nia jiwa depresi

41
Portofolio Kasus Ke- II Nama Peserta : dr. Mekania Tamarizki Nama Wahana : RSUD dr. Moh. Saleh kota Probolinggo Topik : Episode Depresi Ringan pada Geriatri Tanggal (kasus) : 12 Mei 2015 Nama Pasien: Ny. S No. RM : 498189 Tanggal Presentasi : Nama Pendamping : dr. Ni Nyoman Sudewi Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan Komite Medik RSUD dr. Moh. Saleh kota Probolinggo Obyektif Presentasi : □ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran Tinjauan Pustaka □ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah Istimewa Neonatus Bayi □ Anak Remaja Dewasa Lansi a Bumil Deskripsi : Pasien Ny. S, Perempuan, usia 65 tahun, datang ke Poli Jiwa dengan keluhan satu minggu ini susah tidur. Saat pemeriksa menanyakan keluhan pasien, pasien malah menangis. Anak pertama pasien mengatakan bahwa pasien stress memikirkan anak ketiganya. Tujuan : 1. Menegakkan diagnosis, etiologi Episode Depresi Ringan pada Geriatri 1

Upload: mekkania

Post on 05-Dec-2015

238 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

depresi ringan

TRANSCRIPT

Portofolio Kasus Ke- II

Nama Peserta : dr. Mekania Tamarizki

Nama Wahana : RSUD dr. Moh. Saleh kota Probolinggo

Topik : Episode Depresi Ringan pada Geriatri

Tanggal (kasus) : 12 Mei 2015

Nama Pasien: Ny. S No. RM : 498189

Tanggal Presentasi : Nama Pendamping : dr. Ni Nyoman

Sudewi

Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan Komite Medik RSUD dr. Moh. Saleh

kota Probolinggo

Obyektif Presentasi :

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka

□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil

Deskripsi :

Pasien Ny. S, Perempuan, usia 65 tahun, datang ke Poli Jiwa dengan keluhan

satu minggu ini susah tidur. Saat pemeriksa menanyakan keluhan pasien, pasien

malah menangis. Anak pertama pasien mengatakan bahwa pasien stress

memikirkan anak ketiganya.

Tujuan :

1. Menegakkan diagnosis, etiologi Episode Depresi Ringan pada Geriatri

2. Mengetahui penatalaksanaan kasus Episode Depresi Ringan pada Geriatri

Bahan Bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit

Cara Membahas : □ Diskusi □ Presentasi dan diskusi □ Email □

Pos

Data Pasien :

Nama : Ny. Sukarti No. Register : 498189

Nama Klinik : Poli Psikiatri

RSUD dr. Moh. Saleh

Telp : - Terdaftar sejak : 2015

Data Utama Untuk Bahan Diskusi :

Diagnosis / Gambaran Klinis

1

ANAMNESIS

Keluhan Utama : tidak bisa tidur.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poli Jiwa dengan keluhan tiga minggu ini susah tidur. Saat

pemeriksa menanyakan keluhan pasien, pasien malah menangis. Pasien

mengakatakan bahwa anak ketiganya sering “menggoda ibunya”. Anak

ketiganya sering bermain judi sehingga keluarga memiliki banyak hutang. Pasien

tidak berani mengakatakan permasalahan ini pada anak pertama dan anak

keduanya karena pasien takut nanti kedua anak pasien akan memarahi adiknya.

Sejak ada permasalahan ini, pasien merasa susah tidur karena memikirkan anak

ketiganya dan hutang anaknya. Jika pasien mulai memikirkan masalahnya,

pasien merasakan dada terasa penuh dan dada berdebar. Jika keluhan itu muncul,

biasanya dipakai jalan-jalan ke tetangga dan keluhan tersebut menghilang. Pasien

juga meraskan mudah lelah saat melakukan aktivitas di rumah. Nafsu makan

pasien menurun. Dalam sehari, pasien hanya makan nasi dua kali (siang dan

malam). Menurut anak pertama pasien, ibunya seperti ini setelah suami pasien

meninggal tiga tahun lalu.

Riwayat Pengobatan

Pasien sebelumnya pernah kontrol rutin ke spesialis jantung dan pernah direkam

jantungnya. Pasien mengatakan bahwa hasil rekam jantung normal, hanya saja

pasien memiliki hipertensi. Pasien mendapatkan terapi amlodipin 5 mg (0-0-1),

Canderin 8 mg (1-0-0), neurodex 1x1.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi 2 tahun lalu. Riwayat infeksi saluran kemih, alergi, diabetes

melitus, dan asma disangkal.

Riwayat Keluarga

Suami pasien meninggal sejak tiga tahun lalu karena penyakit ginjal. Pasien

memiliki tiga anak:

2

Anak I : perempuan/35 tahun/guru BK SD

Anak II : laki-laki/30 tahun/pegawai bank

Anak III : laki-laki/25 tahun/berhenti kuliah di D3 keperawatan

Riwayat Pekerjaan

Pasien merupakan pensiunan PNS administrasi puskesmas sejak lima tahun lalu.

Setelah pensiun, pasien membuka warung kecil-kecilan unruk kepentingan

rumah tangga. Setelah pasien memiliki masalah, pasien tidak pernah membuka

warungnya kembali karena pasien tidak mampu membeli ke pasar.

Riwayat Lingkungan Sosial

Penyakit serupa di lingkungan sekitar tempat tinggal pasien disangkal.

Sebelumnya pasien aktif mengikuti kegiatan di lingkungan rumahnya

(pengajian). Setelah pasien memiliki masalah, pasien jarang mengikuti kegiatan

di lingkungan rumahnya. Pasien tidak memiliki masalah dengan tetangga sekitar.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis, GCS 4-5-6

Vital sign :

Tekanan darah: 150/90 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,8°C

Status Generalis:

Kepala/leher: a / i / c / d : - /- /- /-

Kepala : Bentuk simetris, deformitas (-)

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.

