trigeminal neuralgia

14
BAB I Pendahuluan Trigeminal neuralgia atau yang dikenal juga sebagai tic doloureux merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi terjadi apabila ada gangguan pada satu atau lebih saraf trigeminal yang merupakan saraf kranial terbesar di wajah karena mempunyai 3 cabang besar dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri yang timbul akan sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf trigeminal. Lama setiap serangan dapat bervariasi dari beberapa detik hingga hitungan menit. Beberapa orang merasakan sakit ringan seperti ditusuk, sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri tersetrum listrik saat ada rangsangan pada “trigger zone” di wajah 1 Diperkirakan sekitar 107.5 kejadian trigeminal neuralgia terjadi pada pria dan 200.2 pada wanita per satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering dilaporkan menyerang mereka yang berada pada kelompok usia 50-70 tahun, hanya 10 % kasus yang terjadi sebelum usia empat puluh tahun, meskipun kadang terdapat pula penderita berusia muda dan anak-anak. Walaupun Trigeminal neuralgia tidak membahayakan nyawa, rasa nyeri yang ditimbulkan dapat sangat mengganggu kenyamanan hidup penderita, karena rasa nyeri dapat timbul akibat stimulus ringan seperti mengunyah, sikat gigi, dan bercukur 2 . Pemberian obat-obatan antiepileptic seperti karbamazepin dapat dibilang cukup efektif karena cara kerjanya yang akan memblokade sodium dan kalsium channel sehingga menghambat sinyal nyeri yang dikirim ke otak, dan nyeri dapat berkurang. Hanya saja, diagnosa trigeminal neuralgia sering disalah 1

Upload: iphie-ivanna-octaviani

Post on 28-Sep-2015

38 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

trigeminal neuralgianeurology

TRANSCRIPT

BAB I

PendahuluanTrigeminal neuralgia atau yang dikenal juga sebagai tic doloureux merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi terjadi apabila ada gangguan pada satu atau lebih saraf trigeminal yang merupakan saraf kranial terbesar di wajah karena mempunyai 3 cabang besar dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri yang timbul akan sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf trigeminal. Lama setiap serangan dapat bervariasi dari beberapa detik hingga hitungan menit. Beberapa orang merasakan sakit ringan seperti ditusuk, sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri tersetrum listrik saat ada rangsangan pada trigger zone di wajah 1Diperkirakan sekitar 107.5 kejadian trigeminal neuralgia terjadi pada pria dan 200.2 pada wanita per satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering dilaporkan menyerang mereka yang berada pada kelompok usia 50-70 tahun, hanya 10 % kasus yang terjadi sebelum usia empat puluh tahun, meskipun kadang terdapat pula penderita berusia muda dan anak-anak.Walaupun Trigeminal neuralgia tidak membahayakan nyawa, rasa nyeri yang ditimbulkan dapat sangat mengganggu kenyamanan hidup penderita, karena rasa nyeri dapat timbul akibat stimulus ringan seperti mengunyah, sikat gigi, dan bercukur 2. Pemberian obat-obatan antiepileptic seperti karbamazepin dapat dibilang cukup efektif karena cara kerjanya yang akan memblokade sodium dan kalsium channel sehingga menghambat sinyal nyeri yang dikirim ke otak, dan nyeri dapat berkurang. Hanya saja, diagnosa trigeminal neuralgia sering disalah artikan sebagai nyeri yang ditimbulkan karena kelainan pada gigi, sehingga pengobatan yang dilakukan tidaklah efektif.BAB IIA. DefinisiTrigeminal neuralgia adalah sindrom nyeri pada wajah yang dipersarafi oleh satu atau lebih cabang nervus kranial ke 5, yaitu nervus trigeminus. Rasa sakitnya yang bersifat tajam dan hanya muncul dalam hitungan detik sampai 1 menit paling sering melibatkan area pipi,bibir dan gigi, walaupun kadang juga dapat muncul pada area sekitar hidung dan atas mata. Golongan usia yang menjadi faktor resiko penyakit ini adalah mereka yang berusia di atas 60tahun, walaupun beberapa kasus terjadi pada kelompok usia dibawah 40 tahun. B. EpidemiologiSecara global, laporan diagnosa trigeminal neuralgia bervariasi antara 4,3 sampai 28,9 kasus per 100.000 orang di beberapa negara seperti Amerika, Jerman dan Belanda. Prevalensi nya pada orang usia 50-70 tahun terlihat lebih besar dibandingkan pada kelompok usia dibawah 40 tahun atau di atas 70 tahun. Neuralgia trigeminal sedikit lebih umum terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dengan perbandingan frekuensi antara laki-laki dan perempuan adalah 2:3. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2). Walaupun kondisinya tidak mengancam jiwa, tapi rasa nyeri yang ditimbulkan dapat dikaitkan dengan penurunan kualitas hidup dan level aktivitas yang cukup signifikan.

