lap.kec. kelarutan

27
KECEPATAN KELARUTAN I. Tujuan 1. Menentukan kecepatan pelarutan suatu zat 2. Menggunakan alat-alat unbtuk penentuan kecepatan pelarutan suatu zat 3. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pelarutan suatu zat 4. Dapat membuat grafik kecepatan pelarutan suatu zat II. Dasar Teori Kecepatan pelarutan adalah ukuran yang menyatakan banyaknya suatu zat terlarut dalam pelarut tertentu tiap satuan waktu. Proses pelarutan suatu zat padat dikembangkan oleh Noyes dan whitney dalam bentuk persamaan sebagai berikut : dc = k . s (Cs-C) dt Keterangan : dc = Kecepatan pelarutan dt K = Konstanta kecepatan pelarutan S = Luas permukaan zat Cs = Kelarutan zat C = Konsentrasi zat dalam larutan dalam waktu t

Upload: revipebriani702

Post on 02-Jul-2015

674 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: lap.kec. kelarutan

KECEPATAN KELARUTAN

I. Tujuan

1. Menentukan kecepatan pelarutan suatu zat

2. Menggunakan alat-alat unbtuk penentuan kecepatan pelarutan suatu zat

3. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pelarutan

suatu zat

4. Dapat membuat grafik kecepatan pelarutan suatu zat

II. Dasar Teori

Kecepatan pelarutan adalah ukuran yang menyatakan banyaknya suatu zat

terlarut dalam pelarut tertentu tiap satuan waktu. Proses pelarutan suatu zat

padat dikembangkan oleh Noyes dan whitney dalam bentuk persamaan

sebagai berikut :

dc = k . s (Cs-C)

dt

Keterangan :

dc = Kecepatan pelarutan

dt

K = Konstanta kecepatan pelarutan

S = Luas permukaan zat

Cs = Kelarutan zat

C = Konsentrasi zat dalam larutan dalam waktu t

Harga konstanta K tergantung pada harga koefisien difusi dari zat

terlarut dan tebal lapisan.

K=Dh

Keterangan :

D = Koefisien difusi dalam cm2/detik

h = Tebal lapisan difusi dalam cm

Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat beberapa faktor yang

mempengaruhi kecepatan pelarutan suatu zat yaitu :

Page 2: lap.kec. kelarutan

1. Temperatur

Naiknya temperatur umumnya memperbesar kelarutan (Cs) zat

yang endotermis serta memperbesar harga koefisien difusi zat.

Menurut Einstein, koefisien difusi dapat dinyatakan dengan persamaan

sebagai berikut :

D=K xT6×η×r

Keterangan :

D = Koefisien difusi

K = Konstanta Boltzman

T = Temperatur

r = Jari-jari molekul

η = Viskositas pelarut

2. Viskositas

Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan

pelarutan suatu zat sesuai dengan persamaan Einstein. Naiknya

temperatur juga akan menurunkan viskositas sehingga memperbesar

kecepatan pelarutan.

3. pH pelarut

pH pelarut sangat berpengaruh terhadap kelarutan zat-zat yang

bersifat asam lemah atau basa lemah.

Untuk asam lemah :

dc = K.S.Cs.( 1 + Kw )

dt ( H+ )

Kalau ( H+ ) kecil, atau pH besar maka akan meningkatkan kelarutan

zat, sehingga kecepatan pelarutan besar.

Basa lemah :

dc = K.S.Cs.( 1 + ( H+ ) )

dt Kw

Kalau ( H+ ) besar, atau pH kecil maka akan meningkatkan kelarutan

zat, sehingga kecepatan pelarutan besar.

Page 3: lap.kec. kelarutan

4. Pengadukan

Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan difusi

(h). Bila pengadukannya cepat maka tebal lapisan difusi berkurang

sehingga menaikan kecepatan pelarutan, sebaliknya apabila

pengadukan lambat maka tebal lapisan difusi akan tetap atau akan

memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengurangi ketebalan pada

lapisan difusi.

