tinjauan pustaka bab ii - universitas...
TRANSCRIPT
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dapat dipahami sebagai peningkatan produksi nasional
secara fisik atau peningkatan Produk Nasional Bruto dan lebih tepatnya Produk
Nasional Neto (Suparmoko, n.d.). Produk Nasional Neto yang dimaksud adalah
jumlah seluruh barang dan jasa akhir yang dihasilkan dari perekonomian dalam
waktu satu tahun setelah dikurangi dengan penyusutan. Secara umum, pertumbuhan
ekonomi diartikan dengan peningkatan pendapatan nasional. Pendapatan nasional
diperoleh dari nilai Produk Nasional Neto setelah dikurangi pajak tidak langsung.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi masih merupakan target utama
pembangunan dalam rencana pembangunan wilayah selain pembangunan sosial
(Sjafrizal & Elfindri, 2008). Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi sangat
penting karena dapat diharapkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
bertahap. Penetapan target pertumbuhan ekonomi juga penting dilakukan sesuai
potensi ekonomi daerah yang dimiliki agar kesejahteraan masyarakat dapat
tercapai.
Setelah otonomi daerah diterapkan pada tahun 2001, setiap daerah di Indonesia
diberikan kewenangan lebih besar untuk mengatur pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi di wilayahnya. Penerapan otonomi daerah dan desentralisasi
pembangunan dapat digunakan untuk mengurangi tingkat ketimpangan antar
12
wilayah (Sjafrizal & Elfindri, 2008). Hal itu sangat wajar karena aktivitas ekonomi
daerah tersebut dapat lebih digerakkan secara menyeluruh dengan kewenangan
pemerintah daerah. Sesuai dengan target pertumbuhan, pemerintah daerah dapat
lebih menggali potensi daerah yang dimilikinya dengan adanya otonomi daerah
tersebut.
Menurut Sukirno (2004), beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi adalah tanah dan kekayaan alam, jumlah dan mutu dari penduduk dan
tenaga kerja, barang – barang modal dan tingkat teknologi, serta sistem sosial dan
sikap masyarakat. Kekayaan alam meliputi luas dan kesuburan lahan, keadaan
cuaca dan iklim, serta jumlah dan jenis hasil hutan, hasil laut, dan barang tambang.
Kekayaan alam yang baik dari sisi kuantitas ataupun kualititaf akan meningkatkan
peluang pertumbuhan ekonomi apabila digunakan secara optimal dan
berkelanjutan.
Dari segi demografi, jumlah penduduk yang meningkat akan menyebabkan
pertambahan tenaga kerja yang berguna untuk proses produktivitas. Produktivitas
yang meningkat akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi tersebut. Selain
itu, mutu yang dikembangkan melalui proses pendidikan atau pelatihan akan
meningkatkan kemampuan dan keterampilan tenaga kerja dalam meningkatkan
produktivitas sehingga berdampak kepada pertumbuhan ekonomi.
Barang modal sebagai salah satu input dalam produktivitas berperan penting
dalam kegiatan ekonomi, baik di negara maju ataupun negara berkembang.
Kemajuan teknologi juga berperan penting untuk menghasilkan produk secara
13
efisien sehingga memotong biaya produksi dan meningkatkan jumlah produksi. Hal
itu dapat bernilai positif terhadap pertumbuhan ekonomi karena penggunaan barang
modal dan teknologi dapat menghasilkan jumlah dan mutu barang yang lebih tinggi.
Sistem sosial masyarakat yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi ialah
sistem yang dapat menerima perubahan di masyarakat. Jika masyarakat tetap
melakukan produksi tanpa ada perkembangan atau inovasi, maka tingkat produksi
tetap stabil dan sulit untuk meningkat. Selain itu, sikap masyarakat juga dapat
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi karena masyarakat sebagai pelaku ekonomi
tersebut. Jika masyarakat memiliki jiwa pekerja keras, disiplin, hemat, dan sikap
baik lainnya akan dapat mendorong produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
2.1.2 Aglomerasi
Aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan
perkotaan karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of
proximity) yang diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja,
dan konsumen (Kuncoro, 2002). Konsentrasi spasial dapat diartikan bahwa terdapat
bentuk pemusatan di dalam suatu wilayah. Aglomerasi tersebut dapat menghasilkan
keuntungan dari aktivitas ekonomi karena adanya penghematan biaya dari lokasi
yang dipilih. Keuntungan dari konsentrasi spasial disebut juga sebagai ekonomi
aglomerasi.
