documentta

79
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik Sebuah sistem tenaga listrik terdiri dari pusat pembangkit, transmisi dan distribusi. Pusat pembangkit biasanya terletak jauh dari pusat beban dan dibangun dekat dengan sumber energi penggerak turbinnya, contoh PLTA dibangun dekat dengan waduk, PLTU dekat dengan laut, atau PLTP dekat dengan daerah pegunungan, dan sebagainya. Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit dengan tegangan 10-24 kV yang kemudian akan disalurkan melalui jaringan transmisi. Panjangnya saluran transmisi hingga ratusan kilometer, akan menyebabkan rugi-rugi daya yang besar. Oleh karena itu sebelum disalurkan melalui saluran transmisi, tegangannya dinaikkan terlebih dahulu dengan transformator penaik tegangan yang ada menjadi 70 kV, 150 kV, atau 500 kV. Dengan daya yang sama bila nilai tegangannya diperbesar, maka arus yang mengalir akan semakin kecil. Kerugian daya adalah sebanding dengan kuadrat arus yang mengalir (P Losses =I 2 .R), dengan demikian

Upload: retno-wulandari

Post on 01-Dec-2015

319 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

sistem jaringan distribusi

TRANSCRIPT

Page 1: DocumentTA

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik

Sebuah sistem tenaga listrik terdiri dari pusat pembangkit, transmisi dan

distribusi. Pusat pembangkit biasanya terletak jauh dari pusat beban dan dibangun

dekat dengan sumber energi penggerak turbinnya, contoh PLTA dibangun dekat

dengan waduk, PLTU dekat dengan laut, atau PLTP dekat dengan daerah

pegunungan, dan sebagainya. Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit dengan

tegangan 10-24 kV yang kemudian akan disalurkan melalui jaringan transmisi.

Panjangnya saluran transmisi hingga ratusan kilometer, akan menyebabkan rugi-rugi

daya yang besar. Oleh karena itu sebelum disalurkan melalui saluran transmisi,

tegangannya dinaikkan terlebih dahulu dengan transformator penaik tegangan yang

ada menjadi 70 kV, 150 kV, atau 500 kV. Dengan daya yang sama bila nilai

tegangannya diperbesar, maka arus yang mengalir akan semakin kecil. Kerugian

daya adalah sebanding dengan kuadrat arus yang mengalir (PLosses=I2.R), dengan

demikian semakin kecil arus yang mengalir rugi-rugi daya (PLosses) juga akan semakin

kecil.

Tegangan transmisi sebesar 70 kV, 150 kV, atau 500 kV yang masuk ke

Gardu Induk akan diturunkan lagi menjadi 20 kV dengan transformator penurun

tegangan, kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran daya listrik

dilakukan oleh saluran distribusi primer. Tegangan operasi pada saluran disribusi

primer sebesar 20 kV untuk sistem jaringan tiga fasa. Jaringan distribusi primer

digunakan untuk pelanggan-pelanggan besar seperti pabrik dan industri besar.

Sedangkan bagi pelanggan kecil, seperti rumah tangga, dari saluran distribusi primer

Page 2: DocumentTA

(Jaringan Tegangan Menengah) 20 kV tersebut akan disalurkan lagi melalui saluran

distribusi sekunder (Jaringan Tegangan Rendah) 220/380 V dengan menurunkan

tegangannya lewat gardu-gardu distribusi.

Gambar 2.1 : Sistem Tenaga Listrik

2.2 Konfigurasi Jaringan Distribusi

Konfigurasi jaringan yang diterapka di suatu daerah merupakan hasil

pertimbangan antara alasan-alasan teknis dan ekonomis di lain pihak. Alasan teknis

ini berupa keandalan, stabilitas dan kontinyuitas pelayanan energi listrik.

Sedangkann alasan ekonomis didasarkan pada peralatan material yang digunakan

untuk membangun suatu konfigurasi jaringan distribusi.

Dari segi keandalan yang ingin dicapai ada dua pilihan konfigurasi jaringan :

a. Jaringan dengan dengan satu sumber pengisian : cara penyaluran ini merupakan

yang paling sederhana. Gangguan yang timbul akan mengakibatkan pemadaman.

b. Jaringan dengan beberapa sumber pengisian : keandalannya lebih tinggi. Secara

ekonomi lebih mahal karena menggunakan perlengkapan penyaluran yang lebih

banyak. Pemadaman akibat gangguan juga dapat diminimalisir.

Page 3: DocumentTA

Terdapat 3 jenis konfigurasi jaringan distribusi yang paling banyak digunakan di

dalam sistem distribusi di Indonesia, yaitu :

a. Konfigurasi Radial

b. Konfigurasi Loop

c. Konfigurasi Spindle

2.2.1 Konfigurasi Radial

Ciri dari konfigurasi Radial adalah bila antara titik sumber dan titik bebannya

hanya terdapat satu saluran, tidak ada alternatif saluran lainnya. Bentuk konfigurasi

ini merupakan bentuk dasar, paling sederhana dan paling banyak digunakan.

Dinamakan radial karena saluram ini ditarik dari titik sumber ke cabang-cabang atau

titik-titik beban yang dilayani.

