toksikologi

Upload: lukas-dwiputra-tesan

Post on 02-Mar-2016

120 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Toksikologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan racun. Toksikologi ditekankan pada kandungan kimia atau fisik dari substansi racun dan efek fisiologis pada makhluk hidup, metode kuaitatif dan kuantitatif untuk analisis materi biologis dan nonbiologis, dan perkembangan prosedur untuk mengobati keracunan. Racun dianggap sebagai substansi yang ketika digunakan dalam jumlah yang cukup akan menyebabkan penyakit atau kematian.1Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian. Keracunan adalah salah satu masalah kesehatan yang semakin meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang. Angka yang pasti dari kejadian keracunan di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun banyak dilaporkan kejadian keracunan di beberapa rumah sakit, tetapi angka tersebut tidak menggambarkan kejadian yang sebenarnya di masyarakat. 2,3Dari data statistik diketahui bahwa penyebab keracunan yang banyak terjadi di Indonesia adalah akibat paparan pestisida, obat obatan, hidrokarbon, bahan kimia korosif, alkohol dan beberapa racun alamiah termasuk bisa ular, tetradotoksin, asam jengkolat dan beberapa tanaman beracun lainnya. Setiap tahunnya di Amerika puluhan ribu orang meninggal akibat obat-obatan, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium toksikologi sangatlah penting sebagai bagian dari investigasi.3,4Saat ini, pengetahuan tentang toksikologi diperluas, meliputi evaluasi risiko penggunaan di bidang farmasi, pestisida, dan bahan adiktif makanan, selain itu pengetahuan tentang penggunaan racun, paparan polusi lingkungan, efek radiasi, dan peran kimia dan biologis. Toksikologi forensik lebih ditekankan pada deteksi dan estimasi racun pada jaringan dan cairan tubuh yang didapatkan pada otopsi atau pada darah, urin, atau cairan lambung pada korban hidup. Jika hasil analisis toksikologi telah lengkap, ahli toksikologi dapat menginterpretasikan hasil sebagai efek dan atau psikologis dari racun pada seseorang yang diambil sampel tubuhnya untuk diperiksa.5Kerja utama dari toksikologi forensik adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan2,3. Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan, dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu atas dasar tujuan pemeriksaan itu sendiri bertujuan untuk mencari penyebab kematian, misalnya karena keracunan sianida, karbonmonoksisa, insektisida, atau yang lainnya. Kedua untuk mengetahui mengapa suatu peristiwa dapat terjadi, misalnya kasus pembunuhan, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pesawat udara, pemerkosaan, dan penyebab lainnya.5

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiToksikologi ialah imu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun, gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban yang meninggal.4Toksikologi (berasal dari kata Yunani, toxicos dan logos) merupakan studi mengenai perilaku dan efek yang merugikan dari suatu zat terhadap organisme/mahluk hidup. Dalam toksikologi, dipelajari mengenai gejala, mekanisme, cara detoksifikasi serta deteksi keracunan pada sistim biologis makhluk hidup. Toksikologi sangat bermanfaat untuk memprediksi atau mengkaji akibat yang berkaitan dengan bahaya toksik dari suatu zat terhadap manusia dan lingkungannya.4,2Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologis dalam dosis toksis akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian. Berdasarkan sumber dapat digolongkan menjadi racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan : opium, kokain, aflatoksin. Dari hewan : bisa/toksin ular/laba-laba/hewan laut. Mineral : arsen, timah hitam. Berasal dari sintetik : heroin.4Keracunan atau intoksikasi adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Semua zat dapat menjadi racun bila diberikan dalam dosis yang tidak seharusnya. Bebeda dengan alergi, keracunan memiliki gejala yang bervariasi dan harus ditindaki dengan cepat dan tepat karena penanganan yang kurang tepat tidak menutup kemungkinan hanya akan memperparah keracunan yang dialami oleh penderitan.4Toksikologi forensik adalah salah satu dari cabang ilmu forensik. Menurut Saferstein yang dimaksud dengan Forensic Science adalah the application of science to low, maka secara umum ilmu forensik (forensik sain) dapat dimengerti sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk penegakan hukum dan peradilan.4Guna lebih memahami pengertian dan ruang lingkup kerja toksikologi forensik, maka akan lebih baik sebelumnya jika lebih mengenal apa itu bidang ilmu toksikologi. Ilmu toksikologi adalah ilmu yang menelaah tentang kerja dan efek berbahaya zat kimia atau racun terhadap mekanisme biologis suatu organisme. Racun adalah senyawa yang berpotensi memberikan efek yang berbahaya terhadap organisme. Sifat racun dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor, sifat fisiko kimis toksikan tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan. Tosikologi forensik menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi untuk kepentingan peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Hasil analisis dan interpretasi temuan analisisnya ini akan dimuat ke dalam suatu laporan yang sesuai dengan hukum dan perundanganundangan.4Menurut Hukum Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat disebut dengan Surat Keterangan Ahli atau Surat Keterangan. Jadi toksikologi forensik dapat dimengerti sebagai pemanfaatan ilmu tosikologi untuk keperluan penegakan hukum dan peradilan. Toksikologi forensik merupakan ilmu terapan yang dalam praktisnya sangat didukung oleh berbagai bidang ilmu dasar lainnya, seperti kimia analisis, biokimia, kimia instrumentasi, farmakologitoksikologi, farmakokinetik, biotransformasi.4

B. Klasifikasi RacunBerdasarkan sumber dapat digolongkan menjadi racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan; opium, kokain, kurare, aflatoksin. Dari hewan; bisa/toksin ular/laba-laba/hewan laut. Mineral; arsen, timah hitam. Dan berasal dari sintetik; heroin.2 Berdasarkan tempat dimana racun berada, dapat dibagi menjadi racun yang terdapat di alam bebas, misalnya gas racun di alam, racun yang terdapat di rumah tangga misalnya deterjen, insektisida, pembersih. Racun yang digunakan dalam pertanian misalnya insektisida, herbesida, pestisida. Racun yang digunakan dalam industri laboratorium dan industri misalnya asam dan basa kuat, logam berat. Racun yang terdapat dalam makanan misalnya CN di dalam singkong, toksin botulinus, bahan pengawet, zat aditif serta racun dalam bentuk obat misalnya hipnotik sedatif.2

