tesis implementasi model supervisi klinis dalam...

160
i TESIS IMPLEMENTASI MODEL SUPERVISI KLINIS DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PAI (Studi Kasus Atas Pelaksanaan Kepengawasan di Kabupaten Gunungkidul DIY) oleh SUJIYATI, S.Ag. NIM : M214021 Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan Islam PROGRAM BEASISWA KUALIFIKASI S2 GURU PAI/ PENGAWAS PAI PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA TAHUN 2016

Upload: dangnga

Post on 09-Jun-2019

227 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

i

TESIS

IMPLEMENTASI MODEL SUPERVISI KLINIS

DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PAI

(Studi Kasus Atas Pelaksanaan Kepengawasan di Kabupaten Gunungkidul DIY)

oleh

SUJIYATI, S.Ag.

NIM : M214021

Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan

untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan Islam

PROGRAM BEASISWA KUALIFIKASI S2 GURU PAI/ PENGAWAS PAI

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

TAHUN 2016

ii

iii

iv

v

vi

ABSTRAK

Sujiyati, 2016. Implementasi Model Supervisi Klinis dalam Meningkatkan Kompetensi

Pedagogik dan Kompetensi Profesional Guru PAI, Studi kasus atas pelaksanaan

Kepengawasan di Kabupaten Gunungkidul DIY. Tesis. Konsentrasi Supervisi

Pendidikan Islam Program Studi Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Salatiga.

Kata Kunci: Supervisi Klinis, Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan

implementasi model supervisi klinis dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan

kompetensi Profesional guru PAI, untuk mengetahui hambatan yang mempengaruhi dan

solusinya dalam implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi

pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI, untuk mengetahui sejauh mana

implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan

kompetensi profesional guru PAI.

Penelitian ini mengambil lokasi di Kantor Kementrian Agama Kabupaten

Gunungkidul terletak di Jl.Brigjen.Katamso,No 13, Wonosari, Gunungkidul Yogyakarta

Kode Pos,55813. Di SMPN 1 Karangmojo dan SMPN 3 Karangmojo Gunungkidul.

Untuk memperjelas isi tesis ini peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:(1)

Bagaimanakah pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam meningkatkan

kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI ? (2) Bagaimanakah

hambatan dan solusinya dalam implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan

kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI? (3) Sejauh mana

implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan

kompetensi profesional guru PAI?

Untuk menjawab permasalahan tersebut menggunakan jenis penelitian

kualitatif, dengan pendekatan fenomenologis dan deskreptif naturalistik, teknik

pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedang teknik

analisa data dengan teknik Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Pelaksanaan implementasi model

supervisi klinis sudah cukup baik, terbukti tindakan riil yang dilakukan pengawas secara

sistematis dan terprogram, sudah melaksanakan siklus pendahuluan, observasi dan siklus

balikan dengan baik; 2) hambatan yang dihadapi antara lain jumlah pengawas tidak

seimbang dengan jumlah guru dan sekolah, asumsi guru, letak geografis, sarana

prasarana, waktu, biaya, dan kebijakan pemerintah. Upaya tindak lanjut yang dilakukan

pengawas dengan membangun pola hubungan kolega, menciptakan sistim kolaborasi

dengan kepala sekolah dan guru, memperbaiki asumsi guru, penyusunan jadwal secara

sistimatis, memanfaatkan sarana prasarana dengan baik (3) implementasi model

supervisi klinis benar-benar dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi

Profesional guru PAI, terlihat dari beberapa fakta perubahan pada guru semakin kreatif

menyusun perencanaan dan pelaksanaan serta laporan mengajar berbasis ICT.

vii

ABSTRACT

Sujiyati, 2016. Implementasi Model Supervisi Klinis dalam Meningkatkan Kompetensi

Pedagogik dan Kompetensi Profesional Guru PAI, Studi kasus atas

pelaksanaan Kepengawasan di Kabupaten Gunungkidul DIY. Tesis.

Konsentrasi Supervisi Pendidikan Islam Program Studi Pendidikan Agama

Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Kata Kunci: Supervisi Klinis, Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan

implementasi model supervisi klinis dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan

kompetensi Profesional guru PAI, untuk mengetahui hambatan yang mempengaruhi dan

solusinya dalam implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi

pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI, untuk mengetahui sejauh mana

implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan

kompetensi profesional guru PAI.

Penelitian ini mengambil lokasi di Kantor Kementrian Agama Kabupaten

Gunungkidul terletak di Jl.Brigjen.Katamso,No 13, Wonosari, Gunungkidul Yogyakarta

Kode Pos,55813. Di SMPN 1 Karangmojo dan SMPN 3 Karangmojo Gunungkidul.

Untuk memperjelas isi tesis ini peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:(1)

Bagaimanakah pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam meningkatkan

kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI ? (2) Bagaimanakah

hambatan dan solusinya dalam implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan

kompetensi pedagogik dan kompetensi Profesional guru PAI? (3) Sejauh mana

implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan

kompetensi profesional guru PAI?

Untuk menjawab permasalahan tersebut menggunakan jenis penelitian

kualitatif, dengan pendekatan fenomenologis dan deskreptif naturalistik, teknik

pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedang teknik

analisa data dengan teknik Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Pelaksanaan implementasi model

supervisi klinis sudah cukup baik, terbukti tindakan riil yang dilakukan pengawas secara

sistimatis dan terprogram, sudah melaksanakan siklus pendahuluan, observasi dan

siklus balikan dengan baik; 2) hambatan yang dihadapi antara lain jumlah pengawas

tidak seimbang dengan jumlah guru dan sekolah, asumsi guru, letak geografis, sarana

prasarana, waktu, biaya, dan kebijakan pemerintah. Upaya tindak lanjut yang dilakukan

pengawas dengan membangun pola hubungan kolega, menciptakan sistim kolaborasi

dengan kepala sekolah dan guru, memperbaiki asumsi guru, penyusunan jadwal secara

sistimatis, memanfaatkan sarana prasarana dengan baik (3) implementasi model

supervisi klinis benar-benar dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi

Profesional guru PAI, terlihat dari beberapa fakta perubahan pada guru semakin kreatif

menyusun perencanaan dan pelaksanaan serta laporan mengajar berbasis ICT.

viii

MOTTO

� ��� �� ���� هللا �� �� ج �� ط� ا��

“Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di jalan Allah”

(HR.Turmudzi)

ix

PRAKATA

�ا��� ����� �� ��ه, ا���� � ا��ي أ��ل �آ�� ����� و��� � �! "# $ أ#� ���. وا�)�ة وا�&�م �

Alhamdulillah rasa syukur kita panjatkan kehadirat Allâh Subhânahu Wata'âla, yang

telah melimpahkan rahmat taufik dan hidayah sehingga pada kesempatan ini penulis dapat

menyelesaikan tugas penyusunan tesis ini. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan

kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun manusia dari zaman kegelapan menuju

zaman yang terang benderang.

Tesis ini ditulis untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar

Magister Pendidikan Islam Program Beasiswa Supervisi Pendidikan Islam pada Program Pasca

Sarjana IAIN Salatiga. Penulis menyadari bahwa penyusunan Tesis ini tentu masih jauh dari

kesempurnaan dan tidak akan terwujud tanpa bantuan, bimbingan, arahan, serta dorongan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, pada kesempatan ini perkenankanlah

penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Dr. H. Amin Haedari, M.Pd. selaku Direktur PAI Direktorat Jenderal Pendidikan Islam

Kementrian Agama RI, beserta jajaranya yang telah memberikan bantuan beasiswa S2 supervisi

PAI.

2. Bapak Dr. H. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag. selaku Direktur Program Pascasarjana IAIN Salatiga

yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian, sekaligus sebagai Dosen

Pembimbing I yang dengan tulus memberikan bimbingan, dorongan, pengarahan dan pencerahan

kepada penulis.

3. Bapak Dr. H. Rahmad Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga beserta staf, Bapak/Ibu Dosen

dan karyawan, yang telah membantu kelancaran selama belajar di kampus Pascasarjana IAIN

Salatiga.

4. Bapak Prof. Dr. H. Muh.Zuhri, MA., Dr.Winarno, M.Pd., Dr.Imam Sutomo, M.Ag.selaku Dosen

penguji tesis yang telah memberikan pencerahan.

5. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Gunungkidul beserta jajarannya yang

telah memberikan ijin, rekomendasi, dan memberikan kesempatan untuk belajar.

x

6. Ibu Hj.Badingah, S.Sos. selaku Bupati Gunungkidul beserta jajarannya yang telah memberikan surat

tugas belajar dan kesempatan belajar.

7. Kepala BKD Kabupaten Gunungkidul beserta jajarannya yang telah memberikan ijin sekaligus

surat tugas belajar.

8. Bapak Drs. H. Bardan, M.Pd. selaku kasi Pakis Kanwil Kementrian Agama DIY, dan Bapak H.

Supriyanto, S.Ag. M.Si. selaku Kasi Pais Kementrian Agama Kabupaten Gunungkidul yang telah

memberikan kesempatan untuk belajar melalui program beasiswa.

9. Bapak H. Sumitro, S.Ag. MA. dan bapak Drs.Rubino,MA. selaku pengawas pembimbing di

Kabupaten Gunungkidul.

10. Bapak/Ibu Pengawas baik Dinas Pendidikan maupun Pengawas Kementrian Agama Kabupaten

Gunungkidul yang telah meluangkan waktu untuk memberikan informasi, dokumen data

pelaksanaan supervisi dan memberikan banyak masukan kepada penulis dalam pengumpulan data

penelitian.

11. Bapak/Ibu Kepala Sekolah dan Guru PAI se Kabupaten Gunungkidul yang telah membantu

kelancaran selama penelitian dan selama belajar.

12. Keluarga besar Bapak Muhammad Nur ‘Adhiman suami tercinta, ananda Istiqomah Nur Achsani

dan Imroatul Azizah Alhabibah Nur Achsani putri tercinta, yang telah memberikan dukungan baik

moral maupun material.

13. Serta rekan-rekan Mahasiswa Pascasarjana seperjuangan yang telah memberikan bantuan yang tidak

bisa penulis sebutkan satu persatu.

Semoga semua amal kebaikan yang telah diberikan kepada penulis akan mendapatkan

balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Jazâkumullâhu khaira atas dukungan berupa

motivasi dan do'anya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengatahuan,

khususnya bagi para pengawas dan calon pengawas PAI untuk mengkaji lebih dalam mengenai

masalah yang berhubungan dengan peranan supervisi klinis dalam rangka meningkatkan

kompetensi guru.

Salatiga, 1 Juni 2016

Penulis

Sujiyati, S.Ag

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL…..…………………………………………………........ i

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………..... ii

HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………… iii

ABSTRAK……………………………………………………………………..... iv

ABSTRACT…………………………………………………………………….. v

MOTTO…………………………………………………………………………. vi

PRAKATA…………...………………………………………………………….. vii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. ix

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………. xi

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….. xii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………… ..................... 1

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………......……. 1

B. Rumusan Masalah………………………………………………………….. 5

C. Signifikansi penulisan……………………………………………….….… 6

1. Tujuan Penulisan………………………………………….………..…. 6

2. Manfaat Penulisan……………………………………………….….… 6

D. Kajian Pustaka………………………………………………………….…. 8

E. Metodologi penelitian…………………………………………………..…. 13

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian…………………………………….. 13

2. Kehadiran Peneliti……………………………………………………. 14

3. Lokasi penelitian……………………………………………………… 15

4. Data dan Sumber Data……………………………………………….. 15

5. Teknik Pengumpulan data……………………………………………. 16

6. Uji Validitas Data/ Pengecekan keabsahan data……………………… 21

7. Analisis……………………………………………………………… 23

F. Sistematika Penulisan…………………………………………………..….. 26

BAB II KAJIAN TEORI………………………………………………………………… 28

A. Supervisi Klinis…………………………………………………………….. 29

1. Definisi Supervisi Klinis………………………………………………. 29

xii

2. Siklus Dalam Pelaksanaan Supervisi Klinis…………………………… 31

3. Karakteristik Supervisi Klinis…………………………………………. 42

4. Tujuan Supervisi Klinis………………………………………………... 47

5. Fungsi Supervisi Klinis………………………………………………… 50

6. Prinsip Supervisi Klinis………………………………………………... 50

B. Kompetensi Pedagogik…………………………………………………….. 53

C. Kompetensi Profesional……………………………………………………. 56

BAB III DATA HASIL PENELITIAN……………………………………………….. 59

A. Profil Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul…………………….... 59

B. Pelaksanaan Implementasi Model Supervisi Klinis………………………… 60

1. Dasar Pelaksanaan……………………………………………………… 60

2. Visi Misi Pokjawas PAI dan Madrasah Kabupaten Gunungkidul…….. 60

3. Langkah-Langkah Pelaksanaan Implementasi Model Supervisi Klinis.. 61

4. Format Instrumen Pelaksanaan Supervisi Klinis………………………. 80

C. Hambatan dan Solusinya…………………………………………………… 88

D. Tindak Lanjut Kegiatan Kepengawasan…………………………………… 102

BAB IV PENINGKATAN KOMPETENSI GURU PAI…………………………….. 113

A. Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru PAI……………………………. 113

1. Mengenal karakteristik peserta didik………………………………….. 115

2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran…………...... 117

3. Pengembangan kurikulum…………………………………………….. 119

4. Kegiatan pembelajaran yang mendidik………………………………... 120

5. Memahami dan mengembangkan potensi peserta didik……………..... 122

6. Komunikasi dengan peserta didik……………………………………... 123

7. Penilaian dan Evaluasi…………………………………………………. 135

B. Peningkatan Kompetensi Profesional Guru PAI…………………………… 127

1. Penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuwan……… 129

2. Mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif……………… 131

BAB V PENUTUP………………………………………………………………………. 139

A. Kesimpulan…………………………………………………………………. 139

B. Saran………………………………………………………………………... 141

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

BIODATA PENULIS

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1. Susunan Organisasi Kemenag Gunungkidul................................ 59

Gambar 3.2. Susunan Pengurus Pokjawas Kemenag Gunungkidul………... 110

Gambar 3.3. Pembagian Tugas Wilayah Kepengawasan…………………….. 111

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Pedoman Wawancara…………………………………………..... 146

Lampiran 2. Data Hasil Wawancara…………………………………………... 115

Lampiran 3. Data Hasil Observasi…………………………………………….... 172

Lampiran 4. Data Dokumen Pengawas.……………………………………...... 179

Lampiran 5. Jurnal Pelaksanaan Supervisi Klinis…………………………… 185

Lampiran 6. Instrumen Pelaksanaan Supervisi………………………………. 192

Lampiran 7. Surat Permohonan Ijin Penelitian……………………………… 114

Lampiran 8. Surat Rekomendasi Penelitian………………………………….. 118

Lampiran 9. Foto Pelaksanaan Siklus Supervisi Klinis………………………. 119

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan amanat Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan

Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor: 01/III/PB/2011 dan Nomor: 6

Tahun 2011 Tanggal: 24 Maret 2011, BAB II tentang kedudukan, tugas pokok,

rumpun jabatan, beban kerja, dan bidang pengawasan pasal 5 menjelaskan

bahwa:

“(1) Beban kerja Pengawas Sekolah adalah 37,5 (tiga puluh tujuh setengah) jam

perminggu di dalamnya termasuk pelaksanaan pembinaan, pemantauan,

penilaian, dan pembimbingan di sekolah binaan. (2) Sasaran pengawasan bagi

setiap Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai

berikut: a. untuk taman kanak-kanak/raudathul athfal dan sekolah

dasar/madrasah ibtidaiyah paling sedikit 10 satuan pendidikan dan/atau 60

(enam puluh) Guru; b. untuk sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah

dan sekolah menengah atas/madrasah aliyah/sekolah menengah

kejuruan/madrasah aliyah kejuruan paling sedikit 7 satuan pendidikan dan/atau

40 (empat puluh) Guru mata pelajaran/kelompok mata pelajaran; c. untuk

sekolah luar biasa paling sedikit 5 satuan pendidikan dan/atau 40 (empat puluh)

Guru; dan d. untuk pengawas bimbingan dan konseling paling sedikit 40 (empat

puluh) Guru bimbingan dan konseling.”1

Rekapitulasi pengawas Pendidikan Agama Islam di Kabupaten

Gunungkidul tahun ajaran 2015/2016 menunjukkan bahwa jumlah pengawas

Pendidikan Agama Islam semua jenjang sebanyak 15 orang, jumlah sekolah

1Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara

Nomor : 01/III/PB/2011 dan Nomor : 6 Tahun 2011 Tanggal : 24 Maret 2011, BAB II tentang

kedudukan, tugas pokok, rumpun jabatan, beban kerja, dan bidang pengawasan Pasal 5, 2011, 5.

2

1135, jumlah Guru Pendidikan Agama Islam 1258 orang yang tersebar di 18

kecamatan, walaupun jumlah Pengawas PAI tidak seimbang dengan jumlah

sekolah dan guru PAI, namun dapat diupayakan supervisi klinis dapat

terlaksana, dengan menciptakan pola hubungan colega antara pengawas,

kepala sekolah dan guru senior, melalui pendidikan dan pelatihan, seminar,

diskusi maupun lokakarya tentang supervisi klinis.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12

Tahun 2007, Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah, pada kompetensi

akademik menyebutkan tugas pengawas adalah “membimbing guru dalam

melaksanakan kegiatan pembelajaran/bimbingan (di kelas, laboratorium, dan

atau di lapangan) untuk tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang

relevan di sekolah menengah yang sejenis.”2

Fenomena menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan dan

kenyataan dalam pelaksanaan supervisi, kurang konsisten antara pandangan

normatif teori supervisi secara ilmiah dengan pandangan deskriptif kenyataan

yang terjadi di sekolah, yang menimbulkan kegelisahan peneliti, permasalahan

lain supervisi masih cenderung mengarah pada inspeksi, disebabkan adanya

kendala secara struktur sebutan supervisi adalah pengawas bukan supervisor,

menyebabkan paradigma pemikiran mengarah ke inspeksi. Kendala lainnya

ruang lingkup dari pekerjaan pengawas lebih menekankan pada aspek

2 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.12 tahun 2007, tentang

Standar Pengawas Sekolah / Madrasah.

3

administratif, latar budaya kultural menjadikan guru dan pengawas tidak terbuka

dalam proses supervisi, pengawas sebaiknya mengkombinasikan tanggung

jawab perbaikan pengajaran dilihat dari aspek profesional dan tanggung jawab

administrasi guru karena bantuan pengajaran merupakan pembinaan profesional,

sedangkan pendekatan administrasi merupakan bagian dari birokrasi saja.

Guru selaku obyek supervisi, disibukkan dengan tuntutan administratif,

sementara tugas utamanya sebagai pendidik sekaligus “transfer of knowledge”

pada siswa mendapatkan porsi yang kecil. Akhirnya guru menganggap bahwa

supervisi sama dengan evaluasi dan inspeksi yang selalu mencari kesalahan saja,

supervisi berangkat dari kepentingan pengawas, dan bukan kepentingan guru,

sehingga hubungan antara supervisor dan guru terkesan antara atasan dan

bawahan, secara psikologis guru merasa tertekan, tidak memiliki kesempatan

untuk menunjukkan keunggulan dan kehebatannya.

Berdasarkan latar belakang tersebut strategi yang dapat dilakukan

melalui model supervisi klinis, karena supervisi klinis merupakan bagian dari

supervisi pengajaran, prosedur pelaksanaannya supervisi klinis ditekankan untuk

mencari sebab akibat atas kelemahan yang terjadi didalam proses belajar

mengajar, cara memberikan obatnya dilakukan setelah supervisor mengadakan

observasi secara langsung terhadap perilaku mengajar guru di kelas, kemudian

diskusi balikan secara terbuka segera setelah guru selesai mengajar dengan

4

harapan agar kelemahan yang dilakukan guru selama mengajar dapat segera

diketahui dan bagaimana usaha untuk memperbaikinya segera teratasi.

Supervisi Klinis merupakan bentuk supervisi yang difokuskan pada

peningkatan mengajar dengan melalui siklus yang sistematik, dalam

perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif dan cermat tentang

penampilan mengajar yang nyata, serta bertujuan mengadakan perubahan

dengan cara yang rasional. Supervisi klinis merupakan proses membantu guru-

guru memperkecil kesenjangan antara tingkah laku mengajar yang nyata dengan

tingkah laku mengajar yang ideal, supervisi klinis merupakan supervisi edukatif

model kontemporer dengan pendekatan klinis, bersifat kolaboratif, memperbaiki

pembelajaran melalui perbaikan perilaku guru, maka supervisi klinis sangat

penting untuk diteliti lebih mendalam.

Dengan demikian peneliti akan menyajikan beberapa hal yang berkaitan

dengan supervisi klinis, agar guru dan pengawas memiliki pemahaman tentang

siklus supervisi klinis, hambatan dan solusinya, serta mengetahui sejauh mana

implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik

dan kompetensi profesional guru PAI khususnya di kabupaten Gunungkidul

Daerah Istimewa Yogyakarta.

5

B. Rumusan Masalah.

Masalah yang berhubungan dengan supervisi klinis dapat diidentifikasi antara

lain: pelaksanaan supervisi kurang sistimatis, kegiatan supervisi sering tidak ada

tindak lanjutnya, belum optimal kontribusi pengawas pada implementasi

supervisi klinis, banyak fokus pada supervisi menejerial dan administrasi

sehingga belum secara langsung membantu mengatasi kesulitan guru dalam

mengajar, belum semua pengawas sanggup melaksanakan supervisi klinis karena

keterbatasan waktu dan tenaga, serta biaya, belum tercipta pola hubungan yang

harmonis antara pengawas dan guru sebagai kollega, sehingga banyak guru yang

takut untuk disupervisi.

Mengingat banyaknya masalah yang berkenaan dengan supervisi klinis,

maka penulisan tesis ini dibatasi pada masalah implementasi model supervisi

klinis dalam hubungannya dengan upaya peningkatan kompetensi pedagogik

dan kompetensi profesional Guru Pendidikan Agama Islam di Kabupaten

Gunungkidul DIY.

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut dapat di

rumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam

meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru

Pendidikan Agama Islam ?

6

2. Bagaimanakah hambatan dan solusinya dalam implementasi model

supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan

kompetensi profesional Guru Pendidikan Agama Islam?

3. Sejauhmana implementasi model supervisi klinis dapat meningkatkan

kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru Pendidikan

Agama Islam?

C. Signifikansi Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a) Untuk mengetahui siklus implementasi model supervisi klinis dalam

meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru

Pendidikan Agama Islam.

b) Untuk mengetahui hambatan yang mempengaruhi dan solusinya dalam

implementasi model supervisi klinis untuk meningkatkan kompetensi

pedagogik dan kompetensi profesional Guru Pendidikan Agama Islam.

c) Untuk mengetahui sejauh mana implementasi model supervisi klinis

dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional

Guru Pendidikan Agama Islam.

2. Manfaat Penelitian

a) Manfaat secara teoretis

Menambah wawasan lebih luas dalam lingkungan akademis

(academic significance), yang dapat memberikan informasi dan

7

memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, menambah referensi pustaka

yang dimiliki, tentang implementasi model supervisi klinis.

Memberikan tolok ukur bagi penelitian dan intelektual

pendidikan Indonesia, baik bagi penulis, pembaca yang budiman

maupun peneliti lain, sehingga kegiatan penelitian dapat dilakukan

secara berkesinambungan oleh generasi berikutnya.

b) Manfaat secara praktis

Bagi Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Kantor Kementerian

Agama, sebagai umpan balik atas pembinaan yang telah dilakukan

terhadap guru dalam peningkatan kompetensinya, dan sebagai masukan

untuk membuat kebijakan dalam bidang supervisi pendidikan

khususnya supervisi klinis, agar tugas kepengawasan dapat lebih

efektif dan efisien.

Bagi Pengawas Dinas Pendidikan dan Pengawas Kemenag

Kabupaten Gunungkidul diharapkan dapat menemukan unsur-unsur

yang berhubungan dengan supervisi klinis dan kompetensi guru,

sehingga dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kinerja

dan kualitas guru dalam melaksanakan tugasnya, dan dapat dijadikan

masukan bagi pengembangan sumber daya manusia oleh para praktisi

pendidikan.

Bagi Kepala Sekolah sebagai evaluasi terhadap kegiatan

supervisi klinis yang telah dilaksanakan dan sebagai masukan untuk

8

dijadikan acuan agar dapat meningkatkan pelaksanaan supervisi klinis

secara sistimatis dan terprogram di masa yang akan datang.

Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang

luas dan mendalam tentang implementasi model supervisi klinis dalam

meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru

Pendidikan Agama Islam.

Bagi khalayak masyarakat dan pemerhati dunia pendidikan

diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan serta dapat menjadi

guide (pedoman) dalam mengemban amanah di bidang pendidikan.

D. Kajian Pustaka

Untuk mempertajam penelitian ini, maka penulis melakukan tinjauan pustaka

atas penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti

terdahulu yang relevan dengan judul penelitian yang akan diangkat dalam tesis

ini, diantaranya sebagai berikut:

Indah dalam penelitiannya yang berjudul Manajemen lesson study sebagai

teknik supervisi kolegial di SMP, menggunakan pendekatan kualitatif dan

rancangan studi multi situs. Hasilnya menunjukkan bahwa: ”supervisi kolegial

dilakukan pada tahapan lesson study yaitu plan (merencanakan pembelajaran),

do (melaksanakan dan mengobservasi pembelajaran) dan see (diskusi refleksi

9

pembelajaran), dan manajemen LSBS terlaksana dengan baik sehingga teknik

supervisi kolegial dapat dilaksanakan dengan baik.”3

M. Syafi’i dalam penelitiannya yang berjudul Kontribusi supervisi

pengawas PAI dalam meningkatkan kompetensi profesional Guru PAI SMK Kota

Salatiga, dengan metode wawancara, observasi, dan studi dokumentasi,

ditemukan faktor pendukung adanya program supervisi yang disusun pengawas

dan motivasi pengawas terhadap guru Pendidikan Agama Islam dalam

meningkatkan ilmu pengetahuan dan kompetensi Guru Pendidikan Agama

Islam dukungan dari semua pihak, pengawas bersertifikat pengawas Pendidikan

Agama Islam, berijazah S2. Adapun faktor penghambatnya dari aspek

pengawasnya adalah “beban kerja yang cukup besar karena selain melaksanakan

supervisi akademik juga harus melaksanakan supervisi manajerial, dari

gurunya, perasaan guru kurang nyaman bila disupervisi, kurang lengkap

administrasi, kurangnya motivasi dalam pengembangan profesi, sehingga

berdampak pada rendahnya kualitas pembelajaran di kelas.”4

Sugeng Riyadi, dalam penelitiannya yang berjudul Supervisi akademik

pengawas Kemenag dalam meningkatkan kompetensi guru bahasa arab di Kabupaten

Ponorogo, dengan pendekatan kualitatif, secara teoretis sesuai dengan ciri-ciri

3 Indah Yudiani, “Manajemen Lesson Study Sebagai Teknik Supervisi Kolegial Di SMP”,

Jurnal Pendidikan Humaniora (JPH) 2, no. 2 (2015): 164–75. 4 M. Syafi’i, “Kontribusi Supervisi Pengawas PAI Dalam Meningkatkan Kompetensi

Profesional Guru PAI SMK Kota Salatiga”, Tesis tidak di publikasikan, PPS IAIN Salatiga:

2014/2015.

10

supervisi yang bersifat ilmiah, sistimatis, dan obyektif dan menggunakan

instrumen, teknik yang dikembangkan cukup bervariatif namun ada kendala

yang belum teratasi yaitu “ketersediaan tenaga pengawas sangat kurang untuk

memenuhi kebutuhan sesuai dengan jumlah sekolah maupun guru, upaya tindak

lanjutnya belum optimal kontribusi pengawas dalam melaksanakan

pembinaan.”5

Hasil penelitian Chui Mi and Lili Ng. yang berjudul pelaksanaan supervisi

klinis Kepala Sekolah untuk meningkatkan kinerja guru dalam mengelola pembelajaran

pada SMA Negeri 2 Sambas, dengan penelitian kualitatif, data dikumpulkan

melalui wawancara mendalam, observasi partisipan, dan dokumentasi serta

dianalisis melalui reduksi data, penyajian data, kesimpulannya bahwa kinerja

guru dalam mengelola pembelajaran belum maksimal, persepsi guru terhadap

pelaksanaan supervisi klinis mendapat tanggapan positif dari semua guru, upaya

yang dilakukan dalam mengatasi masalah supervisi klinis dengan melaksanakan

In House, memberikan pengarahan dan motivasi pada guru, tukar informasi,

memberdayakan guru senior dalam membimbing penyusunan RPP, adapun

hambatan-hambatan dalam melaksanakan supervisi klinis bisa berasal dari guru

dan kepala sekolah, faktor-faktor yang mendukung kompetensi kepala sekolah

dalam melaksanakan supervisi klinis meliputi “pendidikan dan pelatihan,

seminar, diskusi maupun lokakarya tentang supervisi klinis, pertemuan-

5 Sugeng Riyadi, Supervisi Akademik Pengawas Kemenag Dalam Meningkatkan

Kompetensi Guru Bahasa Arab di Kabupaten Ponorogo, Yogyakarta: Tesis tidak dipublikasikan,

Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.

