bab iv hasil dan pembahasan -...

29
68 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas gambaran variabel dan data yang digunakan dalam penelitian ini, hasil analisis statistik dan ekonomi berdasarkan hasil penelitian pada PDRB per kapita, pendidikan yang diukur dengan rata-rata lama sekolah, kesehatan yang diukur dengan angka harapan hidup, tingkat pengangguran terbuka, dan upah minimum terhadap tingkat kemiskinan selama tahun 2010 hingga 2015 di Provinsi Jawa Tengah. Analisis ekonometrik digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen mempengaruhi variabel dependen sedangakan analisis statistik digunakan untuk melihat sejauh mana variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen serta untuk melihat tingkat signifikansi dalam penelitian melalui pengujian statistik terhadap model yang digunakan. Analisis ekonomi akan menjelaskan arti dari parameter-parameter yang didapat melalui hasil perkiraan yang meliputi keseuaian arah parameter yang diteliti dengan hipotesis-hipotesis yang telah ditetapkan berdasarkan teori ekonomi, serta melihat seberapa besar pengaruh perubahan variabel independen terhadap variabel dependen. 4.1. Gambaran Variabel dan Data Penelitian Pada bagian ini akan diuraikan deskripsi secara umum terhadap berbagai variabel yang menjadi bahan kajian dalam penelitian ini dalam kurun waktu tahun 2010 hingga 2015. Variabel yang diteliti tersebut adalah tingkat kemiskinan, PDRB per kapita, pendidikan yang diukur dengan rata-rata lama sekolah, kesehatan yang

Upload: leque

Post on 23-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

68

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan membahas gambaran variabel dan data yang digunakan dalam

penelitian ini, hasil analisis statistik dan ekonomi berdasarkan hasil penelitian pada

PDRB per kapita, pendidikan yang diukur dengan rata-rata lama sekolah, kesehatan

yang diukur dengan angka harapan hidup, tingkat pengangguran terbuka, dan upah

minimum terhadap tingkat kemiskinan selama tahun 2010 hingga 2015 di Provinsi

Jawa Tengah.

Analisis ekonometrik digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh

variabel independen mempengaruhi variabel dependen sedangakan analisis statistik

digunakan untuk melihat sejauh mana variabel independen dapat menjelaskan

variabel dependen serta untuk melihat tingkat signifikansi dalam penelitian melalui

pengujian statistik terhadap model yang digunakan. Analisis ekonomi akan

menjelaskan arti dari parameter-parameter yang didapat melalui hasil perkiraan

yang meliputi keseuaian arah parameter yang diteliti dengan hipotesis-hipotesis

yang telah ditetapkan berdasarkan teori ekonomi, serta melihat seberapa besar

pengaruh perubahan variabel independen terhadap variabel dependen.

4.1. Gambaran Variabel dan Data Penelitian

Pada bagian ini akan diuraikan deskripsi secara umum terhadap berbagai

variabel yang menjadi bahan kajian dalam penelitian ini dalam kurun waktu tahun

2010 hingga 2015. Variabel yang diteliti tersebut adalah tingkat kemiskinan, PDRB

per kapita, pendidikan yang diukur dengan rata-rata lama sekolah, kesehatan yang

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

69

diukur dengan angka harapan hidup, tingkat pengangguran terbuka, dan upah

minimum pada 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Berikut merupakan

deskripsi statistik dari seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 4.1. Hasil Deskripsi Statistik

Variable Obs Mean Std. Dev Min Max

POV 210 14.23181 4.618817 4.97 24.58

GRDPCap 210 22293676.56 14753803.08 8928726.62 78239880.71

Educ 210 7.046143 1.277165 4.94 10.36

Health 210 74.311 2.066428 67.29 77.46

Unem 210 5.993381 2.07249 1.5 14.22

MinWage 210 928431.7 189758.6 662000 1685000

Sumber: Hasil pengolahan data

4.1.1. Tingkat Kemiskinan

Tingkat kemiskinan adalah persentase jumlah penduduk yang memiliki

rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Berdasarkan

data pada Tabel 4.1. secara umum tingkat kemiskinan yang ditunjukkan oleh

variabel POV antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu

tahun 2010 – 2015 rata-rata sebesar 14,23%. Tingkat kemiskinan paling rendah

selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015 yakni sebesar

4,97% sedangkan tingkat kemiskinan yang paling tinggi selama periode penelitian

terdapat di Kabupaten Purbalingga pada tahun 2010 yakni sebesar 25,58%.

Grafik 4.1. menunjukkan keadaan tingkat kemiskinan di 35 kabupaten/kota

di Jawa Tengah di mana rata-rata kabupaten/kota memiliki tingkat kemiskinan yang

cenderung mengalami penurunan dari tahun 2010 hingga tahun 2015. Kota

Semarang merupakan kota dengan tingkat kemiskinan yang paling rendah

dibanding kabupaten/kota lainnya dengan tingkat kemiskinan sebesar, kemudian

disusul dengan Kota Salatiga yang memiliki tingkat kemiskinan kedua terendah

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

70

selama periode penelitian. Adapun daerah yang memiliki tingkat kemiskinan

tertinggi selama periode penelitian adalah Kabupaten Wonosobo.

Grafik 4.1. Tingkat Kemiskinan per Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun

2010 - 2015

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)

4.1.2. PDRB Per Kapita

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita digunakan untuk

mengetahui tingkat perekonomian suatu daerah secara nyata per kapita. PDRB per

kapita didapat dengan membagi PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun

yang tinggal disuatu wilayah. PDRB yang digunakan adalah PDRB harga konstan

berdasarkan lapangan usaha. PDRB atas dasar harga konstan adalah penghitungan

PDRB berdasarkan harga tetap atau konstan pada tahun tertentu. PDRB dari sisi

lapangan usaha merupakan penjumlahan seluruh komponen nilai tambah bruto

yang mampu diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi atas berbagai aktivitas