Ciri-ciri dari konfigurasi jaringan radial adalah :

a. Bentuknya sederhana

b. Biaya investasinya relatif murah

c. Kualitas pelayanan dayanya relatif jelek, karena rugi tegangan dan rugi daya

yamg terjadi pada saluran relatif besar

d. Kontinyuitas pelayanan daya tidak terjamin, sebab antara titik sumber dan titik

beban hanya ada satu alternatif saluran sehingga bila saluran tersebut mengalami

gangguan, maka seluruh rangkaian sesudah titik gangguan akan mengalami

pemadaman.

Untuk melokalisir gangguan pada konfigurasi radial ialah jaringan dilengkapi

dengan peralatan pengaman antara lain fuse, sectionalizer, recloser, atau alat

pemutus beban lainnya. Fungsi pengaman untuk mengamankan gangguan pada

bagian saluran yang dilayaninya.

Page 4: DocumentTA

Gambar 2.2 : Konfigurasi Jaringan Radial

2.2.2 Konfigurasi Loop

Konfigurasi jaringan ini merupakan jaringan dengan bentuk tertutup, disebut

juga bentuk jaringan Ring. Konfigurasi Loop merupakan variasi dari konfigurasi

Radial. Susunan rangkaian saluran membentuk ring, yang memungkinkan titik beban

terlayani dari dua arah saluran, sehingga kontinyuitas pelayanan lebih terjamin serta

kualitas dayanya menjadi lebih baik, karena drop tegangan dan rugi daya saluran

lebih kecil.

Struktur jaringan ini merupakan gabungan dari dua buah struktur jaringan

radial, dimana pada ujung dari dua buah jaringan di pasang sebuah saklar (switch)

berupa ABSW atau LBS. Pada saat terjadi gangguan, setelah gangguan dapat diisolir,

maka pemutus atau pemisah ditutup sehingga aliran daya listrik ke bagian yang tidak

terkena gangguan tidak terhenti. Pada umumnya penghantar dari struktur ini

mempunyai struktur yang sama, ukuran konduktor tersebut dipilih sehingga dapat

menyalurkan seluruh daya listrik beban struktur Loop, yang merupakan jumlah daya

listrik beban dari kedua struktur radial.

Page 5: DocumentTA

Terdapat 2 jenis konfigurasi jaringan Loop, yaitu :

a. Open Loop

Konfigurasi Jaringan Open Loop ini merupakan pengembangan dari sistem

Radial, sebagai akibat diperlukannya keandalan yang lebih tinggi dan umumnya

sistem ini dapat dipasok dalam satu gardu induk. Dimungkinkan juga dari gardu

induk lain tetapi harus dalam satu sistem di sisi tegangan tinggi karena hal ini

diperlukan untuk memudahkan manuver beban pada saat terjadi gangguan atau

kondisi-kondisi pengurangan beban. Proteksi untuk sistem ini masih sederhana tetapi

harus memperhitungkan panjang jaringan pada titik manuver terjauh di sistem

tersebut. Sistem ini umunya banyak digunakan di PLN baik pada SUTM maupun

SKTM.

Gambar 2.3 : Konfigurasi Jaringan Open Loop

b. Close Loop

Konfigurasi Jaringan Close Loop ini layak digunakan untuk jaringan yang

dipasok dari satu gardu induk, memerlukan sistem proteksi yang cukup rumit

Page 6: DocumentTA

biasanya menggunakan rele arah (directional relay). Sistem ini mempunyai

kehandalan yang lebih tinggi dibandingkan sistem lainnya, dan sistem ini jarang

digunakan di PLN tetapi biasanya dipakai untuk pelanggan-pelanggan khusus yang

membutuhkan keandalan tinggi,

Gambar 2.4: Konfigurasi Jaringan Close Loop

2.2.3 Konfigurasi Jaringan Spindle

Sistem spindle merupakan sistem yang relatif handal karena disediakan satu

buah express feeder yang merupakan feeder/ penyulang tanpa beban dari gardu induk

sampai Gardu Hubung, banyak digunakan pada jaringan SKTM. Sistem ini relatif

mahal karena pembangunannya mempertimbangkan perkembangan beban di masa

yang akan datang, proteksinya relatif sederhana hampir sama dengan sistem Open

Loop. Biasanya di tiap-tiap feeder dalam sistem spindle disediakan gardu tengah

(middle point) yang berfungsi untuk titik manuver apabila terjadi gangguan pada

jaringan tersebut.

Page 7: DocumentTA

Gambar 2.5 : Konfigurasi Jaringan Spindle

2.3 Sistem Pentanahan Jaringan Distribusi

Terdapat beberapa pola pentanahan yang diterapkan pada jaringan distribusi

20 kV di Indonesia. Pola pentanahan ini berpengaruh pada sistem konfigurasi

jaringan, konstruksi jaringan dan koordinasi sistem proteksi yang digunakan.