C. Efek Kerja RacunMekanisme racun dalam menimbulan efek terbagi atas tiga yaitu secara lokal, sistemik maupun lokal-sistemik.3 Racun yang bekerja secara lokal yaitu racun yang merusak kulit, terutama berasal dari asam atau basa kuat atau zat kimia lain, seperti: H2SO4, HNO3, HCL, dan NaOH. Biasanya menimbulkan sensasi nyeri yang heba,rasa terbakar, panas di mulut, sukar menelan, haus yang hebat, muntah berwarna hitam, sakit perut, oliguria, konstipasi. Setelah 12 jam dapat terjadi asfiksia, perforasi lambung, dan neurogenic syok.3 Racun yang bekerja secara sistemikRacun pada golongan ini memiliki akibat atau afinitas pada salah satu sistem atau organ tubuh yang lebih besar bila dibandingkan dengan sistem atau organ lainnya. Misalnya CO dan CN yang berpengaruh terhadap darah dan enzim pernafasan, dan insektisida golongan hidrokarbon yang di chlor-kan dan phosphorus yang terutama berpengaruh terhadap hati. Contoh lain misalnya pada keracunan morfin, bisa terjadi asfiksia, edema paru, depresi SSP, bahkan kematian.3 Racun lokal dan sistemikRacun takan menimbulkan rasa nyeri (efek lokal) dan racun tersebut juga akan menimbulkan depresi pada susunan saraf pusat (efek sistemik). Hal tersebut dimungkinkan karena sebagian dari asam karbol diserap dan berpengaruh pada otak. Bersifat kongestif terhadap mukosa dan erosif terhadap tunika muscularis GIT dimana penderita muntah, kolik, diare, serta mengalami gangguan hati dan ginjal.3

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerja RacunAdapun faktor-faktor yang mempengaruhi kerja racun antara lain :41. Cara PemberianSetiap racun akan menimbulkan efek yang maksimal pada tubuh jika diberikan secara tepat. Berdasarkan cara pemberian, maka umumnya racun paling cepat bekerja jika masuknya racun secara inhalasi. Cara masuk lain secara berturut-turut melalui intravena, intramuskular, intraperitoneal, subkutan, peroral dan paling lambat ialah melalui kulit yang sehat.2. Keadaan tubuha. UmurOrang tua dan anak-anak lebih sensitif misalnya pada barbiturat. Bayi prematur lebih rentan terhadap obat oleh karena eksresi melalui ginjal belum sempurna dan aktifitas mikrosom dalam hati belum cukup.b. KesehatanPada seseorang yang memiliki kerusakan organ seperti penyakit hati ataupun ginjal biasanya akan lebih mudah mengalami keracunan bila dibandingkan dengan orang sehat. Meskipun racun yang masuk ke dalam tubuhnya belum mencapai dosis toksik. Hal ini terjadi karena proses detoksikasi, dan ekskresinya tidak berjalan dengan baik.

3. KebiasaanFaktor ini berpengaruh dalam hal besarnya dosis racun yang dapat menimbulkan gejala-gejala keracunan atau kematian, yaitu karena terjadinya toleransi. Tetapi perlu diingat bahwa toleransi itu tidak selamanya menetap, contohnya pada pecandu alkohol.4. Alergi-IdiosinkrasiBanyak preparat seperti vitamin B1, penisilin, streptomisin, dan preparat yang mengandung yodium menyebabkan kematian pada orang yang sensitive terhadap preparat tersebut. Pengaruh langsung racun tergantung pada takaran. Makin tinggi takaran maka akan semakin cepat (kuat) keracunan. Konsentrasi berpengaruh pada racun yang bersifat local, misalnya asam sulfat.5. Racun itu sendiriSalah satu faktor yang mempengaruhi kerja racun berasal dari racun itu sendiri. Berdasarkan dosis, konsentrasi, bentuk dan kombinasinya, adiksi dan sinergismenya, susunan kimia, serta efek antagonisnya.

