trigeminal neuralgia

20
TERAPI MEDIKAMENTOSA TRIGEMINAL NEURALGIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS BEDAH MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN PERJAN RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG 2005 0 0

Upload: fernando-lenta-rondonuwu

Post on 02-Jul-2015

912 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: Trigeminal Neuralgia

TERAPI MEDIKAMENTOSA TRIGEMINAL NEURALGIA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS BEDAH MULUTFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN

PERJAN RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKINBANDUNG

2005

0

0

Page 2: Trigeminal Neuralgia

TERAPI MEDIKAMENTOSA TRIGEMINAL NEURALGIA

PENDAHULUAN

Trigeminal neuralgia sudah dikenal dan tertulis dalam kepustakaan medis sejak

abad ke 16. Kepustakaan lama disebut juga dengan tic douloureux karena nyeri sering

menimbulkan spasme otot wajah pada sisi yang sama sehingga pasien tampak meringis

atau tic convulsive. Trigeminal neuralgia merupakan suatu kumpulan gejala yang ditandai

dengan serangan sakit yang hebat secara mendadak disertai spasme wajah dalam waktu

singkat. (Rose et al, 1997 ; Sharav, 2002)

Trigeminal neuralgia insidensi kejadiannya berkisar 70 dari 100.000 populasi dan

paling sering ditemukan pada orang berusia lebih dari 50 tahun atau lanjut usia.

Insidensinya akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Jarang ditemukan pada

usia muda. Pada usia muda lebih banyak disebabkan oleh tumor dan sklerosis multiple.

Kasus familial ditemukan pada 4% kasus. Tidak terdapat perbedaan ras & etnis serta

insidensi pada wanita 2 kali lebih besar dibanding pria. (Bryce, 2004)

Gejala dan tanda dari trigeminal neuralgia adalah rasa nyeri berupa nyeri

neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal tajam, yang terbatas di daerah dermatom nervus

trigeminus yang berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit, tiba-tiba dan

berulang. Diantara serangan biasanya ada interval bebas nyeri dan umumnya unilateral.

(Olesen, 1988)

Trigeminal neuralgia seyogyanya dapat dibedakan dengan nyeri wajah yang

lainnya berdasarkan anamnesa riwayat sakit pasien. Pemeriksaan penunjang lebih

bertujuan untuk membedakan trigeminal neuralgia yang idiopatik atau simptomatik.

Terapi pada pasien ini ada 2 macam yaitu medikamentosa dan pembedahan. Perawatan

secara medikamentosa berupa pemberian obat-obatan anti konvulsan dengan cara

menurunkan hiperaktivitas nukleus nervus trigeminus di dalam brain stem. Pengobatan

efektif pada 80% kasus. Pemberian obat dimulai dengan dosis yang paling minimal,

kemudian karena penyakit ini memiliki progresivitas dan rasa sakit yang makin berat dan

lebih sering maka dibutuhkan penambahan dosis dimana akan menimbulkan suatu efek

samping atau kontrol rasa sakit yang tidak adekuat. Pemberian obat-obatan ini dapat

diberikan secara tunggal atau dikombinasi dengan lainnya. Jika perawatan dengan obat-

1

1

Page 3: Trigeminal Neuralgia

obatan sampai dosis maksimal dan dengan kombinasi beberapa obat sudah tidak

mengurangi rasa sakit lagi maka terapi dengan pembedahan menjadi pilihan. (Rose,

1997; Loeser, 2001)

1. ANATOMI NERVUS TRIGEMINUS

Nervus trigeminus atau saraf otak kelima atau staraf otak trifasial merupakan

syaraf otak terbesar diantara 12 syaraf otak, bersifat campuran karena terdiri dari

komponen sensorik yang mempunyai daerah persarafan yang luas yang disebut portio

mayor dan komponen motorik yang persarafannya sempit disebut portio minor.