Para Global Data Epidemiologists memperkirakan bahwa pertumbuhan trigeminal neuralgia pada 7 market mayor (Jepang, Belanda, Jerman, Perancis, Itali, Spanyol dan UK) akan meningkat 16,70% dari tahun 2012 dengan 98.804 kasus, menjadi 115,275 kasus pada tahun 2022. Sedangkan angka prevalensi nya pun akan meningkat sekitar 15% menjadi 968.360 kasus di tahun 2022 yang pada tahun 2012 berjumlah 842.086 kasus. Peningkatan kejadian dan prevalensi ini dikaitkan erat dengan perubahan demografik, kebiasaan dan pola hidup manusia pada tahun-tahun yang akan datang 3.

C. Anatomi Fisiologis Nervus TrigeminusNervus trigeminus adalah saraf sensoris utama kepala yang mempersarafi otot-otot pengunyah, menegangkan palatum molle dan membrane timpani, serta merupakan saraf kranial terbesar yang memiliki 3 percabangan yaitu :1. 1. Nervus opthalmicus bersifat sensoris murni, berjalan ke depan pada dinding lateral sinus cavernosus dalam fossa crania media dan bercabang tiga menjadi n. lacrimalis, frontalis, dan nasociliaris, yang masuk ke orbita melalui fissure orbitalis superior. Saraf ini disebarkan ke sinus frontalis, konjungtiva, kornea, kelopak mata atas, mukosa sinus paranasales, cavum nasi (pangkal hidung), dahi dan kulit kepala sampai sejauh puncak kepala. 2. Nervus maxillaries, yang juga bersifat sensoris murni, meninggalkan kranium melalui foramen rotumdum dan kemudian mensuplai sensasi pipi, sinus maksilaris, aspek lateral hidung, gigi rahang atas, nasofaring, palatum durum, serta uvula. 1. 3. Nervus mandibularis yang bersifat motoris sekaligus sensoris. Radiks sensoris dan motorisnya akan meninggalkan ganglion trigeminal dan berjalan keluar kranium melalui foramen ovale untuk kemudian bergabung sehingga membentuk truncus n.mandibularis. Serabut sensoris n.mandibularis memberikan sensasi pada dagu, rahang bawah, gigi bawah, gusi, dasar mulut, mukosa bukal pipi. Sedangkan serabut motoris n.mandibularis akan mempersarafi otot-otot pengunyah dan tensor timpani.

