tingkat

keparahan dari preeklampsia atau mendeteksi adanya sindroma HELLP. Pemeriksaan AGDA

dan foto thoraks dilakukan jika terdapat tanda dan gejala edema pulmoner.7,9

18 | P a g e

Page 19: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

Anesthesia Untuk Persalinan Per Vaginam

Persalinan per vaginam pada kehamilan dengan hipertensi dan tidak adanya fetal

distress merupakan rencana anesthesia yang dapat diterima. Seksio cesarea adalah

dibutuhkan jika terdapat fetal distress, dimana merefleksikan suatu perburukan yang progresif

dari sirkulasi uteroplasental. Tanpa memandang teknik anesthesia yang dipilih, penting untuk

melanjutkan monitoring HR fetus sampai operasi dimulai, terutama jika terdapat fetal

distress.

Analgesia epidural merupakan teknik yang dipilih sebagai analgesia persalinan, jika

tidak dikontraindikasikan. Anestesia epidural dapat mengurangi level katekolamin maternal

dan dapat memfasilitasi kontrol tekanan darah pada saat persalinan. Preeklampsia

mengganggu perfusi uteroplasenta dikarenakan komponen vasospastik dari penyakit tersebut.

Anestesia epidural dapat memperbaiki aliran darah intervillous pada peeklampsia, sehingga

memperbaiki sirkulasi uteroplasenta dan sebagai hasil fetus pun semakin baik.9

Oleh karena pasien ini beresiko untuk dilakukannya seksio cesarea maka pemasangan

epidural lebih awal dapat memfasilitasi penggunaan anesthesia epidural pada seksio cesarea,

sehingga mencegah resiko dilakukannya general anesthesia. Anestesia epidural dilakukan

infus berkelanjutan dari larutan anestesi lokal yang mengandung ropivacaine atau

bupivacaine dikombinasikan dengan opioid, dengan tetap mempertahankan posisi uterus di

sebelah kiri serta monitoring denyut jantung janin. Oleh karena hipersensitifitas pembuluh

darah maternal terhadap katekolamin, maka larutan anetesi yang dipilih adalah tanpa

mengandung epinefrin.9

Anesthesia Untuk Seksio Cesarea

Epidural Anesthesia

Anesthesia epidural pada pasien dengan preeklampsia-eklampsia memberikan

keuntungan dimana blokade simpatis yang gradual; hal ini memberikan stabilitas

kardiovaskular dan mencegah terjadinya depresi neonatus. Pengurangan vasospasm dan

hipertensi yang didapat menghasilkan aliran darah uteroplasenta yang baik. Teknik regional

ini juga mengurangi resiko terjadinya komplikasi jalan nafas dan mencegah perubahan

hemodinamik yang berhubungan dengan intubasi.10

19 | P a g e

Page 20: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

Teknik epidural ini juga memberikan fleksibilitas sebagai contoh untuk seksio cesarea

yang lama. Pada wanita yang memakai tenik ini dengan kateter epidural yang terpasang untuk

persalinan pervaginam, pada saat emergensi untuk dilakukan seksio cesarea, anesthesia dapat

diberikan melalui kateter ini.

Obat-obatan anesthetik yang digunakan harus memberikan blok sensorik onset cepat

dengan durasi aksi yang tepat. Agen yang biasa digunakan termasuk 2-chloroprocaine,

lidocaine, bupivacaine. Jika dibandingkan dengan anesthesia spinal, dosis anesthetik lokal

yang diberikan sangat besar untuk mendapatkan level adekuat seksio cesarea. Kateter

epidural berisiko untuk migras, dan biarpun aspirasi yang negatif, tidak secara pasti

menghilangkan resiko penempatan intravaskular ataupun intrathecal. Oleh karena volume

yang besar dapat berpotensi terjadi toksisitas anesthetik lokal. Pertama, kateter harus

diaspirasi sebelum digunakan dan test dose yang sesuai harus dilakukan. Kedua, zat

anesthetik harus diberikan dalam dosis terfraksinasi. Terakhir, obat-obatan yang lebih aman