E. Mekanisme Kerja dan Efek RacunSuatu kerja toksik pada umumnya merupakan hasil dari sederetan proses fisika, biokimia, dan biologik yang sangat rumit dan komplek. Proses ini umumnya dikelompokkan ke dalam tiga fase, yaitu: fase eksposisi toksokinetik dan fase toksodinamik. Dalam menelaah interaksi xenobiotika/tokson dengan organisme hidup terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu: kerja xenobiotika pada organisme dan pengaruh organisme terhadap xenobiotika. Yang dimaksud dengan kerja tokson pada organisme adalah sebagai suatu senyawa kimia yang aktif secara biologik pada organisme tersebut (aspek toksodinamik). Sedangkan reaksi organisme terhadap xenobiotika/tokson umumnya dikenal dengan fase toksokinetik. 4Fase eksposisi merupakan kontak suatu organisme dengan xenobiotika, pada umumnya, kecuali radioaktif, hanya dapat terjadi efek toksik/farmakologi setelah xenobiotika terabsorpsi. Umumnya hanya tokson yang berada dalam bentuk terlarut, terdispersi molekular dapat terabsorpsi menuju sistem sistemik. Dalam konstek pembahasan efek obat, fase ini umumnya dikenal dengan fase farmaseutika. Fase farmaseutika meliputi hancurnya bentuk sediaan obat, kemudian zat aktif melarut, terdispersi molekular di tempat kontaknya. Sehingga zat aktif berada dalam keadaan siap terabsorpsi menuju sistem sistemik. Fase ini sangat ditentukan oleh faktor-faktor farmseutika dari sediaan farmasi.4Fase toksikinetik disebut juga dengan fase farmakokinetik. Setelah xenobiotika berada dalam ketersediaan farmasetika, pada mana keadaan xenobiotika siap untuk diabsorpsi menuju aliran darah atau pembuluh limfe, maka xenobiotika tersebut akan bersama aliran darah atau limfe didistribusikan ke seluruh tubuh dan ke tempat kerja toksik (reseptor). Pada saat yang bersamaan sebagian molekul xenobitika akan termetabolisme, atau tereksresi bersama urin melalui ginjal, melalui empedu menuju saluran cerna, atau sistem eksresi lainnya.4Fase toksodinamik adalah interaksi antara tokson dengan reseptor (tempat kerja toksik) dan juga proses-proses yang terkait dimana pada akhirnya muncul efek toksik/farmakologik. Interaksi tokson-reseptor umumnya merupakan interaksi yang bolak-balik (reversibel). Hal ini mengakibatkan perubahan fungsional, yang lazim hilang, bila xenobiotika tereliminasi dari tempat kerjanya (reseptor). Selain interaksi reversibel, terkadang terjadi pula interaksi tak bolak-balik (irreversibel) antara xenobiotika dengan subtrat biologik. Interaksi ini didasari oleh interaksi kimia antara xenobiotika dengan subtrat biologi dimana terjadi ikatan kimia kovalen yang bersbersifat irreversibel atau berdasarkan perubahan kimia dari subtrat biologi akibat dari suatu perubaran kimia dari xenobiotika, seperti pembentukan peroksida. Terbentuknya peroksida ini mengakibatkan luka kimia pada substrat biologi.4Secara keseluruhan deretan proses sampai terjadinya efek toksik/farmakologi dapat digambarkan dalam suatu diagram seperti pada gambar 2.1. Dari gambaran singkat di atas dapat digambarkan dengan jelas bahwa efek toksik/farmakologik suatu xenobiotika tidak hanya ditentukan oleh sifat toksokinetik xenobiotika, tetapi juga tergantung kepada faktor yang lain seperti:1 bentuk farmasetika dan bahan tambahan yang digunakan, jenis dan tempat eksposisi, keterabsorpsian dan kecepatan absorpsi, distribusi xenobiotika dalam organisme, ikatan dan lokalisasi dalam jaringan, biotransformasi (proses metabolisme), dan keterekskresian dan kecepatan ekskresi, dimana semua faktor di atas dapat dirangkum ke dalam parameter farmaseutika dan toksokinetika (farmakokinetika).

Gambar 2.1. Rantai proses pada fase kerja toksik dalam organisme secara biologik

F. Biotransformasi RacunTidak bisa dihindari, bahwa setiap harinya manusia akan terpapar oleh berbagai xenobiotika, baik secara sengaja maupun tidak disengaja untuk tujuan tertentu. Beberapa xenobiotika tidak menimbulkan bahaya, tetapi sebagian besar lagi dapat menimbulkan respon-respon biologis, baik yang menguntungkan atau merugikan bagi organisme tersebut. Respon biologis tersebut seringkali bergantung pada perubahan kimia yang dialami oleh xenobiotika di dalam tubuh organisme. Perubahan biokimia yang terjadi dapat mengakhiri respon biologis atau mungkin terjadi pengaktifan.Pada umumnya reaksi biotransformasi merubah xonobitika lipofil menjadi senyawa yang lebih polar sehingga akan lebih mudah diekskresi dari dalam tubuh organinsme. Karena sel pada umumnya lebih lipofil dari pada lingkungannya, maka senyawa-senyawa lipofil akan cendrung terakumulasi di dalam sel. Bioakumulasi xenobiotika di dalam sel pada tingkat yang lebih tinggi yang dapat mengakibatkan keracunan sel (sitotoksik), namun melalui reaksi biotransformasi terjadi penurunan kepolaran xenobiotika sehingga akan lebih mudah diekskresi dari dalam sel, oleh sebab itu keracunan sel akan dapat dihindari.Pada umumnya senyawa aktif biologis adalah senyawa organik yang bersifat lipofil, yang umumnya susah dieksresi melalui ginjal, jika tanpa mengalami perubahan biokimia di dalam tubuh. Senyawa-senyawa lipofil setelah terfiltrasi glumerular umumya akan dapat direabsorpsi melalui tubili ginjal menuju sistem peredaran darah. Ekskresi senyawa ini akan belangsung dengan sangat lambat. Jika senyawa tersebut tidak mengalami perubahan kimia, kemungkinan akan menimbulkan bahaya yang sangat serius. Senyawa lipofil ini akan tinggal dalam waktu yang cukup di dalam tubuh, yaitu terdeposisi di jaringan lemak. Pada prinsipnya senyawa yang hidrofil akan dengan mudah terekskresi melalui ginjal. Ekskresi ini adalah jalur utama eliminasi xenobiotika dari dalam tubuh, oleh sebab itu oleh tubuh sebagian besar senyawa-senyawa lipofil terlebih dahulu dirubah menjadi senyawa yang lebih bersifat hidrofil, agar dapat dibuang dari dalam tubuh. Pada awalnya toksikolog berharap melalui berbagai proses reaksi biokimia tubuh akan terjadi penurunan atau pengilangan toksisitas suatu toksikan, sehingga pada awalnya reaksi biokimia ini diistilahkan dengan reaksi detoksifikasi. Kebanyakan toksikolog lebih mencurahkan perhatiannya kepada: bagaimana dan berapa banyak sistem enzim yang terlibat pada proses detoksifikasi dan metabolisme dari suatu endotoksik. Edotoksik merupakan senyawa toksik hasil samping dari proses biokimia normal tubuh dalam mempertahankan kelangsungan hidup. Sebagai contoh beberapa enzim oksidatif yang terlibat reaksi oksigenase selama metabolisme aerob pada detoksifikasi suatu tokson dapat mengakibatkan depresi oksidatif dan kerusakan pada jaringan. Seorang toksikolog seharusnya memiliki pengetahuan dasar dari suatu proses detoksifikasi guna memahami, memperkirakan, dan menentukan potensial toksisitas dari suatu senyawa. Dalam subbahasan ini akan diberikan pengetahuan dasar reaksi metabolisme dari suatu xenobiotika, yang dapat dijadikan pengetahuan dasar dalam mengkaji toksikologi.Pada umumnya prose resaksi detoksifikasi/metabolisme akan mengakhiri efek farmakologi dari xenobiotika (detoksifikasi / inaktivasi). Namun, pada kenyaaanya terdapat beberapa xenobiotika, justri setelah mengalami reaksi detoksifikasi/metabolisme terjadi peningkatan aktivitasnya (bioaktivasi), seperti bromobenzen melalui oksidasi membentuk bentuk bromobenzen epoksid. Bromobenzen epoksid akan terikat secara kovalen pada makromlekul jaringan hati dan mengakibatkan nekrosis hati. Oleh sebab itu, dalam hal ini istilah detoksifikasi kurang tepat digunakan. Para ahli menyatakan lebih tepat menggunakan istilah biotransformasi untuk menggambarkan reaksi biokimia yangdialami oleh xenobiotika di dalam tubuh. Biotransformasi belangsung dalam dua tahap, yaitu reaksi fase I dan fase II. Rekasi-reaksi pada fase I biasanya mengubah molekul xenobiotika menjadi metabolit yang lebih polar dengan menambahkan atau memfungsikan suatu kelompok fungsional (-OH, -NH2, -SH, -COOH), melibatkan reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Kalau metabolit fase I cukup terpolarkan, maka ia kemungkinannya akan mudah diekskresi. Namun, banyak produk reaksi fase I tidak segera dieliminasi dan mengalami reaksi berikutnya dengan suatu subtrat endogen, seperti: asam glukuronida, asam sulfat, asam asetat, atau asam amino ditempelkan pada gugus polar tadi. Oleh sebab itu reaksi fase II disebut juga reaksi pengkopelan atau reaksi konjugasi.Enzim-enzim yang terlibat dalam biotransformasi pada umumnya tidak spesifik terhadap substrat (lihat tabel 2.1). Enzim ini (seperti monooksigenase, glukuronidase) umumnya terikat pada membran dari reticulum endoplasmik dan sebagian terlokalisasi juga pada mitokondria, disamping itu ada bentuk terikat sebagai enzim terlarut (seperti esterase, amidase, sulfoterase).

