teori emosi (nia)

Upload: nissa-nisa

Post on 18-Oct-2015

66 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

TeoriEmosiPosted on01/09/2009by fery76Perasaan paling dasar yang kita alami mencakup bukan hanya motif-motif seperti rasa lapar dan seks tetapi juga emosi seperti kebahagiaan dan kemarahan. Emosi dan motif berhubungan erat. Walaupun mirip, emosi dan motif perlu dibedakan. Salah satu perbedaan yang umum adalah bahwa emosi dipicu dari luar atau dibangkitkan oleh peristiwa eksternal, reaksi emosional ditujukan kepada peristiwa tersebut. Motif dibangkitkan dari dalam/oleh peristiwa internal dan secara alami diarahkan kepada objek tertentu di lingkungan seperti (makanan, air, atau pasangan).Komponen-Komponen Emosi.Daftar komponen emosi mencakup:1. Respon tubuh Internal, terutama yang melibatkan sistem syaraf otonomik. Misal: Jika marah tubuh Anda kadang-kadang gemetar atau suara Anda menjadi tinggi, walaupun Anda tidak menginginkannya.2. Keyakinan atau penilaian kognitif, bahwa telah terjadi keadaan positif atau negatif tertentu. Misal: saat mengalami suatu kebahagiaan, seringkali melibatkan tentang alasan kebahagiaan itu.3. Ekspresi Wajah, Misal: jika Anda merasa muak atau jijik, mungkin Anda mengerutkan dahi, membuka mulut lebar-lebar dan kelopak mata sedikit menutup.4. Reaksi terhadap Emosi, mencakup reaksi spesifik. Misal: kemarahan menyebabkan agresi.Dasar FisiologisJika kita mengalami suatu emosi yang kuat seperti rasa marah atau takut, mungkin kita merasakan sejumlah perubahan pada tubuh. Sebagian besar perubahan fisiologis yang terjadi selama rangsangan emosional terjadi akibat aktivasi cabang simpatik dari sistem syaraf otonomik untuk mempersiapkan tubuh melakukan tindakan darurat. Sistem simpatik bertanggung jawab untuk terjadinya perubahan-perubahan berikut:1. Tekanan darah dan denyut jantung meningkat.2. Pernapasan menjadi lebih cepat.3. Pupil mata mengalami dilatasi.4. Keringat meningkat sementara sekresi saliva dan mukus menurun.5. Kadar gula darah meningkat untuk memberikan lebih banyak energi.6. Darah membeku lebih cepat untuk persiapan kalau-kalau terjadi luka.7. Mobilitas saluran gastrointestinal menurun, darah dialirkan dari lambung dan usus ke otak dan otot rangka.8. Rambut dikulit menjadi tegak, menyebabkan merinding.Sistem syaraf simpatis mempersiapkan organisme untuk mengeluarkan energi. Saat emosi menghilang, sistem parasimpatik (sistem penghemat energi) mengambil alih dan mengembalikan organisme ke keadaan normalnya.Intensitas Emosi.Para peneliti telah mempelajari kehidupan emosional individu-individu dengan cedera pada medula spinalis. Jika medula spinalis mengalami gangguan atau lesi, sensasi dibawah tempat cedera tidak dapat mencapai otak. Karena sebagian sensasi itu berasal dari sistem syaraf simpatik, cedera menurunkan kontribusi rangsangan otonomik untuk merasakan emosi. Penurunan rangsangan otonomik menyebabkan penurunan intensitas emosi yang dialami.Diferensiasi Emosi.Wiliam James menyatakan bahwa persepsi perubahan tubuh adalah pengalaman subjektif dari suatu emosi: (Kita takut karena kita lari.; Kita marah karena kita memukul). Ahli psikologi Denmark, Carl Lange, sampai pada posisi yang serupa, tapi baginya perubahan tubuh termasuk rangsangan otonomik. Posisi kombinasi mereka disebut teori James-Lange. Teori ini menyatakan: Karena persepsi rangsangan otonomik (dan mungkin perubahan tubuh lain) membentuk pengalaman suatu emosi, dan karena emosi yang berbeda terasa berbeda, pastilah terdapat pola tersendiri aktivitas otonomik untuk tiap emosi. Dengan demikian teori James-Lange menyatakan bahwa rangsangan otonomik mendiferensiasikan emosi.Teori ini mengalami serangan hebat pada tahun 1920-an (terutama bagian teori tentang rangsangan otonomik). Serangan ini dipimpin oleh ahli psikologi Walter Cannon (1927) yang mengajukan tiga kritik utama:1. Karena organ internal merupakan struktur yang relatif tidak sensitif dan tidak terpasok baik oleh syaraf, perubahan internal terjadi terlalu lambat agar dapat menjadi sumber emosi.2. Perubahan tubuh yang di induksi secara artifisial berkaitan dengan suatu emosi. Sebagai contoh: injeksi obat seperti epinephrine tidak menghasilkan pengalaman emosi yang sesungguhnya.3. Pola rangsangan otonomik tampaknya tidak banyak berbeda dari satu keadaan emosional dengan keadaan emosional lain, sebagai contohnya walaupun kemarahan menjadikan jantung kita berdebar lebih cepat, demikian pula jika kita melihat orang yang kita cintai.Argumen ketiga secara eksplisit menyangkal bahwa perangsangan emosional dapat mendiferensiasi emosi.Ahli psikologi telah mencoba menangkis pandangan Cannon ketiga sambil mengembangkan pengukur sub-komponen rangsangan otonomik yang semakin akurat. Akhirnya semua penelitian hanya membuktikan bahwa terdapat suatu perbedaan fisiologis diantara emosi, dan perbedaan tersebut dihayati dan dialami sebagai perbedaan kualitatif antara emosi. Walaupun rangsangan otonomik membantu membedakan beberapa emosi, kecil kemungkinannya ia membedakan semua emosi.Kognisi dan Emosi.Jika kita mengalami suatu peristiwa atau tindakan, kita menginterpretasikan situasi itu berkaitan dengan tujuan pribadi dan kesehatan kita; hasil dari penilaian adalah keyakinan yang positif dan negatif. Interpretasi ini dikenal sebagai penilaian kognitif, yang memiliki dua bagian tersendiri: proses penilaian dan keyakinan yang dihasilkannya.Intensitas dan Diferensiasi Emosi.Penilaian kita terhadap suatu situasi dapat mempengaruhi intensitas pengalaman emosional kita. Penilaian kognitif mungkin juga sangat bertanggung jawab untuk membedakan emosi. Tidak seperti rangsangan otonomik, keyakinan yang terjadi dari penilaian adalah cukup kaya untuk dibedakan dari banyak jenis perasaan dan proses penilaian sendiri mungkin cukup cepat untuk mempengaruhi kecepatan munculnya beberapa emosi.Komponen-komponen rangsangan otonomik dan penilaian kognitif merupakan peristiwa yang sangat kompleks yang melibatkan sub-komponen, dan sub-komponen itu tidak semuanya terjadi pada waktu yang bersamaan.Dimensi-dimensi Emosi.Ahli psikologi telah mengambil pendekatan yang berbeda terhadap masalah dimensi mana dari suatu situasi yang menentukan emosi mana yang akan terjadi. Salah satu pendekatan menganggap bahwa terhadap sekelompok kecil emosi primer dan tiap emosi tersebut berhubungan dengan situasi hidup fundamental. Emosi tersebut dapat meliputi rasa takut, marah, gembira, percaya, muak, antisipasi dan terkejut.Pendekatan lain untuk menentukan determinan emosi menekankan proses kognitif. Pendekatan ini memulai dengan sekumpulan primer dimensi situasional yang dialami seseorang. Smith dan Ellsworth menemukan bahwa sekurangnya diperlukan enam dimensi untuk mendeskripsikan 15 emosi yang berbeda (termasuk kemarahan, rasa bersalah dan kesedihan). Dimensi tersebut antara lain:a. Sifat disenangi suatu situasi (menyenangkan atau tidak menyenangkan).b. Upaya yang diperkirakan dilakukan pada situasi.c. Kepastian situasi.d. Perhatian yang akan dilimpahkan pada situasi.e. Pengendalian yang dirasakan seseorang terhadap situasi.f. Pengendalian yang dikaitkan dengan kekuatan bukan manusiawi terhadap situasi.Beberapa Implikasi Klinis.Fakta bahwa penilaian kognitif dapat mendiferensiasikan emosi membantu memahami teka-teki observasi klinis. Klinisi melaporkan bahwa kadang-kadang seorang pasien tampaknya mengalami suatu emosi tetapi tidak menyadarinya. Titik pertemuan lain antara analisis klinis dan riset eksperimental adalah perkembangan emosional.Penelitian klinis menyatakan bahwa sensasi kesenangan dan distres seseorang hanya berubah sedikit saat ia berkembang dari anak-anak menjadi dewasa; tetapi yang berkembang adalah ide tentang sensasi.Terakhir, penelitian mengenai penilaian, cocok dengan fenomena yang dikenal baik, bukan hanya oleh klinisi tetapi juga oleh semua orang. Tingkat mana situasi membangkitkan suatu emosi tergantung pada pengalaman kita sebelumnya.Emosi tanpa Kognisi.Walaupun penilaian kognitif jelas sangat penting untuk mengalami banyak emosi, tetapi tampaknya terdapat kasus emosi dimana tak ada penilaian kognitif yang tampaknya terlibat. Jika seekor tikus menerima kejutan listrik untuk pertama kalinya. Misal: mungkin ia hanya sedikit memikirkannya, dan reaksi emosionalnya sama sekali tidak memiliki aktivitas kognitif.Terdapat dua jenis pengalaman emosional: yang berdasarkan pada penilaian kognitif dan