Terdapat 4 macam pola pentanahan yang ada di Indonesia, yaitu :

a. Pentanahan netral melalui tahanan tinggi

b. Pentanahan netral secara langsung

c. Pentanahan netral melaui tahanan rendah

d. Pentanahan netral mengambang

2.3.1 Sistem Distribusi 20 kV Tiga Fasa dengan Tiga Kawat Menggunakan

Pentanahan Netral Tahanan Tinggi

Sistem distribusi 20 kV tiga fasa dengan tiga kawat menggunakan pentanahan

netral tahanan tinggi atau disebut juga dengan sistem distribusi pola 1 menurut SPLN

No.26 Tahun 1980 diterapkan di daerah perkotaan dan luar kota yang padat

Page 8: DocumentTA

penduduknya, tidak ada kesulitan teknik yang berarti dalam pembangunannya dan

tidak begitu mengganggu keindahan kota, contohnya di Jawa Timur. Ketentuan

mengenai sistem jaringan dan sistem pengamanan dari sistem distribusi pola 1 diatur

di dalam SPLN No.52-3 Tahun 1983.

Sistem distribusi pola 1 memiliki ciri-ciri jaringan seperti berikut :

a. Tegangan antar fasa sebesar 20 kV

b. Sistem pentanahan berasal dari titik netral pada sisi sekunder trafo utama Gardu

Induk yang dihubungkan secara bintang, ditanahkan melalui tahanan sebesar 500

ohm. Sehingga arus hubung singkat ke tanah maksimum 25 A.

c. Konstruksi jaringan pola 1 pada dasarnya adalah saluran udara. Dimana pada

saluran utama menggunakan kawat AAAC 150 mm2 fasa tiga, tiga kawat.

d. Sistem konfigurasi menggunakan jenis konfigurasi radial dengan kemungkinan

saluran utama (main feeder) dapat di sambungkan secara loop dengan penyulang

lain yang terdekat.

Gambar 2.6 : Pengamanan Sistem Distribusi Pola 1

Page 9: DocumentTA

Sistem Pengaman pada sistem distribusi pola 1 adalah :

a. PMT (Pemutus Tenaga) dipasang pada saluran utama di Gardu Induk yang

dilengkapi dengan OCR (Over Current Relay) atau Relai Arus Lebih dan DGFR

(Directional Ground Fault Relay) atau Relai Arus Tanah Terarah.

b. Untuk pengamanan gangguan fasa-tanah harus menggunakan DGFR yang

konstruksinya rumit dan mahal dibanding relai arus tinggi normal, karena arus

gangguan fasa ke tanah relatif lebih kecil.

c. PMT (Pemutus Tenaga) dikoordinasikan dengan Recloser (Relai Penutup Balik)

untuk mengatasi gangguan temporer.

d. Recloser juga dikoordinasikan dengan SSO (Saklar Seksi Otomatis) atau disebut

juga Sectionalizer, yang berfungsi untuk memisahkan saluran utama ke dalam

beberapa seksi agar saat terjadi gangguan permanen luas daerah yang padam dapat

diminimalisir.

e. Sakelar seksi otomatis (SSO). Bila digunakan pada sistem ini harus dari jenis

penginderaan tegangan dan koordinasinya dilakukan dengan penytelan waktu.

f. FCO (Fuse Cut Out) dipasang pada titik percabangan antara saluran utama dengan

saluran cabang. FCO juga dipasang pada sisi primer trafo distribusi 20 kV,

gunanya untuk mengamankan jaringan yang berada di sebelah hilirnya. FCO

berfungsi sebagai pengaman beban lebih.

g. Alat pengaman fasa-tunggal tidak dapat digunakan untuk mengamankan

gangguan satu fasa ke tanah karena arus gangguannya kecil.

Page 10: DocumentTA

2.3.2 Sistem Distribusi 20 kV Tiga Fasa dengan Empat Kawat Menggunakan

Pentanahan Netral Tahanan Langsung :

Sistem distribusi 20 kV tiga fasa dengan empat kawat menggunakan

pentanahan netral tahanan langsung atau disebut juga dengan sistem pola 2 menurut

SPLN No. 12 Tahun 1978 diterapkan di daerah dengan kepadatan beban rendah

sekitar 115 kVA/km2, contohnya di Jawa Tengah. Ketentuan mengenai sistem

jaringan dan sistem pengamanan dari sistem distribusi pola 2 diatur di dalam SPLN

No.52-3 Tahun 1983.

Sistem distribusi pola 2 memiliki ciri-ciri jaringan seperti berikut :

a. Tegangan nominal antar fasa sebesar 20 kV, dan tegangan sebesar 20/√3 untuk

tegangan fasa-netral.

b. Sistem pentanahan dengan titik netral pada sisi sekunder trafo utama Gardu Induk

ditanahkan langsung, sepanjang jaringan kawat netral dipakai bersama untuk

tegangan menengah dan tegangan rendah di bawahnya.

c. Konstruksi jaringan pola 2 pada dasarnya adalah saluran udara. Dimana pada

saluran utama menggunakan kawat AAAC 240 mm2 fasa tiga dan 150 mm2 untuk

kawat netral. Saluran percabangan menggunakan kawat AAAC 70 mm2 fasa tiga

dan 55 mm2 untuk kawat netral. Percabangan satu fasa kawat AAAC 55 mm2 fasa

tiga dan 35 mm2 untuk kawat netral.

d. Sistem konfigurasi menggunakan konfigurasi radial dengan kemungkinan saluran

utama (main feeder) dapat di sambungkan secara loop dengan penyulang lain

yang terdekat.

e. Pada sistem ini kawat netral dikondisikan sebanyak mungkin dan merata

ditanahkan. Oleh karena itu kawat netral JTM dan JTR dihubungkan dan dipakai

Page 11: DocumentTA

bersama dimana pentanahannya dilakukan sepanjang JTM, JTR dan dihubungkan

pula pentanahan dari setiap instalasi rumah konsumen.

f. Sistem pelayanan JTM terutama mempergunakan jaringan 1 fasa yang terdiri dari

kawat fasa dan netral, memungkinkan penggunaan trafo-trafo kecil 1 fasa yang

sesuai bagi beban-beban kecil yang letaknya berjauhan.