Komponen-konponen ini keluar dari permukaan anterolateral bagian tengah pons dan

berjalan ke anterior pada dasar fossa kranialis posterior melintasi bagian petrosa tulang

pelipis ke fossa kranialis media. Komponen sensorik dan motorik bergabung didalam

ganglion trigeminus atau ganglion gaseri, kemudian berjalan bersama-sama sebagai

syaraf otak kelima. (Sharav, 2002; Brice, 2004)

Nervus trigeminal mempersyarafi wajah dan kepala. Terdapat 3 divisi yang

menginervasi daerah dahi dan mata (V1 optalmikus), pipi (V2 maksilaris) serta wajah

bagian bawah dan rahang (V3 Mandibularis). Fungsi nervus trigeminus adalah sensasi

sentuhan wajah, sakit dan suhu, dan juga kontrol otot pengunyahan. Fungsi nervus

trigeminus harus dibedakan dengan nervus fasialis (nervus cranialis ke VII) yang

mengontrol semua gerakan wajah. (Kaufman, 2001)

A B Gambar 1 : A. Anatomi nervus trigeminus B. Distribusi persyarafan diwajah (Kaufman, 2001)

Tiga divisi nervus trigeminal muncul bersama-sama pada daerah yang disebut

ganglion gaseri. Dari sana, akar nervus trigeminal berjalan kebelakang kearah sisi brain

2

2

Page 4: Trigeminal Neuralgia

stem dan masuk ke pons. Dalam brain stem, sinyal akan berjalan terus mencapai

kelompok neuron khusus yang disebut nukleus nervus trigeminal. Informasi dibawa ke

brain stem oleh nervus trigeminus Kemudian diproses sebelum dikirim ke otak dan

korteks serebral, dimana persepsi sensasi wajah akan diturunkan. (Kaufman AM, 2001)

Tabel 1 : Area distribusi persyarafan nervus trigeminal

V. TRIGEMINAL NERVE - Fifth Cranial Nerve

Division Areas Affected Function

V1 Opthalmic eye, forehead and nose Sensory-1

V2 Maxillary upper teeth, gums and lip, the cheek, lower eyelid and the side of the nose

Sensory-1

V3 Mandibular lower teeth, gums and lip Sensory-1

Jaw Motor-2

1. SENSORY:   Transmits pressure, touch, pain and temperature signals to the brain.2.  MOTOR:  Controls movement.

Sumber : Kaufman,2001

2. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi terjadinya suatu trigeminal neuralgia sesuai dengan penyebab

terjadinya penyakit tersebut. Penyebab-penyebab dari terjadinya trigeminal neuralgia

adalah penekanan mekanik oleh pembuluh darah, malformasi arteri vena disekitarnya,

penekanan oleh lesi atau tumor, sklerosis multiple, kerusakan secara fisik dari nervus

trigeminus oleh karena pembedahan atau infeksi, dan yang paling sering adalah faktor

yang tidak diketahui. (Sharav, 2002; Brice, 2004)

Penekanan mekanik pembuluh darah pada akar nervus ketika masuk ke brain

stem yang paling sering terjadi, sedangkan diatas bagian nervus trigeminus/portio minor

jarang terjadi. Pada orang normal pembuluh darah tidak bersinggungan dengan nervus

trigeminus. Penekanan ini dapat disebabkan oleh arteri atau vena baik besar maupun

kecil yang mungkin hanya menyentuh atau tertekuk pada nervus trigeminus. Arteri yang

sering menekan akar nervus ini adalah arteri cerebelar superior. Penekanan yang berulang

menyebabkan iritasi dan akan mengakibatkan hilangnya lapisan mielin (demielinisasi)

pada serabut syaraf. Sebagai hasilnya terjadi peningkatan aktivitas aferen serabut syaraf

dan penghantaran sinyal abnormal ke nukleus nervus trigeminus dan menimbulkan gejala

trigeminal neuralgia. Teori ini sama dengan patofisiologi terjadinya trigeminal neuralgia

3

3

Page 5: Trigeminal Neuralgia

oleh karena suatu lesi atau tumor yang menekan atau menyimpang ke nervus trigeminus.

