tuga sap.odt
TRANSCRIPT
RW IV
BAB 1
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Hari/tanggal: sabtu, 22 juni 2015Tempat: Ruang kelas s1keperawatan 4aWaktu: 08.00 WIB selama 30 menitMateri: Trauma Okuli
TujuanTujuan Instruksional Umum
Setelah diberikan penyuluhan, keluarga, pengunjung dan penjaga pasien mengerti tentang penyakit trauma okuli.Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapatkan penyuluhan peserta mampu:Memahami pengertian trauma okuli
Mengerti penyebab trauma okuli
Mengenali tanda dan gejala trauma okuli
Mengetahui penanganan trauma okuli
Mengetahui cara pencegahan trauma okuli
Mengetahuai cara mencuci tangan yang benar
Sasaran
Mahasiswa
MateriDefinisi trauma okuli
Penyebab trauma okuli
Tanda dan gejala trauma okuli
Cara penanganan trauma okuli
Cara pencegahan trauma okuli
MetodeCeramah
Tanya Jawab
Setting
Setting waktu
WAKTUKEGIATAN PENYULUHANKEGIATAN PESERTAPELAKSANA
1.5 MenitPembukaan :Membuka kegiatan dengan mengucapkan salam.
Memperkenalkan diri
Menjelaskan tujuan dari penyuluhan
Menyebutkan materi yang akan diberikan
Melakukan kontrak waktu penyuluhan
Menjawab salam
Mendengarkan
Memperhatikan
Memperhatikan
Memperhatikan
Penyuluh/ penyaji
2.15 MenitPelaksanaan :Mengevaluasi pengetahuan peserta sebelum diberi penyuluhan
Menjelaskan tentang pengertian trauma okuli
Menjelaskan tentang penyebab trauma okuli
Menjelaskan tentang tanda dan gejala trauma okuli
Menjelaskan tentang penanganan trauma okuli
Menjelaskan tentang pencegahan trauma okuli
Memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya
Menjawab
Memperhatikan
Memperhatikan
Memperhatikan
Memperhatikan
Memperhatikan
Mengajukan pertanyaan mengenai materi yang kurang dipahami
Penyuluh/ penyaji
3.10 MenitEvaluasi & Terminasi:Bertanya kepada peserta tentang materi yang telah diberikan
Mengucapkan terimakasih atas peran serta peserta.
Mengucapkan salam penutup
Menjawab pertanyaan
Mendengarkan
Menjawab salam
Moderator :
MediaLCD/flipchart
Leaflet
Pengorganisasian
1. Penyuluh/Penyaji
Kriteria Evaluasi
Evaluasi Struktur
1)Peserta hadir ditempat penyuluhan minimal 5 menit sebelum acara dimulai2)Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di Ruang kelas s1keperawatan 4a 3)Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan 1 jam sebelum acara dengan mempersiapkan LCD/flipchart, layar dan kursi .
Evaluasi Proses
Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
Peserta tidak meninggalkan tempat sebelum penyuluhan selesai
Peserta mengajukan pertanyaan dan dapat menjawab pertanyaan yang diajukan
Evaluasi Hasil
Peserta mengetahui tentang trauma okuli dengan menanyakan kembali kepada peserta tentang materi. Peserta menjawab pertanyaan yang diajukan penyaji.
Peserta dapat mendemonstrasikan cara pemberian obat tetes dan salep mata.
BABIIMateri Penyuluhan Trauma Mata/OkuliDefinisi
Trouma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang paling sering mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas.Prevalensi kebutaaan akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui dengan pasti, namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran pada tahun 1993-1996 didapatkan bahwa trauma okuli dimasukkan ke dalam penyebab kebutaan lain-lain sebesar 0,15% dari jumlah total kebutaan nasional yang berkisar 1,5%. Trauma okuli juga bukan merupakan 10 besar penyakit mata yang menyebabkan kebutaan.Ada 2 jenis trauma okuli, yaitu :
1.Trauma okuli non perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :a.Tidak menembus dinding orbital (kornea dan sklera masih utuh)b.Mungkin terjadi robekan konjungtivac.Adanya perlukaan kornea dan sklerad.Kontaminasi intra okuli dengan udara luar tidak ada
2.Trauma okuli perforans,yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :a.Adanya dinding orbita yang tertembusb.Adanya kontaminasi intra okuli dengan udara luar
Gambar anatomi bola mataPenyebab trauma okuli :
Fisik atau MekanikTrauma Tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
Trauma Tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, bahkan peralatan pertukangan.