(mis, chloroprocaine dan lidocaine) atau anesthetic lokal amide baru (mis, ropivacaine dan

levobupicaine) lebih dipilih.10

Anestesia Spinal

Anestesia spinal secara tradisional cenderung untuk dihindari pada pasien dengan

preeklampsia dikarenakan resiko untuk terjadinya hipotensi berat. Namun, pada pasien

dengan preeklampsia berat, besarnya penurunan tekanan darah maternal adalah sama setelah

pemberian baik anestesia spinal maupun epidural pada seksio cesarea. Sama seperti

pemberian anestesia epidural, pemberian hidrasi intravena yang dilakukan sebelum anestesia

spinal adalah hal yang penting. Tekanan darah sistolik berkurang lebih dari 30% dari sebelum

dilakukan blok, penatalaksanaan yang diberikan terdiri dari penggeseran uterus ke kiri dan

penambahan infus cairan yang dikombinasikan dengan dosis kecil baik ephedrine (5 mg IV)

ataupun phenylephrine (100 μg IV). Level sensorik T4 merupakan batas yang digunakan

untuk seksio cesarea, tetap diingat bahwa kebutuhan anestesia pada pasien dengan kehamilan

adalah berkurang. Pada sebagian besar instansim bupivacaine (12-15 mg) adalah adekuat

untuk mencapai level sensorik T4 dan 120 menit durasi anestesia. Obat—obatan opioid

seperti, meperidine (10 mg) atau morphine (0,1-0,2 mg) harus ditambahkan sebagai analgesia

postoperative.9,10

20 | P a g e

Page 21: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

General Anesthesia

Meskipun penggunaan general anesthesia untuk seksio cesarea secara dramatis telah

menurun dalam dekade terakhir ini, hal ini tetap diperlukan untuk penanganan beberapa

situasi, seperti perdarahan maternal, koagulopati nyata, kelainan fetal yang mengancam

nyawa, atau kasus-kasus pasien menolak untuk dilakukan anesthesia regional.

General anesthesia diindikasikan pada pasien preeklampsia yang menjalani seksio

cesarea yang menolak untuk dilakukan anestesia regional atau yang mempunyai penyakit

koagulopati. Berdasarkan pengalaman, pasien yang membutuhkan seksio cesarea untuk fetal

distress telah ditangani paling banyak dengan anestesia umum, dengan alasan waktu yang

dibutuhkan untuk melakukan anestesia regional sangat merugikan fetus. Namun, anestesia

spinal yang dapat dilakukan dengan cepat dapat mencegah efek depresi pernafasan dari obat

pada fetus dan menghindarkan resiko intubasi trakea yang gagal atau sulit. Anestesia umum

dapat dipilih jika perdarahan atau sepsis merupakan alasan untuk dilakukan seksio cesarea

emergensi. Dengan adanya fetal distress, denyut jantung janin harus diawasi secara terus-

menerus ketika akan mempersiapkan induksi anestesia.10

Resiko anestesia umum pada pasien dengan preeklampsia yaitu sulitnya untuk

dilakukan intubasi dikarenakan adanya edema laring, kemungkinan terjadi aspirasi isi

lambung, peningkatan sensitivitas terhadap obat muscle relaxant nondepolarizing,

peningkatan respon terhadap laringoskop dan intubasi trakea, dan aliran darah plasenta yang

terganggu. Mortalitas anestesia umum pada pasien ini hampir selalu dikarenakan karena

sulitnya managemen jalan nafas ataupun gagalnya intubasi trakea.

Sebelum dilakukan induksi anestesia, sangat penting untuk mengembalikan volume

cairan intravaskular dan kontrol tekanan darah. Induksi anestesia biasanya digunakan

thiopental ditambah dengan succinylcholine untuk memfasilitasi intubasi trakea. Penggunaan

dosis defasciculating obat nondepolarizing muscle relaxant sebelum pemberian

succinylcholine tidak diperlukan, dimana terapi magnesium (yang merupakan sering

digunakan sebagai terapi pada pasien ini) akan memperkuat efek fasciculation yang

dihasilkan succinylcholine.