Telinga : MAE tidak ditemukan kelaian.

Hidung : Tidak ada pernafasan cuping hidung.

Mulut : Lidah, tonsil, dan faring tidak ditemukan kelainan

Leher : Pembesaran KGB (-), Massa (-), Peningkatan JVP (-)

3

Thoraks :

Paru :

Inspeksi : Simetris, tidak ada retraksi, tidak ada ketinggalan gerak

Palpasi : Fremitus raba dan suara simetris paru kanan dan kiri

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi: Suara nafas vesikuler, rhonki -/-,wheezing -/-

Jantung :

Inspeksi : Simetris, iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV MidClavicular line Sinistra

Perkusi : tidak ada pembesaran jantung

Auskultasi: Suara jantung S1-S2 tunggal, regular, murmur (-),

gallop (-)

Ekstremitas

Atas: Bawah:

Akral: hangat Akral: hangat

Sianosis: (-) Sianosis: (-)

Perfusi: baik (CRT < 2 detik) Perfusi: baik (CRT < 2 detik)

Edema - / - Edema - / -

Status Psikiatri

Kesan : Terlihat sedih, berpakaian rapi, terlihat sesuai umurnya,

saat kooperatif menceritakan kondisinya

Kontak : Verbal (+), Mata (+), relevan, lancar

Kesadaran : Kualitatif : compos mentis

Kuantitatif : GCS 4-5-6

Afek/Emosi : depresi

Proses Berpikir : Bentuk : realistik

Arus : koheren

Isi : waham (-)

Persepsi : Halusinasi visual (-), Halusinasi auditorik (-)

Kemauan : cukup

Psikomotor : dbN

4

Intelegensi : dbN

Diagnosis Multiaxial :

Axis I : F 32.0 Episode Depresif Ringan

Axis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis

Axis III : Hipertensi grade I

Axis IV : Masalah dengan keluarga

Axis V : GAF Scale 80-71

Planning

1. Psikoterapi

a. Penjelasan tentang sakit yang dialami pasien kepada pasien dan keluarga.

b. Memberikan advice kepada pasien untuk lebih terbuka dan berbagi apabila

menghadapi suatu masalah.

c. Memberikan motivasi keluarga untuk memberi dukungan kepada pasien

dan memberikan suasana nyaman dalam lingkungan keluarga dan

lingkungan sekitarnya.

d. Melatih kemandirian pasien agar dapat kembali melakukan fungsinya di

masyarakat dan memperhatikan pergaulan sehari-harinya.

e. Memberikan motivasi untuk minum obat secara teratur dan rutin untuk

kontrol.

2. Farmakoterapi

a.Fluoxetin 10 mg 1 – 0 – 0

b.Clobazam 5 mg 0 – 0 – 1

c.Amlodipin 5 mg 0 – 0 – 1

Daftar Pustaka :

1. Alexopoulos G.S. Depression in the Elderly. Lancet 2005; 365: p.1961- 70.

2. Blazer D.G. Depression in Late Life: Review and Commentary. J. Gerontology Med Sei 2003;58A (3):p.249-65.

5

3. Baldwin R. Wild R. Management of depression in later life Advances in Psychiatric Treatment 2004; 10: p.131-9.

4. Alexopoulos G.S. Frontostriatal and Limbic Dysfunction in Late Life Depression; the American Journal of Geriatric Psychiatry; Nov/Dec 2002;10,6.

5. Evans M. Mottram P. Diagnosis of depression in elderly patients. Advances in Psychiatric Treatment 2000; 6: p.49-56.

6. Tweedy K., Morrison M.F., De Michele S.G. Depression in Older Women. Psychiatric Annals 2002; 32 (7): p.417-29.

7. Blazer D.G., Koenig H.G. Mood disorders. In: Bosse E.W., Blazer D.G., eds, Textbook of Geriatric Psychiatry, 2nd ed. Washinton DC: American Psychiatric Press, 1996; p.235-63.

8. Alexopoulos G.S. Mood disorders. In Sadock B.J., Sadock V.A., eds. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry, 7th ed. Philadelphia: Lippincott. Williams & Wilkins, 2000; p.3060-8.

9. Seidman S.N., Araujo A.B., Roose S.P., et al. Low Testosterone Levels in Elderly Men With Dysthymic Disorder. Am J Psychiatry 2002; 159: p.456-9.

10. Shores M.M., Sloan K.L., Matsumoto A.M., Moceri V.M., Felker B., Kivlahan D.R. Increased Incidence of Diagnosed Depressive Illness in Hypogonadal Older Men. Arch Gen Psychiatry 2004; 61: p. 162-7.

Hasil Pembelajaran :

1. Pengetahuan tentang penegakkan diagnosis Episode Depresi Ringan pada

Geriatri

2. Pengetahuan tentang penatalaksanaan pada Episode Depresi Ringan pada

Geriatri

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio Kasus

6

1. Subjective :

Berdasarkan data subyektif didapatkan keluhan mudah lelah, menurunnya

aktifitas, kehilangan kegembiraan yang ditandai pasien menangis selama

menceritakan masalahnya, dan terlihatnya afek depresif pada pasien. Keluhan-

keluhan tersebut merupakan gejala utama pada gangguan depresif. Pasien juga

mengeluhkan susah tidur dan nafsu makan menurun. Dari data di atas didapatkan

bahwa penyakit yang diderita oleh pasien adalah episode depresif ringan pada

geriatri.