Trauma Peluru, merupakan kombinasi antara trauma tumpul dan trauma tajam, terkadang peluru masih tertinggal didalam bola mata. Misalnya peluru senapan angin, dan peluru karet.
KhemisTrauma Khemis basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur, lem (perekat).
cuka, bahan asam-asam dilaboratorium, gas airmata.
FisisTrauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi.
Tanda dan gejala trauma okuliGejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya trauma.
Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya benda asing didalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat bersifat tidak beracun dan beracun. Benda beracun contohnya logam besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun seperti pasir, kaca. Bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.
Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata, terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
Trauma Khemis asam umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada trauma khemis basa. Mata nampak merah, bengkak, keluar airmata berlebihan dan penderita nampak sangat kesakitan, tetapi trauma basa akan berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan mata/ kornea secara perlahan-lahan.
Gejala klinis yang dapat terjadi pada trauma mata antara lain : Perdarahan atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya
Pada trauma mata perdarahan dapat terjadi akibat luka atau robeknya kelopak mata atau perdarahan yang berasal dari bola mata. Pada trauma tembus caian humor akueus dapat keluar dari mata. Memar pada sekitar mata
Memar pada sekitar mata dapat terjadi akibat hematoma pada palpebra. Hematoma pada palpebra juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur basis kranii.Penurunan visus dalam waktu yang mendadak
Penurunan visus pada trauma mata dapat disebabkan oleh dua hal, yang pertama terhalangnya jalur refraksi akibat komplikasi trauma baik di segmen anterior maupun segmen posterior bola mata, yang kedua akibat terlepasnya lensa atau retina dan avulsi nervus optikus. Penglihatan ganda
Penglihatan ganda atau diplopia pada trauma mata dapat terjadi karena robeknya pangkal iris. Karena iris robek maka bentuk pupil menjadi tidak bulat. Hal ini dapat menyebabkan penglihatan ganda pada pasien.Mata bewarna merah
Pada trauma mata yang disertai dengan erosi kornea dapat ditemukan pericorneal injection (PCI) sehingga mata terlihat merah pada daerah sentral. Hal ini dapat pula ditemui pada trauma mata dengan perdarahan subkonjungtiva. Nyeri dan rasa menyengat pada mata
Pada trauma mata dapat terjadi nyeri yang disebabkan edema pada palpebra. Peningkatan tekanan bola mata juga dapat menyebabkan nyeri pada mata. Sakit kepala
Pada trauma mata sering disertai dengan trauma kepala. Sehingga menimbulkan nyeri kepala. Pandangan yang kabur dan ganda pun dapat menyebabkan sakit kepala. Mata terasa Gatal, terasa ada yang mengganjal pada mata
Pada trauma mata dengan benda asing baik pada konjungtiva ataupun segmen anterior mata dapat menyebabkan mata terasa gatal dan mengganjal. Jika terdapat benda asing hal ini dapat menyebabkan peningkatan produksi air mata sebagai salah satu mekanisme perlindungan pada mata.Fotopobia
Fotopobia pada trauma mata dapat terjadi karena dua penyebab. Pertama adanya benda asing pada jalur refraksi, contohnya hifema, erosi kornea, benda asing pada segmen anterior bola mata menyebabkan jalur sinar yang masuk ke dalam mata menjadi tidak teratur, hal ini menimbulkan silau pada pasien. Penyebab lain fotopobia pada pasien trauma mata adalah lumpuhnya iris. Lumpuhnya iris menyebabkan pupil tidak dapat mengecil dan cenderung melebar sehingga banyak sinar yang masuk ke dalam mata.
Berikut ini dijelaskan lebih lanjut tentang beberapa manifestasi klinis yang dapat muncul akibat trauma benda tumpul pada okuli diantaranya antara lain:Hematoma palpebra
Hematoma palpebra merupakan pembengkakan atau penimbunan darah
di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra.
Hematoma palpebra merupakan kelainan yang sering terlihat pada
trauma tumpul okuli. Bila perdarahan terletak lebih dalam dan
mengenai kedua kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam (racoon
eye) yang sedang dipakai, terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika
yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada pecahnya arteri
oftalmika maka darah masuk kedalam kedua rongga orbita melalui
fisura orbita. Penanganan pertama dapat diberikan kompres dingin
untuk menghentikan perdarahan. Selanjutnya untuk memudahkan
absorpsi darah dapat dilakukan kompres hangat pada palpebra. 2.