yang mendahului kognisi. Walaupun kita dapat memiliki pengalaman emosional tanpa penilaian kognitif. Pengalaman tersebut mungkin terbatas pada perasaan positif atau negatif yang tidak terdeferensiasi.Ekspresi dan Emosi.Ekspresi wajah yang menyertai emosi jelas berfungsi mengkomunikasikan emosi tersebut. Penelitian belum lama ini menyatakan bahwa selain fungsi komunikatifnya, ekspresi emosi berperan pada pengalaman subjektif emosi, sama seperti rangsangan dan penilaian.Komunikasi Ekspresi Emosi.Ekspresi wajah tertentu tampaknya memiliki makna universal, tanpa memandang kultur tempat individu tersebut dibesarkan. Misal: Ekspresi universal dari kemarahan adalah wajah memerah, kening berkerut, lubang hidung membesar, rahang mengatup dan gigi diperlihatkan. Jadi disamping ekspresi dasar emosi yang tampaknya universal, terdapat bentuk ekspresi yang konvensional, sejenis bahasa emosi yang dikenali oleh orang lain di dalam suatu kultur.Lokalisasi Otak.Ekspresi emosional yang universal sangat spesifik: otot tertentu digunakan untuk mengekspresikan emosi tertentu. Kombinasi universalitas dan spesifitas ini menyatakan bahwa sistem neurologis khusus mungkin telah berkembang pada manusia untuk menginterpretasikan ekspresi emosional primitif. Bukti terakhir menyatakan bahwa memang terdapat sistem seperti itu, dan terletak di hemisfer serebral kanan.Hipotesis Umpan Balik Wajah.Ide bahwa ekspresi wajah, selain fungsi komunikatifnya, juga berperan dalam pengalaman emosi kita kadang-kadang dinamakan hipotesis umpan balik wajah. Menurut hipotesis, sama seperti kita menerima umpan balik tentang (atau menghayati) rangsangan otonomik kita, kita juga menerima umpan balik tentang ekspresi wajah kita, dan umpan balik ini bergabung dengan komponen emosi lainnya untuk menghasilkan pengalaman yang lebih kuat.Aliran Darah dan Temperatur Otak.Kontraksi otot wajah tertentu dapat mempengaruhi aliran darah di pembuluh darah sekitarnya. Hal ini selanjutnya mempengaruhi aliran darah selebral yang dapat menentukan temperatur otak, yang selanjutnya memfasilitasi dan menginhibisi pelepasan berbagai neurotransmiter dan neurotransmiter ini mungkin mungkin merupakan bagian dari aktivitas kortikal yang mendasari emosi. Sebagai contohnya: jika tersenyum, konfigurasi otot-otot wajah mungkin menyebabkan penurunan temperatur di daerah otak dimana dilepaskan neurotransmiter serotonin. Perubahan temperatur ini mungkin menghambat pelepasan neurotransmiter yang menyebabkan suatu perasaan positif. Dengan demikian jalur kritis pindah dari ekspresi wajah ke aliran darah ke temperatur otak ke ekspresi emosi.Reaksi Umum dalam Keadaan Emosional.Terdapat beberapa reaksi saat kita berada dalam keadaan emosional:a. dapat memberi kita energi atau mengganggu kita.b. menentukan apa yang kita perhatikan dan pelajari.c. Menentukan pertimbangan apa yang kita gunakan dalam memandang dunia.Energi dan Gangguan.Berada dalam keadaan emosional kadang-kadang memberikan energi, tetapi di lain waktu dapat mengganggu, tergantung pada intensitas pengalaman individu yang mengalaminya dan lamanya pengalaman. Berkaitan dengan intensitas, rangsangan emosi yang ringan cenderung menghasilkan kesiagaan dan minat dalam situasi sekarang. Tetapi jika emosi menjadi kuat, apakah menyenangkan atau tiak menyenangkan, mereka biasanya menghasilkan gangguan pikiran atau perilaku.Perhatian dan Belajar: Kongruensi Mood.Jika mengalami suatu emosi, kita cenderung memperhatikan lebih banyak pada peristiwa yang cocok dengan mood kita dibandingkan peristiwa yang tidak. Sebagai konsekuensinya, kita mempelajari lebih banyak tentang peristiwa yang kongruen dengan mood kita.Mood seseorang selama belajar dapat meningkatkan ketersediaan memori yang cocok dengan mood itu, dan memori tersebut akan lebih mudah dikaitkan dengan materi baru yang juga cocok dengan mood.Penilaian dan Perkiraan: Efek Mood.Mood emosional kita dapat mempengaruhi penilaian kita terhadap orang lain dan mempengaruhi pertimbangan kita tentang frekuensi berbagai resiko di dunia.Mood buruk menyebabkan kita melihat resiko tersebut lebih sering terjadi; mood baik menyebabkan kita melihat resiko itu sebagai jarang. Jadi, konsekuensi umum dari suatu mood adalah memperkuat mood itu.Agresi sebagai suatu reaksi Emosional.Diantara reaksi emosional tipikal, ahli psikologi telah memilih satu untuk banyak penelitian: Agresi. Alasan mengapa ahli psikologi telah memfokuskan riset mereka kepada agresi adalah karena dua teori besar tentang perilaku sosial membuat asumsi yang sangat berbeda tentang sifat agresi.Teori psikoanalitik Freud memandang agresi sebagai respon yang dipelajari. Riset tentang agresi membantu kita menilai teori yang saling bertentangan tersebut.Agresi sebagai suatu dorongan.Menurut teori psikoanalitik Freud, banyak dari tindakan kita ditentukan oleh naluri (instink) terutama naluri seksual. Jika ekspresi naluri tersebut tidak terpuaskan (mengalami frustasi), dorongan agresi dibangkitkan. Para ahli selanjutnya dalam tradisi psikoanalitik memperluas hipotesis frustasi agresi dengan pernyataan: jika upaya seseorang untuk mencapai suatu tujuan dihalangi, dibangkitkanlah suatu dorongan agresif yang memotivasi perilaku untuk menghancurkan penghalang (orang atau benda) yang menyebabkan frustasi itu.Dasar Biologis Agresi pada Manusia.Suatu faktor biologis yang mungkin berhubungan dengan agresi pada pria adalah kadar testoteron. Penelitian terakhir menyatakan bahwa testosteron yang lebih tinggi dikaitkan dengan tingkat agresi yang lebih tinggi.Agresi sebagai respon Dipelajari.Teori belajar sosial mengurusi interaksi sosial manusia, tetapi memiliki asal mula pada penelitian behavioristik proses belajar pada hewan. Teori ini difokuskan pada pola perilaku yang dikembangkan oleh manusia sebagai respon dari kontak dengan lingkungannya. Dengan penekanan pada proses belajar, tidak heran bahwa teori belajar sosial menolak konsep agresi sebagai dorongan yang dihasilkan oleh frustasi; Teori ini menyatakan bahwa agresi adalah serupa dengan semua respon yang dipelajari lainnya. Agresi dapat dipelajari melalui pengamatan atau peniruan, dan semakin ia sering diperkuat, semakin sering akan terjadi.Teori belajar sosial berpendapat bahwa:a. Agresi hanya salah satu dari beberapa reaksi terhadap pengalaman frustasi yang tidak disukai.b. Agresi adalah respon yang tak memiliki sifat seperti dorongan dan dengan demikian dipengaruhi oleh konsekuensi yang diharapkan dengan perilaku tersebut.Peniruan Agresi.Salah satu sumber bukti pendukung teori belajar sosial adalah penelitian yang menunjukan bahwa agresi, seperti respons lain, dapat dipelajari melalui peniruan.Penguatan Agresi.Sumber bukti lain untuk teori belajar sosial adalah bahwa agresi sensitif terhadap penguatan dalam cara yang serupa dengan respons dipelajari lainnya. Konsekuensi dari agresi memiliki peranan penting dalam membentuk perilaku.Ekspresi Agresif dan Katarsis.Penelitian yang mencoba membedakan antara agresi sebagai dorongan dan agresi sebagai respons yang dipelajari seringkali berfokus pada katarsis (menyingkirkan emosi dan mengalaminya secara kuat).Jika agresi merupakan suatu dorongan maka agresi harus bersifat katartik, yang menghasilkan penurunan intensitas perasaan dan tindakan agresif.Dilain pihak, jika agresi merupakan suatu respons yang dipelajari, ekspresi agresi harus menghasilkan peningkatan tindakan tersebut.Bertindak secara Agresif.Ahli psikologi telah melakukan banyak penelitian laboraturium untuk menentukan apakah agresi menurun jika telah diekspresikan atau tidak.Terdapat situasi dimana ekspresi agresi dapat menurunkan insidensinya. Hal ini mungkin terjadi karena orang merasakan lebih kuat dan lebih menguasai, ketimbang karena telah menurunkan dorongan agresif.Menonton Kekerasan.Korelasi tidak menyatakan hubungan sebab akibat. Mungkin anak yang lebih agresif lebih senang menonton acara televisi yang penuh kekerasan, artinya memiliki sifat agresif menyebabkannya menonton kekerasan, bukan sebaliknya.Penelitian tentang agresi telah menjadikan jelas bahwa reaksi emosional adalah peristiwa yang kompleks. Demikian pula, tiap komponen emosi yang kita bicarakan; rangsangan otonomik, penilaian kognitif dan ekspresi emosi, sendirinya merupakan peristiwa kompleks yang melibatkan banyak faktor. Tidak diragukan lagi bahwa kita masih sedikit mengetahui tentang kehidupan kita ini.sumber dari: pengantar psikologi.3 Votes