Gambar 2.7 : Pengamanan Sistem Distribusi Pola 2

Sistem pengaman pada sistem distribusi pola 2 adalah :

a. PMT (Pemutus Tenaga) dipasang pada saluran utama di Gardu Induk yang

dilengkapi dengan OCR (Over Current Relay) atau Relai Arus Lebih dan GFR

(Ground Fault Relay) atau Relai Arus Tanah.

b. PMT (Pemutus Tenaga) dikoordinasikan dengan Recloser (Relai Penutup Balik)

untuk mengatasi gangguan temporer. Jika panjang jaringan lebih dari 20 km, perlu

dipasang Recloser ke-2 atau ke-3 pada jarak tertentu sepanjang saluran utama atau

cabang. Koordinasi antar recloser dilakukan dengan memilih arus nominalnya dan

mengurangi satu tingkat penyetelan waktu operasi juga jumlah buka-tutup kontak

relainya.

Page 12: DocumentTA

c. Recloser juga dikoordinasikan dengan SSO (Saklar Seksi Otomatis) atau disebut

juga Sectionalizer, yang berfungsi untuk memisahkan saluran utama ke dalam

beberapa seksi agar saat terjadi gangguan permanen luas daerah yang padam dapat

diminimalisir.

d. Pada pola 2 SSO membuka saat rangkaian tidak ada arus dan tidak menutup

kembali. SSO bekerja berdasarkan pengindraan dan hitungan kerja buka tutup

kontak Recloser saat terjadi arus hubung singkat.

e. FCO (Fuse Cut Out) dipasang pada titik percabangan antara saluran utama dengan

saluran cabang. FCO juga dipasang pada sisi primer trafo distribusi 20 kV,

gunanya untuk mengamankan jaringan yang berada di sebelah hilirnya. FCO

berfungsi sebagai pengaman beban lebih.

f. Tidak adanya tahanan netral, maka arus hubung tanah relatif menjadi sangat besar

dan berbanding terbalik dengan letak gangguan tanah, sehingga perlu dan dapat

dipergunakan alat pengaman yang dapat bekerja cepat dan memanfaatkan relai

dengan karakteristik waktu terbalik (Inverse Time).

g. Arus gangguan fasa-tanah yang besar maka dapat dilakukan koordinasi antara

PMT dengan Recloser atau Recloser dengan pengaman lebur (Fuse Cut Out) atau

Recloser dengan SSO (Sectionalizer)

h. Besarnya arus gangguan serta tingginya frekuensi dari kejadian gangguan fasa-

tanah, maka kemampuan peralatan pengaman harus disesuaikan dengan kondisi

tesebut, misalnya menghindari pengggunaan PMT dengan minyak minimum.

Page 13: DocumentTA

2.3.3 Sistem Distribusi 20 kV Tiga Fasa dengan Tiga Kawat Menggunakan

Pentanahan Netral Tahanan Rendah

Sistem distribusi 20 kV tiga fasa dengan tiga kawat menggunakan pentanahan

netral tahanan rendah atau disebut juga dengan sistem distribusi pola 31 menurut

SPLN No. 26 Tahun 1980 diterapkan di daerah perkotaan yang padat penduduknya,

daerah yang mengalami kesulitan teknik yang berarti dalam pembangunan konstruksi

saluran udara serta mempertimbangkan keindahan kota, contohnya di Jawa Barat dan

DKI Jakarta. Namun, untuk daerah-daerah yang kurang padat penduduknya

penggunaan saluran udara dapat diijinkan. Ketentuan mengenai sistem jaringan dan

sistem pengamanan dari sistem distribusi pola 3 diatur di dalam SPLN No.52-3

Tahun 1983.

Sistem distribusi pola 3 memiliki ciri-ciri jaringan seperti berikut :

a. Tegangan nominal antar fasanya sebesar 20 kV

b. Sistem pentanahan dengan titik netral pada sisi sekunder trafo utama Gardu Induk

dihubungkan secara bintang dan ditanahkan melalui tahanan sebesar 12 ohm,

untuk SKTM (Saluran Kabel Tengangan Menengah), sehingga arus hubung

singkat ke tanah maksimum 1000 A. Sedangkan tahanan yng ditanahkan untuk

SUTM (Saluran Udara Tegangan Menengah) sebesar 40 ohm, maka arus hubung

singkat fasa-tanah maksimum 300 A.

c. Konstruksi jaringan pada daerah padat beban, perkotaan digunakan saluran kabel

tanah sedangkan pada daerah luar kota, pedesaan digunakan saluran udara. Sistem

saluran kabel tegangan menengah mempergunakan kabel aluminium dengan

islolasi kertas berminyak tipe NA HKBA ukuran 150 mm2. Sistem saluran udara

mempergunakan kawat AAAC 240 mm2 dan 150 mm2 fasa tiga, 3 kawat bagi

Page 14: DocumentTA

saluran utamanya, dan kawat AAAC 70 mm2 fasa tiga, 3 kawat bagi saluran

percabangannya.

d. Sistem konfigurasi untuk daerah perkotaan menggunakan SKTM dengan sistem

Spindle. Untuk daerah di luar kota menggunakan SUTM dengan sistem Radial.