5. Ukuran partikel

Bila partikel zat terlarut kecil maka luas permukaan efektif besar

sehingga menaikan kecepatan pelarutan, hal ini terjadi karena jika

ukuran partikel tersebut kecil maka partikel tersebut hanya

memerlukan tempat yang kecil sehingga luas permukaan yang tersisa

efektif akan lebih besar dibandingkan dengan partikel yang memiliki

ukuran partikel yang relatif lebih besar.

Seperti diketahui kelarutan suatu zat bergantung pada ukuran

partikel zat tersebut. Persamaan Ostwald-Freundlich sebagai

menyatakan:

ln S sebanding dengan 1/r

dimana S adalah kelarutan zat dan r adalah jari-jari ukuran partikel.

Jadi log naturalis kelarutan berbanding terbalik dengan ukuran partikel.

Bila ukuran partikel makin kecil (jari-jari kecil) maka harga ln S akan

makin besar maka S (kelarutan) akan makin besar juga. Bila kelarutan

makin besar maka diharapkan kecepatan disolusi akan bertambah besar

pula. Karena itu untuk meningkatkan kecepatan disolusi zat aktif dari

tablet bila memungkinkan perlu dilakukan pengecilan ukuran partikel

zat aktif sampai tingkat yang mikro. Pengecilan partikel secara ekstrem

ini tidak dapat dilakukan secara milling biasa tetapi harus dengan

metoda khusus seperti mendispersikan zat aktif dalam pembawa yang

larut air seperti larutan PVP.

6. Polimorfis

Page 4: lap.kec. kelarutan

Kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh adanya polimorfis, karena

bentuk kristal yang berbeda akan mempunyai kelarutan yang berbeda

pula. Kelarutan bentuk kristal yang meta stabil lebih besar

dibandingkan bentuk stabil, sehingga kecepatan pelarutannya besar.

7. Keadaan kristal

Karakteristik keadaan padat zat aktif seperti amorfisitas,

kristalinitas, keadaan hidrasi, solvasi dan struktur polimorfik diketahui

memberi pengaruh pada kecepatan disolusi. Banyak penelitian

menunjukkan bahwa bentuk anhidrat memiliki kelarutan yang lebih

tinggi daripada bentuk hidratnya, hal ini terbukti pada ampisilin,

kalsium sulfat dan teofilin, yang bentuk anhidratnya memiliki

kelarutan lebih besar dari bentuk hidratnya, dengan demikian

kecepatan disolusinya juga lebih tinggi dari bentuk hidratnya.

8. Sifat permukaan zat

Pada umumnya zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat

bersifat hidrofob. Dengan adannya surfaktan di dalam pelarut akan

menurunkan tegangan permukaan antara partikel zat dengan pelarut,

sehingga zat mudah terbasahi dan kecepatan pelarutan bertambah.

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas kecepatan pelarutan

suatu zat aktif dari bentuk sediaannya dipengaruhi pula oleh faktor

formulasi dan teknik pembuatan sediaan tersebut penentuan kecepatan

pelarutan suatu zat dapat dilakukan dengan metode :

a. Metode suspensi

Pada metode ini bubuk zat padat ditambahkan pada pelarut tanpa

pengontrolan yang eksak terhadap luas permukaan partikelnya.

Sample diambil pada waktu-waktu tertentu dan jumlah zat yang

larut ditentukan dengan cara yang sesuai.

b. Metode permukaan konstan

Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya,

sehingga variabel perbedaan luas permukaan efektif dapat

Page 5: lap.kec. kelarutan

dihilangkan. Biasanya zat dibuat tablet terlebih dahulu kemudian

sampel ditentukan seperti pada metode suspensi.