Emosi dan Motif

Posted Rab, 05/11/2008 - 19:40 by rozaliSelama ini kajian-kajian tentang belajar kurang memperhatikan peran dan pengaruh emosi pada proses dan hasil belajar yang dicapai seseorang. Tetapi, sejak orang mulai memperhatikan peran besar otak dalam segala bentuk perilaku manusia, maka emosi mulai jadi perhatian, termasuk peranannya dalam meningkstkan hasil belajar. Emosi tidak lagi dipandang sebagai penghambat dalam kehidupan sebagaimana pandangan konvesional, melainkan sebagai sumber kecerdasan, kepekaan, dan berperan dalam menghidupkan perkembangan serta penalaran yang baik. Bahkan saat ini disadari bahwa untuk mencapai keberhasilan belajar, maka proses belajar yang terjadi haruslah menyenangkan.Pengertian EmosiDefinisi emosi dirumuskan secara bervariasi oleh para psikolog, dengan orientasi teoritis yang berbeda-beda, antara lain sebagai berikut :William James (dalam DR. Nyayu Khodijah) mendefinisikan emosi sebagai keadaan budi rohani yang menampakkan dirinya dengan suatu perubahan yang jelas pada tubuh.Goleman, 1999 (dalam DR. Nyayu Khodijah) mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak..Kleinginna & Kleinginna (dalam DR. Nyayu Khodijah) mencatat ada 92 definisi yang berbeda tentang emosi., Namun disepakati bahwa keadaan emosional adalah suatu reaksi kompleks yang melibatkan kegiatan dan perubahan yang mendalam serta dibarengi dengan perasaan yang kuat.

Teori-Teori EmosiWalgito, 1997 (dalam DR. Nyayu Khodijah), mengemukakan tiga teori emosi, yaitu :Teori Sentral,Menurut teori ini, gejala kejasmanian merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu; jadi individu mengalami emosi terlebih dahulu baru kemudian mengalami perubahan-perubahan dalam kejasmaniannya. Contohnya : orang menangis karena merasa sedihTeori PeriferalTeori ini dikemukakan oleh seorang ahli berasal dari Amerika Serikat bernama William James (1842-1910). Menurut teori ini justru sebaliknya, gejala-gejala kejasmanian bukanlah merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu, tetapi malahan emosi yang dialami oleh individu merupakan akibat dari gejala-gejala kejasmanian. Menurut teori ini, orang tidak menangis karena susah, tetapi sebaliknya ia susah karena menangis.Teori KepribadianMenurut teori ini, emosi ini merupakan suatu aktifitas pribadi, dimana pribadi ini tidak dapat dipisah-pisahkan dalam jasmani dan psikis sebagai dua substansi yang terpisah. Karena itu, maka emosi meliputi pula perubahan-perubahan kejasmanian. Misalnya apa yang dikemukakan oleh J. Linchoten.Fungsi EmosiBagi manusia, emosi tidak hanya berfungsi untuk Survival atau sekedar untuk mempertahankan hidup, seperti pada hewan. Akan tetapi, emosi juga berfungsi sebagai Energizer atau pembangkit energi yang memberikan kegairahan dalam kehidupan manusia. Selain itu, emosi juga merupakan Messenger atau pembawa pesan (Martin dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006)Survival, yaitu sebagai sarana untuk mempertahankan hidup. Emosi memberikan kekuatan pada manusia untuk membeda dan mempertahankan diri terhadap adanya gangguan atau rintangan. Adanya perasaan cinta, sayang, cemburu, marah, atau benci, membuat manusia dapat menikmati hidup dalam kebersamaan dengan manusia lain.Energizer, yaitu sebagai pembangkit energi. Emosi dapat memberikan kita semangat dalam bekerja bahkan juga semangat untuk hidup. Contohnya : perasaan cinta dan sayang. Namun, emosi juga dapat memberikan dampak negatif yang membuat kita merasakan hari-hari yang suram dan nyaris tidak ada semangat untuk hidup.Contohnya : perasaan sedih dan benci.Messenger, yaitu sebagai pembawa pesan. Emosi memberitahu kita bagaimana keadaan orang-orang yang berada disekitar kita, terutama orang-orang yang kita cintai dan sayangi, sehingga kita dapat memahami dan melakukan sesuatu yang tepat dengan kondisi tersebut. Bayangkan jika tidak ada emosi, kita tidak tahu bahwa disekitar kita ada orang yang sedih karena sesuatu hal yang terjadi dalam keadaan seperti itu mungkin kita akan tertawa-tawa bahagia sehingga membuat seseorang yang sedang bersedih merasa bahwa kita bersikap empati terhadapnya.Jenis dan Pengelompokkan EmosiSecara garis besar emosi manusia dibedakan dalam dua bagian yaituEmosi positif (emosi yang menyenangkan), yaitu emosi yang menimbulkan perasaan positif pada orang yang mengalaminya, diataranya adalah cinta, sayang, senang, gembira, kagum dan sebagainya.Emosi negatif (emosi yang tidak menyenangkan), yaitu emosi yang menimbulkan perasaan negatif pada orang yang mengalaminya, diantaranya adalah sedih, marah, benci, takut dan sebagainya.e. Pengaruh Emosi pada belajarEmosi berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar (Meier dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006). Emosi yang positif dapat mempercepat proses belajar dan mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya emosi yang negatif dapat memperlambat belajar atau bahkan menghentikannya sama sekali. Oleh karena itu, pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi positif pada diri pembelajar. Untuk menciptakan emosi positif pada diri siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan dengan penciptaan kegembiraan belajar. Menurut Meier, 2002 (dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006) kegembiraan belajar seringkali merupakan penentu utama kualitas dan kuantitas belajar yang dapat terjadi. Kegembiraan bukan berarti menciptakan suasana kelas yang ribut dan penuh hura-hura. Akan tetapi, kegembiraan berarti bangkitnya pemahaman dan nilai yang membahagiakan pada diri si pembelajar. Selain itu, dapat juga dilakukan pengembangan kecerdasan emosi pada siswa. Kecerdasan emosi merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya secara sehat terutama dalam berhubungan dengan orang lain.2. MOTIFa. Pengertian MotifMenurut Winkel, 1996 (dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006), menyatakan Motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatan tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu.Menurut Azwar (dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006), disebutkan bahwa Motif adalah suatu keadaan, kebutuhan, atau dorongan dalam diri seseorang yang disadari atau tidak disadari yang membawa kepada terjadinya suatu perilaku.Dari beberapa pendapat di atas, maka kami dapat menyimpulkan bahwasannya Motif merupakan suatu dorongan dan kekuatan yang berasal dari dalam diri seseorang baik yang disadari maupun tidak disadari untuk mencapai tujuan tertentu.b. Macam-Macam MotifMenurut WoodWorth dan Marquis, 1957 (dalam DR. Nyayu khodijah, 2006), motif itu dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :Motif yang berhubungan dengan kebutuhan Kejasmanian (organic needs), yaitu merupakan motif yang berhubungan dengan kelangsungan hidup individu atau organisme, misalnya motif minum, makan, kebutuhan pernapasan, seks, kebutuhan beristirahat.Motif darurat (emergency motives), yaitu merupakan motif untuk tindakan-tindakan dengan segera karena sekitar menuntutnya, misalnya motif untuk melepaskan diri dari bahaya, motif melawan, motif untuk mengatasi rintangan-rintangan, motif untuk bersaing.Motif Obyektif (obyective motives), yaitu merupakan motif untuk mengadakan hubungan dengan keadaan sekitarnya, baik terhadap orang-orang atau benda-benda. Misalnya, motif eksplorasi, motif manipulasi, minat. Minat merupakan motif yang tertuju kepada sesuatu yang khusus.b. Kekuatan MotifSuatu motif dikatakan kuat apabila motif itu dapat mengalahkan kekuatan motif yang lain. Sehubungan dengan hal tersebut beberapa eksperimen dilaksanakan untuk mengetahui tentang kekuatan motif-motif itu.c. Konflik MotifKeadaan sehari-hari menunjukkan bahwa kadang-kadang orang menghadapi beberapa macam motif yang saling bertentangan satu dengan yang lain. Misalnya pada suatu waktu seseorang mempunyai motif untuk belajar, tetapi juga mempunyai motif untuk melihat film. Dengan keadaan demikian maka akan terjadi pertentangan atau konflik dalam diri orang tersebut antara motif yang satu dengan motif yang lain. Jadi, konflik motif akan terjadi bila adanya beberapa tujuan yang ingin dicapai sekaligus secara bersamaan. Ada beberapa kemungkinan respon yang dapat diambil bila individu menghadapi bermacam-macam motif, yaitu :Pemilihan atau PenolakanDalam menghadapi bemacam-macam motif individu dapat mengambil pemilihan yang tegas. Dalam pemilihan yang tegas individu dihadapkan kepada situasi dimana individu harus memberikan salah satu respon (pemilihan atau penolakan) dari beberapa macam objek atau situasi yang dihadapiKompromiJika individu menghadapi dua macam objek atau situasi, adanya kemungkinan individu dapat mengambil respon yang bersifat Kompromi, yaitu menggabungkan kedua macam objek tersebut. Tetapi, tidak semua objek atau situasi dapat diambil respon atau keputusan kompromi. Dalam hal yang akhir ini individu harus mengambil pemilihan atau penolakan dengan tegas.Meragu-ragukan (bimbang)Jika individu diharuskan mengadakan pemilihan atau penolakan diantara dua objek atau hal yang buruk atau baik, maka sering timbul kebimbangan pada individu. Kebimbangan terjadi karena masing-masing objek mempunyai nilai-nilai positif ataupun negatif, kedua-duanya mempunyai sifat atau segi yang menguntungkan tetapi juga mempunyai segi yang merugikan.Kebimbangan umumnya tidak menyenangkan bagi individu dan kadang-kadang menimbulkan perasaan yang mengacaukan hingga keadaan psikis, sehingga individu mengalami hambatan-hambatan. Keadaan ini dapat diatasi dengan cara individu mengambil suatu keputusan dengan mempertimbangkan dan melakukan pemeriksaan dengan teliti terhadap segala aspek dari objek tersebut.e. Peran Motivasi dalam mencapai keberhasilan BelajarMotivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam penumbuhan gairah, perasaan dan semangat untuk belajar. Dengan demikian motivasi memiliki peran strategis dalam belajar, baik pada saat memulai belajar, saat sedang belajar maupun saat berakhirnya belajar. Agar perannya lebih optimal, maka prinsip-prinsip motivasi dalam aktifitas belajar haruslah dijalankan. Prinsip-Prinsip tersebut adalah :Motivasi sebagai penggerak yang mendorong aktivitas belajarMotivasi intrinsic lebih utama daripada motivasi ekstrinsik dalam belajarMotivasi berupa pujian lebih baik daripada hukumanMotivasi berhubungan erat dengan kebutuhan belajarMotivasi dapat memupuk optimisme dalam belajarMotivasi melahirkan prestasi dalam belajar.DAFTAR PUSTAKAKhodijah,Nyayu.2006.Psikologi Belajar.Palembang:IAIN Raden Fatah PressPartini, Sri. 1995. Psikologi Perkembangan. Ikip Yogyakarta.Walgito,Bimo.1997.Pengantar Psikologi Umum.Yogyakarta:Andi Offset rozali's blog Silakanloginataudaftardulu untuk mengirim komentar