Menurut Walter Isard dalam Todaro (2012), ekonomi aglomerasi muncul dalam
dua bentuk, yaitu ekonomi urbanisasi dan ekonomi lokalisasi. Ekonomi urbanisasi
merupakan dampak-dampak yang berkaitan dengan pertumbuhan kawasan
14
geografis yang terpusat secara umum. Pertumbuhan kawasan geografis yang
terpusat dapat menarik masyarakat sehingga terjadi urbanisasi atau pemusatan
penduduk pada wilayah tersebut. Adapun ekonomi lokalisasi yang merupakan
dampak-dampak yang ditimbulkan oleh sektor-sektor khusus dalam perekonomian
setelah sektor tersebut berkembang dalam suatu wilayah, misalkan sektor industri
motor atau sektor industri sepatu.
Dalam teori neo klasik, aglomerasi muncul dari perilaku para pelaku ekonomi
dalam mencari keuntungan berupa ekonomi urbanisasi dan ekonomi lokalisasi
(Kuncoro, 2002). Asumsi dalam teori neo klasik adalah constan return to scale dan
persaingan sempurna. Dalam sistem perkotaan teori neo klasik, terdapat asumsi
adanya persaingan sempurna sehingga kekuatan sentripetal aglomerasi disebut
sebagai ekonomi eksternal murni (Krugman, 1998). Kekuatan sentripental atau
lingkaran pemusatan dari aglomerasi muncul akibat kebutuhan untuk pulang pergi
ke pusat bisnis utama sehingga mendapatkan penghematan eksternal.
Suatu industri dalam menentukan lokasi mempunyai dua pendekatan, yaitu
pendekatan berbasis survey dan pendekatan pemodelan (Kathuria, 2011).
Pendekatan berbasis survey mengambil keputusan perusahaan berdasarkan faktor
yang penting bagi perusahaan untuk pilihan lokasi industrinya, misalkan
kepentingan perusahaan untuk membuat suatu industri yang berfokus pada jasa
akan memilih lokasi industri yang dekat dengan konsumen. Adapun pendekatan
pemodelan yang mengidentifikasi preferensi berdasarkan karakteristik kawasan
yang mengarah ke lokasi sebenarnya dari perusahaan, misalkan industri furniture
15
akan lebih memilih lokasi dengan karakteristik kawasan kehutanan dan berdekatan
dengan industri kayu sehingga akan menimbulkan aglomerasi di kawasan tersebut.
Wilayah dengan aglomerasi yang besar ditentukan juga oleh faktor-faktor
seperti kehadiran infrastruktur, jarak dengan pantai, dan pasar tenaga kerja
(Kathuria, 2011). Pertama, infrastruktur merupakan salah satu elemen penting
dalam akses perdagangan. Artinya infrastruktur mempermudah dalam proses
distribusi produk dari produsen kepada konsumen. Semakin baik infrastuktur di
suatu wilayah, maka akan semakin teraglomerasi wilayah tersebut. Kedua, jarak
antara industri dengan pantai juga dapat mempengaruhi lokasi industri. Industri
yang memiliki kecenderungan ekspor tinggi akan memiliki tingkat aglomerasi
industri yang tinggi di wilayah dekat dengan pantai (Ge, 2006). Ketiga, tenaga kerja
sebagai salah satu input dalam suatu produktivitas di industri berperan penting
memproduksi produk. Wilayah yang dapat dengan mudah memperoleh tenaga kerja
akan menjadi pertimbangan lokasi industri dikarenakan akses memperoleh input
dapat lebih mudah dan murah.
Sebaliknya, industri yang tidak teraglomerasi juga mempunyai penyebab, yaitu
sifat produk yang dihasilkan, tarif listrik yang tinggi, dan kesenjangan energi per
kapita yang tinggi (Kathuria, 2011). Industri yang mempunyai sifat produk yang
tidak tahan lama seperti makanan dan minuman akan memilih lokasinya di dekat
konsumen dan berjauhan untuk distribusi yang merata serta perolehan keuntungan
yang lebih banyak. Dalam proses produksi, industri membutuhkan listrik dan energi
yang cukup besar sehingga pemilihan lokasi yang tersebar memperhitungkan tarif
listrik yang murah dan kesenjangan energi yang rendah.
