kelarutan iii

25
A. TUJUAN Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat, dan dapat menentukan misel kritik surfaktan dengan metode kelarutan. B. Prinsip Percobaan Penentuan kelarutan dari zat padat yaitu asetosal dengan penambahan surfaktan dengan cara melarutkan, menyaring, mengeringkan dan menimbang residu zat yang tidak larut. C. DASAR TEORI Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solut yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah solven. Pada suatu temperatur tertentu suatu larutan jenuh yang bercampur dengan solut yang tidak terlarut merupakan contoh lain dari keadaan kesetimbangan dinamik (Moechtar, 1989). 1

Upload: irmaretna

Post on 02-Oct-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan kelarutan farmasi fisika

TRANSCRIPT

A. TUJUANSetelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat, dan dapat menentukan misel kritik surfaktan dengan metode kelarutan.B. Prinsip PercobaanPenentuan kelarutan dari zat padat yaitu asetosal dengan penambahan surfaktan dengan cara melarutkan, menyaring, mengeringkan dan menimbang residu zat yang tidak larut.C. DASAR TEORIKelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solut yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah solven. Pada suatu temperatur tertentu suatu larutan jenuh yang bercampur dengan solut yang tidak terlarut merupakan contoh lain dari keadaan kesetimbangan dinamik (Moechtar, 1989).Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 mL air. Kelarutan juga dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen (1).Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan.Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebutmiscible. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil (5).Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah :1. PhSuatu zat asam lemah atau basa lemah akan sukar terlarut, karena tidak mudah terionisasi. Semakin kecil pKa-nya maka suatu zat semakin sukar larut, sedangkan semakin besar pKa maka suatu zat akan akan mudah larut(Lund, 1994). Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah zat organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam organik lemah seperti barbiturat dan sulfonainida dalam air akan bertambah dengan naiknya pH karena terbentuknya garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkaloida dan anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang sudah larut dalam air. Hubungan antara pH dengan kelarutan asam basa lemah digambarkan oleh :Untuk asam lemah : Untuk basa lemah : Ket :pHp = harga terendah atau tertinggi dimana zat yang terbentuk asam atau basa lemah masih dapat larut. Di bawah/di atas pH tersebut zat akan mengendap sebagai asam atau basa lemah yang tidak terionisasi.S = konsentrasi molar zat dalam gram yang ditambahkan. = kelarutan molar fraksi asam atau basa yang tidak terionisasi.2. TemperaturKenaikan temperatur akan meningkatkan kelarutan zat yang proses melarutnya melalui penyerapan panas/kalor (reaksi endotermik) dan akan menurunkan kelarutan zat yang proses melarutnya dengan pengeluaran panas/kalor (reaksi eksotermik)(Lund, 1994).Kelarutan zat padat dalam larutan larutan ideal tergantung pada temperatr. Titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Pengaruh temperature terhadap kelarutan zat dalam larutanideal diberikan oleh persamaan Vant Hoff berikut :

Dimana : = Kelarutan zat ideal dalam fraksi molT = Temperature absolut larutan = Titik leleh zat dalam temperatur absolut = Panas pelarutan molarTanda I menyatakan larutan ieal, sedangkan tanda 2 menyatakan zat terlarut. Pada temperature di atas titik leleh zat akan berada dalam keadan cair sehingga dapat bercampur dengan pelarut dalam setiap perbandingan. Oleh karena itu persamaan tersebut tidak berlaku apabila T lebih besar dari TO.3. Jenis PelarutSubstansi polar cenderung lebih miscible atau soluble dengan substansi polar lainnya. Substansi nonpolar cenderung untuk miscible dengan substansinonpolar lainnya, dan tidak miscible dengan substansi polar lainnyaSifat pelarut(Sukardjo, 1977)4. Bentuk dan Ukuran Partilel ZatKelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat, sesuai dengan persamaan berikut :

