terapi medis dan nonmedis sesak napas

14
Terapi Medis, Nonmedis, dan Penatalaksanaan Gawat Darurat Sesak Napas Sesak napas adalah merasakan gerakan pernapasan dan merupakan salah satu gejala yang sering dijumpai dan menimbulkan kekhawatiran. Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisis yang biasa dilakukan antara lain: Kehangatan kulit Denyut jantung Ritme jantung Tekanan darah Membran mukosa Tekanan vena jugularis Pemeriksaan jantung prekordial Frekuensi napas Suara napas Pemeriksaan penunjang antara lain: Foto toraks EKG Spirometri sederhana Hemoglobin Analisis gas darah Tes fungsi paru Scan ventilasi/perfusi (V/Q) Kateterisasi jantung Terapi pada sesak napas ditujukan pada penyakit yang mendasarinya, misal: Asma o Penyuluhan kepada pasien penting untuk keberhasilan penatalaksanaanya khususnya penjelasan mengenai pemicu, penggunaan dan peran obat-obatan. o Asma kronis: antagonis leukotrien (bronkodilator) o Asma akut: O 2 , kortikosteroid sistemik, inhalasi β-agonis, antikolinergik, dan teofilin. PPOK o Berhenti merokok o Bronkodilator (β-agonis atau antilkolinergik) o Terapi O 2 o Antibiotik, steroid oral, dan steroid inhalasi pada eksaserbasi akut Terapi Nonfarmakologi 1. Edukasi pasien Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam penatalaksanaan asma.

Upload: jody-felizio-chandra

Post on 14-Feb-2015

224 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

ssak nafas

TRANSCRIPT

Page 1: Terapi Medis Dan Nonmedis Sesak Napas

Terapi Medis, Nonmedis, dan Penatalaksanaan Gawat Darurat Sesak Napas

Sesak napas adalah merasakan gerakan pernapasan dan merupakan salah satu gejala yang sering

dijumpai dan menimbulkan kekhawatiran. Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan fisis yang biasa dilakukan antara lain:

Kehangatan kulit

Denyut jantung

Ritme jantung

Tekanan darah

Membran mukosa

Tekanan vena jugularis

Pemeriksaan jantung prekordial

Frekuensi napas

Suara napas

Pemeriksaan penunjang antara lain:

Foto toraks

EKG

Spirometri sederhana

Hemoglobin

Analisis gas darah

Tes fungsi paru

Scan ventilasi/perfusi (V/Q)

Kateterisasi jantung

Terapi pada sesak napas ditujukan pada penyakit yang mendasarinya, misal:

Asma

o Penyuluhan kepada pasien penting untuk keberhasilan penatalaksanaanya khususnya

penjelasan mengenai pemicu, penggunaan dan peran obat-obatan.

o Asma kronis: antagonis leukotrien (bronkodilator)

o Asma akut: O2, kortikosteroid sistemik, inhalasi β-agonis, antikolinergik, dan teofilin.

PPOK

o Berhenti merokok

o Bronkodilator (β-agonis atau antilkolinergik)

o Terapi O2

o Antibiotik, steroid oral, dan steroid inhalasi pada eksaserbasi akut

Terapi Nonfarmakologi

1. Edukasi pasien

Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam penatalaksanaan asma.

Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk :

meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma

sendiri)

meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma mandiri)

meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri

membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma

Komunikasi yang baik adalah kunci kepatuhan pasien, upaya meningkatkan kepatuhan pasien dilakukan

dengan :

1. Edukasi dan mendapatkan persetujuan pasien untuk setiap tindakan/penanganan yang akan

dilakukan.

Page 2: Terapi Medis Dan Nonmedis Sesak Napas

2. Tindak lanjut (follow-up). Setiap kunjungan, menilai ulang penanganan yang diberikan dan

bagaimana pasien melakukannya.

3. Menetapkan rencana pengobatan bersama-sama dengan pasien.

4. Membantu pasien/keluarga dalam menggunakan obat asma.

5. Identifikasi dan atasi hambatan yang terjadi atau yang dirasakan pasien

6. Menanyakan kembali tentang rencana penganan yang disetujui bersama dan yang akan dilakukan

pada setiap kunjungan.