11

pertemuan rutin dalam MKKS, studi banding ke daerah yang sudah

melaksanakan supervisi klinis.”6

Ali Susin dalam penelitiannya yang berjudul implementasi supervisi

akademik terhadap proses pembelajaran, menyimpulkan bahwa “pelaksanaan

supervisi dalam seluruh mata pelajaran belum berjalan optimal.”7 hal ini terbukti

dari persentase yang diperoleh sebesar 45,27%. Secara pelaksanaan supervisi

yang meyangkut aspek pengelolaan pembelajaran berada dalam kategori cukup

yaitu 56,37%. Pelaksanaan supervisi yang menyangkut aspek peningkatan

kemampuan akademik guru dalam pembelajaran berada dalam kategori cukup

yaitu 41%. Pelaksanaan supervisi yang menyangkut aspek pengembangan

profesi sebagai guru mata pelajaran oleh supervisor berada dalam kategori

kurang yaitu 35,97%.

Kinerja guru dapat dilihat melalui pelaksanaan supervisi klinis, yang

dilaksanakan oleh kepala sekolah, karena kepala sekolah memiliki peran

penting, selain melaksanakan supervisi klinis, kepala sekolah hendaknya

memiliki motivasi, sebagaimana hasil penelitian dari Laili Kurniati, yang

berjudul Pengaruh supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja terhadap kinerja guru

SMK Negeri 1 Purbalingga, menyimpulkan bahwa: “pelaksanaan supervisi klinis

oleh kepala sekolah sangat baik, hasil perhitungan motivasi kerja kepala sekolah

6 Chui Mi and Lili Ng., “Pelaksanaan Supervisi Klinis Kepala Sekolah Untuk Meningkatkan

Kinerja Guru Dalam Mengelola Pembelajaran Pada SMA Negeri 2 Sambas”, Jurnal Visi Ilmu

Pendidikan (J-VIP) 7, no. 1 (April 5, 2012), 339. 7 Ali Susin, “Implementasi Supervisi Akademik”, Penelitian-Pendidikan 15 (2008), 103

12

sangat baik, dan memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

mengajar, pelaksanaan supervisi klinis dan motivasi kerja kepala sekolah secara

bersama-sama memberikan pengaruh positif terhadap kinerja mengajar.”8

Hasil penelitian Sari yang berjudul Model supervisi akademik berbasis

kemitraan, melalui pendekatan kuantitatif dengan analisis SEM (Structural

Equation Model), bahwa kompetensi pengawas dan komunikasi pengawas tidak

berpengaruh langsung terhadap supervisi akademik. Komitmen pengawas dan

hubungan kemitraan berpengaruh langsung terhadap keefektifan supervisi

akademik. Komitmen pengawas dan hubungan kemitraan berfungsi sebagai

variabel intervening dari kompetensi pengawas dan komunikasi pengawas

terhadap keefektifan supervisi akademik. Kesimpulannya bahwa “supervisi

akademik akan terlaksana dengan efektif jika didukung oleh komitmen yang

tinggi dari pengawas dan hubungan kemitraan yang baik antara pengawas dan

guru.”9

Munculnya pengaruh yang positif dan signifikan efektifitas supervisi

pendidikan, bantuan supervisor, kemampuan supervisor secara bersama-sama

terhadap kinerja guru ditururkan oleh Isdarmoko,dalam penelitiannya yang

berjudul Pengaruh pelaksanaan supervisi terhadap kinerja guru pada SMU di

Kabupaten Bantul, dengan pendekatan fenomenologis diharapkan pengawas selalu

8 Laeli Kurniati, “Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja

Guru SMK Negeri 1 Purbalingga” Tesis tidak dipublikasikan, (Universitas Negeri Semarang, 2007). 9 Istianah Qudsi Falkhi Taqqiya, Heri Yanto, dkk., “Model Supervisi Akademik Berbasis

Kemitraan”, Jurnal Penelitian Tindakan Sekolah Dan Kepengawasan 1, no. 2 (2014), 178.

13

meningkatkan efektifitas pelaksanaan supervisi khususnya dalam frekuensi

kunjungan dan tindak lanjut hasil pelaksanaan supervisi, serta “meningkatkan

kemampuan sejalan dengan tuntutan kemajuan dan perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya di bidang pendidikan, serta disesuaikan dengan

kebutuhan yang diharapkan oleh para guru yang memerlukan bantuannya.”10

Sejauh pengamatan penulis, tesis yang membahas tentang implementasi

model supervisi klinis dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan

kompetensi profesional guru Pendidikan Agama Islam, belum pernah dilakukan.

Maka perbedaan tesis penulis dengan tesis yang lainnya bahwa tesis yang ada

pada kajian pustaka kebanyakan membahas tentang supervisi akademik, dan

supervisi manajerial, sedangkan tesis penulis lebih spesifik membahas tentang

supervisi klinis, sehingga penulis terinspirasi pentingnya melakukan penelitian

yang berkaitan dengan implementasi model supervisi klinis dalam

meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru

Pendidikan Agama Islam di kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa

Yogyakarta, dengan demikian tesis ini dapat dipertanggungjawabkan

keasliannya.

E. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

10

Isdarmoko, Pengaruh Pelaksanaan Supervisi Terhadap Kinerja Guru Pada SMU di

Kabupaten Bantul, Yogyakarta: Tesis tidak dipublikasikan, Pascasarjana UNY, 2003.

14

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research) yaitu

“penelitian yang ditujukan untuk mempelajari secara intensif latar belakang

keadaan sekarang dan interaksi sosial, individu, lembaga dan masyarakat.”11

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam tesis ini adalah penelitian

kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis.”12

Penelitian

kualitatif penulis gunakan untuk menjelaskan data-data yang didapat dari

hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi yang diperoleh dari lapangan.

Sedangkan pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan

fenomenologis dan deskriptif naturalistik.

2. Kehadiran peneliti

Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari peran serta

pengamat atau peneliti, sebab peranan penelitian yang menentukan

keseluruhan skenarionya. Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti bertindak

sebagai instrumen kunci, partisipan penuh sekaligus pengumpul data yang

mana informan mengetahui bahwa peneliti melakukan penelitian agar

mempermudah dalam melakukan pengumpulan data, adapun instrumen yang

lain hanya sebagai penunjang.

11

Husaini Usman dan Purnama Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi

Aksara, 2000, 5. 12

Moh. Nazir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009, 89.

15

3. Lokasi penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di lingkungan Kantor Kementrian Agama

Kabupaten Gunungkidul terletak di Jalan Brigjen. Katamso, No 13,

Wonosari,Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta Kode Pos,55813.

4. Data dan Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu: Sumber data

primer dari Pokja Pengawas, Pengurus MGMP Pendidikan Agama Islam,

Guru Pendidikan Agama Islam, dan dari mana saja yang penulis anggap bisa

memberikan data yang sesuai dengan indikator yang diharapkan.

Sebagaimana dijelaskan bahwa “sumber data dalam penelitian adalah sumber

dari mana data tersebut diperoleh.”13

Sumber data sekunder terdiri dari dokumen-dokumen, arsip, surat-

surat dan data yang dianggap relevan dan mendukung penelitian. Data

bersifat kualitatif tekstual. Penentuan data diperoleh dengan cara menerapkan

sampel di mana penulis akan menggunakan “purpose sampling yaitu semua

sampel yang dipilih dianggap mempunyai potensi untuk memberikan

13

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi II,

Jakarta: Rineka Cipta, 1993, 102.

16

kontribusi bagi penggalian jawaban- jawaban atas masalah-masalah

penelitian.”14

5. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini meliputi, wawancara, observasi,

dan dokumentasi, sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat dimengerti

maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi dengan subyek tersebut

berlangsung, dan disamping itu untuk melengkapi data, diperlukan

dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh subyek atau tentang

subyek).

a) Teknik wawancara

Wawancara merupakan “suatu pengumpulan data yang dilakukan

dengan proses tanya jawab secara sistimatis dan berdasar pada tujuan

penelitian.”15

Menurut Moleong berpendapat bahwa:

“Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Maksud

digunakan wawancara adalah mengkonstruksi mengenai orang, kejadian,

kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-

lain, merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami

masa yang lalu, memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah

diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang, memverifikasi,

mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain baik

manusia maupun bukan manusia, memverifikasi, mengubah, dan

14

Raihani, Kepemimpinan Sekolah Transformatif, Yogyakarta: LkiS, 2011, Cetakan II.,

83. 15

Sutrisno Hadi, Metodologi Risearch Jilid I, Yogyakarta: Andi Offset, 2000, 193.

17

memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai

pengecekan anggota.”16

Dalam wawancara setidaknya terdapat dua jenis wawancara,

yakni: wawancara mendalam (in-depth interview), di mana peneliti

menggali informasi secara mendalam dengan cara terlibat langsung

dengan kehidupan informan dan bertanya jawab secara bebas tanpa

pedoman pertanyaan yang disiapkan sebelumnya sehingga suasanannya

hidup, dan dilakukan berkali-kali, wawancara terarah (guided interview)

dimana peneliti menanyakan kepada informan hal-hal yang telah

disiapkan sebelumnya. Wawancara ini memiliki kelemahan yaitu suasana

tidak hidup, karena peneliti terikat dengan pertanyaan yang telah

disiapkan sebelumnya, sering terjadi si peneliti lebih memperhatikan

daftar pertanyaan yang diajukan daripada bertatap muka dengan

informan, sehingga suasana terasa kaku, dan dalam praktek sering juga

terjadi jawaban informan tidak jelas atau kurang memuaskan.

Jika ini terjadi maka peneliti bisa mengajukan pertanyaan lagi

yang lebih spesifik. Selain kurang jelas, sering ditemui informan

memberikan jawaban” kurang tahu”, jika terjadi jawaban ini maka

peneliti harus berhati-hati dan tidak berpindah ke pertanyaan lain sebab,

kalimat “Tidak Tahu” mengandung beberapa arti, yaitu: informan

memang tidak mengerti pertanyaan peneliti, sehingga untuk menghindari

16

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Offset, 2007, 135.

18

jawaban “tidak mengerti” dia menjawab “ tidak tahu”, informan

sebenarnya sedang berfikir memberikan jawaban, tetapi karena suasana

tidak nyaman dia menjawab”tidak tahu”, pertanyaannya bersifat

personal yang mengganggu privasi informan, sehingga jawaban “tidak

tahu” dianggap lebih aman, informan memang betul-betul tidak tahu

jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Karena itu “jawaban “tidak tahu”

merupakan jawaban sebagai data penelitian yang benar dan sungguh

yang perlu dipertanggung jawabkan oleh peneliti.”17

Wawancara yang penulis gunakan dalam penelitian adalah

“indepth interviewing ( wawancara mendalam) atau biasa juga disebut

wawancara tidak terstruktur.”18

Maksudnya peneliti mengajukan

beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus

permasalahan, sehingga dengan wawancara mendalam ini data-data bisa

terkumpul semaksimal mungkin.

Hasil wawancara dari tiap-tiap informan tersebut ditulis lengkap

dengan kode-kode dalam transkrip wawancara. Juga menggunakan jenis

wawancara terarah di mana peneliti melakukan wawancara dengan

informan melalui pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan, penulis

17

Singarimbun, Masri dan Sofian effendi (ed), Metode penelitian Survai, Jakarta: LP3S,

1989, 198-199. 18

H.B.Sutopo, Metodologi Penulisan Kualitatif, Surakarta: Universitas Sebelas Maret,

2006, 68.

19

hanya menyiapkan pertanyaan secara garis besar kemudian penulis

mengembangkan pertanyaan tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan.

b) Teknik observasi

Observasi adalah “pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistimatis

mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian

dilakukan pencatatan.”19

Sanafiah faisal mengklasifikasikan observasi

menjadi observasi berpartisipatif (participan observation), observasi

yang secara terang-terangan dan tersamar (overt observation and covert

observation), dan observasi tak terstruktur (unstructured observation),

dalam penelitian ini menggunakan “teknik observasi partisipatif, dimana

pengamat bertindak sebagai partisipan.”20

Hasil observasi dalam penelitian ini, dicatat dalam catatan

lapangan, sebagai alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif.

Dalam penelitian kualitatif peneliti mengandalkan pengamatan dan

wawancara dalam pengumpulan data di lapangan. “Pada waktu

dilapangan membuat “catatan” setelah pulang sampai dirumah atau

tempat tinggal barulah menyusun “catatan lapangan.”21

Adapun beberapa jenis atau bentuk observasi, yaitu:

19

Joko Subagyo, Metode Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, 63. 20

Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2005, 64. 21

Lexy J. Moleong, Metodologi …, 153-154.

20

“(1) observasi partisipasi adalah metode pengumpulan data yang

digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan

pengindraan dimana peneliti terlibat dalam keseharian informan; (2)

observasi tidak tersruktur adalah pengamatan yang dilakukan tanpa

menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan

pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan;

(3) observasi kelompok adalah pengamatan yang dilakukan oleh

sekelompok tim peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi

obyek penelitian.”22

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi tidak

terstruktur sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya

berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan. Dalam hal ini data

yang diobservasi adalah mengenai pelaksanaan supervisi klinis, aspek

yang disupervisi, instrumen supervisi, dan teknik supervisi yang

dilakukan oleh pengawas dalam meningkatkan kompetensi profesional

dan pedagogik guru Pendidikan Agama Islam.

c) Dokumentasi

Dokumentasi adalah ”metode dengan mencari data mengenai hal-hal atau

variabel-variabel yang berupa catatan, traskrip, buku, surat kabar,

majalah dan sebagainya.”23

Dokumentasi merupakan “catatan peristiwa

yang sudah berlalu. Dalam penelitian kualitatif, teknik ini merupakan alat

22

Bungin, Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial

Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Medi Group, 2007, 115-117. 23

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka

Cipta, 1998, 236.

21

pengumpulan data yang utama karena pembuktian hipotesisnya diajukan

secara logis dan rasional.”24

Teknik dokumentasi sengaja digunakan dalam penelitian ini

sebab: sumber ini selalu tersedia dan murah, terutama ditinjau dari

waktu, merupakan sumber informasi yang stabil, baik keakuratannya

dalam merefleksikan situasi yang terjadi dimasa lampau, dan dianalisis

kembali tanpa mengalami perubahan, rekaman dan dokumen merupakan

sumber informasi yang kaya, secara kontektual relevan dan mendasar

dalam konteknya, sumber ini merupakan pernyataan legal yang dapat

memenuhi akuntabilitas, hasil pengumpulan data melalui cara

dokumentasi ini, dicatat dalam format transkrip dokumentasi.

6. Uji Validitas Data/ Pengecekan keabsahan data

Keabsahan data merupakan “konsep penting yang diperbaharui dari konsep

keaslian (validitas) dan keandalan(reliabilitas).”25

Derajat kepercayaan

keabsahan data (credebilitas data) dapat diadakan pengecekan dengan teknik

pengamatan yang tekun, dan triangulasi.

Ketekunan peneliti yang dimaksud adalah menemukan ciri-ciri dan

unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang

sedang dicari. Ketekunan ini dilaksanakan peneliti dengan cara: (a)

24

S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, 158-181. 25

Lexy J. Moleong, Metodologi …, 112.

22

mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara kesinambungan

terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi; (b) menelaahnya secara rinci

sampai pada suatu titik, sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah

satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah difahami dengan cara yang biasa.

Teknik Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data itu. Maka dari itu peneliti

menggunakan “beberapa macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang

memanfaatkan penggunaan yang diantaranya adalah sumber, metode,

penyidik, dan teori.”26

Triangulasi adalah “penggunaan berbagai metode dan

sumber daya dalam pengumpulan data untuk menganalisis suatu fenomena

yang saling berkaitan dari perspektif yang berbeda.”27

Triangulasi yang digunakan ada dua yaitu: (a) Triangulasi metode,

dimana penulis akan melakukannya dengan membandingkan informasi atau

data dengan cara yang berbeda, yaitu dengan metode observasi, wawancara

dan dokumentasi; (b) triangulasi sumber data yaitu menggali kebenaran

informan tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data.

Penulis akan mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber.

26

Sugiyono, Memahami Penelitian…, 82-83. 27

Zainal arifin, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2011, 164.

23

Dalam penelitian ini peneliti mengecek ulang data hasil wawancara

dengan pengawas, dan guru Pendidikan Agama Islam tentang implementasi

model supervisi dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi

profesional Guru PAI, kemudian penulis menyesuaikannya dengan dokumen

berbentuk instrumen yang ada.

7. Analisis Data

Dalam analisis data kualitatif deskriptif, “data ini dilakukan dengan cara

menyusun dan mengelompokkannya, sehingga memberikan gambaran nyata

terhadap responden.”28

Teknik analisis data merupakan proses mengatur

urutan data, mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategori, dan satuan

uraian dasar. Teknik analisis data dalam penelitian ini mengunakan analisis

data kualitatif mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman, dengan

tiga jenis kegiatan yaitu: “reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan atau verifikasi sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat

sebelumnya, selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang

sejajar.”29

Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sampai

28

Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan : Kompetensi dan Prakteknya, Jakarta:

Bumi Aksara, 2005, 86. 29

Mathew B. Miles A. Michael Huberman, Analisa Data Kualitatif, terj. Tjetjep Rohendi

Rohidi, Jakarta: UI Press, 1992, 19.

24

tuntas. Aktifitas dalam analisis data meliputi: “data reduction

(merangkum,memilih dan memilah data), data display (penyajian data), dan

data conclusion drawing/verification (penarikan kesimpulan dan

verifikasi).”30

a) Data Reduksi (reduction Data)

Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data”kasar” yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Mereduksi data dalam

konteks penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih hal-hal

yang penting, membuat kategori. Dengan demikian “data yang telah

direduksikan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah

peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya

jika diperlukan.”31

b) Penyajian data (display data)

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Mendisplay data atau menyajikan data kedalam

pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, grafik, matrik,

30

Sugiyono, Metode Penulisan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,

2006, 246. 31

Sugiyono, Metode Penulisan …, 246.

25

network dan chart. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh

data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola yang baku

yang selanjutnya akan di displaykan pada laporan akhir penelitian.

c) Conclusion Drawing/ Verification

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan

kesimpulan data verifikasi. Menurut Miles dan Huberman langkah-

langkah analisis ditunjukkan pada gambar sebagai berikut:

Gambar model analisis interaktif (interactive model)32

Keterangan :

1) Mereduksi data dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah

merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang

penting, membuat kategori. Dengan demikian data yang telah direduksi

32

Sugiyono, Metode Penulisan…, 247.

Penyajian Data Pengumpulan Data

Reduksi Data Penarikan

Kesimpulan/verifika

26

memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah penelitian untuk

melakukan pengumpulan data selanjutnya.

2) Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan

data untuk menyajikan data kedalam pola yang dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, grafik,matrik, network dan chart. Bila pola-pola yang

ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut

sudah menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan di displaykan pada

laporan akhir penelitian.

3) Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif ini adalah penarikan

kesimpulan dan verifikasi

F. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui gambaran umum tesis ini penulis akan mendeskrepsikan

dalam sistimatika pembahasan, hal ini penulis lakukan untuk mempermudah

pembahasan persoalan didalamnya agar pembaca dapat lebih mudah memahami

dan mengerti secara utuh, oleh karena itu penulis akan menguraikan masing-

masing bab sehingga dapat dilihat rangkaian pembahasan secara sistimatis. Hasil

penelitian ini akan dijabarkan dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I berisi pendahuluan yang memuat tentang latar belakang sebagai

pengantar untuk menjelaskan kelayakan, urgensi permasalahan, dan arah

penelitian, identifikasi, batasan masalah dan rumusan, signifikansi penelitian,

mencakup tujuan penelitian dan manfaat penelitian secara teoritis maupun praktis,

27

kajian pustaka yang mencakup penelitian terdahulu, metode penelitian, dan

sistematika laporan penelitian.

Bab II mengemukakan landasan teoritis yang diperlukan untuk menyoroti

dan sekaligus sebagai bahan analisis atas kondisi lapangan, dalam bab ini memuat

definisi supervisi klinis, siklus dalam pelaksanaan supervisi klinis, karakteristik

supervisi klinis, tujuan supervisi klinis, fungsi supervisi klinis, prinsip supervisi

klinis, pelaporan supervisi klinis, kelemahan dan kelebihan supervisi klinis,

kompetensi pedagogik, serta kompetensi profesional Guru Pendidikan Agama

Islam.

Bab III menguraikan deskrepsi data penelitian tentang gambaran umum

keadaan dilapangan yang akan diteliti menyajikan, data lapangan baik sebagai

hasil pengamatan, wawancara, perekaman, dan pencatatan.

Bab IV mengemukakan analisis atas data lapangan, didasarkan pada teori

yang ada, menguraikan tentang implementasi model supervisi klinis dalam

meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional Guru PAI di

Kabupaten Gunungkidul DIY.

Bab V merupakan bagian akhir dan penutup yang menyajikan kesimpulan

dari serangkaian hasil penelitian yang tegas dan kritis sesuai dengan permasalahan

penelitian, disertai pemikiran atau saran-saran terkait dengan hasil penelitian

sebagai bahan masukan bagi para supervisor dan bagi peneliti selanjutnya.

28

BAB II

KAJIAN TEORI

SUPERVISI KLINIS, KOMPETENSI PEDAGOGIK

DAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU

Untuk memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang masalah yang

berkaitan dengan pelaksanaan implementasi model supervisi klinis dalam

meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI, berikut

penulis sajikan secara berturut-turut kerangka teori tentang supervisi klinis,

kompetensi pedagogik, dan kompetensi profesional.

Pengembangan model supervisi ada empat:

”a) model supervisi konvensional/ tradisional yaitu supervisi dengan mengadakan

inspeksi untuk mencari dan menemukan kesalahan; b) model supervisi ilmiah yaitu

supervisi dilaksanakan secara berencana dan kontinu, sistimatis, menggunakan

prosedur dan teknik tertentu, menggunakan instrumen pengumpulan data dari

keadaan yang riil; c) model supervisi artistik yaitu bekerja untuk orang lain, bekerja

dengan orang lain dan bekerja melalui orang lain, dan d) model supervisi klinis.”33

Untuk mempertajam wawasan dari keempat model tersebut, penulis akan

membahas supervisi klinis secara rinci sebagai berikut:

33

Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, Malang: Cetakan ketiga,

1979, 34.

28

29

A. Supervisi Klinis

1. Definisi Supervisi Klinis

Sebelum membahas supervisi klinis perlu diketahui secara umum tentang

supervisi. Sergiovanni dalam Pidarta menjelaskan bahwa: “supervisi lebih bersifat

proses daripada peranan, supervisi adalah suatu proses yang digunakan oleh

personalia sekolah yang bertanggung jawab terhadap aspek-aspek tujuan

sekolah dan yang bergantung secara langsung kepada para personalia yang lain,

untuk menolong mereka menyelesaikan tujuan sekolah itu.”34

Boardman dalam Sahertian mendefinisikan supervisi adalah

“suatu usaha menstimulir, mengkoordinir dan membimbing secara kontinu

pertumbuhan guru-guru disekolah baik secara individual maupun kolektif agar

lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran

dengan demikian mereka dapat menstimulir dan membimbing pertumbuhan tiap

murid secara kontinu, serta mampu dan lebih cakap berpartisipasi dalam

masyarakat demokrasi modern.”35

Mc. Nerney, dalam Sahertian menjelaskan supervisi adalah “prosedur

memberi arah, serta mengadakan penilaian secara kritis terhadap proses

pengajaran, menurutnya tugas supervisi merupakan suatu proses penilaian secara

terus menerus. Ia menambahkan bahwa tujuan akhir dari supervisi harus memberi

pelayanan yang lebih baik kepada semua murid.”36

34

Made Pidarta, Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, Cetakan

Pertama, 1992, 2. 35

Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik…, 19. 36

Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik…, 20.

30

Kimball Wiles. dalam sahertian menuturkan supervisi adalah “bantuan

dalam perkembangan dari belajar mengajar yang baik, menurutnya fungsi dasar

supervisi ialah memperbaiki situasi belajar mengajar, situasi belajar mengajar

dapat menjadi baik bergantung kapada pelaksanaannya sehingga lebih

mengutamakan faktor manusia, apabila manusia memiliki kecakapan dasar maka

akan diharapkan dapat menciptakan situasi belajar mengajar yang baik.”37

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa supervisi merupakan suatu proses

pemberian bantuan kepada guru untuk meningkatkan kualitas pengajaran agar

sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bantuan

yang diberikan berupa layanan dan dorongan diarahkan untuk pembinaan

kemandirian, agar dapat berkembang sesuai dengan tuntutan profesinya.

Selanjutnya secara spesifik supervisi klinis diadopsi dari istilah kedokteran

dengan asumsi dan harapan agar keakraban yang terjadi antara dokter dengan

pasien dapat pula diterapkan dalam pelaksanaan supervisi yaitu terjadi keakraban

dan pola komunikasi yang baik antara pengawas dan guru, “supervisi klinis bukan

ditujukan kepada guru yang sakit atau mengalami masalah dalam pembelajaran,

melainkan semua guru bisa diterapkan untuk membina mereka.”38

Richard Weller yang dikutip oleh Acheson dan Gall dalam Jasmani,

memberikan definisi supervisi klinis adalah “supervisi yang difokuskan pada

37

Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik…, 21 38

Abd. Kadim Masaong, Supervisi…, 55.

31

perbaikan pengajaran dengan melalui siklus yang sistematis dari tahap

perencanaan, pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif terhadap

penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi

yang rasional.”39

2. Siklus dalam pelaksanaan supervisi klinis

Beberapa tokoh berbeda pendapat tentang siklus supervisi klinis. Binti

Maunah, menegaskan bahwa: ”prosedur pelaksanaan supervisi klinis berlangsung

dalam suatu proses yang berbentuk siklus dengan tiga tahap yaitu: tahap

pertemuan awal, tahap observasi kelas, dan tahap pertemuan akhir.”40

Terjadinya

variasi dalam pengembangan tahap supervisi klinis disebabkan oleh tekanan

secara ekplisit dalam beberapa kegiatan yang terdapat pada tahapan tertentu.

“Prosedur supervisi klinis disebut siklus, karena ketiga tahapan itu merupakan

suatu proses yang berkelanjutan atau kontinu dimana pada tahap akhir pada

umumnya dibicarakan bahan masukan (in-put) untuk tahap awal pada siklus

berikutnya.”41

a) Siklus pertemuan awal

Pertemuan awal dilaksanakan sebelum mengajar, guru tidak perlu takut

akan dimarahi dan dinilai berbicara kurang sopan oleh supervisornya. Guru dapat

39

Jasmani Asf., Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan Terobosan Baru Dalam Peningkatan

Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru, Yogyakarta: Arruzz Media, 2013, 90. 40

Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 81. 41

Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 82.

32

mengajukan rencana latihannya, cara dan alat untuk mengobservasi

penampilanya, pertemuan tersebut diharapkan memperoleh kesepakatan antara

guru dan supervisor. Secara rinci inti dalam pertemuan awal ada lima tahap:

“1) menciptakan suasana intim dan terbuka antara supervisor dan guru sebelum

maksud yang sesungguhnya dibicarakan; 2) membicarakan rencana pelajaran

yang telah dibuat oleh guru, yang mencakup tujuan, bahan, kegiatan belajar

mengajar serta evaluasinya; 3) mengidentifikasi komponen ketrampilan beserta

indikatornya yang akan dicapai oleh guru dalam kegiatan mengajar; 4)

mengembangkan instrumen observasi yang akan digunakan, merekam data dalam

penampilan guru sesuai dengan persetujuan dan kesepakatan ketrampilan beserta

indikatornya; 5) mendiskusikan berama instrumen tersebut termasuk cara

penggunannya, data yang akan dijaring, hasil diskusi merupakan kontrak antara

guru dan supervisor dan sekaligus menjadi saran dalam tahap berikutnya.”42

Dalam mengembangkan dan menyusun instrumen observasi supervisor

dan guru perlu membuat kesepakatan tentang kriterianya yaitu: “sasaran observasi

harus jelas berdasarkan kontrak tentang jenis ketrampilan yang akan diamati yang

berupa fakta (bukan opini atau interpretasi) yang telah ditentukan; cara

penggunaan instrumen harus jelas dan dapat dikelola oleh supervisor bila perlu;

skor, skala, frekuensi dan persentase; ketepatan dalam menginterpretasikan data

yang telah direkam yang serasi dengan target yang ingin dicapai oleh guru;

disepakati bersama antara supervisor dan guru.”43

b) Siklus observasi.

Dalam siklus ini guru mengajar dengan menerapkan komponen

ketrampilan yang disepakati pada pertemuan awal, sementara supervisor

42

Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 83. 43

Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 83-84.

