tipus luka bakar
DESCRIPTION
docTRANSCRIPT
DEFINISI
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak langsung atau
terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat kimia(chemycal), atau
radiasi (radiation) .Luka bakar adalah suatu keadaan dimana integritas kulit atau mukosa
terputus akibat trauma api, air panas, uap metal, zat kimia, dan listrik atau radiasi.1,2
ETIOLOGI
Ada enam penyebab timbulnya luka bakar:3
1.Api: kontak dengan kobaran api.
2.Luka bakar cair: kontak dengan air mendidih, uap panas, dan minyak panas.
3.Luka bakar kimia: asam akan menimbulkan panas ketika kontak dengan jaringan organik.
4.Luka bakar listrik: Bisa timbul dari sambaran petir atau aliran listrik. Luka bakar listrik
memiliki karakteristik yang unik, sebab sekalipun sumber panas (listrik) berasal dari luar
tubuh, kebakaran/kerusakan yang parah justru terjadi di dalam tubuh.
5.Luka bakar kontak: kontak langsung dengan obyek panas atau knalpot sepeda motor.
6.Luka bakar karena radiasi
FASE LUKA BAKAR
Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan penyakitnya dibedakan
dalam 3 fase akut, subakut dan fase lanjut. Namun demikian pembagian fase menjadi tiga
tersebut tidaklah berarti terdapat garis pembatas yang tegas diantara ketiga fase ini. Dengan
demikian kerangka berpikir dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh kotak fase dan
tetap harus terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan berimplikasi klinis
pada fase selanjutnya.2,3
1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami
ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation
(sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah
terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam
48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada
fase akut
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera
termal yang berdampak sistemik.
2. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan :
Proses inflamasi dan infeksi
Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka yang tidak berepitel luas
atau pada struktur atau organ fungsional
Keadaan hipermetabolisme
3. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan
fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyakit berupa sikatrik yang
hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
DERAJAT KEDALAMAN
Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas, sumber,
penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Dahulu Dupuytren membagi atas 6
tingkat, sekarang lebih praktis hanya dibagi 3 tingkat/derajat, yaitu sebagai berikut :4
1. Luka bakar derajat I :
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperfisial), kulit hiperemik berupa eritem, tidak
dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan
terjadi secara spontan tanpa pengobatan khusus.
2. Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses
eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi, dibedakan atas 2
(dua) bagian :
Derajat II dangkal/superficial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis.
Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak.
Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan
dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik.
Derajat II dalam / deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa jaringan
epitel tinggal sedikit. Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebacea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan
disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
3. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai mencapai
jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa
elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat
sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang
dikenal sebagai esker. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung – ujung
sensorik rusak. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.
PENANGANAN LUKA BAKAR
1. Pernapasan
Trauma inhalasi merupakan faktor yang secara nyata memiliki kolerasi dengan angka
kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjadi dalam waktu singkat 8 sampai 24 jam
pertama pasca operasi. Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar
mengenai daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas akibat gas,
asap atau uap panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa
hambatan jalan napas karena edema laring. Trauma panas langsung adalah terhirup sesuatu
yang sangat panas, produk produk yang tidak sempurna dari bahan yang terbakar seperti
bahan jelaga dan bahan khusus yang menyebabkan kerusakan dari mukosa lansung pada
percabangan trakheobronkhial.5,6
2. Sirkulasi
Pada luka bakar berat / mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang akan diikuti
dengan ekstrapasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan
interfisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik intra vaskuler dan edema interstisial.
Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal
terhambat, menyebabkan gangguan perfusi/sel/jaringan/organ. Pada luka bakar yang berat
dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan
massif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan
intravaskuler mengalami deficit, timbul ketidakmampuan menyelenggaraan proses
transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul
harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel dan organ bertambah
parah.7
3. Perawatan luka bakar
Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan dilakukan perawatan
luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari luka. Tujuan dari semua
perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa sakit yang minimal.8
Setelah luka dibersihkan dan didebridement, luka ditutup. Penutupan luka ini memiliki
beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan melindungi luka dari kerusakan epitel
dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur. Kedua, luka harus benar-benar
tertutup untuk mencegah evaporasi pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka
diusahakan semaksimal mungkin agar pasien merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya
rasa sakit.8
Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar derajat I, merupakan
luka ringan dengan sedikit hilangnya barier pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di
balut, cukup dengan pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan
melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk
mengatasi rasa sakit dan pembengkakan. Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan
luka setiap harinya, pertama-tama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut
dengan perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup
dengan penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin) atau
Allograft (homograft, cadaver skin) atau bahan sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra).
