tinjauan pustaka melanoma
DESCRIPTION
refreshingTRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
MELANOMA
2.1 Epidemiologi
Insidensi melanoma telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Pada
tahun 1999, di Amerika Serikat 44.200 orang didapati mengalami melanoma
invasif, dan 7.300 diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut. Melanoma
menempati urutan keenam dalam kejadian kanker pada pria dan ketujuh pada
wanita.
Sekitar 10-20 % kelainan ini terjadi pada daerah kepala dan leher.
Melanoma pada rongga mulut lebih sering terjadi pada orang dewasa dan jarang
dijumpai pada anak-anak dibawah 20 tahun. Lebih dari 90% melanoma terjadi di
kulit, tetapi melanoma juga dapat terjadi pada sel berpigmen di retina (ocular
melanoma) dan membran mukosa seperti pada nasofaring, vulva, dan anal canal.
Kira-kira 2% dari kasus melanoma disertai metastasis kelenjar limfe nodus
regional atau metastasis jauh tanpa diketahui tumor primernya.
2.2 Etiologi
Berikut adalah faktor-faktor resiko yang membuat seseorang lebih rentan
terhadap melanoma, yaitu:
a) Sinar Ultraviolet
Paparan sinar matahari, terutama radiasi ultraviolet (UV) merupakan faktor resiko
utama terjadinya melanoma. Radiasi UVB paling berbahaya (panjang gelombang :
290-320 nm), tetapi UVA (320-400 nm) juga dapat bersifat karsinogenik. Resiko
terjadinya melanoma akan meningkat seiring dengan terjadinya sunburn. Diduga
insidensi melanoma lebih sering dijumpai pada penduduk atau populasi di daerah
sekitar ekuator.
1
Paparan sinar matahari mungkin merupakan faktor risiko lingkungan yang
paling relevan untuk melanoma. Ambang paparan sinar UVA dan UVB yang
diperlukan untuk meningkatkan resiko melanoma masih belum diketahui.
Kerentanan genetik untuk radiasi UV sangat bervariasi antar individu dan ini tidak
sepenuhnya berkorelasi dengan jenis kulit, karena itu faktor genetik lain yang
berperan perlu diperhatikan.
b) Jenis dan Tipe Kulit
Jenis kulit dan respon terhadap paparan sinar matahari mempunyai peran penting
dalam terjadinya melanoma.
Tipe jenis kulit menurut Fitzpatrick
Resiko terbesar melanoma terjadi pada tipe kulit 1 dan 2, yaitu pada jenis kulit
putih, sedangkan, pada tipe kulit gelap yaitu tipe 5 dan 6 jarang ditemui
melanoma maligna.
c) Nevi
Nevi adalah tumor jinak melanosit yang mulai muncul di masa kecil, terus
berkembang di masa dewasa awal, dan menurun secara bertahap pada usia 40-50
tahun dan seterusnya. Nevi dipengaruhi oleh jenis kelamin. Pada anak perempuan,
nevi lebih banyak ditemukan di anggota badan sedangkan pada anak laki-laki
sering ditemukan pada batang badan. Alasan mengapa gender mempengaruhi
distribusi pada melanoma belum diketahui. Nevi merupakan faktor risiko terkuat
2
untuk melanoma, jauh lebih besar daripada resiko relatif yang berhubungan
dengan paparan sinar matahari.4
Benign moles, disebut juga melanocytic nevi :
- Ukuran kecil (< 6 mm)
- Bulat
- Hanya satu warna coklat atau coklat tua
- Simetris
Pasien dengan melanocytic nevi >25 meningkatkan resiko terkena melanoma.
Atypical nevi atau dysplastic nevi :
- Lebih besar (>6 mm)
- Asimetris
- Biasanya berwarna coklat namun dapat bervariasi.
Bila terdapat 1 tanda klinis dari atypical nevi memiliki kemungkinan terkena
melanoma sebesar 6%.
d) Faktor Biologis
Trauma mekanis yang berkepanjangan merupakan resiko terjadinya keganasan ini,
Selain itu juga dilaporkan adanya hubungan antara oral melanoma maligna
dengan merokok konsumsi alkohol dan iritasi karena oral appliances lain.