33

mengadakan observasi dengan menggunakan alat perekam yang telah disepakati

bersama. Hal yang diobservasi adalah “segala sesuatu yang tercantum dalam buku

kontrak yang telah disetujui bersama dalam pertemuan awal.”44

Selanjutnya

fungsi utama observasi adalah “untuk menangkap apa yang terjadi selama

pelajaran berlangsung secara lengkap agar supervisor dan guru dapat dengan

tepat mengingat kembali pelajaran dengan tujuan agar analisis dapat dibuat

secara obyektif.”45

Dalam melaksanakan observasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

“1) kelengkapan catatan, usahakan mencatat sebanyak mungkin apa yang

dikatakan dan apa yang dilakukan selama pelajaran berlangsung, hasilnya akan

merupakan “bukti” bagi supervisor dan guru untuk diketengahkan apabila nanti

bersama-sama menganalisis apa yang terjadi selama pelajaran. semakin spesifik

apa yang digambarkan semakin berarti analisis supervisor; 2) fokus, karena tidak

mungkin untuk mencatat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas maka supervisor

harus memilih aspek-aspek ketrampilan yang perlu dicatat dengan kesepakatan

bersama; 3) mencatat komentar, walaupun proes mencatat harus dilakukan secara

obyektif, namun supervisor sering ingin mencatat komentar-komentar supaya

tidak lupa, dengan cara memisahkan komentar dari catatan observasi atau dengan

menggunakan tanda kurung; 4) pola, hal ini sangan bermanfaat untuk mencatat

pola perilaku tertentu dari guru yang akan digunakan dalam pertemua akhir/

44

Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 85. 45

Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 85.

34

balikan; 5) membuat guru tidak merasa gelisah, pada permulaan melatih suatu

ketrampilan mengajar sering membingungkan guru, apabila seseorang berada

dibelakang kelas sambil mengamati dn membuat catatan mengenai dirinya. untuk

menghilangkan perasaan gelisah dalam pertemuan pendahuluan supervisor harus

menjelaskan tentang apa yang akan dicatatnya, itulah sebabnya perlu dibuat

kesepakatan tentang apa yang akan diobservasikan.”46

c) Siklus pertemuan balikan.

Berbeda dengan pertemuan awal yang bisa dilakukan beberapa waktu

sebelumnya, “pertemuan akhir harus segera dilangsungkan sesudah kegiatan

mengajar selesai, dengan tujuan untuk menjaga agar segala sesuatu yang terjadi

masih segar dalam ingatan baik supervisor maupun guru.”47

Pertemuan akhir ini

merupakan diskusi umpan balik antara supervisor dan guru dengan suasana

akrab, terbuka, bebas dari suasana menilai dan mengadili. Supervisor menyajikan

data sedemikian rupa sehingga dapat menemukan kelemahan dan kelebihan

sendiri. Secara rinci langkah –langkah pertemuan akhir adalah:

“a) memberi penguatan serta menanyakan perasaan guru/calon guru tentang apa

yang dialaminya dalam mengajar secara umum, hal ini untuk menciptakan

suasana santai, agar guru tidak merasa diadili; b) mereviu tujuan pelajaran; c)

mereviu target ketrampilan serta perhatian utama guru dalam mengajar; d)

menanyakan perasaan guru tentang jalannya pelajaran berdasarkan tujuan dan

target yang telah direviu, dimulai dari hal-hal yang dianggap baik, kemudian

diikuti dari hal-hal yang dianggap kurang berhasil; e) menunjukkan data hasil

observasi yang telah dianalisis an diinterpretasikan oleh supervisor sebelum

46

Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 85-86. 47

Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 87.

35

pertemuan akhir dimulai, kemudian memberikan waktu pada guru untuk

menganalisis data dan menginterpretasikannya dan akhirnya hasil observasi

didiskusikan bersama; f) menanyakan kembali perasaan guru setelah

mendiskusikan dan interpretasi data hasil observasi, meminta guru untuk

menganalisis hasil pelajaran yang telah dicapai oleh siswa yang diajarnya; g)

menanyakan perasaan guru tentang proses dan hasil pelajaran tersebut; h)

menyimpulkan hasil pencapaian dalam mengajar dengan membandingkan antara

kontrak yang bersumber pada keinginan dan target yang telah mereka susun

dengan apa yang sebenarnya mereka capai; i) menentukan secara bersama-sama

rencana mengajar yang akan datang baik berupa dorongan untuk meningkatkan

hal-hal yang belum dikuasai dalam kegiatan yang baru lalu, maupun ketrampilan

yang masih perlu disempurnakan.”48

Menurut Masaong “episode supervisi klinis terdiri dari tiga tahapan atau

tiga episode yaitu: episode pertemuan awal, episode observasi di kelas, dan

episode pertemuan balikan.”49

a) Episode pertemuan awal

Supervisor dan guru menciptakan suasana yang akrab untuk menghindari

beban psikologis, target episode ini terjadi kesepakatan atau kontrak yang

berkaitan dengan pembinaan guru.

Adapun langkah-langkahnya adalah:

“1) supervisor menyampaikan report kepada guru dalam suasana kolegialistis

sehingga guru mau terbuka terhadap masalah yang dihadapi; 2) supervisor dan

guru bersama-sama membahas rencana pembelajaran; 3) supervisor dan guru

mengkaji dan mengenali ketrampilan mengajar agar guru memilih yang akan

disepakati; 4) supervisor dan guru mengembangkan instrumen yang akan dipakai

sebagai penduan untuk mengobservasi penampilan guru.”50

b) Episode observasi kelas

48Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 87-88.

49 Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran…, 56.

50 Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran…, 56

36

Pengawas dan guru memasuki ruang kelas dengan penuh keakraban

bahwa: “1) guru memberikan penjelasan kepada siswa maksud kedatangan

supervisor; 2) supervisor mengobservasi penampilan guru dengan

mempergunakan format observasi yang telah disepakati; 3) selama pengamatan

pengawas hanya memfokuskan pada kontrak dengan guru, jika ada hal-hal yang

penting diluar dari kontrak pengawas dapat membuat catatan untuk pembinaan

selanjutnya atau didiskusikan; 4) setelah pembelajaran selesai, guru bersama-sama

dengan supervisor menuju ruangan khusus untuk tindak lanjut.”51

c) Episode pertemuan balikan

Dalam siklus ini meliputi kegiatan yang dilakukan antara pengawas

dengan guru antara lain: “1) supervisor memberikan penguatan pada guru tentang

proses belajar yang baru dilaksanakan; 2) supervisor dan guru memperjelas

kontrak yang dilakukan mulai dari tujuan sampai pelaksanaan evaluasi; 3)

supervisor menunjukkan hasil observasi berdasarkan format yang disepakati; 4)

supervisor menanyakan pada guru tentang perasaannya dengan hasil observasi

tersebut; 5) supervisor meminta pendapat guru tentang penilaian dirinya sendiri;

6) supervisor dan guru membuat kesimpulan dan penilaian bersama; 7) supervisor

dan guru membuat kontrak pembinaan berikutnya.”52

51

Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran…, 57 52

Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran…, 57

37

Sahertian, menjelaskan bahwa: ”langkah-langkah dalam supervisi klinis

melalui tiga tahap pelaksanaan yaitu pertemuan awal, observasi, dan pertemuan

akhir.”53

Jasmani dan Syaiful Mustofa, juga menegaskan “tahapan pelaksanaan

supervisi klinis dalam bentuk siklus dimulai dengan kegiatan pertemuan awal

(perencanaan), tahap mengamati (observasi), dan analisis atau umpan balik.”54

Pada semua tahapan ini supervisor dan guru berusaha memahami dan mengerti

mengenai pengamatan dan perekaman data adalah untuk perbaikan pengajaran

yang dilakukan oleh guru.

Hal ini senada dengan Makawimbang dalam Jasmani mengemukakan

bahwa “tahapan operasional model supervisi klinis dilakukan melalui suatu

siklus-siklus yang terdiri dari tiga siklus perencanaan, observasi dan diskusi

balikan.”55

Setelah mencermati tahap demi tahap, siklus implementasi model

supervisi klinis tersebut, sangat baik dan mudah untuk dilaksanakan, jika

supervisor dan guru sama-sama memiliki keinginan untuk memperbaiki mutu

pembelajaran, dan guru memiliki komitmen yang tinggi terhadap profesi yang

melekat pada dirinya, apalagi jika supervisor dan guru memiliki komitmen yang

53

Piet A. Sahertian, Konsep Dasar …, 40. 54

Jasmani Asf., Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan …, 90. 55

Jasmani Asf, Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan…, 61.

38

tinggi dalam melaksanakan supervisi pendidikan, tentu hasilnya jauh lebih baik

dari sebelumnya.

Syaiful Sagala berpendapat yang berbeda: “ada empat tahapan

pelaksanaan supervisi klinis dalam bentuk siklus dimulai dengan kegiatan pra-

observasi atau pertemuan awal pra siklus dan dilanjutkan pada siklus pertama,

mengamati (observasi) guru atau siklus kedua, dan sesudah pengamatan (post

observasi) melakukan umpan balik siklus ketiga.”56

Pada semua tahapan ini

supervisor dan guru berusaha memahami dan mengerti mengenai pengamatan dan

perekaman data adalah untuk perbaikan pengajaran yang dilakukan oleh guru.

a) Pra Siklus

Tahap-tahap pelaksanaan supervisi klinis pada tahap pra siklus dimulai

dari guru merasa butuh bantuan untuk meningkatkan kualitas mengajar,

kebutuhan ini muncul, karena guru butuh pelayanan dari supervisor agar guru

mengetahui, memahami kelebihan dan kelemahan dibidang ketrampilan mengajar

untuk selanjutnya berusaha meningkatkannya kearah yang lebih baik lagi.

Pada tahap ini supervisor meyakinkan guru bahwa melalui bantuan

supervisor guru akan dapat mengetahui kelebihan, kelemahan dan atau

kekurangan dalam hal: mempersiapkan rencana kegiatan pembelajaran,

membelajarkan peserta didik mencapai kompetensi yang ditentukan dalam silabus

56

Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran…, 203.

39

dan RPP dengan menampilkan keterampilan mengajar yang sesuai dengan materi

pelajaran, dan secara terus menerus memperbaiki keterampilan mengajar dan/atau

mengembangkan diri dalam menggunakan model dan strategi pembelajaran.”57

b) Siklus Pertama

Kegiatan siklus pertama ini adalah guru dengan supervisor bersama sama

melakukan review dokumen pembelajaran dengan cara memeriksa dokumen

kurikulum yang terdiri dari standar isi, silabus dan rencana pembelajaran. Dari

hasil review tersebut, selanjutnya supervisor menjelaskan hal-hal yang penting

untuk diperbaiki, secara bersama-sama pula antara guru dengan supervisor

“memperbaiki dokumen kurikulum sampai memenuhi persyaratan baik dilihat

dari substansi maupun mekanisme pembelajaran dan dokumen tersebut siap untuk

digunakan dalam kegiatan mengajar.”58

c) Siklus kedua observasi

Pada siklus ini guru melatih tingkah laku mengajar berdasarkan komponen

keterampilan yang telah disepakati dalam pertemuan pendahuluan antara

supervisor dengan guru, maka dilanjutkan dengan kegiatan observasi dikelas.

Guru mengajar dan supervisor mengamati guru sesuai kontrak yang disepakati

bersama.

57

Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran…, 203-204. 58

Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran…, 204.

40

Dalam kegiatan observasi ini supervisor mencatat dan merekam dengan

cermat berbagai data dan informasi penting perihal guru mengajar dan mencatat

tingkah laku siswa di kelas serta interaksi antara guru dan siswa dengan cara

menggunakan lembar observasi atau merekam dengan handycam jika peralatan

tersedia atau dengan cara lainnya yang memungkinkan untuk kegiatan observasi

aktivitas mengajar guru.

d) Siklus ketiga refleksi

Pertemuan setelah pengamatan merupakan bagian penting dari perilaku

post observasi, pertemuan balikan dalam bentuk refleksi yang dilakukan

bersama supervisor dengan guru dilakukan dengan cara menciptakan suasana

santai dan akrab dalam suasana keikhlasan dan obyektif dari kedua belah pihak,

dengan penuh antusias, kejujuran dan keikhlasan supervisor menanyakan perasaan

guru yang diobservasi secara keseluruhan.supervisor hanya mengiyakan saja apa

yang diungkapkan guru sambil memikirkan solusi yang paling sesuai dengan

problem mengajar yang dirasakan oleh guru.

Setelah analisis data dalam kegiatan refleksi para supervisor dan guru bisa

mendapatkan:

“a) perbandingan perilaku guru dan siswa; b) mengidentifikasi perbedaan-

perbedaan perilaku siswa dan guru; c) menyelesaikan perbedaan keputusan antara

guru dan siswa; d) membandingkan penggunaan isi, bahan-bahan, peralatan,

ruang, fisik dan lingkungan sosial sesuai dengan penggunaan identifikasi dan

merencakanan masa depan mereka; dan e) membandingkan hasil belajar yang

41

diharapkan dengan hasil belajar yang nyata dalam konteks yang sesuai situasi

seperti yang diuraikan dalam pengamatan.”59

Sri Banun Muslim berpartisipasi dalam membahas tentang tahapan

supervisi klinis, menurutnya ada tiga tahapan yaitu: “tahap pertemuan awal, tahap

observasi mengajar, dan tahap pertemuan balikan.”60

Adapun penjelasan dari masing-masing tahap sangat perlu untuk dipelajari

agar berhasil dengan baik, sebagai berikut:

a) Tahap pertemuan awal

Supervisor bersama-sama guru membicarakan aspek-aspek yang akan

diamati dan ditingkatkan, termasuk alat dan cara mengobservasi penampilan

mengajarnya, tahap ini diakhiri dengan penetapan kontrak atau kesepakatan

mengenai aspek-aspek yang akan diperbaiki dan ditingkatkan antara supervisor

dengan guru.

b) Tahap observasi mengajar

Tahap observasi mengajar adalah tugas supervisor untuk mencatat atau

merekam berbagai kejadian selama berlangsungnya proses belajar mengajar,

sesuai dengan apa yang telah disepakati atau diminta guru untuk direkam,

supervisor juga dapat mengamati tingkah laku siswa dan interaksinya dengan

guru.

59

Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran…, 220. 60

Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan…, 99.

42

c) Tahap pertemuan balikan

Suasana pertemuan balikan diciptakan seakrab mungkin, terbuka, bebas

dari suasana menilai atau mengadili, supervisor harus mampu menyajikan data

sedemikian rupa sehingga guru dapat menemukan kelebihan dan kekurangannnya

sendiri, diakhir pertemuan guru diharapkan menyadari seberapa jauh kontrak yang

telah dibuat dapat tercapai, kemudian supervisor memotivasi guru untuk

memikirkan dan merencanakan hal-hal yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan

pada pertemuan berikutnya.

3. Karakteristik Supervisi Klinis

Bagaimana pelaksanaan supervisi klinis agar menjadi lebih jelas,

supervisor perlu memahami benar-benar karakteristik supervisi klinis secara

umum menurut Jasmani memiliki sepuluh karakteristik sebagai berikut:

“a) bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran; b) diberikan kepada

guru berupa bantuan, bukan perintah sehingga inisiatif berada ditangan guru; c)

aspek yang disupervisi berdasarkan usulan guru, yang dikaji bersama kepala

sekolah sebagai supervisor untuk dijadikan kesepakatan; d) instrumen dan metode

observasi dikembangkan bersama oleh guru dan kepala sekolah secara

kolaboratif daripada memberikan pengarahan; e) umpan balik diberikan segera

setelah pengamatan; f) diskusi dilakukan terhadap hasil analisis dan data hasil

pengamatan dengan mendahulukan penafsiran guru; g) kegiatan supervisi

dilakukan secara tatapmuka, dalam suasana bebas dan terbuka; h) kepala sekolah

atau supervisor lebih banyak mendengarkan, dan menjawab pertanyaan guru

daripada memberikan pengarahan; i) kegiatan supervisi klinis sedikitnya

mencakup tiga tahap, yaitu pertemuan awal. pengamatan, dan pertemuan umpan

balik; j) adanya penguatan terhadap perubahan perilaku yang positif sebagai hasil

pembinaan, dilakukan secara berkelanjutan dan berkesinambungan.”61

61

Jasmani Asf., Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan …, 90.

43

Binti Maunah, dalam rangka membedakan supervisi klinis dengan

supervisi yang lain mengemukakan ciri-cirinya yaitu: “a) pembimbingan yang

diberikan supervisor kepada guru atau calon guru bersifat bantuan, bukan

perintah atau instruksi; b) jenis ketrampilan yang akan disupervisikan diusulkan

oleh guru, diadakan kesepakatan melalui pengkajian bersama; c) meskipun

ketrampilan mengajar bisa dipergunakan secara integratif oleh guru, namun dalam

pelaksanaannya dapat dilakukan secara terisolasi agar mudah dikontrol dan

diobservasi; d) instrumen observasi dikembangkan bersama antara guru dengan

supervisor sesuai dengan kontrak yang telah disepakati bersama; e) umpan balik

kegiatan mengajar guru diberikan dengan segera dan obyektif; f) guru diminta

untuk menganalisis penampilannya walaupun supervisor telah menganalisis dan

menginterpretasi data yang direkam melalui instrumen; g) supervisor lebih banyak

mendengarkan dan bertanya daripada memerintahkan atau mengarahkan; h)

supervisi berlangsung dalam suasana intim dan bersifat terbuka antara supervisor

dan guru; i) supervisi berlangsung dalam siklus yang meliputi perencanaan,

observasi, dan umpan balik; j) supervisi klinis dapat dipergunakan untuk

pembentukan dan peningkatan serta perbaikan ketrampilan mengajar, dipihak

lain supervisi klinis juga dipakai dalam kontek pendidikan pra-jabatan maupun

pendidikan dalam jabatan.”62

62

Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 78-79.

44

Karakteristik supervisi klinis Piet A. Sahertian, menjelaskan antara lain

ada delapan: yaitu: “a) bantuan yang diberikan bukan bersifat instruksi atau

memerintah, tetapi tercipta hubungan manusiawi, sehingga guru-guru merasa

aman, dengan timbulnya rasa aman diharapkan adanya kesediaan untuk menerima

perbaikan; b) apa yang akan disupervisi itu timbul dari harapan dan dorongan dari

guru sendiri karena dia memang membutuhkan bantuan itu; c) satuan tingkah laku

mengajar yang dimiliki guru merupakan satuan yang terintegrasi. harus dianalisis

sehingga terlihat kemampuan apa, ketrampilan apa, yang spesifik yang harus

diperbaiki; d) suasana dalam pemberian supervisi adalah suasana yang penuh

kehangatan, kedekatan dan keterbukaan;

Selanjutnya e) supervisi yang diberikan tidak saja pada ketrampilan

mengajar tapi juga mengenai aspek-aspek kepribadian guru, misalnya motivasi

terhadap gairah mengajar; f) instrumen yang digunakan untuk observasi disusun

atas dara kesepakatan antara supervisor dan guru; g) balikan yang diberikan harus

secepat mungkin dan sifatnya obyektif; h) dalam percakapan balikan seharusnya

datang dari pihak guru dulu, bukan dari superisor.”63

La Sulo dalam Purwanto dalam Sahertian mengemukakan ciri-ciri

supervisi klinis ditinjau dari segi pelaksanaannya sebagai berikut:

“a) bimbingan supervisor kepada guru bersifat bantuan, bukan perintah atau

instruksi; b) jenis keterampilan yang akan disupervisi diusulkan oleh guru,

disepakati melalui pengkajian bersama antara guru dan supervisor; c)sasaran

63

Piet A. Sahertian, Konsep Dasar…, 39.

45

supervisi hanya pada beberapa keterampilan tertentu, d) instrumen dikembangkan

dan disepakatibersama antara guru dan supervisor; e) balikan diberikan dengan

segera dan secara objektif; f) dalam diskusi atau pertemuan balikan, guru diminta

terlebih dahullu untuk mengevaluasi penampilannya; g) supervisor lebih banyak

bertanya dan mendengarkan dari pada memerintah atau mengarahkan;

h) supervisi berlangsung dalam suasana intim dan terbuka; i) supervisi

berlangsung dalam siklus yang meliputi perencanaan, observasi dan diskusi atau

pertemuan balikan; j) supervisi dapat dipergunakan untuk pembentukan atau

peningkatan dan perbaikan keterampilan mengajar, di pihak lain dipakai dalam

konteks pendidikan prajabatan maupun dalam jabatan (preservice dan inservice

education).”64

Karakteristik supervisi klinis oleh Jasmani: “a) bantuan yang diberikan

bukan bersifat instruksi atau memerintah; b) harapan dan dorongan supervisi

timbul dari guru itu sendiri; c) guru memiliki satuan tingkah laku mengajar yang

terintegrasi; d) suasana dalam pemberian supervisi penuh kehangatan, kedekatan

dan keterbukaan; e) supervisi yang diberikan bukan saja pada ketrampilan

mengajar saja, melainkan juga mengenai aspek kepribadian guru; f) instrumen

yang digunakan untuk observasi disusun atas dasar kesepakatan antara guru

dengan supervisor; g) balikan yang diberikan harus secepat mungkin dan bersifat

obyektif; h) dalam percakapan balikan seharusnya datang dari pihak guru terlebih

dahulu bukan dari supervisor.”65

Karakteristik mendasar supervisi klinis menurut kajian Acheson dan Gall

dalam Syaiful Sagala, dapat ditegaskan bahwa “karakteristik supervisi klinis

adalah untuk memperbaiki cara mengajar, ketrampilan intelektual, dan

64

Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung : PT Remaja

Rosdakarya, Cetakan ke duapuluh dua, 2014, 91. 65

Jasmani Asf., Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan…, 98.

46

bertingkah laku yang spesifik, pembuatan dan pengujian hipotesis pembelajaran

berdasarkan bukti-bukti hasil observasi yang dilakukan melalui tahapan siklus.”66

Adapun karakteristik secara lengkap menurut sagala adalah : “a) dalam

meningkatkan kualitas ketrampilan intelektual dan perilaku mengajar guru secara

specifik; b) supervisi harus bertanggungjawab membantu para guru untuk

mengembangkan ketrampilan, menganalisis proses pembelajaran berdasarkan

data yang benar dan sistimatis, trampil dalam menguji cobakan, mengadaptasi,

dan memodifikasi kurikulum, dan agar semakin trampil dalam menggunakan

teknik-teknik mengajar, guru harus berlatih berulang-ulang; c) supervisi

menekankan apa dan bagaimana guru mengajar untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran, bukan untuk merubah kepribadian guru;

Selanjutnya d) perencanaan dan analisis berpusat pada pembuatan dan

pengujian hipotesis pembelajaran berdasarkan bukti-bukti hasil observasi; e)

konferensi berkaitan dengan sejumlah isu-isu penting mengenai pembelajaran

yang relevan bagi guru mendorong untuk berubah; f) konferensi sebagai umpan

balik menitikberatkan pada analisis konstruktif dan penguatan terhadap pola-pola

yang berhasil daripada menyalahkan pola-pola yang gagal; g) observasi itu

didasarkan pada bukti, bukan pada pertimbangan nilai yang substansial atau nilai

keputusan yang tidak benar; h) siklus perencanaan, analisis dan pengamatan

secara berkelanjutan dan bersifat kumulatif.

66

Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran …, 197

47

Karakteristik selengkapnya yaitu a) supervisi merupakan proses memberi

dan menerima yang dinamis di mana supervisor dan guru adalah kolega yang

meneliti untuk menemukan pemahaman yang saling mengerti bidang pendidikan;

b) proses supervisi pada dasarnya berpusat pada analisis pembelajaran; c) guru

secara individual memiliki kebebasan dan tanggung jawab untuk menganalisis

dan menilai isu-isu, meningkatkan kualitas pengajaran, dan mengembangkan gaya

mengajar personal guru; d) proses supervisi dapat diterima, dianalisis, dan

dikembangkan lebih banyak sama dengan keadaan pengajaran yang dapat

dilakukannya; dan e) seorang supervisor meemiliki kebebasan dan tanggung

jawab untuk menganalisis kegiatan supervisinya dalam hal yang sama dengan

analisis evaluasi guru tentang pembelajarannya.”67

4. Tujuan Supervisi Klinis

Supervisi klinis bertujuan untuk menjamin kualitas pelayanan belajar

secara berkelanjutan dan konsisten. Selain itu supervisi klinis bertujuan “untuk

memperbaiki performance guru dalam proses pembelajaran dan membantu siswa

dalam mengatasi masalah-masalah pembelajaran secara efektif.”68

.

Berliner dan Tilmnoff dalam sagala dan masaong, menyatakan supervisi

klinis bertujuan untuk mengefektifkan proses pembelajaran guru di kelas dengan

upaya:

67

Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran …, 197. 68

Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran…, 55.

48

“a) memberikan reaksi secara konstruktif terhadap emosi dan perbuatan siswa; b)

aktif mendengarkan apa yang dikatakan, dibaca, dan dilaksanakan siswa; c)

memberikan arahan dan peringatan kepada siswa dengan terus mengawasinya; d)

tampil dengan percaya diri dala menyajikan materi; e) mengikuti perkembangan

siswa secara teratur dan mempertimbangkan langkah-langkah perbaikannya; f)

menampilkan ekspresi positif, kebahagiaan, perasaan dan emosi yang positif; g)

mendukung siswa untuk berani bertanggung jawab atas kelas mereka sendiri; dan

h) menyiapkan siswa untuk belajar dengan baik.”69

Maunah menuturkan tujuan supervisi “memperkembangkan situasi belajar

dan mengajar yang lebih baik, usaha perbaikan belajar dan mengajar ditujukan

kepada pencapian tujuan akhir dari pendidikan yaitu pembentukan pribadi anak

secara maksimal.”70

Situasi belajar mengajar di sekolah-sekolah yang ada

sekarang ini menggambarkan suatu keadaan yang sangat kompleks. Kompleksnya

keadaan yang ada ini adalah akibat faktor-faktor obyektif yang saling

mempengaruhi sehingga mengakibatkan penurunan hasil belajar, oleh karena itu

perlu adanya penyelesaian yang dilakukan untuk mengembalikan semangat dan

situasi belajar mengajar yang lebih baik.

Tujuan supervisi klinis yaitu: “membantu guru-guru agar lebih mudah

mangadakan penyesuaian terhadap masyarakat dan cara-cara menggunakan

sumber-sumber masyarakat dan seterusnya, membina guru-guru dalam membina

reaksi mental atau moral kerja guru-guru dalam rangka pertumbuhan pribadi dan

jabatan mereka.”71

69

Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran…, 56. 70

Binti Maunah, Supervisi…, 26. 71

Piet A. Sahertian, Konsep Dasar…, 25.

49

Anderson dan Gall, Syaiful Sagala dalam Masaong menyatakan tujuan

supervisi klinis adalah “pembelajaran yang efektif dengan menyediakan umpan

balik, dapat memecahkan permasalahan, membantu guru mengembangkan

kemampuan dan strategi pengajaran, mengevaluasi guru, dan membantu guru

untuk berprilaku yang baik sebagai upaya pengembangan profesioanal para

guru.”72

Syaiful Mustofa menyimpulkan bahwa tujuan supervisi klinis adalah

“untuk mengadakan perubahan terhadap perilaku, cara dan mutu mengajar guru

secara sistimatis, dengan melalui siklus yang sistimatik, dalam perencanaan,

pengamatan serta analisis yang interaktif dan cermat tentang penampilan mengajar

nyata serta mengadakan perubahan yang rasional, sehingga lebih interaktif,

demokratik, dan teacher centered.”73

5. Fungsi Supervisi Klinis

Fungsi utama dari supervisi adalah ditujukan kepada perbaikan

pengajaran. Baik Franseth Jane maupun Ayer dalam Encyclopedia of

Educationnal Research dalam Piet A. Sahertian, mengemukakan bahwa: “fungsi

72

Abd. Kadim Masaong, Supervisi Pembelajaran…, 56. 73

Jasmani Asf., Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan…, 98.

50

utama supervisi ialah membina program pengajaran yang ada sebaik-baiknya

sehingga selalu ada usaha perbaikan.”74

Fungsi supervisi menurut Swearingen dalam Binti Maunah ada delapan

sebagai berikut:

“mengkoordinir semua usaha sekolah, memperlengkapi kepala sekolah,

memperluas pengalaman guru-guru, menstimulir usaha-usaha yang kreatif,

memberikan fasilitas dan penlaian yang terus menerus, menganalisis situasi

belajar mengajar, memberikan pengetahuan dan skill kepada setiap anggota staff,

mengintegrasikan tujuan pendidikan dan membantu meningkatkan kemampuan

mengajar guru-guru.”75

6. Prinsip Supervisi Klinis

Seorang supervisor sebaiknya juga harus memperhatikan prinsip-prinsip

supervisi klinis, Piet. A. Sahertian, menjelaskan prinsip supervisi klinis antara

lain: “a) supervisi klinis yang dilaksanakan harus berdasarkan inisiatif dari para

guru terlebih dahulu, perilaku supervisor harus sedeminian taktis sehingga guru-

guru terdorong untuk berusaha meminta bantuan dari supervisor; b) ciptakan

hubungan yang manusiawi yang bersifat interktif dan rasa kesejawatan; c)

ciptakan suasana bebas dimana setiap orang bebas mengemukakan apa yang

dialaminya, supervisor berusaha untuk apa yang diharapkan guru; d) obyek kajian

adalah kebuthan profesional guru yang riil yang sungguh-sungguh mereka alami;

74

Piet A. Sahertian, Konsep Dasar…, 21. 75

Binti Maunah, Supervisi…, 29-30.