Tabel 2.1. Jenis reaksi dan enzim yang terlibat dalam reaksi metabolisme suatu xenobiotika

Sistem enzim yang terlibat pada reaksi fase I umumnya terdapat di dalam reticulum endoplasmik halus, sedangkan sistem enzim yang terlibat pada reaksi fase II sebagian besar ditemukan di sitosol. Disamping memetabolisme xenobiotika, sistem enzim ini juga terlibat dalam reaksi biotransformasi senyawa endogen (seperti: hormon steroid, biliribun, asam urat, dll). Selain organ-organ tubuh, bakteri flora usus juga dapat melakukan reaksi metabolisme, khususnya reaksi reduksi dan hidrolisis.

Gambar 2.2 Mekanisme Kerja Enzim dalam reaksi metabolism atau xenobiotika

G. Analisis ToksikologiAnalisis toksikologi merupakan pemeriksaan laboratorium yang berfungsi untuk:1,61. Analisa tentang adanya racun.2. Analisa tentang adanya logam berat yang berbahaya.3. Analisa tentang adanya asam sianida, fosfor dan arsen.4. Analisa tentang adanya pestisida baik golongan organochlorin maupun organophospat.5. Analisa tentang adanya obat-obatan misalnya: transquilizer, barbiturate, narkotika, ganja, dan lain sebagainya.Analitikal toksikologi meliputi isolasi, deteksi, dan penentuan jumlah zat yang bukan merupakan komponen normal dalam material biologis yang didapatkan dalam otopsi. Guna toksikologi adalah menolong menentukan sebab kematian. Kadang-kadang material didapatkan dari pasien yang masih hidup, misalnya darah, rambut, potongan kuku atau jaringan hasil biopsi. Hasil toksikologi disini membantu dalam menentukan kasus-kasus yang diduga keracunan. Pada pengiriman material untuk analitikal toksikologi, diharapkan dokter mengirimkan material sebanyak mungkin, dengan demikian akan memudahkan pemeriksaan dan hasilnya akan lebih sempurna. Jaringan tubuh masing-masing memiliki afinitas yang berbeda terhadap racun-racun tertentu, misalnya:6 Jaringan otak adalah material yang paling baik untuk pemeriksaan racun-racun organis, baik yang mudah menguap maupun yang tidak mudah menguap. Hepar dan ginjal adalah material yang paling baik untuk menentukan keracunan logam berat yang akut. Darah dan urin adalah material yang paling baik untuk analisa zat organik non volatile, misalnya obat sulfa, barbiturate, salisilat dan morfin. Darah, tulang, kuku, dan rambut merupakan material yang baik untuk pemeriksaan keracunan logam yang bersifat kronis.Untuk racun yang efeknya sistemik, harus dapat ditemukan dalam darah atau organ parenkim ataupun urin. Bila hanya ditemukan dalam lambung saja maka belum cukup untuk menentukan keracunan zat tersebut. Penemuan racun-racun yang efeknya sistemik dalam lambung hanyalah merupakan penuntun bagi seorang analis toksikologi untuk memeriksa darah, organ, dan urin ke arah racun yang dijumpai dalam lambung tadi. Untuk racun-racun yang efeknya lokal, maka penentuan dalam lambung sudah cukup untuk dapat dibuat diagnosa.6Secara umum tugas analisis toksikolog forensik (klinik) dalam melakukan analisis dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu: 1) penyiapan sampel sample preparation, 2) analisis meliputi uji penapisan screening test atau dikenal juga dengan general unknown test dan uji konfirmasi yang meliputi uji identifikasi dan kuantifikasi, 3) langkah terakhir adalah interpretasi temuan analisis dan penulisan laporan analisis. Berbeda dengan kimia analisis lainnya (seperti: analisis senyawa obat dan makanan, analisis kimia klinis) pada analisis toksikologi forensik pada umumnya analit (racun) yang menjadi target analisis, tidak diketahui dengan pasti sebelum dilakukan analisis. Tidak sering hal ini menjadi hambatan dalam penyelenggaraan analisis toksikologi forensik, karena seperti diketahui saat ini terdapat ribuan atau bahkan jutaan senyawa kimia yang mungkin menjadi target analisis. Untuk mempersempit peluang dari target analisis, biasanya target dapat digali dari informasi penyebab kasus forensik (keracunan, kematian tidak wajar akibat keracunan, tindak kekerasan dibawah pengaruh obat-obatan), yang dapat diperoleh dari laporan pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP), atau dari berita acara penyidikan oleh polisi penyidik. Sangat sering dalam analisis toksikologi forensik tidak diketemukan senyawa induk, melainkan metabolitnya. Sehingga dalam melakukan analisis toksikologi forensik, senyawa metabolit juga merupakan target analisis. Sampel dari toksikologi forensik pada umumnya adalah spesimen biologi seperti: cairan biologis (darah, urin, air ludah), jaringan biologis atau organ tubuh. Preparasi sampel adalah salah satu faktor penentu keberhasilan analisis toksikologi forensik disamping kehadalan penguasaan metode analisis instrumentasi. Berbeda dengan analisis kimia lainnya, hasil indentifikasi dan kuantifikasi dari analit bukan merupakan tujuan akhir dari analisis toksikologi forensik. Seorang toksikolog forensik dituntut harus mampu menerjemahkan apakah analit (toksikan) yang diketemukan dengan kadar tertentu dapat dikatakan sebagai penyebab keracunan (pada kasus kematian).4,7