produksinya. Berdasarkan data pada Tabel 4.1. secara umum PDRB per kapita yang

0

5

10

15

20

25

30

Kab

up

aten

Cila

cap

Kab

up

aten

Ban

yum

as

Kab

up

aten

Pu

rbal

ingg

a

Kab

up

aten

Ban

jarn

egar

a

Kab

up

aten

Keb

um

en

Kab

up

aten

Pu

rwo

rejo

Kab

up

aten

Wo

no

sob

o

Kab

up

aten

Mag

elan

g

Kab

up

aten

Bo

yola

li

Kab

up

aten

Kla

ten

Kab

up

aten

Su

koh

arjo

Kab

up

aten

Wo

no

giri

Kab

up

aten

Kar

anga

nya

r

Kab

up

aten

Sra

gen

Kab

up

aten

Gro

bo

gan

Kab

up

aten

Blo

ra

Kab

up

aten

Re

mb

ang

Kab

up

aten

Pat

i

Kab

up

aten

Ku

du

s

Kab

up

aten

Je

par

a

Kab

up

aten

Dem

ak

Kab

up

aten

Sem

aran

g

Kab

up

aten

Tem

angg

un

g

Kab

up

aten

Ken

dal

Kab

up

aten

Bat

ang

Kab

up

aten

Pek

alo

nga

n

Kab

up

aten

Pem

alan

g

Kab

up

aten

Teg

al

Kab

up

aten

Bre

bes

Ko

ta M

age

lan

g

Ko

ta S

ura

kart

a

Ko

ta S

alat

iga

Ko

ta S

emar

ang

Ko

ta P

ekal

on

gan

Ko

ta T

egal

Kem

iski

nan

(%

)

Kabupaten/Kota, Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

71

ditunjukkan oleh variabel GRDPCap antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah

dalam kurun waktu tahun 2010 – 2015 rata-rata sebesar Rp.22.293.676,56. PDRB

per kapita paling tinggi selama periode penelitian terdapat di Kabupaten Kudus

pada tahun 2015 yakni Rp78.239.880,71 sedangkan PDRB per kapita yang paling

rendah selama periode penelitian terdapat di Kabupaten Purbalingga pada tahun

2010 yakni sebesar Rp 8.928.726,62.

Grafik 4.2. menunjukkan kondisi perekonomian yang digambarkan dengan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita. Berdasarkan Grafik 4.2. dapat

dilihat bahwa nilai PDRB per kapita di masing-masing kabupaten/kota cenderung

mengalami peningkatan selama periode penelitian. Nilai PDRB per kapita yang

paling tinggi di Jawa Tengah adalah Kabupaten Kudus dan selanjutnya ada Kota

Semarang. Sedangkan nilai PDRB per kapita yang paling rendah berada di

Kabupaten Pemalang.

Untuk melihat hubungan antara PDRB per kapita dengan tingkat

kemiskinan di 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah sepanjang tahun 2010 –

2015 dapat terlihat scatter plot yang menunjukkan korelasi yang negatif

sebagaimana dapat dilihat pada Grafik 4.3.

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

72

Grafik 4.2. PDRB per Kapita per Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun

2010 - 2015

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)

Grafik 4.3. Keterkaitan Tingkat Kemiskinan dan PDRB Per Kapita

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)

4.1.3. Rata-rata Lama Sekolah

Rata-rata lama sekolah menurut Badan Pusat Statistik rata-rata jumlah tahun

belajar yang telah diselesaikan oleh penduduk yang berusia 25 tahun ke atas dan

0100000002000000030000000400000005000000060000000700000008000000090000000

Kab

up

ate

n C

ilaca

pK

abu

pat

en

Ban

yum

asK

abu

pat

en

Pu

rbal

ingg

aK

abu

pat

en

Ban

jarn

ega

raK

abu

pat

en

Keb

um

enK

abu

pat

en

Pu

rwo

rejo

Kab

up

ate

n W

on

oso

bo

Kab

up

ate

n M

age

lan

gK

abu

pat

en

Bo

yola

liK

abu

pat

en

Kla

ten

Kab

up

ate

n S

uko

har

joK

abu

pat

en

Wo

no

giri

Kab

up

ate

n K

aran

gan

yar

Kab

up

ate

n S

rage

nK

abu

pat

en

Gro

bo

gan

Kab

up

ate

n B

lora

Kab

up

ate

n R

emb

ang

Kab

up

ate

n P

ati

Kab

up

ate

n K

ud

us

Kab

up

ate

n J

epar

aK

abu

pat

en

Dem

akK

abu

pat

en

Se

mar

ang

Kab

up

ate

n T

em

angg

un

gK

abu

pat

en

Ken

dal

Kab

up

ate

n B

atan

gK

abu

pat

en

Pek

alo

nga

nK

abu

pat

en

Pem

alan

gK

abu

pat

en

Te

gal

Kab

up

ate

n B

reb

esK

ota

Mag

elan

gK

ota

Su

raka

rta

Ko

ta S

alat

iga

Ko

ta S

emar

ang

Ko

ta P

eka

lon

gan

Ko

ta T

egal

PD

RB

Per

Kap

ita

(Rp

)

Kabupaten/Kota, Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 2015

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

0 20000000 40000000 60000000 80000000 100000000

Tin

gkat

Kem

iski

nan

(%

)

PDRB Per Kapita (Rp)

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

73

tidak termasuk tahun yang mengulang. Rata-rata lama sekolah dihitung untuk usia

25 tahun ke atas dengan asumsi pada umur 25 tahun proses pendidikan sudah

berakhir. Penghitungan rata-rata lama sekolah pada usia 25 tahun ke atas juga

mengikuti standar internasional yang digunakan oleh UNDP. Rata-rata lama

sekolah merupakan salah satu indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Berdasarkan data pada Tabel 4.1. secara umum pendidikan yang diukur dengan

rata-rata lama sekolah dan ditunjukkan oleh variabel Educ antar kabupaten/kota di

Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu tahun 2010 – 2015 rata-rata sebesar 7,05

tahun. Rata-rata lama sekolah paling tinggi selama periode penelitian terdapat di

Kota Surakarta pada tahun 2015 yakni 10,36 tahun sedangkan rata-rata lama

sekolah yang paling rendah selama periode penelitian terdapat di Kabupaten

Pemalang pada tahun 2010 yakni 4,94 tahun.

Grafik 4.4. menggambarkan keadaan tingkat pendidikan di kabupaten/kota

di Jawa Tengah yang diwakili oleh rata-rata lama sekolah. Angka rata-rata lama

sekolah di setiap kabupaten/kota di Jawa Tengah menunjukkan kecenderungan

peningkatan setiap tahunnya selama periode penelitian. Daerah perkotaan

menempati 4 urutan terbesar dari angka rata-rata lama sekolah yakni Kota

Magelang, Kota Surakarta, Kota Semarang, dan Kota Salatiga. Sementara

Kabupaten Brebes menempati urutan yang paling rendah dalam angka rata-rata

lama sekolah.