Gambar 2.8 : Pengamanan Sistem Distribusi Pola 3 dengan Tahanan 40 ohm

Sistem pengaman pada sistem distribusi pola 3 adalah :

a. Pengaman utama adalah PMT pada saluran utama Gardu Induk yang dilengkapi

dengan OCR sebagai pengaman arus hubung singkat antar fasa dan GFR sebagai

pengaman arus hubung singkat fasa ke tanah.

b. PMT dikoordinasikan dengan Recloser untuk mengatasi ganguguan yang bersifat

temporer.

c. SSO dipasang pada saluran utama dan saluran cabang untuk membagi jaringan ke

dalam beberapa seksi sehingga pemadam dapat diminimalisir. SSO

dikoordinasikan dengan urutan kerja Recloser.

Page 15: DocumentTA

d. Recloser yang dipakai harus tipe dengan pengatur elektronik untuk mendapatkan

karakteristik waktu tetap bagi gangguan fasa ke tanah. Demikian pula SSO perlu

dilengkapi dengan penginderaan arus fasa tanah yang rendah.

e. FCO dipasang sebagai pengaman terhadap gangguan permanen pada saluran

cabang yang tidak ditempatkan SSO dan pengaman sisi primer trafo distribusi.

f. Arus gangguan fasa tanah pada pola 3 tidak terlalu besar, 1000 A untuk saluran

kabel tanah dan 300 A untuk sistem saluran udara, sehingga gangguan pada

lingkungan akibat arus tanah (step voltage) dan gangguan jaringan telekomunikasi

juga lebih sedikit.

g. Mengingat adanya tahanan netral, maka arus gangguan tanah variasinya kecil

sehingga tidak efektif bagi penggunaan relai arus lebih dengan karakteristik waktu

arus terbalik, sebaiknya dapat digunakan relai dengan karakteristik waktu tetap

yang lebih stabil efektif dan mudah penyetelannya.

h. Mengingat arus gangguan tanah tidak terlalu besar, maka penyetelan relai arus

lebih fasa-tanah dan arus kapasitif lebih diperhitungkan untuk sistem kabel tanah.

Gambar 2.9 : Pengamanan Sistem Distribusi Pola 3 dengan Tahanan 12 ohm

Page 16: DocumentTA

2.3.4 Sistem Distribusi 6 kV Tiga Fasa dengan Tiga Kawat Menggunakan

Pentanahan Mengambang

Sistem distribusi 6 kV tiga fasa dengan tiga kawat menggunakan pentanahan

mengambang atau disebut juga dengan sistem distribusi pola 4 mempunyai

permasalahan yang menonjol dalah faktor keselamatan terhadap lingkungan hidup

disekitarnya. Sistem ini hanya diterapkan di beberapa daerah di luar Jawa. Pola ini

tidak dilengkapi dengan pengaman gangguan fasa-tanah yang berkerja secara

otomatis, untuk itu setidaknya diperlukan adanya indikasi dan sirine (alarm) pada

ruang panel. Ketentuan mengenai sistem pengamanan dari sistem distribusi pola 4

diatur di dalam SPLN No.52-3 Tahun 1983.

Sistem distribusi pola 4 memiliki ciri-ciri seperti berikut :

a. Pada kondisi normal masing-masing tegangan fasa terhadap tanah adalah V f.

Sedangkan besar tegangan antar fasanya √3 Vf. Bila sistem tersebut terdapat titik

netral, maka tegangan dititik netral ke tanah sama dengan nol.

b. Bila terjadi ganguan satu fasa ke tanah maka tegangan dua fasa yang lain terhadap

tanah sebesar √3 Vf dan tegangan yang terganggu adalah nol. Bila pada sistem

tersebut terdapat titik netral maka tegangan titik netral-tanah sama dengan Vf.

Gambar 2.10 : Pengamanan Ssitem Distribusi Pola 4

Page 17: DocumentTA

Sistem pengaman pada sistem distribusi pola 4 adalah :

a. Pada keadaan gangguan antar fasa, pengamanannya dapat dilakukan dengan

memasang dua buah relai arus lebih dengan karakteristrik waktu arus tertentu

(definite time) dan waktu arus-terbalik (inverse time).

b. Pada keadaan gangguan satu fasa ke tanah, arus gangguan dapat diatasi dengan

salah alternatif di bawah ini :

1) Tiga buah Voltmeter yang mengukur tegangan fasa ke tanah secara visual, cara

ini hanya memberikan indikasi adanya gangguan, namun perlu tindakan lebih

lanjut oleh operator dengan melakukan lokalisir daerah gangguan.