51

e) perhatian dipusatkan pada unsur-unsur yang spesifik yang harus diangkat untuk

diperbaiki.”76

Menurut binti maunah prinsip umum yang harus menjiwai keputusan

supervisor yaitu: “a) terpusat pada guru atau calon guru ketimbang supervisor,

yang menekankan prakarsa dan tanggungjawab dalam meningkatkan ketrampilan

mengajar dan menganalisis serta mencari cara meningkatkan ketrampilan

mengajar disesuaikan dengan kebutuhan guru; b) hubungan guru dengan

supervisor lebih interaktif ketimbang direktif. menekankan bahwa guru dan

supervisor sederajat dan saling membantu dalam meningkatkan kemampuan dan

sikap profesionalnya; c) demokratik ketimbang otoritatif, yang menekankan kedua

belah pihak harus bersifat terbuka, bebas mengemukakan pendapat, untuk

mencapai kesepakatan.

Selanjutnya d) sasaran supervisi terpusat pada kebutuhan dan aspirasi guru

yang berkenaan dengan penampilan guru secara actual didalam kelas; e) umpan

balik dari proses belajar mengajar diberikan dengan segera dan hasil penilaian

harus sesuai dengan kontrak yang disepakati bersama; f) supervisi yang diberikan

bersifat bantuan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan mngajar dan

sikap profesional; g) pusat perhatian pada waktu berlangsung supervisi dalam

kegiatan belajar mengajar hanya pada beberapa ketrampilan mengajar saja.”77

76

Piet A. Sahertian, Konsep Dasar…, 39 77

Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 79-81.

52

Menurut jasmani dan Syaiful Mustofa, prinsip-prinsip model supervisi

klinis ada lima yaitu:

“pelaksanaan supervisi harus berdasarkan inisiatif dari guru lebih dahulu,

menciptakan hubungan manusiawi yang bersifat interaktif dan rasa kesejawatan,

menciptakan suasana bebas untuk mengemukakan apa yang dialami, obyek

kajiannya adalah kebutuhan profesional guru yang riil dan dialami, perhatian

dipusatkan pada unsur-unsur yang spesifik yang harus diangkat untuk

diperbaiki.”78

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ternyata prinsip

umum supervisi klinis harus menjiwai seluruh tahapan kegiatan supervisi klinis,

prinsip tersebut harus tercermin sebagai wawasan supervisor yang harus menjadi

landasan dari setiap keputusan dan perbuatannya dalam membantu guru atau

calon guru.

Dalam setiap kegiatan sekurang-kurangnya meliputi tiga unsur yaitu:

“jenis atau isi kegiatan, cara yang digunakan, orang yang melakukan.”79

Yang

semuanya didukung dengan waktu, sarana, atau peralatan, selain itu juga perlu

memperhatikan bahwa supervisi merupakan suatu kegiatan yang bersifat membina

dan memberikan bantuan sehingga “alam” yang tercipta didalamnya harus

mendukung terjadinya kegiatan yang betul-betul mampu mencapai tujuan yang

diinginkan.

B. Kompetensi Pedagogik

78

Jasmani Asf., Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan …, 98. 79

Binti Maunah, Supervisi Pendidikan…, 89.

53

Kompetensi guru adalah: ”kemampuan seorang guru untuk menunjukkan

secara bertanggung jawab tugas-tugasnya dengan tepat.”80

Kompetensi guru

merupakan kombinasi kompleks dari pengetahuan, sikap, ketrampilan, dan nilai-

nilai yang ditunjukkan oleh guru-guru dalam konteks kinerja tugas yang diberikan

kepadanya. Mulyasa, mengemukakan bahwa: “kompetensi merupakan perilaku

yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi

yang diharapkan”.81

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005,

bahwa: “kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar

dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.”82

Amanat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi

Guru, menyebutkan bahwa: “Standar Kompetensi guru dikembangkan secara

utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian,

80

Suparlan, Menjadi guru Efektif, Yogyakarta: Hikayat, 2008, 92. 81

Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2007, 25. 82

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005, bab VI Standar

Pendidik dan Tenaga Kependidikan, pasal 28 ayat 3 tentang kompetensi pendidik.

54

sosial, dan profesional.”83

Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam

kinerja guru.

Dalam PP No 19 tahun 2005 pasal 28 ayat 3 butir a menjelaskan bahwa:

“Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta

didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan

pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik

untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.”84

Kompetensi pedagogik yaitu “kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran

peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi pemahaman wawasan dan

landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan

kurikulum/silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang

mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil

belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai

potensi yang dimilikinya.”85

Kompetensi pedagogik merupakan kompetensi khas, yang membedakan

guru dengan profesi lainnya, kompetensi pedagogik memiliki tujuh aspek

kemampuan, yaitu: mengenal karakteristik anak didik, menguasai teori belajar dan

prinsip-prinsip pembelajaran, mampu mengembangan kurikulum, kegiatan

pembelajaran yang mendidik, memahami dan mengembangkan potensi peserta

didik, komunikasi dengan peserta didik, penilaian dan evaluasi pembelajaran.

Kompetensi pedagogik meliputi kemampuan intelektual seperti

penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan

83

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007

Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. 84

Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 pasal 28 ayat 3 butir a 85

Mulyasa, Standar Kompetensi …, 175.

55

mengenai belajar dan tingkah laku individu, pegetahuan tentang bimbingan

penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan tentang cara

menilai hasil belajar, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan

umum lainnya.

Secara rinci setiap sub kompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial

sebagai berikut: “1) memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator

esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip

perkembangan kognitif, memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-

prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik. 2)

merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk

kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan

kependidikan, menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi

pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin

dicapai, dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan

strategi yang dipilih.

Selanjutnya 3) melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial:

menata latar (setting) pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang

kondusif. 4) merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki

indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan

hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis

hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan

56

belajar (mastery learning), dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk

perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.

Selengkapnya 5) mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan

berbagai potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik

untuk pengembangan berbagai potensi akademik, dan memfasilitasi peserta didik

untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.

C. Kompetensi Profesional

Kompetensi Profesional diambil dari makna etimologis “kompeten yang

berarti cakap (mengetahui), berwenang.”86

Dan “profesional yang berarti

memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya.”87

Oemar menjelaskan

bahwa: ”Kompetensi profesional guru merupakan salah satu dari kompetensi yang

harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan apapun.”88

Kompetensi profesional adalah ”guru harus memiliki pengetahuan yang

luas serta dalam tentang bidang studi yang akan diajarkan, serta penguasaan

metodologis dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih

86

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka, 2002, 584. 87

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar…, 297. 88

Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta: Bumi

Aksara, 2002, 34.

57

metode yang tepat, serta mampu menggunakannya dalam proses belajar

mengajar.”89

Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran

secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata

pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta

penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya.

Setiap sub kompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai

berikut: 1) menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi

memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum

sekolah, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau

koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran

terkait, dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. 2)

menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai

langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam

pengetahuan/materi bidang studi.

Kompetensi profesional yang harus dikembangkan guru dengan belajar

dan tindakan reflektif. Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru

dalam menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:

konsep, struktur, metode keilmuan/teknologi yang koheren dengan materi ajar,

89

Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran secara Manusiawi, Jakarta: Rineka Cipta,

1990, 239.

58

materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, hubungan konsep antar pelajaran

terkait, penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari,

kompetensi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan

nilai dan budaya nasional.

59

BAB III

DATA HASIL PENELITIAN

PELAKSANAAN IMPLEMENTASI MODEL SUPERVISI

KLINIS, HAMBATAN DAN SOLUSI

A. Profil Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul

Visi adalah: “gambaran tentang masa depan (future) yang realistik dan ingin

diwujudkan dalam kurun waktu tertentu. Visi adalah pernyataan yang diucapkan

atau ditulis hari ini, yang merupakan proses manajemen saat ini yang

menjangkau masa yang akan datang.”90

Sedangkan Misi adalah “pernyataan

mengenai hal-hal yang harus dicapai organisasi bagi pihak-pihak yang

berkepentingan di masa datang.”91

Pernyataan misi mencerminkan tentang

penjelasan produk atau pelayanan yang ditawarkan.

Misi merupakan tindakan atau upaya untuk mewujudkan visi. Jadi misi

merupakan penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban, dan

rancangan tindakan yang dijadikan arahan untuk mewujudkan visi. Dengan kata

lain, misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan

dalam visi dengan berbagai indikatornya.

90

Akdon, Strategic Management for Educational Management, Bandung: Alfabeta, 2006,

94. 91

Akdon, Strategic…, 97.

65

60

Visi misi Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul adalah:

“VISI: Terwujudnya Masyarakat Gunungkidul yang Agamis, Rukun, Sejahtera

dan Berbudaya, MISI: 1) Meningkatkan pelayanan keagamaan pada

masyarakat, 2) Meningkatkan penyelenggaraan dan pelayanan ibadah haji dan

umrah, 3) Meningkatkan kepedulian masyarakat dalam membayar dan

mengelola zakat dan wakaf, 4) Meningkatkan kualitas pendidikan madrasah dan

pendidikan keagamaan pada sekolah umum, 5) Meningkatkan pelayanan pada

pondok pesantren dan madrasah diniyah, 6) Meningkatkan pembinaan

kehidupan keagamaan pada masyarakat, 7) Meningkatkan kerukunan dan

kerjasama antar umat beragama.”92

Gambar 3.1

Bagan susunan organisasi Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul

berdasarkan PMA No 13 tahun 2012 sebagai berikut: 93

92

Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 25 Februari 2016 pukul 08.00

WIB, di ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 93

Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 25 Februari 2016 pukul 08.00

WIB, di ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.

Kelompok Jabatan

Fungsional

Kemenag

Gunungkidul

Subbag.Tata

Usaha

Penyl.

Ibadah

Haji dan

Umroh

Seksi

Bimas

Islam

Penyeleng

gara

syariah

Seksi

Pendidikan

Madrasah

Seksi PAIS Seksi

Madin.

Dan

Pontren

61

B. Pelaksanaan Implementasi Model Supervisi Klinis.

1. Dasar Pelaksanaan

Dasar hukum melaksanakan tugas pengawas sebagaimana dijelaskan dalam

PMA No. 2 tahun 2012 tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas PAI pada

Sekolah Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 menjelaskan bahwa:

“Pengawas Madrasah adalah Guru Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam

jabatan fungsional pengawas satuan pendidikan yang tugas, tanggungjawab, dan

wewenangnya melakukan pengawasan akademik dan manajerial pada

Madrasah. Pengawas Pendidikan Agama Islam yang selanjutnya disebut

Pengawas PAI pada Sekolah adalah Guru Pegawai Negeri Sipil yang diangkat

dalam jabatan fungsional pengawas Pendidikan Agama Islam yang tugas,

tanggungjawab, dan wewenangnya melakukan pengawasan penyelenggaraan

Pendidikan Agama Islam pada Sekolah. Kelompok Kerja Pengawas yang

selanjutnya disebut Pokjawas adalah wadah kegiatan pembinaan profesi untuk

meningkatkan hubungan kerjasama secara koordinatif dan fungsional antar

pengawas di lingkungan Kementerian Agama.”94

2. Visi Misi Pokjawas PAI dan Madrasah Kabupaten Gunungkidul

Pengawas PAI dan Madrasah tergabung dalam satu wadah yang dinamakan

Pokjawas, maka visi misinya juga sama yaitu:

Visi: “Terwujudnya Pengawas yang Profesional, Kompetitif dan Berakhlakul

Karimah”. Sedangkan Misinya: “1)Mengkoordinasikan kegiatan pengembangan

profesional pengawas PAI dan Madrasah, 2) Mengatur pembagian tugas

pengawas PAI dan Madrasah secara merata di seluruh wilayah kepengawasan,

3) Mengkoordinasikan seluruh kegiatan pengawas PAI dan Madrasah, 4)

Mendorong pengawas PAI dan Madrasah agar aktif dan kreatif dalam tupoksi,

dapat memberikan pelayanan yang prima serta mengindahkan kode etik

pengawas, 5) Menghimpun dan melaporkan hasil kegiatan pengawasan

akademik dan manajerial kepada atasan dan mitra kerja pengawas.”95

94

PMA No.2 tahun 2012 tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas PAI pada Sekolah,

Bab I Ketentuan Umum Pasal 1. 95

Hasil transkrip dokumentasi diambil, pada hari Kamis tanggal 25 Februari 2016 pukul 08.00

WIB, di ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.

62

3. Langkah-Langkah Pelaksanaan Implementasi Model Supervisi Klinis.

Data mengenai pelaksanaan supervisi akademik dengan model supervisi klinis

yang dilakukan oleh Pengawas PAI di Kabupaten Gunungkidul diperoleh dari

hasil wawancara mendalam terhadap para informan, terutama informan yang

terlibat secara langsung dengan supervisor dalam melaksanakan supervisi klinis.

Selain itu data juga diperoleh dari hasil observasi secara langsung dilapangan

atau di sekolah dan studi dokumentasi/arsip yang ada di kantor pengawas

Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. Dari keseluruhan informasi yang

peneliti terima dari informan mengenai data hasil penelitian ini, dapat disimak

pada paparan berikut ini. Kegiatan kepengawasan dilaksanakan dengan melalui

beberapa tahap: .

a. Tahap persiapan

Sebelum menyusun program rencana strategi, rencana operasional dan

visi misi serta tujuan, Mamad, menegaskan bahwa: “idealnya pengawas

harus mencari data tentang guru yang ada di lingkup wilayah tugasnya,

dengan cara mengumpulkan guru, kepala sekolah, kemudian duduk bersama

untuk membicarakan sebenarnya apa yang mereka inginkan, permasalahan

apa yang mereka keluh kesahkan, semua di catat oleh pengawas sebagai

bahan pertimbangan dalam menyusun program kepengawasan.”96

96

Hasil Wawancara dengan Drs. Mamad, MM. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada

hari Kamis tanggal 25 Februari 2016, di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten

Gunungkidul.

63

Supervisi merupakan aktivitas menentukan kondisi/syarat-syarat yang

esensial yang akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan pendidikan seperti

penuturan Syamsul bahwa: “supervisor harus pandai meneliti, mencari, dan

menentukan syarat-syarat mana saja yang diperlukan bagi kemajuan sekolah

sehingga tujuan-tujuan pendidikan di sekolah itu semaksimal mungkin dapat

tercapai, karena supervisi merupakan salah satu upaya pembinaan guru agar

dapat meningkatkan kualitas mengajarnya dengan melalui langkah-langkah

pendahuluan, pelaksanaan dan evaluasi, serta penampilan mengajar yang

nyata untuk mengadakan perubahan dengan cara yang rasional dalam usaha

meningkatkan hasil belajar siswa.”97

b. Tahap penyusunan program.

Dalam penyusunan program kepengawasan sebaiknya melibatkan

guru dan kepala sekolah terutama terkait dengan jadwal kunjungan kesekolah

disesuaikan dengan kalender akademik.

Supervisi harus diprogramkan secara matang dengan memperhatikan

kondisi yang ada dan disusun secara sistimatis agar dapat memberikan

perubahan yang signifikan terhadap peningkatan kompetensi guru, maka

dalam tahap ini pengawas menyusun: “program tahunan, program semester,

rencana strategi dan rencana operasional baik untuk jangka pendek, jangka

97

Hasil Wawancara dengan Syamsul Anwar, S.Ag. M.Pd. Pengawas PAI Kabupaten

Gunungkidul, pada hari kamis tanggal 25 Februari 2016 di Ruang Pengawas Kantor Kementerian

Agama Kabupaten Gunungkidul.

64

menengah dan jangka panjang, penyusunan visi misi dan tujuan dengan

mempertimbangkan kebutuhan guru.”98

c. Tahap sosialisasi

Tahap ini Mamad, menuturkan lebih lanjut “pengawas mensosialisasikan visi

misi tujuan dan program kepengawasan kepada guru-guru melalui forum

KKG, MGMP, dan kepala sekolah masing-masing, kemudian memperhatikan

latar belakang masalah yang dihadapi para guru diberbagai penjuru sekolah,

dan memberitahukan bahwa pengawas akan melakukan supervisi informal,

kapan saja datang kesekolah, maka guru harus selalu siap segala sesuatu baik

mental maupun fisiknya, baik administrasi maupun kegiatan pembelajaran di

kelas.”99

d. Tahap pelaksanaan

Sebelum melaksanakan tugas kepengawasan, terlebih dahulu “pengawas

membuat klasifikasi masalah yang dihadapi guru dan kepala sekolah

diwilayah binaan masing-masing, kemudian menentukan jenis supervisi apa

yang cocok untuk membantu mengatasi permasalahan guru di lapangan, maka

98

Hasil Wawancara dengan Syamsul Anwar, S.Ag. M.Pd. Pengawas PAI Kabupaten

Gunungkidul, pada hari kamis tanggal 25 Februari 2016 di Ruang Pengawas Kantor Kementerian

Agama Kabupaten Gunungkidul. 99

Hasil Wawancara dengan Drs. Mamad, MM. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada

hari Kamis tanggal 25 Februari 2016, di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten

Gunungkidul.

65

pengawas sebaiknya mengetahui karakter masing-masing guru agar dapat

memberikan pelayanan, dan bimbingan sesuai harapan guru.”100

Menurut pendapat Ngatemin “pengawas harus menguasai pendekatan,

metode dan teknik kepengawasan yang sesuai dengan permasalahan yang

terjadi di lapangan dengan memperhatikan empat hal yang paling

fondamental yaitu tujuan yang akan dicapai, materi yang harus dikuasai, latar

belakang peserta didik, serta sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam

mengatasi permasalahan guru.”101

Sumitro menambahkan, pengawas harus memahami dan menguasai

teori kebutuhan maupun motivasi agar bisa menjadi orang yang arif, piawai,

bijaksana dalam menyikapi segala permasalahan yang sangat komplek.”102

Pengawas yang efektif, mampu memanfaatkan berbagai peluang

untuk terlibat dalam kehidupan pembelajaran guru, sebuah kombinasi tujuan

supervisi formal dan informal akan membantu membangun budaya yang

mendukung jalan ini menuju pengembangan dan pertumbuhan profesional.

Idealnya semua itu dilakukan oleh pengawas agar memperoleh hasil

100

Hasil Wawancara dengan Drs. H. Sukarmin, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul,

pada hari Kamis tanggal 25 Februari 2016, di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama

Kabupaten Gunungkidul. 101

Hasil Wawancara dengan Drs. H. Ngatemin, MA. Pengawas Kabupaten Gunungkidul, pada

hari Kamis tanggal 24 Maret 2016, di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten

Gunungkidul. 102

Hasil Wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul,

pada hari Kamis tanggal 25 Februari 2016, di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama

Kabupaten Gunungkidul.

66

maksimal, membuat guru enjoy menghadapi supervisi dan merasa senang

bertemu dengan pengawas. Pada tahap pelaksanaan implementasi supervisi

klinis secara sistematis perlu memperhatikan langkah-langkah sebagai

berikut:

1) Pra Siklus

Sebelum memasuki siklus pengawas mempersiapkan instrumen dan sarana

yang dibutuhkan selama kegiatan supervisi, kemudian memberitahukan

kepada guru yang akan disupervisi melalui media WhatsApp, SMS, Telepon,

Face book atau sarana lain yang bisa memberikan informasi secara efektif

terhadap guru, agar mempersiapkan diri sesuai dengan jadwal mengajar di

sekolah.

Dengan demikian pengawas sebaiknya memiliki fasilitas HP modern

yang dapat membantu dalam melaksanakan tugas kepengawasan,

mempermudah komunikasi, dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan

yang selalu berkembang terkait dengan ilmu kepengawasan serta mampu

memanfaatkan secara maksimal sebagai sarana penunjang dalam

melaksanakan tugasnya.

Sumitro menegaskan bahwa: “supervisi akademik sangat efektif

dilaksanakan melalui model supervisi klinis secara berkesinambungan,

67

dimana pelaksanaannya melalui tiga siklus yaitu siklus pendahuluan, siklus

observasi di kelas dan siklus pasca observasi atau siklus balikan.”103

2) Siklus pertama pendahuluan

Menurut Sumitro, “dalam siklus pendahuluan pengawas dan guru

bertemu secara langsung, dan benar-benar dapat menciptakan suasana akrab,

selanjutnya membahas persiapan mengajar yang telah disusun oleh guru

berupa RPP, kemudian membuat kesepakatan mengenai aspek ketrampilan

yang akan diamati serta metode dan media yang sesuai dengan materi yang

akan diterangkan, dan membuat kesepakatan bentuk instrumen yang akan

digunakan dalam observasi.”104

3) Siklus kedua observasi

Siklus observasi “pengawas dan guru bersama-sama menuju ke kelas

kemudian menempatkan posisi masing-masing, guru melaksanakan kegiatan

belajar mengajar mulai dari pendahuluan inti dan penutup, sedang supervisor

merekam, mengamati, dan membuat dokumentasi tentang proses yang terjadi

dikelas, pengamatan difokuskan pada aspek yang telah disepakati bersama,

menggunakan instrumen observasi, dan membuat catatan-catatan pentig baik

103

Hasil wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul,

pada hari sabtu, tanggal 5 Maret 2016, Pukul 07.30 WIB di Ruang Kepala Sekolah SMPN 3

Karangmojo Kabupaten Gunungkidul sebelum melaksanakan supervisi klinis sambil menunggu bel

jam ke 3-4 berbunyi. 104

Hasil wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul,

pada hari sabtu, tanggal 5 Maret 2016, Pukul 07.30 WIB di Ruang Kepala Sekolah SMPN 3

Karangmojo Kabupaten Gunungkidul sebelum melaksanakan supervisi klinis sambil menunggu bel

jam ke 3-4 berbunyi.

68

perilaku guru maupun siswa, dan tidak mengganngu proses pembelajaran,

demikian pendapat Sumitro.”105

Dalam observasi ini pengawas dapat menggunakan bantuan instrumen

yang berkaitan dengan aspek yang akan diamati dan sudah disepakati

bersama antara guru dengan pengawas, jika terjadi hal-hal yang tidak

tercantum dalam instrumen maka pengawas dapat mencatat di buku, atau

merekam dengan alat tertentu sebagai bahan masukan saat diskusi balikan,

tidak mengganggu aktifitas guru dan murid selama proses berlangsung.

4) Siklus ketiga diskusi balikan

Sumitro, menjelaskan “siklus ini dilaksanakan segera setelah selesai

observasi, pengawas menanyakan kepada guru mengenai proses

pembelajaran yang baru saja berlangsung, memberi kesempatan untuk

menceritakan, kemudian pengawas menunjukkan data hasil observasi untuk

dicermati dan dianalisis, kemudian mendiskusikan secara terbuka, tentang

aspek yang telah disepakati sebelumnya, setelah itu pengawas membantu

untuk mengatasi kelemahan dan kekurangannya serta memberi solusi tindak

lanjutnya.”106

105

Hasil wawancara dan pengamatan secara langsung pelaksanaan supervisi klinis antara H.

Sumitro, S.Ag.MA. dengan Hastuti Fitriyani, S.Ag di SMPN 3 Karangmojo pada hari sabtu tanggal 5

Maret 2016 di ruang kepala sekolah dan ruang kelas 8 A jam ke 3-4. 106

Hasil wawancara dan pengamatan secara langsung setelah pelaksanaan supervisi klinis

antara H. Sumitro, S.Ag.MA. dengan Hastuti Fitriyani, S.Ag di SMPN 3 Karangmojo pada hari sabtu

tanggal 5 Maret 2016 di ruang kepala sekolah.

69

Pengawas harus memberi penguatan terhadap penampilan guru dan

hindarkan kata-kata yang menyinggung perasaan jangan sekali-kali

menyalahkan guru, diarahkan agar guru menyadari akan kekurangannya

sendiri tanpa harus diberitahu pengawas, memberikan motivasi moral bahwa

guru itu menghadapi kesulitan apapun pasti mampu memperbiki

kekurangannya asal mau belajar dan berusaha keras, serta menentukan tindak

lanjut supervisi yang akan datang.

Hastuti Fitriyani setelah di supervisi menceritakan bahwa: “dirinya

sedikit merasa grogi, dan merasa penampilannya kurang maksimal, karena

ditunggui oleh Pengawas rasanya luar biasa, beberapa hari telah

mempersiapkan diri bahkan sampai tidak bisa tidur, namum saya sudah

berusaha mengikuti alur siklus pendahuluan, siklus observasi dan siklus

balikan, walaupun hasilnya mungkin belum maksimal tapi selalu berharap

bantuan Bapak pengawas bersedia membina agar dapat mengembangkan

potensi untuk berkembang menjadi yang lebih baik.”107

Siklus supervisi klinis telah sukses dilaksanakan bersama antara guru

dengan pengawas, pada hari sabtu tanggal 5 Maret 2016 bahwa: “siklus

pendahuluan berlangsung di ruang kepala sekolah, sudah sesuai dengan petunjuk,

pengawas dan guru berdiskusi tentang perencanaan baik berupa materi, metode,

107

Hasil Wawancara dengan Hastuti Fitriyani, S.Ag. Guru Agama di SMPN 3 Karangmojo

Gunungkidul pada hari sabtu tanggal 5 Maret 2016 di ruang kepala sekolah sesaat setelah diskusi

balikan dengan pengawas.

70

media maupun ketrampilan yang akan diamati semua disepakati bersama antara

guru dengan pengawas.”108

Siklus ke dua “observasi berlangsung di ruang kelas 8A pada jam ke 3-4,

pelajaran berlangsung kondusif, siswa terlihat antusias dan suasana hidup dan

menyenangkan karena guru menggunakan media yang sangat menarik perhatian

dan mampu menguasai kelas, sehingga terjadi komunikatif antara guru, siswa

dengan media yang digunakan pada saat itu, bahkan tak terasa waktu telah habis

murid-murid berebut untuk berjabat tangan dengan guru maupun supervisor yang

mengamati di kelas tersebut.”109

Siklus ketiga “diskusi balikan di ruang kepala sekolah, dalam siklus ketiga

sudah terlihat komunikatif dan saling terbuka antara guru dengan pengawas segala

kesulitan dan kelemahan yang dirasakan selama pembelajaran di kelas bisa

diperbaiki sehingga pada kunjungan supervisi yang akan datang akan semakin

meningkat profesionalnya.”110

Tahap kegiatan supervisi secara umum meliputi: tahap penyusunan program

kerja dengan mempertimbangkan hasil pengawasan tahun sebelumnya, dan

berpedoman pada program kerja yang telah disusun, maka dilaksanakan kegiatan

108

Hasil wawancara dan pengamatan secara langsung pelaksanaan supervisi klinis antara H.

Sumitro, S.Ag.MA. dengan Hastuti Fitriyani, S.Ag di SMPN 3 Karangmojo pada hari sabtu tanggal 5

Maret 2016 di ruang kepala sekolah dan ruang kelas 8 A jam ke 3-4. 109

Hasil wawancara dan pengamatan secara langsung pelaksanaan supervisi klinis antara H.

Sumitro, S.Ag.MA. dengan Hastuti Fitriyani, S.Ag di SMPN 3 Karangmojo pada hari sabtu tanggal 5

Maret 2016 di ruang kepala sekolah dan ruang kelas 8 A jam ke 3-4. 110

Hasil wawancara dan pengamatan secara langsung pelaksanaan supervisi klinis antara H.

Sumitro, S.Ag.MA. dengan Hastuti Fitriyani, S.Ag di SMPN 3 Karangmojo pada hari sabtu tanggal 5

Maret 2016 di ruang kepala sekolah dan ruang kelas 8 A jam ke 3-4.

71

inti kepengawasan untuk melakukan pendataan, pembinaan, pembimbingan,

pendampingan, penilaian, pemantauan pada setiap komponen sistim pendidikan di

sekolah binaannya.

Pada tahap selanjutnya diadakan pengolahan dan analisis hasil penilaian dan

pemantauan untuk melangkah pada evaluasi hasil pengawasan dari setiap sekolah

binaannya. Berdasarkan hasil analisis data tersebut maka disusunlah laporan hasil

kepengawasan yang mendeskrepsikan sejauhmana tingkat keberhasilan tugas

pengawas dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional guru di

sekolah binaannya. Selanjutnya diadakan tindak lanjut yang diperoleh berdasarkan

hasil evaluasi komprehensif terhadap seluruh kegiatan kepengawasan dalam satu

pereode tertentu sehingga dapat lebih meningkatkan kualitas kepengawasan di

tahun yang akan datang.”111

Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh pengawas dengan metode dan teknik

yang berbeda antara sekolah satu dengan lainnya disesuaikan dengan situasi

sekolah dan guru binaan masing-masing.

Kegiatan pengawas dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi

pengawas sekolah meliputi: “pelaksanaan analisis kebutuhan pengembangan

sekolah, penyusunan program kerja sekolah, penilaian kinerja kepala sekolah,

guru, dan tenaga kependidikan lainnya, pembinaan kepala sekolah, guru, dan

tenaga kependidikan lainnya, pemantauan kegiatan sekolah serta sumber daya

111

Hasil Wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul,

pada hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 09.15 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian

Agama Kabupaten Gunungkidul.