Dalam bidang farmasi, penentuan kecepatan pelarutan suatu zat

perlu dilakukan karena kecepatan pelarutan merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi absorpsi obat. Penentuan kecepatan

suatu zat aktif dapat dilakukan pada beberapa tahap pembuatan

sediaan obat yaitu :

1. Tahap pre formulasi

2. Tahap formulasi

3. Tahap produksi

Dalam percobaan penentuan kecepatan pelarutan digunakan alat

Collapse tester alat ini biasanya digunakan untuk penentuan waktu

hancur tablet tetapi dapat juga digunakan untuk penentuan

kecepatan pelarutan.

III. Uraian Bahan

1. Asam Salisilat (FI III, 56)

a. Sinonim : Acidum salicylicum

b

.

Pemerian : Hablur ringan, tidak berwarna atau serbuk

berwarna putih, hampir tidak berbau, rasa agak

manis dan tajam

c. Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air, dan dalam 4 bagian

etanol (95%)P, mudah larut dalam kloroform P,

dan dalam eter P, larut dalam larutan amonium

asetat P, dinatrium hidrogenfosfat P, kalium

sitrat P dan Natrium sitrat P

d

.

Kegunaan : Sebagai sampel

2. Asetosal (FI III, 43)

Page 6: lap.kec. kelarutan

a. Sinonim : Acidum acetylsalicylicum, asam asetilsalisilat

b

.

Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur

putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau,

rasa asam

c. Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam

etanol (95%)P, larut dalam kloroform P, dan

dalam eter P

d

.

Kegunaan : Sebagai sampel

3. Aquadest (FI III, 96)

a. Sinonim : Air suling (FI III, 96)

b

.

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,

tidak mempunyai rasa

c. Kegunaan : Pelarut

4. Natrium hidroksida

a. Sinonim : Natrii hydroxydum

b

.

Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau

keping, kering, keras, rapuh dan menunjukkan

susunan hablur, putih, mudah meleleh basah.

Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerang

karbondioksida

c. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dan dalam etanol

(95%)P

d

.

Kegunaan : Untuk titrasi

5. Fenolftalein

Page 7: lap.kec. kelarutan

Membentuk larutan tidak berwarna dalam suasana asam dan alkali lemah

dan memberikan warna merah dalam larutan alkali kuat. Kegunaannya

yaitu sebagai indikator.

IV. Cara Kerja

A. Alat

Erlenmeyer

Bejana 900 ml

Motor penggerak

Buret

Termometer

Corong

Pipet

Stopwatch

Magnetic stirer

Beaker glass

Hotplate

B. Bahan

Asam salisilat 2 g

Air

Fenolftalein

NaOH 0,05 N

Asetosal 2 g

C. Cara Kerja

a. Pengaruh pengadukan terhadap kecepatan pelarutan zat

1. Diisi bejana dengan 900 ml air

2. Dipasang termostat pada temperatur ruangan

3. Setelah temperatur air dalam bejana telah mencapai suhu yang

ruang, dimasukkan 2 g asam salisilat dan dijalankan motor

penggerak pada kecepatan 20 RPM

Page 8: lap.kec. kelarutan

4. Diambil sebanyak 20 ml dalam bejana setiap selang waktu 1, 5, 10,

20, 25, dan 30 menit setelah pengocokan. Ganti dengan 20 ml air

dalam bejana setiap selesai pengambilan sampel

5. Ditentukan kadar asam salisilat yang larut dalam masing-masing

sampel dengan cara titrasi asam basa dengan menggunakan NaOH

0,05 N dan indikator fenolftalein

6. Dilakukan percobaan yang sama untuk kecepatan pengadukan 30

RPM

7. Dibuat tabel dari hasil yang diperoleh

8. Dibuat grafik antara konsentrasi asam salisilat yang diperoleh

dengan waktu (dalam satu grafik)

b. Pengaruh suhu terhadap kecepatan pelarutan zat

1. Diisi bejana dengan 900 ml air

2. Setelah temperatur air dalam sudah mencapai suhu ruang,

masukkan 2 g asetosal menggunakan alat magnetic stirer pada

kecepatan 20 RPM

3. Diambil sebanyak 20 ml air dalam bejana setiap selang waktu 1, 5,

10, 20, 25, dan 30 menit setelah pengocokan. Ganti dengan 20 ml

air setiap selesai pengambilan sampel dan dicek suhunya

4. Ditentukan kadar asetosal yang larut dalam masing-masing sampel

dengan cara titrasi asam basa dengan menggunakan NaOH 0,05 N

dan indikator fenolftalein.