Edema konjungtivaJaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir
dapat menjadi kemotik (edema) pada setiap kelainan termasuk akibat
trauma tumpul. Bila palpebra terbuka dan konjungtiva secara
langsung terekspose dengan dunia luar tanpa dapat mengedip maka
keadaan ini telah dapat mengakibatkan edema pada konjungtiva. Edema
konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup
sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtiva. 3. Hematoma
subkonjungtivaHematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah yang terdapat dibawah konjungtiva, seperti arteri
konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya pembuluh darah ini bisa
akibat dari batuk rejan, trauma tumpul atau pada keadaan pembuluh
darah yang mudah pecah. Bila tekanan bola mata rendah dengan pupil
lonjong disertai tajam penglihatan menurun dan hematoma
subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk
mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli. 4. Edema
korneaEdema kornea dapat meberikan keluhan berupa penglihatan kabur
dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang
dilihat. Kornea dapat terlihat keruh. Edema kornea yang berat dapat
mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan neovaskularisasi ke
dalam jaringan stroma kornea. 5. Erosi korneaErosi kornea merupakan
keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan oleh
gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi tanpa cedera
pada membran basal. Dalam waktu singkat epitel sekitar dapat
bermigrasi dengan cepat dan menutupi defek epitel tersebut. Erosi
di kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan sewatu
mata dan kelopak mata digerakkan. Pola tanda goresan vertikal di
kornea mengisyaratkan adanya benda asing tertanam di permukaan
konjungtiva tarsalis di kelopak mata atas. Pemakaian berlebihan
lensa kontak menimbulkan edema kornea.Pada erosi pasien akan merasa
sakit sekali akibat erosi merusak kornea yang mempunyai serat
sensibel yang banyak, mata berair, fotofobia dan penglihatan akan
terganggu oleh media yang keruh.
Pada kornea akan terlihat adanya defek epitel kornea yang bila
diberi fuorosein akan berwarna hijau . Anestesi topikal dapat
diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan rasa
sakit yang sangat. Anestesi topikal diberikan dengan hati-hati
karena dapat menambah kerusakan epitel, yang lebih tepatnya jangan
pernah memberi larutan anestetik topikal kepada pasien untuk
dipakai berulang setelah cedera kornea, karena hal ini dapat
memperlambat penyembuhan, menutupi kerusakan lebih lanjut, dan
dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut kornea permanen. Erosi
yang kecil biasanya akan tertutup kembali setelah 48 jam. Erosi
rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran basal.
Epitel akan sukar menutup dikarenakan terjadinya pelepasan membran
basal epitel kornea sebagai sebagai tempat duduknya sel basal
epitel kornea. Umumnya membrane basal yang rusak akan kembali
normal setelah 6 minggu. Permukaan kornea perlu diberi pelumas
untuk membentuk membran basal kornea. Pemberian siklopegik
bertujuan untuk mengurangi rasa sakit ataupun untuk mengurangi
gejala radang uvea yang mungkn timbul. Antibiotik dapat diberikan
dalam bentuk tetes dan mata ditutup untuk mempercepat pertumbuhan
epitel baru dan mencegah infeksi skunder. Dapat digunakan lensa
kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren pada kornea dengan
maksud untuk mempertahankan epitel berada ditempatnya. 6.
IridoplegiaKelumpuhan otot sfingter pupil yang bisa diakibatkan
karena trauma tumpul pada uvea sehingga menyebabkan pupil menjadi
lebar atau midriasis. Pasien akan sukar melihat dekat karena
gangguan akomodasi dan merasakan silau karena gangguan pengaturan
masuknya cahaya ke pupil. Pupil terlihat tidak sama besar atau
anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi ireguler. Pupil biasanya
tidak bereaksi terhadap sinar.7. IridodialisaIridodialisis adalah
keadaan dimana iris terlepas dari pangkalnya sehingga bentuk pupil
tidak bulat dan pada pangkal iris terdapat lubang. Saat mata kita
berkontak dengan benda asing, maka mata akan bereaksi dengan
menutup kelopak mata dan mata memutar ke atas. Ini alasannya
mengapa titik cedera yang paling sering terjadi adalah pada
temporal bawah pada mata. Pada daerah inilah iris sering terlihat
seperti peripheral iris tears (iridodialisis). Saat mata tertekan
maka iris perifer akan robek pada akarnya dan meninggalkan
crescentic gap yang berwarna hitam tetapi reflek fundus masih dapat
diobservasi. 10 Hal ini mudah terjadi karena bagian iris yang
berdekatan dengan badan silier gampang robek. Lubang pupil pada
pangkal iris tersebut merupakan lubang permanen karena iris tidak
mempunyai kemampuan regenerasi.
