tipus pengenceran semen
DESCRIPTION
peternakanTRANSCRIPT
Pengenceran Semen
Agar dapat mencapai tujuan suatu program inseminasi buatan dengan
penggunaan penjatan yang bebas penyakit dan bermutu genetic tinggi secara
maksimal, maka daya fertilisai oprimum spermatozoa harus dipreservasi atau
diawetkan untuk beberapa lama sesudah penampungan. Untuk itu semen perlu di
campur dengan larutan pengencer yang menjamin kebutuhan fisik dan kimiawinya
dan disimpan pada suhu dan kondisi tertentu yang mempertahankan kehidupan
dipakai sesuai dengan kebutuhan (Toelihere, 1977).
Sejarah Pengeceran pertama
Sejak tahun 1850 beberapa peneliti telah mencoba membuat pengencer
dari plasma darah, air susu dan cairan – cairan lainya akan tetapi tidak membawa
hasil apa – apa. Pada permulaan tahun 1930 –an V.K.Milovanov dari Rusia yang
melopori pembuatan pengencer semen sapi dengan hasil yang cukup baik.
Pekerjaan Milovanov dilanjutkan oleh peneliti – peneliti lain.
Pengencer – pengencer tersebut terutama dipakai hanya untuk
memperbanyak volume semen dan tidak dapat mempertahankan daya fertilisasi
sperma untuk waktu yang lama. Pengencer –pengencer yang di masud umumnya
terdiri dari garam – garam natrium dan kalium dari asam – asam fosfat, sulfat atau
tartar, glukosa dab peptone atau gelatin. Walaupun Milovanov dan selivanov pada
tahun 1993 telah menyadari akan manfaat lecithin pada kuning telur sebagai
bahan perlindungan sperma didalam pengencer, namun mereka tidak
mengerahkan perhatiannya terhadap hal itu malah tidak mengajurkan
pemakaiannya dalam pengenceran semen sapi.
Semen cair sebanyak 0,3 sampai 1,0 ml di tepatkan di dalam seuatu kapsul
kertas berparafin. Dengan bantuan speculum dan suatu alat inseminasi yang
mempunyai penyemrpot di tengahnya, kapsul tersebut dimasukkan dan di
dipecahkan di dalam cervix sapi betina.
Pada masa kini hanya dua macam pengencer beserta mosifikasi –
modifikasinya yang dipakai secara meluas, yaitu pengencer yang mengandung
kuning telur dan air susu sapi yang sudah di panaskan (Foote, 1974)
Fungsi Pengecer
Spermatozoa tidak dapat bertahan hidup untuk waktu yang lama kecuali
bila ditambahkan berbagai unusr ke dalam semen. Unsur – unsur ini yang
membentuk suatu pengencer yang baik, mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Menyediakan zat – zat makanan sebagai sumber energy bagi spermatozoa
2. Melindungi spermatozoa terhadap cold shock
3. Menyedikan suatu penyanggah untuk mencegah perubahan pH akibat
pembentukan asam laktat dari hasil metabolisme sperma
4. Mempertahankan tekanan osmotic dan keseimbangan elektrolit yang
sesuai
5. Mencegah pertumbujan kuman , dan
6. Memperbanyak volume semn sehingga lebih banyak hewan betina dapat
di inseminasi dengan satu ejakulat.
Syarat – Syarat Pengencer
Suatu pengencer yang baik harus memenugi syarat –syarat berikut:
1. Bahan pengencer hendaknya murah, sederhana dan praktis dibuat, tetapi
mempunyai daya preservasi yang tinggi
2. Pengencer harus mengandung unsur – unsur yang hamper sama sifat fisik
dan kimiawi dengan semen tidak boleh mengandung zat – zat yang toksik
atau bersifat racun baik terhadap sperma maupun terhadap saluran kelamin
hewan betina
3. Pengencer harus tetap mempertahankan dan tidak membatasi daya
fertilitas sperma. Pengencer tidak boleh terlampau kental sehingga
mengahalangi – halangi pertemuan antara sperma dan ovum dan
menghambat fertilisasi
4. Pengencer harus memberi kemungkinan penelitian sperma sesudah
pengeceran. Sebaliknya sesudah pengenceran, pergerakan sperma masih
dapat terlihat dengan mudah agar dapat ditentukan nilai tersebut.