7. Mengajak keterlibatan keluarga.

8. Pertimbangkan pengaruh agama, kepercayaan, budaya dan status sosioekonomi yang dapat

berefek terhadap penanganan asma

2. Pengukuran peak flow meter

Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini dianjurkan pada :

1. Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan oleh pasien di rumah.

2. Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.

3. Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma persisten usia di atas > 5 tahun,

terutama bagi pasien setelah perawatan di rumah sakit, pasien yang sulit/tidak mengenal

perburukan melalui gejala padahal berisiko tinggi untuk mendapat serangan yang mengancam

jiwa.

3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

4. Pemberian oksigen

5. Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak

6. Kontrol secara teratur

7. Pola hidup sehat. Dapat dilakukan dengan berhenti merokok, menghidari kegemukan, olahraga teratur

Terapi Farmakologi

1) Bronkodilator

Bronkodilator merupakan obat utama untuk mengatasi atau mengurangi obstruksi saluran napas yang

terdapat pada penyakit paru obstruksi. Ada 3 golongan bronkodilator utama yaitu golongan

simpatomimetik, golongan antikolinergik, dan golongan xanthin. Ketiga obat ini mempunyai cara

kerja yang berbeda dalam mengatasi obstruksi saluran napas.

Pada otot saluran napas persarafan langsung simpatometik hanya sedikit meskipun banyak terdapat

adenoreseptor beta dalam otot polos bronkus terutama beta-2. Pemberian beta agonis menimbulkan

bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat dengan adenilsiklase, yaitu substansi penting yang

menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan bronkodilatasi.

Persarafan bronkus berasal dan sistem parasimpatis melalui nervus vagus. Pada asma aktifitas refleks

vagal dianggap sebagai komponen utama bronkokonstriksi, tetapi peranan vagus yang pasti belum

diketahui. Substansi penghantar saraf tersebut adalah asetilkolin yang dapat menimbulkan

Page 3: Terapi Medis Dan Nonmedis Sesak Napas

bronkokonstriksi. Atropin adalah zat antagonis kompetitif asetilkolin dan dapat menimbulkan relaksasi otot

polos bronkus sehingga timbul bronkodilatasi.

Beberapa mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya bronkodilator adalah:

Blokade reseptor adenosin

Rangsangan pelepasan katekolamin endogen

Meningkatkan jumlah dan efektivitas sel T supresor

Meningkatkan ambilan kalsium ke dalam sel otot polos

Menghambat pelepasan mediator sel mast

Golongan simpatomimetik

Kerja farmakologi dari kelompok simpatomimetik ini adalah sebagai berikut :

1. Stimulasi reseptor α adrenergik yang mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi, dekongestan nasal

dan peningkatan tekanan darah.

2. Stimulasi reseptor β1 adrenergik sehingga terjadi peningkatan kontraktilitas dan irama jantung.

3. Stimulasi reseptor β2 yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosiliari,

stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet.

Efek samping: takikardi dan palpitasi. Pemakaian obat-obat yang selektif terhadap reseptor beta

mengurangi efek samping ini.

Selektifitas relatif obat-obat simpatomimetik adalah faktor penentu utama penggunaan secara klinik dan

untuk memprediksi efek samping yang umum. Obat simpatomimetik selektif β2 memiliki manfaat yang

besar dan bronkodilator yang paling efektif dengan efek samping yang minimal pada terapi asma.

Penggunaan langsung melalui inhalasi akan meningkatkan bronkoselektifitas, memberikan efek yang lebih

cepat dan memberikan efek perlindungan yang lebih besar terhadap rangsangan (misalnya alergen,

latihan) yang menimbulkan bronkospasme dibandingkan bila diberikan secara sistemik.

Golongan agonis beta-2 yang dianggap selektif antara lain adalah terbutalin, feneterol, salbutamol,

orsiprenalin, dan salmeterol. Di samping bersifat sebagai bronkodilator, agonis beta-2 dapat memobilisasi

lender bila diberikan secara inhalasi. Pemberian beta-2 dapat menimbulkan tremor tetapi bila terus

diberikan maka gejala akan berkurang. Salbutamol lepas lambat juga dapat diberikan. Pada penderita

asma, obat ini bisa mengurangi timbulnya serangan asma malam. Dosis salbutamol lepas lambat 2 x 4 mg

mempunyai manfaat yang sama dengan dosis 2 x 8 mg dengan efek samping yang lebih minimal.