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga bentuk pupil menjadi berubah. Perubahan bentuk pupil maupun perubahan ukuran pupil akibat trauma tumpul tidak banyak mengganggu tajam penglihatan penderita. Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya. Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi bersama-sama dengan terbentuknya hifema. Bila keluhan demikian maka pada pasien sebaiknya dilakukan pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.8. HifemaHifema adalah darah di dalam bilik mata depan (camera okuli anterior/COA) yang dapat terjadi akibat trauma tumpul sehingga merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Trauma tumpul sering merobek pembuluh-pembuluh darah iris atau badan siliar dan merusak sudut kamera okuli anterior. Darah di dalam cairan dapat membentuk suatu lapisan yang dapat terlihat (hifema). Glaukoma akut terjadi apabila jaringan trabekular tersumbat oleh fibrin dan sel atau apabila pembentukan bekuan darah menyebabkan sumbatan pupil. Hifema dibagi dalam 4 grade berdasarkan tampilan klinisnya : grade I: menutupi < 1/3 COA (Camera Okuli Anterior)
grade II: menutupi 1/3-1/2 COA
grade III: menutupi 1/2-3/4 COA
grade IV: menutupi 3/4-seluruh COA
Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun dan bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik mata depan dan dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis. Tanda-tanda klinis lain berupa tekanan intraokuli (TIO) normal/meningkat/menurun, bentuk pupil normal/midriasis/lonjong, pelebaran pembuluh darah perikornea, kadang diikuti erosi kornea. 9. IridosiklitisYaitu radang pada uvea anterior yang terjadi akibat reaksi jaringan uvea pada post trauma. Pada mata akan terlihat mata merah, akbat danya darah yang berada di dalam bilik mata depan maka akan terdapat suar dan pupil mata yang mengecil yang mengakibatkan visus menurun. Sebaiknya pada mata diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa fundus dengan midriatika. 10. Subluksasi LensaSubluksasi Lensa adalah lensa yang berpindah tempat akibat putusnya sebagian zonula zinii ataupun dapat terjadi spontan karena trauma atau zonula zinii yang rapuh (sindrom Marphan). Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada, maka lensa akan menjadi cembung dan mata akan menjadi lebih miopi. Lensa yang cembung akan membuat iris terdorong ke depan sehingga bisa mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder. 11. Luksasi Lensa AnteriorYaitu bila seluruh zonula zinii di sekitar ekuator putus akibat trauma sehingga lensa masuk ke dalam bilik mata depan. Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak. Muncul gejala-gejala glaukoma kongestif akut yang disebabkan karena lensa terletak di bilik mata depan yang mengakibatkan terjadinya gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. 12. Luksasi Lensa PosteriorYaitu bila seluruh zonula zinii di sekitar ekuator putus akibat trauma sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah fundus okuli. Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangnya karena lensa mengganggu kampus. Mata menunjukan gejala afakia, bilik mata depan dalam dan iris tremulans.13. Edema Retina dan KoroidTerjadinya sembab pada daerah retina yang bisa diakibatkan oleh trauma tumpul. Edema retina akan memberikan warna retina lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Pada edema retina akibat trauma tumpul mengakibatkan edema makula sehingga tidak terdapat cherry red spot. Penglihatan pasien akan menurun. Penanganan yaitu dengan menyuruh pasien istirahat. Penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunya daerah makula oleh sel pigmen epitel.14. Ablasi RetinaYaitu terlepasnya retina dari koroid yang bisa disebabkan karena trauma. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina. Pada pasien akan terdapat keluhan ketajaman penglihatan menurun, terlihat adanya selaput yang seperti tabir pada pandangannya. Pada pemeriksaan fundus kopi akan terlihat retina berwarna abu-abu dengan pembuluh darah yang terangkat dan berkelok-kelok. 15. Ruptur KoroidRuptur biasanya terletak pada polus posterior bola mata dan melingkar konsentris di sekitar papil saraf optik, biasanya terjadi perdarahan subretina akibat dari ruptur koroid. Bila ruptur koroid terletak atau mengenai daerah makula lutea maka akan terjadi penurunan ketajaman penglihatan.16. Avulsi papil saraf optikSaraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata yang bisa diakibatkan karena trauma tumpul. Penderita akan mengalami penurunan tajam penglihatan yang sangat drastis dan dapat terjadi kebutaan. Penderita perlu dirujuk untuk menilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya (Ilyas, 2003; Jack J, 2005).17. Katarak traumatik Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun tumpul terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun. Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior ataupun posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk katarak tercetak (imprinting) yang disebut cincin Vossius. Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil. Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat disertai dengan terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata depan. Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa yang akan bercampur makrofag dengan cepatnya, yang dapat memberikan bentuk endoftalmitis fakoanafilaktik. Lensa dengan kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks lensa sehingga akan mengakibatkan apa yang disebut sebagai cincin Soemering atau bila epitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat mutiara Elsching.Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya. Bila terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra okular primer atau sekunder.1 Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis dan lain sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan glaukoma sering dijumpai pada orang usia tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin Soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis atau salah letak lensa.