Keadaan lainnya yang mempengaruhi adalah berkurangnya ketahanan
imunologik, misalnya pada penderita pengangkatan ginjal dan juga M. Hodgkin
akan meningkatkan kejadian melanoma maligna. 4,6
Trauma mekanis dari protesa dan infeksi rongga mulut merupakan faktor kausatif
yang mungkin menyebabkan melanoma rongga mulut. 1
3
e) Faktor Genotip
Riwayat keluarga terhadap melanoma akan meningkatkan resiko terjadinya
melanoma terhadap seseorang. Kira-kira sebesar 10% melanoma terjadi pada
pasien dengan riwayat melanoma pada keluarga. Beberapa penelitian mengatakan
adanya faktor autosomal dominan, pada kasus sering terlihat pada kromosom 1p
atau 9p. Mutasi gen yang ditemukan di keluarga dengan kecenderungan terjadi
melanoma memiliki kontribusi tinggi tetapi prevalensinya rendah di populasi
umum dan pada kelompok risiko tinggi ditemukan mutasi cyclin-dependent kinase
inhibitor 2A (CDNK2A).
Tes mutasi pada gen CDNK2A mengungkapkan alasan mengapa melanoma dapat
menurun pada keluarga, lebih banyak gen yang dikaitkan dengan melanoma
mempunyai kontribusi yang rendah dan biasa di populasi umum, dimana sebagian
besar tidak akan menyebabkan melanoma. Mutasi pada beberapa lokus genetik,
CDNK2A (p16INK dan p14ARF) dan Cyclin-dependent kinase 4 CDK4, telah
diidentifikasi dalam keluarga dengan riwayat melanoma.
Keragaman faktor molekuler penyebab melanoma dan penelitian yang ada
menemukan bahwa pigmentasi, jenis kulit, dan kebiasan (paparan sinar matahari)
memegang peranan penting sebagai penyebab terjadinya melanoma pada populasi
keluarga tertentu.
4
2.3 Anatomi
5
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi standar Melanoma maligna, terdiri atas 3 stadium:
Stadium I:
- Melanoma maligna lokal tanpa metastase jauh atau kelenjar limfe
regional
- Melanoma primer yang belum diobati atau telah dilakukan biopsi
eksisi
- Melanoma rekuren lokal yang berada dalam jarak 4 cm dari lesi primer
- Melanoma primer multipel
Stadium II:
- Sudah terjadi metastase yang terbatas pada kelenjar limfe regional
- Melanoma primer yang mengadakan metastase secara simultan
6
- Melanoma primer yang terkontrol dan kemudian terjadi metastase
- Melanoma rekuren lokal dengan metastasis
- Metastasis in-transit yang berada di luar jarak 4 cm dari lesi primer
- Melanoma primer yang tidak diketahui dengan metastase
Stadium III:
- Melanoma iseminata,dimana sudah terjadi metastase jauh
- Bila sudah terjadi metastase ke organ dalam atau subkutan
Pada kira-kira 25-30% penderita melanoma Maligna sudah menunjukkan adanya
metastase ke kelenjar limfe regional, walaupun secara klinik belum teraba
pembesaran kelenjar limfe. Hal ini menerangkan bahwa untuk menentukan
prognosis dan tindakan pengobatannya tidak cukup hanya didasarkan pada
klasifikasi stadium klinik saja, tetapi perlu disertai dan ditentukan berdasarkan
histologik.
Klasifikasi Tingkat Invasi menurut Clark
Clark (1969) membagi Melanoma maligna menurut invasinya didalam lapisan
kulit atas lima tingkatan, yaitu:
Tingkat I : Sel melanoma terletak diatas membran basalis epidermis
(melanoma in situ: intraepidermal). Sangat jarang dan tidak
membahayakan.
Tingkat II : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan papilaris dermis
(dermis bagian superfisial)
Tingkat III : Invasi sel melanoma smpai dengan perbatasan antara lapisan
papilaris dan lapisan retikularis dermis. Sel melanoma mengisi
papila dermis.
Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan retikularis dermis
Tingkat V : Invasi sel melanoma sampai dengan jaringan subkutan
7
Klasifikasi kedalaman (ketebalan) tumor menurut Breslow
Breslow (1970) membagi melanoma maligna dalam tiga golongan
Golongan I : Dengan kedalaman (ketebalan) tumor kurang dari 0,76 mm
Golongan II : Dengan kedalaman (ketebalan ) tumor antara 0,76 – 1,5 mm
Golongan III : Dengan kedalaman (ketebalan)tumor lebih dari 1,5 mm
2.5 Patofisiologi
Informasi untuk memahami patofisiologi melanoma adalah konsep
pertumbuhan radial dan vertikal. Secara sederhana, pertumbuhan radial
menunjukkan kecenderungan awal dari suatu melanoma untuk tumbuh horizontal
di dalam epidermis (in situ) dan lapisan dermal yang dangkal, seringkali ini terjadi
untuk waktu yang lama. Selama tahap pertumbuhan ini, sel-sel melanoma tidak
memiliki kemampuan untuk bermetastasis, dan tidak ada bukti angiogenesis.
Dengan berjalannya waktu, pola pertumbuhan menjadi vertikal, tumbuh ke bawah
ke lapisan dermal yang lebih dalam sebagai massa yang meluas dan kurang
pematangan selular.2,7,8
Peristiwa ini kerap dijelaskan secara klinis oleh perkembangan nodul
yang relatif datar dalam fase pertumbuhan radial dan dikaitkan dengan munculnya
clone dari sel-sel dengan potensi metastasis. Kemungkinan perkiraan metastasis
dengan mengukur kedalaman invasi pertumbuhan secara vertikal dari fase nodul
di bagian bawah dari lapisan atas sel granular epidermis di atasnya (ketebalan
Breslow). Indikator lainnya adalah potensi metastasis limfatik, tingkat mitosis,
dan ulserasi. Tidak hanya melibatkan metastasis kelenjar getah bening regional,
tetapi juga hati, paru-paru, otak, dan hampir semua bagian lain yang dapat
dijangkau oleh peredaran darah. Biopsi kelenjar getah bening sentinel pada saat
operasi memberikan informasi tambahan tentang agresifitas biologis. Dalam
beberapa kasus, metastasis mungkin muncul untuk pertama kalinya bertahun-
tahun kemudian setelah dilakukan bedah eksisi tumor primer, hal ini
menunjukkan fase dormansi yang panjang.2,3,8
8
A B C
Pertumbuhan Melanoma secara histologis :
A. Pertumbuhan radial, menunjukkan pola irreegular dan penyebaran tunggal
sel-sel melanoma di epidermis.
B. Pertumbuhan vertikal nodular agregat menunjukkan perluasan sel-sel
ganas dalam dermis (epidermis adalah di sebelah kanan).
C. Sel-sel melanoma inti hyperchromatic dengan ukuran dan bentuk tidak
beraturan dengan inti yang menonjol.
Analisis genetika molekuler keluarga memberikan wawasan penting dalam
patogenesis melanoma. Mutasi pada gen CDKN2A (terletak di 9p21) ditemukan
sebanyak 40% dari individu langka familial melanoma. Gen ini mengkodekan
p16INK4A, di siklus bergantung inhibitor kinase yang mengatur transisi G1-S.2,3,8
Tahap perkembangan melanoma :
A. kulit normal dan sebaran melanosit.
b. Junctional nevus.
c. Compound nevus.
9
d. Intradermal nevus.
e. Intradermal nevus dengan neurotisasi (pematangan).
B. hyperplasia lentiginous melanocytic.
C. Lentiginous compound nevus dengan arsitektur dan sitologi abnormal
(dysplastic nevus).
D. Tahap awal atau fase pertumbuhan radial melanoma (sel gelap besar di
epidermis) yang timbul pada nevus.
E. Melanoma dalam fase pertumbuhan vertikal dengan potensi metastasis
Lesi-lesi primer mulanya hadir dengan variasi-variasi dari segi warna, bentuk dan
ketinggian derajat pigmentasi dari lesi tersebut. Tipe lesi seperti ini akan
mengarah kepada maligna, biasanya terjadi indurasi dan dari lesi tersebut sering
bermetastase. Melanoma dapat tersebar baik melalui aliran darah dan melewati
aliran limfa, melibatkan paru-paru dan juga hepar. Melanoma dapat muncul
dibawah mukosa, sebagai suatu massa polipoid yang melibatkan regio-regio yang
jauh. 2,5
Adanya rasa sakit biasanya merupakan perwujudan dari peningkatan
stadium melanoma. Pada stadium awal jarang disertai rasa sakit, sehingga
biasanya pasien baru datang ke dokter disaat stadium lanjut, dimana sudah
terdapat metastase pada nodus limfa regional, dan terjadi perdarahan.