Antikolinergik seperti ipratropium bromide merupakan bronkodilator utama pada PPOK karena pada

PPOK obstruksi dominan disebabkan oleh komponen n. vagal. Kombinasi obat antikolinergik dengan

golongan bronkodilator lain seperti agonis beta-2 dan xanthin memberikan efek bronkodilatasi yang lebih

baik sehingga dosis dapat diturunkan dan efek samping menjadi sedikit.

Ipratropium Bromida. Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik (parasimpatolitik)

yang akan menghambat refleks vagal dengan cara mengantagonis kerja asetilkolin. Bronkodilasi yang

dihasilkan bersifat lokal, pada tempat tertentu dan tidak bersifat sistemik.

Page 4: Terapi Medis Dan Nonmedis Sesak Napas

Ipratropium bromida (semprot hidung) mempunyai sifat antisekresi dan penggunaan lokal dapat

menghambat sekresi kelenjar serosa dan seromukus mukosa hidung. Digunakan dalam bentuk

tunggal atau kombinasi dengan bronkodilator lain (terutama beta adrenergik) sebagai bronkodilator

dalam pengobatan bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik,

termasuk bronkhitis kronik dan emfisema.

Tiotropium Bromida. Tiotropium adalah obat muskarinik kerja diperlama yang biasanya digunakan

sebagai antikolinergik. Pada saluran pernapasan, tiotropium menunjukkan efek farmakologi dengan

cara menghambat reseptor M3 pada otot polos sehingga terjadi bronkodilasi. Bronkodilasi yang timbul

setelah inhalasi tiotropium bersifat sangat spesifik pada lokasi tertentu. Tiotropium digunakan sebagai

perawatan bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit paru obstruksi kronis termasuk

bronkitis kronis dan emfisema.

Golongan xanthin mempunyai efek bronkodilator yang lebih rendah. Golongan ini diindikasikan untuk

menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial dan bronkospasma reversibel yang berkaitan

dengan bronkhitis kronik dan emfisema. Selain bersifat bronkodilator obat ini juga berperan dalam

meningkatkan kekuatan otot diafragma. Pada penderita emfisema dan bronkitis kronik metabolisme obat

golongan xanthin ini dipengaruhi oleh faktor uimur, merokok, gagal jantung, infeksi bakteri, dan

penggunaan obat simetidin dan eitromisin.

Pemberian bronkodilator secara inhalasi sangat dianjurkan karena cara ini memberikan berbagai

keuntungan yaitu:

Obat bekerja langsung pada saluran napas

Onset kerja yang cepat

Dosis obat yang kecil

Efek samping yang minimal karena kadar obat dalam darah rendah

Membantu mobilisasi lendir

Ada berbagai cara pemberian obat inhalasi yaitu dengan inhalasi dosis terukur, alat bantu spacer,

nebuhaler, turbuhaler, dischaler, rotahaler, dan nebuliser. Hal yang perlu diperhatikan adalah cara

pemakaian yang tepat dan benar sehingga obat dapat mencapai saluran napas dengan dosis yang cukup.

Pada orang tua dan anak-anak serta pada suatu serangan akut yang berat mungkin obat tidak bisa dihisap

dengan baik sehingga sukar mendapatkan bronkodilatasi yang optimal pada pemakaian inhalasi dosis

terukur.

Pada penderita PPOK pemberian bronkodilator merupakan pilihan terapi utama meskipun tidak terdapat

perbaikan fisiologi paru. Apabila selama 2-3 bulan pemberian obat tidak terlihat perubahan secara objektif

maupun secara subjektif maka tidaklah tepat untuk meneruskan pemberian obat. Namun, pemberian

bronkodilator tetap diindikasikan pada suatu serangan akut. Pemberian bronkodilator jangka lama pada

penderita sebaiknya diberikan dalam bentuk kombinasi untuk mendapatkan efek yang optimal dengan efek

samping yang minimal.