Luka derajat II (dalam) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit
(early exicision and grafting ).9
4. Skin graft8,9,10
Skin graft adalah penempatan lapisan kulit baru yang sehat pada daerah luka. Diantara donor
dan resipien tidak mempunyai hubungan pembuluh darah lagi sehingga memerlukan suplai
darah baru untuk menjamin kehidupan kulit yang dipindahkan tersebut.10
Indikasi
Skin graft dilakukan pada pasien yang mengalami kerusakan kulit yang hehat sehingga terjadi
gangguan pada fungsi kulit itu sendiri, misalnya pada luka bakar yang hebat, ulserasi, biopsi,
luka karena trauma atau area yang terinfeksi dengan kehilangan kulit yang luas. Penempatan
graft pada luka bertujuan untuk mencegah infeksi, melindungi jaringan yang ada di bawahnya
serta mempercepat proses penyembuhan. Dokter akan mempertimbangkan pelaksanaan
prosedur skin graft berdasarkan pada beberapa faktor yaitu: ukuran luka, tempat luka dan
kemampuan kulit sehat yang ada pada tubuh. Daerah resipien diantaranya adalah luka-luka
bekas operasi yang luas sehingga tidak dapat ditutup secara langsung dengan kulit yang ada
disekitarnya dan memerlukan tambahan kulit agar daerah bekas operasi dapat tertutup
sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung secara optimal.
Klasifikasi
Beberapa perbedaan jenis skin graft menurut adalah:
1.Autograft: Pemindahan atau pemotongan kulit dari satu lokasi ke lokasi lain pada
orang yang sama.
2.Allograft: Kulit berasal dari individu lain atau dari kulit pengganti.
3.Xenograft: Pencangkokkan dibuat dari kulit binatang atau pencangkokkan antara
dua spesies yang berbeda. Biasanya yang digunakan adalah kulit babi.
Klasifikasi skin graft berdasarkan ketebalan kulit yang diambil dibagi menjadi :
a. Split Thicknes Skin Graft ( STSG ) STSG mengambil epidermis dan sebagian
dermis berdasarkan ketebalan kulit yang dipotong, STSG sendiri menjadi 3 kategori
yaitu :
a.Tipis (0,005 - 0,012 inci)
b.Menengah (0,012 - 0,018 inci)
c.Tebal (0,018 - 0,030 inci)
STSG dapat bertahan pada kondisi yang kurang bagus mempunyai tingkat aplikasi
yang lebih luas. STSG digunakan untuk melapisi luka yang luas, garis rongga,
kekurangan lapisan mukosa, menutup flap pada daerah donor dan melapisi flap pada
otot. STSG juga dapat digunakan untuk mencapai penutupan yang menetap pada luka
tetapi sebelumnya harus didahului dengan pemeriksaan patologi untuk menentukan
rekonstruksi yang akan dilakukan.Daerah donor STSG dapat sembuh secara spontan
dengan sel yang disediakan oleh sisa epidermis yang ada pada tubuh dan juga dapat
sembuh secara total. STSG juga mempunyai beberapa dampak negatif bagi tubuh
yang perlu dipertimbangkan. Aliran pembuluh darah serta jaringan pada STSG
mempunyai sifat mudah rusak atau pecah terutama bila ditempatkan pada area yang
luas dan hanya ditunjang atau didasari dengan jaringan lunak serta biasanya STSG
tidak tahan dengan terapi radiasi. STSG akan menutup selama penyembuhan, tidak
tumbuh dengan sendirinya dan harus dirawat agar dapat menjadi lebih lembut, dan
tampak lebih mengkilat daripada kulit normal. STSG akan mempunyai pigmen yang
tidak normal salah satunya adalah berwarna putih atau pucat atau kadang
hiperpigmentasi, terutama bila pasien mempunyai warna kulit yang lebih gelap. Efek
dari penggunaan STSG adalah kehilangan ketebalan kulit, tekstur lembut yang
abnormal, kehilangan pertumbuhan rambut dan pigmentasi yang tidak normal
sehingga kurang sesuai dari segi kosmetik atau keindahan. Jika digunakan pada luka
bakar yang luas pada daerah wajah, STSG mungkin akan menghasilkan penampilan
yang tidak diinginkan. Terakhir, luka yang dibuat pada daerah donor dimana graft
tersebut dipotong selalu akan lebih nyeri daripada daerah resipien.