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

74

Grafik 4.4. Rata-rata Lama Sekolah per Kabupaten/Kota di Jawa Tengah

Tahun 2010 – 2015

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)

Untuk melihat hubungan antara pendidikan yang diukur dengan rata-rata

lama sekolah dengan tingkat kemiskinan di 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa

Tengah sepanjang tahun 2010 – 2015 dapat terlihat scatter plot yang menunjukkan

korelasi yang negatif sebagaimana dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Grafik 4.5. Keterkaitan Tingkat Kemiskinan dan Rata-rata Lama Sekolah

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)

0

2

4

6

8

10

12K

abu

pat

en

Cila

cap

Kab

up

ate

n B

anyu

mas

Kab

up

ate

n P

urb

alin

gga

Kab

up

ate

n B

anja

rne

gara

Kab

up

ate

n K

ebu

men

Kab

up

ate

n P

urw

ore

joK

abu

pat

en

Wo

no

sob

oK

abu

pat

en

Mag

ela

ng

Kab

up

ate

n B

oyo

lali

Kab

up

ate

n K

late

nK

abu

pat

en

Su

koh

arjo

Kab

up

ate

n W

on

ogi

riK

abu

pat

en

Kar

anga

nya

rK

abu

pat

en

Sra

gen

Kab

up

ate

n G

rob

oga

nK

abu

pat

en

Blo

raK

abu

pat

en

Rem

ban

gK

abu

pat

en

Pat

iK

abu

pat

en

Ku

du

sK

abu

pat

en

Jep

ara

Kab

up

ate

n D

emak

Kab

up

ate

n S

em

aran

gK

abu

pat

en

Te

man

ggu

ng

Kab

up

ate

n K

end

alK

abu

pat

en

Bat

ang

Kab

up

ate

n P

ekal

on

gan

Kab

up

ate

n P

emal

ang

Kab

up

ate

n T

ega

lK

abu

pat

en

Bre

bes

Ko

ta M

agel

ang

Ko

ta S

ura

kart

aK

ota

Sal

atig

aK

ota

Sem

aran

gK

ota

Pe

kalo

nga

nK

ota

Teg

alRat

a-ra

ta L

ama

Seko

lah

(Tah

un

)

Kabupaten/Kota, Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 2015

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00Tin

gkat

Kem

iski

nan

(%

)

Rata-rata Lama Sekolah (Tahun)

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

75

4.1.4. Angka Harapan Hidup

Angka harapan hidup menurut Badan Pusat Statistik adalah perkiraan rata-

rata jumlah tahun yang akan dijalani seseorang sejak orang tersebut lahir. Angka

harapan hidup merupakan salah satu indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

yang mencerminkan derajat kesehatan. Berdasarkan data pada Tabel 4.1. secara

umum kesehatan yang diukur dengan angka harapan hidup dan ditunjukkan oleh

variabel Health antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu

tahun 2010 – 2015 rata-rata sebesar 74,31 tahun. Angka harapan hidup paling tinggi

selama periode penelitian terdapat di Kota Sukoharjo pada tahun 2015 yakni 77,46

tahun sedangkan angka harapan hidup yang paling rendah selama periode penelitian

terdapat di Kabupaten Brebes pada tahun 2010 yakni 67,29 tahun.

Grafik 4.6. menunjukkan keadaan tingkat kesehatan pada masing-masing

kabupaten/kota di Jawa Tengah yang diwakilkan oleh angka harapan hidup. Setiap

tahunnya, angka harapan hidup cenderung mengalami peningkatan di masing-

masing kabupaten/kota pada periode penelitian. Kabupaten Sukoharjo menempati

urutan pertama dalam angka harapan hidup tertinggi, selanjutnya Kota Semarang

menempati urutan berikutnya. Sedangkan Kabupaten Brebes memiliki angka

harapan hidup yang paling rendah di Jawa Tengah pada periode penelitian.

Untuk melihat hubungan antara kesehatan yang diukur dengan angka

harapan hidup dengan tingkat kemiskinan di 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa

Tengah sepanjang tahun 2010 – 2015 dapat terlihat scatter plot yang menunjukkan

korelasi yang negatif sebagaimana dapat dilihat pada Grafik 4.7.

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

76

Grafik 4.6. Angka Harapan Hidup per Kabupaten/Kota di Jawa Tengah

Tahun 2010 – 2015

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)

Grafik 4.7. Keterkaitan Tingkat Kemiskinan dan Angka Harapan Hidup

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)

4.1.5. Tingkat Pengangguran Terbuka

Tingkat pengangguran terbuka menurut Badan Pusat Statistik merupakan

persentase pengangguran dari angkatan kerja. Pengangguran terbuka meliputi

62646668707274767880

An

gka

Har

apan

Hid

up

(Tah

un

)

Kabupaten/Kota, Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 2015

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

66.00 68.00 70.00 72.00 74.00 76.00 78.00

Tin

gkat

Kem

iski

nan

(%

)

Angka Harapan Hidup (Tahun)

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

77

penduduk yang tidak punya pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan, atau sedang

mempersiapkan suatu usaha, atau merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan,

atau sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Berdasarkan data pada

Tabel 4.1. secara umum tingkat pengangguran terbuka yang ditunjukkan oleh

variabel Unem antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu

tahun 2010 – 2015 rata-rata sebesar 5,99%. Tingkat pengangguran terbuka paling

rendah selama periode penelitian terdapat di Kabupaten Temanggung pada tahun

2015 yakni sebesar 1,5% sedangkan tingkat pengangguran yang paling tinggi

selama periode penelitian terdapat di Kota Tegal pada tahun 2010 yakni sebesar

14,22%.

Grafik 4.8. menunjukkan tingkat pengangguran terbuka di setiap

kabupaten/kota di Jawa Tengah. Tingkat pengangguran terbuka untuk setiap

kabupaten/kota di Jawa Tengah mengalami fluktuasi pada periode penelitian.

Kabupaten Temanggung memiliki rata-rata tingkat pengangguran paling rendah di

Jawa Tengah pada periode penelitian, selanjutnya Kabupaten Wonogiri pada urutan

berikutnya. Sedangkan Kota Tegal memiliki rata-rata tingkat pengangguran

tertinggi di Jawa Tengah selama periode penelitian.