2. Objective :

Status Psikiatri

Kesan : Terlihat sedih, berpakaian rapi, terlihat sesuai umurnya, saat

kooperatif menceritakan kondisinya

Kontak : Verbal (+), Mata (+), relevan, lancar

Kesadaran : Kualitatif : compos mentis

Kuantitatif : GCS 4-5-6

Afek/Emosi : depresi

Proses Berpikir : Bentuk : realistik

Arus : koheren

Isi : waham (-)

Persepsi : Halusinasi visual (-), Halusinasi auditorik (-)

Kemauan : cukup

Psikomotor : dbN

Intelegensi : dbN

3. Assessment :

Untuk menegakkan diagnosa depresi seseorang, maka yang dipakai pedoman

adalah ada tidaknya gejala utama dan gejala penyerta lainnya, lama gejaa yang

muncul, dan ada tidaknya episode depresi ulang (Rusdi Maslim, 2001). Sebagaimana

tersebut berikut ini :

1. Gejala utama pada derajat ringan, sedang dan berat

1) Afek depresi

7

2) Kehilangan minat dan kegembiraan

3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan yang mudah lelah

(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.

2. Gejala penyerta lainnya:

1) Konsentrasi dan perhatian berkurang

2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

5) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

6) Tidur terganggu

7) Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresi dan ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa

sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih

pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

Kategori diagnosis depresi ringan (F.32.0), sedang (F.32.1) dan berat (F.32.2)

hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresi

berikutnya harus diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan depresi

berulang (F.33).

Pedoman Diagnostik Episode Depresi Ringan

(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi seperti tersebut

di atas

(2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya

(3) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh episode

berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

(4) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa

dilakukannya.

4. Planning :

Farmakoterapi

1. Fluoxetin 10 mg 1 – 0 – 0

2. Clobazam 5 mg 0 – 0 – 1

8

3. Amlodipin 5 mg 0 – 0 – 1

Psikosuportif

a. Penjelasan tentang sakit yang dialami pasien kepada pasien dan

keluarga.

b. Memberikan advice kepada pasien untuk lebih terbuka dan berbagi

apabila menghadapi suatu masalah.

c. Memberikan motivasi keluarga untuk memberi dukungan kepada

pasien dan memberikan suasana nyaman dalam lingkungan keluarga

dan lingkungan sekitarnya.

d. Melatih kemandirian pasien agar dapat kembali melakukan fungsinya

di masyarakat dan memperhatikan pergaulan sehari-harinya.

e. Memberikan motivasi untuk minum obat secara teratur dan rutin

untuk kontrol.

DEPRESI PADA GERIATRI

9

EPIDEMIOLOGI

Saat ini pada umumnya diterima pendapat yang mengatakan bahwa beban

depresi pada orang usia lajut adalah cukup tinggi. Berdasarkan penelitian, ada

sekitar 1- 4% populasi orang usia lanjut secara umum mengalami gangguan depresi

mayor, sedangkan depresi minor sekitar 4 – 3%. Sama dengan kelompok usia

lainnya, perbandingan wanita dengan pria yang usia lanjut yang mengalami ganggua

depresif adalah sekitar 2: 1. Meningkatnya prevalensi depresi pada orang usia lanjut

kemungkinan berhubungan dengan meningkatnya disabilitas, kerusakan kognitif,

turunnya status ekonomi, dll.

DEFINISI

Pasien geriatri merupakan pasien usia lanjut berusia lebih dari 60 tahun yang

mempunyai ciri khas multipatologi, tampilan dan gejalanya tidak khas, daya

cadangan faali menurun, dan biasanya disertai gangguan fungsional.

Di Indonesia batasan usia lanjut yang tercantum dalam Undang-undang

No.12/1998 tentang Kesejahteraan Usia Lanjut adalah sebagai berikut : Usia lanjut

adalah seorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Depsos,1999); batasan ini

sama dengan yang dikemukakan oleh Burnside dkk. Menurut WHO Elderly (64 - 74

thn) , Old (75 - 90 thn), Very Old (> 90 thn).

Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang sering ditemukan pada

pasien geriatri. Secara umum depresi ditandai oleh suasana perasaan yang murung,

hilang minat terhadap kegiatan, hilang semangat, lemah, lesu, dan rasa tidak berdaya.

Pada pasien usia lanjut tampilan yang paling umum adalah keluhan somatis, hilang

selera makan dan gangguan pola tidur.

ETIOLOGI

Penyebab pasti dari depresi geriatri belum jelas, beberapa kemungkinan karena

kemunduran fungsi dan struktur otak pada geriatri yang menyebabkan gangguan

pada neuorotransmitter dan neuroendokrin.

10

Faktor penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut bisa berupa:

a) Faktor biologis

Hal ini bisa berupa faktor genetik, gangguan pada otak terutama sistem

serebrovaskular, gangguan neurotransmitter terutama aktivitas serotonin, perubahan

endokrin, dll.

1) Faktor Genetis:

Dari segi aspek faktor genetis, menurut suatu penelitian dinyatakan bahwa

gen-gen yang berhubungan dengan risiko yang meningkatkan untuk lesi

kardiovaskular dapat meningkatkan kerentanan untuk timbulnya gangguan depresif.

Penelitian lain melaporkan bahwa predisposisi genetis untuk gangguan

depresif mayor pada orang usia lanjut dapat dimediasi oleh adanya lesi vaskular.1

2) Gangguan pada Otak:

Antara lain yang termasuk dalam gangguan pada otak sebagai salah satu

penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut adalah penyakit

cerebrovaskular, yang mana gangguan ini dapat sebagai faktor predisposisi,

presipitasi atau mempertahankan gejalagejala gangguan depresif pada orang usia

lanjut. 7

3) Gangguan Neurotransmitter:

Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Robinson, dkk.,mendapatkan

bahwa konsentrasi norepinephrin dan serotonin berkurang sesuai dengan

bertambahnya usia, tetapi metabolit 5-HIAA dan enzim monoamineoksidase

meningkat sesuai pertambahan usia.