72

pendidikan baik dari unsur kepemimpinan, sarana prasarana, biaya, dan

lingkungan sekolah, pengolahan dan analisis data hasil pemantauan dan

pembinaan, evaluasi proses dan hasil pengawasan, penyusunan laporan hasil

pengawasan, penyusunan rencana perbaikan mutu, serta tindak lanjut hasil

pengawasan untuk merencanakan kepengawasan masa berikutnya.”112

Seluruh

kegiatan tersebut disusun secara sistimatis dan dilaksanakan dalam suatu siklus

secara pereodik yang merupakan rangkaian tugas kepengawasan agar dapat

meningkatkan kompetensi pedagogik guru.

Kegiatan kepengawasan yang dilakukan pengawas merujuk pada unsur-

unsur khusus mencakup: “a) adanya hubungan tatap muka antara pengawas dan

guru dalam proses supervisi; b) terfokus pada tingkah laku guru yang sebenarnya

didalam kelas; c) adanya observasi secara cermat oleh pengawas; d) deskripsi

pada observasi secara rinci sesuai dengan kesepakatan guru dan pengawas; e)

pengawas dan guru bersama-sama menilai penampilan guru yang sebenarnya; f)

fokus observasi sesuai dengan permintaan kebutuhan guru.”113

Hal ini dapat

diketahui dari hasil penelitian dokumen administrasi pengawas.

Menurut Rubino “salah satu kompetensi pengawas adalah kompetensi

supervisi akademik, dimana supervisi akademik terkait langsung dengan tugas

112

Hasil Wawancara dengan Drs. Rubino, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada

hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama

Kabupaten Gunungkidul. 113

Hasil transkrip dokumentasi diambil bersama Drs.Rubino, MA. pada hari Kamis tanggal 25

Februari 2016 pukul 08.00 WIB, di ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten

Gunungkidul.

73

pembinaan guru dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas dan

merupakan bagian dari indikator kompetensi pedagogik, maka salah satu model

supervisi akademik yang paling tepat menggunakan model supervisi klinis, yang

mencakup beberapa siklus yaitu siklus pendahuluan, observasi kelas dan diskusi

balikan.”114

Semua ini tidak dimiliki model supervisi lainnya, oleh karena itu

betapa pentingnya supervisi klinis dapat di implementasikan di sekolah oleh

pengawas secara maksimal.

Rubino menegaskan “pengawas mampu menciptakan pola hubungan yang

harmonis dengan guru, karena tugas pokok supervisor membantu guru dalam

memperbaiki proses pembelajaran, mengetahui permasalahan apa yang dialami

guru, apa tujuannya, bagaimana karakteristik materinya, bagaimanakah karakter

gurunya, adakah sarana dan prasarana.”115

Hal ini penting karena pengawas

merupakan gurunya guru, seyogyanya intelektual akademiknya harus lebih

matang, lebih luas dan dalam daripada guru yang dibina, diusahakan serba bisa

menjawab dan mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan kompetensi guru

secara maksimal.

Khoiri Khomsah, memberi penjelasan bahwa: “Pengawas sangat perlu

melaksanakan observasi secara kontinu tentang kondisi-kondisi nyata di kelas, di

114

Hasil Wawancara dengan Drs. Rubino, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada

hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama

Kabupaten Gunungkidul. 115

Hasil Wawancara dengan Drs. Rubino, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada

hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama

Kabupaten Gunungkidul.

74

ruangan guru, di ruang tata usaha dan pada pertemuan-pertemuan staf pengajar,

dengan maksud untuk memberikan bantuan pemecahan atas kesulitan-kesulitan

yang dialami guru dan pegawai serta melakukan perbaikan-perbaikan baik

langsung maupun tidak langsung mengenai kekurangannya melalui kunjungan

atau monitoring berkala di wilayah binaan masing-masing pengawas.”116

Betapa pentingnya meluangkan waktu untuk berkunjung ke sekolah dan

bertemu secara langsung dengan guru, dalam pertemuan banyak menggali

informasi penting dari guru, sehingga diharapkan mampu memberikan bimbingan

dan pembinaan sesuai dengan tingkat kesulitan guru.

Menurut Sukarmin, akhlakul karimah harus tercermin dalam setiap pribadi

pengawas, sehingga mampu ”nguwongke uwong” artinya mampu menghormati

dan menempatkan orang lain sesuai dengan kedudukannya, berbicara dengan

orang lain sesuai dengan kadar akalnya, memiliki sifat rendah hati tidak boleh

keminter, tidak menggurui, tidak sombong kepada siapapun, tetap tawadhu’

dihadapan siapapun, selalu menjaga hubungan yang harmonis dengan siapapun,

menjadi orang yang ketika berada dibawah harus mampu menunjukkan

kemampuan yang lebih dihadapan pimpinan maupun teman kerjanya, tetapi jika

sudah diatas tidak boleh sombong, bersikap sopan, ramah, supel, lemah lembut,

116

Hasil Wawancara dengan Hj. Khoiri Khomsah, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten

Gunungkidul, pada Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 13.21 WIB di Ruang Pengawas Kantor

Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.

75

dan mampu “ngemong” siapapun dalam suasana apapun dan dimanapun,

begitulah sebaiknya perilaku yang harus dicerminkan oleh setiap pengawas.”117

Prinsip-prinsip supervisi pendidikan, sangat penting untuk diperhatikan

pengawas agar dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional Guru

PAI, serta menjadikan dirinya sebagai pengawas profesional yang PIAWAI dan

unggul karakternya. Sebagaimana Firman Allah:

����� �� �� �☺���� ������������� ����� �!"#� $ %'( )*+� ,��

�-� .� /01� 23+415 6 .6'8�9: , %�( ���;�*+� ,�� <1= 1>�?����

1>@A� �?B1*@C� , % (

Artinya:”(Ibrahim berdoa): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku Hikmah dan

masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, Dan Jadikanlah aku

buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) Kemudian, Dan Jadikanlah

aku Termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh

kenikmatan.”(QS.Asy Syu’araa: 83-85).”118

Rubino, mengemukakan bahwa: “Pengawas perlu menguasai teori tentang

kepemimpinan (leadership), karena tugas utama pengawas adalah memimpin dan

membina guru baik langsung maupun tidak langsung, pemimpin yang baik harus

dapat menciptakan pola hubungan yang harmonis dengan orang yang dipimpin,

maka kewibawaan harus ada dalam setiap pribadi pengawas.”119

117

Hasil Wawancara dengan Drs. H. Sukarmin, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul,

pada hari Kamis tanggal 25 Februari 2016, di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama

Kabupaten Gunungkidul 118

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: PT Tanjung Mas,2007,

579. 119

Hasil Wawancara dengan Drs. Rubino, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada

hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama

Kabupaten Gunungkidul.

76

Dengan demikian pengawas dapat memberikan pembinaan terhadap guru

dengan gaya dan teknik yang bervariasi sesuai dengan karakter guru yang

dihadapi, sehingga apa yang disampaikan kepada guru betul-betul bermanfaat

bagi peningkatan kompetensi pedagogik maupun profesional guru PAI.

Supervisi klinis merupakan bagian dari supervisi akademik, demikian

menurut Syamsul Anwar, menjelaskan lebih lanjut “dalam supervisi klinis

prosedur pelaksanaannya lebih ditekankan untuk mencari sebab akibat atas

kelemahan yang terjadi didalam proses belajar mengajar, dan kemudian secara

langsung pula diusahakan bagaimana cara memperbaiki kelemahan atau

kekurangan tersebut, pengawas ibarat seorang dokter yang akan mengobati

pasiennya.”120

Jadi diagnosa awal dari guru sangat diperlukan bagi pengawas,

agar dapat memilih teknik dan pendekatan yang sesuai dengan permasalahan guru

dan harus segera ditangani.

Rubino menambahkan bahwa: “dalam supervisi klinis cara memberikan

bimbingan dilakukan dengan melalui tiga siklus yaitu siklus pendahuluan, siklus

pengamatan atau observasi secara langsung terhadap cara mengajar guru di dalam

kelas, kemudian siklus diskusi balikan/ umpan balik antara supervisor dengan

guru yang bersangkutan, diskusi balikan dilakukan segera setelah guru selesai

mengajar dengan harapan agar kelemahan yang dilakukan guru selama mengajar

120

Hasil Wawancara dengan Syamsul Anwar, S.Ag. M.Pd. Pengawas PAI Kabupaten

Gunungkidul, pada hari kamis tanggal 25 Februari 2016 di Ruang Pengawas Kantor Kementerian

Agama Kabupaten Gunungkidul.

77

dapat segera diketahui dan bagaimana usaha untuk memperbaikinya segera

teratasi sehingga dalam pengajaran berikutnya akan semakin baik kualitasnya.”121

Diskusi balikan harus dilakukan langsung pada hari yang sama tidak boleh

menunda di lain waktu karena antara tiga siklus merupakan satu kesatuan saling

berkaitan, tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya.

Syamsul Anwar menjelaskan realitas yang terjadi bahwa: “sebenarnya

pengawas itu sudah melaksanakan supervisi klinis sejak dulu, hanya saja mereka

tidak mengetahui kalau yang dilakukan itu supervisi klinis, karena sudah

membimbing guru sejak dari awal dalam menyusun silabus, RPP prota, promes,

juga sudah menunggui guru di kelas, dan sudah memberikan umpan balik setelah

selesai dikelas, hanya saja kita tidak menyebutnya bahwa itu supervisi klinis, dan

tidak menjelaskan apa yang kita lakukan itu adalah langkah atau siklus dalam

supervisi klinis.”122

Istilah supervisi klinis belum familier dikalangan para pengawas, walaupun

sebenarnya sudah melaksanakan siklus tetapi kalimat yang sering digunakan

dengan istilah supervisi akademik bukan supervisi klinis, maka dengan adanya

penelitian ini untuk memberikan nuansa baru dikalangan pengawas agar kedepan

121

Hasil Wawancara dengan Drs. Rubino, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada

hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama

Kabupaten Gunungkidul. 122

Hasil Wawancara dengan Syamsul Anwar, S.Ag. M.Pd. Pengawas PAI Kabupaten

Gunungkidul, pada hari kamis tanggal 25 Februari 2016 di Ruang Pengawas Kantor Kementerian

Agama Kabupaten Gunungkidul.

78

lebih mengoptimalkan kegiatan supervisi akademik dengan implementasi model

supervisi klinis.

Cogan mengidentifikasi delapan tahapan dalam siklus supervisi yaitu:

Pertama “membutuhkan pembentukan hubungan guru dengan pengawas.

untuk keberhasilannya terletak pada keseluruhan konsep supervisi klinis.”123

Guru merupakan sasaran evaluasi secara umum, dan jenis intens supervisi yang

ditentukan oleh Cogan dapat menjadi lebih mengkhawatirkan. Selanjutnya,

keberhasilan supervisi klinis mengharuskan guru berbagi tanggung jawab dengan

pengawas untuk semua langkah dan kegiatan. Pengawas memiliki dua tugas pada

tahap pertama membangun hubungan berdasarkan saling percaya dan saling

dukung, dan melatih guru dalam peran pengawas bersama. Cogan percaya bahwa

kedua tugas harus sangat baik sebelum pengawas memasuki kelas untuk

mengamati guru ketika mengajar. Tahap pertama menetapkan hubungan rekanan

yang dianggap penting oleh Cogan.

Kedua, “memerlukan perencanaan intensif pelajaran dan unit dengan

guru.”124

Dalam Tahap kedua guru dan pengawas merencanakan bersama-sama,

pelajaran, serangkaian pelajaran, atau unit. Perencanaan meliputi perkiraan tujuan

atau hasil, konsep pokok bahasan, strategi pengajaran, bahan yang akan

digunakan, konteks belajar, masalah yang diantisipasi, dan ketentuan untuk

umpan balik dan evaluasi.

123

Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision a Redefinition, New York:

McGraw-hill,inc.1993, 228-229. 124

Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision..., 228-229.

79

Ketiga, “memerlukan perencanaan strategi observasi kelas oleh guru dan

pengawas.”125

Guru dan pengawas bersama-sama merencanakan dan

mendiskusikan jenis dan jumlah informasi yang akan dikumpulkan selama

periode observasi dan metode yang akan digunakan untuk mengumpulkan

informasi ini.

Keempat, “guru memerlukan pengawas untuk mengamati instruksi dalam

kelas.”126

Cogan menekankan bahwa setelah pembentukan hati-hati hubungan

supervisi dan perencanaan berikutnya dari kedua pelajaran atau unit dan strategi

observasi di mana observasi diambil.

Kelima,“membutuhkan analisis yang cermat dari proses belajar-

mengajar.”127

Sebagai pengawas bersama guru menganalisis peristiwa kelas.

Mereka mungkin bekerja secara terpisah pada awalnya atau bersama-sama dari

awal. Hasil dari analisis adalah identifikasi pola perilaku guru yang ada dari waktu

ke waktu dan insiden kritis yang terjadi tampaknya mempengaruhi kegiatan kelas,

dan deskripsi perilaku guru yang luas dan bukti perilaku tersebut. Hal ini diyakini

bahwa guru telah membentuk pola mengajar yang gigih yang dibuktikan dan

dapat diidentifikasi sebagai pola setelah beberapa observasi yang

didokumentasikan dan analisis secara saksama.

125

Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision..., 228-229. 126

Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision..., 228-229. 127

Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision..., 228-229.

80

Keenam, “membutuhkan perencanaan strategi konferensi.”128

Pengawas

mempersiapkan konferensi dengan menetapkan tujuan tentatif dan merencanakan

proses tentatif, tetapi dengan cara yang tidak memprogram jalannya konferensi

terlalu banyak. Mereka juga merencanakan pengaturan fisik dan mengatur bahan,

kaset, atau alat bantu lainnya. Sebaiknya konferensi tidak terburu-buru dan tepat

waktu sekolah.

Ketujuh, “konferensi merupakan kesempatan dan pengaturan bagi guru dan

pengawas untuk bertukar informasi tentang apa yang dimaksudkan dalam

pelajaran atau unit yang diberikan dan apa yang sebenarnya terjadi.”129

Keberhasilan konferensi tergantung pada sejauh mana proses supervisi klinis

dipandang sebagai formatif, evaluasi terfokus dimaksudkan untuk membantu

dalam memahami dan meningkatkan praktik profesional.

Kedelapan, “membutuhkan dimulainya kembali perencanaan.”130

Sebuah

hasil umum dari tujuh tahapan pertama supervisi klinis adalah kesepakatan

tentang jenis perubahan yang dicari dalam tingkah laku guru di kelas. Karena

kesepakatan ini terwujud, tahap kedelapan dimulai. Guru dan pengawas mulai

merencanakan pelajaran berikutnya atau unit dan target, pendekatan, dan teknik

baru yang akan dicoba.”131

128

Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision..., 228-229. 129

Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision..., 228-229. 130

Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision..., 228-229. 131

Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt, Supervision…, 228-229.

81

4. Format Instrumen Pelaksanaan Supervisi Klinis

Format instrumen supervisi akademik dengan model supervisi klinis perlu

disusun dalam rangka: “membantu para pengawas dalam melaksanakan supervisi

secara terprogram, terarah dan berkesinambungan, dengan bantuan format

instrumen diharapkan pengawas dapat melaksanakan supervisi akademik dengan

model supervisi klinis yang mencakup siklus pendahuluan/ perencanaan, siklus

observasi dan siklus diskusi balikan yang segera dilaksanakan setelah selesai

observasi agar kelemahan yang terjadi dapat segera memperoleh solusinya, demi

memperbaiki ketrampilan mengajar guru dimasa yang akan datang.”132

Jenis-jenis format instrumen supervisi yang digunakan pengawas dalam

melaksanakan tugas kepengawasan antara lain:

a. Format instrumen pemantauan administrasi guru profesional

Bagian paling atas berisi “identitas nama Guru, NIP guru, lulus

sertifikasi pendidik tahun, beban mengajar perminggu, mengajar di kelas,

mata pelajaran, satuan pendidikan yang harus diisi sesuai dengan identitas

masing-masing guru, kemudian perangkat administrasi guru, mencakup di

dalamnya SK pembagian tugas, jadwal mengajar, buku kemajuan kelas,

analisis dan pemetaan SK/KI dan KD, silabus, kalender pendidikan, program

132

Hasil Wawancara dengan Drs. Rubino, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada

hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama

Kabupaten Gunungkidul.

82

tahunan, program semester, RPP, pelaksanaan harian, presensi siswa, catatan

hambatan belajar, daftar buku pegangan guru dan siswa/ referensi.”133

Selanjutnya “analisis KKM, kisi-kisi soal harian, bank soal, buku

informasi penilaian, analisis butir soal, analisis hasil ulangan harian, program

dan pelaksanaan perbaikan, program dan pelaksanaan pengayaan, buku

laporan dan pengembalian hasil ulangan, buku ulangan harian, daftar nilai,

laporan penilaian akhlak mulia dan budi pekerti, buku tugas terstruktur, buku

tugas mandiri tidak terstruktur, target pencapaian kurikulum, buku kegiatan

ekstra kurikuler, buku bimbingan dan konseling, buku supervisi kelas, dan

buku catatan prestasi siswa.”134

Bagian akhir di lengkapi “presensi, buku jurnal kemajuan kelas, beban

kerja SKBK/SKMT minimal 24 jam, sesuai dengan rumpun mata pelajaran,

tugas tambahan meliputi program kerja, agenda harian, pelaksanaan kegiatan,

laporan pelaksanaan kegiatan, analisis pelaksanaan kegiatan, tindak lanjut.”135

Aspek yang diamati dicatat dalam lembar instrumen pemantauan

administrasi guru dengan cara membubuhkan tanda centang (V) pada kolom

yang tersedia dengan skala 1-4, kemudian jumlah skor dikalikan seratus

133

Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 09.37

WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 134

Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 09.37

WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 135

Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30

WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.

83

dibagi jumlah skor maksimal maka akan ditemukan nilai rata-rata yang

diperoleh guru sesuai dengan kondisi nyata yang diamati pengawas.

b. Format instrumen penilaian perencanaan KBM

Instrumen ini diisi oleh pengawas merupakan format panduan

wawancara pra observasi yang berisi sejumlah daftar pertanyaan diskusi di

awal, untuk merencanakan program serta aspek ketrampilan yang akan

diamati didiskusikan bersama antara guru dengan pengawas sesuai

kesepakatan

Penilaian perencanaan KBM mencakup: “aspek program (menyusun

program tahunan dan menyusun program semester), aspek silabus dan sistim

penilaian (rumusan indikator dengan menggunakan kata kerja operasional,

ketepatan indikator dengan penilaian, ketepatan materi pokok dengan jam

pelajaran), aspek RPP (ketepatan tujuan pembelajaran dengan penilaian,

rumusan langkah-langkah pembelajaran, kesesuaian metode dengan kegiatan

pembelajaran, ketepatan materi pokok dengan alokasi jam).”136

Selanjutnya “aspek penilaian (menyusun kisi-kisi penilaian, menyusun

instrumen penilaian butir soal dan kunci jawaban), analisis hasil penilaian

(menyusun buku atau lembar penilaian, mempunyai buku lembar analisis

136

Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30

WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul .

84

hasil penilaian, mencatat perkembangan siswa dalam ketuntasan menerima

materi pelajaran).”137

Ditambahkan “aspek program tindak lanjut (menyususn program

remedial, menyususn program pengayaan), program bimbingan kegiatan

exstra kurikuler (memiliki program bimbingan kegiatan ekstra kurikuler

tertentu, melaksanakan program bimbingan kegiatan ekstra kurikuler tertentu,

melakukan pencatatan perkembangan siswa dalam kegiatan ekstra

kurikuler).”138

Penilaian perencanaan KBM diisi dengan menggunakan pedoman

kriteria nilai 0-4 dengan ketentuan nilai nol jika tidak ada dokumen, nilai satu

jika keadaan dokumen ada tapi kurang baik, nilai dua berarti cukup baik, nilai

3 berarti baik, dan nilai 4 yang berarti sangat baik semua yang ditanyakan

pengawas ada bukti fisiknya. Kemudian cara penilaian dengan menjumlahkan

skor perolehan skor yang diperoleh dikalikan seratus dibagi total skor

maksimal sehingga ditemukan nilai akhir.

137

Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30

WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 138

Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30

WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.

85

c. Format instrumen supervisi KBM

Pada bagian awal berisi “identitas nama sekolah/madrasah, nama guru,

NIP/Golongan, mata pelajaran, kelas, semester, beban mengajar perminggu,

mengajar jam ke, diruang apa.”139

Selanjutnya pada rubrik pertama berisi “rencana pelaksanaan

pembelajaran (kejelasan perumusan tujuan pembelajaran tidak menimbulkan

penafsiran ganda dan mengandung perilaku hasil belajar, pemilihan materi

ajar sesuai dengan tujuan dan karakteristik peserta didik), ketuntasan

pengorganisasian materi ajar, sistimatika materi dan kesesuaian dengan

alokasi waktu, pemilihan sumber/media pembelajaran sesuai dengan tujuan

materi dan karakteristik peserta didik, kejelasan skenario pembelajaran

dimana setiap langkahtercermin strategi/metode dan alokasi waktu pada

setiap tatap muka, kerincian skenario pembelajaran dimana setiap

langkahtercermin strategi/metode dan alokasi waktu pada setiap tatap muka,

kesesuaian teknik dengan tujuan pembelajaran, kelengkapan instrumen baik

berupa soal, kunci jawaban, pedoman penilaian dan penskoran).”140

Rubrik kedua pada instrumen supervisi KBM adalah: “pelaksanaan

pembelajaran meliputi pra pembelajaran (memeriksa kesiapan siswa,

melakukan kegiatan appersepsi), kegiatan inti pembelajaran, yang didalamnya

139

Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30

WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 140

Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30

WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.

86

mencakup, penguasaan materi pembelajaran (menunjukkan penguasaan

materi pembelajaran, mengaitkan materi dengan pengetahuan yang relevan,

menyampaikan materi dengan jelas dan sesuai dengan herarki belajar,

mengaitkan materi dengan realitas kehidupan).”141

Pendekatan/ strategi pembelajaran “(melaksanakan pembelajaran sesuai

dengan kompetensi yang akan dicapai, melaksanakan pembelajaran secara

runtut, menguasai kelas, melaksanakan pembelajaran yang bersifat

kontekstual, melaksanakan pembelajaran yang memungkinkan tumbuhnya

kebiasaan positif, melaksanakan pembelajaran sesuai waktu yang

direncanakan).”142

Pemanfaatan sumber/media pembelajaran “(menggunakan media secara

efektif dan efisien, menghasilkan media secara efektif dan efisien,melibatkan

siswa dalam pemanfaatan media), serta pembelajaran yang memicu dan

memelihara ketertiban siswa (menumbuhkan partisipasi aktif siswa dalam

pembelajaran, menunjukkan sikap terbuka terhadap respon siswa,

menumbuhkan keceriaan dan antusiasme siswa), penilaian proses dan hasil

belajar (memantau kemajuan belajar secara proses, melakukan penilaian akhir

sesuai dengan kompetensi/tujuan yang akan dicapai), penggunaan bahasa

141

Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30

WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 142

Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30

WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.

87

(menggunakan bahasa lisan dan tulisan secara baik, jelas, dan benar,

menyampaikan pesan yang sesuai).”143

Pada bagian penutup guru melakukan refleksi/ membuat rangkuman

dengan melibatkan siswa, melaksanakan tindak lanjut dengan memberi

arahan, atau kegiatan, atau tugas sebagai bagian remidi/pengayaan).”144

Instrumen supervisi kegiatan belajar mengajar dalam supervisi klinis

disebut siklus observasi dikelas, dimana pengawas dapat memantau

keseluruhan proses kegiatan belajar mengajar dikelas mulai pembukaan, inti

dan penutup, melalui instrumen penilaian dengan memberikan lingkaran pada

angka yang dikehendaki sesuai dengan kemampuan guru yang diamati,

pilihan skor satu sama dengan sangat tidak baik, skor dua tidak baik, skor tiga

kurang baik, skor empat baik, dan skor lima sangat baik, kemudian jumlah

skor perolehan kali seratus dibagi skor maksimal diperoleh nilai. Sebaiknya

pengawas menambahkan kesimpulan dan saran-saran untuk guru yang

diamati sebagai perbaikan kegiatan yang akan datang.

d. Format instrumen penilaian aspek kepribadian guru PAI

Pada bagian pertama identitas berisi nama guru yang akan dinilai, nama

sekolah dan alamat sekolah, kemudian dalam tabel berisi beberapa aspek

antara lain:

143

Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30

WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 144

Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30

WIB WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.

88

“a) tanggungjawab (memiliki tanggung jawab terhadap tugas yang

diembannya, kemampuan mencari informasi dan pengetahuan teknologi yang

mendukung tugas yang diembannya); b) disiplin kerja (datang kesekolah tepat

pada waktunya, melaksanakan tugas mengajar sesuai dengan jam pelajaran

yang telah ditentukan); c) komunikasi (kemampuan menjelaskan materi

pelajaran sehingga mudah difahami, kemampuan menyampaikan pendapat

secara tertulis, kemampuan menyampaikan pendapat secara lesan); d)

mendengar orang lain (kemampuan menghargai pendapat orang lain termasuk

siswa, kemampuan menerima kritik dan saran orang lain); e) kerja sama

(kemampuan bekerja sama dengan teman sejawat, kemampuan bekerja sama

dengan kepala sekolah); f) sopan santun dan susila ( kesopanan dalam

bertingkah laku dan berpakaian); g) stabilitas emosi (kemampuan

mengendalikan diri, prakarsa, motivasi diri, sifat inovasi).”145

Instrumen tersebut diperlukan untuk mengetahui aspek kepribadian

guru dengan memberikan tanda centang pada kolom yang tersedia, kriteria

nilai satu kurang sekali, nilai dua kurang, nilai tiga cukup, nilai empat baik,

dan nilai lima baik sekali. Kemudian skor yang diperoleh dikalikan seratus

dibagi jumlah skor maximal, ditemukan nilai akhir kepribadian guru.

Demikianlah sekilas tentang instrumen yang sangat membantu

pelaksanaan implementasi model supervisi klinis, dengan beberapa lembar

instrumen yang akan dijelaskan pada lampiran, agar pengawas lebih

maksimal dalam melaksanakan tugas kepengawasan dan memiliki dokumen

autentik suatu saat akan bermanfaat bagi guru maupun pengawas dalam

mengembangkan karier ke jenjang yang lebih tinggi.

Namun tidak menutup kemungkinan masih ditemukan kejadian diluar

perencanaan dalam instrumen yang disepakati, maka perlu bantuan catatan

khusus, yang menurut pengawas sangat penting untuk ditindak lanjuti demi

145

Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2016 pukul 10.30

WIB di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.

89

kesuksesan dalam membina guru untuk meningkatkan kompetensi pedagogik

dan profesionalnya.

C. Hambatan dan Solusi

Hambatan yang dialami pengawas dalam melaksanakan tugas sangat

berbeda-beda antara satu dengan lainnya, tergantung kondisi sekolah masing-

masing maupun kualitas guru yang menjadi tanggung jawabnya, oleh karena itu

hambatan pelaksanaan implementasi supervisi klinis dapat dikategorikan menjadi

dua yaitu:

1) Aspek struktur birokrasi

Menurut Khoiri Khomsah “aspek struktur birokrasi pendidikan di

Indonesia secara legal jabatan pengawas bukan supervisor, sehingga

mengindikasikan paradigma berfikir tentang pendidikan yang masih dekat

dengan era inspeksi, lingkup jabatan pengawas lebih menekankan pada

pengawasan administrasi yang dilakukan oleh kepala sekolah dan guru,

asumsi yang digunakan apabila administrasinya baik maka proses

pembelajaran disekolah juga baik, padahal kenyataanya tidak demikian.”146

Khoiri Khomsah menambahkan bahwa: “ratio jumlah pengawas

dengan jumlah guru dan sekolah yang harus dibina sangat tidak ideal,

persyaratan kompetensi, pola rekrutmen, seleksi, evaluasi dan promosi

146

Hasil Wawancara dengan Hj. Khoiri Khomsah, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten

Gunungkidul, pada Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 13.21 WIB di Ruang Pengawas Kantor

Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul..

90

terhadap jabatan pengawas juga belum mencerminkan perhatian yang besar

terhadap pentingnya implementasi supervisi klinis sebagai ruh pendidikan,

yang dapat mengamati secara langsung interaksi belajar mengajar di

kelas.”147

2) Aspek kultural

Menurut Khoiri khomsah bahwa: “para pengambil kebijakan tentang

pendidikan belum berfikir secara optimal tentang pengembangan budaya

mutu dari proses pendidikan, apabila dicermati mutu pendidikan yang

diharapkan pelanggan ekternal yaitu orang tua wali murid maupun pelanggan

internal dari siswa itu sendiri sebenarnya terletak pada kualitas proses interaksi

guru dan siswa dalam proses belajar mengajar di dalam kelas dengan melalui

supervisi klinis, ini belum menjadi komitmen dan perhatian para pengambil

kebijakan apalagi pelaksana di lapangan.”148

Demikian juga menurut Syamsul Anwar bahwa: “nilai budaya interaksi

sosial yang kurang positif dibawa dalam interaksi fungsional fan profesional

antara pengawas, kepala sekolah dan guru, sehingga budaya “ewuh pakewuh”

147

Hasil Wawancara dengan Hj. Khoiri Khomsah, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten

Gunungkidul, pada Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 13.21 WIB di Ruang Pengawas Kantor

Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.. 148

Hasil Wawancara dengan Hj. Khoiri Khomsah, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten

Gunungkidul, pada Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 13.21 WIB di Ruang Pengawas Kantor

Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.