5. Dibuat tabel dari hasil yang diperoleh

6. Dibuat grafik antara konsentrasi asetosal yang diperoleh dengan

waktu untuk masing-masing temperatur (dalam satu grafik)

V. Data Percobaan

1. Pengaruh pengadukan terhadap kecepatan pelarutan zat

a. Kecepatan (v) = 20 RPM

No Waktu (menit)Volume NaOH

0,05 N (ml)

Konsentrasi Asam

Salisilat (N)

Page 9: lap.kec. kelarutan

1 1 2,3 0,0575

2 5 3 0,075

3 10 5,1 0,1275

4 20 6,7 0,1675

5 25 6,9 0,1725

6 30 19,6 0,49

b. Kecepatan (v) = 20 RPM

No Waktu (menit)Volume NaOH

0,05 N (ml)

Konsentrasi Asam

Salisilat (N)

1 1 5,2 0,13

2 5 6,7 0,1675

3 10 7,1 0,1775

4 20 7,3 0,1825

5 25 7,5 0,1875

6 30 7,8 0,195

2. Pengaruh suhu terhadap kecepatan pelarutan zat

Kecepatan (v) = 300 RPM, suhu (T) = 90°C

NoWaktu

(menit)Suhu (oC)

Volume NaOH

0,05 N (ml)

Konsentrasi

Asetol (N)

1 1 28,5 7 0,175

2 5 33,0 6,8 0,17

3 10 38,5 11,6 0,29

4 20 46 11,5 0,2875

5 25 48 13,3 0,3325

6 30 50 13 0,325

Perhitungan konsentrasi Asam Salisilat

Rumus : N1 x V1 = N2 x V2

Page 10: lap.kec. kelarutan

Ket : V1 = gr As. Salisilat

N1 = Normalitas asam salisilat

V2 = Volume NaOH

N2 = Normalitas NaOH

a. Kecepatan 20 RPM (asam salisilat)

1. N1 x V1 = N2 x V2

N1 = 0,05×2,3

2

= 0,0575 N

2. N1 x V1 = N2 x V2

N1 = 0,05×3

2

= 0,075 N

3. N1 x V1 = N2 x V2

N1 = 0,05×5,1

2

= 0,1275 N

4. N1 x V1 = N2 x V2

N1 = 0,05×6,7

2

= 0,1675 N

5. N1 x V1 = N2 x V2

N1 = 0,05×6,9

2

= 0,1725 N

6. N1 x V1 = N2 x V2

N1 =

0,05×19,62

= 0,49 N

b. Kecepatan 30 RPM (asam salisilat)