2) Relai tegangan lebih atau OVR (Over Voltage Relay) untuk mendeteksi

tegangan urutan nol, cara ini dapat memberikan sinyal dengan suara maupun

visual dan mampu memutus beban melalui PMT. Karena pengamanan ini tidak

selektif, operator masih diperlukan untuk melokalisir gangguan.

Sulitnya mengatasi gangguan pada sistem distribusi pola 4 menyebabkan pola ini

jarang digunakan dan lambat laun akan dialihkan ke pola yang lain.

2.4 Pengoperasian Jaringan Distribusi

Pengoperasian sistem distibusi merupakan segala kegiatan yang mencakup

pengaturan, pembagian, pemindahan, dan penyaluran tenaga listrik kepada konsumen

secepat mungkin serta menjamin kelangsungan penyaluran/ pelayanan. Sebagai

tolok ukur atas keberhasilan pada pengoperasian dapat dilihat dari beberapa

parameter. Parameter-parameter berupa kualitas listrik yang baik dan keandalan dari

sistem penyaluran energi listriknya.

Page 18: DocumentTA

2.4.1 Kualitas listrik harus terjaga

Ada 2 ( dua ) hal yang menyatan yang menjadi ukuran mutu listrik yaitu :

tegangan dan frekuensi.

Tegangan pelayanan ditentukan oleh :

a. Batasan toleransi tegangan, pada konsumen TM adalah ± 5 % , sedangkan pada

konsumen TR maksimum + 5 % dan minimum – 10 %.

b. Keseimbangan tegangan pada setiap titik sambungan

c. Kedip akibat pembebanan sekecil mungkin

d. Hilang tegangan sejenak akibat manuver secepat mungkin

Sedangkan untuk frekuensi batasan yang dijinkan adalah batas toleransi frekuensi

adalah ± 1 % dari frekuensi standar 50 Hz

Faktor yang membuat baik-tidaknya mutu listrik tersebut dari sisi distribusi adalah

faktor pembebanan pada sistem distribusi yaitu pembebanan yang tidak

stabil oleh karena pengoperasian normal atau karena lebih banyak

akibat gangguan pada suplai dari GI dan penyulang.

2.4.2 Keandalan penyaluran tenaga listrik

Sebagai indikator penyaluran adalah angka lama dan atau seringnya

pemadaman pada pelanggan yang disebut dengan angka SAIDI dan SAIFI.

Angka lama padam : SAIDI (System Average Interuption Uration Index)

SAIDI =Jumlah durasi gangguan pelangganjumlah pelanggan

= Σ Ui NiΣ Ni

(2.1)

Richard (1984 : 224)

Page 19: DocumentTA

keterangan :

Ui = Lama waktu gangguan rata – rata unit (menit)

Ni = Jumlah pelanggan pada satu titik

Angka sering padam : SAIFI (System Average Interuption Frequency Index)

SAIFI =Jumlah gangguan pelangganjumlah pelanggan

=Σ λi NiΣN

(2.2)

Richard (1984 : 223)

keterangan:

λi = Laju kegagalan unit (kali)

Ni = Banyak pelanggan pada satu titik

ΣN = Jumlah pelanggan

Semua perusahaan penyedia listrik besar akan berusaha untuk menurunkan nilai

SAIDI dan SAIFI dari pelayanan penyaluran energi listriknya. Sehingga dapat

memenuhi standarisasi perusahaan dengan tingkat kelas dunia yaitu dengan angka

SAIDI 100 menit/pelanggan/tahun dan SAIFI 3 kali/pelanggan/tahun.

2.5 Manuver Jaringan Distribusi

Manuver/Manipulasi jaringan adalah serangkaian kegiatan membuat

modifikasi terhadap operasi normal dari jaringan akibat adanya gangguan/ pekerjaan

jaringan sehingga tetap tercapainya kondisi penyaluran tenaga listrik yang maksimal

atau dengan kata lain yang lebih sederhana adalah mengurangi dareah pemadaman.

Kegiatan yang dilakukan dalam manuver :

Page 20: DocumentTA

a. Memisahkan bagian-bagian jaringan yang semula terhubung dalam keadaan

bertegangan/ tidak bertegangan.

b. Menghubungkan bagian-bagian jaringan yang terpisah menurut keadaan operasi

normalnya dalam keadaan bertegangan/ tidak bertegangan.

Optimalisasi atas keberhasilan manuver dari segi teknis ditentukan oleh

konfigurasi jaringan dan peralatan manuver yang tersedia di sepanjang jaringan.

Peralatan jaringan yang dimaksud adalah peralatan pemutus dan penghubung yang

terdiri dari berbagai macam seperti PMT, ABSW, Recloser, LBS, FCO,

Sectionalizer. Masing-masing peralatan manuver ini memiliki spesifikasi dan fungsi

kerja yang berbeda-beda.