Untuk melihat hubungan antara tingkat pengangguran terbuka dengan

tingkat kemiskinan di 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah sepanjang tahun

2010 – 2015 dapat terlihat scatter plot yang menunjukkan korelasi yang negatif,

tetapi tidak terlalu curam dan hampir tidak menunjukkan korelasi yang negatif

sebagaimana dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

78

Grafik 4.8. Tingkat Pengangguran Terbuka per Kabupaten/Kota di Jawa

Tengah Tahun 2010 – 2015

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)

Grafik 4.9. Keterkaitan Tingkat Kemiskinan dan Tingkat Pengangguran

Terbuka Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)

4.1.6. Upah Minimum

Upah Minimum menurut Badan Pusat Statistik adalah upah minimum

bulanan yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap yang berlaku di

suatu daerah dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota. Berdasarkan data pada

02468

10121416

Kab

up

aten

Cila

cap

Kab

up

aten

Ban

yum

as

Kab

up

aten

Pu

rbal

ingg

a

Kab

up

aten

Ban

jarn

egar

a

Kab

up

aten

Keb

um

en

Kab

up

aten

Pu

rwo

rejo

Kab

up

aten

Wo

no

sob

o

Kab

up

aten

Mag

elan

g

Kab

up

aten

Bo

yola

li

Kab

up

aten

Kla

ten

Kab

up

aten

Su

koh

arjo

Kab

up

aten

Wo

no

giri

Kab

up

aten

Kar

anga

nya

r

Kab

up

aten

Sra

gen

Kab

up

aten

Gro

bo

gan

Kab

up

aten

Blo

ra

Kab

up

aten

Re

mb

ang

Kab

up

aten

Pat

i

Kab

up

aten

Ku

du

s

Kab

up

aten

Je

par

a

Kab

up

aten

Dem

ak

Kab

up

aten

Sem

aran

g

Kab

up

aten

Tem

angg

un

g

Kab

up

aten

Ken

dal

Kab

up

aten

Bat

ang

Kab

up

aten

Pek

alo

nga

n

Kab

up

aten

Pem

alan

g

Kab

up

aten

Teg

al

Kab

up

aten

Bre

bes

Ko

ta M

age

lan

g

Ko

ta S

ura

kart

a

Ko

ta S

alat

iga

Ko

ta S

emar

ang

Ko

ta P

ekal

on

gan

Ko

ta T

egal

TIn

gkat

Pen

gan

ggu

ran

Ter

bu

ka (

%)

Kabupaten/Kota, Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 2015

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00

Tin

gkat

Kem

iski

nan

(%

)

Tingkat Pengangguran Terbuka (%)

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

79

Tabel 4.1. secara umum Upah Minimum yang ditunjukkan oleh variabel MinWage

antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu tahun 2010 –

2015 rata-rata sebesar Rp 928.431,7. Upah minimum paling tinggi selama periode

penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015 yakni Rp 1.685.000,-

sedangkan upah minimum yang paling rendah selama periode penelitian terdapat di

Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2010 yakni sebesar Rp 662.000,-

Grafik 4.10. menunjukkan Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa

Tengah. Kecenderungan upah minimum di Jawa Tengah selama periode penelitian

meningkat untuk setiap kabupaten/kota setiap tahunnya. Upah minimum tertinggi

di Jawa Tengah selama periode penelitian adalah Kota Semarang, kemudian urutan

berikutnya adalah Kabupaten Demak. Sedangkan Upah Minimum yang terkecil di

Jawa Tengah selama periode penelitian adalah Kabupaten Banjarnegara.

Grafik 4.10.

Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2010 – 2015

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)

0200000400000600000800000

10000001200000140000016000001800000

Kab

up

aten

Cila

cap

Kab

up

aten

Ban

yum

as

Kab

up

aten

Pu

rbal

ingg

a

Kab

up

aten

Ban

jarn

egar

a

Kab

up

aten

Keb

um

en

Kab

up

aten

Pu

rwo

rejo

Kab

up

aten

Wo

no

sob

o

Kab

up

aten

Mag

elan

g

Kab

up

aten

Bo

yola

li

Kab

up

aten

Kla

ten

Kab

up

aten

Su

koh

arjo

Kab

up

aten

Wo

no

giri

Kab

up

aten

Kar

anga

nya

r

Kab

up

aten

Sra

gen

Kab

up

aten

Gro

bo

gan

Kab

up

aten

Blo

ra

Kab

up

aten

Re

mb

ang

Kab

up

aten

Pat

i

Kab

up

aten

Ku

du

s

Kab

up

aten

Je

par

a

Kab

up

aten

Dem

ak

Kab

up

aten

Sem

aran

g

Kab

up

aten

Tem

angg

un

g

Kab

up

aten

Ken

dal

Kab

up

aten

Bat

ang

Kab

up

aten

Pek

alo

nga

n

Kab

up

aten

Pem

alan

g

Kab

up

aten

Teg

al

Kab

up

aten

Bre

bes

Ko

ta M

age

lan

g

Ko

ta S

ura

kart

a

Ko

ta S

alat

iga

Ko

ta S

emar

ang

Ko

ta P

ekal

on

gan

Ko

ta T

egal

Up

ah M

inim

um

(R

p)

Kabupaten/Kota, Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

80

Untuk melihat hubungan antara upah minimum dengan tingkat kemiskinan

di 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah sepanjang tahun 2010 – 2015 dapat

terlihat scatter plot yang menunjukkan korelasi yang negatif sebagaimana dapat

dilihat pada grafik berikut ini.

Grafik 4.11. Keterkaitan Tingkat Kemiskinan dan Upah Minimum

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)

4.2.Hasil Estimasi

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah random effect model

untuk melihat pengaruh dari variabel independen PDRB per kapita, pendidikan

yang diukur dengan rata-rata lama sekolah, kesehatan yang diukur dengan angka

harapan hidup, tingkat pengangguran terbuka, dan upah minimum terhadap tingkat

kemiskinan. Sebelum melakukan estimasi, untuk menentukan apakah model dalam

penelitian ini menggunakan pooled least square, fixed effect model, atau random

effect model, maka dilakukan beberapa pengujian untuk menentukan hasil estimasi

yang terbaik. Berikut adalah perbandingan hasil estimasi dengan menggunakan

pooled least square, fixed effect model, dan random effect model.