H.Contoh Keracunan dan Diagnosis Keracunan1. Keracunan SianidaGaram sianida dalam takaran kecil saja sudah cukup untuk menimbulkan kematian pada seseorang dengan cepat. Hidrogen sianida (asam sianida, HCN) merupakan cairan jernih yang bersifat asam; larut dalam air, alkohol dan eter; mudah menguap dalam suhu ruangan; mudah terbakar dan mempunyai titik beku 140C. HCN mempunyai aroma khas amandel (bitter almonds, peach pit). 8Sianida dalam dosis rendah juga didapat dari biji tumbuh-tumbuhan terutama biji-bijian dari genus prunus yang mengandung glikosida sianogenetik atau amigladin; seperti singkong liar, umbi-umbian liar, temu lawak, dan cherry liar. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan ganggang. Sianida juga dapat ditemukan pada rokok, asap kendaraan bermotor dan beberapa produk sintetik. Sianida banyak digunakan pada industri terutama dalam pembuatan garam seperti natrium, kalium atau kalsium sianida. Sianida yang digunakan oleh militer NATO (North American Treaty Organization) adalah yang jenis cair yaitu HCN.8Keracunan hidrogen sianida dapat menyebabkan kematian, dan pemaparan secara sengaja dari sianida (termasuk garam sianida) dapat menjadi alat untuk melakukan pembunuhan ataupun bunuh diri.9 Penanganan korban harus cepat, karena prognosis dari terapi yang diberikan sangat tergantung dari lamanya kontak dengan zat ini.8Tanda dan gejala keracunan sianidaOnset yang terjadi secara tiba-tiba dari efek toksik yang pendek setelah pemaparan sianida merupakan tanda awal dari keracunan sianida. Gejala yang ditimbulkan oleh zat sianida ini bermacam-macam mulai dari nyeri kepala, mual, muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat sampai tidak sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian.9,8 Keracunan akutRacun yang ditelan cepat menyebabkan kegagalan pernafasan dan kematian dapat timbul dalam beberapa menit. Korban sering mengeluh rasa terbakar pada kerongkongan dan lidah, sesak nafas, hipersalivasi, mual, muntah, sakit kepala, vertigo, fotofobi, tinitus, pusing dan kelelahan.8Dapat pula ditemukan sianosis pada muka, busa keluar dari mulut, nadi cepat dan lemah, pernafasan cepat dan kadang-kadang tidak teratur, pupil dilatasi dan refleks melambat, udara pernafasan dapat berbau amandel, juga dari muntahan tercium bau amandel. Menjelang kematian sianosis lebih nyata dan timbul kedut otot-otot kemudian kejang-kejang dengan inkontinesia urin dan alvi.8Racun yang diinhalasi menimbulkan palpitasi, kesukaran bernafas, mual-muntah, sakit kepala, salivasi, lakrimasi, iritasi mulut, dan kerongkongan, pusing dan kelemahan ekstremitas cepat timbul dan kemudian kolaps, kejang-kejang, koma dan meninggal.8 Keracunan kronikKorban tampak pucat, keringat dingin, pusing, rasa tidak enak dalam perut, mual dan kolik, rasa tertekan pada dada dan sesak nafas. Keracunan kronik CN dapat menyebabkan goiter dan hipotiroid, akibat terbentuk sulfosianat.8Calcium cyanimide menghambat aldehida-oksidase sehingga toleransi terhadap alkohol menurun. Gejala keracunan berupa sakit kepala, vertigo, sesak nafas dan meninggal akibat kegagalan pernafasan. 8 Pemeriksaan Forensik Pemeriksaan luarTercium bau amandel yang patognomonik untuk keracunan CN, dapat tercium dengan menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung. Bau ini harus cepat dapat ditentukan karena indera pencium kita cepat teradaptasi sehingga tidak dapat membaui bau khas tersebut.8Sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut dan lebam mayat berwarna merah terang, karena darah vena kaya akan oksi-Hb. Tetapi ada pula yang mengatakan karena terdapat Cyan-Met-Hb. 8Warna lebam yang merah terang tidak selalu ditemukan pada kasus keracunan sianida, ditemukan pula kasus kematian akibat sianida dengan warna lebam mayat biru kemerahan, livid. Hal ini tergantung pada keadaan dan derajat keracunan. 8 Pemeriksaan dalamPada pemeriksaan dalam tercium bau amandel yang khas pada saat membuka rongga dada, perut dan otak serta lambung (bila racun melalui mulut). Darah, otot dan organ-organ tubuh dapat berwarna merah terang. Selanjutnya hanya ditemukan tanda-tanda asfiksia pada organ-organ tubuh.8Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan kelainan pada mukosa lambung berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan karena terbentuk hematin alkali dan pada perabaan mukosa licin seperti sabun. Korosi dapat menyebabkan perforasi lambung yang dapat terjadi antemortal atau postmortal. 82.Keracunan Karbon Monoksida (CO)Karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau yang dihasilkan dari proses pembakaran yang tidak sempurna dari material yang berbahan dasar karbon seperti kayu, batu bara, bahan bakar minyak dan zat-zat organik lainnya. Setiap korban kebakaran api harus dicurigai adanya intoksikasi gas CO. Sekitar 50% kematian akibat luka bakar berhubungan dengan trauma inhalasi dan hipoksia dini menjadi penyebab kematian lebih dari 50% kasus trauma inhalasi. Intoksikasi gas CO merupakan akibat yang serius dari kasus inhalasi asap dan diperkirakan lebih dari 80% penyebab kefatalan yang disebabkan oleh trauma inhalasi.10Claude Bernard pada tahun 1857 menemukan efek beracun karbon monoksida yang disebabkan oleh pelepasan ikatan oksigen dari hemoglobin menjadi bentuk carboxyhaemoglobin. Warberg pada tahun 1926 memakai kultur jamur yeast untuk menunjukkan asupan oksigen oleh jaringan dihambat oleh paparan karbon monoksida dalam jumlah yang besar.10 Gas CO adalah penyebab utama dari kematian akibat keracunan di Amerika Serikat dan lebih dari separo penyebab keracunan fatal lainnya di seluruh dunia. Terhitung sekitar 40.000 kunjungan pasien pertahun di unit gawat darurat di Amerika Serikat yang berhubungan dengan kasus intoksikasi gas CO dengan angka kematian sekitar 500-600 pertahun yang terjadi pada 1990an. 10Tanda dan Gejala Keracunan COMisdiagnosis sering terjadi karena beragamnya keluhan dan gejala pada pasien. Gejala-gejala yang muncul sering mirip dengan gejala penyakit lain. Pada anamnesa secara spesifik didapatkan riwayat paparan oleh gas CO. Gejala-gejala yang muncul sering tidak sesuai dengan kadar HbCO dalam darah. Pada keracunan akut didapatkan flulike symptoms, sesak nafas, sesak nafas, nyeri dada, mual, muntah, nyeri perut, pingsan, kejang. Pada keracunan kronik gejala yang muncul akan semakin berat.11