91

menjadikan pengawas atau kepala sekolah tidak mau masuk terlalu jauh pada

wilayah guru.”149

Selanjutnya Sukarmin melengkapi adanya budaya paternalistik,

“budaya ini menjadikan guru tidak terbuka dan membangun hubungan

profesional yang akrab dengan kepala sekolah dan pengawas, karena guru

menganggap beliau sebagai atasan sebaliknya pengawas dan kepala sekolah

menganggap guru sebagai bawahan, inilah salah satu kendala yang berat yang

dirasakan oleh semua pihak karena belum tercipta pola hubungan sebagai

kolega yang baik.”150

Selain dua aspek tersebut, perlu kita perhatikan secara cermat dari

pengawas, guru, sarana prasarana, waktu yang tersedia, serta letak geografis yang

semuanya sangat mempengaruhi berhasil tidaknya pelaksanaan implementasi

model supervisi klinis:

1. Hambatan Pengawas

Drs.Rubino menjelaskan bahwa: “jumlah pengawas sangat terbatas

dibandingkan dengan jumlah guru dan jumlah sekolah yang menjadi tanggung

jawabnya, rekapitlasi pengawas Pendidikan Agama Islam di Kabupaten

Gunungkidul tahun ajaran 2015/2016 menunjukkan bahwa jumlah pengawas

149

Hasil Wawancara dengan Syamsul Anwar, S.Ag. M.Pd. Pengawas PAI Kabupaten

Gunungkidul, pada hari kamis tanggal 25 Februari 2016 di Ruang Pengawas Kantor Kementerian

Agama Kabupaten Gunungkidul. 150

Hasil Wawancara dengan Drs. H. Sukarmin, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul,

pada hari Kamis tanggal 25 Februari 2016, di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama

Kabupaten Gunungkidul

92

Pendidikan Agama Islam semua jenjang sebanyak 15 orang, jumlah sekolah

1135, jumlah Guru Pendidikan Agama Islam 1258 orang yang tersebar di 18

kecamatan, sistim rekrutmen dan penempatan pengawas belum didasarkan pada

kebutuhan dan latar belakang guru yang disupervisi .”151

Solusi yang diberikan Rubino: “walaupun jumlah Pengawas PAI tidak

seimbang dengan jumlah sekolah dan guru PAI, namun tetap dapat diupayakan

supervisi klinis dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan aturan siklus yang

ada yaitu dengan menciptakan pola hubungan collega antara pengawas, kepala

sekolah dan guru senior, melalui pendidikan dan pelatihan, seminar, diskusi

maupun lokakarya tentang supervisi klinis, sehingga suatu saat dibutuhkan

membantu pengawas dalam kegiatan supevisi akan siap melaksanakannya.”152

Sumitro menjelaskan bahwa: “implementasi supervisi klinis sudah

dilaksanakan oleh pengawas, bekerja sama dengan kepala sekolah dan guru

senior secara kontinu, dan berkesinambungan mulai dari siklus pendahuluan,

siklus observasi dan siklus diskusi balikan sampai pada kegiatan tindak

lanjutnya.”153

151

Hasil Wawancara dengan Drs. Rubino, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada

hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama

Kabupaten Gunungkidul. 152

Hasil Wawancara dengan Drs. Rubino, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada

hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama

Kabupaten Gunungkidul. 153

Hasil wawancara dengan H.Sumitro, S.Ag.MA. di SMPN 1 Karangmojo pada hari jum’at

tanggal 11 Maret 2016 di ruang kepala sekolah bersamaan dengan kunjungan sekolah dan

pelaksanaan implementasi supervisi klinis bersama guru PAI Tugiran S.Pd.I di dampingi Ibu Suhartati,

M.Pd Kepala Sekolah SMPN 1 Karangmojo Gunungkidul.

93

Syamsul Anwar menjelaskan bahwa: “belum semua pengawas

melaksanakan supervisi klinis terutama bagi pengawas TK/SD kebanyakan masih

menggunakan model supervisi tradisional, karena belum semua pengawas

menguasai wawasan pengetahuan tentang supervisi klinis, dan belum menyadari

sepenuhnya akan tugas pokok dan fungsinya bagi pengembangan dan peningkatan

kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru.”154

Meskipun demikian pengawas harus tetap berusaha untuk mendalami

supervisi klinis untuk mengantisipasi suatu saat mutasi tugas kepengawasan dari

TK/SD ke jenjang sekolah menengah sudah harus disiapkan sejak dini.

2. Hambatan Guru

Permasalahan apa yang dihadapi guru dan bagaimana solusinya menurut

Ngatemin dapat dilihat dari beberapa masalahnya yaitu: “jika masalah motivasi

dan komitmen guru, bisa dihadirkan motivator untuk memotivasi agar guru

memiliki semangat yang luar biasa, jika masalahnya tentang wawasan dan

penguasaan materi pelajaran maka perlu dihadirkan Dosen yang sesuai dengan

mata pelajarannya.”155

Dipertegas oleh Ngatemin, bahwa: “jika masalah ketrampilan dalam

manajemen pembelajaran di kelas, bisa dihadirkan guru teladan untuk

154

Hasil Wawancara dengan Syamsul Anwar, S.Ag. M.Pd. Pengawas PAI Kabupaten

Gunungkidul, pada hari kamis tanggal 25 Februari 2016 jam 10.00- selesai WIB di Ruang Pengawas

Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.. 155

Hasil Wawancara dengan Drs. H. Ngatemin, MA. Pengawas Kabupaten Gunungkidul,

pada hari Kamis tanggal 24 Maret 2016, Pukul 10.20 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian

Agama Kabupaten Gunungkidul.

94

melaksanakan demontrasi mengajar atau peer teaching dihadapan semua guru,

dan jika masalah keahlian pelaksanaan bisa diadakan bimtek, workshop, diklat

serta kegiatan-kegiatan lain, agar pelaksanaan implementasi model supervisi

klinis dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional guru PAI.”156

Oleh karena itu pengawas harus memahami kebutuhan dan kelemahan guru

agar bantuan pembinaan yang diberikan sesuai harapan guru, maka teknik yang

paling tepat melalui supervisi klinis, karena dengan supervisi klinis dapat

menciptakan pola hubungan kolega bersama antara guru dengan pengawas.

Guru enggan untuk disupervisi karena guru kurang memahami peran dan

manfaat supervisi bagi pengembangan kompetensi pedagogik dan profesional,

sehingga kegiatan supervisi membuat suasana kerja menjadi kurang nyaman,

kesadaran terhadap kebutuhan untuk disupervisi belum tumbuh dalam diri guru,

hal ini terjadi karena adanya kemungkinan persepsi guru terhadap kegiatan

supervisi.

Supervisi dianggap sama dengan inspeksi, yakni “kegiatan untuk mencari

kesalahan-kesalahan guru, sehingga seringkali guru merasa bahwa supervisor baik

dari kepala sekolah/pengawas cenderung bersikap otoriter, guru merasa tertekan

dan terancam, maka sedapat mungkin menghindari kegiatan supervisi, agar tidak

156

Hasil Wawancara dengan Drs. H. Ngatemin, MA. Pengawas Kabupaten Gunungkidul,

pada hari Kamis tanggal 24 Maret 2016, Pukul 10.20 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian

Agama Kabupaten Gunungkidul.

95

kecewa, khawatir adanya perilaku kurang simpatik dari kepala sekolah/pengawas,

sehingga guru kemudian akan merasa tertekan dan dipermalukan.”157

Munculnya persepsi diatas biasanya dari perasaan guru yang belum

menyadari akan pentingnya disupervisi, perlu diketahui bersama bahwa semakin

sering dikunjungi pengawas untuk disupervisi seharusnya merasa senang karena

kelemahan yang dialami dan kesulitannya akan segera dapat diatasi dengan

bantuan pengawas.

Apabila di usahakan dengan sungguh-sungguh akan melahirkan guru yang

hebat dan dapat berprestasi, maka wahai para guru jauhkan persepsi yang tidak

baik terhadap pengawas, ciptakan hubungan kolega yang baik dengan pengawas

betapa pentingnya pembinaan dan bantuan yang diberikan pengawas hanya demi

meningkatkan kompetensi dan profesional guru.

Guru selaku obyek supervisi, seringkali terbelakang, tidak kompeten, dan

terkesan tidak berperform baik pada saat KBM ini disebabkan karena,

“seringkali guru terjebak dalam rutinitas tugas sehari-hari, dan terlena, tidak

termotivsi untuk mengembangkan diri, iklim kerja yang kurang menggairahkan,

monoton, sehingga guru merasa puas dengan apa yang sudah dilakukan selama

157

Hasil Wawancara dengan H. Fuad Ihsanuddin Nugroho, S.Ag. MA. Guru Agama di SMPN 1

Wonosari dan sekaligus Ketua MGMP PAI SMP Kabupaten Gunungkidul DIY pada hari Kamis 24

Maret 2016, bersamaan dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP, di lantai dasar Masjid Al Ikhlas

kota Wonosari

96

ini, dan tidak termotivasi untuk lebih kreatif dan inovatif dalam kegiatan

pembelajaran.”158

Dari penampilan guru terkadang merasa kurang yakin/ kurang percaya diri

akan kemampuan, dan pada kelengkapan administrasi belum ada buku khusus

supervisi kelas, dan buku bimbingan siswa, untuk mencatat siswa yang

bermasalah, siswa berprestasi, dan beberapa peristiwa penting yang perlu

didokumentasi dan membutuhkan umpan balik, semua perlu bukti fisik

pembinaan agar dapat membantu siswa untuk mengembangkan potensi yang

dimilikinya, dan sebagai bentuk laporan kepada wali murid maupun

pimpinan/kepala sekolah,

Hal ini sudah diinformasikan kepada guru yang bersangkutan bersedia untuk

melengkapi kekurangannya dan akan diusahakan pada kunjungan supervisi

berikutnya sudah lebih lengkap, dan persiapannya lebih matang, maka antara

guru dengan pengawas harus dapat menciptakan pola hubungan kollega demi

kesuksesan pelaksanaan program kepengawasan.

3. Letak geografis

Hambatan yang dialami oleh pengawas berbeda-beda menurut Sukarmin,

menjelaskan bahwa: “ditinjau dari segi geografis wilayah gunungkidul sangat

unik, dengan keindahan panorama yang luar biasa namun belum semua jalan

158

Hasil wawancara dengan Dra. Hj. Eni Wahtuti, Bendahara MGMP PAI SMP dan guru

Agama di SMPN 1 Paliyan Gunungkidul di lantai dasar Masjid Al Ikhlas kota Wonosari, bersamaan

dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP.

97

menuju sekolah tersebut baik, masih ada jalan yang bergelombang karena

pengaruh muatan berat, selain itu jarak tempuh menuju ke sekolah binaan sangat

jauh, medannya cukup sulit untuk sampai ke sekolah, penuh rintangan jalan licin,

bebatuan, berbukit-bukit, berkelok-kelok sehingga di musim hujan sangat rawan

kecelakaan.”159

Rubino memberikan solusi yaitu: “untuk mengatasi hal tersebut maka

perencanaan program harus disusun secara matang disesuaikan dengan kelender

pendidikan, komunikasi dan pemantauan terhadap guru harus selalu terjaga,

pelaksanaan supervisi sesuai program yang telah direncanakan, pembinaan,

bimbingan dan pendampingan dilakukan secara rutin, perlu ada persiapan dari

guru dan pengawas, ada kesepakatan antara pengawas dengan sekolah atau guru,

sehingga implementasi program dapat berhasil dan hasilnya dapat dipertanggung

jawabkan”.160

4. Sarana prasarana

Hambatan yang dirasakan paling berat oleh Khoiri Khomsah: “keterbatasan

fasilitas, sarana prasarana di sekolah binaan, belum seluruh sekolah memiliki

jaringan listrik, maka menjadikan kendala dalam segala aktifitas, solusi yang di

laksanakan dengan memanfaatkan prinsip alam takambang jadi guru, justru

159

Hasil Wawancara dengan Drs. H. Sukarmin, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul,

pada hari Kamis tanggal 25 Februari 2016, Pukul 11.10 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian

Agama Kabupaten Gunungkidul. 160

Hasil Wawancara dengan Drs. Rubino, MA. Pengawas PAI Kabupaten Gunungkidul, pada

hari Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama

Kabupaten Gunungkidul.

98

wilayah ini harus menjadi perhatian khusus dari pengawas maupun pemerintah

agar masyarakat tetap dapat memperoleh pelayanan pendidikan.”161

Meskipun rintangan banyak menghadang baik jarak tempuh maupun medan

perjalanan, namun tidak mematahkan semangat pengawas dalam melaksanakan

tugas, justru jarak tempuh yang sulit insya Allah pahalanya semakin banyak, dan

saat kunjungan kesekolah sekalian diniati ibadah dan refressing melihat

pemandangan indahnya panorama Gunungkidul yang dapat mempesona para

wisatawan dari berbagai manca negara demikian pernyataan tegas dari Khoiri

Khomsah.”162

Dari segi sarana prasarana, sekolah belum seluruh kelas dilengkapi dengan

LCD, oleh karena itu guru harus lebih inovatif menyiapkan media alamiah

maupun alat peraga buatan yang dapat menunjang proses belajar mengajar lebih

menarik perhatian.

5. Hambatan Waktu

Dari segi waktu untuk melaksanakan supervisi klinis sesuai jadwal pelajaran

Pendidikan Agama Islam tiga jam di kelas, waktu yang tersedia harus bisa

mencakup ketiga siklus pendahuluan, observasi dan diskusi balikan, nah pada

diskusi umpan balik inilah guru harus meninggalkan kelas beberapa waktu, maka

161

Hasil Wawancara dengan Hj. Khoiri Khomsah, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten

Gunungkidul, pada Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 13.21 WIB di Ruang Pengawas Kantor

Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 162

Hasil Wawancara dengan Hj. Khoiri Khomsah, S.Ag. MA. Pengawas PAI Kabupaten

Gunungkidul, pada Selasa tanggal 1 Maret 2016, Pukul 13.21 WIB di Ruang Pengawas Kantor

Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.

99

untuk mengantisipasi agar kelas tetap kondusif guru harus kreatif menyiapkan

tugas mandiri yang dapat memberi kesibukan dan keasikan siswa mengerjakan

tanpa merasa terbebani.

Ngatemin menjelaskan bahwa: “kendala dalam melaksanakan supervisi

akademik melalui model klinis, terbatasnya waktu, padahal tugas pengawas tidak

hanya melaksanakan supervisi akan tetapi jadwal yang telah disusun adakalanya

terganggu dengan kegiatan kedinasan lain seperti rapat dinas, menghadiri

diklat/workshop, menjadi yuri MTQ dan cabang lomba lainnya baik ditingkat

kabupaten maupun propinsi sehingga harus mengurangi waktu berkunjung

kesekolah, itulah salah satu hambatan yang terkadang membuat dilematis harus

mendahulukan yang mana.”163

Solusi Ngatemin “untuk mengatasi hal tersebut perlu bekerja sama dengan

kepala sekolah agar membantu pelaksanaan kepengawasan, minimal mendukung

dan memotivasi guru agar mempersiapkan diri menyusun RPP yang baik, serta

persiapan siklus pendahuluan dengan baik, sewaktu-waktu pengawas datang

tinggal di konsultasikan.”164

6. Hambatan di sekolah

163

. Hasil Wawancara dengan Drs. H. Ngatemin, MA. Pengawas Kabupaten Gunungkidul,

pada hari Kamis tanggal 24 Maret 2016, Pukul 10.20 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian

Agama Kabupaten Gunungkidul. 164

Hasil Wawancara dengan Drs. H. Ngatemin, MA. Pengawas Kabupaten Gunungkidul, pada

hari Kamis tanggal 24 Maret 2016, Pukul 10.20 WIB di Ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama

Kabupaten Gunungkidul..

100

Hambatan yang sering terjadi di sekolah yaitu: “lingkungan kerja yang

kurang kompetitif, ketika ada salah satu guru yang tidak rajin dibiarkan tanpa ada

teguran dari atasan, lama kelamaan akan mudah mempengaruhi kinerja guru

lainnya.”165

Kondisi lain yang sangat fondamental bahwa “insentif dan jaminan kerja

guru kurang menarik/ kurang menantang, guru dituntut untuk bekerja keras tetapi

kesejahteraan kurang diperhatikan, hal ini juga akan mempengaruhi guru tidak

bersemangat untuk bekerja, sehingga untuk menambah penghasilan sambil

membuka usaha sampingan yang terkadang menyita waktu bertugas di

sekolah.”166

Pendapat lain mengatakan “pengaruh pimpinan yang sering kurang memberi

motivasi, selalu menganggap salah kepada guru, bahkan guru sangat disibukkan

dengan tuntutan kegiatan administratif yang menyebabkan jenuh, sehingga

menjadi apatis.”167

Guru kurang profesional menurut Fuad, karena terjebak rutinitas disekolah

“guru lebih mementingkan tugas membuat administrasi, sementara tugas

utamanya sebagai pendidik sekaligus “transfer of knowledge” pada siswa

165

Hasil wawancara dengan Dra. Hj. Eni Wahtuti, Bendahara MGMP PAI SMP dan guru

Agama di SMPN 1 Paliyan Gunungkidul di lantai dasar Masjid Al Ikhlas kota Wonosari, bersamaan

dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP. 166

Hasil wawancara dengan Dra. Hj. Eni Wahtuti, Bendahara MGMP PAI SMP dan guru

Agama di SMPN 1 Paliyan Gunungkidul di lantai dasar Masjid Al Ikhlas kota Wonosari, bersamaan

dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP. 167

Hasil Wawancara dengan H. Fuad Ihsanuddin Nugroho, S.Ag. MA. Guru Agama di SMPN 1

Wonosari dan sekaligus Ketua MGMP PAI SMP Kabupaten Gunungkidul DIY pada hari Kamis 24

Maret 2016, bersamaan dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP, di lantai dasar Masjid Al Ikhlas

kota Wonosari.

101

mendapatkan porsi yang kecil, sehingga energi guru lebih banyak terserap untuk

menyelesaikan beban tugas yang lain, akibatnya ketika observasi dilakukan, guru

menjadi gugup, karena kurangnya persiapan.”168

Idealnya apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab guru dilaksanakan

sedikit demi sedikit tetapi kontinu, apa yang dilaksanakan berusaha untuk di catat

sehingga suatu saat ada kunjungan semua yang dibutuhkan telah siap, salah satu

prinsip penting yang harus dimulai dari sekarang adalah jangan suka menunda

pekerjaan, apa yang bisa dilakukan hari ini, harus dikerjakan, jika ditunda besok

kita tidak mengetahui apakah besok bisa melaksanakannya atau malah semakin

sibuk dengan datangnya tugas yang baru yang lebih penting dari itu.

Menurut Eni Wahtuti bahwa munculnya beberapa masalah dalam kegiatan

supervisi dikarenakan: “guru menganggap supervisi sama dengan evaluasi yang

hanya sekedar mencari-cari kesalahan saja, dalam hal ini guru akan merasa

kecewa atau segan apabila akan dievaluasi, karena akan terlihat kelemahannya

oleh orang lain (supervisor).”169

Menurut Eny, guru berasumsi bahwa supervisi selalu berangkat dari

kepentingan pengawas/kepala sekolah, dan bukan kepentingan guru, sehingga

hubungan menjadi kurang menyenangkan, dalam proses supervisi, hubungan

168

Hasil Wawancara dengan H. Fuad Ihsanuddin Nugroho, S.Ag. MA. Guru Agama di SMPN 1

Wonosari dan sekaligus Ketua MGMP PAI SMP Kabupaten Gunungkidul DIY pada hari Kamis 24

Maret 2016, bersamaan dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP, di lantai dasar Masjid Al Ikhlas

kota Wonosari 169

Hasil wawancara dengan Dra. Hj. Eni Wahtuti, Bendahara MGMP PAI SMP dan guru

Agama di SMPN 1 Paliyan Gunungkidul di lantai dasar Masjid Al Ikhlas kota Wonosari, bersamaan

dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP

102

antara supervisor dan guru adalah hubungan atasan dan bawahan, sehingga

secara psikologis guru merasa tertekan, dan supervisor ada pada pihak yang

menang.”170

Demikian juga Fuad, berkomentar bahwa “kondisi kepala sekolah yang

kurang memberikan motivasi, pendekatan yang dilakukan oleh kepala sekolah

sebagai supervisor terhadap guru dalam menjalankan tugas supervisi biasanya

bersifat otoriter, sehingga guru tidak memiliki kesempatan untuk menunjukkan

keunggulannya, sasaran supervisi lebih dititik beratkan pada kegiatan

administratif, seperti teknik membuat persiapan, RPP, penyediaan media

pembelajaran yang digunakan, serta berbagai sarana-prasarana penunjang KBM,

bukan pada peningkatan kualitas mengajar guru.”171

7. Hambatan Kebijakan pemerintah

Fuad menuturkan reformasi pendidikan belum mengubah secara signifikan

teknik dan pendekatan supervisi, sehingga supervisor lebih sering mencari

kesalahan obyek supervisi (guru) dari pada memberikan solusi demi terwujudnya

peningkatan kualitas pembelajaran.”172

Maka Mahasiswa calon pengawas kedepan

170

Hasil wawancara dengan Dra. Hj. Eni Wahtuti, Bendahara MGMP PAI SMP dan guru

Agama di SMPN 1 Paliyan Gunungkidul di lantai dasar Masjid Al Ikhlas kota Wonosari, bersamaan

dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP. 171

Hasil Wawancara dengan H. Fuad Ihsanuddin Nugroho, S.Ag. MA. Guru Agama di SMPN 1

Wonosari dan sekaligus Ketua MGMP PAI SMP Kabupaten Gunungkidul DIY pada hari Kamis 24

Maret 2016, bersamaan dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP, di lantai dasar Masjid Al Ikhlas

kota Wonosari 172

Hasil Wawancara dengan H. Fuad Ihsanuddin Nugroho, S.Ag. MA. Guru Agama di SMPN 1

Wonosari dan sekaligus Ketua MGMP PAI SMP Kabupaten Gunungkidul DIY pada hari Kamis 24

103

harus dapat membawa pencerahan bagi masa depan pengawas dan guru di

seluruh Indonesia yang unggul karakternya dan profesional dalam segala bidang.

D. Tindak Lanjut Kegiatan Kepengawasan

Tindak lanjut merupakan bagian terakhir dari kegiatan kepengawasan

setelah observasi di dalam kelas, karena tindak lanjut merupakan eksekusi dan

rekomendasi yang disampaikan oleh pengawas atau kepala sekolah terhadap guru,

dengan suasana terbuka saling menghargai pendapat dan menerima kritik dan

saran demi kesempurnaan dan perbaikan ketrampilan mengajarnya.

Tindak lanjut laporan hasil pelaksanaan implementasi model supervisi klinis

dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional ditujukan kepada

pimpinan dan kepada orang yang disupervisi. Kepada atasan atau pimpinan,

laporan hasil supervisi dimaksudkan untuk memberikan laporan mengenai

temuan-temuan yang diperoleh dari kegiatan supervisi dan selanjutnya dijadikan

bahan untuk melakukan pembinaan kompetensi pedagogik dan profesional bagi

orang yang disupervisi.

Laporan untuk pihak yang disupervisi dimaksudkan sebagai balikan dalam

upaya menyadarkan posisi kinerja dan meningkatkan kompetensi pedagogik dan

profesionalnya. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan dalam laporan supervisi

untuk pihak yang disupervisi perlu memperhatikan aspek-aspek psikologis,

Maret 2016, bersamaan dengan acara Pembinaan MGMP PAI SMP, di lantai dasar Masjid Al Ikhlas

kota Wonosari.

104

fisiologis, latar belakang pendidikan, masa kerja dan aspek lainnya yang

berhubungan dengan harga diri pihak yang disupervisi.

Secara garis besar ada tiga alternatif tindak lanjut yang diberikan pengawas

atau kepala sekolah kepada guru antara lain:

a) “Penguatan dan penghargaan diberikan kepada guru yang telah memenuhi

standar, pendidik perlu penguatan atas kompetensi yang telah dicapainya,

karena penguatan merupakan bentuk pembenaran, legalisasi, dan pengakuan

atas kompetensi yang dicapainya, hal ini diperlukan bukan saja sebagai

motivasi atas keberhasilannya, tetapi juga merupakan suatu kepuasan individu

dan profesional atas kerja kerasnya, penguatan seperti ini sangat jarang

bahkan hampir tidak ada, penguatan seperti ini sangat ditekankan dalam

Permen diknas Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses;

b) Teguran yang bersifat mendidik diberikan kepada guru yang belum

memenuhi standar, teguran dapat diberikan secara lesan maupun tulisan,

idealnya untuk memenuhi persyaratan administrasi teguran seyogyanya

disampaikan secara tertulis sehingga memiliki bukti otentik karena dapat

dipertanggung jawabkan dan merupakan dokumentasi, jika teguran itu

berhasil memberikan motivasi pendidik, maka dokumentasi akan lebih

bermakna positif baik bagi yang menegur maupun yang di tegur, tetapi jika

teguran tidak dapat memotivasi pendidik, maka dapat dilanjutkan pada

teguran berikutnya, maka teguran yang baik adalah yang dapat membawa

105

perubahan orang yang ditegur, dan tidak merasa dilecehkan dan tidak

tersinggung;

c) Merekomendasikan agar pendidik diberi kesempatan untuk mengikuti

pelatihan atau penataran lebih lanjut, rekomendasi itu tidak hanya bermakna

bagi pendidik, tetapi juga bermakna bagi institusi tempat pendidik bertugas

untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional guru.”173

Hubungan antara guru dengan supervisor, menurut Tugiran tentu saja

dibutuhkan: “kerjasama, pengertian, serta pengembangan hubungan kerja yang

baik dalam lingkungan sekolah (antara guru, kepala sekolah, dan pengawas), agar

masing-masing komponen, baik yang menjadi obyek supervisi maupun supervisor

dapat menjalankan tugas pokok fungsi dan perannya secara optimal tanpa

menimbulkan tekanan terutama terhadap guru sebagai obyek supervisi.”174

Hubungan pengawas dengan guru yang optimal adalah “hubungan rekan

dan kolaboratif bahkan jika pengawas memiliki peran yang menyiratkan

hubungan atasan bawahan, pengawas harus bekerja ke arah satu hubungan yang

benar-benar kolaboratif, tidak ada jawaban final tentang cara terbaik untuk

mengajar, tidak ada satu individu yang tahu semua yang ada untuk mengetahui

173

Hasil wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag. MA. di SMPN 1 Karangmojo pada hari jum’at

tanggal 11 Maret 2016 di ruang kepala sekolah bersamaan dengan kunjungan sekolah dan

pelaksanaan implementasi supervisi klinis bersama guru PAI Tugiran S.Pd.I di dampingi Ibu Suhartati,

M.Pd Kepala Sekolah SMPN 1 Karangmojo Gunungkidul. 174

Hasil wawancara dengan Tugiran, S.PdI. guru Agama di SMPN 1 Karangmojo Gunungkidul

usai disupervisi klinis pada hari jum’at tanggal 11 Maret 2016 di ruang kepala sekolah.

106

tentang pengajaran dan pembelajaran, guru lebih terbuka untuk umpan balik dari

pengawas yang memanifestasikan semangat kolaboratif pemecahan masalah.”175

Pendapat Tugiran sesuai dengan Allan A. Glatthorn bahwa: “Spirit of

collaborative problem solving, Let’s work together to see how we can solve the

problem we have identified” (semangant kolaboratif dalam pemecahan masalah

dan mari kita bekerja sama untuk melihat bagaimana kita bisa memecahkan

masalah yang telah kita identifikasi).”176

Idealnya pengawas dan guru harus mengadopsi perspektif luas yang peka

terhadap pengaruh multifaset yang mempengaruhi pengajaran, pengawasan

terbaik tidak terobsesi dengan keterampilan, dalam mencoba untuk memahami

transaksi pengajaran pembelajaran, pengawas dan guru peka terhadap interaksi

organisasi, sistem dukungan pembelajaran, peserta didik, dan beberapa aspek guru

sebagai seorang profesional, melalui pendekatan pemecahan masalah di mana

keterampilan tertentu perlu dikembangkan, tetapi mereka tidak mulai dengan

asumsi yang belum teruji.

Supervisi merupakan pengajaran yang sarat nilai ( supervision is a value), di

mana tindakan etis merupakan syarat dasar pengawas berjuang setiap hari dengan

masalah-masalah nilai, haruskah saya membantu guru atau bersantai di kantor

dengan rekan-rekan saya? haruskah saya membedakan secara terbuka dengan

inspektur atau menjaga ketenangan saya? haruskah saya melaporkan masalah-

175

Hasil wawancara dengan Tugiran, S.PdI. guru Agama di SMPN 1 Karangmojo Gunungkidul

pada hari jum’at tanggal 11 Maret 2016 di ruang kepala sekolah. 176

Allan A.Glatthorn, Supervisory Leadership…,161.

107

masalah saya kepada kepala sekolah baru atau menyimpannya untuk diri sendiri?