(Kaufmann, 2001; Bryce, 2004)

Pada kasus sklerosis multiple yaitu penyakit otak dan korda spinalis yang ditandai

dengan hilangnya lapisan mielin yang membungkus syaraf, jika sudah melibatkan sistem

nervus trigeminus maka akan menimbulkan gejala neuralgia trigeminal. Pada tipe ini

sering terjadi secara bilateral dan cenderung terjadi pada usia muda sesuai dengan

kecenderungan terjadinya sclerosis multiple. (Olessen, 1988; Kaufmann, 2001:

Passos,2001)

Adanya perubahan pada mielin dan akson diperkirakan akan menimbulkan

potensial aksi ektopik berupa letupan spontan pada syaraf. Aktivitas ekstopik ini terutama

disebabkan karena terjadinya perubahan ekspresi dan distribusi saluran ion natrium

sehingga menurunnya nilai ambang membran. Kemungkinan lain adalah adanya

hubungan ephaptic antar neuron, sehingga serabut syaraf dengan nilai ambang rendah

dapat mengaktivasi serabut syaraf yang lainnya dan timbul pula cross after discharge.

(Sharav, 2002; Brice, 2004)

Selain itu aktivitas aferen menyebabkan dikeluarkannya asam amino eksitatori

glutamat. Glutamat akan bertemu dengan reseptor glutamat alfa-amino-3-hidroxy-5-

methyl-4-isaxole propionic acid (AMPA) di post sinap sehingga timbul depolarisasi dan

potensial aksi. Aktivitas yang meningkat akan disusul dengan aktifnya reseptor glutamat

lain N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) setelah ion magnesium yang menyumbat saluran di

reseptor tersebut tidak ada. Keadaan ini akan menyebabkan saluran ion kalsium

teraktivasi dan terjadi peningkatan kalsium intra seluler. Mekanisme inilah yang

menerangkan terjadinya sensitisasi sentral. (Rose, 1997; Loeser, 2001)

3. KLASIFIKASI

Trigeminal neuralgia menurut International Headache Society, 1988 dibagi atas 2

yaitu idiopatik dan simptomatik. (Ollesen J et al, 1988)

3.1.Trigeminal neuralgia idiopatik : Jika dalam pemeriksaan anamnesa, pemeriksaan fisik

dan neurologik serta pemeriksaan penunjang tidak ditemukan penyebab dari nyeri

wajah.

4

4

Page 6: Trigeminal Neuralgia

3.2.Trigeminal neuralgia simptomatik : penyebab nyeri wajahnya dapat diketahui dari

pemeriksaan penunjang tertentu atau pada eksplorasi fossa posterior.

4. GEJALA DAN TANDA

Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut : (Olesen,

1988; Passos, 2001; Sharav, 2002; Brice, 2004)

4.1. Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam,

seperti menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar yang

berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit tetapi kurang dari dua

menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya ada interval bebas

nyeri, atau hanya ada rasa tumpul ringan.

4.2. Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus

dan yang karakteristik nyeri unilateral. Tersering nyeri didaerah distribusi nervus

mandibularis (V2) 19,1 % dan nervus maksilaris (V3) 14,1% atau kombinasi

keduanya 35,9%, sehingga paling sering rasa nyeri pada setengah wajah bawah.

Jarang sekali hanya terbatas pada nervus optalmikus (V3) 3,3%. Sebagian pasien

nyeri terasa diseluruh cabang nervus trigeminus (15,5%) atau kombinasi nervus

maksilaris dan optalmikus (11,5%). Jarang ditemukan kombinasi nyeri pada

daerah distribusi nervus optalmikus dan mandibularis (0,6%). Nyeri bilateral

3,4%, nyeri jarang terasa pada kedua sisi bersamaan, umumnya diantara kedus sisi

tersebut dipisahkan beberapa tahun. Kasus bilateral biasanya berhubungan dengan

sklerosis multiple atau familial.

