tingkat kelarutan mineral dalam pengukusan dan perebusan baru

11
TINGKAT KELARUTAN MINERAL DALAM PENGUKUSAN DAN PEREBUSAN (Kelmompok 5) Disusun Oleh : Hanif Hidayat (12301) Theodora Linggar Jati (12406) Reza Dwi Afandi (12480) Brigitta Laksmi P (12375) Rahmat Aulia Saputra (12506) Rizky Wana Pradipta (12594) JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

Upload: rezqie-wana-pradyptha

Post on 28-Dec-2015

134 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

abc

TRANSCRIPT

Page 1: Tingkat Kelarutan Mineral Dalam Pengukusan Dan Perebusan Baru

TINGKAT KELARUTAN MINERAL DALAM PENGUKUSAN DAN

PEREBUSAN

(Kelmompok 5)

Disusun Oleh :

Hanif Hidayat (12301)Theodora Linggar Jati (12406)Reza Dwi Afandi (12480)Brigitta Laksmi P (12375)Rahmat Aulia Saputra (12506)Rizky Wana Pradipta (12594)

JURUSAN PERIKANANFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA

2012

Page 2: Tingkat Kelarutan Mineral Dalam Pengukusan Dan Perebusan Baru

TINGKAT KELARUTAN MINERAL DALAM PENGUKUSAN DAN PEREBUSAN

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Salah satu zat gizi yang dibutuhkan tubuh adalah mineral. Mineral memegang

peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan,

organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral juga berperan dalam

berbagai tahap metabolisme terutama sebagai kofaktor (komponen enzim yang non

protein yang berfungsi mengaktifkan enzim) dalam aktivitas enzim-enzim. Pemenuhan

kebutuhan mineral pada manusia dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi bahan

pangan baik yang berasal dari tumbuhan (mineral nabati) maupun hewan (mineral

hewani). Kandungan mineral dalam bahan pangan hanyalah salah satu parameter awal

untuk menilai kualitas suatu bahan pangan, karena yang lebih penting adalah

bioavailabilitasnya. Bioavailabilitas adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan proporsi nutrisi dalam makanan yang dapat dimanfaatkan untuk

fungsi-fungsi tubuh normal. Mineral yang bersifat bioavailable harus dalam bentuk

terlarut, walaupun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable (Salamah et. al.,

2012).

Hampir semua mineral dapat ditemukan pada bahan pangan yang berasal dari

laut. Mineral yang umum ditemukan, yaitu magnesium, iodium, sodium, kalium,

kalsium, besi, mangan, fosfor, dan fluor. Mineral dibagi menjadi dua, yaitu mineral

makro dan mineral mikro. Mineral makro merupakan unsur mineral pada tubuh

manusia yang terdapat dalam jumlah yang cukup besar. Contohnya Na, K, P, Ca, Mg,

S, dan Cl. Mineral mikro merupakan mineral yang terdapat dalam tubuh manusia

dalam jumlah yang kecil dan secara tetap terdapat dalam sistem biologis. Contohnya

Fe, Zn, Cu, I, Mn, dan Se. Mineral sangat penting dalam tubuh karena sebagai

kofaktor enzim. Kekurangan mineral dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti

anemia, gondok, osteoporosis, dan osteomalasia (Santoso et.al., 2008).

1.2. Tujuan Pembahasan

Tujuan dari pembahasan ini untuk mengetahui komposisi kimia (air, protein, abu

dan lemak), kandungan mineral, kelarutan mineral (Ca, P, Na, Zn, I dan Mg) pada

hasil perikanan dengan berbagai metode pengolahan. Selain itu, untuk mengetahui

pengolahan terbaik yang mempertahankan kandungan mineral pada hasil perikanan.

Page 3: Tingkat Kelarutan Mineral Dalam Pengukusan Dan Perebusan Baru

2. Tingkat kelarutan mineral dalam pengukusan dan perebusan

Kandungan mineral banyak ditemukan pada hasil perikanan, seperti remis (kerang-

kerangan), cumi-cumi, dan udang vannamei. Ketiga hasil perikanan tersebut memiliki

komposisi kimia, yaitu air, protein, abu, dan lemak. Kandungan mineralnya dibedakan

antara mineral makro dan mineral mikro. Mineral makronya adalah kalsium, natrium,

kalium, fosfor, dan magnesium, sedangkan mineral mikronya antara lain besi, seng, dan

tembaga. Pada cumi-cumi dan udang vannamei ditemukan mineral mikro iodium yang

tidak terdapat pada remis (kerang-kerangan). Namun, pada remis ditemukan mineral mikro

selenium.