Gambar 1. Anatomi saraf Trigeminal

Fungsi nervus trigeminus dapat dinilai melalui pemeriksaan rasa suhu, nyeri dan raba pada daerah inervasi N. V (daerah muka dan bagian ventral calvaria), pemeriksaan refleks kornea, dan pemeriksaan fungsi otot-otot pengunyah. Fungsi otot pengunyah dapat diperiksa, misalnya dengan menyuruh penderita menutup kedua rahangnya dengan rapat, sehingga gigi-gigi pada rahang bawah menekan pada gigi-gigi rahang atas, dan membuat otot masseter dan otot temporalis dapat dipalpasi dengan mudah 4.D. Etilogi

Ada beberapa kemungkinan kondisi penyebab trigeminal neuralgia, termasuk faktor idiopatik. Namun, yang sekarang paling banyak disepakati oleh para ahli adalah teori kompresi vaskular yang disebabkan karena adanya arteri cerebral posterior yang terganggu di sekitar brainstem. Beberapa kasus walaupun jarang ditemukan, merupakan manifestasi dari multiple sklerosis yang menyerang radiks desendens nervus trigeminus dan merupakan penyebab terbanyak kasus pada penderita muda. Aneurisma, tumor, peradangan meningeal kronis, dan lesi-lesi lain yang dapat mengiritasi akar saraf trigeminal sepanjang pons diduga juga mampu menyebabkan neuralgia trigeminal 2. E. Patofisiologi

Ada beberapa hipotesis dari para ahli terhadap bagaimana patofisiologi neuralgia trigeminal ini. Diduga bahwa neuralgia trigeminal disebabkan olehdemielinisasi sarafyang mengakibatkan hantaran saraf cenderung meloncat ke serabut-serabut saraf di dekatnya. Penelitian yang dilakukan pada hewan telah menunjukan bahwa kontak sensor fiber yang menerima rangsangan sensoris dari wajah dan membran mukosa di area trigeminal bisa menyebabkan axon yang terekpose akan bersentuhan langsung dengan axon tak bermyelin yang mensuply reseptor nyeri sehingga menyebabkan munculnya aksi potensi transmisi ephaptic antara mereka. Hal ini mengakibatkan sentuhan ringan saja dapat dirasakan sebagai nyeri, akibat hantaran yang berlebihan, khususnya jika daerah yang terangsang adalah area di sekitar trigger zone 2.F. Gejala KlinisCiri khas neuralgia trigeminal adalah nyeri seperti tertusuk-tusuk singkat dan paroksismal, yang untuk waktu yang lama biasanya terbatas pada salah satu daerah persarafan cabang nervus V. Jika terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh salah satu cabang, kondisi yang ada dapat disebut neuralgia supraorbital, infraorbital atau mandibular tergantung saraf yang terlibat. Cabang I jauh lebih jarang terserang dan kadang-kadang setelah cabang II sudah terserang. Jika nyeri berawal pada daerah yang dipersarafi cabang II atau III, biasanya akan menyebar ke kedua cabang lainnya. Pada beberapa kasus dapat terjadi nyeri bilateral walaupun sangat jarang terjadi bersamaan pada kedua sisi. Menurut definisi yang ada, pasien akan bebas dari rasa nyeri di antara dua serangan paroksismal berurutan, walaupun nyeri sisanya kadang masih akan tetap ada. Nyeri biasanya terbatas pada daerah distribusi kutaneus cabang nervus V, tidak melintasi linea mediana dan dapat dipicu oleh lebih dari satu titik pemicu. Nyeri dapat sangat dirasakan pada kening, pipi, rahang atas atau bawah, atau lidah. Penampakan klinis yang khas adalah nyeri dapat dipresipitasi oleh sentuhan pada wajah , seperti saat cuci muka atau bercukur, berbicara, mengunyah dan menelan. Nyeri yang timbul biasanya sangat berat sehingga pasien sangat menderita. Nyeri seringkali menimbulkan spasme refleks otot wajah yang terlibat sehingga disebut tic douloreaux, kemerahan pada wajah, lakrimasi dan salivasi. 5.A. Nyeri: paroksismal, intensitas tinggi, durasi pendek, sensasi shootingB. Cabang kedua atau ketiga n. trigeminusC. Kejadian: unilateralD. Onset: umur pertengahan; wanita (3:2) ; hilang timbul (biasanya pada musim dingin) E. Daerah pencetus: 50%; sensitive terhadap sentuhan atau gerakanF. Kehilangan fungsi sensorik: tidak ada ( kecuali pernah dirawat sebelumnya)G. Perjalanan penyakit: intermitten; cenderung memburuk; jarang hilang spontanH. Insidensi familial: jarang (2%)Tabel 1. Gejala Klinis Trigeminal Neuralgia