2. Antiinflamasi

Kortikosteroid

Page 5: Terapi Medis Dan Nonmedis Sesak Napas

Kortikosteroid dan analog sintetiknya dapat mencegah timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat

kimia, mekanik, atau allergen. Gejala ini umumnya berupa kemerahan, rasa sakit dan panas,

pembengkakan di tempat radang. Secara mikroskopik, obat ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu

edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosis. Selain itu

juga dapat menghambat manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu proliferasi kapiler dan fibroblast,

pengumpulan kolagen dan pembentukan sikatriks. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap

kortikosteroid akan menyebabkan berkurangnya kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan.

Penggunaan klinik kortikosteroid sebagai antiinflamasi merupakan terapi paliatif, yaitu hanya gejalanya

yang dihambat (misal edema saluran pernapasan) sedangkan penyebab penyakit tetap ada. Sebenarnya

hal inilah yang menyebabkan obat ini banyak digunakan untuk berbagai pernyakit (life saving drug). Akan

tetapi, hal ini terkadang menimbulkan masking effect, dari luar penyakit tampaknya telah sembuh tetapi

infeksi di dalam masih terus berlangsung.

Efek samping jangka panjang:

-          gangguan proses penyembuhan luka

-          terhambatnya pertumbuhan anak-anak

-          hilangnya kalsium dari tulang

-          perdarahan lambung

-          katarak prematur

-          peningkatan kadar gula darah

-          penambahan berat badan

-          kelaparan

-          kelainan mental.

Cromolin dan nedocromil diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan dari sel mast dan

menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini digunakan untuk

mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan.  Obat ini terutama efektif untuk anak-

anak dan untuk asma karena olah raga. Obat ini sangat aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum

secara teratur meskipun penderita bebas gejala.

Glukokortikoid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Namun sebagai obat antiinflamasi,

obat ini bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis eikosanoid,

menghambat peningkatan basifil, eosinofil, dan leukosit lain di jaringan paru dan menurunkan

permeabilitas vaskuler sehingga saat ini kortikosteroid adalah obat yang paling efektif untuk asma bronkial.

Pengobatan sistemik berisiko tinggi untuk timbulnya efek samping serius. Penemuan glukokortikoid

inhalasi merupakan kemajuan besar pada pengobatan asma karena obat langsung sampai ke target organ

sehingga sangat efektif dan risiko efek samping sistemik berkurang. Saat ini, ada 5 preparat yang

berbentuk inhalasi yaitu beklometason dipropionat, fluktikason propionat, triamsinolon asetonid, flunisolid,

budesonid. Indeks terapi semua preparat hampir ridak berbeda bila digunakan dalam dosis yang

dianjurkan. Inhalasi digunakan untuk pencegahan tetapi dibutuhkan waktu yang cukup lama dalam

pengawasan dokter untuk mencapai keadaan berkurangnya hipereaktivitas paru-paru.

Page 6: Terapi Medis Dan Nonmedis Sesak Napas

Pasien yang sedang menggunakan glukokortikoid oral harus menurunkan dosis secara bertahap bila akan

memulai inhalasi beklometason. Inhalasi ini sering menyebabkan kandidiasis orofaring tanpa gejala.

Pencegahan dilakukan dengan berkumur setiap kali sesudah pemakaian. Kortikosteroid juga digunakan

pada PPOK terutama bila diduga masih reversible. Namun, hasil terapi tidak sebaik pada asma.

Obat lainnya ialah penghambat leukotrien seperti zafirlukast, montelukast sodium, zilueton.

Zafirlukast

Zafirlukast adalah antagonis reseptor leukotrien D4 dan E4 yang selektif dan kompetitif, komponen

anafilaksis reaksi lambat (SRSA - slow-reacting substances of anaphylaxis). Produksi leukotrien dan

okupasi reseptor berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan perubahan

aktifitas selular yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma.

Indikasi: Profilaksis dan perawatan asma kronik pada dewasa dan anak di atas 5 tahun.

Montelukast Sodium

Montelukast adalah antagonis reseptor leukotrien selektif dan aktif pada penggunaan oral, yang

menghambat reseptor leukotrien sisteinil (CysLT1). Leukotrien adalah produk metabolisme asam

arakhidonat dan dilepaskan dari sel mast dan eosinofil. Produksi leukotrien dan okupasi reseptor

berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan perubahan aktifitas selular

yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma.

Indikasi: Profilaksis dan terapi asma kronik pada dewasa dan anak-anak > 12 bulan.