b.Full Thickness Skin Graft ( FTSG ) FTSG lebih sesuai pada area yang tampak pada
wajah bila flap (potongan kulit yang disayat dan dilipat) pada daerah setempat tidak
diperoleh atau bila flap dari daerah setempat tidak dianjurkan. FTSG lebih menjaga
karakteristik dari kulit normal termasuk dari segi warna, tekstur/ susunan, dan
ketebalan bila dibandingkan dengan STSG. FTSG juga mengalami lebih sedikit
pengerutan selama penyembuhan. Ini adalah sama pentingnya pada wajah serta
tangan dan juga daerah pergerakan tulang sendi. FTSG pada anak umumnya lebih
disukai karena dapat tubuh dengan sendirinya. Prosedur FTSG memiliki beberapa
keuntungan antara lain : relatif sederhan, tidak terkontaminasi / bersih, pada daerah
luka memiliki vaskularisasi yang baik dan tidak mempunyai tingkat aplikasi yang luas
seperti STSG.
Daerah Donor Skin Graft
Pilihan daerah donor biasanya berdasarkan pada penampilan yang diinginkan pada daerah
resipien. Hal ini lebih penting pada FTSG karena karakteristik kulit pada daerah donor akan
lebih terpelihara oleh bahan yang dipindahkan pada tempat yang baru. Ketebalan, tektur,
pigmentasi, ada atau tidaknya rambut harus sangat diperhatikan . Menurut Heriady (2005),
daerah donor untuk FTSG dapat diambil dari kulit dibelakang telinga, dibawah atau diatas
tulang selangka (klavikula), kelopak mata, perut, lipat paha dan lipat siku. Sebagian besar
daerah donor ini sering dipakai untuk menutup luka pada daerah wajah atau leher.
Pemotongan yang dilakukan pada daerah wajah sebaiknya harus berhati-hati untuk
mempertahankan kesimetrisan wajah dari segi estetik. Bagian kulit yang tidak ditumbuhi oleh
rambut dan berfungsi untuk melapisi tangan dapat diambil dari batas tulang hasta dan telapak
kaki dengan penyesuaian warna, tekstur dan ketebalan yang tepat. Graft dengan pigmen yang
lebih gelap diperoleh dari preposium (kulup), scrotum, dan labia minora . Daerah donor untuk
STSG dapat diambil dari daerah mana saja di tubuh seperti perut, dada, punggung, pantat,
anggota gerak lainnya. Namun, umumnya yang sering dilakukan diambil dari kulit daerah
paha. Daerah donor dari paha lebih disukai karena daerah ini lebih lebar dan lebih mudah
sembuh . Daerah pantat juga dapat digunakan sebagai daerah donor, tetapi biasanya pasien
akan mengeluh nyeri setelah operasi dan akan memerlukan bantuan untuk merawat luka.
Menurut Rives(2006), kulit kepala dapat digunakan pada prosedur FTSG untuk melapisi
daerah wajah yang luas dan terutama berguna untuk luka bakar yang hebat dengan
ketersediaan daerah donor yang terbatas. Untuk luka pada tangan, daerah lengan atas bagian
dalam dapat dipertimbangkan untuk dijadikan daerah donor.