Haruskah saya jujur dengan guru tentang kesalahan yang saya lihat atau saya

harus mengabaikannya untuk saat ini? Haruskah saya menerapkan kurikulum

yang tidak saya percaya atau mencoba untuk menumbangkan itu? Itu semua

merupakan dilema etika yang diakui bukan keputusan mudah. Pengawas terbaik

sensitif terhadap dimensi etis dari peran, membutuhkan waktu untuk

merefleksikan masalah sebelum bertindak, dan alasan semua tindakan dalam nilai-

nilai inti keadilan dan integritas.

Guru perlu mengubah persepsinya tentang konsep supervisi yaitu: supervisi

merupakan proses pemberian bantuan dan pembinaan kepada guru untuk

memperbaiki proses belajar mengajar di kelas, sifat hubungan dalam kegiatan

supervisi adalah kemitraan (kolegial), kegiatan supervisi dapat menjadi ajang

pemecahan masalah bersama-sama, supervisi sebagai kebutuhan bersama dalam

usaha memperbaiki pendidikan, semua komponen baik guru sebagai obyek

supervisi maupun kepala sekolah/pengawas sebagai supervisor harus berpikir

positif terhadap kegiatan supervisi.

Jadi persepsi guru terhadap kegiatan supervisi yang semestinya diperbaiki,

agar supervisi yang dilakukan akan memberikan hasil positif, tanpa ada guru

yang merasa tertekan, karena supervisor/kepala sekolah/pengawas melakukan

tugas supervisinya dengan prinsip kemitraan, memberikan feedback, saran dan

masukan pada guru secara personal (tidak melibatkan guru lain, apalagi

mengkritik didepan guru lain) serta memberikan solusi bagi permasalahan yang

108

muncul dalam proses KBM melalui diskusi dan tukar pendapat dengan guru yang

bersangkutan untuk menentukan alternatif solusi yang dapat dipilih.

Kepala sekolah/pengawas sebagai supervisor pun harus memperbaharui

persepsi mereka tentang kegiatan supervisi bahwa: orientasi kerja supervisi

pendidikan diubah dari ‘menggurui’ menjadi memberi bantuan dan melakukan

pembinaan dengan hubungan sebagai mitra (kolega), supervisor menguasai

konsep dan teori supervisi pendidikan sebagai landasan bertindak, disamping

pemahaman terhadap tugasnya, supervisor mampu memberikan bantuan sesuai

dengan kebutuhan guru.

Supervisor (kepala sekolah/pengawas) hendaklah memiliki pengetahuan

dalam bidang pendidikan yang luas, memiliki intuisi yang baik agar dapat

membantu guru dalam berbagai masalah pendidikan, bersikap ramah dan luwes

serta memiliki sikap humoris yang cukup (sehingga hubungan antara guru dan

supervisor tidak kaku/canggung, yang pada gilirannya akan membuat guru merasa

nyaman untuk berdiskusi/berkonsultasi), bersikap sabar kepada semua guru

dengan berbagai karakter dan kondisi psikososial yang bervariasi. Bilamanana

seluruh komponen yang terkait dalam kegiatan supervisi ini senantiasa berpikir

positif, maka tujuan utama dari supervisi pendidikan sebagaimana yang dimaksud

dalam definisi supervisi pendidikan oleh para pakar akan terwujud.

Komitmen dari seluruh komponen untuk mentaati etos kerja. Allah SWT

memberikan pembelajaran yang bermakna berkaitan dengan etos kerja ini, melalui

Firman Nya dalam Qs At-Taubah:105:

109

()*�� E,F*�☺+� , G�H98/0�; IJ , K$LMN��O⌧Q R��*JFST����

.�F�C1=�S☺�� ,�� E �V�WB�HLXT�� YN� � �? �!.� ���Z.��� ,

�[4!>-\]� ,�� $LM�^ �_.`�Z�; ☺ $ aLbCLc .�F*�☺*� %e� (

Artinya:”Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta

orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan

kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-

Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan (QS At Taubah:105).”177

Ayat di atas mengandung makna, bahwa setiap muslim ketika bekerja tidak

perlu harus selalu diawasi oleh atasan, karena Allah Maha Mengetahui, Maha

Melihat segala sesuatu yang dilakukan oleh makhluk Nya. Kesadaran senantiasa

berada dibawah pengawasan Allah ini membuat setiap muslim akan melakukan

yang terbaik sebagai wujud tanggung jawabnya terhadap Sang Khaliq atas pilihan

hidup yang diambil.

Dengan demikian guru maupun pengawas akan melakukan tugas dan

kewajibannya dengan penuh tanggung jawab, baik tugas administrasi maupun

tugas sebagai pendidik sehingga seorang guru tidak perlu menunggu disupervisi

dulu, baru menunjukkan performa optimalnya. Demikian pula dengan supervisor

(kepala sekolah/pengawas/guru senior) akan berusaha penuh menjalankan tugas

supervisinya dengan baik, bukan mencari-cari kesalahan guru, namun ditujukan

untuk memperbaiki pendidikan dan memberikan pembinaan secara penuh kepada

guru agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas, memperbaiki

177

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: PT Tanjung Mas, 2007,

298.

110

kekurangannya, serta mencari solusi bagi permasalahan yang timbul di

masyarakat secara komplek.

Dari uraian diatas diketahui bahwa siklus supervisi klinis, tampak seolah-

olah siklus tersebut menjelaskan bahwa di mana banyak pengawas telah

melakukan bersama, tetapi tinjauan singkat dari dasar asumsi untuk supervisi

klinis, pengawas bekerja dengan guru selama siklus, yang membantu mereka

untuk memahami dan meningkatkan profesional mereka dan membantu untuk

belajar lebih banyak tentang keterampilan analisis kelas yang diperlukan dalam

supervisi, sementara observasi kelas tradisional cenderung sporadis dan

memerlukan sedikit investasi waktu, sedangkan supervisi klinis meminta bahwa

pengawas memberikan dua hingga tiga jam seminggu untuk setiap guru.

Pengawas dapat dengan lebih baik mengelola waktu mereka dengan

melibatkan hanya bagian dari fakultas pada satu waktu-mungkin sepertiga selama

tiga bulan rotasi. Karena guru sendiri kompeten dalam supervisi klinis dan

menganggap peningkatan tanggung jawab untuk semua fase, mereka harus

berpartisipasi dalam pengawasan klinis sebagai bentuk pengawasan rekan, tidak

ada aturan yang keras dan cepat yang mengecualikan guru dari mengasumsi peran

sebagai pengawas klinis, supervisi rekan dan supervisi klinis cukup kompatibe.

111

Gambar 3.2

LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA KANTOR KEMENTERIAN AGAMA

KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Nomor : Tahun 2016

TENTANG

SUSUNAN PENGURUS KELOMPOK KERJA PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DAN PENGAWAS MADRASAH

KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERIODE : 2016 – 2020

No JABATAN DALAM POKJAWAS N A M A

1. Pembina Kepala Kantor Kementerian Agama

Kab. Gunungkidul

2. Ketua Drs. RUBINO, M.A.

Wakil Ketua Drs. FAIZUZ SA’BANI, M.A .

3. Sekretaris KARMANTO, S.Ag.

Wakil Sekretaris FAQIH SOMADI, M.S.I

4. Bendahara Hj. INDRA SUSILANINGSIH, M.Pd.I

Wakil Bendahara Dra. Hj. SITI MARFU’AH, M.S.I.

5. Koordinator Pengawas TK/SD Drs. NGAWETNO

6. Koordinator Pengawas RA/MI PURWATA, M.S.I.

7. Koordinator Pengawas

SMP/SMA/SMK

Drs.H. RIDARNO, M.A.

8. Koordinator MTs Drs. SUGENG WIBOWO, M.Pd.I

9. Koordinator MA Drs. ISYADI, M.A.

10. Seksi Program dan Evaluasi 1. WAGIRAN, M.S.I

2. SUMITRO, M.A

11. Seksi Peningkatan Kompetensi 1. Hj. KHOIRI KHOMSAH., M.A.

2.SRI RAHMIYATI, M.Pd.

12. Seksi kesejahteraan dan Humas 1. PONIMAN, S.Ag.

2. Dra. Hj. SITI SUWAIBAH

112

Gambar 3.3

TUGAS WILAYAH PENGAWASAN

PENGAWAS MADRASAH

TAHUN 2015/2016

NO NAMA PENGAWAS JUMLAH WILAYAH PENGAWASAN

RA MI MTs MA

1 Drs. Sugeng Wibowo, M.Pd.I - - 7 1

2 Sugiyo, M.Pd.I - - 8 -

3 Drs. H.Ngatemin,MA - - 8 -

4 Drs.H. Faizuz Sa’bani, MA - - 7 1

5 Drs. Isyadi - - 1 7

6 Purwata,MSI 3 11 - -

7 Hj. Indra Susilaningsih,M.Pd.I 5 10 - -

8 Karmanto, S.Ag 9 4 - -

9 Misbah,MSI 9 4 - -

10 Sri Rahmiyati, S.Pd, M.Pd 8 5 - -

11 M.Jamhari, S.Pd.I 9 4 - -

12 H. Poniman, S.Ag 8 6 - -

13 Iskandar, S.Ag 8 5 - -

14 H.Salabi, MSI 5 7 - -

15 Sumarwan, S.Ag 10 4 - -

16 Wagiran, MSI 1 11 - -

17 H.Mahmud Ali, S.Ag 8 5 - -

18 Sihyu Darini, HW, S.Pd 10 3 - -

JUMLAH 93 79 31 9

113

BAB IV

PENINGKATAN KOMPETENSI PEDAGOGIK

DAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PAI

A. Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru PAI

Data mengenai peningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional

guru PAI, diperoleh dari hasil wawancara mendalam terhadap para informan,

terutama informan yang terlibat secara langsung dengan supervisor dalam

melaksanakan supervisi akademik dan terlibat langsung dengan guru dalam

melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Selain itu data juga diperoleh

dari hasil observasi dilapangan/ di beberapa sekolah dan studi dokumentasi yang

ada di kantor Pengawas Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.

Kompetensi supervisi akademik adalah kemampuan pengawas sekolah

dalam melaksanakan pengawasan akademik. Pengawasan akademik menilai dan

membina guru dalam rangka mempertinggi kualitas proses pembelajaran yang

dilaksanakannya agar berdampak terhadap kualitas hasil belajar siswa.

Pelaksanaan supervisi akademik di kabupaten Gunungkidul diarahkan

melalui implementasi model supervisi klinis. Maksudnya agar pengawas dapat

meningkatkan kinerja pendidik melalui pengembangan kompetensi pedagogik,

113

114

profesional, sosial, dan kepribadian. Pembinaan secara spesifik yang diberikan

pengawas bertujuan: “untuk memenuhi seluruh indikator yang tertera dalam

instrumen penilaian kinerja guru, dengan target minimal guru dapat memenuhi

kriteria hasil penilaian baik pada sejumlah indikator.”178

Guru profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi yang

harus dimiliki guru antara lain: “kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan

kepribadian.”179

Menjadi guru profesional bukan hal yang mudah, uraian ini

diharapkan dapat membantu guru memahami kompetensi guru profesional. Untuk

mempertajam wawasan, secara spesifik pembahasan ini difokuskan pada

peningkatan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI.

Kompetensi pedagogik merupakan suatu kemampuan dalam mengelola

pembelajaran peserta didik. Kompetensi pedagogik mengandung beberapa aspek

penting antara lain: “pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;

pemahaman tentang peserta didik; pengembangan kurikulum atau silabus;

perancangan pembelajaran; pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan

dialogis; evaluasi hasil belajar; dan pengembangan peserta didik untuk

mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.”180

178

Hasil wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag, MA. pada hari kamis 24 Februari 2016, di

ruang pengawas Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 179

Hasil wawancara dengan H.Sumitro, S.Ag.MA. pada hari kamis 24 Februari 2016, di ruang

pengawas Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 180

Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru: melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori

dan Praktek, Jakarta: Kencana, 2011, 3.

115

Kompetensi pedagogik guru dikembangkan melalui beberapa indikator.

Indikator yang menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan pembelajaran

antara lain: “menguasai karakteristik peserta didik; menguasai teori belajar dan

prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik; pengembangan kurikulum; kegiatan

pembelajaran yang mendidik; pengembangan potensi peserta didik; komunikasi

dengan peserta didik; serta penilaian dan evaluasi.”181

Untuk memperdalam

pengetahuan tentang kompetensi tersebut, perlu di uraikan lebih lanjut indikator

kompetensi pedagogik sebagai berikut:

1. Mengenal karakteristik peserta didik

Kompetensi pedagogik guru ditinjau dari indikator mengenal karakteristik

peserta didik. Temuan dari hasil observasi dan wawancara menunjukkan

bahwa: “sebagian guru kurang memperhatikan peserta didik yang memiliki

kelainan fisik/cacat, sehingga dapat menimbulkan penyimpangan perilaku

yang merugikan peserta didik lainnya.”182

Indikator kedua adalah strategi yang dilaksanakan melalui

implementasi supervisi klinis. Pada siklus pendahuluan: “pengawas

memberikan pembinaan kepada guru terkait dengan perencanaan

pembelajaran dan ketrampilannya; pada siklus observasi guru diarahkan

181

Hasil transkrip dokumentasi di ruang pengawas diambil pada hari kamis 24 Februari

2016, di ruang Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 182

Hasil observasi langsung penampilan Tugiran, S.PdI. guru PAI SMPN 1 Karangmojo dan

wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag. MA., pada hari Jum’at tanggal 11 Maret 2016 jam ke 2,3,4 di

kelas 7E

116

agar mampu mengidentifikasi karakteristik belajar setiap peserta didik, dan

memastikan bahwa semua peserta didik mendapatkan kesempatan untuk

berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran; kemudian guru mengatur

kelas dan memberikan kesempatan belajar yang sama pada semua peserta

didik dengan kelainan fisik dan kemampuan belajar yang berbeda.”183

Setelah proses pelaksanaan, supervisi klinis terbukti dapat

memberikan dampak positip bagi kemajuan guru dalam melaksanakan

pembelajaran. Dampak perubahannya antara lain: a) guru mampu mengetahui

penyebab penyimpangan perilaku peserta didik dan mampu mencegah agar

perilaku tersebut tidak merugikan peserta didik lainnya; b) guru

mengembangkan potensi dan mengatasi kekurangan peserta didik; c) guru

memperhatikan peserta didik dengan kelemahan fisik tertentu agar dapat

mengikuti aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik tidak

termarjinalkan.

Supervisi klinis juga banyak memberikan manfaat bagi perkembangan

guru. Manfaat tersebut dapat dirasakan guru ketika mencatat dan

menggunakan informasi tentang karakteristik peserta didik. Informasi sangat

penting untuk di dokumentasikan agar guru mengetahui karakteristik peserta

didik dari aspek fisik, intelektual, sosial, emosional, moral, dan latar belakang

183

Hasil wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag. MA. pada saat supervisi klinis, hari Jum’at

tanggal 11 Maret 2016 Pukul 08.12 sampai selesai. di SMPN 1 Karangmojo Gunungkidul

117

sosial budaya. Keseluruhan aspek tersebut sangat mendukung keberhasilan

proses pembelajaran.

2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran.

Kompetensi pedagogik guru ditinjau dari indikator menguasai teori belajar

dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Temuan dari hasil

pengamatan menunjukkan bahwa “guru kurang inovatif dalam memilih

pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran sehingga proses

pembelajaran kurang menarik perhatian peserta didik.”184

Pengawas berupaya mengatasi problem tersebut melalui model

supervisi klinis. Pada siklus pendahuluan, pengawas memberikan pembinaan

agar guru sebelum mengajar memperhatikan langkah-langkah agar proses

pembelajaran lebih menarik perhatian. Langkah yang dimaksud antara lain:

“a) menetapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik

pembelajaran yang mendidik secara kreatif sesuai dengan standar

kompetensi; b) memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan

karakteristik peserta didik; c) memotivasi peserta didik untuk belajar; d)

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menguasai materi

184

Hasil pengamatan langsung penampilan Hastuti Fitriyani, S.Ag. guru PAI SMPN 3

Karangmojo, pada hari Sabtu tanggal 5 Maret 2016 jam ke 2,3,4, di Ruang kelas 8 A dan wawancara

dengan H. Sumitro, S.Ag. MA. pada saat supervisi klinis di SMPN 3 Karangmojo.

118

pembelajaran sesuai dengan usia dan kemampuan belajarnya; e) mengatur

proses pembelajaran dan aktivitas yang bervariasi.”185

Guru perlu memastikan tingkat pemahaman peserta didik terhadap

materi pembelajaran. Guru menyesuaikan aktivitas pembelajaran berikutnya

berdasarkan tingkat pemahaman peserta didik. Guru berusaha untuk

menjelaskan alasan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan, baik yang sesuai

dengan rencana maupun tidak, terkait keberhasilan pembelajaran, dan

menggunakan berbagai teknik untuk memotivasi kemajuan belajar peserta

didik.”186

Hasil perubahannya adalah guru mampu menguasai teori belajar dan

prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Hal ini dapat dilihat pada

kondisi riil antara lain: guru merencanakan kegiatan pembelajaran yang

saling terkait satu sama lain; guru memperhatikan tujuan pembelajaran

maupun proses belajar peserta didik; guru memperhatikan respon peserta

didik yang belum memahami materi pembelajaran yang diajarkan dan

digunakan untuk memperbaiki rancangan pembelajaran berikutnya.

Dengan demikian, guru perlu memberikan penguatan dan motivasi

kepada peserta didik. Peserta didik diharapkan mampu mengimplementasikan

185

Hasil wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag. MA. pengawas PAI Gunungkidul, pada saat

supervisi klinis di SMPN 3 Karangmojo pada hari Sabtu tanggal 5 Maret 2016 . 186

Hasil wawancara dengan H. Sumitro, S.Ag. MA. pengawas PAI Gunungkidul, pada saat

supervisi klinis di SMPN 3 Karangmojo pada hari Sabtu tanggal 5 Maret 2016 .

119

pelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Tugas guru memantau kegiatan

harian, melalui buku tugas praktek harian yang ditanda tangani orang tua,

kemudian dilaporkan setiap ada jam pelajaran Pendidikan Agama Islam.

3. Pengembangan kurikulum

Kompetensi pedagogik dapat dilihat dari indikator pengembangan kurikulum.

Hasil wawancara mendapatkan temuan bahwa: “sebagian guru dalam

menyusun RPP masih copy paste milik orang lain, padahal RPP tersebut tidak

sesuai dengan kondisi sekolahnya dan tidak sesuai dengan media yang

digunakan.”187

Mengapa hal ini terjadi? Salah satu penyebabnya karena

belum ada supervisi klinis sehingga tidak ada pertemuan awal antara guru

dengan pengawas untuk membicarakan perencanaan pembelajaran termasuk

di dalamnya RPP.

Program paling tepat untuk mengatasi masalah ini adalah melalui

supervisi klinis. Siklus pendahuluan sangat efektif untuk mendiskusikan

rencana pelajaran, di dalamnya mencakup tujuan, bahan, dan kegiatan belajar

mengajar. Siklus ini dapat membekali guru, agar mampu menyusun silabus

sesuai dengan tujuan kurikulum, dan merancang RPP sesuai dengan silabus

187

Hasil wawancara dengan Drs.H.Ngatemin,MA. pada hari Kamis tanggal 24 Maret 2016 di

ruang pengawas Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul, pukul 14.00-selesai.

120

untuk membahas materi ajar tertentu, agar peserta didik mencapai kompetensi

dasar yang telah ditetapkan.”188

Guru benar-benar mampu mengembangkan kurikulum setelah melalui

implementasi supervisi klinis. Guru mengembangkan kurikulum dengan cara

mengikuti urutan materi pembelajaran; memperhatikan tujuan pembelajaran;

memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran;

memilih materi pembelajaran yang tepat dan mutakhir; sesuai dengan usia

dan tingkat kemampuan belajar peserta didik dan dapat dilaksanakan di kelas;

sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik; serta mampu

menyusun RPP sesuai dengan silabus dan budaya lokal masing-masing.

Tugas utama guru adalah mengajar dan mendidik. Pendidikan

dilaksanakan secara formal maupun non formal. Guru selalu dihadapkan

dengan peserta didik yang memerlukan pengetahuan, ketrampilan dan sikap

utama. Semua itu untuk mempersiapkan kehidupan generasi muda dimasa

yang akan datang, menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang semakin canggih.

4. Kegiatan pembelajaran yang mendidik

Kompetensi pedagogik ditinjau dari indikator kegiatan pembelajaran yang

mendidik. Hasil wawancara menemukan bahwa “sebagian guru belum

188

Hasil wawancara dengan Drs.H.Ngatemin,MA. pada hari Kamis tanggal 24 Maret 2016 di

ruang pengawas Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul, pukul 14.00-selesai.

121

optimal dalam mengelola kelas, pembelajaran kurang mendidik karena guru

sibuk dengan kegiatannya sendiri.”189

Pengawas berupaya mengatasi masalah tersebut melalui supervisi

klinis, dapat dilihat sebagai berikut: “Pada siklus observasi, diarahkan agar

guru mampu melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rancangan yang telah

disusun secara lengkap; membantu proses belajar peserta didik bukan untuk

menguji; mengkomunikasikan informasi baru sesuai dengan usia dan tingkat

kemampuan belajar peserta didik; menyikapi kesalahan yang dilakukan

peserta didik sebagai tahapan proses pembelajaran, bukan semata-mata

kesalahan yang harus dikoreksi.”190

Setelah proses supervisi, guru benar-benar mampu melaksanakan

kegiatan belajar yang mendidik. Kemampuan yang ditunjukkan guru antara

lain: mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai isi kurikulum dan

mengkaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik; serta

melakukan aktivitas pembelajaran yang bervariasi dengan waktu yang cukup.

Selain itu guru dapat mengelola kelas dengan efektif tanpa

mendominasi atau sibuk dengan kegiatannya sendiri. Peserta didik

menggunakan waktu secara produktif; guru menyesuaikan aktivitas

189

Hasil wawancara dengan Drs.Rubino,MA. ketua Pokjawas Kabupaten Gunungkidul pada

hari kamis tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas. 190

Hasil wawancara dengan Drs.Rubino,MA. ketua Pokjawas Kabupaten Gunungkidul pada

hari kamis tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.

122

pembelajaran yang dirancang dengan kondisi kelas dan memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya; selalu berinteraksi dengan

peserta didik.

Guru memiliki kemampuan mengatur pelaksanaan aktivitas

pembelajaran secara sistimatis. Guru menambah informasi baru setelah

mengevaluasi pemahaman peserta didik terhadap materi sebelumnya. Guru

menggunakan alat bantu mengajar dan audio-visual termasuk TIK untuk

meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

5. Memahami dan mengembangkan potensi peserta didik.

Kompetensi pedagogik dilihat dari sudut pandang memahami dan

mengembangkan potensi peserta didik. Temuan dari penelitian ini

memperlihatkan: “sebagian kecil guru kurang memunculkan daya kreativitas

dan kemampuan berfikir kritis, kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan

kurang memperhatikan bakat, minat, dan potensi yang dimiliki peserta didik

sehingga tidak dapat mendorong peserta didik untuk belajar sesuai dengan

kecakapan yang dimiliki.”191

Upaya untuk meminimalkan problem tersebut adalah melalui

supervisi klinis. Pada siklus kedua, guru diarahkan agar mampu menganalisis

hasil belajar. Analisis didasarkan pada bentuk penilaian terhadap setiap

191

Hasil wawancara dengan Drs.Sukarmin,MA. pengawas PAI Gunungkidul pada hari kamis

tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.

123

peserta didik, untuk mengetahui tingkat kemajuan masing-masing. Selain itu

guru diharapkan mampu merancang aktivitas pembelajaran yang mendorong

peserta didik untuk belajar sesuai dengan kecakapan dan pola belajar masing-

masing. Kegiatan tersebut akan dapat memunculkan daya kreativitas dan

kemampuan berfikir kritis.”192

Supervisi klinis merupakan strategi agar guru lebih aktif dan kreatif.

Guru berusaha membantu proses pembelajaran, dengan memberikan

perhatian kepada setiap individu, kemudian mengidentifikasi bakat, minat,

potensi, dan kesulitan belajar masing-masing peserta didik. Selain itu guru

memberikan kesempatan belajar kepada peserta didik sesuai dengan cara

belajar masing-masing, dan memusatkan perhatian dalam interaksi dengan

peserta didik serta mendorong agar menggunakan informasi yang

disampaikan.

6. Komunikasi dengan peserta didik

Kompetensi pedagogik ditinjau dari indikator komunikasi dengan peserta

didik. Hasil wawancara menemukan permasalahan bahwa: “komunikasi

antara guru dengan peserta didik dalam proses pembelajaran sering kurang

efektif, terutama dalam menanggapi komentar atau pertanyaan. Guru kurang

192

Hasil wawancara dengan Drs.Sukarmin,MA. pengawas PAI Gunungkidul pada hari kamis

tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.

124

memberi kesempatan peserta didik lain untuk memberi tanggapan, tetapi

langsung dijawab guru sendiri.”193

Pengawas berupaya mengatasi masalah tersebut melalui supervisi

klinis. Pada siklus pendahuluan pengawas memberikan pembinaan agar guru

memperhatikan pentingnya komunikasi. Beberapa hal kaitannya dengan

komunikasi antara lain: guru harus berkomunikasi dengan peserta didik;

menggunakan pertanyaan untuk mengetahui pemahaman dan menjaga

partisipasi peserta didik; memberikan pertanyaan terbuka yang menuntut

peserta didik untuk menjawab dengan ide dan pengetahuan mereka;

mendengarkan semua pertanyaan dan tanggapan, tanpa menginterupsi,

kecuali diperlukan untuk mengklarifikasi pertanyaan tersebut.”194

Perkembangan dan perubahan guru terjadi setelah melalui proses

supervisi klinis. Perubahan yang terjadi pada guru antara lain: guru mampu

menanggapi pertanyaan peserta didik secara tepat, benar, dan mutakhir sesuai

tujuan dan isi kurikulum; guru mampu menyajikan kegiatan pembelajaran

yang dapat menumbuhkan kerja sama yang baik antar peserta didik; guru

mampu mendengarkan dan memberikan perhatian terhadap semua jawaban

peserta didik benar maupun salah, untuk mengukur tingkat pemahaman

193

Hasil wawancara dengan Drs. Mamad, MM. pengawas PAI Gunungkidul pada hari kamis

tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas. 194

Hasil wawancara dengan Drs. Mamad, MM. pengawas PAI Gunungkidul pada hari kamis

tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.

125

peserta didik; guru memberikan perhatian terhadap pertanyaan peserta didik

dan meresponnya secara lengkap dan relevan.

Proses supervisi klinis telah membawa dampak positif bagi guru,

dimana guru mampu berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun

dengan peserta didik dan bersikap antusias dan positif, selain itu guru

mampu memberikan respon yang lengkap dan relevan kepada komentar atau

pertanyaan peserta didik.

7. Penilaian dan Evaluasi

Kompetensi pedagogik dapat ditinjau dari indikator penilaian. Hasil

wawancara menemukan permasalahan bahwa: “sebagian guru belum optimal

dalam menganalisis hasil penilaian. Hal ini penting untuk mengetahui

kekuatan dan kelemahan masing-masing peserta didik.”195

Strategi untuk mengatasi masalah ini dilakukan melalui implementasi

supervisi klinis. Pada siklus kedua dan ketiga pengawas menjelaskan

beberapa langkah yang harus dikuasai guru dalam melaksanakan penilaian

antara lain: “a) guru harus menyusun alat penilaian sesuai dengan tujuan

pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang tertulis dalam RPP; b) guru

melaksanakan penilaian dengan berbagai teknik dan jenis penilaian; c) guru

mengumumkan hasil penilaian serta implikasinya kepada peserta didik,

195

Hasil wawancara dengan Khoiri Khomsah S.Ag.MA. pengawas PAI Gunungkidul pada hari

kamis tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.

126

tentang tingkat pemahaman materi pembelajaran yang telah dipelajari dan

akan dipelajari.”196

Setelah pengawas berjuang hasilnya memberikan wawasan baru bagi

guru. Hal ini terlihat dari kegiatan penilaian yang dilaksanaka antara lain:

guru mampu menganalisis hasil penilaian untuk mengidentifikasi kompetensi

dasar yang sulit; setelah diidentifikasi akan dapat diketahui kekuatan dan

kelemahan masing-masing peserta didik; kelemahan digunakan untuk

keperluan remidial dan pengayaan; memanfaatkan masukan dari peserta didik

dan merefleksikannya untuk meningkatkan pembelajaran selanjutnya.

Keberhasilan pelaksanaan penilaian dapat dibuktikan melalui catatan,

jurnal pembelajaran, rancangan pembelajaran, dan materi tambahan, sehingga

guru mampu memanfaatkan hasil penilaian sebagai bahan penyusunan

rancangan pembelajaran selanjutnya. Penilaian perlu diprogramkan dengan

matang, setelah menyusun program penilaian disosialisasikan kepada peserta

didik, baru dilaksanakan sesuai jadwal yang direncanakan dalam matrik

program semester.