4) Perubahan Endokrin:

Dalam hal ini terutama adalah keterlibatan penurunan kadar hormon estrogen

pada wanita, testosteron pada pria, dan hormon pertumbuhan pada pria dan wanita.

Penurunan kadar hormon tersebut sejalan dengan perubahan fisiologis karena

pertambahan usia. Sehingga dengan bertambahnya usia, proses degenerasi sel-sel

dari organ tubuh makin meningkat, termasuk di antaranya meningkatnya proses

degenerasi sel-sel organ tubuh yang memproduksi hormon tersebut makin berkurang.

Dengan penurunan kadar hormon tersebut, hal ini akan mempengaruhi

produksi neurotransmitter terutama serotonin dan norepinephrin.

11

b) Faktor psikologik

Ini bisa berupa penyimpangan perilaku, psikodinamik dan kognitif.

1) Teori Perilaku:

Dari konsep teori perilaku terjadinya gangguan depresif pada individu usia

lanjut oleh karena orang-orang usia lanjut cukup banyak mengalami peristiwa-

peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau yang cukup berat sehingga

terjadinya gangguan depresif tersebut sebagai respons perilaku terhadap stressor-

stressor kehidupan yang dialaminya tersebut.

Penelitian lain melaporkan bahwa ada kaitan terjadinya gangguan depresif

pada orang usia lanjut dengan sejumlah peristiwa kehidupan yang negatif yang

dialami individu usia lanjut.

2) Teori Psikodinamis

Berdasarkan teori psikodinamis, terjadinya gangguan depresif pada orang usia

lanjut, oleh karena pada orang usia lanjut sering terjadi ketidaksanggupan untuk

menyelesaikan pencarian pemulihan sekunder dari peristiwa-peristiwa kehilangan

yang tak terelakkan oleh individu tersebut.

3) Teori Kognitif

Salah satu teori psikologis tentang terjadinya gangguan depresif adalah

terjadinya distorsi kognitif. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana interpretasi

seseorang terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang dialaminya.

Terjadinya distorsi kognitif pada orang usia lanjut oleh karena pada individu

usia lanjut tersebut memiliki harapan-harapan yang tidak realistis dan membuat

generalisasi yang berlebih-lebihan terhadap peristiwa kehidupan tertentu yang tidak

menyenangkan individu tersebut.

c) Faktor sosial

Hal ini bisa berupa hilangnya status peranan sosialnya, atau hilangnya sokongan

sosial yang selama ini dimilikinya.

12

PATOFISIOLOGI

Struktur neokortical dorsal mengalami hipometabolik dan struktur limbik ventral

mengalami hipermetabolik selama dalam keadaan depresi. Selain itu, jalur

frontostriatal pada otak memediasi antisipasi yang mengarahkan ke efek yang positif,

dan abnormalitasnya bisa menghasilkan satu ketidaksanggupan untuk mendorong

antisipasi yang mana akan mempredisposisikan keadaan depresi.

Terjadinya kerusakan pada sirkuit fronto-orbital dapat menimbulkan disinhibisi,

iritabilitas, dan pengurangan sensitifitas pada isyarat-isyarat sosial. Begitu pula

kerusakan cingulata anterior dapat menyebabkan apatis dan menurunnya inisiatif.

Kerusakan sirkuit dorsolateral dapat menyebabkan kesulitan dalam merubah tempat,

dalam belajar dan generasi daftar kata. abnormalitas perilaku-perilaku ini adalah

menyerupai gejala-gejala pada gangguan depresif. Begitu pula hipoaktivitas korteks

prefrontodorsolateral dan gyrus angularis telah dihubungkan pula dengan gangguan

psikomotor dan gangguan depresif.

FAKTOR RESIKO DEPRESI PADA USIA LANJUT

Hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan untuk dikaitkan dengan

perkembangan depresi, dan dapat dipakai sebagai satu cara pengenalan dan

mentargetkan kelompok resiko tinggi, yaitu:

1) Penyakit fisik, terutama yang menimbulkan rasa sakit atau

ketidaksanggupan.

2) Merasa kesepian.

3) Ada duka cita saat ini, atau peristiwa kehidupan buruk yang lain.

4) Gangguan pendengaran.

5) Riwayat keluarga atau masa lalu dengan depresi.

6) Dementia dini.

7) Penggunaan obat-obatan tertentu seperti: Steroid, mayor tranquilizer, dan

lain-lain.

8) Wanita. Dalam hal ini ratio wanita dengan pria = 70 : 30

13

Selain itu dari penelitian yang telah dilakukan didapati bahwa: penyebab

yang paling sering terjadinya kematian pada pasien depresi usia lanjut adalah karena

kondisi kardiovascular yang bisa berupa: stroke, miokard infark, dan sebagainya.

Kemudian kanker merupakan penyebab kedua yang paling sering sebagai penyebab

kematian pada penderita depresi usia lanjut.

GAMBARAN KLINIK

Pada orang usia lanjut, gambaran klinik dari gangguan depresifnya bisa

dijumpai sebagai berikut:

a) Depresi dan Dysphoria

Walaupun demikian kadang-kadang mood depresi bisa tidak dijumpai oleh

karena pasien menyangkal (denial) perasaan yang demikian.

b) Menangis

Tapi pada pasien pria agak jarang

c) Ansietas dan agitasi

Pada pasien ini bisa dijumpai: gugup, irritabilitas atau tingkah laku yang

mengganggu bersama-sama dengan sintom-sintom ansietas bisa terlihat

pada sekitar 80% dari pasien usia lanjut dengan depresi.

d) Menurunnya energi dan fatigue

e) Anhedonia

Di sini pasien tersebut kehilangan interest terhadap sesuatu yang dulu

disenanginya.

f) Retardasi fisik

Kondisi ini dapat menjurus pada meningkatnya kesukaran dalam

aktifitasm kehidupan sehari-hari, diet yang buruk, tak mau makan, dan

sebagainya.

g) Defisit kognitif

Hal ini sering terlihat pada orang usia lanjut yang depresif dan kadang-

kadang bisa mencapai suatu level yang parah sehingga diduga sedang

14

mengalami pseudodementia. Bahkan dari penelitian yang pernah

dilakukan oleh Kral & Emery pada tahun 1999 dari sampelnya

berkembang menjadi penyakit Alzheimer.