Zilueton

Zilueton adalah inhibitor spesifik 5-lipoksigenase dan selanjutnya menghambat pembentukan (LTB1,

LTC1, LTD1, Lte1). Indikasi: profilaksis dan terapi asma kronik pada dewasa dan anak > 12 tahun.

Terapi Oksigen

Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi jaringan yang

adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian O2 yakni:

1. untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah

2. untuk menurunkan kerja nafas dan meurunkan kerja miokard.

Syarat-syarat pemberian O2 meliputi:

1. konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol

2. tidak terjadi penumpukan CO2

3. mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah

4. efisien dan ekonomis

5. nyaman untuk pasien.

Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan humidification. Hal ini penting diperhatikan karena udara

yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan O2 yang diperoleh dari sumber O2 (tabung)

merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat dapat mencegah

komplikasi pada pernafasan.

Page 7: Terapi Medis Dan Nonmedis Sesak Napas

Indikasi Pemberian O2

1. Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah.

2. Pasien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia

melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan.

3. Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O2

melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.

Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 dindikasikan kepada pasien dengan gejala:

sianosis, hipovolemi, perdarahan, anemia berat, keracunan CO, asidosis, selama dan sesudah

pembedahan, pasien dengan keadaan tidak sadar.

Metode Pemberian O2

Metode pemberian O2 dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Sistem aliran rendah

Teknik sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Teknik ini

menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal pasien.

Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk pasien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu

bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya pasien dengan Volume Tidal 500 ml dengan

kecepatan pernafasan 16 – 20 kali per menit.

Contoh sistem aliran rendah ini adal;ah : (1) kateter nasal, (2) kanula nasal, (3) sungkup muka sederhana,

(4) sungkup muka dengan kantong rebreathing, (5) sungkup muka dengan kantong non rebreathing.

a. Kateter nasal

Merupakan alat yang dapat memberikan O2 secara kontinu dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi

24% - 44%.

Keuntungan: pemberian O2 stabil, pasien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta

dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.

Kerugian: konsentrasi O2 tidak lebih dari 45%, pemasangan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula

nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari

6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat.

b. Kanula nasal

Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 kontinu dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan

konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal.

Keuntungan: pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan

kanul dibanding kateter, pasien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir pasien dan

nyaman.

Kerugian: konsentrasi O2 tidak lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila pasien bernafas lewat mulut,

mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir.

c. Sungkup muka sederhana

Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 – 8 L/mnt dengan konsentrasi O2 40 – 60%.

Page 8: Terapi Medis Dan Nonmedis Sesak Napas

Keuntungan: konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, sistem humidifikasi

dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi

aerosol.

Kerugian: konsentrasi O2 tidak kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.

d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing

Suatu teknik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80% dengan aliran 8 – 12 L/mnt

Keuntungan: tidak mengeringkan selaput lendir

Kerugian: tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan

penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat.

e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing

Merupakan teknik pemberian O2 dengan konsentrasi O2 mencapai 99% dengan aliran 8 – 12 L/mnt dimana

udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi

Keuntungan: konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir.

Kerugian: kantong O2 bisa terlipat.

2. Sistem aliran tinggi

Suatu teknik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga

dengan teknik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat dan teratur. Adapun contoh teknik

sistem aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury.

Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup yang

kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udara luar

dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitas 4 – 14 L/mnt

dengan konsentrasi 30 – 55%.

Keuntungan: konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak

dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban gas dapat dikontrol serta tidak

terjadi penumpukan CO2

Kerugian: hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada aliran rendah.

Bahaya Pemberian O2

1. Kebakaran

O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya kebakaran, perlu untuk menghidari :

merokok, membuka alat listrik dalam area sumber O2, menghindari penggunaan listrik tanpa “Ground”.

2. Depresi Ventilasi

Pemberian O2 yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang tepat pada pasien dengan retensi

CO2 dapat menekan ventilasi.

3. Keracunan O2

Dapat terjadi bila terapi O2 yang diberikan dengan konsentrasi tinggi dalam waktu relatif lama. Keadaan ini

dapat merusak struktur jaringan paru seperti atelektasis

Page 9: Terapi Medis Dan Nonmedis Sesak Napas

Gawat Darurat Gagal Napas Akut

Gagal napas terjadi bila 1). PO2 arterial < 60 mmHg yakni gagal napas hipoksemia, atau 2). PCO2 arterial

> 45 mmHg yakni gagal napas hiperkapnia, kecuali bila peningkatan PCO2 merupakan kompensasi dari

alkalosis metabolik.