2.6 Manifestasi klinis
Terdapat 4 jenis melanoma maligna, yaitu:2,6
1. Superficial spreading melanoma (SSM)
Merupakan jenis melanoma terbanyak yang ditemukan di Indonesia
(70%). Subtipe ini paling sering terlihat pada individu usia 30-50 tahun.
Pada umumnya SSM timbul pada kulit normal (de novo), berupa plak
archiformis berukuran
0,5 - 3 cm dengan tepi meninggi dan irreguler. Pada permukaannya
terdapat campuran dari bermacam-macam warna, seperti coklat, abu-abu,
biru, hitam dan sering kemerahan Lesi ini meluas secara radial. Pada
10
umumnya mempunyai ukuran 2 cm dalam waktu 1 tahun, untuk
melanjutkan tumbuh secara vertikal dan berkembang menjadi nodula biru
kehitaman. Dapat mengalami regresi spontan dengan meninggalkan bercak
hipopigmentasi. Predileksinya pada wanita sering dijumpai di tungkai
bawah, sedangkan pada pria di badan dan leher. Secara histologis, ditandai
buckshot (pagetoid) melanosit pada epidermis.
Superficial spreading melanoma pada kulit.
2. Nodular melanoma (NM)
Merupakan jenis melanoma kedua terbanyak (15-30%), sifat lesi ini lebih
agresif. Terjadi paling sering di kaki dan badan. Nodular melanoma adalah
lesi berupa nodul berbentuk setengah bola (dome shaped) atau polipoid
dan eksofitik, berwarna coklat kemerahan atau biru sampai kehitaman.
Pertumbuhannya secara vertikal, pertumbuhan pesat terjadi beberapa
minggu sampai bulan, subtipe ini bertanggung jawab untuk kebanyakan
melanoma yang dalam. Dapat mengalami ulserasi dan mudah terjadi
perdarahan hanya dengan trauma ringan. Metastase dapat secara limfogen
dan hematogen. Secara histologis, lesi ini tidak memiliki fase pertumbuhan
radial.2,6
Nodular melanoma pada kulit.
11
3. Lentigo Maligna Melanoma (LML)
Merupakan kelainan yang jarang ditemukan (4-10%). Pertumbuhan lesi ini
secara vertikal, terjadi sangat lambat bisa sampai 5-20 tahun. Biasanya
sering ditemukan di kepala, leher, dan lengan pada individu yang lebih tua
dengan rata-rata umur 65 tahun.
Lesi precursor in situ biasanya besar, berdiameter lebih dari 1-3 cm
dengan tepi tidak teratur, telah terjadi minimal 10-15 tahun, dan
menunjukkan pigmentasi makula dari coklat tua sampai kehitaman, namun
pada beberapa area dapat tampak hipopigmentasi. Invasi pada dermal
berkembang menjadi lentigo maligna melanoma yang ditandai nodul biru-
kehitaman dalam lesi in situ.2,6
Secara histologis ditandai dengan proliferasi melanosit yang predominan
dan meluas sepanjang struktur adneksa kulit. Lesi ini terjadi terutama pada
wanita usia lanjut. Perbandingan antara pria dan wanita 1: 2-3.
4. Acral Lentiginous Melanoma (ALM)
Sering dijumpai di telapak tangan, ibu jari kaki, daerah subungul, dan
membran mukosa. Biasanya berawal dari pigmentasi hitam, makula batas
tidak teratur, yang kemudian berkembang menjadi papula yang invasif.
Sering terjadi didekade ke-5 sampai ke-7 dari hidup seseorang.
Pertumbuhan lesi makula meluas kearah lateral dan ke arah vertikal berupa
penebalan lesi.2,6
12
Acral lentiginous melanoma
2.7 Diagnosis
Alat bantu diagnostik yang digunakan dalam pemeriksaan klinis kelainan ini
meliputi:
1. MacKie's revised seven-point checklist/ Glasgow seven point checklist.
Lebih dari 95% dari semua melanoma akan menunjukkan setidaknya
satu tanda utama. Tanda minor yang hadir sekitar 30-40% (Tabel 1 dan
2). 1
MacKies revised seven point checklist. Glasgow seven point checklist
2. The ABCDE checklist from the American Cancer Society's
Sistem ABCDE (A untuk asimetri, B ketidakteraturan tepi lesi, C untuk
variasi warna, D untuk diameter yang lebih besar dari 6 mm, dan E untuk
elevasi, pembesaran) mudah diingat dan digunakan untuk mendiagnosa
melanoma, meskipun tidak mencerminkan perubahan yang terjadi pada
lesi berpigmen.2,4,6
A: Asimetry
13
Bentuk tumor yang tidak simetris
B: Border irregularity
Garis batas yang tidak teratur
C: Colour variation
D: Diameter
Diameter tumor lebih besar dari 6 mm
E: Evolution
14
Terdapat perubahan lesi yang dapat diperhatikan sendiri oleh
penderita dan keluarganya.