1. N1 x V1 = N2 x V2

N1 = 0,05×5,2

2

= 0,13 N

2. N1 x V1 = N2 x V2

N1 = 0,05×6,7

2

= 0,1675 N

3. N1 x V1 = N2 x V2

N1 = 0,05×7,1

2

= 0,1775 N

4. N1 x V1 = N2 x V2

N1 = 0,05×7,3

2

= 0,1825 N

Page 11: lap.kec. kelarutan

5. N1 x V1 = N2 x V2

N1 = 0,05×7,5

2

= 0,1875 N

6. N1 x V1 = N2 x V2

N1 = 0,05×7,8

2

= 0,195 N

Perhitungan Konsentrasi Asetosal

Rumus : N1 x V1 = N2 x V2

Ket : V1 = gr Asetosal

N1 = Normalitas asetosal

V2 = Volume NaOH

N2 = Normalitas NaOH

Konsentrasi Asetosal

1. N1 x V1 = N2 x V2

N1 = 0,05×7

2

= 0,175 N

2. N1 x V1 = N2 x V2

N1 = 0,05×6,8

2

= 0,17 N

3. N1 x V1 = N2 x V2

N1 =

0,05×11,52

= 0,2875 N

4. N1 x V1 = N2 x V2

N1 =

0,05×13,32

= 0,3325 N

5. N1 x V1 = N2 x V2

N1 =

0,05×11,62

= 0,29 N

6. N1 x V1 = N2 x V2

N1 = 0,05×13

2

= 0,325 N

7. Pengaruh Pengadukan terhadap Kecepatan Pelarutan dengan Motor Penggerak

Page 12: lap.kec. kelarutan

1 5 10 20 25 300

0.0500000000000001

0.1

0.15

0.2

0.250000000000001

0.300000000000001

0.350000000000001

0.400000000000001

0.450000000000001

0.500000000000001

0.05750.0750000000000

001

0.12750.16750.1725

0.49

Kecepatan 20 RPM

Kecepatan 20 RPM

1 5 10 20 25 300

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0.14

0.16

0.18

0.2

0.13

0.16750.1775 0.1825 0.1875

0.195

Kecepatan 30 RPM

Kecepatan 30 RPM

8. Pengaruh Suhu terhadap Kecepatan Pelarutan dengan Magnetic Stirer

Page 13: lap.kec. kelarutan

1 5 10 20 25 300

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0.175 0.17

0.29 0.2875

0.3325 0.325

Kecepatan 300 RPM

Kecepatan 300 RPM

VI. Pembahasan

Pada praktikum kali ini, praktikan melakukan percobaan tentang

kecepatan pelarutan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah agar

mahasiswa bisa menentukan kecepatan pelarutan suatu zat, mahasiswa dapat

menggunakan alat-alat untuk penentuan kecepatan pelarutan suatu zat,

mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan

pelarutan suatu zat dan mahasiswa dapat membuat grafik kecepatan pelarutan

suatu zat.

Kecepatan pelarutan adalah ukuran yang menyatakan banyaknya suatu

zat terlarut dalam pelarut tertentu tiap satu satuan waktu. Kecepatan pelarutan

disebut juga kecepatan disolusi. Disolusi secara umum didefinisikan sebagai

proses melarutnya zat padat dalam zat cair.

Page 14: lap.kec. kelarutan

Dalam bidang farmasi, pengetahuan mengenai kecepatan disolusi atau

kelarutan sangat diperlukan untuk membantunya memilih modrum pelarut

yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu mengatasi

kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan

farmasetis (di bidang farmasi), dan lebih jauh lagi, dapat bertindak sebagai

standar atau uji kemurnian. Kelarutan obat dapat dinyatakan dalam beberapa

cara. Menurut US. Pharmacopeia dan National Formulary, definisi kelarutan

obat adalah jumlah ml pelarut dimana akan larut 1 gram zat terlarut. Sediaan

obat yang diberikan secara oral di dalam saluran cerna harus mengalami

proses pelepasan dari sediaannya kemudian zat aktif akan melarut dan

selanjutnya diabsorpsi. Proses pelepasan zat aktif dari sediaannya dan proses

pelarutannya sangat berpengaruh atau dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan

fisika zat tersebut serta formulasinya atau formulasi sediaannya. Salah satu

sifat zat aktif yang penting untuk diperhatikan adalah kelarutan karena pada

umumnya zat baru diabsorpsi setelah terlarut dalam cairan saluran cerna.

Oleh karena itu, salah satu usaha untuk meningkatkan ketersediaan hayati

suatu sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat

antara lain suhu, pH, viskositas, pengadukan, ukuran partikel, polimorfisme,

dan sifat permukaan zat.