Dimana :S = Kelarutan partikel halus = Kelarutan zat padat yang ukuran partikelnya lebih besar = Tegangan permukaan partikel zat padat yang dalam hal ini sangat sukar ditentukan = Volume partikel dalam per mol = Jari-jari = Konstanta gas ( 8,314 x = Temperature absolutKonfigurasi molekul dan bentuk susunan Kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris.5. Konstanta Dielektrik PelarutTelah diketahui bahwa kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat polar, sdangkan zat-zat non polar sukar larut didalamnya. Begitu pula sebaliknya.Besarnya tetapan dielektrik ini menurut Moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain. Tetapan dielektrik suaru campuran merupakan hasil penjumlahan dan tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dinaikan dengan % volume komponen masing-masing pelarut.Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan dengan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk campuran dapat menaikan kelarutan suatu zat disebut co-solvent. Etanol, gliserin, dan profilengikol adalah co-solvent yang umum digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan eliksir.6. Pengaruh Penambahan Zat-Zat LainSurfaktan adalah zat yang sering digunakan untuk menaikan kelarutan zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian polar dan non polar. Apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang rendah akan berkumpul pada permukaan dan dengan mengorientasikan bagian polar ke arah air dan bagian non polar ke arah udara, membentuk suatu lapisan monomolekuler. Bila permukaan cairan telah jenuh dengan molekul-molekul surfaktan, maka molekul-molekul yang berada di dalam cairan akan membentuk suatu agregat yang dikenal sebagai misel. Konsentrsi pada saat misel mulai terbnetuk disebut konsentrasi misel kritik (KMK).Sifat yang penting dari misel ini adalah kemampuannya untuk menaikan kelarutan zat-zat yang biasanya sukar larut didalam air. Proses ini dikenal sebagai solubilisasi miselar. Solubilisasi terjadi karena molekul zat yang sukar larut berasosiasi dengan misel membentuk suatu larutan jernih dan stabil secara termodinamika. Lokasi molekul zat terlarut dalam misel tergantung pada polaritas zat tersebut. Molekul-molekul semi polar akan masuk kearah polisade dan membentuk suatu misel campuran. Selain penambahan surfaktan dapat juga ditambahkan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikan kelarutan suatu zat misalnya penambahan uretan dalam pembuatan injeksi kinin.Uraian bahan :a. AsetosalNama resmi: ACIDUM ACETYLSALICYLICUMMana zat aktif: Asam asetil salisilatNama lain: Asetosal, aspirinRumus molekul: C9H8O4Bobot molekul: 180,16Pemerian: Serbuk hablur tidak berwarna atau putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, tidak berbau atau hampir tidak berbau, rasa asam.Kelarutan: Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol (95%) P, kloroform dan eter agak sukar larut dalam eter mutlak. Data kelarutan: Larut pada 1 dalam 300 bagian air, 1 dalam 7 bagian etanol, 1 dalam 17 bagian kloroform, dan 1 dalam 20 bagian eter.Titik lebur: 1430 CKonstanta disosiasi: pKa =3,5 (pada T = 250C) Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapatStabilitas: Stabil di udara kering dalam udara lembab secara bertahap terhidrolisis menjadi asam salisilat dan asam asetat.b. Tween 80Pemerian: Cairan seperti minyak, jernih berwarna kuning muda, bau khas lemak rasa pahit dan hangat.Kelarutan: Sangat mudah larut dalm air, etanol dan tidak larut dalam minyak mineral.pH: 6-8 untuk 5% zat m/v dalam larutan berair.Stabilitas: Stabil bila dicampurkan dengan elektrolit, penambahan asam kuat atau basa kuat.Konsentrasi: Emulgator M/A : 1 15 % Emulgator A/W :1 10 %

c. Air suling Nama resmi: Aqua destilataNama lain: Air sulingRM / BM: H2O / 18,02Pemerian: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa. Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapatKegunaan: Sebagai pelarutD. Alat dan Bahan1. Alat15

a. Timbanganb. Gelas ukurc. Batang pengadukd. Coronge. Erlenmayerf. Oveng. Cawan porselinh. Kertas saringi. Penjepit kayuj. Pipe2. Bahana. Asetosal serbukanb. Tween 80c. AquadesE. Prosedur Kerja1. Siapkan alat dan bahan2. Asetosal ditimbang sebanyak 1 gram sebanyak 9 kali.

3. Tween 80 ditimbang sebanyak 5, 25, 50, 250, 500, 1000, 2500, 5000 mg

4. Tween 80 berbagai konsentrasi di masukan dalam 9 tabung erlenmayer.+Aquades 50 ml+Asetosal 1 gr+Tween 80 50 mg+Aquades 50 ml+Asetosal 1 gr+Tween 80 25 mg+Aquades 50 ml+Asetosal 1 gr+Tween 80 5 mg+Aquades 50 ml+Asetosal 1 gr

+Aquades 50 ml+Asetosal 1 gr+Tween 80 1000 mg+Aquades 50 ml+Asetosal 1 gr+Tween 80 500 mg+Aquades 50 ml+Asetosal 1 gr+Tween 80 250 mg

+Aquades 50 ml+Asetosal 1 gr+Tween 80 2500 mg+Aquades 50 ml+Asetosal 1 gr+Tween 80 5000 mg

5. Semua larutan dikocok secara manual selama 1 jam.

6. Semua larutan disaring dengan kertas saring. 7. Lipat dan letakkan pada cawan porselin.

8. Oven pada suhu 105 C selama 30 menit.

9. Setelah kering lalu ditimbang. Hitung kelarutan Asetosal !

F. Data Hasil PengamatanNoKonsentrasi Tween 80Gram terendapkanKelarutan Asetosal

1.00,568,8

2.0,10,5010

3.0,50,4810,4

4.10,588,4

5.50,4311,4

6.100,4012

7.200,539,4

8.500,3014

9.1000,0918,2

Perhitungan a. Gram TerlarutX = Berat sampel yang ditimbang berat sampel setelah di oven