2.8 Differential Diagnosis
1. Nevus pigmentosus
2. Karsinoma sel skuamosa
3. Karsinoma sel basal jenis nodula dan berpigmen15
4. Keratosis seboroik
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan klinis digunakan untuk mengetahui apakah pada lesi terdapat
kecurigaan terhadap suatu keganasan atau tidak, namun pemeriksaan secara klinis
tidak dapat memastikan tingkat keganasannya. Untuk itu diperlukan pemeriksaan
lebih lanjut dengan pemeriksaan laboratorium , pemeriksaan tersebut meliputi:
a) Biopsi
Pemeriksaan laboratorium dimulai dengan dilakukannya biopsi pada lesi.
Biopsi eksisi dilakukan jika tidak memacu perkembangan terhadap metastase
lesi. Tindakan biopsi eksisi dilakukan dengan mengambil marginal jaringan
normal secukupnya yang dapat dilakukan jika lesi berukuran kecil, namun pada
lesi yang cukup besar dengan keterbatasan anatomi, maka biopsi insisi sangat
memadai.
b) Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan setelah biopsi dengan preparat
didapat. Pada pemeriksaan mikroskopis didapat gambaran histopatologis berupa
sel-sel yang ganas, dan tersusun rapat yang mempunyai variasi dalam bentuk dan
ukuran.
Sebagian besar melanoma oral memiliki karakteristik dari jenis acral
lentiginous dan kadang superficial spreading. Sel-sel ganas sering tampak
bersarang atau berkluster dalam mode organoid, namun sel tunggal mendominasi
di persimpangan di bagian epitelium. Ada sedikit bukti pematangan atau dispersi
di dasar tumor. Sel-sel melanoma memiliki nuklei yang besar, seringkali dengan
nukleolus eosinofilik menonjol, dan menunjukkan pseudoinklusion karena
ketidakteraturan membran nukleusnya. Sitoplasma tampak seragam eosinofilik.
Kadang beberapa sel menjadi spindled (sarcomatoid) atau tampak nekrotik.
16
Dalam mukosa mulut, prognosisnya buruk jka terdapat semua jenis
arsitektur (spindled, pleomorfik,dan plasmacytoid. Sering juga ditemukan
metastasis ke kelenjar getah bening leher dan supraklavikula.
Pilihan utama dilakukan biopsi eksisi total dengan mengikutsertakan
sedikit jaringan sehat dan lemak subkutan. Hal ini perlu dilakukan untuk penilaian
seluruh lesi dan akurasi microstaging. Setelah dilakukan biopsi, dikuti dengan
penutupan luka dengan flap lokal ataupun skin graft. Biopsi insisi atau punch
biopsy dilakukan bila lesi besar, atau lokasi pada daerah estetik dan fungsional
(Montgomery PQ et al, 2009). Pemeriksaan imunohistokimia pada melanoma
dapat dilakukan dengan menggunakan S-100 protein imunofenotip, HMB-45,
Mel5, Mart-1/Melan-A, tyrosinase, melanoma cell adhesion molecule (Mel-
CAM), and microphthalmia transcription factor (Mitf) (Carlson JA et al, 2003).
2.10 Penatalaksanaan
1. Eksisi Bedah
Tindakan eksisi bedah diindikasikan pada melanoma stadium I dan II.
2. Elective Lymph Node Dessectio (ELND)
Melanoma pada membran mukosa termasuk pada rongga mulut hampir
seluruhnya fatal, karena keterlambatan dalam mendeteksi dan
menegakkan diagnosa. Biasanya ELND dilakukan pada melanoma
stadium III, dimana telah terdapat metastase ke kelenjar lymph. Hal ini
dibuktikan dengan terabanya pembesaran kelenjar lymph. ELND masih
merupakan terapi yang kontroversial. Cara yang lebih dianjurkan adalah
dengan intraoperatif lymphatic mapping.