Daerah Resipien Skin Graft
Komponen penting yang menjamin suksesnya skin graft adalah persiapan pada daerah
resipien. Kondisi fisiologis pada daerah resipien harus mampu menerima serta memelihara
graft itu sendiri. Skin graft tidak akan dapat bertahan hidup pada jaringan yang tidak dialiri
darah. Skin graft akan dapat bertahan hidup pada periosteum, perikondrium, dermis, fasia,
otot, dan jaringan granulasi. Pasien dengan luka akibat aliran vena yang lamban (stasis vena)
atau ketidakcukupan arteri perlu untuk diobati terlebih dahulu sebelum melakukan
pemindahan kulit. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemungkinan graft dapat bertahan
hidup. Luka juga harus bebas dari jaringan yang mati dan bersih dari bakteri. Bakteri yang
berjumlah lebih dari 100.000/cm² akan berkumpul sehingga dapat menyebabkan graft gagal
Prosedur Operasi
Teknik operasi yang hati-hati adalah syarat penting agar graft dapat hidup. Setelah
melakukan prosedur anestesi dengan tepat baik menggunakan lokal, regional atau general
anestesi, tindakan selanjutnya adalah mempersiapkan luka untuk pemindahan kulit. Ini
termasuk membersihkan luka dengan larutan garam atau betadine yang diencerkan, kemudian
membersihkan luka dengan pengeluaran benda asing dan membuang jaringan yang rusak atau
yang terinfeksi atau biasa disebut debridement serta mencapai hemostasis dengan cermat.
Kontrol hemostatik yang baik dapat diperoleh dengan pengikatan, tekanan yang lembut,
pemberian substansi topikal sebagai vasokonstriksi, misalnya epinefrin atau alat bedah
pembakar dengan tenaga listrik (electrocautery). Penggunaan alat ini harus diminimalkan
karena dapat mengganggu kehidupan jaringan. Penggunaan obat topikal atau epinefrin yang
disuntikkan pada daerah donor atau resipien tidak akan membahayakan kelangsungan hidup
graft . Teknik operasi yang dilakukan pada tiap jenis skin graft tentunya akan berbeda-beda,
tergantung pada jenis yang akan digunakan. Menurut Rives (2006), teknik operasi yang
dilakukan antara lain sebagai berikut:
1. Full Thickness Skin Graft (FTSG) FTSG dipotong menggunakan pisau bedah. Pada
awalnya dilakukan pengukuran pada luka, pembuatan pola serta pola garis yang
dibuat lebih besar pada daerah donor. Pola sebaiknya diperluas atau diperbesar kurang
lebih 3-5 % untuk mengganti kerusakan dengan segera terutama terjadinya
penyusutan atau pengerutan akibat kandungan serat elastik yang terdapat pada graft
dermis. Kemudian daerah donor mungkin akan diinfiltrasi menggunakan anestesi
lokal dengan atau tanpa epinefrin. Infiltrasi sebaiknya dilakukan setelah sketsa graft
dilukis pada kulit untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Setelah pola di insisi,
kulit diangkat pada sisi epidermis dengan tangan yang tidak dominan menggunakan
penjepit kulit. Tindakan ini akan memberikan ketegangan dan rasa pada ketebalan
graft ketika tangan memotong graft hingga ke dasar lemak subcutan. Beberapa sisa
jaringan lemak harus dipotong dari sisi bawah graft, karena lemak ini tidak
mengandung pembuluh darah dan akan mencegah hubungan langsung antara dermis
graft dan dasar luka. Pemotongan sisa lemak subcutan secara profesional
menggunakan alat yang runcing, gunting bengkok, dan sisa-sisa dermis yang berkilau
pada bagian dalam.
2. Split Thickness Skin Graft (STSG): Ada beberapa tahap pelaksanaan prosedur skin
graft dengan jenis STSG, antara lain: proses pemotongan, pemasukan graft, dan
proses pembalutan:
a.Pemotongan: Untuk memperoleh hasil pemotongan terbaik pada graft tentunya
harus ditunjang dengan teknik pemotongan yang benar. Pemotongan pada STSG
dapat ditempuh dengan beberapa cara yaitu:
1)Mata pisau dermatom: Biasanya teknik ini menggunakan mata pisau dermatom,
yang mampu memotong pada graft yang luas dengan ketebalan yang sama. Dermatom
dapat dioperasikan dengan tenaga udara atau manual. Dermatom yang biasa
digunakan termasuk Castroviejo, Reese, Padgett-Hood, Brown, Davol-Simon, dan
Zimmer. Tanpa memperhatikan alat yang digunakan, anestesi yang cukup harus
segera ditentukan karena pemotongan pada skin graft merupakan prosedur yang dapat
menyebabkan nyeri. Lidocain dengan epinefrin disuntikkan ke daerah donor untuk
mengurangi hilangnya darah dan memberikan turgor kulit yang bagus sehingga dapat
membantu dalam pemotongan.