4.3. Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius seperti

perabaan ringan, getaran, atau stimulus mengunyah. Akibatnya pasien akan

mengalami kesulitan atau timbul saat gosok gigi, makan, menelan, berbicara,

bercukur wajah, tersentuh wajah, membasuh muka bahkan terhembus angin

dingin. Biasanya daerah yang dapat mencetuskan nyeri (trigger area) diwajah

bagian depan, sesisi dengan nyeri pada daerah percabangan nervus trigeminus

yang sama. Bila trigger area di daerah kulit kepala, pasien takut untuk

berkeramas atau bersisir.

5

5

Page 7: Trigeminal Neuralgia

4.4. Nyeri pada trigeminal neuralgia dapat mengalami remisi dalam satu tahun

atau lebih. Pada periode aktif neuralgia, karakterisitik terjadi peningkatan

frekwensi dan beratnya serangan nyeri secara progresif sesuai dengan berjalannya

waktu.

4.5. Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya nyeri

atipikal yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia trigeminal. Nyeri

terasa tumpul, terus-menerus pada salah satu rahang yang berlangsung beberapa

hari sampai beberapa tahun. Stimulus termal dapat menimbulkan nyeri berdenyut

sehingga sering dianggap sebagai nyeri dental. Pemberian terapi anti konvulsan

dapat meredakan nyeri preneuralgia trigeminal sehingga cara ini dapat dipakai

untuk membedakan kedua nyeri tersebut.

4.6. Pada pemeriksaan fisik dan neurologik biasanya normal atau tidak

ditemukan defisit neurologik yang berarti. Hilangnya sensibilitas yang bermakna

pada nervus trigeminal mengarah pada pencarian proses patologik yang

mendasarinya, seperti tumor atau infeksi yang dapat merusak syaraf. Pada tumor

selain nyerinya atipikal dan hilangnya sensibilitas, disertai pula gangguan pada

syaraf kranial lainnya.

5. DIAGNOSIS

Trigeminal neuralgia seyogyanya dapat dibedakan dengan nyeri wajah yang

lainnya. Pemeriksaan kesehatan dan riwayat gejalanya harus dilakukan bersama-sama

pemeriksaan lainnya untuk mengesampingkan masalah yang serius. Diagnosa ditegakkan

berdasarkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan klinis dan uji klinis untuk mengetahui

secara pasti stimulus pencetus dan lokasi nyeri saat pemeriksaan. Kriteria diagnosa dari

trigeminal neuralgia disesuaikan dengan yang dikemukakan oleh klasifikasi International

Headache Society 1988. (Ollesen, 1988; Sharav, 2002; Brice, 2004)

Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan trigeminal neuralgia

yang idiopatik atau simptomatik. CT Scan kepala untuk melihat keberadaan tumor.

Sklerosis multiple dapat terlihat dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI). MRI ini

sering digunakan sebelum tindakan pembedahan untuk melihat kelainan pembuluh darah.

Diagnosa trigeminal neuralgia dibuat dengan mempertimbangkan riwayat kesehatan dan

6

6

Page 8: Trigeminal Neuralgia

gambaran rasa sakitnya. Sementara tidak ada pemeriksan diagnostik yang dapat

mempertegas adanya kelainan ini. Teknologi CT Scan dan MRI sering digunakan untuk

melihat adanya tumor atau abnormalitas lain yang menyebabkan sakit tersebut.

Pemeriksaan MRTA (high-definition MRI angiography) pada nervus trigeminal dan brain

stem dapat menunjukan daerah nervus yang tertekan oleh vena atau arteri. Sebagai

tambahan, dilakukan pemeriksaan fisik untuk menentukan stimuli pemicu, dan lokasi

yang pasti dari sakitnya. Pemeriksaan termasuk inspeksi kornea, nostril, gusi, lidah dan

dipipi untuk melihat bagaimana daerah tersebut merespon sentuhan dan perubahan suhu

(panas dan dingin). (Bryce DD. 2004)

A BGambar 2 : Pemeriksaan MRI (A.Potongan horisontal B. Potongan sagital), terlihat tumor menekan

nervus trigeminus (Bryce, 2004)