Pada neuralgia trigeminal seringkali tidak ditemukan berkurangnya sensibilitas, tetapi dapat ditemukan penumpulan rangsang raba atau hilangnya refleks kornea walaupun jarang. Serangan yang timbul dapat mengurangi nafsu makan, rekurensi dalam jangka lama dapat menyebabkan kehilangan berat badan hingga depresi. Untungnya, serangan biasa berhenti pada malam hari, walaupun pasien dapat juga terbangun dari tidur akibat serangan. Remisi dari rasa sakit selamam berminggu-minggu hingga berbulan-bulan merupakan tanda dari penyakit tahap awal.IdiopatikSimptomatik

Nyeri bersifat paroksimal di daerah sensorik cabang oftalmikus atau cabang maksillaris dan/atau cabang mandibularisNyeri terasa terus menerus di kawasan cabang oftalmikus, atau nervus infra-orbitalis

Timbulnya nyeri secara hilang timbul, serangan pertama bisa berlangsung 30 menit dan serangan berikutanya antara beberapa detik sampai 1 menitNyerinya terus-menerus tidak hilang timbul, dengan puncak nyeri hilang timbul

Nyeri merupakan gejala tunggal dan utamaDisamping nyeri terdapat juga anestesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf otak, ganguan autonom

Penderitra berusia 45 tahun. lebih sering wanita dari pada laki-lakiTidak memperlihatkan kecenderungan pada wanita atau pria dan tidak terbatas pada golongan umur tertentu

Tabel 2. Perbandingan gejala klinis neuralgia trigeminal idiopatik dengan simptomatikG.Diagnosis Banding

Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lain yang muncul pada wajah dan kepala. Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama.Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang bawah dan pelipis saat mengunyah) dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi hanya dipicu oleh proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis temporomandibular dan maloklusi gigi.Penyebab psikogenik yang menimbulkan nyeri daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis. Sindrom yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering ditemukan pada wanita muda atau setengah baya. Nyerinya bersifat tumpul dan menetap, sering kali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebar ke bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan antidepresan dan obat penenang. Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal yang lebih lama5.H. Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan yang spesifik dan definitif untuk menegakkan diagnosa neuralgia trigeminal. Pemeriksaan radiologis seperti CT scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode laten kedipan dan refleks rahang dikombinasikan dengan elketromiografi masseter dapat digunakan untuk membedakan kasus-kasus simtomatik akibat gangguan struktural dari kasus idiopatik.Pemeriksaan tambahan untuk eliminasi baru akan diperlukan kalau ada keluhan neuralgia trigeminal pada mereka yang berusia muda karena biasanya ada penyebab lain yang tersembunyi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan: Rontgen TMJ (temporomandibular joint) dan MRI otak (untuk menyingkirkan tumor otak dan multiple sclerosis.Pengukuran potensial somatosensorik yang timbul setelah perangsangannervus trigeminus dapat juga digunakan untuk menentukan kasus yang disebabkan oleh ektasis arteri sehingga dapat ditangani dengan dekompresi operatif badan saraf pada fossa posterior.