Dasar-dasar fisiologis gagal napas hipoksemia: suplementasi oksigen merupakan terapi terbiak. Pada

penyakit berat seperti ARDS diperlukan ventilasi mekanik, positive end-respiratory pressure (PPEP), dan

terapi respirasi lainnya. Hiperkapnia dapat terjadi karena bebean kerja pernapasan menyebabkan

kelelahan pada otot pernapasan. Anemia berat perlu dikoreksi dan curah jantung kuat perut

dipertahankan. Penyakit yang mendasarinya terutama pneumonia, sepsis harus segera diatasi.

Tatalaksana dapat meliputi diuretikm antibiotika, dan bronkodilator.

Dasar-dasar terapi fisiologis pada gagal napas hiperkpania: tujuan utama terapi ialah memperbaiki

ventilasi alveolar menjadi normal dari keadaan hipoventilasi alveolar. Kadang-kadang ventilasi alveolar

dapat ditingkatkan dengan mengusahakan tetap terbukanya jalan napas yang efektif, penyedotan sekret,

stimulasi batuk, drainase postural, atau dengan membuat jalan napas artifisial dengan selang endotrakeal,

atau trakeostomi.

Alat bantu napas mungkin diperlukan untuk mencapai atau mempertahankan ventilasi alveolar yang

normal sampai masalah primer diperbaiki. Pada hipoksemia seringkali ditemukan pada pasien dengan

gagal napas hiperkapnik dan pemberian oksigen tambahan seringkali dibutuhkan. Namun, pada beberapa

pasien dengan hiperkapnia, oksigen tambahan dapat berbahaya bila tidak dimonitor dan disesuaikan

dengan baik. Kelompok pasien ini ialah mereka yang menderita penyakit jantung kronik, baik obstruktif

maupun restriktif. Pasien ini tampak tidak sensitif lagi terhadap hiperkapnia sebagai oemicu ventilasi. Bila

oksigen yang cukup diberikan untuk mengatasi hipoksemia, rangsagan ventilasi menjadi tumpul dan

pasien akan mengalami hipoventilasi.

Secara umum, tatalaksana pada gagal napas akut ialah:

1. Terapi Oksigen

2. Bronkodilator

3. Antikolinergik

4. Kortikosteroid

5. Ekspektoran dan nukleonik untuk memperbaiki volume dan karakteristik sputum pada pasien.

6. Fisioterapi dada dan nutrisi

Daftar Pustaka

Page 10: Terapi Medis Dan Nonmedis Sesak Napas

1. American Thoracic Society, Medical section of the American Lung Association. Standards for the

diagnosis and care of patients with chronic obstructive pulmonary disease (COPD) and asthma.

Am Rev Respir Dis 1998; 136: 225 4

2. Amin, Zulkifi. Manifestasi Klinik dan Pendekatan pada Pasien dengan Kelainan Sistem

Pernapasan dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi 4.Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam, 959-65, 2006

3. Black, Joyce M. Medical Surgical Nursing ; Clinical Management For Continuity Of Care, W.B

Sunders Company, 1999

4. Faisal Yunus. Prinsip dasar dan peranan terapi inhalasi. Medika 2002; 18:25 31

5. Holgate ST. Bronchoconstriction. In: Bronchodilator Therapy. ed. Clark Till. Auckland: Adis Press

Limited, 2004: 1 16

6. Kollef MH, Shapiro SD, Clinkscale D, et all. The effect of respiratory therapist initiated treatment

protocols on patient outcomes and resource utilization. Chest 2000; 117 (2):467-475

7. Murray and Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine, 4th Ed. Robert J. Mason, John F. Murray,

Jay A. Nadel. New York: Elsevier, 2005. Pp 334

8. Setiawati, Arini, Sulistia Gan. Obat otonom dalam Farmakologi dan Terapi, edisi 5. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI, 2007

Kanula Nasal Kateter Nasal

Non-rebreathing Mask Sungkup Muka Sederhana