Penilaian minimal mencakup tiga aspek yaitu: “1) penilaian aspek

sikap spiritual dan sikap sosial dengan melalui observasi, penilaian diri,

penilaian antar teman dan jurnal guru; 2) penilaian ketrampilan melalui

196

Hasil wawancara dengan Khoiri Khomsah S.Ag.MA. pengawas PAI Gunungkidul pada hari

kamis tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.

127

praktek, portopolio, dan proyek; 3) penilaian aspek pengetahuan melalui

ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester.”197

Pelaksanaan supervisi klinis memberikan perubahan sehingga guru

mampu melaksanakan penilaian dan evaluasi. Penilaian proses dan hasil

belajar harus dilakukan secara berkesinambungan. Evaluasi atas efektifitas

proses dan hasil belajar dapat dijadikan sebagai informasi untuk merancang

program remedial dan pengayaan.

Implikasi hasil penelitian dan analisis tersebut menunjukkan bahwa

implementasi model supervisi klinis benar-benar mampu meningkatkan

kompetensi pedagogik guru PAI, hal ini dapat diketahui dari temuan kondisi

riil sebelumnya, diupayakan melalui proses beberapa siklus, akhirnya

memperoleh keberhasilan banyak peningkatan pada kompetensi guru,

didukung beberapa fakta yang dilakukan guru dalam proses implementasi.

B. Peningkatan Kompetensi Profesional Guru PAI

Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara

luas dan dalam. Profesional mempunyai makna yang mengacu pada sebutan

orang yang memiliki profesi, tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan

unjuk kerja sesuai dengan profesinya. Guru adalah suatu sebutan bagi jabatan,

197

Hasil Dokumentasi penilaian kurikulum 2013 di SMPN 1 Semin Gunungkidul pada hari

sabtu 16 April 2016 jam 08.00- selesai.

128

posisi, profesi bagi seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang

pendidikan melalui interaksi edukatif secara terpola, formal dan sistimatis.

Profesional telah mendapatkan pengakuan baik secara formal maupun

informal. Lebih lanjut Ngatemin menjelaskan bahwa: “profesional secara formal

diberikan oleh suatu lembaga yang mempunyai kewenangan organisasi profesi.

Sedang pengakuan secara informal diberikan masyarakat luas dan para pengguna

jasa suatu profesi.”198

Guru profesional adalah guru yang telah mendapat pengakuan secara

formal maupun informal berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik yang

berkaitan dengan jabatan maupun latar belakang pendidikan formalnya.

“Pengakuan diberikan dalam bentuk surat keputusan, ijazah, akta, sertifikat, baik

yang menyangkut kualifikasi maupun kompetensi. Sebutan guru profesional juga

dapat mengacu pada pengakuan terhadap kompetensi penampilan, unjuk kerja

seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai guru.”199

Guru merupakan orang yang spesial, kumpulan orang-orang yang pintar

di bidangnya masing-masing dan dewasa dalam bersikap. Guru harus pandai

mengajarkan pengetahuan dan kedewasaan kepada peserta didik, karena guru

198

Hasil wawancara dengan Drs.H.Ngatemin MA. pada hari Rabu tanggal 6 April 2016 di

ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul jam 12.30-selesai. 199

Hasil wawancara dengan Drs.H.Ngatemin MA. pada hari Rabu tanggal 6 April 2016 di

ruang Pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul jam 12.30-selesai.

129

sebagai jembatan lahirnya anak-anak yang cerdas dan dewasa dimasa yang akan

datang.

Kompetensi profesional yang harus dikuasai guru, antara lain ada dua

indikator yaitu: “penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuwan

yang mendukung mata pelajaran yang diampu; dan mengembangkan

keprofesionalan melalui tindakan yang reflektif, mengembangkan karya inovatif

untuk perbaikan mutu pembelajaran.”200

Untuk mempertajam wawasan

mengenai kompetensi profesional perlu diuraikan sebagai berikut:

1. Penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuwan yang

mendukung mata pelajaran yang di ampu.

Kompetensi profesional ditinjau dari indikator penguasaan materi, struktur,

konsep, dan pola pikir keilmuwan yang mendukung mata pelajaran yang di

ampu. Hasil wawancara menjelaskan, “sebagian guru menganggap bahwa

semua peserta didik memiliki kemampuan yang sama.”201

Strategi yang

ditempuh adalah supervisi klinis. Pada siklus pendahuluan, observasi maupun

siklus balikan, guru mampu menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir

keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Guru mampu

merancang materi dalam kegiatan pembelajaran, dan penyajian materi baru

200

Hasil transkrip dokumentasi diambil pada hari kamis 24 Februari 2016, di ruang

pengawas Kantor Kementerian Agama kabupaten Gunungkidul. 201

Hasil wawancara dengan Syamsul Anwar, S.Ag.M.Pd. pengawas PAI Gunungkidul pada

hari kamis tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.

130

serta memberikan respon terhadap peserta didik melalui informasi pelajaran

yang tepat dan mutakhir.

Bagaimana mata pelajaran tersebut disajikan dalam kurikulum, guru

menyesuaikan aktivitas untuk membantu peserta didik agar menguasai aspek-

aspek penting dari suatu pelajaran. Guru harus berusaha secara kontinu

meningkatkan minat dan perhatian peserta didik terhadap pelajaran.

Pengetahuan ini ditampilkan sesuai dengan usia dan tingkat pembelajaran

masing-masing.

Supervisi klinis memberikan hasil positif dalam aspek penguasaan

materi. Hasil dilihat dari peningkatan kinerja guru antara lain: “a) guru

mampu melakukan pemetaan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk

mengidentifikasi materi pembelajaran yang dianggap sulit; b) guru

melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran serta memperkirakan

alokasi waktu yang diperlukan; c) guru menyertakan informasi yang tepat dan

mutakhir dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; d) guru

menyusun materi, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang berisi

informasi yang tepat dan mutakhir; e) guru membantu peserta didik untuk

memahami konsep materi pembelajaran yang di ajarkan.”202

202

Hasil wawancara dengan Syamsul Anwar, S.Ag.M.Pd. pengawas PAI Gunungkidul pada

hari kamis tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.

131

2. Mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif.

Kompetensi profesional dapat dilihat dari sudut pandang

pengembangan keprofesian melalui tindakan reflektif. Hasil wawancara

menjelaskan bahwa: “masih banyak guru yang belum bisa melakukan

penelitian, baik penelitian tindakan kelas maupun penelitian lapangan.”203

Strategi dilakukan untuk mengatasi ini adalah melalui proses supervisi

klinis. Guru didorong agar mampu mengembangkan keprofesian melalui

tindakan reflektif, minimal guru dapat melakukan refleksi terhadap

kinerjanya sendiri secara terus menerus dan memanfaatkan hasil refleksi

untuk meningkatkan keprofesionalan. Guru didorong agar melakukan

penelitian tindakan kelas dan mengikuti perkembangan keprofesionalan

melalui belajar dari berbagai sumber serta memanfaatkan teknologi

informasi untuk berkomunikasi dan pengembangan keprofesionalan.

Supervisi klinis telah memberikan hasil yang positif bagi guru. Hasil

tersebut dapat dilihat dari perkembangan guru yang semakin meningkat

antara lain: “a) guru mampu melakukan evaluasi secara spesifik, lengkap, dan

didukung dengan contoh pengalaman diri sendiri; b) guru memiliki jurnal

pembelajaran, catatan masukan dari teman sejawat atau hasil penilaian proses

pembelajaran sebagai bukti yang menggambarkan kinerjanya; c) guru mampu

203

Hasil wawancara dengan Drs.H.Ridarno,MA. pengawas PAI Gunungkidul pada hari kamis

tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.

132

memanfaatkan bukti gambaran kinerjanya untuk mengembangkan

perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dalam program pengembangan

keprofesionalan berkelanjutan.”204

Guru memiliki kemampuan dalam mengaplikasikan pengalaman dan

pengembangan keprofesionalan berkelanjutan. Aplikasi dalam perencanaan,

pelaksanaan, serta penilaian dan tindak lanjutnya; guru mampu melakukan

penelitian, mengembangkan karya inovasi, mengikuti kegiatan ilmiah baik

seminar maupun konferensi dan aktif dalam melaksanakan pengembangan

keprofesionalan berkelanjutan.

Berdasarkan konsep tersebut diketahui bahwa kompetensi profesional

guru PAI akan tercermin dalam penampilan guru, yang ditandai dengan

keahlian baik dalam materi maupun metode, yang diperoleh melalui suatu

proses pendidikan dan pelatihan yang diprogramkan secara khusus untuk itu.

Guru profesional adalah guru yang memiliki pengetahuan serta

mampu mengembangkan profesinya sehingga dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan anak didik. Dengan demikian seorang guru/pendidik profesional

adalah seorang yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap

yang profesional, yang mampu mengembangkan profesinya sebagai guru

profesional.

204

Hasil wawancara dengan Drs.H.Ridarno,MA. pengawas PAI Gunungkidul pada hari kamis

tanggal 31 Maret 2016 di ruang pengawas.

133

Hasil pelaksanaan kepengawasan secara umum dapat di ukur dengan

pemenuhan beberapa standar. Standar pendidikan mencakup: “standar kompetensi

lulusan, standar isi, standar proses, standar penilaian yang di dukung dengan

pemenuhan indikator yang terkait secara sistimatis dengan standar pendidik.”205

Pelaksanaan kepengawasan dikatakan berhasil jika dapat memenuhi standar

kompetensi lulusan. Standar kompetensi lulusan mencakup beberapa hal antara

lain: “analisis kontek kebutuhan mutu lulusan; menentukan indikator mutu lulusan

tingkat satuan pendidikan; merumuskan indikator mutu lulusan setiap mata

pelajaran; dan instrumen penjaminan mutu standar kompetensi lulusan.”206

Pemenuhan standar isi/ kurikulum. Standar isi yang harus dipenuhi antara

lain: “penetapan kalender pendidikan; perbaikan analisis konteks; mutu silabus

dan RPP; penetapan KKM; pelaksanaan yang memenuhi standar proses; evaluasi

pembelajaran yang memenuhi standar penilaian; pengelolaan dokumen

penjaminan mutu; serta pengelolaan sistim informasi akademik.”207

Berdasarkan hasil analisis rencana tindak lanjut kegiatan kepengawasan

diarahkan dalam berbagai kegiatan yang dirumuskan menggunakan data hasil

analisis kegiatan. Misalnya: “relevansi kurikulum dengan kebutuhan hidup siswa;

pemenuhan dokumen KTSP/K13 sesuai dengan pedoman pengembangan;

205

Transkrip dokumentasi kepengawasan di kantor Pengawas Kementerian Agama

Kabupaten Gunungkidul. 206

Hasil wawancara dengan H. Sumitro,S.Ag.MA. pada hari Kamis tanggal 7 April 2016 jam

13.00- selesai, di ruang pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul. 207

Hasil wawancara dengan H. Sumitro,S.Ag.MA. pada hari Kamis tanggal 7 April 2016 jam

13.00- selesai, di ruang pengawas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.

134

pemenuhan prinsip-prinsip pengembangan KTSP; mengembangkan perencanaan

pembelajaran berbasis teknologi; serta instrumen penjaminan mutu

pembelajaran”.208

Pemenuhan standar proses. Standar proses berhubungan dengan tugas guru

dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Standar proses meliputi: “guru dapat

melaksanakan kegiatan pembelajaran; dapat mencapai tujuan yang diharapkan

dalam standar kompetensi lulusan; pembelajaran yang efektif dikembangkan

dengan melakukan pengawasan sesuai dengan kebutuhan sekolah dan guru;

Pengawasan dilakukan dengan cara mengembangkan dokumen perencanaan

pembelajaran, kesesuaian dokumen dengan implementasi, acuan kegiatan

pembelajaran, pengembangan kecakapan belajar, dan orientasi pengembangan

kompetensi.”209

Pemenuhan standar penilaian. Standar penilaian dapat dilihat dari beberapa

kegiatan guru yaitu: “guru mengembangkan strategi penilaian yang menantang

dan menumbuhkan kompetensi terbaik siswa sesuai dengan standar kompetensi

lulusan; dan instrumen dikembangkan berdasarkan tiap indikator yang ditetapkan

dalam RPP.”210

208

Transkrip dokumentasi kepengawasan di kantor Pengawas Kementerian Agama

Kabupaten Gunungkidul. 209

Transkrip dokumentasi kepengawasan di kantor Pengawas Kementerian Agama

Kabupaten Gunungkidul. 210

Transkrip dokumentasi kepengawasan di kantor Pengawas Kementerian Agama

Kabupaten Gunungkidul.

135

Kegiatan supervisi bertujuan antara lain: “untuk menjawab tantangan

mewujudkan kondisi yang diharapkan dengan menggunakan silabus dan RPP

sebagai acuan penilaian; mengembangkan instrumen penilaian yang membangun

daya inovasi siswa; mengembangkan sistim informasi tentang kompetensi siswa

sesuai standar kompetensi lulusan; pengembangan pengetahuan, ketrampilan,

sikap dan karakter yang sesuai dengan standar kompetensi lulusan; serta memiliki

data penilaian hasil belajar.”211

Guru memiliki beban yang berat dan semakin menantang, karena tugas guru

akan semakin kompleks dengan perkembangan IPTEK. Kepada seluruh guru

sudah saatnya untuk meningkatkan kompetensi, sejalan dengan semakin

meningkatnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru, terutama setelah

ada tunjangan sertifikasi guru, penghargaan ini harus diimbangi dengan

peningkatan kompetensi dan pengembangan profesi.

Pengawas dalam menjalankan tugasnya memiliki peranan yang sangat

penting dalam membina dan membimbing guru-guru. Maka pengawas harus

memberikan layanan dan bantuan dalam rangka meningkatkan kompetensi

pedagogik maupun profesional, baik secara individual maupun kelompok, baik

langsung ke sekolah maupun melalui forum MGMP.

Fuad Ihsanudin Nugroho menuturkan bahwa: “atas perjuangan para

pengawas yang gigih dalam membina dan membimbing guru, baik melalui

211

Transkrip dokumentasi kepengawasan di kantor Pengawas Kementerian Agama

Kabupaten Gunungkidul.

136

kunjungan sekolah secara langsung maupun melalui forum MGMP PAI,

membuahkan hasil yang luar biasa, guru agama lancar dalam melaksanakan

pembelajaran di kelas berbasis ICT dan menggunakan metode dan media yang

bervariatif.”212

Sasaran pelaksanaan supervisi klinis harus diarahkan pada upaya

peningkatan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru. Dengan

supervisi klinis guru akan mendapat bantuan secara langsung dari pengawas untuk

memperbaiki ketrampilan/penampilan mengajar. Dengan demikian profesional

guru maupun pengawas harus saling berkontribusi, keduanya harus menguasai

kurikulum sebagai jaminan bahwa layanan belajar dan manajemen sekolah

dilaksanakan dengan baik dan berkualitas.

Pengawas bertanggung jawab dalam membina kemampuan profesional

guru. Mutu pembelajaran harus ditingkatkan, kemampuan pengawas harus searah

dengan kebutuhan manajemen di sekolah, tuntutan pengembangan kurikulum,

pemenuhan kebutuhan masyarakat, serta perkembangan ilmu pengetahuan

teknologi dan seni.

Sekolah ditempatkan sebagai pusat kebudayaan. Eksistensi tenaga pendidik

dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mutlak diperlukan.

Hal ini hanya bisa dilakukan apabila guru, kepala sekolah maupun pengawas

212

Hasil Wawancara dengan H Fuad Ihsanudin Nugroho, S.Ag.MA selaku ketua MGMP PAI

SMP di Kabupaten Gunungkidul.

137

memiliki kualifikasi dan kompetensi yang memadai sesuai dengan standar yang

telah ditentukan.

Tugas pokok supervisor adalah membantu guru dalam menyelesaikan

masalah pendidikan dan pengajaran. Supervisor harus menciptakan hubungan

yang harmonis dengan guru, dibutuhkan kerjasama, pengertian, serta

pengembangan hubungan kerja yang baik dalam lingkungan sekolah, agar

masing-masing komponen dapat menjalankan tugas pokok fungsi dan perannya

secara optimal tanpa menimbulkan tekanan.

Tujuan akhir supervisi klinis, untuk memperbaiki perilaku guru dalam

proses belajar mengajar dengan intensif. Fokus kegiatan pada penampilan guru

secara nyata di kelas, termasuk guru sebagai partisipan aktif dalam supervisi.

Seorang pengawas/supervisor yang baik, hendaknya memiliki pribadi yang baik,

memiliki pembawaan kecerdasan yang tinggi, pandangan yang luas mengenai

proses pendidikan, kepribadian yang menyenangkan dan kecakapan melaksanakan

human relition yang baik.

Pelaksanaan implementasi model supervisi klinis merupakan salah satu

model yang cocok untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional

guru PAI. Supervisi klinis dilaksanakan melalui beberapa siklus, yang menuntut

kerja sama yang baik antara guru dengan pengawas, saling terbuka untuk

menerima kritik dan saran, saling menghargai, dilaksanakan berdasarkan

kesepakatan bersama.

138

Implikasi dari hasil penelitian dan analisis tersebut, merupakan bukti otentik

bahwa implementasi model supervisi klinis benar-benar mampu meningkatkan

kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI. Hal ini diketahui

dari kondisi riil beberapa temuan yang muncul pada saat penelitian, kemudian

diupayakan strategi melalui proses beberapa siklus, dan akhirnya menunjukkan

perubahan adanya peningkatan kompetensi guru kearah yang lebih baik, didukung

beberapa fakta yang dilaksanakan guru semakin meningkat etos kerja dan

kompetensinya.

Demikianlah hasil penelitian dan analisis tentang peningkatan kompetensi

pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI melalui supervisi klinis. Tentu

masih jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan pengetahuan penulis, untuk

itu kami berharap agar semua pihak berkenan memberikan kritik, saran, masukan

dan pencerahan demi perbaikan dan kesempurnaan dalam penulisan tesis ini. Atas

kerjasamanya diucapkan banyak terima kasih.

139

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan dalam bab-bab terdahulu,

dan hasil analisis yang dilakukan peneliti, tentang implementasi model

supervisi klinis dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi

profesional guru PAI oleh Pengawas di Kabupaten Gunungkidul, dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan implementasi model supervisi klinis sudah cukup baik. Hal

ini terbukti adanya tindakan riil yang dilakukan pengawas secara

sistematis dan terprogram. Pengawas sudah melaksanakan supervisi klinis,

melalui beberapa siklus, antara lain: a) Pada siklus pendahuluan, telah

nampak guru dan pengawas akrab mendiskusikan rencana pelajaran,

mengidentifikasi komponen ketrampilan, mengembangkan instrumen

observasi yang akan digunakan dengan kesepakatan bersama; b) pada

siklus observasi, guru mengajar dengan menerapkan komponen

ketrampilan yang disepakat, sementara pengawas melaksanakan observasi

dengan menggunakan alat instrumen yang telah disepakati; c) pada siklus

diskusi balikan, supervisor dan guru terlihat akrab, saling terbuka, bebas

139

140

dari menilai dan mengadili, supervisor memberikan penguatan pada guru,

sehingga supervisor dan guru membuat kontrak pembinaan berikutnya.

2. Hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan kepengawasan di kabupaten

gunungkidul antara lain: a) jumlah pengawas tidak seimbang dengan

jumlah guru maupun sekolah binaan, namun supervisi klinis tetap dapat

diupayakan dengan menciptakan pola hubungan kolega/sejawat antara

pengawas, kepala sekolah dan guru senior; b) letak geografis yang berliku-

liku, hutan-hutan sepi, jalan licin di musim hujan sering menjadi

penghambat menuju ke sekolah binaan, terutama bagi ibu-ibu pengawas;

c) walaupun banyak rintangan, pengawas tetap berusaha melaksanakan

program supervisi, sesuai jadwal yang telah direncanakan dan

memanfaatkan waktu secara efektif.

3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa supervisi klinis benar-benar dapat

meningkatan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI.

Hal ini dapat dilihat dari beberapa fakta perubahan pada guru antara lain:

a) guru menyusun perangkat pembelajaran menggunakan program

komputer; b) guru mengajar menggunakan LCD; b) guru semakin kreatif

dan inovatif dalam memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan

materi yang diajarkan; c) banyaknya guru yang melanjutkan pendidikan ke

jenjang S2; d) guru PAI banyak yang berprestasi melalui program lomba

guru berprestasi baik di lingkungan dinas pendidikan maupun kementerian

agama; e) guru PAI banyak yang menjadi instruktur nasional (IN).

141

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, analisis, dan kesimpulan, maka peneliti

memberikan beberapa saran sebagai berikut:

Bagi pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan dan Kementerian

Agama Kabupaten Gunungkidul, untuk memberikan perhatian khusus kepada

supervisor, melalui kegiatan workshop, diklat dan sebagainya yang dapat

menambah wawasan bagi supervisor. Jika terjadi regulasi kebijakan yang

terkait dengan pendidikan, pengawas dan kepala sekolah idealnya

mendapatkan kesempatan diklat lebih awal. Pemerintah hendaknya

memberikan fasilitas sarana prasarana bagi supervisor yang bertugas di

daerah 3T (Terpencil, Terdalam, Tertinggal).

Bagi Pengawas, mereka harus tetap berperan aktif sebagai mitra guru

dalam meningkatkan mutu pembelajaran, sebagai inovator dan pelopor dalam

mengembangkan inovasi pembelajaran, sebagai konsultan pendidikan di

sekolah, sebagai konselor bagi guru dan tenaga kependidikan, serta sebagai

motivator bagi peningkatan kinerja guru. Pengawas harus meningkatkan

pemahaman wawasan tentang supervisi klinis, agar siklusnya dapat

dilaksanakan secara sistimatis.

Bagi Kepala sekolah, mereka harus memiliki tanggung jawab

melaksanakan tugas supervisi di sekolah masing-masing, untuk membantu

142

pengawas yang jumlahnya sangat terbatas. Kepala sekolah harus menjalin

kerja sama dengan supervisor dan guru serta pihak lain, agar programnya

terlaksana dan mencapai prestasi yang terbaik.

Bagi Guru, mereka harus menghilangkan persepsi yang kurang baik

terhadap program supervisi. Guru harus merasa senang dan bahagia saat

disupervisi, merupakan penghormatan bagi guru yang sering disupervisi

biasanya lebih lengkap administrasinya. Guru harus merasa butuh bantuan

pengawas untuk memperbaiki kinerjanya, kehadiran pengawas dapat

menambah motivasi kerja, memberikan hasil bagi perkembangan karier guru.

Penelitian ini baru terbatas pada implementasi model supervisi klinis

dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional guru PAI,

dengan demikian penulis memberikan rekomendasi kepada pengawas kepala

sekolah maupun guru perlunya diadakan penelitian lebih lanjut, tentang

manajemen strategi supervisi klinis dalam rangka meningkatkan

profesionalisme pengawas PAI yang unggul dan berkarakter, dan pemerintah

baik kementerian pendidikan maupun kementerian agama agar dapat

memfasilitasi suksesnya program supervisi klinis tersebut demi meningkatkan

kinerja dan etos kerja pengawas di masa yang akan datang.

143

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2011.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek Edisi

Revisi II, Jakarta: Rineka Cipta,1993.

Asf, Jasmani, M.Ag, Syaiful Mustofa, M.Pd.,M.A, Supervisi Pendidikan

Terobosan baru Dalam Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan

Guru, Yogyakarta: Arruzz Media, 2013.

Bungin, Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan

Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Medi Group, 2007.

Chui Mi and Lili Ng, “Pelaksanaan Supervisi Klinis Kepala Sekolah Untuk

Meningkatkan Kinerja Guru Dalam Mengelola Pembelajaran Pada

SMA Negeri 2 Sambas,” Jurnal Visi Ilmu Pendidikan (J-VIP) 7, no. 1

(April 5, 2012),

http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jvip/article/view/339.

Glatthorn, Allan A. Supervisory Leadership, Introduction to Intructional

Supervision, USAmerica: Harper Collins Publishers, 1990.

Isdarmoko, Pengaruh Pelaksanaan Supervisi Terhadap Kinerja Guru Pada

SMU di Kabupaten Bantul, Yogyakarta: Tesis Pascasarjana UNY,

2003.

Kurniati , Laeli and others, “Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah Dan Motivasi

Kerja Terhadap Kinerja Guru SMK Negeri 1 Purbalingga”,

Universitas Negeri Semarang, 2007.

Mack, Timothy, Ph.D. Instructional Supervision: A Descriptive Study Focusing

On The Observation And Evaluation Of Teachers In Cyberschools

,Pennsylvania December, 2010.

Margono, S., Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

Masaong, Abd.Kadim M.Pd. Supervisi Pembelajaran dan Pengembangan

Kapasitas Guru Memberdayakan Pengawas sebagai Gurunya Guru,

Bandung: AlFabeta,2013.

Maunah, Binti M.Pd.I, Supervisi Pendidikan Islam Teori dan Praktek,

Tulungagung: Teras, 2009.

144

Moleong, Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2000.

Muslim , Sri Banun, M.Pd. Supervisi Pendidikan Meningkatkan kualitas

Profesionalisme Guru,Mataram: Alfabeta, 2010.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005,bab VI

Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, pasal 28 ayat 3 tentang

kompetensi pendidik.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005.

Pidarta, Made,Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara,

2009.

Purwanto , M.Ngalim.MP.Administrasi dan Supervisi Pendidikan,Bandung: PT

Remaja Rosdakarya,Cetakan ke duapuluh dua,2014.

Raihani, Kepemimpinan Sekolah Transformatif, Yogyakarta: LkiS, 2011.

Riduwan, M.B.,Metode dan teknik Menyusun Proposal Penelitian, Bandung:

Al Fabeta, 2012.

Sagala, Syaiful, M.Pd.Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan,

Bandung: Alfabeta, 2012.

Sahertian , Piet A., Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam

Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Rineka

Cipta,2010.

Sergiovanni, Thomas J. dan Robert J.Starratt, Supervision a Redefinition, New

York: McGraw-hill,inc.1993.

Singarimbun, Masri dan Sofian effendi (ed.), Metode penelitian Survai,

Jakarta: LP3S, 1989.

Subagyo , P.Joko, Metode Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta,2004.

Sudin , Ali, “Implementasi Supervisi Akademik,” Penelitian-Pendidikan 15 ,

2008, http://jurnal.upi.edu/penelitian-

pendidikan/view/103/implementasi-supervisi-akademik.

Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2005.

145

Sutopo, Metodologi Penulisan Kualitatif, Surakarta: Universitas Sebelas

Maret,2006.

Syafi’i, Muh., Kontribusi Supervisi pengawas PAI Dalam Meningkatkan

Kompetensi Profesional Guru PAI SMK Kota Salatiga, Salatiga: Tesis

PPS IAIN Salatiga, 2014/2015.

Taqqiya , Istianah Qudsi Falkhi, Heri Yanto, and others, “Model Supervisi

Akademik Berbasis Kemitraan,” Jurnal Penelitian Tindakan Sekolah

Dan Kepengawasan 1, no. 2 (2014), http://i-

rpp.com/index.php/jptsk/article/view/178.

Umar , Agus Baya, “Hubungan Supervisi Akademik Kepala Sekolah Dengan

Kompetensi Profesional Guru Pendidikan Agama Islam,” accessed

January 6, 2016,

http://digilib.uinsuka.ac.id/6237/1/BAB%20I,IV,%20DAFTAR%20P

USTAKA.pdf.

UU RI Nomor 2 tahun 1989, tentang Sistim Pendidikan Nasional.

UU RI Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistim Pendidikan Nasional

Yudiani,, Indah “Manajemen Lesson Study Sebagai Teknik Supervisi Kolegial

Di SMP,” Jurnal Pendidikan Humaniora (JPH) 2, no. 2 (2015): 164–

75.

Zepeda , Sally J.,Instructional Supervision Applying Tools and Concepts, Eye

on Education,1956.

146

BIODATA PENULIS

Nama : SUJIYATI, S. Ag

Golongan Darah : A

NIP : 19700726 200701 2 007

TTL : Gunungkidul, 26 Juli 1970

Alamat : Ngentak RT03/RW10 Kalurahan Candirejo, Kecamatan

Semin, Kabupaten Gunungkidul DIY

Tempat Tugas : SMPN 1 Semin Gunungkidul

Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri Candirejo II Semin GK

2. MTs. Sangen Krajan Weru Sukoharjo Jawa Tengah

3. PGAN Klaten Jawa Tengah

4. S1.IAIN Walisongo Salatiga Fakultas Tarbiyah Jurusan

Pendidikan Agama Islam angkatan tahun 1991.

Riwayat Mengajar : 1. SMPN 1 Semin Gunungkidul sejak tahun 1996-

sekarang

2. SMPN 3 Semin Gunungkidul tahun 1996-2002

3. SMK Semin Gunungkidul tahun 1996-2007

Prestasi : 1. Beasiswa Supersemar di PGAN Klaten tahun 1990

2. Beasiswa di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

Salatiga.

3. Guru Teladan di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah

Raga Kab. Gunungkidul tahun 2010

4. Guru berprestasi di Kemenag Propinsi DIY tahun

2014

5. Beasiswa S2 Supervisi PAI IAIN Salatiga

Organisasi 1. Pengurus MGMP PAI SMP Propinsi DIY

2. Pengurus PGRI