Dari penelitian yang didapat maka diseksi dianjurkan dilakukan
berdasarkan kedalaman dari melanoma maligna tersebut. Berdasarkan
penelitian diseksi dilakukan 5 cm dari jaringan normal disekitar melanoma
maligna, hal ini disesuaikan juga dengan letak melanoma, ukuran lesi dan
perluasan metastase.
3. Interferon α
17
Dapat digunakan sebagai terapi adjuvan pada melanoma yang berukuran
lebih dari 4 mm atau menyebar ke limfe nodus regional (stadium V), tetapi
harus dipertimbangkan tingkat toksisitasnya yang masih tinggi. Tujuan
terapi ini diharapkan dapat menghambat metastasis yang lebih jauh lagi.
4. Kemoterapi
Dikatakan tidak terlalu bermanfaat pada terapi melanoma. Jenis
kemoterapi yang paling efektif dacarbazine (DTIC= Dimethyl Triazone
Imidazole Carboxamide Decarbazine).
5. Terapi Radiasi
Digunakan hanya sebagai terapi simptomatis pada melanoma dengan
metastase ke tulang dan susunan saraf pusat (SSP). Meskipun demikian
hasilnya tidak begitu memuaskan.
Perawatan radioterapi dan kemoterapi hanya bisa menghambat
perkembangan sel-sel tumor tanpa perawatan tuntas pada melanoma
maligna. Dengan melihat kenyataan tersebut, tindakan yang lebih efektif
adalah dengan bedah reseksi radikal.
2.11 Prognosis
Melanoma maligna mengalami penyebaran yang cepat pada tubuh pasien.
Metastase ini berkembang mengikuti peredaran darah dan limfa didalam tubuh
pasien.
Dengan melihat kenyataan yang didapat maka prognosa dari melanoma maligna
ini kebanyakan kurang menguntungkan. Melanoma maligna pada rongga mulut
umumnya lebih buruk dari melanoma maligna pada kulit. Hal ini disebabkan
karena kedalaman melanoma maligna yang sudah lebar kemudian kenyataan
dengan keterbatasan letak anatomi dari rongga mulut sehingga pengambilan
melanoma maligna susah untuk dilakukan.
Prognosa tidak menguntungkan juga disebabkan karena keterlambatan
perawatan yang dilakukan sehingga diagnosa tidak cepat ditegakkan. Apabila
diagnosa cepat dilakukan saat lesi masih kurang 0,76 mm (level I dan II) dan
perawatan agresif segera dilakukan maka prognosanya adalah baik.
18
Prognosa juga tergantung pada tingkat penyebaran tumor. Jika tidak ada
penyebaran, ketahanan hidup rata-rata selama 10 tahun berkisar 40-90%.
Prognosa buruk apabila metastase telah jauh ke organ lain seperti di hati, paru,
otak dan usus. Prognosa baik apabila lesi masih kecil dan belum terjadi metastase.
Perhatikan tanda-tanda peringatan dari melanoma dengan mengikuti aturan
ABCDE.1,2,6
DAFTAR PUSTAKA
1. Pour MSH, Malignant melanoma of the oral cavity: A review of literature.
Indian J Dent, 19 (1), 2008.
2. Buchan J, Roberts D. Pocket Guide to Malignant Melanoma. Blackwell
Science, 2000.
3. Carlson JA, Slominski A, Linette GP, Mysliborski J, Hill J, Mihm MC,
Ross JS. Malignant Melanoma 2003. Am J Clin Pathol 2003;120.
4. Cavalli F, Kaye SB, Hansen HH, Armitage JO, Piccart-Gebhart MJ.
Textbook of Medical Oncology 4th Edition. Informa Healthcare, United
Kingdom, 2009.
19
5. Mukhopadhyay S, Ghosh S, Siddartha D, Mitra PK. A clinicopathology
study of malignant melanoma with special reference to atypical
presentation. Indian Jornal of Pathology ang Microbiology-51(4),
Oktober-Desember 2008.
6. Veronique Bataille, Risk Factors for Melanoma Development. Expert
Review of Dermatology.Expert Reviews Ltd..2009
7. Gentur Sudjatmiko, Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi.
Jakarta, 2007.
20