Pemeriksaan Forensik Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan anamnesis adanya kontak dan di temukannya gejala keracunan CO. Pada korban yang mati tidak lama setelah keracunan CO, ditemukan lebam mayat berwarna merah terang (cherry pink colour) yang tampak jelas bila kadar COHb mencapai 30% atau lebih. Warna lebam mayat seperti itu juga dapat ditemukan pada mayat yang di dinginkan, pada korban keracunan sianida dan pada orang yang mati akibat infeksi oleh jasad renik yang mampu membentuk nitrit, sehingga dalam darahnya terbentuk nitroksi hemoglobin. Meskipun demikian masih dapat di bedakan dengan pemeriksaan sederhana.12

Gambar 2.3 Cherry pink colourPada mayat yang didinginkan dan pada keracunan CN, penampang ototnya berwarna biasa, tidak merah terang. Juga pada mayat yang di dinginkan warna merah terang lebam mayatnya tidak merata selalu masih ditemukan daerah yang keunguan (livid). Sedangkan pada keracunan CO, jaringan otot, visera dan darah juga berwarna merah terang. Selanjutnya tidak ditemukan tanda khas lain.13Kadang-kadang dapat ditemukan tanda asfiksia dan hiperemia visera. Pada otak besar dapat ditemukan petekiae di substansia alba bila korban dapat bertahan hidup lebih dari jam. Pada analisa toksikologi darah akan di temukan adanya COHb pada korban keracunan CO yang tertunda kematiannya sampai 72 jam maka seluruh CO telak di eksresi dan darah tidak mengandung COHb lagi, sehingga ditemukan lebam mayat berwarna livid seperti biasa demikian juga jaringan otot, visera dan darah.12Kelainan yang dapat di temukan adalah kelainan akibat hipoksemia dan komplikasi yang timbul selama penderita di rawat. Otak, pada substansia alba dan korteks kedua belah otak, globus palidus dapat di temukan petekie. Kelainan ini tidak patognomonik untuk keracunan CO, karena setiap keadaan hipoksia otak yang cukup lama dapat menimbulkan petekiae. Pemeriksaan mikroskopik pada otak memberi gambaran:121. Pembuluh-pembuluh halus yang mengandung trombihialin2. Nekrosis halus dengan di tengahnya terdapat pembuluh darah yang mengandung trombihialin dengan pendarahan di sekitarnya, lazimnya disebut ring hemorrage3. Nekrosis halus yang di kelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang mengandung trombi4. Ball hemorrgae yang terjadi karena dinding arterior menjadi nekrotik akibat hipoksia dan memecah.5. Pada miokardium di temukan perdarahan dan nekrosis, paling sering di muskulus papilaris ventrikal kiri. Pada penampang memanjangnya, tampak bagian ujung muskulus papilaris berbercak-bercak perdarahan atau bergaris-garis seperti kipas berjalan dari tempat insersio tendinosa ke dalam otak.6. Ditemukan eritema dan vesikal / bula pada kulit dada, perut, luka, atau anggota gerak badan, baik di tempat yang tertekan maupun yang tidak tertekan. 7. Kelainan tersebut di sebabkan oleh hipoksia pada kapiler-kapiler bawah kulit.8. Pneunomonia hipostatik paru mudah terjadi karena gangguan peredaran darah. 9. Dapat terjadi trombosis arteri pulmonalis.3.Keracunan LogamWalaupun sebagian besar logam di alam muncul pada batu, lapisan bijih (ores), tanah, air, dan udara, kadarnya secara umum rendah dan terdispersi secara luas. Terkait paparan terhadap manusia dan kepentingan dalam toksikologi yang signifikan, kegiatan antropogenik yang umumnya paling penting karena menyebabkan kadar logam tersebut meningkat pada tempat manusia beraktivitas.Logam telah digunakan selama sejarah peradaban manusia untuk membuat perkakas pertukangan, mesin, dan lain-lain, dimana pertambangan dan peleburan menyuplai logam untuk keperluan tersebut. Aktivitas ini meningkatkan kadar logam di lingkungan. Saat ini, logam juga telah digunakan dalam industri, pertanian, dan kesehatan. Aktivitas tersebut meningkatkan paparan tidak hanya pada pekerja industri logam (metal-related occupational workers) tapi juga pada konsumen bergam produk tersebut.Meskipun jangkauan toksistas dan sifat logam beragam, terdapat beberapa kesamaan pada banyak logam. Logam yang mengeluarkan (exert) toksisitasnya, harus melewati membran dan memasuki sel. Jika logam tersebut dalam media lipid seperti methylmercury, maka dengan mudah melakukan penetrasi pada membran; saat terikat pada protein seperti cadmium-metallothionein, logam tersebut masuk ke dalam sel dengan endositosis; logam lain (misalnya timah) bisa diabsorbsi melalui difusi pasif. Efek toksik dari logam umumnya melibatkan interaksi logam bebas (free metal ) dan sel target.Mekanisme toksik dan sites of action yang umum antara lain :1. Inhibisi/aktivasi enzimSitus mayor pada efek toksik logam adalah interaksi dengan logam, menyebabkan inhibisi atau aktivasi enzim. Dua mekanisme yang cukup penting; inhibisi bisa terjadi sebagai hasil interaksi antara logam dan grup sulfhydryl (SH) pada enzim, atau logam tersebut mengganti kofaktor logam esensial dari enzim yang bersangkutan. Contohnya, timah bisa menggantikan