X0 = 1000 560 = 440 mgX0,1 = 1000 500 = 500 mgX0,5 = 1000 480 = 520 mgX1 = 1000 580 = 420 mgX5 = 1000 430 = 570 mgX10 = 1000 400 = 600 mgX20 = 1000 530 = 470 mgX50 = 1000 300 = 700 mgX100 = 1000 90 = 910 mg

b. Kelarutan ZatKelarutan :

G. PembahasanPercobaan ini akan melihat pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat. Kelarutan zat yang dimaksud dalam percobaan ini adalah asetosal pada pelarut air dengan menambahkan surfaktan yakni tween 80 masing-masing konsentrasi 0 : 0,1 : 0,5 : 1 : 5 : 10 : 20 : 50 : 100. Pencampuran antara air dan tween 80 dilakukan pada gelas kimia yang masing-masing telah diberi label kemudian dilarutkan asetosal sebanyak 1 gram kemudian dikocok dengan tangan selama 1 jam, jika ada endapan yang larut selama pengocokan asetosal ditambahkan kembali sampai didapat larutan yang jenuh. Larutan yang telah jenuh disaring menggunakan ketas saring kemudian kertas saring dilipat dan di oven dalam suhu 1050 selama 30 menit, sedangkan filtrate dibuang.Berdasarkan hasil praktikum didapat kelarutan asetosal dalam masing-masing konsentrasi surfaktan yakni tween sebagai berikut : 8,8 mg/ml ; 10 mg/ml ; 10,4 mg/ml ; 8,4 mg/ml ; 11,4 mg/ml ; 12 mg/ml ; 9,4 mg/ml ; 14 mg/ml dan 18,2 mg/ml. Asetosal sendiri adalah senyawa obat yang sukar larut dalam air dan mudah larut dalam etanol (95%) P. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa penambahan surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan asetosal dalam air, namun kenaikan kelarutan asetosal dalam air tidak signifikan pada konsentrasi-konsentrasi surfaktan pertama, ini menunjukan bahwa konsentrasi surfaktan dalam larutan belum jenuh hingga belum terbentuk agregat dengan asetosal. Berdasarkan literature bahwa surfaktan akan meningkatkan kelarutan suatu zat yang sukar larut dalam air secara efektif bila telah mencapai konsentrasi jenuhnya dalam larutan. Pada konsentrasi kecil surfaktan akan berkumpul pada permukaan larutan dengan mengorientasikan bagian polar kedalam air dan bagian nonpolar ke udara, barulah pada saat konsentrasi surfaktan jenuh molekul-molekul yang terdapat dalam cairan akan membentuk agregat (misel). Baru pada saat penambahan konsentrasi 100mg/ml terjadi peningkatan kelarutan asetosal yang sangat derastis yakni dari 14 menuju 18,2 mg/ml. Ini menunjukan bahwa konsentrasi surfaktan dalam larutan telah jenuh dan membentuk misel sehingga kelarutan zat dalam larutan dapat meningkat secara signifikan. Konsentrasi pada saat mencapai KMK inilah yang dicari pada saat kita melakukan formulasi suspensi untuk menentukan konsentrasi surfaktan yang efektif untuk melarutkan senyawa obat yang sukar larut dalam air.Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan, setelah mencapai konsentrsi tertentu tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micele Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai, setelah CMC tercapai tegangan permukaan akan konstan yang menunjukan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam kesetimbangan dinamis dengan monomernya. Data pengamatan hasil praktikum menunjukan kelarutan asetosal tidak sebanding dengan kenaikan konsentrasi surfaktan, namun menurut literature dikatakan behwa kelarutan zat akan bertambah seiring dengan penambahan surfaktan sampai mencapai CMC. Hal ini dimungkinkan karena :1. mengocok dengan menggunakan cara manual dimana cara pengocokan dan tenaga yang digunakan tiap praktikan berbeda-beda.2. saat memasukan asetosal kedalam erlenmayer ada yang tumpah tidak masuk kedalam erlenmayer.3. Saat pengocokan ada asetosal yang menempel pada dinding erlenmayer sehingga tidak larut.4. Adanya zat yang tidak ikut tertimbang dalam kertas saring.5. Adanya tween 80 yang tertinggal dalam cawan porselin pada saat pemindahan ke erlenmayer.

H. SimpulanBerdasarkan hasil percobaan yang diperoleah maka dapat disimpulkan bahwa:1. Kelarutan asetosal dalam air meningkat akibat penambahan surfaktan.2. Misel kritik untuk Tween 80 adalah pada konsentrasi 100 mg/50 ml.

I. Daftar PustakaDitjen POM., (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.Martin A., Swarbrick J., & Cammarata A., 2009, Farmasi Fisik, UI PRESS. Jakarta