I. Tatalaksana

I.1 Medikamentosa

Obat yang paling efektif adalah karbamazepin (tegretol) 100-200 mg 3-4X sehari tergantung toleransi. Dan jika nyeri masih ada maka diberikan penambahan dosis 50-100 mg setiap hari ke 2-4, dengan dosis maksimal 1 gr perhari. Antikonvulsan, efektif pada kebanyakan kasus tetapi menyebabkan rasa pusing dan mual pada beberapa pasien sedangkan pada pasien lain timbul ruam pada kulit dan leucopenia sehingga terpaksa dihentikan5. Setelah beberapa minggu atau bulan pemberian, obat dapat dihentikan tetapi harus diberikan lagi jika nyeri berulang, jika setelah penggunaan jangka panjang (6 bulan) dan keberhasilan obat turun 50 % maka dosis harus di turunkan secara perlahan, dan jika memungkinkan dapat langsung di hentikan. Sekitar 80% pasien berespon pada pengobatan karbamazepin atau gabapentin dengan dosis yang tepat8.Setelah penggunaan carbamazepin tidak efektif lagi, maka obat-obatan anti konvulsan selain karbamazepin dapat digunakan untuk memperpendek durasi dan beratnya serangan, seperti phenitoin (300-400 mg/hari), asam falproat (800-1200 mg/hari), klonazepam (2-6 mg/hari), dan gabapentin (300-900 mg/hari). Baclofen dapat digunakan pada pasien yang tidak mentoleransi karbamazepin atau gabapentin, tetapi sebenarnya paling efektif digunakan sebagai adjuvan terhadap salah satu antikonvulsan. Capsaisin yang diberikan lokal pada titik pemicu atau diberikan sebagai tetes mata topikal pada mata (proparakain 0,5%) cukup membantu pada beberapa pasien5.

I.2 Non-MedikamentosaDiberikan jika pasien sudah tidak dapat berespons dengan obat-obatan ataupun pasien yang perlahan-lahan mulai memperlihatkan gejala resistansi dengan terapi obat.I.2.1 Injeksi

Jika nyeri terbatas pada daerah persebaran saraf supraorbital dan infraorbital, injeksi alkohol atau fenol seringkali dapat memberikan kelegaan yang bertahan berbulan-bulan hingga menahun. Setelah itu, injeksi harus diulang jika nyeri rekuren. Sayangnya, injeksi berikutnya lebih sulit dilakukan akibat sikatriks yang timbul akibat injeksi sebelumnya. Walaupun begitu, terapi injeksi cukup berguna untuk menghindari operasi selama beberapa waktu dan pada waktu bersamaan membiasakan pasien dengan efek samping yang tidak terhindarkan yang dapat ditimbulkan oleh operasi, utamanya hilang rasa. Injeksi Glycerol lebih sering digunakan dalam praktek sehari-hari, namun efek kerjanya yang hanya dapat bertahan 3-4 jam membuat terapi dengan metode ini semakin jarang digunakan.

I.2.2 Operatif

I.2.2.1 Dekompresi Mikrovaskular

Operasi ini termasuk dalam operasi mayor yang membutuhkan anastesi general karena kita bertujuan menyembuhkan trigeminal neuralgia dengan cara meletakkan tatakan kecil antara nervus trigeminal dan pembuluh darah yang berdekatan dengan nervus tersebut, yang artinya kita harus membuat lubang kecil di belakang tulang tengkorak dan mengangkat sedikit bagian ujung otak penderitanya agar dapat melihat nervus cranial ke 5 ini. Insisi akan dilakukan pada area sekitar belakang telinga di sisi dimana pasien merasakan adanya nyeri pada wajah. Nantinya, pembuluh darah yang menekan nervus trigeminus saat ia meninggalkan otak ini akan di dorong menjauh menggunakan pad berukuran kecil. Komplikasi jarang dilaporkan, namun kemungkinan akan munculnya kebas pada wajah, pendarahan, terganggunya pendengaran dan stroke harus dipertimbangkan. Sedangkan rekurensi rasa sakit hanya muncul pada 20% pasien yang menjalani operasi 1.