Perkembangan EmosiMata Kuliah : Psikologi PendidikanDosen : Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, Psikolog

Di susun oleh :

Bella Ananda Putri Siregar(0602509022)

Universitas Al Azhar IndonesiaFakultas Psikologi dan PendidikanPendidikan Anak Usia Dini2010

Kata Pengantar

Kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar.Banyak halangan dan rintangan yang saya hadapi dalam menyelesaikan tugas penyusunan makalah ini, namun atas limpahan rahmat dan karunia Allah STW serta bantuan dari semua pihak, maka tugas makalah ini dapat saya selesaikan, dalam kesempatan ini pula saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, Psikolog. Selaku Dosen mata kuliah Psikologi Pendidikan.2. Teman-teman saya yang telah memberikan dukungan dan motivasinya.3. Orang tua saya yang telah memberikan doa dan restunya.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan bapak, ibu serta teman-teman yang telah berpartisipasi dalam penyusunan tugas makalah. Selalin itu saya pun menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan pada makalah ini, untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, agar makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Desember 2010

Penulis

Daftar Isi

Kata Pengantar2Daftar Isi3BAB I. PendahuluanLatar Belakang..............................................................................4Perumusan Masalah..............................................................................4Tujuan..............................................................................5BAB II. Landasan TeoriTeori Emosi Dua-Faktor Schachter-Singer....................................................6Teori Emosi James Lange............................................................................6Teori Emergency Cannon.............................................................................7Pengertian Emosi............................................................................8Aspek-aspek kecerdasan emosi..............................................................12Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi.........................13Kapan seseorang akan mengalami emosi?.................................................13Timbulnya Emosi..........................................................................13Bagaimana cara seseorang dalam mengendalikan emosi?....................... 14BAB III. Kesimpulan dan SaranKesimpulan.........................................................................16Saran.........................................................................16Daftar Pustaka.........................................................................18

BAB I. Pendahuluan

Latar BelakangPertumbuhan dan perkembangan emosi, yang dapat dilihat dari tingkah laku lainnya yang ditentukan oleh proses pematangan dan proses belajar. Contohnya seperti seorang bayi yang baru lahir ia dapat menangis dan akan mencapai proses kematangannya ketika ia akan tertawa nanti.Pada umumnya perbuatan kita sehari-hari disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, yaitu perasaan senang atau perasaan tidak senang. Perasaan senang atau tidak senang yang selalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari yang disebut Warna Efektif. Warna efektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah atau samar-samar.Perbedaan antara emosi dan perasaan tidak dapat dinyatakan dengan tegas, karena keduanya merupakan suatu hal yang bersifat kualitatif yang tidak ada batasnya. Terkadang, warna efektif dapat dinyatakan sebagai perasaan atau dapat dinyatakan sebagai emosi. Oleh karena itu, emosi bukan hanya disebabkan karena perasaan saja, tetapi warna afektif yang meliputi keadaan seseorang. Ada yang kuat, lemah atau mungkin samar-samar.Dengan demikian, pada makalah ini akan dibahas mengenai emosi yang berkaitan dengan teori-teori tentang emosi tersebut.

Perumusan Masalah1. Apakah yang dimaksud dengan perkembangan emosi atau arti dari emosi itu sendiri?2. Dimana dapat berlangsungnya terjadi emosi?3. Kapan seorang manusia dapat merasakan emosi atau dalam sebuah teori kapan para peneliti melahirkan teori tentang emosi tersebut?4. Mengapa emosi tersebut dapat timbul dan apa akibatnya?5. Siapa saja yang dapat mengalami perubahan emosi?6. Bagaimana cara seseorang dalam mengendalikan emosi?

Tujuan dan ManfaatMakalah ini dibuat bukan hanya untuk melengkapi nilai tugas saya, tetapi juga untuk menginformasikan kepada teman-teman, dosen ataupun guru dan para pembaca tentang Perkembangan Emosi dan mengupas serta membuka wawasan baru mengenai perkembangan emosi tersebut yang berkaitan dengan pendidikan.

BAB II. Landasan TeoriTerdapat beberapa teori tentang emosi yang dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu adalah sebagai berikut,1. Teori Emosi Dua-Faktor Schachter-SingerTeori ini dikenal sebagai teori yang paling klasik yang berorientasi pada rangsangan. Reaksi fisiologik dapat saja sama (hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah dan sebagainya) namun jika rangsangannya menyenangkan seperti diterima di perguruan tinggi yang diminati, emosi yang timbul dinamakan senang. Sebaliknya jika rangsangannya membahayakan (misalnya melihat ular yang berbisa) emosi yang timbul dinamakan takut. Para ahli psikologi melihat teori ini lebih sesuai dengan teori kognisi.Menurut Berkowitz (1993), banyak pemikiran saat ini tentang peran ateribusi dalam emosi mulai dengan sebuah teori kognitif yang sangat dikenal yang dipublikasikan oleh Stanley Schachter dan Jerome Singer pada tahun 1962 . konsepsi Berkowitz tentang bagaimana pikiran tingkat tinggi menentukan pembentukan suasana emosional setelah munculnya reaksi saraf, relatif primitif dan emosional dipengaruhi oleh formula ini.Schachter dan Singer mengemukakan bahwa emosi tertentu merupakan fungsi dari reaksi-reaksi tubuh tertentu. Menurutnya pula kita tidak merasa marah karena ketegangan otot, rahang yang berderak, denyut nadi kita menjadi cepat, dan sebagainya tetapi karena kita secara umum jengkel dan kita mempunyai beberapa kognisi tertentu tentang sifat kejengkelan kita.

2. Teori Emosi James LangeMenurut teori ini, emosi merupakan hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap berbagai rangsangan yang dayang dari luar. Jadi jika seseorang misalnya melihat harimau, reaksinya adalah peredaran darah makin cepat karena denyut jantung makin cepat, paru-paru lebih cepat memompa udara dan sebagainya. Respon-respon tubuh ini kemudian dipersepsikan dan timbullah rasa takut. Mengapa rasa takut yang timbul? Ini disebabkan oleh hasil pengalaman dan proses belajar. Orang bersangkutan dari hasil pengalamannya mengetahui bahwa harimau adalah makhluk yang berbahaya, karena itu debaran jantung dipersepsikan sebagai rasa takut.Emosi menurut kedua ahli ini, terjadi adanya perubahan pada sistem vasomotor (otot-otot). Suatu peristiwa dipersepsikan menimbulkan perubahan fisiologis dan perubahan psikologis yang disebut emosi. Dengan kata lain menurut James Lange, seseorang bukan tertawa karena senang, melainkan ia senang karena tertawa.James Lange mengemukakan proses-proses terjadinya emosi dihubungkan dengan faktor fisik dengan urutan sebagai berikut :1. Mempersepsikan situasi di lingkungan yang mungkin menimbulkan emosi2. Memberikan reaksi terhadap situasi dengan pola khusus melalui aktivitas fisik3. Mempersiapkan pola aktivitas fisik yang mengakibatkan munculnya emosi secara khusus.Uraian ini disingkat menjadi :Lingkungan Otak Perubahan pada tubuh + emosiJames Lange menghasilkan lima tingkatan emosi dalam proses emosi yang terdiri dari :1, Situasi2. Persepsi tentang situasi3. Perubahan-perubahan dalam tubuh4. Perbuatan yang terlihat, misalkan melarikan diri dari bahaya5. Keadaan sadar dari emosi

3. Teori Emergency CannonTeori ini dikemukakan oleh Walter B. Cannon (1929), ia menyatakan bahwa karena gejolak emosi itu menyiapkan seseorang untuk mengatasi keadaan yang genting, orang-orang primitif yang membuat respon semacam itu bisa survive dalam hidupnya. Cannon menyalahkan teori James Lange karena beberapa alasan, termasuk fokus eksklusif teori pada organ dalam. Cannon mengatakan, antara lain bahwa organ dalam umumnya terlalu intensitif dan terlalu dalam responsnya untuk bisa menjadi dasar berkembangnya dan berubahnya suasana emosional yang seringkali berlangsung demikian cepat. Meskipun begitu, ia sebenarnya tidak beranggapan bahwa organ dalam merupakan satu-satunya faktor yang menentukan suasana emosional.