Edema yang berlebihan pada saluran nafas bagian atas dapat mengganggu visualisasi

dari pembukaan glotis, dan pembengkakan dari laring dapat membuat kita untuk memakai

pipa ETT yang lebih kecil. Edema laring biasanya terjadi sebagai bagian dari edema seluruh

21 | P a g e

Page 22: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

tubuh dan wajah yang terjadi pada pereeklampsia; namun dapat juga terjadi dengan hanya

sedikit tanda dan gejala. Penting untuk mencegah usaha yang berulang untuk pemasangan

laringoskop, karena hal ini akan memperburuk edema yang sudah ada. Pada pasien dengan

preeklampsia dengan gangguann koagulasi, jika ada trauma akibat laringoskop dapat

berakibat pada perdarahan.10

Respon tekanan darah sistemik terhadap laringoskop direk dan pemasangan ETT

adalah meningkat pada pasien dengan preeklampsia, oleh karena itu mempertinggi resiko

terjadinya perdarahan serebral. Selain itu, pentingnya menurunkan respon pressor ini adalah

dapat terjadi juga peningkatan konsumpsi oksigen miokardial, aritmia, dan edema pulmoner,

begitu juga penurunan signifikan cari aliran darah ke uterus yang dapat membahayakan janin.

Idealnya, short-duration laringoscopy adalah metode yang paling bagus untuk

meminimalisasikan respon tekanan darah dan denyut jantung akibat pemasangan ETT.

Hydralazine (5-10 mg IV diberikan 10-15 menit sebelum induksi anestesia), labetolol (10-10

mg IV 5-10 menit sebelum dilakukan induksi anestesia), ataupun nitroglycerin (1-2 μg/kg IV

sesaat sebelum dilakukan pemasangan laringoskop) dapat diberikan untuk mengontrol respon

tekanan darah sistemik ini.11

Anestesia volatile dosis rendah (0,5-1,0 MAC) dengan atau tanpa 50% NO dapat

digunakan sebagai dosis maintenance. Pada pasien-pasien ini, penentu utama terjadinya

depresi pernafasan janin adalah lamanya interval antara insisi uterus dan persalinan, dengan

durasi anestesia menjadi penting jika hanya dengan pemberian yang lama (>20 menit)

sebelum persalinan. Setelah persalinan, anestesia ditambahkan dengan opioid. Potensiasi obat

muscle relaxant dengan magnesium dapat terjadi, dan oleh karena itu peripheral nerve

stimulator adalah penting untuk pengawasan fungsi neuromuskular.

Teknik General Anesthesia

Menurut Gambling, pertama-tama dapat diberi 30 mL 0,3 M sodium sitrat per oral

dan metoclopramide 10 mg intravena sesaat sebelum induksi anestheisa. Setelah

denitrogenasi, induksi anesthesia dapat dilakukan dengan cara rapid-sequence, dengan

dilakukan penekanan pada krikoid, sampai ETT terpasang dan cuff diinflasi. Sebelumnya

sodium thiopental 4-5 mg/kg (dosis yang lebih tinggi dari biasanya) untuk induksi anesthesia;

namun sekarang, propofol 2 mg/kg telah menggantikan thiopental, dan lebih sering

digunakan. Succinylcholine 1,5 mg/kg dapat diberikan untuk mendapatkan intubasi yang

efektif. ETT no 6 atau 6.5 dapat digunakan pada kasus edema jalan nafas yang tidak

22 | P a g e

Page 23: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

terdeteksi. Rocuronium, vecuronium, ataupun atracurium dapat juga digunakan sebagai

relaksan otot. Untuk mendapatkan kedalaman anesthesia yang adekuat, dapat diberikan

isoflurane 0,7% sampai 1% atau sevoflurane 1% sampai 2% dalam 50% NO dan 50% O2

sebelum persalinan, untuk mengontrol hipertensi dan mencegah pasien terbangun.7,10

Setelah melahirkan bayi, dapat diberikan fentanyl 3-5 μg/kg secara intravena, dan

konsentrasi dari NO dapat dinaikkan menjadi 66%. Hipertensi jarang memerlukan

pengobatan setelah persalinan. Faktanya, sesaat setelah persalinan, hipotensi lebih sering

terjadi dibandingkan hipertensi, dengan teknik anesthesia apapun. Magnesium sulfat dapat

diberikan sepanjang anesthesia kecuali sampai terjadi hipotensi. Sebelum bangun dapat

diberikan ondansentron 4 mg dan dexamethasone 4 mg secara intravena untuk profilaksis

mual dan muntah. Morphine 5 sampai 10 mg secara intravena dapat diberikan sebagai

analgesia postoperatif awal.