Gangguan kognitif yang berkaitan dengan suasana alam perasaan depresif

pada orang usia lanjut dalam bentuk gangguan fungsi eksekutif, kecepatan

psikomotor, atensi dan inhibisi, serta kemampuan visiospasial. Timbulnya

gangguan defisit kognitif ini diduga disebabkan oleh penurunan fungsi

dari lobus frontalis.

h) Somatisasi

i) Hipokhondriasis

j) Insight

Gejala gangguan insight ini tingkat keparahannya bervariasi, tergantung

pada keparahan penyakitnya.

k) Suicide

Menurut suatu penelitian telah dinyatakan bahwa bunuh diri lebih sering

terjadi pada usia lanjut dibandingkan dengan populasi umur lainnya. Dan

dari segi jenis kelamin didapati bahwa pria usia lanjut lebih sering

melakukan tindakan bunuh diri dibandingkan dengan wanita yang usia

lanjut.

Berkaitan dengan suicide ini, selain oleh adanya mood yang depresif,

gejala suicide pada orang usia lanjut bisa terkait dengan beberapa hal

antara lain: belum kawin, kesehatan fisik yang memburuk yang bersifat

subyektif, disabilitas, rasa sakit, gangguan sensory, tinggal di rumah

perawatan atau panti.1 Walaupun demikian ide suicide berhubungan erat

dengan keparahan depresi yang dideritanya.

Selain oleh adanya mood yang depresi, gejala suicide pada orang usia

lanjut bisa terkait dengan: belum kawin, kesehatan fisik yang memburuk

yang bersifat subjektif, disabilitas, rasa sakit, gangguan sensory, tinggal di

rumah perawan atau panti. Walaupun demikian, ide suicide berhubungan

erat dengan keparahan depresi yang dideritanya.

l) Gejala-gejala psikotik

15

Ini bisa dalam bentuk gejala waham atau halusinasi. Isi wahamnya bisa

berupa rasa bersalah, cemburu atau persekutorik.

m) Gangguan perilaku.

Hal ini bisa dalam bentuk: penolakan untuk makan, buang air besar dan

buang air kecil yang tak terkontrol, menjerit, dan jatuh teatrikalitas,

tindakan merusak, menggigit, mengaruk atau bertengkar dengan pasien

lain.

n) Gangguan tidur, terutama late insomnia.

Selain itu pasien depresi usia lanjut sering dijumpai co-morbiditas dengan

penyakit-penyakit lain yaitu:

1. Co-morbiditas dengan gangguan psikiatrik lainnya antara lain

ansietas, dan lain-lain.

2. Co-morbiditas dengan penyakit fisik, antara lain: penyakit

Alzheimer, penyakit Parkinson, Stroke dan penyakit

Cardiovaskular, dan lain-lain.

PEMERIKSAAN

Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi adalah

mendeteksi atau mengidentifikasi.

Sampai saat ini belum ada suatu konsensus atau prosedur khusus untuk

penapisan/skrining depresi pada populasi usia lanjut. Salah satu instrumen yang

dapat membantu adalah

Geriatrik Depression Scale (GDS)

yang terdiri dari 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien sendiri. GDS

ini dapat dimampatkan menjadi hanya 15 pertanyaan saja dan ini mungkin lebih

sesuai untuk dipergunakan dalam praktek umum sebagai alat penapis Depresi pada

usia lanjut.

Ada 4 pertanyaan yang harus diajukan dalam memeriksa pasien depresi yaitu

16

1. Apakah pada dasarnya Anda merasa puas dengan kehidupan Anda ?

2. Apakah hidup Anda terasa kosong ?

3. Apakah Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri Anda ?

4. Apakah Anda merasa bahagia pada sebagian besar waktu Anda ?

Pertanyaan tersebut dapat dilengkapi dengan mengekplorasi hal-hal berikut ini

- Apakah pasien mempunyai riwayat depresi ?

- Apakah pasien terisolasi secara sosial ?

- Apakah pasien menderita penyakit kronik ?

- Apakah pasien baru saja berkabung ?

Bilamana ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi harus dilakukan lagi

pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut

a. Riwayat klinis/anamnesis

Riwayat keluarga Gangguan psikiatrik yang lampau Kepribadian Riwayat sosial

Ide/percobaan bunuh diri Gangguan-gangguan somatik Perkembangan gejala-gejala

depresi.

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena gejalagejala depresi

sering disertai dengan penyakit fisik. Depresi dapat merupakan gejala dari suatu

penyakit fisik, contohnya penyakit Cushing, karsinoma paru, usus besar atau

pankreas. Di samping itu depresi dapat muncul sebagai reaksi sekunder

terhadap disabilitas dan discomfort (ketidaknyamanan). Penilaian terhadap status

nutrisi dan hidrasi sebaiknya dilakukan, karena kurangnya intake makan dan minum

pasien sebelumnya.

c. Pemeriksaan kognitif

Penilaian AMT atau MMSE pada usia lanjut yang menunjukkan gejala depresi

bermanfaat dalam follow-up penatalaksanaan pasien. Bilamana depresi terjadi

sekunder pada demensia maka fungsi kognitif pasien tidak akan membaik ketika

depresi menghilang, bahkan deteriorasi kognitif akan berlanjut terus. Perbaikan pada

skor AMT atau MMSE setelah dilakukan terapi terhadap depresi menunjukkan

17

bahwa pasien dengan depresi mengalami problem konsentrasi dan memori yang

mempengaruhi fungsi kognitifnya.

d. Pemeriksaan status mental

• Penampilan dan perilaku

• Mood/suasana perasaan

• Pembicaraan

• Isi pikiran

• Anxietas

• Gejala hipokondriakal

e. Pemeriksaan lainnya

Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan metabolisme sekunder akibat

penyakit depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya intake cairan, maka perlu

dipertimbangkan pemeriksaan sebagai berikut

- Ureum dan elektrolit

- Darah lengkap dan hitung jenis - B 12 dan folic acid

- Test fungsi tiroid

- Thorax photo

- Lain-lain: serum sifilis, EKG, EEG, CT Scan dst.