zink pada zinc-dependent enzyme -aminolevulinic acid dehydratase (ALAD), sehingga menghambat sintesis heme, komponen penting hemoglobin dan heme-containing enzymes, seperti cytochromes.2. Organel subselulerLogam toksik bisa merusak struktur dan fungsi dari organel. Contohnya enzim retikulum endoplasma bisa mengalami inhibisi, logam bisa terakumulasi di lisosom, enzim respirasi dalam mitokondria juga bisa mengalami inhibisi, dan inclusion bodies bisa terbentuk dalam nukleus.3. KarsinogenikSejumlah logam menunjukkan sifat karsinogenik pada hewan dan manusia. Arsenik, senyawa chromium tertentu, dan nikel dikenal bersifat human carcinogens; beryllium, cadmium, dan cisplatin dicurigai human carcinogens. Mekanisme carcinogenic action, diduga terjadi karena interaksi metallic ions dengan DNA4. Organ targetOrgan yang menjadi target dari logam toksik antara lain ginjal, sistem saraf, endokrin, reproduksi, dan respirasi. Berikut contoh beberapa logam toksik :Timah (Lead)Karena penggunaan timah yang lama dan luas, timah menjadi salah satu logam toksik yang paling sering ditemui. Paparan bisa terjadi lewat udara, air, atau makanan. Sumber paparan bisa berasal dari pipa dan tempat makan keramik. Timah inorganik bisa diabsorbsi melalui saluran cerna, saluran napas, dan kulit. Timah inorganik yang tertelan diabsorbsi lebih baik oleh saluran cerna anak dibandingkan orang dewasa, bisa melewati plasenta, dan menembus blood-brain barrier pada anak. Mulanya, timah beredar lewat darah, hepar, dan ginjal; setelah paparan yang lama, timah juga ditemukan dalam tulang pada 95% kasus.Target utama toksisitas timah adalah sistem hematopoietik dan sistem saraf. Beberapa enzim yang terlibat dalam sintesis heme yang sensitif terhadap penghambatan (inhibisi) oleh timbal, dua enzim yang paling rentan adalah ALAD dan heme-sintetase (HS). Meskipun anemia klinis terjadi hanya setelah paparan moderat, efek biokimia dapat diamati di tingkat lanjut. Untuk alasan ini penghambatan ALAD atau temuan ALA dalam urin dapat digunakan sebagai indikasi paparan timbal. Sistem saraf adalah jaringan target yang juga penting untuk toksisitas timbal, terutama pada bayi dan anak-anak di antaranya karena sistem saraf masih berkembang pada usia ini.Bahkan pada tingkat paparan rendah, anak-anak dapat menunjukkan hiperaktif, penurunan rentang perhatian, kelainan mental, dan gangguan penglihatan. Pada tingkat yang lebih tinggi, ensefalopati dapat terjadi pada anak-anak dan orang dewasa. Timah merusak arteriol dan kapiler, sehingga terjadi edema serebral dan degenerasi saraf. Secara klinis kerusakan tersebut dapat muncul berupa ataksia, pingsan, koma, dan kejang-kejang.Sistem lain yang terkena dampak adalah sistem reproduksi. Paparan timbal dapat menyebabkan toksisitas pada reproduksi laki-laki dan wanita, keguguran, dan kelainan herediter.MerkuriMercuri ada di lingkungan dalam tiga bentuk kimia utama: elemental merkuri (Hg0), mercurous anorganik (Hg +) dan garam merkuri (Hg2 +), dan methylmercury organik (CH3Hg) dan senyawa dimethylmercury (CH3HgCH3). Unsur merkuri, dalam bentuk uap merkuri, hampir sepenuhnya diserap oleh sistem pernapasan, sedangkan tertelan merkuri berbentuk unsur tidak mudah diserap dan relatif tidak berbahaya. Setelah diserap, merkuri dapat melintasi penghalang darah-otak ke dalam sistem saraf. Kebanyakan paparan elemental merkuri cenderung dari sumber kerja.Perhatian serius pada pencemaran lingkungan terutama pada paparan senyawa merkuri organik. Merkuri anorganik dapat dikonversi menjadi merkuri organik melalui aksi bakteri pereduksi sulfat, untuk menghasilkan metilmerkuri, suatu bentuk yang sangat beracun dan mudah diserap melintasi membran. Beberapa episode besar keracunan merkuri terjadi akibat mengkonsumsi biji gandum yang terpapar fungisida merkuri atau dari makan ikan yang terkontaminasi dengan methylmercury. Di Jepang pada 1950-an dan 1960-an limbah dari bahan kimia dan plastik tanaman yang mengandung merkuri yang mengalir ke Teluk Minamata.Merkuri dikonversi menjadi methylmercury sehingga mudah diserap oleh bakteri dalam sedimen perairan. Konsumsi ikan dan kerang oleh penduduk setempat mengakibatkan sejumlah kasus keracunan merkuri atau penyakit Minamata. Pada tahun 1970 setidaknya 107 kematian telah dikaitkan dengan keracunan merkuri, dan 800 kasus penyakit Minamata dikonfirmasi. Meskipun ibu tampak sehat, banyak bayi yang lahir dari ibu yang makan ikan yang terkontaminasi menunjukkan gejala Cerebral Palsy-Like Symptoms dan gangguan mental. Merkuri organik terutama mempengaruhi sistem saraf, dimana otak janin menjadi lebih sensitif terhadap efek racun dari merkuri daripada orang dewasa.Garam merkuri anorganik, bagaimanapun, terutama bersifat nephrotoxic, dengan target sel tubulus proksimal. Mercury mengikat kelompok protein SH pada membran, mempengaruhi integritas membran dan mengakibatkan aliguria, anuria, dan uremia.