2). Drum Dermatom: Drum dermatom ( Reese, Padgett-Hood ) akhir-akhir ini jarang
digunakan tetapi masih tersedia untuk keperluan pemindahan kulit tertentu. Alat ini
memiliki mata pisau yang bergerak dengan tenaga manual seperti drum yang berputar
diatas permukaan kulit. Alat ini dapat digunakan lembaran kulit yang luas dengan
ketebalan yang tidak teratur. Ini sangat berguna pada daerah donor dengan
kecembungan, kecekungan atau keadaan tulang yang menonjol (leher, panggul,
pantat), karena potongan kulit yang pertama menempel pada drum dengan
menggunakan lem khusus atau plester pelekat. Alat ini juga dapat mengikuti pola
yang tidak teratur dengan tepat untuk dipotong dengan perubahan pola yang
diinginkan dengan direkatkan pada kulit dan drum. Kerugian dari penggunaan alat ini
adalah kemungkinan terjadinya cedera pada operator sendiri akibat ayunan mata
pisau, penggunaan agen yang mudah terbakar seperti eter atau aseton untuk
membersihkan daerah donor dan memindahkan permukaan minyak untuk memastikan
terjaminnya perlekatan yang kuat antara kulit dan drum dermatom serta diperlukannya
teknik keahlian yang tinggi agar dapat menggunakan peralatan operasi dengan aman
dan efektif.
3). Free-Hand: Metode pemotongan lain untuk jenis STSG adalah free hand dengan
pisau. Meskipun ini metode ini dapat dilakukan dengan pisau bedah, alat yang lain
seperti pisau Humby, mata pisau Weck dan pisau Blair. Kelemahan dari metode ini
adalah tepi graft menjadi tidak rata dan perubahan ketebalan. Sama seperti drum
dermatom, keahlian teknik sangat diperlukan dan perawatan kualitas graft lebih
bergantung pada operator daripada menggunakan dermatom yang menggunakan
tenaga listrik atau udara.
4). Dermatom dengan tenaga udara dan listrik: Bila menggunakan dermatom jenis ini,
ahli bedah harus terbiasa dengan pemasangan mata pisau dan bagaimana mengatur
ketebalan graft serta memeriksa peralatan sebelum operasi dimulai. Terdapat dua
pemahaman yang tepat dan kurang tepat mengenai mata pisau. Hal ini akan
membingungkan bagi anggota ruang operasi yang kurang berpengalaman.
Penempatan mata pisau bedah nomor 15 digunakan pada ketebalan 0,015 inci dan
dapat digunakan untuk memeriksa penempatan ketebalan yang sama dan tepat.
Langkah awal pada proses pemotongan adalah dengan mensterilisasi daerah donor
menggunakan betadine atau larutan garam yang lain. Kemudian daerah donor diberi
minyak mineral untuk melicinkan kulit dan dermatom sehingga dermatom akan
mudah bergerak diatas kulit. Dermatom dipegang dengan tangan dominan dengan
membentuk sudut 30-45º dari permukaan daerah donor. Tangan yang tidak dominan
berfungsi sebagai penahan dan diletakkan di belakang dermatom. Asisten operasi
bertugas sebagai penahan pada bagian depan dermatom, memajukan dan
mengaktifkan dermatom dengan lembut serta melanjutkan gerakan pada seluruh
permukaan kulit dengan tekanan yang menurun dengan lembut. Setelah ukuran yang
sesuai dipotong, dermatom dimiringkan menjauhi kulit dan diangkat dari kulit untuk
memotong tepi distal graft dan tahap pemotongan selesai. Bila pada proses
pemotongan terjadi pembukaan pada lapisan lemak, ini mengindikasikan bahwa insisi
yang dilakukan terlalu ke dalam atau mungkin karena teknik yang salah dalam
pemasangan dermatom.
b.Pelubangan: Teknik ini berguna untuk memperluas permukaan area graft hingga 9
kali permukaan area donor. Teknik ini juga sangat berguna jika kulit donor tida cukup
untuk menutup area luka yang luas, misalnya pada luka bakar mayor atau ketika
daerah resipien memiliki garis yang tidak teratur. Bagian graft dilubangi agar cairan
pada luka dapat keluar melalui graft daripada berakumulasi dibawah graft. Perluasan
bagian graft ini tidak akan dapat mengatasi adanya hematom pada dasar graft. Bila
telah mengalami proses penyembuhan, graft akan tampak seperti kulit buaya. Karena
teknik ini kurang baik dari segi estetika dan terjadinya pengerutan yang lebih lanjut,
maka penggunaan teknik ini harus dihindari pada daerah pergerakan dan wajah,
tangan dan area lain yang terlihat.