2.5.1 PMT (Pemutus Tenaga)

Pemutus Tenaga (PMT) atau Circuit Breaker adalah suatu peralatan listrik

yang dapat menghubungkan atau memutuskan rangkaian listrik dalam keadaan

normal atau gangguan yang dilengkapi dengan alat pemadam busur api. Pada kondisi

gangguan, operasi kontak PMT bekerja secara otomatis sesuai dengan perintah dari

relai pengaman. Bekerjanya kontak-kontak PMT ini akan menimbulkan busur api

karena besarnya arus yang mengalir. Oleh karena itu untuk meredam busur api

tersebut, kontak-kontak PMT berada di dalam tempat tertutup yang dilengkapi

dengan pemadam busur api yang dapat berupa minyak, udara, maupun gas SF6.

Pemberian nama pada PMT ditandai dengan media isolasinya.

Page 21: DocumentTA

Gambar 2.11 : PMT (Pemutus Tenaga) 20 kV

Berikut ini jenis-jenis PMT 20 kV menurut media pemadam busur apinya :

a. Oil Circuit Breaker (OCB)

Pada PMT jenis minyak, kontak-kontak PMT terendam di dalam ruangan tertutup

yang berisi minyak. Pada saat terjadi gangguan kontak gerak (moving contact)

PMT bergerak memisahkan kontaknya dari kontak tetap (fixed contact). Pada

proses tersebut muncul busur api (arc) dan bersamaan dengan lepasnya kontak

gerak tersebut, minyak PMT akan terdesak naik ke atas menyembur busur api.

Gambar 2.12 : Prinsip Kerja Pemadam Busur Api pada OCB

Page 22: DocumentTA

b. Air Blast Circuit Breaker (ABCB)

PMT ini dirancang untuk mengatasi kelemahan pada PMT minyak, yaitu dengan

membuat media isolator kontak dari bahan yang tidak mudah terbakar. Saat busur

api timbul, udara bertekanan tinggi ditiupkan untuk memadamkan busur api.

Terkadang karena besarnya busur api yang timbul, terdapat sisa busur api yang

bisa menyembur keluar dari PMT.

Gambar 2.13 : Prinsip Kerja Pemadam Busur Api pada ABCB

c. Vacuum Circuit Breaker (VCB)

Pada VCB, kontak-kontak PMT ditempatkan pada suatu ruangan hampa udara.

Untuk mencegah masuknya udara ke dalam ruang hampa udara tersebut, maka

dilengkapi dengan seal penyekat udara untuk mencegah kebocoran. Apabila

terjadi kebocoran pada VCB, maka tidak dapat dilakukan pengisian kembali

karena proses membuat vakum tidak dapat dilakukan di ruang terbuka. Dalam

VCB tidak ada media pemutus busur listrik. Oleh sebab itu, teknik memutus busur

listrik dalam VCB semata-mata tergantung kepada teknik memperpanjang busur

listrik.

Page 23: DocumentTA

Gambar 2.14 : Prinsip Kerja Pemadam Busur Api pada VCB

d. SF6 Circuit Breaker

PMT jenis ini memiliki prinsip kerja yang hampir sama dengan PMT Udara

Tekan (ABCB). Perbedaannya terletak pada penggantian penggunaan udara

dengan gas SF6 dan sistem yang tertutup dari udara luar. Saat kontak terbuka dan

busur api uncul, gas SF6 bertekanan tinggi ditiupkan di antara kontak untuk

menyingkirkan partikel bermuatan dari sela antara kontak diam dan kontak gerak.

Gas SF6 dipilih karena sifat gas ini yang merupakan bahan isolasi dan pendingin

yang baik. Sebagai isolasi listrik, gas SF6 mempunyai kekuatan dielektrik yang

tinggi (2,35 kali lebih baik dari udara). Gas ini tidak boleh bocor dan bercampur

dengan udara luar, sehingga sistem dibuat tertutup.

Page 24: DocumentTA

Gambar 2.15 : Bagian-Bagian PMT SF6

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2.16: Proses Pemadaman Busur Api dengan Gas SF6

Pemadaman busur api pada PMT SF6 ditunjukkan seperti pada Gambar 2.14, urutan

proses yang terjadi di dalam ruang pemadam busur api adalah sebagai berikut :

1. Upper current terminal2. Insulating enclosure3. Fixed main contact4. Fixed arcing contact5. Moving arching contact6. Insulating nozzle7. Moving main contact8. Moving piston9. Pressure chamber10. Lower current terminal11. Conecting rod12. Crank13. Sealing system14. Shaft15. Molecular sleve16. Bottom over

Page 25: DocumentTA

a. Pada Gambar 2.14 (a) menujukkan kondisi kotak-kontak PMT dalam kondisi

menutup (close).

b. Pada Gambar 2.14 (b) saat kontak-kontak PMT mulai membuka, piston akan

mengisi gas SF6 ke dalam ruang pemadam busur api (pressure chamber).

c. Pada Gambar 2.14 (c) muncul busur api di antara kontak-kontak PMT yang

membuka, kemudian dari pipa penyemprot (insulating nozzle) disemprotkan gas

SF6 untuk memadamkan busur api yang muncul.

d. Pada Gambar 2.14 (d) menunjukkan kondisi kontak-kontak PMT yang sudah

terbuka (open).

Kontak-kontak PMT dapat beroperasi secara otomatis saat terjadi gangguan

maupun manual dengan dioperasikan saat pemadaman/pemeliharaan terencana.