16
2.1.3 Investasi
Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran penanaman modal atau
perusahaan untuk membeli barang dan perlengkapan modal yang digunakan dalam
proses produksi (Sukirno, 2006). Dengan adanya pertambahan jumlah barang
modal, suatu perusahaan akan dapat meningkatkan perekonomian dengan
menghasilkan lebih banyak produk. Investasi juga dapat dilakukan untuk
mengganti barang modal lama yang perlu diganti atau diperbaharui. Sebab itu,
investasi termasuk salah satu komponen yang menentukan produk domestik bruto.
Secara umum, investasi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu investasi keuangan,
investasi komoditas, dan investasi pada sektor riil (Widioatmodjo, 2005). Pertama,
investasi keuangan merupakan investasi yang objeknya berupa uang, yaitu investasi
valuta asing dan surat berharga yang diterbitkan industri perbankan. Kedua,
investasi komoditas merupakan investasi yang objeknya adalah komoditas dalam
arti barang, misalkan bahan mentah untuk melakukan produksi. Terakhir, investasi
pada sektor riil yang direalisasikan dengan pendirian pabrik atau pembukaan lahan
pertanian, kehutanan, dan lain sebagainya.
Dalam prakteknya, penggunaan investasi memerlukan kriteria yang harus
dipenuhi agar pembangunan dapat tetap berjalan (Suparmoko, n.d.). Terdapat enam
kriteria investasi, yaitu kritria neraca pembayaran, kriteria produktivitas sosial
marjinal, kriteria intensitas faktor-faktor produksi, kriteria bagian investasi
kembali, kriteria operasional, dan kriteria perbandingan biaya manfaat. Pertama,
kriteria neraca pembayaran berfungsi agar investasi tidak menciptakan masalah
neraca pembayaran internasional karena kenaikan impor. Kedua, kriteria
17
produktivitas sosial marjinal menggunakan investasi pada proyek yang diharapkan
paling menguntungkan sesuai dengan keadaan sosial. Ketiga, kriteria intensitas
faktor-faktor produksi yang didasarkan pada penggunaan investasi pada proyek
dengan intensitas kapital yang rendah tetapi dapat memberi output yang banyak.
Keempat, kriteria bagian investasi kembali berusaha agar tingkat investasi selalu
bertambah besar. Kelima, kritria operasional memperhatikan faktor operasional
berupa tingkat pengembalian, keuntungan sosial, dan pengaruh terhadap neraca
pembayaran internasional. Keenam, kriteria perbandingan biaya manfaat
dilaksanakan dengan melihat nilai perbandingan manfaat dan biaya yang lebih dari
satu.
Menurut Sukirno (2006), faktor-faktor yang menentukan tingkat investasi ialah
tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh, suku bunga, ramalan keadaan
ekonomi di masa depan, kemajuan teknologi, tingkat pendapatan nasional dan
perubahannya, serta keuntungan yang diperoleh perusahaan. Suku bunga dan
ramalan keuntungan yang akan diperoleh merupakan faktor utama karena investor
ingin memperoleh keuntungan secara maksimal dengan melihat suku bunga yang
berlaku. Selain itu, empat faktor lainnya yang mendukung penentuan tingkat
investasi mempunyai peran yang tidak kalah penting. Jika ramalan keadaan
ekonomi semakin membaik, perkembangan teknologi semakin pesat, pertumbuhan
pendapatan nasional semakin meningkat, dan keuntungan perusahaan semakin
besar, maka akan memungkinkan investor untuk menginvestasikan dananya.
18
2.1.4 Pendidikan
Pendidikan berperan penting dalam membentuk kemampuan suatu negara
berkembang untuk menyerap teknologi modern dan mengembangkan kapasitas
agar tercipta pertumbuhan dan pembangunan yang berkelanjutan (Todaro & Smith,
2012). Untuk itu, pendidikan termasuk suatu hal pokok yang berguna untuk
menggapai kehidupan seseorang agar menjadi lebih baik. Kehidupan yang lebih
baik tersebut dapat diartikan dengan dapat memenuhi kebutuhan hidup secara layak
melalui penghasilan yang diperolehnya.