c.Pemasukan graft: Setelah graft dipotong, tindakan selanjutnya adalah mengamati
hemostasis. Setelah semuanya sempurna, kemudian graft ditempatkan pada dasar
luka. Pada tahap ini perhatian harus difokuskan pada sisi bawah kulit. Meskipun
terlihat sederhana dan nyata, dermis dan epidermis kadang tampak serupa bila tidak
dilakukan inspeksi dengan sangat dekat dan teliti pada kulit individu yang berwarna
terang. Perawatan juga harus dilakukan untuk mencegah pengkerutan atau peregangan
yang berlebihan pada graft. Graft harus benar-benar diletakkan dengan benar pada
daerah resipien untuk menjamin perlekatan dasar serta proses penyembuhan. Tahap
ini diakhiri dengan penjahitan atau penggunaan staples untuk menjaga agar graft
menempel kuat pada kulit disekitar dasar luka. Staples sangat berguna untuk luka
yang lebih dalam daripada permukaan kulit sekitarnya. Efek dari penggunaan staples
adalah rasa nyeri yang hebat dan dapat mengganggu perlekatan graft pada luka ketika
dilakukan pengambilan kira-kira 7 – 10 hari setelah operasi.Kemampuan penyerapan
benang juga perlu diperhatikan. Biasanya benang dengan empat sudut digunakan
untuk menahan graft dengan beberapa pertimbangan, kemudian penjahitan dilakukan
disekitar perifer. Ini membantu sebagai jalan keluar pertama jarum melewati graft
kemudian melalui margin disekitar luka untuk mencegah pengangkatan graft dari
dasar luka.
d.Pembalutan: Pembalutan dilakukan untuk memberikan tekanan yang sama pada
seluruh area graft tanpa adanya perlekatan. Pembalutan juga bertujuan untuk
mengimobilisasikan area graft dan mencegah pembentukan hematom pada bagian
bawah graft. Pembalutan awal dilakukan pada daerah resipien segera setelah
pemindahan kulit dilakukan dan baru diganti setelah 3 hingga 7 hari berikutnya.
Pembalutan yang baru dapat dilakukan pada seluruh daerah graft hingga skin graft
benar-benar sembuh. Biasanya pada lokasi donor ditempatkan langsung lembaran
kasa yang halus dan tidak melekat. Kemudian diatasnya dipasang kasa absorben untuk
menyerap darah atau serum dari luka. Kasa selaput (seperti Op-Side) dapat digunakan
untuk memberikan manfaat tertentu, yaitu kasa ini bersifat transparan dan
memungkinkan pemeriksa untuk melihat luka tanpa menggangu kasa pembalutnya
semantara pasien tidak perlu khawatir ketika mandi karena kasa pembalut tersebut
tidak menyerap air. Setelah skin graft dilakukan, proses yang terjadi selanjutnya
adalah regenerasi termasuk pertumbuhan kembali rambut, kelenjar keringat dan
kelenjar sebasea. Pada prosedur STSG, kelenjar keringat tidak akan dapat sembuh
secara total sehingga akan berdampak pada masalah pengaturan panas. Tidak adanya
kelenjar sebasea pada kulit dapat menyebabkan kulit menjadi kering, gatal dan
bersisik. Untuk mengatasi masalah ini, biasanya dilakukan pemberian lotion dengan
frekuensi sering.
Proses Penyembuhan
Masa penyembuhan dan kelangsungan hidup graft terdiri dari beberapa tahap yaitu:
1.Perlekatan dasar: Setelah graft ditempatkan, perlekatan dasar luka melalui jaringan
fibrin yang tipis merupakan proses sementara hingga sikulasi dan hubungan antar
jaringan telah benar-benar terjadi.