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

0.00 500000.00 1000000.00 1500000.00 2000000.00

Tin

gkat

Kem

iski

nan

(%

)

Upah Minimum (Rp)

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

81

Tabel 4.2. Perbandingan Hasil Estimasi

VARIABLES Pooled Least Square Fixed Effect Model Random Effect Model

lnGRDPCap -1.821*** -7.572*** -3.940***

(0.643) (2.152) (1.163)

Educ -0.124 -0.358 -0.363

(0.278) (0.366) (0.326)

Health -1.028*** -1.460** -0.875***

(0.147) (0.611) (0.274)

Unem -0.429*** 0.0148 0.0140

(0.122) (0.0334) (0.0338)

lnMinWage -6.714*** -0.916 -2.744***

(1.257) (0.791) (0.488)

Constant 216.7*** 264.7*** 185.4***

(20.36) (38.57) (20.09)

Observations 210 210 210

R-squared 0.5721 0.5062 0.5310

Standard errors in parentheses

*** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1

Sumber: Hasil pengolahan data

4.2.1. Uji Chow

Uji Chow dilakukan untuk mengetahui mdoel manakah antara pooled least

square atau fixed effect model yang lebih baik digunakan dalam penelitian ini. Hasil

dari uji chow adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3. Hasil Uji Chow

Prob > F Signifikansi α

0.0000 0.05

Sumber: Hasil pengolahan data

Berdasarkan hasil dari uji Chow, dapat dilihat bahwa model ini memiliki

nilai probabilitas sebesar 0.0000 yang mana angka tersebut lebih besar

dibandingkan dengan nilai α yaitu sebesar 0.05. Oleh karena itu dapat diambil

kesimpulan bahwa fixed effect model lebih baik digunakan dalam penelitian ini.

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

82

4.2.2. Uji Hausman

Pada uji Chow yang dilakukan sebelumnya, disimpulkan bahwa fixed effect

model lebih baik digunakan dalam penelitian ini. Akan tetapi perlu dilakukan

pengujian kembali untuk mengetahui model manakah yang lebih baik antara fixed

effect model dan random effect model yang diuji dengan uji Hausman. Adapun hasil

dari uji Hausman adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4. Hasil Uji Hausman Prob > 𝜒2 Signifikansi α

0.1439 0.05

Sumber: Hasil pengolahan data

Berdasarkan hasil uji Hausman dapat dilihat bahwa nilai probabilitasnya

adalah sebesar 0.1439 sedangkan angka tersebut lebih besar dari pada signifikansi

α sebesar 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang lebih baik digunakan

dalam penelitian ini adalah random effect model.

4.2.3. Uji Breusch-Pagan Lagrangian Multiplier

Setelah dilakukan uji Hausman pada bagian sebelumnya, kesimpulan yang

didapat adalah model yang lebih baik digunakan dalam penelitian ini adalah

random effect model. Namun, perlu dilakukan pengujian kembali untuk mengetahui

model mana yang lebih baik antara random effect model dengan pooled least

square. Adapun pengujiannya dilakukan dengan uji Breusch-Pagan Lagrangian

Multiplier. Hasil dari uji tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 4.5. Hasil Uji Breusch-Pagan Lagrangian Multiplier

Prob > �̅�2 Signifikansi α

0.0000 0.05

Sumber: Hasil pengolahan data

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

83

Berdasarkan hasil uji Breusch-Pagan Lagrangian Multiplier terlihat bahwa

nilai probabilitasnya adalah sebesar 0.0000, lebih kecil dibandingkan dengan

signifikansi α yaitu sebesar 0.05 maka dapat dikatakan bahwa model yang lebih

baik digunakan dalam penelitian ini adalah random effect model.

Setelah dilakukan proses regresi dengan menggunakan random effect

model, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.6. Hasil Estimasi

VARIABLES POV

lnGRDPCap -3.940***

(1.163)

Educ -0.363

(0.326)

Health -0.875***

(0.274)

Unem 0.0140

(0.0338)

lnMinWage -2.744***

(0.488)

Constant 185.4***

(20.09)

Observations 210

Number of Code 35

R-Squared 0.5310

Standard errors in parentheses

*** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1

Sumber: Hasil pengolahan data

4.3. Pengujian Masalah dalam Regresi Linear

4.3.1. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas merupakan masalah yang terdapat pada variabel

independen yang memiliki ikatan erat atau hubungan yang saling berpengaruh.

Multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat korelasi antar variabel

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

84

independen. Apabila korelasi antar variabel lebih dari 0,8 maka dapat dikatakan

terjadi masalah multikolinearitas dalam model (Gujarati & Porter, 2009).

Tabel 4.7. Hasil Penghitungan Koefisien Korelasi

lnGDRPCap Educ Health Unem lnMinWage

lnGDRPCap 1.0000

Educ 0.7238 1.0000

Health 0.5264 0.6513 1.0000

Unem 0.2684 0.1495 -0.1502 1.0000

lnMinWage 0.3218 0.3340 0.2254 -0.2192 1.0000

Sumber: Hasil pengolahan data

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi pada

setiap variabel independen tidak menunjukkan angka yang lebih dari 0,80.

Sehingga model penelitian ini menunjukkan tidak terdapat masalah

multikolinearitas.

4.3.2. Uji Heteroskedastisitas

Masalah heteroskedastisitas lebih sering terjadi pada data cross section

dibandingkan dengan data time series. Untuk mengatasi permasalahan

kemungkinan adanya heteroskedastis ini, maka digunakan estimasi GLS

(Generalized Least Square). Menurut Gujarati & Porter (2009) pada hasil regresi

menggunakan random effect model merupakan estimasi yang dilakukan dengan

generelize least square (GLS) yakni transformasi variabel sehingga memenuhi

asumsi standar kuadrat terkecil, dimana hasil estimasi dari GLS yakni

homoskedastis sehingga pada metode GLS tidak terdapat masalah

heteroskedastisitas, di mana persebaran data menjadi konstan atau tidak terdapat

outlier pada data. Pada random effect model juga terbebas dari masalah asumsi

klasik lainnya di mana pada random effect model, estimasi yang dihasilkan

Page 18: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

85

konsisten dan terdistribusi dengan normal atau menghasikan estimasi yang tidak

bias (Wooldridge, 2012).

4.3.3. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui adanya korelasi antara

anggota observasi yang satu dengan yang lain yang berlainan periode/waktu.

Metode random effect model menurut Wooldridge (2012) memiliki keunggulan

dibandingkan dengan fixed effect model dan pooled least square dimana tidak

terdapat korelasi antara error term, yakni error terms pada periode tertentu tidak

berkorelasi dengan variabel yang ada pada periode lain sehingga tidak terdapat

masalah autokorelasi. Sedangkan menurut Gujarati & Porter (2009) pada model

random effect tidak terdapat korelasi dari error secara individual dan tidak ada

autokorelasi antara unit cross section dan time series.