Menurut Mincer dalam Lemieux (2006), persamaan Mincer memaparkan
penghasilan seseorang dapat dipengaruhi oleh pendidikan dan pengalaman yang
dimilikinya. Pendidikan dapat mempengaruhi tingkat penghasilan per unit periode
waktu kerja, sehingga berpengaruh juga terhadap partisipasi angkatan kerja dan
jumlah waktu kerja (Mincer, 1975). Artinya bahwa jika masyarakat secara merata
memperoleh pendidikan yang tinggi, akan berpeluang meningkatkan
penghasilannya sehingga dapat lebih sejahtera serta mengurangi ketimpangan di
dalamnya.
Kondisi seperti itu membuat pentingnya membekali diri dengan investasi di
bidang pendidikan atau biasa dikenal dengan investasi sumber daya manusia.
Sebagian besar investasi dalam sumber daya manusia meningkatkan pendapatan
pada usia yang lebih tua karena return ditambahkan ke pendapatan (Becker, 1962).
Selain itu, Becker menjelaskan bahwa semakin tinggi kualitas sumber daya manusia
akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas suatu negara. Efek dari sumber daya
manusia tersebut menggambarkan bahwa pendidikan yang berperan menghasilkan
19
sumber daya manusia yang berkualitas harus dapat diprioritaskan untuk
kesejahteraan individu maupun negara.
Selain dari fungsi teknis ekonomi, seperti fungsi pendidikan dalam
meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Investasi dalam bidang
sumber daya manusia atau pendidikan mempunyai fungsi lain, yaitu fungsi sosial
kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan (Dwi Atmanti,
2005). Fungsi tersebut menjelaskan kontribusi pendidikan terhadap perkembangan
manusia, hubungan sosial, perkembangan politik, peralihan dan perkembangan
budaya, serta perkembangan dan pemeliharaan pendidikan pada tingkat sosial yang
berbeda.
2.1.4 Ketimpangan Regional
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ketimpangan adalah kondisi yang
tidak seimbang atau tidak adil dan regional merupakan suatu wilayah atau daerah.
Secara umum, ketimpangan regional merupakan suatu kondisi antar wilayah atau
daerah yang tidak seimbang dalam arti ada satu daerah yang sangat baik tetapi ada
daerah lain yang kurang baik. Daerah yang sangat baik dapat diartikan mempunyai
sumber daya yang memadai dan tumbuh lebih cepat dibanding daerah lain.
Sedangkan, daerah lain yang kurang baik tersebut tetap tertinggal dan kalah
bersaing sehingga menimbulkan banyak permasalahan.
Ada tiga alasan untuk memperhatikan permasalahan ketimpangan tersebut, yaitu
ketimpangan yang ekstrem menyebabkan inefisiensi ekonomi, melemahnya
stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketidakadilan (Todaro & Smith, 2012). Pada
20
tingkat pendapatan rata-rata berapa pun, ketimpangan yang besar akan
menyebabkan semakin kecilnya bagian populasi yang bisa mendapatkan pinjaman
atau sumber kredit yang lain sehingga terjadi inefisiensi ekonomi. Ketimpangan
yang tinggi justru memperkuat golongan individu berpenghasilan tinggi melalui
kekuatan politis yang menguntungkan dirinya sendiri sehingga semakin
melemahnya stabilitas sosial dan soladiritas. Akhirnya, ketimpangan yang besar
menimbulkan ketidakadilan dikarenakan individu tidak dapat memilih lahir pada
orang dengan berpenghasilan tinggi atau pada daerah dengan ketimpangan yang
rendah. Dari ketiga alasan tersebut dapat dikatakan bahwa, ketimpangan berkaitan
dengan kemiskinan dan kesejahteraan sosial. Ketimpangan dan kemiskinan harus
dapat diatasi untuk mencapai kesejahteraan sosial yang berkeadilan.
Beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya ketimpangan
pembangunan antar wilayah adalah perbedaan kandungan sumber daya alam,
perbedaan kondisi demografis, kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa,
konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, serta alokasi dana pembangunan antar
wilyah (Sjafrizal & Elfindri, 2008). Kandungan sumber daya alam dan kondisi
demografis merupakan suatu input yang digunakan untuk produksi. Produktivitas
yang berbeda antar wilayah membuat pertumbuhan ekonomi yang tidak merata
sehingga terjadi ketimpangan. Kandungan sumber daya alam dan kondisi
demografis juga memicu konsentrasi kegiatan ekonomi suatu wilayah sehingga
wilayah yang terkonsentasi akan lebih cepat berkembang dan berdampak pada
ketimpangan. Setelah adanya produksi, barang dan jasa akan didistribusikan kepada
konsumen. Distribusi atau mobilitas barang dan jasa yang kurang lancar akan
21
membuat kelebihan produksi suatu wilayah tidak dapat dijual ke wilayah lain yang
membutuhkan sehingga semakin memperlebar ketimpangan. Selain itu, alokasi
dana pembangunan berupa investasi yang didominasi pada wilayah yang lebih maju
karena keuntungan lokasi membuat wilayah lain menjadi sulit berkembang dan
memicu ketimpangan pembangunan antar wilayah.
Penyebab utama terjadinya ketimpangan yang telah dipaparkan di atas
mempunyai saling keterkaitan. Sumber daya alam, kondisi demografi, dan alokasi
dana pembangunan merupakan unsur yang menunjung produktivitas. Adapun
konsentasi kegiatan ekonomi yang dapat mendorong peningkatan produktivitas
melalui penghematan biaya. Setelah itu, produktivitas yang menghasilkan barang
dan jasa dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dapat dikatakan
bahwa penyebab utama ketimpangan tersebut berkaitan dengan produktivitas suatu
wilayah yang tidak merata.
2.2 Landasan Empiris
Ying Ge (Ge, 2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Regional Inequality,
Industry Aglomeration and Foreign Trade: The Case of China” menganalisis
penelitian tentang ketimpangan regional, aglomerasi industri dan perdagangan
asing di Cina pada tahun 1990 sampai dengan 1999. Dengan metode yang
digunakan adalah analisis shift-share, koefisien gini lokasional, dan model geografi
ekonomi. Pada penelitian ini dijelaskan bahwa investasi dan aglomerasi
menyebabkan ketimpangan regional yang semakin besar di Cina yang didorong
keterbukaan ekonomi dan akses mudah ke pasar luar negeri.
22
Dalam wilayah yang sama, Barbara Bils (2005) dalam penelitiannya yang
berjudul “What Determines Regional Inequality in China? A Survey of The
Literature and Official Data” meneliti tentang penyebab terjadinya ketimpangan
regional di Cina pada tahun 2002. Dengan metode yang digunakan adalah koefisien
gini untuk mengukur ketimpangan. Hasilnya menunjukkan bahwa faktor dasar yang
mempengaruhi ketimpangan regional di Cina adalah keuntungan geografis dan
struktur ekonomi. Keuntungan geografis dari provinsi-provinsi pesisir pantai dalam
perdagangan dan investasi asing. Struktur ekonomi yang dilihat dari struktur
industri yang terdistosi dengan pengelompokkan industri berat di beberapa wilayah
barat. Artinya pengaruh yang mendominasi ketimpangan regional di Cina adalah
struktur ekonomi, aglomerasi industri, serta perdagangan dan investasi asing.
Selanjutnya pada penelitian Hassan Hamem (2008) dengan judul “Regional
Inequality and The Urban Industrial Agglomeration: Case Study Baghdad, Anbar,
Diala, Wast and Babylon” membahas mengenai dampak aglomerasi industri dan
tren tingkat ketimpangan regional di kota Baghdad dan kota lain disekitarnya pada
tahun 1990 dan 2000. Dengan metode yang digunakan adalah metode williamson
untuk mengukur ketimpangan dan indikator spasial untuk mengukur aglomerasi
industri. Hasil dari penelitiannya menjelaskan bahwa ketimpangan regional yang
semakin besar dipengaruhi oleh aglomerasi industri dan pertumbuhan ekonomi
yang terpusat di satu wilayah, yaitu kota Baghdad.