Penanganan
Penderita secepatnya harus dikirim ke RS yang ada dokter spesialis mata. Sebaiknya jangan lebih dari 6 jam setelah terjadi trauma untuk menghindari terjadinya infeksi.Trauma tumpul ditutup dengan kain atau kassa tanpa ditekan dengan plester.
Trauma tajam dengan perlukaan dimata jangan memberi pengobatan dalam bentuk apapun. Sebaiknya mata ditutup tanpa ada penekanan.
Trauma bahan kimia, baik asam maupun basa sebaiknya secepatnya diguyur dengan air mengalir sebanyak-banyaknya kemudian ditutup dengan kain tanpa ada penekanan dan secepatnya dikirm ke RS yang ada dokter spesialis mata
Apabila jelas tampak ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan jangan diberi obat sikloplegik atau antiobiotik topikal karena kemungkinan toksisitas pada jaringan intraocular yang terpajan. Berikan antibiotik parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung Fox (atau sepertiga bagian bawah corong kertas) pada mata. Analgetik, antiemetik, dan antitoksin tetanus harus diberikan sesuai kebutuhan, dengan restriksi makan dan minum. Induksi anestesi umum jangan menggunakan obat-obat penghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat meningkatkan secara transient tekanan di dalam bola mata sehingga mengingkatkan kecenderungan herniasi isi intraocular. Anak juga lebih baik diperiksa awal dengan bantuan anestesi umum yang bekerja singkat. 1,12Pada cedera yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha melakukan pemeriksaan mata lengkap. Perlu diperhatikan bahwa pemberian anestetik topical, zat warna, dan obat lain yang diberikan ke mata yang cedera harus steril. Tetrakain dan fluoresens tersedia dalam satuan-satuan dosis individual yang steril.Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan rasa sakit yang sangat. Anestesi topikal diberikan dengan hati-hati karena dapat menambah kerusakan epitel, yang lebih tepatnya jangan pernah memberi larutan anesteik topikal kepada pasien untuk dipakai berulang setelah cedera kornea, karena hal ini dapat memperlambat penyembuhan, menutupi kerusakan lebih lanjut, dan dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut kornea permanen.Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk mencegah terjadinya infeksi dapat diberikan antibiotika spektrum luas seperti neosporin, kloramfenikol dan sufasetamid tetes mata. Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka dapat diberikan sikloplegik aksi-pendek seperti tropikamida.Untuk mengurangi rangsangan cahaya dan membuat rasa nyaman serta lebih tertutup pada pasien, maka bisa diberikan bebat tekan pada pasien selama 24 jam. Erosi yang kecil biasanya akan tertutup kembali setelah 48 jam. 1Hifema
Penanganan awal pada pasien hifema yaitu dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang ditinggikan 30 derajat pada kepala (semi fowler), diberi koagulansia (antifibrinolitik oral/injeksi) dan mata ditutup. Pada pasien yang gelisah dapat diberikan obat penenang. 3,4,10 Pasien yang jelas memperlihatkan hifema yang mengisi lebih dari 5% kamera anterior diharuskan bertirah baring dan harus diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak darah di kornea akibat pigmen besi. Perdarahan ulang terjadi pada 16-20% kasus dalam 2-3 hari. Penyulit ini memiliki resiko tinggi menimbulkan glaukoma dan perwarnaan kornea. Beberapa penelitian mengisyaratkan bahwa penggunaan asam aminokaproat oral untuk menstabilkan pembentukan bekuan darah menurunkan resiko perdarahan ulang. Dosisnya adalah 100 mg/kg setiap 4 jam sampai maksimum 30 g/h selama 5 hari. Apabila timbul glaukoma, maka penatalaksanaan mencakup pemberian timolol 0,25% atau 0,5% dua kali sehari, asetazolamide 250 mg per oral empat kali sehari dan obat hiperosmotik (manitol, gliserol, sorbitol). 