Pada hasil perikanan tersebut apabila akan dikonsumsi manusia, kebanyakan

dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Ada berbagai pengolahan yang dilakukan, antara

lain pengukusan dan perebusan. Proses perebusan disini dilakukan dengan berbagai macam

penambahan, seperti perebusan dengan air, perebusan dengan air garam, dan perebusan

dengan larutan asam asetat. Metode pengolahan yang dilakukan tentunya memberikan

pengaruh terhadap komposisi kimia dan kandungan mineral pada ketiga hasil perikanan

tersebut.

Dalam jurnal pertama (jurnal kandungan mineral remis akibat pengolahan) disebutkan

bahwa komposisi air, protein dan lemak terjadi penurunan ketika dilakukan pengolahan.

Penurunan kadar air disebabkan oleh keluarnya air pada remis yang kemudian tertampung

di wadah pemasakan. Penurunan protein tentunya disebabkan oleh proses denaturasi yang

diakibatkan suhu yang tinggi. Begitu pula dengan lemak, suhu yang tinggi juga

menyebabkan lemak rusak. Pada kadar abu juga mengalami penurunan pada saat

pengolahan. Namun, penurunan hanya terjadi ketika diolah dengan cara dikukus dan

direbus dengan air. Saat direbus dengan garam, kadar abu meningkat yang disebabkan

adanya unsur mineral Na, Cl, dan mineral lain yang meresap ke daging remis.

Pengolahan juga berpengaruh terhadap kandungan mineral dan kelarutan mineral pada

remis (kerang-kerangan), cumi-cumi, dan udang vannamei. Pengolahan dengan

caraperengukusan menyebabkan kehilangan kadar kalsium remis sebanyak

30,74%,perebusan sebanyak 41,11% dan perebusan garam 23,13%. Pengolahan dengan

cara pengukusan menyebabkan kehilangan kadar natrium remis sebanyak 44,87% dan

perebusan sebanyak 47,70%, tetapi terjadi peningkatan kandungan natrium sebesar 8,27%

pada perebusan garam. Peningkatan kadar natrium dikarenakan adanya penetrasi garam

pada daging remis pada saat perebusan. Pengolahan dengan cara pengukusan

Page 4: Tingkat Kelarutan Mineral Dalam Pengukusan Dan Perebusan Baru

menyebabkan kehilangan kadar kalium remis sebanyak 42,81%, perebusan sebanyak

59,07% dan perebusan garam sebanyak 32,33%. Pengolahan dengan cara pengukusan

menyebabkan kehilangan kadar fosfor remis sebanyak 45,08%, perebusan sebanyak

48,33% dan perebusan garam sebanyak 38,45%. Pengolahan memberikan penurunan kadar

magnesium pada pengukusan dan perebusan, tetapi pengolahan dengan perebusan garam

tidak memberikan penurunan yang signifikan terhadap remis segar. Tingkat kemurnian

garam dapat dipengaruhi oleh kadar magnesium. Magnesium merupakan salah satu bahan

pengotor garam yang bersifat higroskopis. Pengolahan relatif tidak memberikan penurunan

terhadap kadar besi remis. Pengolahan dengan cara pengukusan menyebabkan kehilangan

kadar seng remis sebanyak 49,10%, perebusan sebanyak 46,64% dan perebusan garam

sebanyak 55,47%. Kadar selenium remis kurang 0,001 mg/100 g bb, hal ini

mengindikasikan bahwa remis bukan merupakan sumber pangan yang kaya akan selenium.

Kadar tembaga remis kurang dari 0,015 mg/100g bb, hal ini mengindikasikan bahwa remis

bukan merupakan sumber pangan yang kaya akan tembaga.

Metode pengolahan memberikan peningkatan terhadap kelarutan mineral remis, hal ini

diduga karena proses pemasakan dapat mengakibatkan terjadinya pemutusan interaksi

mineral dengan komponen pangan lain seperti protein, karbohidrat, lemak, serat vitamin

dan komponen kimia lainnya. Kelarutan mineral dapat meningkat atau menurun tergantung

pada prosesnya. Faktor yang dapat menghambat kelarutan mineral, diantaranya perubahan

stuktur kimia seperti denaturasi protein.