Penanganan Post-Operative

Terapi definitif dari preeklampsia-eklampsia adalah dengan melahirkan janin dan

fetus. Sebelum persalinan, dan selama masa post-partum sesaat sesudahnya, penanganan

adalah suportif dan berfokus pada kontrol tekanan darah, pencegahan kejang, maintenance

perfusi plasenta dan pencegahan komplikasi. Jika komplikasi dapat dicegah, penyakit ini

normalnya akan sembuh sempurna setelah melahirkan. Transfer ibu ke tertiary center

sebelum persalinan harus dipikirkan kiak unti neonatal level III tidak ada. Wanita hamil dan

postpartum mempunyai penanganan yang khusus dimana tidak semua staff bangsal

berpengalaman dengan hal itu. Rujukan ke ICU sebelum persalinan dapat dilakukan pada

kasus-kasus yang berat, atau ketika bangsal obstetri mempunyai kurang alat dan pengalaman

untuk monitoring intensif. Karena prematuritas merupakan penyebab utama dari morbiditas

neonatal, penanganan neonatus juga merupakan hal yang penting. Setelah persalinan, kasus-

kasus berat harus ditangani di ICU selama 24-72 jam.8,10

Pasien biasanya dirujuk ke ICU untuk penanganan postpartum, terutama setelah

persalinan dengan seksio cesarea. Resiko edema pulmoner adalah paling besar setelah

persalinan dan kebanyakan kematian maternal terjadi pada saat itu. Setelah persalinan, sering

terjadi perbaikan awal dengan adanya kambuh dalam 24 jam pertama. Terapi magnesium

harus diteruskan untuk diteruskan untuk 24 sampai 48 jam. Obat-obatan antihipertensi dapat

dikurangi sesuai dengan tekanan darah. Beberapa pasien dapat memerlukan perubahan ke

medikasi oral yang perlu dilanjutkan sampai beberapa minggu. Dukungan psikologis adalah

23 | P a g e

Page 24: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

penting, terutama jika terdapat outcome neonatus yang buruk. Pemulihan penuh dari

disfungsi organ yang terjadi pada preeklampsia-eklampsia biasanya akan normal kembali

dalam 6 minggu.11

Prinsip perawatan post-op atau post-partum pada pasien dengan preeklampsia-

eklampsia adalah:

1. Analgesia: Wanita yang menjalani seksio cesarea dapat diberikan opioid epidural atau

intratechal kecuali terdapat kontraindikasi. Pasien dapat diberikan morfin 2,5 sampai

3,0 mg secara epidural atau 0,1 sampai 0,15 secara intratechal, tanpa memandang

terapi yang lain, oleh karena obsrvasi yang ketat masih harus tetap dilakukan paling

sedikit untuk 24 jam. Pemberian NSAIDs bersamaan dapat memperbaiki dan

memperpanjang analgesia intraspinal opioid setelah seksio cesarea.

2. Balans cairan: Tabel balans cairan pasien harus dibuat secara ketat dan dipertahankan

paling sedikit 24 jam atau sampai diuresis normal. Pemasukan total tidak boleh

melebihi 75 ml/hari sampai kelebihan cairan ekstraseluler dapat dimobilisasi.

3. MgSO4: MgSO4 dapat diberikan paling sedikit untuk 24 jam postpartum atau sampai

diuresis maternal tercapai. Durasi terapi bervariasi dari satu literatur ke yang lain dan

tampaknya bersifat empiris namun secara tipikal berhubungan dengan tingkat

penyembuhan dari hipertensi, oliguria, dan/atau koagulopati, begitu juga dengan

keadaan umum pasien. Kejang pada postpartum akhir dapat juga terjadi.

4. Kontrol hemodinamik: hal ini perlu untuk memberikan terapi antihipertensi untuk

mencegah hipertensi rebound ketika pasien mengalami nyeri pasca-operasi.

Pada beberapa kasus, preeklampsia berat-eklampsia, dengan atau tanpa sindroma

HELLP, menetap lebih dari 24 sampai 48 jam postpartum. Pasien dengan hipertensi

persisten, oliguria, dan trombositopenia mempunyai morbiditas dan mortalitas yang lebih

tinggi, terutama jika kelainan ini tidak dapat diatasi juga dalam 72 sampai 96 jam

postpartum.7,8,9,11

Komplikasi

Solusio plasenta.