Kemudian pada penelitian yang dilakukan Veronica Amarante (2008) yang
berjudul “Growth and Inequality in Latin America” mengenai hubungan antara
ketimpangan dengan pertumbuhan ekonomi di negara-negara Amerika Latin
23
dengan rata-rata lima tahun pada periode 1960 sampai dengan 2000. Dengan
metode yang digunakan adalah fixed effect untuk mengestimasi datanya dan
Generalized Method of Moments (GMM) untuk mengatasi masalah ekonometrik.
Hasilnya diketemukan bahwa, baik fixed effect maupun GMM, keduanya
menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara ketimpangan dan
pertumbuhan ekonomi.
Pada wilayah yang berbeda, Marie Daumal (2013) dalam penelitiannya yang
berjudul “The Impact of Trade Openness on Regional Inequality: The Cases of
India and Brazil” menjelaskan dampak perdagangan terbuka terhadap ketimpangan
regional di India periode 1980-2003 dan Brazil periode 1985-2003. Dengan metode
yang digunakan adalah metode time series dengan estimasi ordinary least square
(OLS). Penelitiannya menemukan bukti bahwa keterbukaan perdagangan Brazil
berkontribusi pada pengurangan ketimpangan regional. Namun, investasi asing
yang terkonsentasi di wilayah kaya memperbesar ketimpangan regional. Sedangkan
di India, keterbukaan perdagangan diiringi dengan meningkatnya ketimpangan
regional. Keterbukaan perdagangan India menghasilkan aglomerasi di wilayah
perbatasan dengan akses biaya terendah ke luar negeri. Selain itu, investasi asing di
wilayah India yang lebih kaya memperparah ketimpangan regional.
Dalam wilayah Indonesia, Yusica (2018) dalam penelitiannya yang berjudul
“Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Aglomerasi dan Tingkat Pengangguran
Terhadap Ketimpangan Antar Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan
Timur” menjelaskan ketimpangan wilayah di Provinsi Kalimantan Timur pada
tahun 2007 sampai dengan 2015. Penelitiannya meliputi 10 kabupaten/kota yang
24
berada di Provinsi Kalimantan Timur. Dengan metode yang digunakan adalah
metode data panel dengan model fixed effect. Hasil dari penelitian tersebut
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi, aglomerasi, dan tingkat pengangguran
berpengaruh secara signifikan terhadap ketimpangan wilayah di Provinsi Kalimatan
Timur. Aglomerasi dan tingkat pengangguran mempunyai pengaruh positif
terhadap ketimpangan wilayah. Sedangkan, pertumbuhan ekonomi mempunyai
pengaruh negatif terhadap ketimpangan wilayah.
Selain itu, Mukhlis (2018) dalam penelitiannya yang berjudul “Economic
agglomeration, economic growth and income inequality in regional economies”
menganalisis hubungan antara aglomerasi ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan
ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2011-2015. Dengan
metode yang digunakan adalah metode data panel dengan model random effect.
Hasil estimasi modelnya menunjukkan bahwa aglomerasi ekonomi secara
signifikan dan positif mempengaruhi ketimpangan pendapatan. Namun,
pertumbuhan ekonomi tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap ketimpangan
pendapatan.
Dari sisi pendidikan, Abdullah (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Does
Education Reduce Income Inequality? A Meta-Regression Analysis” menguji
kembali pengaruh pendidikan terhadap ketimpangan. Dengan metode yang
digunakan adalah analisis meta-regresi komprehensif dari literatur empiris.
Diketemukan bahwa pendidikan sangat efektif dalam mengurangi ketimpangan di
Afrika. Hal itu dibuktikan dengan sekolah menengah memilki efek yang lebih besar
25
dibandingkan sekolah dasar. Artinya, semakin tinggi tingkat rata-rata lama sekolah
akan berdampak pada penurunan tingkat ketimpangan.
Di negara Yunani, Tsakloglou (2005) dalam penelitiannya yang berjudul
“Education and inequality in Greece” meneliti tentang hubungan antara pendidikan
dan ketimpangan. Dengan metode yang digunakan adalah survey literatur.