Tabel. Kandungan mineral dan persentase kehilangan serta kelarutan mineral remis

Page 5: Tingkat Kelarutan Mineral Dalam Pengukusan Dan Perebusan Baru

Dalam jurnal kedua (jurnal kandungan dan kelarutan mineral pada cumi-cumi dan

udang vannamei) dijelaskan juga pengaruh pengolahan terhadap kelarutan mineral makro

dan mikro. Mineral Ca dan Zn berturut-turut mewakili mineral makro dan mikro dipilih

untuk dipelajari sifat kelarutannya dalam kaitannya dengan proses perebusan pada berbagai

kondisi yaitu air, asam asetat 0.5% dan garam 1%. Kelarutan Ca dan Zn berturut-turut

disajikan pada. Perebusan selama 20 menit dengan media air, asam asetat 0.5% dan garam

1% secara nyata meningkatkan kelarutan Ca baik pada contoh cumi-cumi maupun udang

vannamei. Persen kelarutan Ca tertinggi dihasilkan setelah mengalami perebusan dalam

suasana asam, yaitu pada cumi-cumi dari 5.33% menjadi 46.34%, dan pada udang

vannamei dari 12.41% menjadi 26.33%. Kelarutan Ca cumi-cumi juga mengalami

kenaikan yang tinggi setelah direbus pada media garam, sekitar 5.5 kali dibandingkan

dengan tidak direbus, sedangkan pada udang vannamei kenaikkannya tidak terlalu besar

sekitar 2 kali.

Grafik kelarutan mineral

Ca akibat perebusan pada

media yang berbeda

Page 6: Tingkat Kelarutan Mineral Dalam Pengukusan Dan Perebusan Baru

Grafik kelarutan mineral Zn akibat perebusan pada media yang berbeda

Kelarutan Zn juga meningkat dengan adanya perlakuan perebusan selama 20 menit

pada masing-masing media perebusan yang digunakan, kecuali pada contoh cumi-cumi

yang direbus dalam media garam mengalami penurunan. Seperti halnya kelarutan Ca,

perebusan pada suasana asam juga meningkatkan kelarutan Zn, yaitu pada cumi-cumi dari

2.31% menjadi 16.37%, dan pada udang vannamei dari 7.72% menjadi 14.85%.

Penggunaan asam sebagai media pelarut pada perebusan juga memberikan pengaruh

terhadap kelarutan Ca dan Zn. Hal ini diduga bahwa pada kondisi asam dan suhu tinggi

menyebabkan mineral yang asalnya berbentuk kompleks (berikatan dengan komponen

lain) berubah menjadi bentuk sederhana (ion) sehingga akan meningkatkan kelarutannya.

Dalam hal ini asam asetat bertindak sebagai enhancher yaitu molekul atau senyawa yang

mempengaruhi bentuk mineral sehingga bersifat larut dan selanjutnya dapat diabsorpsi

oleh mukosa sel usus (Santoso et.al., 2008).

Mineral pada makanan dapat berubah struktur kimianya pada waktu proses pemasakan

atau akibat interaksi dengan bahan lain. Kelarutan mineral dapat meningkat atau menurun

tergantung pada prosesnya. Pemanasan diketahui dapat menyebabkan protein menjadi

terdenaturasi, hal ini dapat berinteraksi dengan mineral sehingga dapat menyebabkan

mineral sulit untuk larut. Hal inilah yang diduga terjadi dalam perebusan contoh cumi-

cumi dengan menggunakan garam 1%, menyebabkan kelarutan Zn menurun (Santoso

et.al., 2008).

3. Penutup

Mineral yang terdapat pada remis, antara lain kalsium, natrium, kalium, fosfor,

magnesium, besi, seng, selenium, dan tembaga. Pada cumi-cumi dan udang vannamei

ditemukan mineral makro Na, K, Ca, Mg, dan P dalam jumlah yang besar, sedangkan

mineral mikro hanya ditemukan Zn dan I saja. Pengolahan pada remis mengakibatkan

penurunan komposisi kimianya dan kandungan mineralnya. Namun, terjadi peningkatan

Page 7: Tingkat Kelarutan Mineral Dalam Pengukusan Dan Perebusan Baru

kadar abu dan kandungan natrium ketika direbus dengan garam. Metode pengolahan juga

mempengaruhi peningkatan persentase kelarutan mineral Na, K, P, dan Mg di remis. Selain

itu, kelarutan mineral juga meningkat pada perebusan selama 20 menit dengan

menggunakan asam asetat 0,5 % khususnya untuk Ca dan Zn. Metode pengolahan yang

baik agar kandungan mineral tidak banyak yang larut adalah dengan perebusan

menggunakan garam konsentrasi 1,5 %.

DAFTAR PUSTAKA

Salamah E, Sri Purwaningsih, Rika Kurnia. 2012. Kandungan Mineral remis

(Corbicula javanica) Akibat Proses Pengolahan. Akuatika Vol. III No.1/Maret

2012 (74-83)

Santoso J, Nurjanah, Abi Irawan. 2008. Kandungan dan Kelarutan Mineral Pada

Cumi-cumi (Loligo sp.) dan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei). Ilmu-

ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Jilid 15, Nomor 1 : 7-12