Dengan semakin meningginya suhu maka akan memperbesar kelarutan

suatu zat yang bersifat endotermik serta akan memperbesar harga koefisien

zat tersebut. Turunnya viskositas suatu pelarut juga akan memperbesar

kelarutan suatu zat. pH sangat mempengaruhi kelarutan zat-zat yang bersifat

asam maupun basa lemah. Zat yang bersifat basa lemah akan lebih mudah

larut jika berada dalam suasana asam sedangkan asam lemah akan lebih

mudah larut jika berada dalam suasana basa. Makin kecil ukuran partikel

maka luas permukaan sel tersebut akan semakin meningkat sehingga akan

mempercepat kelarutan suatu zat. Polimorfisme dan sifat permukaan zat akan

sangat mempengaruhi kelarutan suatu zat. Adanya polimorfisme seperti

struktur internal zat yang berlainan, akan mempengaruhi kelarutan zat

Page 15: lap.kec. kelarutan

tersebut dimana kristal meta stabil akan lebih mudah larut daripada bentuk

stabilnya. Dengan adanya surfaktan dan sifat permukaan zat yang hidrofob,

akan menyebabkan tegangan permukaan antar partikel menurun sehingga zat

mudah terbasahi dan lebih mudah larut. Pada praktikum kali ini, akan

ditentukan pengaruh pengadukanterhadap kecepatan pelarutan dan pengaruh

suhu terhadap kecepatan pelarutan.

Cara umum, pengadukan akan menyebabkan tebal lapisan difusi semakin

tipis, dimana semakin tipis lapisan difusi maka akan mempercepat kelarutan

suatu zat.

Laju disolusi obat secara invitro dipengaruhi beberapa faktor antara lain

yaitu sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi.

Luas permukaan efektif dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran

partikel. Laju disolusi akan diperperbesar karena kelarutan terjadi pada

permukaan solute. Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju disolusi.

Obat berbentuk garam, pada umumnya lebih mudah larut daripada obat

berbentuk asam maupun basa bebas. Obat dapat membentuk suatu polimorfi

yaitu terdapatnya beberapa kinetika pelarutan yang berbeda meskipun

memiliki struktur kimia yang identik. Obat bentuk kristal secara umum lebih

keras, kaku dan secara termodinamik lebih stabil daripada bentuk amorf,

kondisi ini menyebabkan obat bentuk amorf lebih mudah terdisolusi daripada

bentuk kristal.

Faktor formulasi adalah berbagai macam bahan tambahan yang

digunakan pada sediaan obat dapat mempengaruhi kinetika pelarutan obat

dengan mempengaruhi tegangan muka antara medium tempat obat melarut

dengan bahan obat, ataupun bereaksi secara langsung dengan bahan obat.

Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob seperti magnesium

stearat, dapat menaikkan tegangan antar muka obat dengan medium disolusi.

Beberapa bahan tambahan lain dapat membentuk kompleks dengan bahan

obat misalnya kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang membentuk

kompleks tidak larut dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah obat

Page 16: lap.kec. kelarutan

terdisolusi menjadi lebih sedikit dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat

yang diabsorpsi.

Faktor alat dan kondisi lingkungan yaitu adanya perbedaan alat yang

digunakan dalam uji disolusi akan menyebabkan perbedaan kecepatan

pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi kecepatan

pelarutan obat, semakin cepat pengadukan maka gerakan medium akan

semakin cepat sehingg adpat menaikkan kecepatan pelarutan. Selain itu,

temperatur, viskositas dan komposisi dari medium serta pengambilan sampel

juga dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan obat.

Pada praktikum kali ini, sampel yang dipakai adalah asam salisilat dan

asetosal. Asam salisilat dipakai untuk mengetahui pengaruh pengadukan

terhadap kecepatan pelarutan zat dan asetosal dipakai untuk mengetahui

pengaruh suhu terhadap kecepatan pelarutan zat.