2.Penyerapan Plasma: Periode waktu antara pemindahan kulit dengan revaskularisasi
pada graft merupakan fase penyerapan plasma. Graft akan menyerap eksudat pada
luka dengan aksi kapiler melalui struktur seperti spon pada graft dermis dan melalui
pembuluh darah dermis.Ini berfungsi untuk mencegah pengeringan terutama pada
pembuluh darah graft dan menyediakan makanan bagi graft. Keseluruhan proses ini
merupakan respon terhadap kelangsungan hidup graft selama 2–3 hari hingga
sirkulasi benar-benar adekuat. Selama tahap ini berlangsung, graft akan mengalami
edema dan beratnya akan meningkat hingga 30-50%.
3.Revaskularisasi: Revaskularisasi pada graft dimulai pada hari ke 2-3 post skin graft
dengan mekanisme yang belum diketahui. Tanpa memperhatikan mekanisme,
sirkulasi pada graft akan benar-benar diperbaiki pada hari ke 6 – 7 setelah operasi.
Tanpa adanya perlekatan dasar, imbibisi plasma dan revaskularisasi, graft tidak akan
mampu bertahan hidup.
4.Pengerutan luka: Pengerutan pada luka merupakan hal yang serius dan merupakan
masalah yang berhubungan dengan segi kosmetik tergantung pada lokasi dan tingkat
keparahan pada luka. Pengerutan pada wajah mungkin dapat menyebabkan terjadinya
ektropion, serta retraksi pada hidung. Kemampuan skin graft untuk melawan
terjadinya pengerutan berhubungan dengan komponen ketebalan kulit yang digunakan
sebagai graft.
5.Regenerasi: Epitel tubuh perlu untuk beregenerasi setelah proses pencangkokkan
kulit berlangsung. Pada STSG, rambut akan tumbuh lebih jarang atau lebih sedikit
pada daerah graft yang sangat tipis. Graft mungkin akan kering dan sangat gatal pada
tahap ini. Pasien sering mengeluhkan kulit yang tampak kemerahan. Salep yang
lembut mungkin akan diberikan pada pasien untuk membantu dalam menjaga
kelembaban pada daerah graft dan mengurangi gatal.
6.Reinnervasi: Reinnervasi pada graft terjadi dari dasar resipien dan sepanjang perifer.
Kembalinya sensibilitas pada graft juga merupakan proses sentral. Proses ini biasanya
akan dimulai pada satu bulan pertama tetapi belum akan sempurna hingga beberapa
tahun.
7.Pigmentasi: Pigmentasi pada FTSG akan berlangsung lebih cepat dengan
pigmentasi yang hampir serupa dengan daerah donor. Pigmentasi pada STSG akan
terlihat lebih pucat atau putih dan akan terjadi hiperpigmentasi dengan kulit tampak
bercahaya atau mengkilat. Untuk mengatasi hal ini biasanya akan dianjurkan untuk
melindungi daerah graft dari sinar matahari secara langsung selama 6 bulan atau
lebih.
Komplikasi
Skin graft banyak membawa resiko dan potensial komplikasi yang beragam tergantung dari
jenis luka dan tempat skin graft pada tubuh. Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain :
1.Kegagalan graft: Menurut Revis (2006), skin graft dapat mengalami kegagalan
karena sejumlah alasan. Alasan yang paling sering terjadi adalah adanya hubungan
yang kurang baik pada graft atau kurangnya perlekatan pada dasar daerah resipien.
Timbulnya hematom dan seroma dibawah graft akan mencegah hubungan dan
perlekatan pada graft dengan lapisan dasar luka. Pergerakan pada graft atau
pemberian suhu yang tinggi pada graft juga dapat menjadi penyebab kegagalan graft.
Sumber kegagalan yang lain diantaranya adalah daerah resipien yang buruk. Luka
dengan vaskularisasi yang kurang atau permukaan luka yang terkontaminasi
merupakan alasan terbesar bagi kegagalan graft. Bakteri dan respon terhadap bakteri
akan merangsang dikeluarkannya enzim proteolitik dan terjadinya proses inflamasi
pada luka sehingga akan mengacaukan perlekatan fibrin pada graft. Teknik yang salah
juga dapat menyebabkan kegagalan graft. Memberikan penekanan yang terlalu kuat,
peregangan yang terlalu ketat atau trauma pada saat melakukan penanganan dapat
menyebabkan graft gagal baik sebagian ataupun seluruhnya.
2.Reaksi penolakan terhadap skin graft
3.Infeksi pada daerah donor atau daerah resipien.