Hipofibrinogenia.

Hemolisis

Perdarahan otak.

24 | P a g e

Page 25: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung sampai 1

minggu, perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda

gawat akan terjadinya apofleksia serebri.

Edema paru.

Nekrosis hati.

Sindroma help.

Kelainan ginjal.

Komplikasi lain (lidah tergigit, trama dan fraktur karena jtuh dan DIC).

Prematuritas, dismaturitas dan IUFD.11

Prognosis

Kematian ibu berkisar antara 9,8%-25%, sedangkan kematian bayi berkisar antara 42,2%-

48,9%. Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan , maka gejala perbaikan

akan tampak jelas stelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhhir

perubahan patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam

kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal

ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa

jam kemudian.10,11

Eklampsi tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu yang sudah

mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsi juga tergolong buruk.

Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi bayi

sudah sangat inferior.

Kesimpulan

Eklampsia adalah keadaan klinis yang ditandai dengan kejang atau konvulsi yang

tidak dapat dijelaskan ataupun perubahan status mental dengan adanya tanda dan gejala dari

preeklampsia. Eklampsia merupakan salah satu penyebab tersering dari kematian ibu

diseluruh dunia.

Penanganan eklampsia meliputi mempertahankan jalan nafas, oksigenasi, serta

oksigenasi yang cukup, mengatasi kejang dengan pemberian Mg SO4, mengontrol tekanan

darah dengan obat-obat pilihan seperti labetolol, hidralazine dan nifedifine. Terapi definitif

25 | P a g e

Page 26: Makalah Blok 29 (Emergency) by. Naomi

adalah persalinan, dimana dalam keadaan darurat dapat dilakukan seksio cesarea. Anestesia

yang digunakan meliputi epidural, spinal dan general anesthesia sesuai indikasi. Untuk post-

operasi, hemodinamik tetap dijaga, dimana pemberian MgSO4 tetap dilanjutkan sampai 48-

72 jam, pemberian antihipertensi sampai tekanan darah terkontrol, serta pemberian analgetik

untuk nyeri pasca operasi.

Daftar pustaka

1. Abdurahman N, Daldiyono H, Markum, dkk. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.

Jakarta: Balai penerbit FKUI ;2010. Hal 7-19

2. Merkum, H. M. S. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta;

FKUI;2011.h.23-29

3. Sofian, A. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Jilid 1. Jakarta: EGC; 2009.h.67-

179

4. Angsar, D. Hipertensi dalam Kehamilan. Edisi II. Surabaya: Lab/SMF Obstetri

Ginekologi, Fakultas Kedokteran UNAIR/RSUD Dr Soetomo

5. Ross, M. G., Eclampsia. Departement of Obstetrics and Gynecology, Harbor-UCLA

Medical Center. 2011

6. Cheng, A. Y., Kwan, A., Perioperative Management of Intra-Partum Seizure. Anaesth

Intensive Care 2007;25:535-538

7. Birnbach, D. J., Browne, I. M., Anesthesia for Obstetrics. In: Miller, R. D., Miller’s

Anesthesia 7th Edition. San Fransisco: Churchill Livingstone Elsevier. 2012

8. Guy, A. M., Silverberg, M. A., Pregnancy, Eclampsia. Departement of Emergency,

State University of New York Downstate Medical Center. 2009

9. Braveman, F. R., Scavone, B. M., Wong, C. A., Obstetrical Anesthesia.Barash, P. G.,

Cullen, B. F., Stoelting, R. K., Cahalan, M. K., Stock, M. C., Clinical Anesthesia 7th

Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2009.1149-1154

10. Kee, W. D. N., Gin, T., In: Bersten, A. D., Soni, N., Oh’s Intensive Care Manual 6th

Edition. Butterworth Philadelphia: Heinemann Elsevier. 2012. 665-670

11. Gambling, D. R., Hypertensive Disorders. In: Chestnut, D. H., Obstetric Anesthesia

Principles and Practice 3rd Edition. Philadelphia: Elsevier. 2010

26 | P a g e