6. TERAPI MEDIKAMENTOSA TRIGEMINAL NEURALGIA

Seperti diketahui terapi dari trigeminal neuralgia ada 2 macam yaitu terapi

medikamentosa dan terapi pembedahan. Telah disepakati bahwa penanganan lini pertama

untuk trigeminal neuralgia adalah terapi medikamentosa. Tindakan bedah hanya

dipertimbangkan apabila terapi medikamentosa mengalami kegagalan. (Losser, 2001)

Sebagai suatu penyakit yang memiliki progresivitas dan rasa sakit yang makin

menjadi berat dan lebih sering, penambahan dosis dan kombinasi obat-obatan sangatlah

dibutuhkan dimana akan menimbulkan suatu efek samping atau kontrol rasa sakit yang

tidak edekuat. Setiap pasien memiliki toleransi yang berbeda terhadap obat-obatan dan

rasa sakitnya. Untuk itu banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian

obat anti konvulsi untuk pengobatan trigeminal neuralgia. Pemberian obat diberikan

7

7

Page 9: Trigeminal Neuralgia

secara bertahap, diawali dengan dosis minimal, jika terjadi peningkatan progresivitas rasa

sakit maka dosis dinaikkan sampai dosis maksimal yang dapat ditoleransi tubuh. Pada

penggunaan dosis diatas minimal, dalam pengurangan dosis, juga harus dilakukan secara

bertahap. Pemberian obat umumnya dimulai dengan pemberian 1 jenis. Dosisnya

ditambah sesuai dengan kebutuhan dan toleransinya. Jika 1 jenis obat tidak menunjukan

efektifitasnya, obat-obatan alternatif lain dapat dicoba secara tunggal atau kombinasi.

(Grant, 1992; Ganiswara, 1995)

Saat ini obat-obatan yang digunakan untuk terapi adalah obat-obatan anti konvulsi

seperti karbamazepine (tegretol), phenitoin (dilantin), oxykarbazepine (trileptal), dan

gabapentin (neurontin). Tidak seperti sakit neuropatik lainnya, trigeminal neuralgia hanya

merespon anti konvulsan dan tidak merespon anti depresan atau opioid. Obat anti

konvulsan dapat mengurangi serangan trigeminal neuralgia dengan menurunkan

hiperaktifitas nukleus nervus trigeminus di dalam brain stem. (Ganiswara, 1995;

Peterson, 1998; Kaufmann AM, 2001; Sharav, 2002; Bryce, 2004)

6.1. KARBAMAZEPINE (TEGRETOL)

Karbamazepine memperlihatkan efek analgesik yang selektif misalnya pada tabes

dorsalis dan neuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa. Awalnya obat

ini hanya dipergunakan untuk pengobatan trigeminal neuralgia, kemudian ternyata obat

ini efektif juga terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik-klonik seperti

epilepsi. Atas pertimbangan untung rugi penggunaan karbamazepine maka tidak

dianjurkan untuk mengatasi nyeri ringan yang dapat diatasi dengan analgesik biasa.

Sebagian besar penderita trigeminal neuralgia mengalami penurunan sakit yang berarti

dengan menggunakan obat ini.

Karena potensi untuk menimbulkan efek samping sangat luas, khususnya gangguan

darah seperti leukopeni, anemia aplastik dan agranulositosis maka pasien yang akan

diterapi dengan obat ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan nilai basal dari darah

dan melakukan pemeriksaan ulang selama pengobatan.

Efek samping yang timbul dalam dosis yang besar yaitu drowsiness, mental confusion,

dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia, nausea, dan anorexia. Terdapat juga reaksi

serius yang tidak berhubungan dengan dosis yaitu allergic skin rash, gangguan darah

seperti leukopenia atau agranulocytosis, atau aplastic anemia, keracunan hati,

8

8

Page 10: Trigeminal Neuralgia

congestive heart failure, halusinasi dan gangguan fungsi seksual. Pemberian

karbamazepine dihentikan jika jumlah lekosit abnormal (rendah). Jika efek samping

yang timbul parah, dosis karbamazepine perhari dapat dikurangi 1-3 per hari, sebelum

mencoba menambah dosis per harinya lagi.