DIAGNOSIS

Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III

(Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III) yang merujuk

pada ICD 10 (International Classification of Diseases 10). Gangguan depresi

dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan banyak dan

beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang.

Pedoman diagnostik lainnya adalah DSM IV (Diagnostic and Statistical

Manual of Mental Disorders IV). Depresi berat menurut DSM IV jika ditemukan 5

atau lebih gejala-gejala berikut di bawah ini, yang terjadi hampir setiap hari selama 2

minggu dan salah satu dari gejala tersebut adalah mood terdepresi atau hilangnya

rasa senang/minat. Gejala-gejala tersebut adalah :

- mood depresi hampir sepanjang hari

18

- hilang minadrasa senang secara nyata dalam aktivitas normal

- berat badan menurun atau bertambah

- insomnia atau hipersomnia

- agitasi atau retardasi psikomotor

- kelelahan atau tidak punya tenaga

- rasa tidak berharga atau perasaan bersalah berlebihan

- sulit berkonsentrasi

- pikiran berulang tentang kematian, percobaan/ide bunuh diri.

Gejala-gejala ini bukan merupakan akibat dari kondisi medik umum atau

akibat pemakaian zat, dan harus menimbulkan gangguan yang bermakna secara

klinis dalam fingsi kehidupan seseorang.

Menurut ICD 10, pada gangguan depresi ada tiga gejala utama yaitu

Mood terdepresi

Hilang minat semangat

Hilang tenaga

Mudah lelah.

Gejala lain:

Konsentrasi menurun

Harga diri menurun

Perasaan bersalah

Pesimis memandang masa depan

Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri

Pola tidur berubah

Nafsu makan menurun.

19

Secara klinis praktis umumn ya depresi dibedakan sebagai depresi berat atau

ringan. Akan tetapi ada sindrom klinis tertentu yang dapat muncul pada usia lanjut

yaitu:

a. Depresi agitatif : ditandai dengan aktivitas yang meningkat, mondar-mandir,

mengejar-ngejar orang, terus-menerus meremas-remas tangan dll.

b. Depresi dan anxietas : gangguan cemas menyeluruh atau fobia dapat terjadi

bersama-sama dengan depresi. Penelitian menunjukkan bahwa anxietas 15-20 kali

lebih sering dijumpai pada usia lanjut dengan depresi. Hubungan penyakit fisik

dengan anxietas pada depresi cukup kompleks. Anxietas dapat menyebabkan

gejala fisik yang sering dikira sebagai penyakit fisik semata. Anxietas hebat juga

dapat menyebabkan kelelahan dan dehidrasi. Sementara penyakit fisik yang

mengancam kehidupan atau hilangnya kemandirian sering kali merupakan sumber

dari anxietas.

c. Depresi terselubung : tidak munculnya gejala mood terdepresi bukanlah suatu

halangan untuk mendiagnosis depresi. Apakah penyangkalan mood depresi ini

karena kekhawatiran menjadi beban ataukah karena trend bahwa "Usia lanjut

harus berani menghadapi hari tua", yang terpenting adalah mengeksplorasi

tanda dan gejala lainnya yang menunjukkan depresi secara lebih teliti.

d. Somatisasi : gejala somatik dapat menyembunyikan gejala yang sesungguhnya

dari gangguan depresi, namun dapat pula diperberat dengan adanya depresi.

e. Pseudodemensia : istilah ini diperuntukkan bagi pasien depresi yang

menunjukkan gangguan memori yang bermakna seperti yang terjadi pada pasien

demensia.

20

f. Depresi sekunder pada demensia : pada stadium awal demensia sering

dijumpai depresi, mungkin sebagai dampak dari insight akan deteriorasi fungsi

dan menurunnya kemampuan seeara progresif. Depresi yang terjadi pada stadium

akhir mungkin lebih banyak berhubungan dengan hilangnya fungsi

neurotransmitter. Depresi dan gangguan perilaku pada demensia disebabkan oleh

berkurangnya fungsi serotonergik, sehingga pengaktifan fungsi serotonergik akan

memperbaiki gejala-gejala tersebut.

DIAGNOSIS BANDING

Termasuk dalam diagnosis banding untuk gangguan depresif pada usia lanjut

antara lain:

1. Gangguan mental organik

Dari aspek gangguan mental organik ini yang paling sering dijumpai adalah

dementia. Untuk membedakan apakah kondisi tersebut suatu gangguan depresif yang

menunjukkan gambaran pseudodementia pada usia lanjut atau adalah suatu dementia

murni, hal tersebut dapat kita lihat perbedaannya sebagai berikut :

a) Onset gangguan kognitif pada individu dengan gangguan depresif pada usia lanjut

berlangsung secara cepat, sedangkan pada yang murni dementia, onset gangguan

kognitifnya berlangsung secara bertahap.

b) Durasi simtom-simtom gangguan kognitif dari individu dengan gangguan depresif

pada usia lanjut berlangsung singkat, sedangkan pada yang murni dementia

berlangsung lama.

c) Konsistensi mood yang depresif dengan gangguan kognitifnya didapati pada

individu gangguan depresif usia lanjut, sedangkan pada yang murni dementia

didapati tidak konsistennya mood dengan gangguan kognitifnya.

d) Kesukaran kognitif pada pasien gangguan depresif cenderung berfluktuasi,

sedangkan pada dementia, kesukaran kognitifnya berlangsung relatif stabil.