Pendidikan dianggap sebagai kendaraan utama untuk mempromosikan kesetaraan
sosial dan mobilitas sosial. Kondisi tersebut dibuktikan dengan adanya hubungan
yang kuat antara pendidikan dan ketimpangan di Yunani. Bahkan pendidikan
menjadi faktor terpenting dalam membentuk distribusi pendapatan secara
keseluruhan dan mempengaruhi kemiskinan.
Dalam skala antar negara, Gregorio (2002) dengan penelitiannya yang berjudul
“Education and Income Inequality: New Evidence from Cross‐Country Data”
menyajikan bukti empiris terkait pendidikan dan distribusi pendapatan di berbagai
negara tahun 1960 dan 1990. Dengan metode yang digunakan adalah metode
analisis cross-section dengan penghitungan pendidikan menggunakan rata-rata
lama sekolah dan ketimpangan menggunakan indeks gini. Hasil yang diperoleh
adalah faktor pendidikan yang lebih tinggi berperan penting dalam membuat
distribusi pendapatan lebih merata. Diketemukan juga bahwa pengeluaran sosial
pemerintah yang salah satunya untuk pendidikan berkontribusi terhadap
pengurangan ketimpangan.
26
2.3 Kerangka Pemikiran
Pembangunan ekonomi merupakan tujuan suatu negara untuk mensejahterakan
rakyatnya. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat
dari ketimpangan yang sangat kecil di negara tersebut. Aktivitas perekonomian
berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi yang dapat menunjang
pembangunan ekonomi. Aktivitas perekonomian dapat berkembang dalam sektor
ekonomi. Kinerja sektor ekonomi dalam menghasilkan produk melahirkan
aglomerasi ekonomi atau pemusatan wilayah ekonomi.
Pemusatan kawasan ekonomi atau biasa disebut aglomerasi ekonomi seharusnya
dapat membawa pengaruh positif terhadap perkembangan daerah sekitarnya.
Perkembangan daerah tersebut dapat membantu mendorong pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi di daerah tersebut atau sebaliknya yang berdampak negatif.
Dampak negatif yang dimaksud dapat berupa ketimpangan ekonomi antar wilayah
dari pemusatan aktivitas ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan tersebut
seharusnya dapat diatasi, baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Hal
itu dapat menggambarkan bahwa aglomerasi dapat meningkatkan atau menurunkan
tingkat ketimpangan regional.
Wilayah dengan aktivitas ekonomi yang tinggi akan menarik seseorang untuk
melakukan investasi. Hal itu karena keputusan seseorang berinvestasi dapat
dipengaruhi oleh keuntungan yang akan diperoleh. Semakin besar aktivitas
ekonomi maka akan berpeluang memperoleh keuntungan yang semakin besar pula.
Wilayah yang memperoleh investasi yang lebih kecil akan berpeluang lebih kecil
27
juga untuk mengembangkan wilayahnya. Kondisi seperti itu dapat berdampak
terhadap pembangunan wilayah yang berujung kepada ketimpangan regional.
Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran
Dengan melalukan penelitian mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi,
aglomerasi ekonomi, dan investasi terhadap ketimpangan regional, diharapkan
dapat memberi pandangan mengenai kebijakan yang berkaitan dengan pemusatan
suatu kawasan ekonomi dan investasi di suatu wilayah terhadap perkembangan di
wilayah tersebut. Sehingga hal tersebut dapat mengatasi permasalahan
ketimpangan regional.
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan empiris dan kerangka pemikiran, penelitian ini memiliki
hipotesis sebagai berikut :
1) Terdapat pengaruh positif dari pertumbuhan ekonomi terhadap
ketimpangan regional.
KetimpanganRegional
Pertumbuhan Ekonomi
Aglomerasi Ekonomi
Investasi
Aktivitas
Ekonomi
28
2) Terdapat pengaruh positif dari aglomerasi ekonomi yang diukur dengan
indeks location quetion terhadap ketimpangan regional.
3) Terdapat pengaruh positif dari investasi yang diukur dengan penanaman
modal dalam negeri dan luar negeri terhadap ketimpangan regional.
4) Terdapat pengaruh negatif dari tingkat pendidikan yang diukur dengan rata-
rata lama sekolah terhadap ketimpangan regional.