1 Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut di bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.Hifema harus dievakuasi secara bedah apabila tekanan intraokular tetap tinggi (>35 mmHg selama 7 hari atau 50 mmHg selama 5 hari) untuk menghindari kerusakan syaraf optikus dan perwarnaan kornea. Apabila pasien mengidap hemoglobinopati, maka besar kemungkinan cepat terjadi atrofi optikus glaukomatosa dan pengeluaran bekuan darah secara bedah harus dipertimbangkan lebih awal. Instrumen-instrumen vitrektomi digunakan untuk mengeluarkan bekuan di sentral dan lavase kamera anterior. Dimasukkan tonggak irigasi dan probe mekanis di sebelah anterior limbus melalui bagian kornea yang jernih untuk menghindari kerusakan iris dan lensa. Tidak dilakukan usaha untuk mengeluarkan bekuan dari sudut kamera anterior atau dari jaringan iris. Kemudian dilakukan iridektomi perifer. Cara lain untuk membersihkan kamera anterior adalah dengan evakuasi viskoelastik. Dibuat sebuah insisi kecil di limbus untuk menyuntikkan bahan viskoelasti, dan dan sebuah insisi yang lebih besar 180 derajat berlawanan agar hifema dapat didorong keluar. Glaukoma dapat timbul belakangan setelah beberapa bulan atau tahun akibat penyempitan sudut. Dengan sedikit perkecualian, bercak darah di kornea akan hilang secara perlahan dalam periode sampai setahun.Parasentesis atau pengeluaran darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma skunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema berkurang.Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat terjadi perdarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang. Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan. Hifema spontan pada anak sebaiknya dipikirkan kemungkinan leukimia dan retinoblastoma.Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah atau nanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut: dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologik. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit.2. IridoplegiaIridoplegia akibat trauma akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk terjadinya kelelahan sfingter dan diberi roboransia. Untuk mencegah silau sebaiknya pasien memakai kacamata gelap, atau mata yang sakit diperban.3. Luksasi Lensa posteriorPada luksasi lensa posterior, mata akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa + 12.0 Dioptri untuk melihat jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang terlalu lama berada pada polus superior dapat menimbulkan komplikasi akibat degenarasi lensa, yaitu berupa glaukoma fakolitik dan uveitis fakotoksik. Bila luksasi lensa telah menimbulkan komplikasi sebaiknya secepatnya dilakukan ekstraksi lensa.Gambar Manifestasi Trauma Okuli
Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya trauma mata, hendaknya :Menghindari perkelahian
Memakai alat pelindung saat bekerja
Setiap pekerja yang berhubungan dengan bahan kimia, mengerti bahan apa yang ada di tempat kerjanya.
Pada pekerja las, memakai kaca mata
Awasi anak yang sedang bermain.
BABIII
KESIMPULANTrouma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang paling sering mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas.
2 jenis trauma okuli, yaitu:Trauma okuli non perforans
Trauma okuli non perforans
Daftar PustakaAsbury T, Sanitato JJ. 2000. General Ophthalmology. Alih bahasa: Oftalmologi Umum ed. 14. Jakarta. Widya Medika.
Depkes RI, Ditjen Binkenmas. 1998. Hasil Survey Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996.
Ilyas, Sidharta. 2009. Ilmu Penyakit Mata, Edisi Ketiga: Trauma Mata. Hal 259-276. Penerbit: FKUI, Jakarta'
Ilyas, Sidarta. 2001. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, edisi 2.
Balai Penerbit
FK UI, Jakarta.
Kuhn F, Morris R, Witherspoon CD. 1995. BETT: The Terminology of Ocular TraumaYanoff M, Duker JS. 2004. Ophtalmology. 2nd ed, p. 416-419. St Louis, MO: Mosby