Pada syarat terakhir sangatlah sulit di penuhi oleh karena, misalnya pada
susu pengencer, spermatozoa tertutup oleh butir – butir lemak sehingga tidak jelas
terlihat dan pergerakannya agak dibatasi.
Kadar Pengenceran dan Dosis Inseminasi
Tujuan penetuan kadar pengenceran adalah agar setiap satuan volume
semn yang akan diinseminasikan ke hewan betina harus mengandung cukup
spermatozoa untuk memberikan fertilitas atau kesumburan yang tinggi tanpa
membuang – buang spermatozoa yang berlebihan. Seduai dengan tujuan itu, maka
kadar pengenceran tergantung pada volume ejakulat, konsentrasi dan presentase
spermatozoa yang hidup dan motil progesif (Toelihere, 1977).
Standar minimum bagi kualitas semen yang dapat dipakai untuk
inseminasi buatan adalah minimal mengandung 500 juta sel per ml ejakulat dan
50 persen sperma yang hidup dan mortal. Setiap ml atau setiap dosis inseminasi
harus mengandung paling sedikit sekityar 5 juta sel sperma yang hidup dan motil.
Dibawah 5 juta sel yang motil per dosis inesminasi, fertilitas menurun drastic
(Foote, 1962).
Contoh perhitungan
Apabila dimisalkan bahwa suatu ejakulat mempunyai volume 5 ml semen
dengan nilai D/+ + +? 70 p, maka perhitungan kadar pengenceran terhadap contoh
semen tersebut adalah sebagai berikut:
Volume ejakulat = 5ml
Konsentrasi sperma = 1000 juta (109) per ml
Persentasi sperma hidup dan bergerak progessif = 70 %
Jadi:
1 ml semen mengandung 70
100x109 atau7 x108
spermatozoa yang motil
jumlahsperma motil yang digukan di dalam 1 ml smen sapi yang sudah di
encerkan= 5 juta(5 x 106)
Jadi kadar pengenceran = 7 x108
5 x 106 =140
Dengan demikian contoh semen ini yang mempunyai volume 5ml dapat
diencerkan menjadi 5 x 140 = 700 ml dan dapat dipakai untuk menginseminasi
700 sapi betina.
Apabila terlampau banyak permintaan terhadap pembibit penjatan unggul
tertentu, beberapa organisasi inseminasi buatan tetap memproduser dan mengirim
semen cair karena bentuk ini memungkinakan inseminasi 2 samapai 3 kali lebih
banyak sapi betina dibandingkan sengan semen beku karena banyak spermatozoa
yang mati dalam proses pembekuan. Semen cair menghasilkan angka kosepsi
yang terbaik 24 samapai 48 jam sesudah penampungan. Sesudah itu angka
konsepsi menurut cepat terutama setelah hari keempat penyimpanan banyak
terjadi kematian embrional awal dan penundaan kembali esterus (Salisbury et al.
1941).
Pengencer penyanggah – kuning telur
Fosfat- Kuning Telur. Phillips (1939) dari Universitas Wisconsinuntuk
pertama kali melaporkan keberhasilan preservasi motilitas dan fertilitas sperma
pada suhu 50 C menggunakan suatu pengencer yang terdiri dari satu bagian kuning
telur segar dan satu bagian penyanggah fodfat yang terdiri dari 2,0g Na2HPO4, 12
H2O dan 0,3 g KH2PO4 dalam 100 ml aqudestillata dengan pH 6,7 sampai 6,8.
Anka keberhasilan kebuntingan pada sapi setelah diinseminasi dengan semen
diencerkan dalam pengencer tersebut pada penyimpanan 50C selama 180jam.
Pengunaan di lapangan dengan pengencer tersebut menunjukan angka konsepsi
56,6 persen untuk semn dari 5 sapi jantan sesudah penampungan (Willet et al,
1940). Nilai ini cukup tinggi dibandingkan dengan pengencer – pengencer
sebelumnya. Segera sesudah itu banyak penelitian yang mengunakan manfaat
kuning telur dalam pengenceran semen sapi, domba, kuda, dan babi.