I.2.2.2. Radiofrequency Lesion Procedure

Istilah radiofrequency maksudnya adalah penggunaan aliran hawa panas yang dipakai untuk merusak sel-sel saraf trigeminal. Menggunakan metode ini berarti akan membuat seseorang akan merasa baal pada wajah secara permanen. Efek kebas ini dapat diperoleh melalui suntikan Novocain atau ditambah dengan alkolhol untuk memperlama efek kerjanya. Selama prosedur berlangsung, pasien akan diminta untuk tidur kurang lebih selama 60menit sementara jarum yang dikontrol dengan X-ray akan dimasukan ke dalam pipi di sisi dimana pasien merasakan neyeri melalui lubang kecil alami di dasar tengkorak kedalam bervus trigeminal. Setelah jarum berhasil dimasukan, maka aliran listrik akan dialirkan sehingga mengakibatkan sensasi seperti kesemutan pada wajah, kemudian aliran panas akan disalurkan sehingga merusak sel-sel saraf trigeminal. Setelah prosedur selesai, pasien akan dipantau selama 2 jam dalam ruangan pemulihan dan setelah itu dapat langsung pulang tanpa perlu menjalani rawat inap. Kemungkinan efek samping yang dapat ditimbulkan adalah bahwa rasa kebas lama kelamaan akan dapat menyebar ke area wajah lain, seperti bagian depan telinga dan dahi, serta kemungkinan melemahnya otot pengunyah pada sisi dimana pasien merasakan nyeri wajah 1.

I.2.2.3. Radiosurgery

Sebelum memulai prosedur radisurgery, maka pasien akan diminta untuk melakukan CT SCAN dan MRI yang hasil gambarnya nanti akan dipindahkan ke komputer operator untuk dipetakan dan dikembangkan. Saat akan memulai prosedur, pasien akan diberi valium supaya tenang dan kemudian dengan menggunakan radiasi, ratusan cahaya kecil akan difokuskan pada saraf trigeminal. Efek bebas nyeri dari prosedur ini akan terasa 1-2 bulan pasca tindakan, oleh sebab itu, pasien dengan keluhan sakit yang parah dianjurkan untuk melakukan prosedur dekompresi mikrovaskular ataupun readiofrequency. 50% pasien tidak mengeluhkan adanya kekambuhan ataupun efek samping dari tindakan ini1.

J. Prognosis

Neuralgia trigeminal bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa. Namun, neuralgia trigeminal cenderung memburuk bersama dengan perjalanan penyakit dan banyak pasien yang sebelumnya diobati dengan tatalaksana medikamentosa harus dioperasi pada akhirnya. Banyak dokter menyarankan operasi seperti dekompresi mikrovaskular pada awal penyakit untuk menghindari jejas demyelinasi. Namun, masih ada perdebatan dan ketidakpastian mengenai penyebab neuralgia trigeminal, serta mekanisme dan faedah dari pengobatan yang memberikan kelegaan pada banyak pasien7.DAFTAR PUSTAKA1. Annonymous. Trigeminal Neuralgia and Hemifacial Spasm. Florida: Universtity of Florida; 2012.

2. Fitzgerald, et al. Clinical Neuroanatomy and Neuroscience 6th ed: Trigeminal Nerve. China: Elsevier Saunders; 2012.

3. Smith, S. Epi Cast Report; Trigeminal Neuralgia Epidemiology Forecast to 2022. London: PR News Rite; 2014.

4. Mulyawan E, Puspitasari V. Clinical Skill IV Instructinal Book: Neurobehaviour System. Karawaci: FK UPH; 2012

5. Radiosurgery Society. SRS for Trigeminal Neuralgia [Online] 2011. Available from: URL: http://therss.org/docs/c394dc51-33b2-4a37-87d1-46878815affb.pdf6. Huff SJ. Trigeminal Neuralgia. [Online] 2010 [cited 2011 January 31]:[1 screen]. Available from: URL: http://emedicine.org/trigeminal-neuralgia.htm7. Barbosa M. Eans Course: Trigeminal Neuralgia. Portugal: Hospitais Da Universidade De Coimbra. 2007.

8. Anaesth J. Trigeminal Neuralgia: Pathophysiology, Diagnosis and Current Treatment. London: Oxford University Press 87 (1): 117-132; 2001.

PAGE 1