KadmiumKadmium terdapat di alam terutama berkaitan dengan bijih timbal dan seng serta dilepaskan di dekat tambang saat peleburan pada pengolahan bijih ini. Kadmium industri digunakan sebagai pigmen dalam cat dan plastik, dalam elektroplating, dan dalam membuat paduan dan penyimpanan alkali pada baterai (misalnya, baterai nikel-kadmium). Paparan lingkungan terhadap kadmium terutama dari kontaminasi air tanah dari peleburan dan industri serta penggunaan lumpur limbah sebagai pupuk tanaman pangan. Biji-bijian, produk sereal, dan sayuran berdaun biasanya merupakan sumber utama cadmium dalam makanan. Contohnya penyakit Itai-Itai yang terjadi akibat konsumsi beras kadmium-terkontaminasi di Jepang.Efek akut dari paparan hasil kadmium terutama dari iritasi lokal. Setelah terpapar, efek utama adalah mual, muntah, dan sakit perut. Paparan inhalasi dapat menyebabkan edema paru dan pneumonitis.Efek kronis menjadi perhatian khusus karena kadmium sangat lambat dikeluarkan dari tubuh, dengan waktu paruh sekitar 30 tahun. Dengan demikian paparan tingkat rendah dapat menyebabkan akumulasi yang cukup besar dari kadmium. Organ utama yang mengalami kerusakan pada paparan jangka panjang adalah ginjal, khususnya tubulus proksimal. Kadmium beredar dalam sistem peredaran darah terikat dengan metal-binding protein, metallothionein, diproduksi di hati. Setelah filtrasi glomerulus di ginjal, CdMT kembali diserap secara efisien oleh sel-sel tubulus proksimal, sehingga terakumulasi dalam lisosom. Degradasi berikutnya dari kompleks CdMT rilis Cd +2, yang menghambat fungsi lisosom, mengakibatkan cedera sel.Pengobatan Keracunan LogamPerawatan terhadap pemaparan logam untuk mencegah atau mengobati toksisitas dilakukan dengan chelating atau agen antagonis. Chelation adalah pembentukan kompleks ion logam , di mana ion logam dikaitkan dengan ligan donor elektron. Logam dapat bereaksi dengan O - , S - , dan N yang mengandung ligan (misalnya , - OH , - COOH , - S - S - , dan - NH2). Agen chelating harus mampu untuk menjangkau situs penyimpanan, membentuk kompleks tidak beracun, tidak mudah mengikat logam esensial ( misalnya, kalsium, seng ), dan mudah dikeluarkan.Salah satu obat chelating yang pertama ditemukan berguna secara klinis adalah antilewisite Inggris ( BAL [ 2,3- imercaptopropanol ] ), yang dikembangkan selama Perang Dunia II sebagai antagonis gas perang arsenik. BAL adalah senyawa dithiol dengan dua atom belerang pada atom karbon yang berdekatan yang bersaing dengan situs mengikat penting yang terlibat dalam toksisitas arsenik. Meskipun BAL akan mengikat sejumlah logam beracun, juga merupakan obat yang berpotensi beracun dengan beberapa efek samping. Menanggapi toksisitas BAL itu, beberapa analog kini telah dikembangkan.

Gambar 2.2 Contoh Obat Chelating yang digunakan untuk mengobati toksik logam

bBAB IIIKESIMPULAN

Toksikologi adalah studi mengenai perilaku dan efek yang merugikan dari suatu zat terhadap organisme/mahluk hidup. Dalam toksikologi, dipelajari mengenai gejala, mekanisme, cara detoksifikasi serta deteksi keracunan pada sistim biologis makhluk hidup. Toksikologi sangat bermanfaat untuk memprediksi atau mengkaji akibat yang berkaitan dengan bahaya toksik dari suatu zat terhadap manusia dan lingkungannya.Toksikologi forensik, adalah penerapan toksikologi untuk membantu investigasi medikolegal dalam kasus kematian, keracunan maupun penggunaan obat-obatan. Dalam hal ini, toksikologi mencakup pula disiplin ilmu lain seperti kimia analitik, farmakologi, biokimia dan kimia kedokteran. Toksikologi forensik merupakan ilmu terapan yang dalam praktisnya sangat didukung oleh berbagai bidang ilmu dasar lainnya, seperti kimia analisis, biokimia, kimia instrumentasi, farmakologi toksikologi, farmakokinetik, dan biotransformasi.

32