Khasiat kuning telur terletak pada lipoprotein dan lecithin yang
terkandung di dalam nya (Kampschmidt et al. 1953 ; Blackshaw, 1954) yang
berkerja mempertahankan dan melindungi integritas selubung lipoprotein dari sel
spermatozoa (Blackshaw & Salisbury, 1957). Kuning telur juga mengandung
glukosa, yang lebih suka dipergunakan oleh sel – sel sperma sapi untuk
metabolismenya daripada fructose yang terdapat di dalam semen(Van Tienhoven
et al, 1952). Berbagai protein, vitamin – vitamin yang larut dalam air maupun
yang larut dalam minyak, dan memiliki viskositas yang mungkin mengandung
spermatozoa. Kuning telur mengandung asam – asam amino L – tyeosin, L –
Tryptophan, dan L – Phenyalalanine, yang menghasilkan hydrogen peroksida
pada deaminasi oksidatif (Tosic & Walton, 1950). Akan tetapi pada kondisi tanpa
udara (anaerobic), seperti penyimpanan semen pada tabung pendingin, persoalan
di atas tidak akan terjadi.
Pengencer Air Susu
Seorang peneliti jerman, kolliker untuk pertama kali pada tahun 1856
menulis tentang penggunaan air susu sebagai pengencer semen sapi akan tetapi
karena air susu hanya salah satu dari sekian banyak bahan nyang di telitinya,
maka manfaat air susu sebagai pengencer kurang dipelajari. Menjelang satu abad
kemudian barulah di teliti dan dikembangkan sebagai pengencer.
Michajilov (1950) mengungkapkan bahawa air susu yang dididihkan lalu
disaring memberi hasil yang memuaskan pada pengenceran 1 :25 setahun
kemudian Thacker dan Almquist (1951) mempubliser suatu penelitian mengenai
keberhasilan menggunakan air yang sudah dipanaskan sebagai pengencer semen.
Di dalam air susu penuh yang di homogeniser maupun air susu skim sel – sel
sperma akan mati dalam waktu satu atau dua hari apabila air susu tersebut tidak
dipanaskan terlebih dahulu untuk beberapa menit (Thacker dan
Almquist ,1951).Akan tetapi, apabila air susu dipanaskan terlebih dahulu,
spermatozoa akan hidup di dalamnya sama seperti di dalam pengencer sirat –
kuning telur, dan fertilitas yang diperoleh juga sama tinggi. Selain daripada susu
penuh atau susu skim. Dapat pula dipakai susu bubuk 9% dalam larutan
aquadestillata (Melrose et al. 1958). Pada pemanasan air susu di atas 800C akan
melepaskan gugusan sulfhydryl (-SH) yang berfungsi sebagai zat reduktif yang
mengatur metabolisme oksidatif sperma.
Penambahan zat – zat yang mengandung gugusan SH (sulfhydryl) sperti
cysein hydrochloride ke dalam air susu mentah akan secara langsung menghambat
atau meniadakan toksisitas lactenin (Johson Iet Ial, 1995), sama dengan pengaruh
gugusan Sh yang dilepaskan dari protein susu dengan pemanasan 870 samapai
970C selama satu menit atau pada 770 sampai 970C selama 10 menit Secara rutin,
pemanasan air susu dilakukan secara tidak langsung pada suhu 920 sampai 980C
selama 10 menit. Pemanasan yang berlebihan tidak menguntungkan dalam
pengencerkan semen.
Pengencer yang mengandung Glycerol
Glycerol adalah suatu zat yang dapat berdifusi ke dalam sel – sel sperma
dan dapat dimetaboliser dalam proses – proses yang menghasilkan enersi dan
membentuk fructose (White, 1957). Jadi dalam keadaan aerob, glycol berfungsi
sebagai pengahasil fructose lebih sedikit asam latat yang terbentuk; tetapi
spermatozoa menunjukan aktivitas yang optimum. Penambahan glycerol ke dalam
pengencer adalah essesial untuk pembekuan semen. Untuk semen yang tidak
dibekukan penambahan glycerol untuk meningkatkan daya tahan hidup
spermatozoa terutam dengan susu pengencer, tidak pada pengencer sirat – kuning
telur (Willet & Ohms, 1956).