21

2. Skizofrenia

Untuk membedakan skizofrenia dengan gangguan depresif pada usia lanjut antara

lain:

a) Pada skizofrenia umumnya serangan pertama pada usia remaja atau dewasa muda,

sedangkan pada gangguan depresif usia lanjut serangan pada usia lanjut.

b) Pada skizofrenia gejala yang menonjol adalah sering berupa waham dan

halusinasi, sedangkan pada gangguan depresif usia lanjut gejala yang menonjol

adalah gangguan depresifnya.

3. Gangguan tidur primer

4. Hypokhondriasis

5. Ansietas

6. Alkoholisme

7. Proses normal usia lanjut.

PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi gejala-gejala gangguan depresif,

mencegah ide suicide, mencegah relapse atau recurrent dari gejala-gejala, untuk

memperbaiki status fungsional dan kognitif serta untuk membantu pasien dalam

mengembangkan keterampilannya. Rujukan ke psikiater dianjurkan apabila penderita

menunjukan gejala :

-        Masalah diagnostik yang serius

-        Risiko bunuh diri tinggi

-        Pengabaian diri (self neglect) yang serius

-        Agitasi,delusi atau halusinasi berat

-        Tidak memberikan tanggapan atau tak patuh terhadap pengobatan yang

diberikan

-        Memerlukan tindakan/rawat inap di institusi atau pelayanan psikiatrik

lain.

22

Untuk mencegah kemunduran fungsi otak dan meningkatkan kualitas memori

pada usia lanjut, dianjurkan mengikuti program sebagai berikut:

a. Laksanakan program LUPA

L : Latihan (senantiasa berlatih)

U : Ulang-mengulang

P : Perhatian atau konsentrasi pada apa yang ingin diingat

A : Asosiasi : membuat asosiasi antara materi yang baru dan yang lama

b. Melatih kebugaran otak : Brain gym, teka-teki silang, catur.

c. Melakukan kebiasaan baik secara teratur termasuk olah raga yang teratur.

d. Makan dalam porsi kecil dan Bering dengan menu : banyak sayur, buah,

(antioksidan) dan ikan laut (cold and deep water fish).

e. Kurangi makan daging, lemak, garam dan karbohidrat.

f. Minumlah obat seperlunya yang sesuai dengan nasihat dokter dan jangan

mencampur food suplemen dengan obat.

g. Jangan merokok dan minum minuman keras.

h. Hindari stres dan banyak bersosialisasi.

i. Bagi wanita dianjurkan mengikuti program hormone replacement therapy

(HRT).

j. Melakukan penyuluhan dan deteksi dini terhadap gejala stroke dan faktor

risikonya (penyakit jantung, hipertensi, diabetes, hiperkholesterolemia dan

sebagainya), karena stroke merupakan penyebab utama demensia di

Indonesia.

Penatalaksanaan terdiri atas penatalaksanaan psikologik, penatalaksanaan dan

pencegahan sosial dan penatalaksanaan farmakologik.

1. Terapi fisik

a. Obat (Farmakologis)

Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan

jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinisi dan familiarity

terhadap jenis -jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis

separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan

gejala. Pertimbangkan baik-baik untung dan rugi dari setiap pemberian obat,

23

keamanannya, interaksinya dengan obat lain, toleransi pasien dan efektivitas

obat dalam mengatasi gejala. Kelompok obat antidepresan

i) Trisiklik

Trisiklik banyak dipakai karena murah dibandingkan dengan jenis

antidepresan yang lebih baru, namun harus diperhatikan efek samping yang

ditimbulkannya. Efek kardiotoksik, hipotensi postural, problem memori, efek

antikolinergik (mulut kering, kebingungan, penglihatan kabur, retensi urine,

konstipasi, perburukan glaukoma) dan efek-efek lainnya seperti sedasi dan

kelemahan harus dipantau dengan saksama. Pada usia lanjut, efek samping

lebih mudah muncul dibandingkan dengan usia yang lebih muda. Mianserin

atau trazodone dapat dipakai untuk pasien depresi yang agitatif berat,

terutama karena efek samping sedasinya yang kuat.

ii) SSRI's (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitors)

Obat-obat golongan ini dinyatakan efektif, aman dan ditoleransi dengan

baik oleh pasien usia lanjut. Efektivitas SSRI's sama dengan trisiklik dalam

mengobati depresi. Efek samping yang dapat muncul adalah nausea, tremor,

sakit kepala, pusing dan berkeringat selama beberapa hari pertama

penggunaannya. Dibandingkan dengan trisiklik, SSRI's kurang kardiotoksik,

tidak mempengruhi tekanan darah dan tidak memiliki efek antikolinergik.

iii) MAOI's (Monoamine Oxidase Inhibitors)

Karena sulitnya menghindari diet makanan tertentu dan polifarmasi

pada pasien usia lanjut, maka praktis golongan obat ini pemakaiannya

dibatasi hanya pada kasus-kasus fobia, gejala hipokondriakal atau histeris.

Pada pasien depresi yang telah diobati dengan MAOI's, bila akan dilanjutkan

dengan antidepresan lainnya harus berhati-hati dan melalui periode wash out

lebih dahulu.

iv) Lithium

Lithium juga mempunyai efek antidepresan selain bertindak sebagai

mood stabilisator. Lithium dapat dipergunakan sebagai tambahan terapi

dengan trisiklik atau SSRI's pada kasus depresi yang resisten. Umumnya

pasien usia lanjut dapat menerima lithium dengan baik selama kadar serum

dipertahankan antara 0,4-0,8 mmol/1. Sebelum pemberian lithium harus

24

diperiksa terlebih dahulu EKG, ureum dan elektrolit, dan fungsi tiroid.