Penetapan kadar asam salisilat dan asetosal dapaat dilakukan dengan

titrasi asam basa dengan menggunakan natrium hidroksida dan indikator

fenolftalein. Pada penetapan kadar asam salisilat, reaksi yang terjadi :

Asam salisilat + NaOH → Natrium salisilat + H2O

dan reaksi yang terjadi pada asetosal yaitu :

Asetosal + NaOH → Natrium asetil salisilat + H2O

Pada praktikum ini, akan ditentukan kecepatan disolusi dari asam salisilat

dan asetosal. Dari rumus strukturnya asam salisilat dan asetosal memiliki

gugus polar dan gugus nonpolar. Gugus polarnya adalah ─OH dan ─COOH

dan gugus nonpolarnya adalah gugus cincin benzen. Dari rumus struktur ini

dapat dilihat bahwa asam salisilat dan asetosal larut dalam sebagian pelarut

polar dan sebagian pada pelarut nonpolar, tapi sukar larut dengan sempurna

pada pelarut polar saja atau pelarut nonpolar saja karena memiliki gugus polar

dan nonpolar sekaligus dalam senyawanya, sehingga otomatis mudah larut

dalam pelarut semipolar seperti alkohol dan eter. Hal ini sesuai dengan

literatur yang menyebutksn bshwa asam salisilat sukar larut dalam air dan

asetosal agak sukar larut dalam air yang merupakan pelarut polar.

Page 17: lap.kec. kelarutan

Pada pengaruh pwngadukan terhadap kecepatan pelarutan yang

menggunakan sampel asam salisilat, digunakan dua kecepatan yaitu 20 RPM

dam 30 RPM dengan 6 kali pengambilan sampel yaitu setisp selang waktu 1,

5, 10, 20, 25 dan 30 menit. Setelah dibandingakan berdasarkan hasil

perhitungan didapatkan hasil bahwa dengan kecepatan pengadukan 30 RPM

lebih banyak asam salisilat yang terlarut daripada kecepatan pengadukan 20

RPM. Hal ini sesuai dengan literatur yang membuktikan bahwa semakin

cepat pengadukan maka gerakan medium akan semakin cepat sehingga dapat

menaikkan kecepatan pelarutan dan bila pengadukannya cepat maka tebal

lapisan difusi berkurang sehingga menaikkan kecepatan pelarutan.

Pada pengaruh suhu terhadap kecepatan pelarutan yang menggunakan

sampel asetosal, digunakan kecepatan 300 RPM dan suhu 90o pada hotplate

dengan 6 kali pengambilan sampel yaitu setiap selang waktu 1, 5, 10, 20, 25

dan 30 menit. Setelah dibandingakan berdasarkan hasil yang tidak sesuai

dengan literatur. Seharusnya apabila temperatur semakin naik maka akan

semakin besar kelarutan atau kecepatan pelarutan. Hasil yang didapat tidak

sesuai dengan literatur, hal ini terjadi mungkin dikarenakan :

1. Kurangnya ketelitian dalam melakukan percobaan sehingga data yang

didapatkan tidak sesuai dengan data yang sebenarnya.

2. Sulitnya menjaga kestabilan temperatu atau suhu yang mungkin

terpengaruh oleh suhu luar atau sekitarnya.

3. Kesalahan dalam titrasi

VII. Kesimpulan

Setelah melakukan percobaan dapat disimpulkan bahwa :

1. Kecepatan pelarutan adalah ukuran yang menyatakan banyaknya suatu zat

terlarut dalam pelarut tertentu setiap satu satuan waktu.

2. Semakin cepat pengadukan maka akan semakin cepat pula kecepatan

pelarutannya begitupula sebaliknya semakin lambat pengadukan maka

akan semakin lambat pula kecepatan pelarutannya.

Page 18: lap.kec. kelarutan

3. Semakin tinggi suhu maka akan semakin cepat kecepatan pelarutannya

sebaliknya semakin rendah suhu maka akan semakin lambat pula

kecepatan pelarutannya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI : Jakarta.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI : Jakarta.

Ansel, H. C. 1989. Pengantar bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Universitas Indonesia Press. London.

Astuti. 2007. Kecepatan Pelarutan. http//kecepatan disolusi.html. Diakses tanggal 8 Januari 2011.

Voight,R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V. UGM Press. Yogyakarta.