Karbamasepine diberikan dengan dosis berkisar 600 – 1200 mg, dimana hampir 70%

memperlihatkan perbaikan gejala. Meta analisa tegretol yang berisis karbamasepine

mempunyai number needed to treat (NNT) 2,6 (2,2 – 3,3). Dosis dimulai dengan dosis

minimal 1-2 pil perhari, yang secara bertahap dapat ditambah hingga rasa sakit hilang

atau mulai timbul efek samping. Selama periode remisi dosis dapat dikurangi secara

bertahap. Karbamasepine dapat dikombinasi dengan fenitoin atau baklofen bila nyeri

membandel, atau diubah ke oxykarbazepine.

6.2. OXYKARBAZEPINE (TRILEPTAL)

Oxikarbazepine merupakan ketoderivat karbamasepine dimana mempunyai efek

samping lebih rendah dibanding dengan karbamasepine dan dapat meredakan nyeri

dengan baik. Trileptal atau oxycarbemazepine merupakan suatu bentuk dari trigretol

yang efektif untuk beberapa pasien trigeminal neuralgia.

Dosis umumnya dimulai dengan 2X300 mg yang secara bertahap ditingkatkan untuk

mengkontrol rasa sakitnya. Dosis maksimumnya 2400-3000 mg per hari. Efek samping

yang paling sering adalah nausea, mual, dizziness, fatique dan tremor. Efek samping

yang jarang timbul yaitu rash, infeksi saluran pernafasan, pandangan ganda dan

perubahan elektrolit darah. Seperti obat anti-seizure lainnya, penambahan dan

pengurangan obat harus secara bertahap.

6.3. PHENYTOIN (DILANTIN)

Phenitoin merupakan golongan hidantoin dimana gugus fenil atau aromatik lainnya

pada atom C5 penting untuk pengendalian bangkitan tonik-klonik. Phenitoin berefek

enti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Sifat anti konvulsi obat ini

berdasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke bagian lain di otak.

Efek stabilisasi membran sel oleh phenitoin juga terlihat pada syaraf tepi dan membran

sel lainnya yang juga mudah terpacu misalnya sel sistem konduksi di jantung. Phenitoin

juga mempengaruhi perpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini khususnya

9

9

Page 11: Trigeminal Neuralgia

dengan lebih mengaktifkan pompa Na+ neuron. Bangkitan tonik-klonik dan beberapa

bangkitan parsial dapat pulih secara sempurna.

Phenitoin harus hati-hati dalam mengkombinasikan dengan karbamazepine karena

dapat menurunkan dan kadang-kadang menaikkan kadar phenitoin dalam plasma,

sebaiknya dikuti dengan pengukuran kadar obat dalam plasma.

Phenitoin dengan kadar dalam serum 15-25 g/mL pada 25% pasien trigeminal neuralgia

dapat meredakan nyeri. Kadar obat tersebut di atas dipertahankan selama 3 minggu,

jika nyeri tidak berkurang sebaiknya obat dihentikan karena dosis yang lebih tinggi

akan menyebabkan toksisitas.

Phenytoin dapat mengobati lebih dari setengah penderita trigeminal neuralgia dengan

dosis 300-500 mg dibagi dalam 3 dosis perhari. Phenytoin dapat juga diberikan secara

intra vena untuk mengobati kelainan ini dengan eksaserbasi yang berat. Dosis

maksimum tergantung keparahan efek samping yang ditimbulkannya. Efek samping

yang dapat ditimbulkannya adalah nystagmus, dysarthria, ophthalmoplegia dan juga

mengantuk serta kebingungan. Efek lainnya adalah hiperplasia gingival dan

hypertrichosis. Komplikasi serius tapi jarang terjadi adalah allergic skin rashes,

kerusakan liver dan gangguan darah.