Pengertian Emosi

Perilaku kita sehari-hari pada umumnya diwarnai oleh perasaan tertentu seperti senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, sedih dan gembira. Perasaan yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Apabila warna afektif tersebut kuat, perasaan itu dinamakan emosi (Sarlito 1982:59). Beberapa contoh emosi yang lainnya adalah cinta, marah, takut, cemas, malu, kecewa dan benci.Apakah definisi dari emosi? Apakah sebagian orang mendefinisikan emosi sama seperti perasaan yang mendalam apabila dirasakan? Emosi dan perasaan adalah dua konsep yang berbeda, tetapi perbedaan keduanya tidak dapat dinyatakan secara tegas. Emosi dan perasaan merupakan gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan tetapi tidak jelas batasannya. Pada suatu saat, warna afektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi dapat disebut sebagai emosi. Misalnya, marah yang ditunjukkan dalam bentuk diam. Oleh karena itu, emosi dan perasaan tidak mudah untuk dibedakan.Menurut Crow & Crow (1958), pengertian emosi adalah An emotion, is an affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental and physiological stirredup states in the individual, and that shows it self in his evert behavior. Jadi, emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan baik.Penggolongan emosi dapat dibedakan menjadi menjadi sebagai berikut :1. Emosi yang sangat mendalam (misalnya sangat marah atau sangat takut) menyebabkan aktivitas yang sangat tinggi, sehingga seluruh tubuh diaktivkan, dan dalam keadaan seperti ini sukar untuk menentukan apakah seseorang sedang takut atau sedang marah2. satu orang dapat menghayati satu macam emosi dengan berbagai cara. Misalnya kalau marah sati orang contohnya dapat gemetar di tempat dan yang lain mungkin memaki atau yang lain lagi mungkin lari dan diam.3. Nama yang umumnya diberikan kepada berbagai jenis emosi biasanya didasarkan pada sifat rangsangnya buakn pada keadaan emosinya sendiri. Jadi takut adalah emosi yang timbul terhadap suatu bahaya dan marah adalah emosi yang timbul dari suatu yang menjengkelkan.4. Pengenalan emosi secara subyektif dan introspektif juga sukar dilakukan karena selalu saja akan ada pengaruh dari lingkungan.Pada saat emosi, sering terjadi perubahan-perubahan fisik pada seseorang, seperti :a. reaksi elektris pada kulit meningkat bila terpesonab. peredaran darah bertambah cepat bila marahc. denyut jantung bertambah cepat bila terkejutd. bernapas panjang kalau kecewae. pupil mata membesar bila marahf. air liur mengering bila takut atau tegangg. bulu roma berdiri kalau takuth. pencernaan menjadi sakit atau mencret-mencret kalau tegangi. otot menjadi tegang atau bergetarj. komposisi darah berubah dan kelenjar-kelenjar lebih aktifPerkembangan emosi dialami oleh seorang bayi, anak-anak, remaja dan dewasa. Dimana seeorang akan merasakannya sebagai sebuah persepsi yang dilalui oleh sistem-sistem saraf mereka sesuai dengan perkembangan emosinya.Menurut Elizabeth B. Hurlock (1978:79) reaksi yang menyenangkan pada bayi dapat diperoleh dengan cara mengubah posisi tubuh secara tiba-tiba, membuat suara keras atau membiarkan bayi menggunakan popok yang basah. Rangsangan ini menimbulkan reaksi emosional berupa tangisan dan ativitas yang kuat. Sebaliknya reaksi yang menyenangkan dapat tampak jelas tatkala bayi menyusui pada ibunya.Pada umumnya anak kecil lebih emosional daripada orang dewasa karena pada usia ini anak masih relatif muda dan belum dapat mengendalikan emosinya. Anak kecil memiliki perilaku yang sangat memaksa. Mereka hanya mempunyai sedikit kendali dari dorongan hati mereka dan mudah merasa putus asa. Pada saat anak mencapai usia tiga tahun mereka sudah menumbuhkan beberapa sikap toleransi untuk mengatasi hal tersebut. Mereka juga sudah dapat mengembangkan beberapa sikap pengendalian diri; mereka tidak bereaksi terhadap setiap dorongan hati. Perkembangan emosi berkaitan dengan pengendalian diri, apa yang disukai dan yang tidak disukai..Pada usia dua sampai empat tahun, karakteristik emosi anak muncul pada ledakan amarahnya atau temper tantrums (Elizabeth B. Hurlock, 1978). Anak yang berusia tiga dan empat tahun menyenangi kejutan-kejutan dan juga peristiwa roman. Mereka memerlukan keamanan dengan mengetahui bahwa ada suatu struktur dalam kehidupan sehari-hari. Anak yang berusia tiga dan empat tahun juga sudah mulai menunjukkan selera humor. Pada usia lima sampai enam tahun anak mulai matang dan mulai menyadari akibat-akibat dari emosinya. Ekspresi emosi anak dapat berubah secara drastis dan cepat, contohnya baru saja anak menangis tetapi setelah beberapa menit kemudian anak bisa gembira lagi karena mendapatkan hiburan dari orang yang mengendalikan emosinya.Anak-anak yang berusia tujuh dan delapan tahun mulai mencoba kembali untuk memperoleh kendali yang lebih baik lagi dari tanggapan emosional mereka. Mereka mulai menyadari kondisi di dunia dan lebih menaruh perhatian terhadap cerita-cerita baru yang mereka lihat di televisi atau yang mereka dengar dari bahan diskusi orang-orang dewasa.Anak yang berusia tujuh dan delapan tahun mulai menunjukkan ketekunan di dalam usaha yang mereka lakukan untuk mencapai tujuan mereka. Ini sering menyebabkan orang tua mereka menjadi kesal dimana ketika anak meminta orang tua untuk melakukan suatu hal secara berulang kali. Pada usia ini anak-anak mengembangkan sikap empati yang lebih memperkenalkan diri kepada orang lain dan juga merasa bersalah ketika mereka melukai orang lain, baik secara fisik ataupun emosional. Mereka mencoba untuk menimbulkan rasa nyaman terhadap keluarga atau teman tanpa diminta untuk melakukannya.Sedangkan pola emosi remaja juga hampir sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal sering dialami remaja adalah kasih sayang, gembira, amarah, takut dan cemas, cinta, cemburu, kecewa, sedih dan lain-lain. Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosi dan pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap emosinya.Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional remaja dalam dua rentang usia, yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun. Adapun ciri-ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun adalah sebagai berikut : Cenderung bersikap pemurung. Sebagian disebabkan karena perubahan biologis dalam hubungannya dengan kematangan seksual dan sebagiannya lagi karena kebingungannya dalam menghadapi orang dewasa. Karena kemurungan, hal ini dapat memicu terjadinya suasana hati yang depresi yang lebih banyak dialami oleh perempuan. Ada kalanya bersikap kasar dalam menutupi kekurangannya dalam hal percaya diri Ledakan-ledakan kemarahan sering terjadi sebagai akibat dari kombinasi ketegangan psikologis, ketidakstabilan biologis dan kelelahan karena bekerja yang terlalu keras atau pola makan yang tidak tepat ataupun tidur yang kurang cukup. Cenderung berperilaku tidak toleran terhadap orang lain dengan membenarkan pendapatnya sendiri Mengamati orang tua dan guru secara lebih objektif dan mungkin marah apabila tertipu dengan gaya guru yang bersifat sok tahu.Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun adalah sebagai berikut : Sering memberontak sebagai ekspresi dari perubahan dari masa kanak-kanak ke dewasa Dengan bertambahnya kebebasan, banyak remaja yang mengalami konflik dengan orang tuanya. Mereka mengharapkan perhatian, simpati dan nasihat orang tua. Sering melamun untuk memikirkan masa depannya.Para peneliti mengemukakan bahwa perubahan pubertas berkaitan dengan meningkatnya emosi-emosi negatif. Meskipun demikian sebagian besar peneliti berkesimpulan bahwa pengaruh hormonal itu kecil dan jika hal itu terjadi, biasanya berkaitan dengan faktor lain seperti stres, pola makan, aktivitas seksual dan relasi sosial. Sesungguhnya pengalaman lingkungan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap emosi remaja dibandingkan perubahan hormonal.Banyak remaja yang tidak dapat mengelola emosinya secara lebih efektif. Sebagai akibatnya mereka rentan mengalami depresi, kemarahan, kurang mampu meregulasi emosinya yang selanjutnya dapat memicu munculnya berbagai masalah seperti kesulitan akademis.Ciri-ciri emosi yang dapat dibedakan antara emosi anak dan emosi orang dewasa adalah sebagai berikut :Emosi Pada AnakEmosi Pada Orang Dewasa

Berlangsung singkat dan berakhir tiba-tibaBerlangsung lebih lama dan berakhir dengan lambat

Terlihat lebih hebat dan kuatTerlihat lebih hebat atau kuat

Bersifat sementara atau dangkalLebih lama

Lebih sering terjadiJarang terjadi

Dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunyaSulit diketahui karena lebih pandai menyembunyikannya

Pada masa dewasa perkembangan emosi mereka, akan mereka tujukan kepada hal-hal tentang percintaan, mulai meninggalkan rumah, mengembangkan karir dan bersosialisasi.