4.4. Pengujian Statistik

4.4.1. Koefisien Determinasi (𝑹𝟐)

Penggunaan koefisien determinasi adalah untuk mengukur seberapa besar

kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen pada

model. Hasil estimasi menunjukkan nilai 𝑅2 pada model memiliki nilai sebesar

0,5310 atau 53,10% yang artinya bahwa adanya perubahan variabel independen

(PDRB per kapita, pendidikan yang diukur dengan rata-rata lama sekolah,

kesehatan yang diukur dengan angka harapan hidup, tingkat pengangguran terbuka,

dan upah minimum) dalam model ini mampu menjelaskan 53,10% dari variabel

Page 19: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

86

dependennya (tingkat kemiskinan), sedangkan sisanya sebesar 46,90% dijelaskan

oleh faktor lain di luar model yang tidak digunakan dalam penelitian ini.

4.4.2. Uji Signifikansi Simultan

Pada hasil estimasi random effect model dalam software STATA 13,

digunakan uji Wald Chi-Square untuk melihat apakah semua variabel independen

mempengaruhi variabel dependen secara signifikan (StataCorp, 2013). Berikut

adalah tabel hasil pengujian signifikansi simultan dengan uji Wald 𝜒2 yang didapat

dari hasil estimasi software STATA 13.

Tabel 4.8. Hasil Pengujian dengan Uji Wald 𝝌𝟐

Prob > 𝜒2 Signifikansi α

0.0000 0.01

Sumber: Hasil pengolahan data

Berdasarkan hasil uji Wald 𝜒2 terlihat bahwa nilai probabilitasnya adalah

sebesar 0.0000, lebih kecil dibandingkan dengan signifikansi α yaitu sebesar 1%.

Artinya, variabel independen yang terdiri dari PDRB per kapita, pendidikan yang

diukur dengan rata-rata lama sekolah, kesehatan yang diukur dengan angka harapan

hidup, tingkat pengangguran terbuka, dan upah minimum secara bersama-sama

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemiskinan di provinsi Jawa Tengah

pada tahun 2010 – 2015.

4.4.3. Uji Signifikansi Parsial

Pada hasil estimasi random effect model pada software STATA 13 digunakan

uji z untuk melihat pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel

Page 20: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

87

dependen (StataCorp, 2013). Berikut merupakan tabel hasil pengujian signifikansi

parsial dengan uji z:

Tabel 4.9. Hasil Pengujian Signifikansi Parsial dengan Uji Z

Variabel 𝑃𝑟𝑜𝑏 𝑧 𝐻0 Keterangan

lnGDRPCap 0.001 𝐻0 ditolak Signifikan pada 𝛼 = 1%

Educ 0.266 𝐻0 tidak dapat ditolak Tidak signifikan

Health 0.001 𝐻0 ditolak Signifikan pada 𝛼 = 1%

Unem 0.679 𝐻0 tidak dapat ditolak Tidak signifikan

lnMinWage 0.000 𝐻0 ditolak Signifikan pada 𝛼 = 1%

Sumber: Hasil pengolahan data

Berdasarkan hasil pengujian, variabel PDRB per kapita, kesehatan yang

diukur dengan angka harapan hidup, dan upah minimum secara parsial

mempengaruhi tingkat kemiskinan secara signifikan pada tingkat signifikansi 1%.

Sedangakan variabel pendidikan yang diukur dengan rata-rata lama sekolah dan

tingkat pengangguran secara parsial tidak mempengaruhi tingkat kemiskinan secara

signifikan.

4.5. Analisis Model

4.5.1. Pengaruh PDRB Per Kapita terhadap Tingkat Kemiskinan

Koefisien dari PDRB per kapita terhadap tingkat kemiskinan adalah sebesar

-3,940 dan signifikan pada tingkat signifikansi 1%. Hal ini menunjukkan bahwa

setiap terjadi kenaikkan satu persen pada PDRB per kapita, maka tingkat

kemiskinan akan mengalami penurunan sebesar 3,940% dengan asumsi ceteris

paribus.

Page 21: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

88

4.5.2. Pengaruh Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan

Koefisien dari pendidikan yang diukur dengan rata-rata lama sekolah

terhadap tingkat kemiskinan adalah sebesar -0,363 namun tidak signifikan. Hal ini

menunjukkan bahwa ketika lamanya pendidikan bertambah satu tahun, maka

tingkat kemiskinan akan mengalami penurunan sebesar 0,363% dengan asumsi

ceteris paribus.

4.5.3. Pengaruh Kesehatan terhadap Tingkat Kemiskinan

Koefisien dari kesehatan yang diukur dengan angka harapan hidup terhadap

tingkat kemiskinan adalah sebesar -0,875 dan signifikan pada tingkat signifikansi

1%. Hal ini menunjukkan bahwa ketika harapan hidup bertambah satu tahun, maka

tingkat kemiskinan akan mengalami penurunan sebesar 0,875% dengan asumsi

ceteris paribus.

4.5.4. Pengaruh Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan

Koefisien dari pengangguran terhadap tingkat kemiskinan adalah sebesar

0,0140 namun tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa setiap terjadi

kenaikkan satu persen pada pengangguran, maka tingkat kemiskinan akan

mengalami kenaikkan sebesar 0,0140% dengan asumsi ceteris paribus.

4.5.5. Pengaruh Upah Minimum terhadap Tingkat Kemiskinan

Koefisien dari upah minimum terhadap tingkat kemiskinan adalah sebesar -

2,744 dan signifikan pada tingkat signifikansi 1%. Hal ini menunjukkan bahwa

setiap terjadi kenaikkan satu persen pada upah minimum, maka tingkat kemiskinan

akan mengalami penurunan sebesar 2,744% dengan asumsi ceteris paribus.

Page 22: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

89

4.6. Analisis Ekonomi

4.6.1. Pengaruh PDRB Per Kapita terhadap Tingkat Kemiskinan

Berdasarkan hasil estimasi, variabel PDRB per kapita berpengaruh secara

signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dan memiliki koefisien

sebesar -3,940. Angka tersebut menunjukkan bahwa setiap terjadi kenaikkan

sebesar 1% pada PDRB per kapita maka tingkat kemiskinan akan menurun sebesar

3,940%, dalam keadaan ceteris paribus.

Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Miranti

(2017) yang menyebutkan bahwa kenaikkan PDRB per kapita akan menurunkan

kemiskinan. Jika dibandingkan dengan penelitian tersebut, pengaruh dari PDRB per

kapita dalam mengurangi kemiskinan sebesar 0,203, artinya setiap terjadi

kenaikkan PDRB per kapita sebesar 1%, maka akan menurunkan kemiskinan

sebesar 0,203%. Pengaruhnya lebih kecil dibandingkan penelitian ini, yakni sebesar

3,940%. Rata-rata PDRB per kapita dalam penelitian ini adalah sebesar 22,2 juta

rupiah, angka ini lebih besar dibandingkan penelitian sebelumnya di mana rata-rata

PDRB per kapita pada penelitian sebelumnya sebesar 8,83 juta rupiah. Rata-rata

PDRB per kapita yang lebih besar pada penelitian ini memungkinkan penurunan

kemiskinan yang disebabkan oleh meningkatnya PDRB per kapita dalam penelitian

ini pengaruhnya lebih besar dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.

Berdasarkan hasi estimasi, dapat disimpulkan bahwa PDRB per kapita

memiliki hubungan negatif terhadap tingkat kemiskinan. Semakin tinggi PDRB per

kapita menggambarkan bahwa provinsi Jawa Tengah memiliki kinerja ekonomi

yang cukup baik sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan. Olavaria-Gambi

Page 23: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

90

(2003) menyebutkan bahwa kenaikkan PDB per kapita sejalan dengan penurunan

kemiskinan. Pradeep Agrawal (2008) mengatakan bahwa daerah dengan laju

pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi akan berdampak pada penurunan

kemiskinan yang lebih cepat. Adapun peningkatan pada pengeluaran yang

dialokasikan untuk pendidikan dan kesehatan, yang disebabkan oleh peningkatan

PDRB, juga berpengaruh signifikan dan mengurangi tingkat kemiskinan.

Pendapatan per kapita merupakan salah satu ukuran kemakmuran bagi tiap daerah.

Semakin tinggi pendapatan tersebut maka semakin tinggi daya beli penduduk, dan

daya beli yang bertambah ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat

(Sukirno, 2006).

4.6.2. Pengaruh Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan

Berdasarkan hasil estimasi, variabel pendidikan yang diukur dengan rata-

rata lama sekolah tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel tingkat

kemiskinan. Hasil dari penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Olavarria-gambi (2003) yang mengatakan meningkatnya tingkat pendidikan

akan menyebabkan penurunan tingkat kemiskinan secara signifikan. Meskipun

pada hasil estimasi variabel pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap

kemiskinan, variabel pendidikan memiliki hubungan yang berkebalikan terhadap

tingkat kemiskinan.

Berdasarkan teori yang dikemukan oleh Arsyad (1999) mengatakan bahwa

pendidikan (baik formal maupun non formal) dapat berperan penting dalam

mengurangi kemiskinan dalam jangka panjang, baik secara tidak langsung, yaitu

Page 24: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

91

melalui perbaikan produktivitas dan efisiensi secara umum, maupun secara

langsung, yaitu melalui pelatihan golongan miskin dengan bekal keterampilan yang

dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas mereka yang pada gilirannya akan

mampu meningkatkan pendapatan mereka. Semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang, maka pengetahuan dan keahlian juga akan meningkat sehingga akan

mendorong peningkatan produktivitas seseorang. Pada akhirnya seseorang yang

memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih

baik, yang dapat diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupun

konsumsinya.

Pendidikan yang diukur dengan rata-rata lama sekolah tidak berpengaruh

signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Ditemukan tidak adanya pengaruh rata-rata

lama sekolah terhadap tingkat kemiskinan menandakan bahwa meningkatnya rata-

rata lama sekolah kurang berdampak bagi tingkat produktivitas. Hal ini sesuai

dengan penelitian Balisacan, dkk (2003) yang menyatakan bahwa perlunya ada

peningkatan kualitas sekolah sehingga kualitas sumber daya manusia dan

produktivitas meningkat. Rata-rata lama sekolah penduduk Provinsi Jawa Tengah

tahun 2015 masih tergolong rendah sebesar 7,03 tahun atau setara dengan Sekolah

Menengah Pertama dan belum menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Atas

(SMA) serta belum mencapai target pendidikan 15 tahun yang telah diusulkan

United National Development Program (UNDP). Rata-rata lama sekolah yang

rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri menjadi terbatas sehingga

tidak berpengaruh signifikan terhadap pengurangan kemiskinan di Jawa Tengah.

Page 25: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

92

Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan penduduk di Provinsi Jawa

Tengah minim akan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akibatnya,

sebagian besar penduduk Provinsi Jawa Tengah memilih bekerja di sektor-sektor

yang tidak membutuhkan pendidikan tinggi dan keahlian khusus. Sektor yang

mendominasi di Provinsi Jawa Tengah yaitu sektor perdagangan, hotel, dan

restoran serta sektor pertanian.

4.6.3. Pengaruh Kesehatan terhadap Tingkat Kemiskinan

Berdasarkan hasil estimasi, variabel kesehatan memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah. Kesehatan memiliki

koefisien sebesar -0,875. Angka ini menunjukkan bahwa setiap kenaikkan angka

harapan hidup selama satu tahun maka tingkat kemiskinan akan turun sebesar

0,875%, tanpa dipengaruhi oleh variabel lain. Hal ini mengindikasikan bahwa

kesehatan yang diukur dengan angka harapan hidup memiliki hubungan yang

negatif terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah selama periode

penelitian, yaitu tahun 2010 hingga 2015.

Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Bakhtiari & Meisami (2010) yang menyebutkan bahwa kenaikkan angka harapan

hidup akan menurunkan tingkat kemiskinan. Jika dibandingkan dengan penelitian

tersebut, pengaruh dari angka harapan hidup dalam mengurangi tingkat kemiskinan

sebesar 0,15, artinya setiap angka harapan hidup meningkat satu tahun, maka akan

menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 0,15%. Pengaruhnya lebih kecil

dibandingkan penelitian ini, yakni sebesar 0,875%. Rata-rata angka harapan hidup

Page 26: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

93

yang digunakan dalam penelitian ini adalah 74,3 tahun. Rata-rata angka harapan

hidup pada penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan penelitian sebelumnya

yakni sebesar 66,4 tahun. Perbedaan rata-rata angka harapan hidup yang mana

dalam penelitian ini rata-rata angka harapan hidupnya lebih tinggi memungkinkan

penurunan kemiskinan yang disebabkan oleh peningkatan angka harapan hidup

dalam penelitian ini pengaruhnya lebih besar dibandingkan penelitian sebelumnya.