Menurut McLean (1956) spermatozoa di dalam semen yang di encerkan
dengan susu sebagai pengencer ditambah 10 % glycerol ternyata mempunyai daya
tahan hidup dan fertilitas yang baik. Prosedur pengenceran dengan air susu dan
glycerol terdiri dari pencampuran semen samapai setengah volume akhir dengan
air susu dan didinginkan samapai 50C dalam jangka waktu 1 ½ samapai 2 jam.
Kemudian ditambahkan satu volume yang sama dari air susu pengencer yang
berisi 20% glycerol pada 50C secara berangsur – angsur dalam 3 bagian dengan
interval 10 menit.
DAFTAR PUSTAKA
Balackshaw, A.W, 1954; the prevention of temperature shock of bulls and ram
spermatozoa, Austral. J.Biol. sci.7. 573
Blackshaw, A.W, & G.W. Salisbury, 1957; Factors indluencing metabolic
activity of bull spermatozoa, II .cold shock abd its prevention. J. Dairy Sci,
32, 604
Foote, R.H., 1974; artifical insemination. Dalam reproduction of farm animals,
E.S.E. Hafez. 3rd Ed. Lea & Febiger Philadelphia
Johnson, P.E, R.J Flipse & J.O. Almquist, 1955; Diluters of bovine semen. Vi. The
effect of cysteine hydrochloride on the livability of bull spermatozoa in
unheated skim milk, J. Dairl Sci, 38, 53
Kampschmidt, R.F., D.T. Mayer 7 H.A. Herman, 1953; Lipid and lipoprotein
constituents of egg yolk in the resistance and storage of bull spermatozoa, J.
Dairy Sci. 36, 733
Mc Lean. J. M. 1956; Results on the use of bovine semen stores 6 -10 days in
homogenized whole milk with the addition of 10% glycerine, Natl. Assoc.
Artif. Breesers News, 4, 13
Melrose, D.R., D.L. Stewart & W. Bruce, 1958; Comparative fertility studies of
bovine semen diluents containing powdered skim milk, fresh skim milk,
glycine and egg yolk, Vet. Med, 70 .433
Michajiov, N.N, 1950; Sperm dilution in the milk, Czechoslovak vet. Mag. Jan.
10. Abstr. Dalam: J. Am. Vet. Med. Assn, 117, 337, 139, 415
Thacker, D.L. & J.O. Almquist, 1951; Milk and milk – products as’ diluters for
bovine semen, J. Amin. Sci, 10, 1082
Toelihere, M.R. 1977; Inseminasi Buatan pada Temak, Angkasa, Bandung.
Tosic, J. & A. Walton, 1950; metabolism of sperm. The formation and elimination
of hydrogen peroxide by spermatozoa and effects on motility and survival,
Biochem. J. 47, 199
Salisbury, G.W., H.K. Fuller 7 E.L. Willet, 1941; preservation of bovine
spermatozoa in yolk citrate diluent and field results from its use, j. Dairy Sci.
24, 905.
Van Tienhoven, A. , G. W Salisbury, N.L. Van Demark & R.G. Hasen, 1952; the
preferential utilization by bull spermatozoa of glucose as compares to
fructose.J.Dairy Sci,35 , 637
White, I.G. 1952; Metabolism of glycerol and similar compunds by bull
spermatozoa, Am. J. Physiol, 189, 307
Willet, E.L, H.K. Fuller & G.W. Sallisbury, G.W. 1940; preservation of bovine
spermatozoa in yolk citrate diluent and field results from its use, Cornel Vet,
30, 507.
Willet, E.L & J.I.ohms, 1956; Livability of spermatozoa in diluters containing
yolk – citrate or nonfat milk solids with glycerol. J. Dairy Sci. 39. 1759