6.4. BAKLOFEN (LIORESAL)

Baklofen tidaklah seefektif karbamazepine atau phenytoin, tetapi dapat dikombinasi

dengan obat-obat tersebut. Obat ini berguna pada pasien yang baru terdiagnosa dengan

rasa nyeri relatif ringan dan tidak dapat mentoleransi karbamazepin. Dosis awalnya 2-

3X5 mg dalam sehari, dan secara bertahap ditingkatkan. Dosis untuk menghilangkan

rasa sakit secara komplit 50-80 mg per hari. Baklofen memiliki durasi yang pendek

sehingga penderita trigeminal neuralgia yang berat membutuhkan dosis setiap 2-4 jam.

Efek samping yang paling sering timbul karena pemakaian Baklofen adalah mengantuk,

pusing, nausea dan kelemahan kaki. Baklofen tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba

setelah pemakaian lama karena dapat terjadi halusinasi atau serangan jantung.

6.5. GABAPENTIN (NEURONTIN)

Gabapentin dengan struktur seperti neurotransmiter inhibitor gamma-aminobutyric acid

(GABA). Obat ini kemungkinan bekerja dengan memodulasi saluran kalsium pada alfa-

2 delta subunit dari voltage-dependent calcium channel. Dosis yang dianjurkan 1200-

10

10

Page 12: Trigeminal Neuralgia

3600 mg/hari. Obat ini hampir sama efektifnya dengan karbamazepine tetapi efek

sampingnya lebih sedikit. Dosis awal biasanya 3X300 mg per hari dan ditambah hingga

dosis maksimal. Reaksi merugikan paling sering adalah somnolen, ataksia, fatique dan

nystagmus. Seperti semua obat, penghentian secara cepat harus dihindari.    

KESIMPULAN

Trigeminal neuralgia merupakan salah satu kelainan nyeri orofasial yang

disebabkan adanya gangguan nervus trigeminus. Kelainan ini sangat mengganggu,

sehingga dapat menurunkan kualitas hidup pasien.

Trigeminal neuralgia seyogyanya dapat dibedakan dengan nyeri wajah yang

lainnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa yang akurat dan mengetahui secara

pasti stimulus pencetus dan lokasi nyeri saat pemeriksaan. Kriteria diagnosa dari

trigeminal neuralgia disesuaikan dengan yang dikemukakan oleh klasifikasi International

Headache Society 1988.

Penanganan lini pertama untuk trigeminal neuralgia adalah terapi dengan obat-

obatan. Tindakan bedah hanya dipertimbangkan apabila terapi dengan obat-obatan

mengalami kegagalan. Hampir 80% terapi dengan obat-obatan dapat mengurangi

penderitaan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Bryce DD, 2004, Trigeminal Neuralgia. http:// Facial-neuralgia.org/ conditions

Ganiswara dkk, 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi 4, Bagian Farmakologi FK UI,

Jakarta

Grant SM et al, 1992, Oxcacarbazepine. A Review of its Pharmacology & Therapeutic

Potential in Epilepsy, Trigeminal Neuralgia & Affective disorders, In : Drugs

43(6) : 873-81

Kaufman AM, 2001, Your complete guide to trigeminal neuralgia,

http://www.umanitoba.co/cranial nerves

Loeser JD, 2001, Cranial Neuralgia, In : Bonica’s Management of Pain, Philadelphia,

Lipincott William & Wilkins, co : 855-61

11

11

Page 13: Trigeminal Neuralgia

Olesen J, 1988, Classification & Diagnostic Criteria for Headache Disorders, Cranial

neuralgias & Pacial pain, 1st ed, Oslo, The Norwegian Univ, Press

Passos JH et al, 2001, Trigeminal Neuralgia, in the online Journal of Dentistry & Oral

Medicine, http.//www.epub.org.br/ojdom

Peterson E.J., 1998, Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, Mosby Company, St.

Louis

Rose FC et al, 1997, Carbamezepine in the Treatment of Non-seizure Disorders :

Trigeminal Neuralgia, Other Painful Disoreders & Affective Disorders, Rev

Contemp Pharmacother 8: 123-43

Sharav Y, 2002, Orofacial Pain : Dental, Vascular & Neuropathic, In: Pain – An

Updated review, Seattle, IASP Press, Hal : 440-2

12

12