Pemeriksaan tersebut harus dilakukan setiap 6 bulan dan kadar lithium

diperiksa setiap 3 bulan.

b. Terapi elektrokonvulsif (ECT)

Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh

diri atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan

aman. ECT diberikan 1-2 kali seminggu pada pasien rawat inap, unilateral

untuk mengurangi confusion/ memory problem. Terapi ECT diberikan

sampai ada perbaikan mood (sekitar 5-10 kali), dilanjutkan dengan

antidepresan untuk mencegah kekambuhan.

Pengobatan profilaksis harus diberikan untuk mencegah terjadinya

kekambuhan depresi setelah gejala-gejala depresi membaik, pemberian

antidepresan masih harus dilanjutkan selama 4-6 bulan dengan dosis

terapeutik penuh. Beberapa penelitian bahkan menganjurkan agar terapi

diteruskan sampai 2 tahun. Kapan antidepresan boleh dihentikan, tergantung

pada evaluasi klinis (perkembangan efek samping, munculnya penyakit fisik

atau kelemahan kondisi umum).

2. Terapi psikologik

a. Psikoterapi

Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan

bersama-sama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan

psikodinamik maupun kognitif perilaku sama keberhasilannya. Meskipun

mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan

antara pasien dan terapis dalam proses terapeutik akan meredakan gejala dan

membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi persoalannya serta

lebih percaya diri.

b. Terapi kognitif

Terapi perilaku kognitif bertujuan mengubah pola pikir pasien yang

selalu negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu

dsb.) ke arah pola pikir yang netral atau yang positif. Ternyata pasien usia

25

lanjut dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus

diberikan secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas

dan aktivitas tertentu, terapi kognitif bertujuan mengubah perilaku dan pola

pikir.

c. Terapi keluarga

Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit

depresi, sehingga dukungan/support terhadap pasien sangat penting. Proses

penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan

menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan dari terapi terhadap

keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan frustrasi dan

putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga yang

menghambat proses penyembuhan pasien.

d. Penanganan anxietas (relaksasi)

Tehnik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif

baik secara langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional)

atau melalui tape recorder. Tehnik ini dapat dilakukan dalam praktek umum

sehari-hari. Untuk menguasai tehnik ini diperlukan kursus singkat terapi

relaksasi. Walaupun obat golongan litium mungkin bisa memberikan efek,

terutama penderita dengan depresi manik, obat ini sebaiknya hanya diberikan

setelah berkonsultasi pada psikiater. Obat juga harus diberikan dengan dosis

awal rendah dan berhati-hati bila terdapat penurunan fungsi ginjal.

Tabel 2. Berbagai pilihan obat antidepresan

Antidepresan trisiklik

Yang bersifat sedatif            : Amitriptilin, Dotipin

Sedikit bersifat sedatif         : Imipramin, Nortriptilin, Protriptilin

Antidepresan yang lebih baru

Bersifat sedatif                     : Trasodon, Mianserin

Kurang sedatif                     :  Maprotilin, Lofepramin, Flukfosamin

Pengobatan berkelanjutan dan perawatan

26

Penyusul remisi dari depresi, pengobatan antidepresan harus berkelanjutan

sedikitnya 6 bulan (fase berkelanjutan). Pengobatan ini digunakan untuk mencegah

kekambuhan. Setelah mendapat perbaikan selama 6 bulan, pasien mungkin

mempunyai sedikit resiko untuk episode baru depresi (kambuh). Riwayat tiga atau

lebih episode adalah prediksi kuat untuk kekambuhan. Perkiraan lain kehebatan

episode awal kecemasan yang masih bertahan. Pasien dengan resiko tinggi untuk

kambuh harus mendapat pengobatan berkelanjutan untuk sedikitnya 1-2 tahun,

antidepresan yang dapat dipakai golongan fluoextin dan paroxetin.

Pelayanan kesehatan Home Health Care = Home care (Rawat Rumah = RR)

bagi lansia adalah salah satu unsur pelayanan kesehatan secara luas yang ditujukan

untuk kesehatan perorangan atau kesehatan keluarga di tempat tinggal mereka untuk

tujuan promotif, rehabilitatif, kuratif, asesmen dan mempertahankan kemampuan

individu untuk mandiri secara optimal selama mungkin. Rawat Rumah Geriatri

adalah salah satu unsur pelayanan kesehatan bagi usia lanjut (60 tahun keatas) baik

perorangan atau keluarga ditempat tingal masing-masing untuk mempertahankan

kemampuan individu agar dapat mandiri secara optimal.

PERJALANAN DAN PROGNOSIS

Depresi geriatri sering berlajut kronis dan kambuh-kambuhan, ini

berhubungan dengan komorbiditas medis, kemunduran kognitif, dan faktor-faktor

psikososial. Kemungkinan relaps atau rekurens tinggi pada pasien dengan riwayat

episode berulang, onset saki lebih tua, riwayat distimia, sakit medis yang sedang

terjadi dan mungkin tingginya kehebatan dan kronisitas depresi.

Tabel 4. Prognosis depresi pada usia lanjut

27

Prognosis baik Prognosis buruk

Usia < 70 tahun

Riwayat keluarga adanya

penderita depresi atau manik

Riwayat pernah depresi berat

(sembuh sempurna)

sebelum usia 5 tahun

Kepribadian ekstrovert dan

tempramen yang datar

(Tak berubah-ubah)

Usia>70 tahun dengan wajah tua

Terdapat penyakit fisik serius +

disabilitas

Riwayat depresi terus menerus selama 2

tahun

Terbukti adanya kerusakan otak,misal

gejala neurologik dadanya dementia

28