Aspek-aspek Kecerdasan EmosiGoleman (1997) mengatakan bahwa kecerdasan emosioanal adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Kecerdasan emosi adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang yang dapat mengendalikan emosinya, menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.Aspek-aspek kecerdasan emosi adalah sebagai berikut :1.. Pengelolaan diriMengandung arti bagaimana seseorang mengelola diri dan perasaan-perasaan yang dialaminya dan tahan terhadap frustasi.2. Kemampuan untuk memotivasi diriKemampuan ini berguna untuk mencapai tujuan jangka panjang untuk mengatasi setiap kesulitan yang dialami bahkan untul mekegakan kegagalan yang terjadi.3. EmpatiEmpati ini dibangun dari kesadaran diri dengan memposisikan diri senada, serasa dengan emosi orang lain akan membantu untuk memahami perasaan orang lain tersebut.4. Keterampilan sosialMerupakan keterampilan yang dapat dipelajari seseorang semenjak kecil mengenai pola-pola berhubungan dengan orang lain.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan EmosiSejumlah penelitian tentang emosi menunjukkan bahwa perkembangan emosi terutama bagi remaja sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 1960:266). Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan berpikir kritis untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti dan menimbulkan emosi terarah pada satu objek. Demikian pula kemampuan mengingat dan menghapal mempengaruhi reaksi emosional. Dengan demikian remaja menjadi reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi mereka pada usia yang lebih muda.

Kapan seseorang akan mengalami emosi?Seseorang akan merasakan emosi ketika mengalami kejadian atau suatu hal tertentu kebanyakan ahli yakin bahwa emosi akan lebih cepat berlalu daripada suasana hati. Kebanyakan orang akan meluapkan amarahnya dan emosinya akan cepat reda daripada menyimpan suasana hati yang sedang bersedih, karena itu akan memakan waktu yang sangat lama, mungkin sampai berjam-jam.

Timbulnya emosiEmosi timbul karena adanya stimuli pembangkit emosi. Dengan demikian emosi bukan peristiwa keseluruhan sampai timbulnya perasaan dan dorongan serta terjadinya sambutan-sambutan fisis dan fisilogis lewat pekerjaan susunan saraf yang berlangsung secara otomatis. Untuk dapat terjadi peristiwa timbulnya emosi, stimuli harus dihubungkan dengan minat dan kehendak. Sebagai contoh, jika seseorang mengarahkan minatnya terhadap seorang individu, benda atau situasi maka akan terjadilah kemungkinan reaksi potensi emosi sehingga ia distimuli oleh hal-hal tersebut dimana ia menaruh perhatian.Suatu stimuli yang membangkitkan satu emosi tidak dapat menimbulkan emosi yang lainnya dalam waktu yang sama. Tetapi stimuli yang satu itu dapat saja membangkitkan emosi-emosi yang berbeda dan bahkan berlawanan pada waktu-waktu yang berlainan.

Bagaimana cara seseorang dalam mengendalikan emosi?Contoh aktivitas yang dapat membantu anak-anak dalam perkembangan emosinya : Mintalah anak untuk menggambarkan suatu situasi di mana rasa frustasi dan kemarahan seharusnya ditangani dengan sewajarnya Menggunakan boneka sebagai model yang tepat dalam pemberian respons terhadap emosi Membantu anak-anak belajar untuk mengakui tentang suatu hal dan memberi label terhadap perasaan mereka sendiri Memilih literatur di mana setiap karakter bereaksi dengan emosi yang sewajarnya dan mendiskusikan bagaimana mereka merasakan dan juga bagaimana mereka bertindak Memberikan rasa empati bagi anak-anak yang merasa ketakutan dan juga yang membutuhkan perhatian Izinkan anak-anak untuk berbagi lelucon mereka, hargai setiap tahapan perkembangan rasa humor mereka.Sedangkan ada beberapa tahap atau cara untuk mengendalikan emosi seseorang khusunya bagi remaja dan dewasa. Seseorang harus mampu untuk tetap terbuka untuk rasa menyenangkan ataupun tidak menyenangkan, mampu melibatkan diri atau menarik diri secara reflektif dari suatu emosi dan mendasarkan pada pertimbangan informasi dan kegunannya. Berikutnya, seseorang harus mampu memantau emosi secara reflektif dalam hubungan diri sendiri dan dengan orang lain. Selalu berpikir positif dan merefleksikan hanya untuk meluapkan amarah saja dan tidak untuk mendendam.Ada contoh sebuah kasus yang dialami seseorang yang berkebangsaan Indonesia, yang bernama Doni, ia seorang mahasiswa psikologi di suatu perguruan tinggi negri yang tidak dapat melanjutkan kuliahnya karena kekurangan biaya.Dalam kasus ini, Doni dapat dikatakan orang yang memiliki kecerdasan emosi apabila ia dapat mengendalikan diri terhadap keadaan yang menimpanya, sehingga ia mampu memotivasi dirinya untuk bangkit dari keadannya. Walaupun terasa berat, tetapi Doni akan mencapai kecerdasan emosinya apabila ia dapat bertahan dan tidak menggunakan emosi yang berlebihan. Mungkin dengan jalan lain Doni dapat bekerja atau mencari penghasilan untuk menutupi kekurangan biayanya. Apabil Doni tidak putus asa dan berhasil menghadapi kecerdasannya dengan baik, maka ia dapat dikatakan orang yang memiliki kecerdasan emosi, karena Doni memiliki ciri-ciri dari kecerdasan emosi, yaitu mampu memotivasi diri, tahan terhadap frustasi dan mampu mengendalikan diri. Stress dan masalah yang dihadapi dirinya tidak menyebabkan kemampuan berpikirnya melemah dan tidak membuatnya patah semangat ataupun malas belajar dalam melanjutkan pendidikannya

BAB III. Kesimpulan dan Saran

KESIMPULANPada umumnya setiap orang pasti dapat mengekspresikan perasaan senang, takut, sedih, marah dan sebagainya. Ekspresi yang dapat diperlihatkan antara lain dengan emosi atau marah atau menangis dan tertawa atau bergembira. Perbedaan emosi dengan perasaan merupakan suatu hal yang bersifat kualitatif yang tidak ada batasnya tergantung dari warna afektifnya masing-masing.Dengan perbedaan emosi antara anak-anak sampai dewasa, kita bisa melihat bagaimana seseorang memperlihatkan emosinya maupun yang hanya diam ataupun yang berlebihan sekalipun emosi tersebut merupakan kemarahan atau kegembiraan. Apabila masih anak-anak emosi yang diperlihatkan cenderung lebih sering terjadi dan berlangsung singkat atau cepat reda, karena biasanya anak kecil lebih gampang terhibur dan melupakan kemarahan atau rasa emosi yang mereka alami. Berbeda dengan remaja atau orang dewasa yang terkadang suka membendung emosinya sampai waktu yang lama dan sulit untuk diluapkan.dan pandai menyembunyikannya, yang terkadang dapat membuat mereka stres atau sakit.Emosi itu sendiri sebenarnya melibatkan dua hal yang penting yaitu psikologis dan fisik. Hal ini dapat dilihat dari reaksi fisik seseorang yang disertai dengan penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik serta tingkah laku yang tampak.Orang yang mampu menghadapi frustasinya, mampu memotivasi diri dan mampu mengendalikan diri adalah orang yang mempunyai kecerdasan emosional. Dia mampu juga merasakan empati dan bersikap senada pula bagi orang yang sedang mengalami emosi dan berusaha mengendalikan emosi orang lain tersebut. Sifat ini baik untuk dimiliki seseorang agar tidak mudah menghadapi stres atau kesulitan dan frustasi di dalam hidup.

SARANEmosi adalah warna afektif dari perasaan seseorang untuk menunjukkan reaksinya. Reaksi itu bermacam-macam, ada yang senang, gembira, suka, semangat, cinta, takut, marah, cemas ataupun gelisah dan sebagainya. Terlebih bagi anak usia dini, emosi yang ditunjukkan sangat bervariasi yang dimulai dari infant (bayi) yang ia tampakkan dari tangisan atau raungan. Biasanya bayi menangis karena ia merasa lapar atau kegerahan, dan kita sebagai pendidik dan orang tua harus mengerti dan paham arti dari emosi yang ia tampakkan dari reaksi fisik seperti itu.Bagi anak usia dini yang sudah berusia dua sampai lima tahun, emosi mereka mulai tidak terkontrol dan bersifat memaksa, untuk itu bagi kita para pendidik dan orang tua harus pintar dalam menghadapi emosi (mungkin sampai temper tantrum) si anak dengan cara memberikan perhatian fokus kepada anak dengan lemah lembut tetapi tidak memanjakannya. Apabila hal tersebut masih membuat si anak tidak bisa mengkontrol emosinya, sebaiknya kita abaikan saja dan dengan tegas kita mengatakan bahwa kita sebagai orang tua tidak menyukai tingkah laku anak yang seperti itu, maka anak akan mengerti dan merasa lelah sendiri atas apa yang ia lakukannya itu.Semakin lama anak akan beranjak dewasa dan semakin mengerti bagaimana ia harus memposisikan emosinya. Sebaiknya kita harus mengajarkan kepada anak kita sedari dini untuk bisa menjaga emosinya dan tidak meraung-raung atau malah melakukan aktivitas fisik seperti membenturkan kepala ke dinding atau malah memaki-maki. Karena hal tersebut merupakan hal yang buruk dan hanya memalukan diri sendiri apabila dilakukan di keramaian umum. Berilah pelajaran-pelajaran kecerdasan emosi kepada anak sedari dini agar ketika ia sudah dewasa nanti, ia bisa mengendalikan dirinya dari emosi dan dapat bersikap empati terhadap orang lain.