Olavaria-Gambi (2003) menyebutkan bahwa adanya peningkatan di bidang

kesehatan akan berpotensi menurunkan tingkat kemiskinan. Strauss dan Thomas

(1998) berpendapat bahwa ada keterkaitan yang kuat antara kesehatan dengan

kemiskinan. Kesehatan individu menentukan produktivitas sehingga semakin

rendah tingkat kesehatan, semakin besar kemungkinan individu untuk terjebak

dalam kemiskinan. Upaya pemerintah dalam memperbaiki sarana dan prasarana

kesehatan cukup penting dalam mengentaskan kemiskinan (Arsyad, 1999).

Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dalam jangka panjang akan

meningkatkan produktivitas, khususnya bagi masyarakat yang tergolong kurang

mampu.

4.6.4. Pengaruh Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan

Berdasarkan hasil estimasi, variabel pengangguran tidak berpengaruh

signifikan terhadap variabel tingkat kemiskinan. Hasil dari penelitian ini tidak

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pradeep Agrawal (2008) yang

mengatakan bahwa bertambahnya tingkat pengangguran akan menyebabkan

peningkatan pula terhadap tingkat kemiskinan secara signifikan. Meskipun pada

Page 27: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

94

hasil estimasi variabel pengangguran tidak berpengaruh signifikan terhadap

kemiskinan, variabel pengangguran memiliki hubungan yang searah terhadap

tingkat kemiskinan.

Menurut Brady (2005) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa

pengangguran tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Hal

tersebut disebabkan karena adanya transfer jaminan sosial yang diberikan oleh

pemerintah kepada masyarakat. Lim (1994) menyebutkan bahwa tidak selalu orang

yang menganggur adalah miskin, melainkan mereka mempunyai sumber

pendapatan lain (bukan bekerja) yang dapat mendukung keuangan mereka.

Pemerintah Indonesia memberi bantuan sosial kepada masyarakat miskin melalui

Program Keluarga Harapan (PKH) yang sudah dimulai dari tahun 2007. Pada tahun

2017, bantuan sosial yang diberikan pemerintah kepada masyarakat sebesar Rp

1.890.000,-.

Arsyad (1999) menyatakan belum tentu setiap orang yang tidak mempunyai

pekerjaan adalah miskin. Hal ini karena kadang kala ada pekerja di perkotaan yang

tidak bekerja secara sukarela karena mencari pekerjaan yang lebih baik yang lebih

sesuai dengan tingkat pendidikannya. Mereka menolak pekerjaan yang mereka

rasakan lebih rendah dan mereka bersikap demikian karena mereka mempunyai

sumber lain yang bisa membantu masalah keuangan mereka.

4.6.5. Pengaruh Upah Minimum terhadap Tingkat Kemiskinan

Berdasarkan hasil estimasi, variabel upah minimum memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah. Kesehatan memiliki

Page 28: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

95

koefisien sebesar -2,744. Angka ini menunjukkan bahwa setiap kenaikkan upah

minimum sebesar satu persen maka tingkat kemiskinan akan turun sebesar 2,744%,

tanpa dipengaruhi oleh variabel lain. Hal ini mengindikasikan bahwa upah

minimum memiliki hubungan yang negatif terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi

Jawa Tengah selama periode penelitian, yaitu tahun 2010 hingga 2015.

Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Stevans dan

Sessions (2001) yang menyebutkan bahwa kenaikkan upah minimum akan

menurunkan kemiskinan. Jika dibandingkan dengan penelitian tersebut, pengaruh

dari upah minimum dalam mengurangi kemiskinan sebesar 1,20, artinya setiap

terjadi kenaikkan upah minimum sebesar 1%, maka akan menurunkan kemiskinan

sebesar 1,20%. Pengaruhnya lebih kecil dibandingkan penelitian ini, yakni sebesar

2,744%. Penelitian Stevans dan Sessions (2001) menggunakan data upah minimum

Amerika Serikat. Berikut adalah perbandingan upah minimum di Amerika Serikat

dengan di Indonesia.

Tabel 4.10. Upah Minimum di Amerika Serikat, Indonesia, dan Provinsi

Jawa Tengah Tahun 1996 – 2015

Tahun

Amerika Serikat

(dalam Dolar AS

per jam)

Indonesia

(dalam Rupiah

per bulan)

Jawa Tengah

(dalam Rupiah

per bulan)

1996 4,75 - -

1997 5,15 135000 113000

1998 5,15 150900 130000

1999 5,15 175400 153000

2000 5,15 216500 185000

2001 5,15 290500 245000

2002 5,15 362700 314500

2003 5,15 414700 340400

2004 5,15 458500 365000

2005 5,15 507697 390000

Page 29: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2014/120210140021_4_6792.pdf · selama periode penelitian terdapat di Kota Semarang pada tahun 2015

96

2006 5,15 602702 450000

2007 5,85 672480 500000

2008 6,55 745709 547000

2009 7,25 841530 575000

2010 7,25 908824 660000

2011 7,25 988829 675000

2012 7,25 1088903 765000

2013 7,25 1296908 830000

2014 7,25 1584391 910000

2015 7,25 1790342 910000

Sumber: United States Department of Labor dan Badan Pusat Statistik

Penentuan upah minimum di Indonesia didasarkan pertumbuhan ekonomi

dan inflasi serta mengalami penyesuaian upah minimum setiap tahun. Penyesuaian

upah minimum di Indonesia dilakukan supaya menjaga daya beli masyarakat agar

terhindar dari kemiskinan. Sedangkan di Amerika Serikat penyesuaian upah

minimum tidak diberlakukan setiap tahun. Perbedaan inilah yang memungkinkan

pengaruh penurunan kemiskinan yang disebabkan oleh peningkatan upah minimum

dalam penelitian ini pengaruhnya lebih besar dibandingkan penelitian sebelumnya.

]Stevans dan Sessions (2001) menyebutkan bahwa upah minimum

mempunyai hubungan terbalik dengan tingkat kemiskinan. Jika upah minimum

meningkat, maka tingkat kemiskinan akan turun. Kaufman (2000) menyebutkan

bahwa meningkatkan tingkat upah minimum akan meningkatkan pendapatan

masyarakat sehingga kesejahteraan juga meningkat dan sehingga terbebas dari

kemiskinan. Tujuan dari diberlakukannya upah minimum yaitu untuk

meningkatkan kesejahteraan pekerja, sehingga terbebas dari kemiskinan. Penetapan

upah minimum yang mendekati KHM (Kebutuhan Hidup Minimum) dan di atas

garis kemiskinan telah tepat karena mampu menurunkan tingkat kemiskinan di

Jawa Tengah.