4.Cairan yang mengalir keluar dari daerah graft.
5.Munculnya jaringan parut
6.Hiperpigmentasi
7.Nyeri: Nyeri dapat terjadi karena penggunaan staples pada proses perlekatan graft
atau juga karena adanya torehan, tarikan atau manipulasi jaringan atau organ. Hal ini
diduga bahwa ujung-ujung saraf normal yang tidak menstransmisikan sensasi nyeri
menjadi mampu menstransmisikan sensasi nyeri. Reseptor nyeri yang merupakan
serabut saraf mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah lokal, sel mast, folikel
rambut, kelenjar keringat dan melepaskan histamin, bradikinin, prostaglandin dan
macam-macam asam yang tergolong stimuli kimiawi terhadap nyeri. Nosiseptor
berespon mengantar impuls ke batang otak untuk merespon rasa nyeri.
8.Hematom: Hematom atau timbunan darah dapat membuat kulit donor mati.
Hematom biasanya dapat diketahui lima hari setelah operasi. Jika hal ini terjadi maka
kulit donor harus diambil dan diganti dengan yang baru. Hematom juga menjadi
komplikasi tersering dari pemasangan graft.
9.Kulit berwarna kemerahan pada sekitar daerah graft
PROGNOSIS
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan badan yang
terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan pengobatan
medikamentosa. Luka bakar minor dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka
bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mungkin menimbulkan luka parut. Luka
bakar mayor membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh dan akan membentuk jaringan
parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus,
pembedahan diperlukan untuk membuang jaringan parut.
Hipertrofi scar sebagai akibat deposit kolagen pada luka bakar yang menyembuh.
Beratnya hipertrofi scar bergantung pada kedalaman luka bakar, ras, uisa dan tipe autografi.
Metode nonoperasi untuk meminimalkan hipertrofi scar adalah dengan terapi tekan (pressure
theraphy) yaitu dengan menggunakan pembungkus dan perban elastik. Sedangkan tindakan
pembedahan untuk mengatasi kontraktur dan scar hipertrofik adalah dengan skin graft atau
pencangkokan kulit.10
DAFTAR PUSTAKA
1. Bakar, I. A. (2003). Cangkok kulit merupakan alternatif pilihan. (Online), (www.
kompas.com/ver1/Muda/0606/14/192815.htm-17k- diakses tanggal 11 Juli 2006)
2. Blanchard, D. K, Lin, P & Lumsden, A. (2006). Skin graft. (Online),
(www.debakeydepartmentofsurgery.org/home/content.cfm?proc_name=Skin+Graft+&conte
t_id=272-19k- diakses tanggal 31 Juli 2006)
3. Brooker, C. (2001). The nurse’s pocket dictionary (31st ed.). Terjemahan oleh Andry
Hartono. Jakarta: EGC.Carpenito, L. J. (2001). Handbook of nursing diagnosis (8th ed.).
Terjemahan oleh Monika Ester. Jakarta: EGC.
4. Departemen Kesehatan RI. (2000). Informatorium obat nasional indonesia 2000. Jakarta:
Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan 2000.
5. Doenges, M. E. (2000). Application of nursing process and nursing diagnosis an
intervensive text for diagnostic reasoning (2nd ed.). Terjemahan oleh Made Karisa. Jakarta:
EGC.
7. Long, B. C. (1996). Perawatan medikal bedah: Suatu pendekatan proses keperawatan.
Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan UNPAD.
Potter, P. A & Perry, G. A. (2006). Fundamentals of nursing: concepts, process and practice
(4th ed.). Terjemahan oleh Monika Ester. Jakarta: EGC.
8. Gallagher JJ, Wolf SE, Herndon DN. Burns. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers
BM, Mattox KL. Editors. Sabiston Textbook of Surgery. 18th Ed. Philadelphia: Saunders
Elsevier. 2008.
9. Gibran NS. Burns. In: Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Gerard M, Ronald V,
Upchurch GR. Editors. Greenfield’s Surgery: Scientific Principles and Practice. 4 th Ed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2006.
10. Klein MB. Thermal, Chemical and Electrical Injuries. In: Thorne CH, Beasley RW,
Aston SJ, Bartlett SP, Gurtner GC, Spear SL. Editors. Grab and Smith’s Plastic Surgery. 6 th
Ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2007.