Daftar Pustaka

Fatimah, Enung. (2008). Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik).Bandung: CV. Pustaka Setia.Santrock, John W. (2007). Remaja Edisi 11 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.Sujiono, Yuliani Nurani. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks.Sobur, Alex. (2005). Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah. Bandung: CV. Pustaka Setia.Syaodih, Emawulan. (2010). Perkembangan Anak Taman Kank-kanak. Bandung.http://www.ehow.com/about_5076921_early-adulthood-emotional-development.html#ixzz17EFMuP1G

http://www.suite101.com/content/theories-of-emotions-a304249#ixzz17EQykFM9

http://id.wikipedia.org/wiki/Emosi

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI PENSIUN PADA PEGAWAIJul 2nd, 2008 ?> byadmin2Ditulis dalam kategoriSkripsi Psikologi| 5 CommentsBAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang MasalahMenurut Mc.Gregor (Asad, 1981) seseorang bekerja karena merupakan kondisi bawaan seperti bermain atau beristirahat, untuk aktif dan mengerjakan sesuatu. Smith dan Wakeley (Asad, 1981) menambahkan dengan teorinya yang menyatakan bahwa seseorang didorong untuk beraktivitas karena berharap bahwa hal ini akan membawa pada keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sekarang.Manusia bekerja tidak hanya untuk mendapatkan upah, tetapi juga untuk mendapatkan kesenangan karena dihargai oleh orang-orang dalam lingkungannya. Akan tetapi kesenangan ini menjadi berkurang ketika orang tersebut memasuki masa pensiun.Rumke (Sadli, 1991) menyatakan bahwa usia 55 65 tahun merupakan usia pensiun. Pada saat itu seseorang kehilangan pekerjaannya, status sosialnya, fasilitas, materi, anak anak sudah besar besar dan pergi dari rumah. Teman teman dan relasi relasi tidak lagi mengunjunginya. Ia menjadi kesepian. Bersamaan dengan itu kesehatannya makin menurun. Berkaitan dengan keadaan tersebut Kroeger (1982) mengatakan bahwa pensiun adalah salah satu titik balik yang signifikan dalam karier seseorang selama hidupnya atau setidak tidaknya untuk mayoritas orang dewasa yang telah menghabiskan seluruh atau sebagian besar hidup mereka dalam bekerja.Pensiun merupakan suatu perubahan yang penting dalam perkembangan hidup individu yang ditandai dengan terjadinya perubahan sosial. Perubahan ini harus dihadapi oleh para pensiunan dengan penyesuaian diri terhadap keadaan tidak bekerja, berakhirnya karier di bidang pekerjaan, berkurangnya penghasilan, dan bertambah banyaknya waktu luang yang kadang kadang terasa sangat mengganggu (Kimmel, 1974).Pensiun merupakan akhir dari seseorang melakukan pekerjaannya. Pensiun seharusnya membuat orang senang karena bisa menikmati hari tuanya. Tapi banyak orang bingung bahkan cemas ketika akan menghadapi pensiun. Banyak alasan dikemukakan, mereka mengatakan bahwa mereka butuh pekerjaan.Beverly (Hurlock, 1994) berpendapat bahwa pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi kelak. Dalam era modern seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang bisa mendatangkan kepuasan (karena uang, jabatan dan memperkuat harga diri). Oleh karenanya, sering terjadi orang yang pensiun bukannya bisa menikmati masa tua dengan hidup santai, sebaliknya, ada yang mengalami problem serius (kejiwaan maupun fisik).Pendapat hampir sama juga dikemukakan oleh Kartono (1981) yang menyatakan bahwa seseorang yang memasuki masa pensiun sering kali merasa malu karena menganggap dirinya sebagai pengangguran sehingga menimbulkan perasaan-perasaan minder, rasa tidak berguna, tidak dikehendaki, dilupakan, tersisihkan, tanpa tempat berpijak dan seperti tanpa rumah. Hal ini berbeda dengan ketika orang tersebut masih bekerja, dirinya merasa terhormat dan merasa berguna. Selain itu pada waktu masih bekerja seseorang mendapatkan bermacam-macam fasilitas materiil, sedangkan setelah pensiun semua fasilitas kerja tidak ada lagi. Oleh karena itulah seseorang yang memasuki masa pensiun mengalami kondisi kekosongan, merasa tanpa arti dan tanpa guna sehingga menjelang masa pensiun orang tersebut mengalami kecemasan akan bayangan-bayangan yang dihayalkannya sendiri. Padahal sebenarnya, yang menjadi kriteria pokok itu bukan kondisi dan situasi pensiun dan menganggur ituin-concreto, akan tetapi bagaimana caranya seseorang menghayati dan merasakan keadaannya yang baru itu. Kondisi mental dan tipe kepribadian seseorang sangat menentukan mekanisme reaktif seseorang menanggapi masa pensiunnya.Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa orang cenderung merasa cemas ketika akan memasuki masa pensiun. Hal ini dikarenakan orang tersebut mempunyai sudut pandang negatif tentang pensiun. Sebagai contoh MK yang pensiun tahun 1971 dengan jabatan Deputi kepala wilayah sebuah BUMN di Sumatera Selatan, ketika akan memasuki masa pensiunnya mulai merasakan kecemasan yang membuatnya merasa terganggu (hasil wawancara dengan MK pada tanggal 4 Januari 2005). Hal ini dikarenakan pikiran bahwa masa pensiun adalah masa yang sangat tidak menyenangkan, suram, tidak akan dihormati lagi, dan kehilangan semua fasilitas jabatan yang selama ini dinikmati (Soegino, 2000).Rasa cemas ketika akan memasuki pensiun juga dialami oleh JL yang merupakan seorang guru di Kota Pangkalpinang. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan JL diketahui bahwa ia begitu cemas karena masa pensiunnya akan segera tiba. Ia akan kehilangan pekerjaan padahal anak anaknya masih bersekolah. Ia bingung bagaimana akan melanjutkan kehidupannya dengan uang pensiun yang dianggap tidak cukup (hasil wawancara dengan JL pada tanggal 12 Januari 2005).Berdasarkan contoh kasus di atas dapat diketahui bahwa sumber kecemasan seseorang yang memasuki masa pensiun berbeda-beda, dapat karena cemas karena kehilangan jabatan dan fasilitas bagi mereka yang sudah memegang jabatan, dapat karena cemas akan kehilangan sumber pencaharian setelah memasuki masa pensiun, dapat karena bayangan tidak akan dihargai setelah memasuki masa pensiun, dan lain-lain.Menurut Back (Hurlock, 1994) hal hal yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menerima masa pensiun sebenarnya adalah kondisi emosionil para pekerja terhadap pensiun itu sendiri. Apabila pensiun semakin dianggap sebagai perubahan ke status baru, maka pensiun akan semakin tidak dianggap sebagai membuang status yang berharga dengan demikian akan terjadi transisi yang lebih baik. Memasuki masa transisi ini seseorang sudah menyusun rencana rencana yang harus dilakukan setelah tiba masa pensiun.Berdasarkan uraian Back (Hurlock, 1994) di atas dapat diketahui bahwa kondisi emosionil yang menganggap bahwa masa pensiun hanya merupakan masa transisi dari sebuah kehidupan kerja menjadi kehidupan tanpa bekerja, akan membuat seorang karyawan yang memasuki masa pensiun menjadi tidak terlalu terbebani dengan keadaan tersebut. Hal terpenting yang perlu dilakukan oleh orang yang memasuki masa transisi adalah melakukan persiapan-persiapan memasuki masa tersebut.Kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat, ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, kemampuan membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, kemampuan memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta kemampuan untuk memimpin (Goleman, 2000). Orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang kurang memiliki kendali diri, mengalami kekurangmampuan dalam pengendalian moral (Hurlock, 1994).Berdasarkan pengalaman, apabila suatu masalah menyangkut pengambilan keputusan dan tindakan, aspek perasaan sama pentingnya dan sering kali lebih penting daripada nalar. Emosi itu memperkaya; model pemikiran yang tidak menghiraukan emosi merupakan model yang miskin. Nilai-nilai yang lebih tinggi dalam perasaan manusia, seperti kepercayaan, harapan, pengabdian, cinta, seluruhnya lenyap dalam pandangan kognitif yang dingin. Orang cenderung menekankan pentingnya IQ dalam kehidupan manusia. Padahal kecerdasan tidaklah berarti apa-apa bila emosi yang berkuasa. Kecerdasan emosimenambahkan jauh lebih banyak sifat-sifat yang membuat manusia menjadi lebih manusiawi. Terdapat pemikiran bahwa IQ menyumbang paling banyak 20% bagi sukses dalam hidup, sedangkan 80% ditentukan oleh faktor lain (Goleman, 2000).Banyak bukti memperlihatkan bahwa orang yang secara emosi cakap, yang mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, dan yang mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan, entah itu dalam hubungan asmara dan persahabatan, hubungan kerja, ataupun ketika akan memasuki masa berhenti dari bekerja (Goleman, 2000).Orang dengan keterampilan emosi yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosinya akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada karir/pekerjaan ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih.Ohman & Soares (1998) melakukan penelitian yang menghasilkan kesimpulan bahwa sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi. Stimuli yang relevan dengan rasa takut menimbulkan reaksi bahwa hal buruk akan terjadi. Terlihat bahwa rasa takut mempersiapkan individu untuk antisipasi datangnya hal tidak menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Secara otomatis individu akan bersiap menghadapi hal-hal buruk yang mungkin terjadi bila muncul rasa takut.Sebelum seseorang pensiun sebaiknya menyusun suatu perencanaan untuk menghadapi masa pensiun. Dalam penyusunan perencanaan ini diperlukan kecerdasan emosi untuk mengatur perencanaan. Orang dengan kecerdasan emosi yang baik akan mampu mengatasi kecemasan yang ada dalam dirinya. Ia tidak akan membiarkan ketakutan ketakutan tumbuh dan berkembang dalam dirinya. Saat akan memasuki masa pensiun ia sudah menyusun kegiatan kegiatan. Ia akan tetap menjalani hidup seperti biasa. Perubahan perubahan yang terjadi dalam dirinya itu dianggap hal biasa karena itu adalah suatu proses kehidupan. Bekal bekal yang ada dalam dirinya yang ia dapatkan selama bekerja dijadikan modal untuk tetap berkarier. Banyak perusahaan yang bersedia menerima karyawan lanjut usia. Ia juga sudah mengantisipasi perubahan perubahan yang lain seperti penyesuaian terhadap lingkungan, baik itu keluarga maupun masyarakat. Orang dengan kecerdasan emosi yang baik akan berpikir bagaimana membuat pensiun yang bermakna.B. Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi pensiun pada pegawai.C. Manfaat Penelitian1.Manfaat teoritisManfaat teoritisnya adalah untuk menambah khazanah pengetahuan terutama psikologi perkembangan.2.Manfaat praktisDapat menambah pengetahuan dan berguna bagi orang-orang yang akan menghadapi pensiun. Mereka dapat mengetahui apa sebenarnya yang memicu seseorang cemas ketika akan menghadapi pensiun dan bagaimana cara menanggulanginya.D.Keaslian Penelitian1.Keaslian TopikPenelitian yang dilakukan ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah ada sebelumnya. Namun dalam hal ini dari segi alat ukur dan subjek penelitian, penelitian ini benar-benar asli dan belum pernah diteliti sebelumya.Ada beberapa penelitian tentang kecemasan menghadapi pensiun dan kecerdasan emosi, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Hascar Yaningtyas Dyah Utami (2000) yang meneliti pengaruh ketabahan (hardiness)dan kecemasan menghadapi masa pensiun. Hasilnya ada hubungan antara ketabahan(hardiness)dan kecemasan menghadapi masa pensiun.Penelitian lain penelitian dari Yulianti (2003) yaitu tentang hubungan penerimaan diri dengan stres menghadapi pensiun pada pegawai negeri sipil Kabupaten Karang Anyar yang hasilnya ada hubungan yang sangat signifikan antara penerimaan diri dengan stres menghadapi pensiun pada pegawai negeri sipil Kabupaten Karang Anyar.Penelitian tentang pensiun dilakukan oleh Wahyuni (2003), yaitu tentang perbedaan kecemasan menghadapi pensiun pada pria dan wanita pegawai negeri sipil Pemerintah Kota Samarinda. Hasilnya ada perbedaan kecemasan menghadapi pensiun yang signifikan pada pegawai negeri sipil (PNS) yang berjenis kelamin pria dan pegawai negeri sipil (PNS) yang berjenis kelamin wanita di Pemerintah Kota Samarinda. Sumber kecemasan yang dirasakan oleh pegawai negeri berjenis kelamin pria juga berbeda dengan sumber kecemasan yang dialami pegawai negeri yang berjenis kelamin wanita. Pada pegawai negeri pria kecemasan disebabkan bayangan akan kehilangan jabatan dan kehormatan yang selama ini dipegangnya. Di lain pihak sumber kecemasan pada pegawai negeri wanita lebih disebabkan oleh bayangan akan kehilangan fasilitas yang selama ini dinikmatinya ketika bekerja.Hubungan persepsi tentang pensiun dengan penerimaan diri pada anggota persatuan pensiun Bank BNI Cabang Kota Yogyakarta diteliti oleh Hamdi (2004). Penelitian ini mendapatkan adanya persepsi tentang pensiun yang berbeda-beda dari orang yang menjadi anggota persatuan pensiun Bank BNI Cabang Yogyakarta. Akan tetapi dari hasil analisis secara statistik ternyata hasilnya tidak ada hubungan persepsi tentang pensiun dengan penerimaan diri pada anggota persatuan pensiun bank BNI Cabang Kota Yogyakarta.Hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan psikologis dalam menghadapi masa pensiun pada pegawai Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta oleh Purwanto (2004). Penelitian ini meneliti tentang penerimaan diri yang dialami karyawan terhadap pensiun yang akan dihadapinya dengan kecemasan dalam menghadapi pensiun. Konsep dasar penelitian ini adalah bagi karyawan yang mampu menerima keadaan pensiun dengan baik akan mempunyai tingkat kecemasan yang rendah, sebaliknya bagi karyawan yang kurang mampu menerima keadaan pensiun dengan baik akan mempunyai tingkat kecemasan yang tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa memang ada hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan psikologis dalam menghadapi masa pensiun pada pegawai Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta.Selain itu ada penelitian dari Wulandari dan Fajar Astuti (2002) yaitu hubungan antara dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi pensiun pada guru yang memiliki pekerjaan sampingan. Hasil penelitiannya adalah ada hubungan antara dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi pensiun pada guru yang memiliki pekerjaan sampingan.Penelitian tentang kecerdasan emosi antara lain penelitian yang dilakukan oleh Tjahjoanggoro, dkk, (2001) hubungan antara kecerdasan emosi dengan prestasi kerja distributor multi level marketing (MLM). Hasil penelitiannya ada hubungan yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi dengan prestasi kerja distributor.Penelitian lain mengenai kecerdasan emosi adalah penelitian dari Melianawati, dkk, (2001) yang meneliti hubungan antara kecerdasan emosi dengan kinerja karyawan. Konsep awal dari penelitian ini adalah karyawan yang mempunyai kecerdasan emosi yang tinggi akan mempunyai kinerja yang tinggi pula, sebaliknya karyawan yang mempunyai kecerdasan emosi yang rendah akan mempunyai kinerja yang rendah pula. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang menggaji karyawannya berdasarkan kinerja yang dimiliki karyawan. Hasil penelitiannya ada hubungan yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi dengan kinerja karyawan.Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lain adalah bahwa penelitian ini lebih mengungkapkan pada sisi emosi orang yang akan menghadapi pensiun. Bagaimana emosi seseorang itu timbul dalam dirinya sehingga mempengaruhi pola pikir yang akhirnya menimbulkan kecemasan saat orang akan menghadapi pensiun. Selain itu bagaimana peran kecerdasan emosi dalam diri seseorang dalam menghadapi pensiun. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini juga berbeda. Dalam penelitian ini subjek menggunakan pegawai negeri sipil (PNS) sebagai subjek yaitu PNS di Kota Pangkalpinang.Persamaan penelitian ini dengan penelitian lain adalah aspek emosi yang diteliti adalah aspek kecemasan dan aspek kecerdasan emosi. Secara umum teori yang dipergunakan untuk menjelaskan kedua aspek tersebut sama dengan penelitian lain akan tetapi berbeda dari penekanannya, yaitu ditekankan pada kecemasan menghadapi pensiun.2.Keaslian TeoriPenelitian yang penulis lakukan menggunakan teori kecemasan dari Soegino (2000) serta teori kecerdasanemosiyang diambil dari Goleman (2000).3.Keaslian Alat UkurPeneliti menggunakanalatukuryangdisusunolehpenulissendiriberdasarkan aspek-aspek kecemasan menghadapi pensiun menurut Soegino (2000) serta aspek-aspek kecerdasanemosimenurut Goleman (2000).4.Keaslian Subyek PenelitianSubyekpenelitianyangdigunakanpenelitiberbedadengansubyekpenelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Peneliti menggunakan subyek penelitian yaituparapegawai PT Timah dan pegawai PEMDA Pangkalpinang yang berusia 50-58 tahun.===================================================Ingin memilikiSkripsi/Tesisversi lengkapnya?Hubungi Kami.===================================================Tulisan terkait: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG ABORSI DENGAN SIKAP PROLIFE PADA REMAJA PUTRI HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN PERILAKU SELINGKUH PADA SUAMI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PROFESIONALISME POLISI PARIWISATA DENGAN RASA AMAN PADA WISATAWAN DI YOGYAKARTAKeyword yang masuk untuk tulisan ini:skripsi psikologi perkembangan, skripsi kecemasan, aspek kecemasan, menghadapi pensiun, kecemasan menghadapi pensiun, teori kecemasan, kecerdasan emosi PDF, kecemasan menghadapi masa pensiun, menghadapi masa pensiun, skripsi kecerdasan emosional, hubungan kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi pensiun, teori kecerdasan emosional, aspek-aspek kecemasan, kecemasan pada lansia, Contoh skripsi psikologi perkembangan, makalah kecemasan, skripsi tentang kecemasan, penelitian kecemasan, tesis Kecerdasan Emosional, kecerdasan emosional pdf, PERSIAPAN MENGHADAPI PENSIUN, kecemasan, alat ukur kecerdasan emosi, teori kecerdasan emosi, skripsi tentang kecerdasan emosional, kecemasan dalam menghadapi masa pensiun, aspek emosi, aspek-aspek kecerdasan emosi, pengaruh kecerdasan emosional, skripsi kecerdasan emosi, teori pensiun, teori hardines, hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi masa pensiun"Appreciation of what was written depends solely on the mind of the reader. Therefore, we cannot guarantee you high grades because it will be the single discretion of your teacher. What we can pledge is to exhaust all means to give you a well-written quality work. With the teamwork that we have, we are bound to achieve this goal."Advetorial