Operasi kontak-kontak PMT secara otomatis, dikendalikan oleh relai proteksi yang

bekerja saat gangguan seperti hubung singkat.

Gambar 2.17 : Rangkaian Kerja Relai Proteksi

Pada saat terjadi gangguan, arus yang mengalir di jaringan menjadi sangat

besar, hal ini juga dirasakan oleh CT (Current Transformer). Fungsi CT adalah

mentranformasikan besaran arus yang terukur pada sisi primer ke sisi sekunder CT

Page 26: DocumentTA

sesuai dengan rasio CT tersebut. Jika arus yang terukur pada CT melebihi arus

setting relai proteksi, maka rele proteksi akan bekerja menutup kontaknya. Kontak

relai yang menutup tersebut akan mengalirkan sumber DC ke Trip Coil, kemudian

Trip Coil akan memerintahkan PMT untuk trip atau membuka kontak-kontaknya.

Pengoperasian PMT secara manual dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

secara local melalui tombol operasi open/close PMT yang ada pada kubikel, maupun

secara remote (kontrol jarak jauh) melalui komputer dengan sistem SCADA.

Gambar 2.18 : Bagian-Bagian Kontrol Pengoperasian PMT pada Kubikel

Untuk mengetahui kemampuan suatu PMT peru diperhatikan spesifikasi yang tertera

pada nameplate kubikel, sehingga PMT bisa difungsikan sesuai dengan rating dan

kapasitasnya. Berikut ini contoh spesifikasi PMT 20 kV Merk ABB Seri VM1.

A. Auxilary contacts open/closeB. Geared motor for closing

spring chargingC. Incorporate closing spring

charging leverD. Mechanical signalling

open/closeE. Mechanical operating counterF. Plug socket connector of the

electrical accesoriesG. Signalling device for closing

spring charged/dischargeH. Service releasesI. Closing pushbuttonJ. Opening pushbuttonK. Operating mechanism locking

electromagnetL. Additional shunt operating

releaseM. Transient contact

Page 27: DocumentTA

Tabel 2.1 : Spesifikasi PMT ABB Seri VM1

Spesification RatedRated and insulation voltage [kV] 24Impulse withstand voltage [kV] 125Rated frequency [Hz] 50/60Rated current [A] at 40oC 630Rated breaking capasity and short-time withtstand current [kA] for 3 sec

16/20/25

Opening time [ms] 40-60Closing time [ms] 60-80Arc time [ms] 10-15

2.5.2 Air Break Switch (ABSW)

ABSW merupakan salah satu peralatan jaringan yang berfungsi sebagai

switching (saklar) yaitu peralatan dapat menghunbungkan atau memisahkan jaringan

dalam kondisi tidak berbeban. Medium kontaknya adalah udara yang dilengkapi

dengan peredam busur api/ interrupter berupa hembusan udara yang berfungsi

sebagai peredam busur api yang ditimbulkan pada saat dibukanya pisau ABSW

dalam kondisi bertegangan. ABSW juga dilengkapi dengan isolator tumpu sebagai

penopang pisau ABSW, pisau kontak sebagai kontak gerak yang berfungsi memutus

dan menghubungkan ABSW.

Pada saat terjadi gangguan pada jaringan distribusi, fungsi ABSW adalah untuk

melokalisir gangguan Selain sebagai pemisah ABSW berfungsi untuk membagi

beban. Dalam kondisi operasi normal dua buah penyulang dipisahkan oleh ABSW

pada posisi buka/NO (Normaly Open). Titik posisi NO tidak selalu pada ABSW

tertentu saja, namun bisa dipindah ke ABSW lain yang sebelumnya pada posisi

tutup/NC (Normaly Close) yang berada pada batas pembagi/ seksi atau zone,

pemindahan titik ABSW NO ini dengan mempertimbangkan regulasi beban antara

kedua penyulang yang disesuaikan dengan kemampuan/ kapasitas dari masing-

masing penyulang. Pada kondisi tertentu untuk keperluan pemeliharaan atau

Page 28: DocumentTA

perbaikan peralatan disuatu seksi diperlukan manuver (pelimpahan) beban dari

penyulang satu ke penyulang yang lainnya, untuk meminimalkan daerah padam.

Kondisi yang sifatnya hanya sementara ini tetap harus diperhitungkan koordinasi

pengamannya, sehingga apabila terjadi gangguan dimanapun titiknya, kinerja

pengaman jaringan akan tetap terpenuhi.

Untuk mengoperasikan ABSW dilakukan secara manual menggunakan handle

ABSW. Handle ABSW ini terletak di tiang dimana ABSW dipasang. Di dalam

perkembangannya, beberapa ABSW dapat dioperasikan menggunakan bantuan

motor, yang biasa disebut dengan ABSW Motorized. Pada ABSW Motorized

dilengkapi dengan panel kontrol komunikasi, sehingga operasi open/close ABSW

dapat dilakukan secara remote melalui SCADA.

(a) (b)

Gambar 2.19 : Air Break Switch Motorized (ABSW)(a) ABSW Motorized (b) Panel Kontrol ABSW Motorized

Page 29: DocumentTA

(a) (b) (c)

Gambar 2.20 : Air Break Switch (ABSW)(a) ABSW NC (Normaly Close), (b) ABSW NO (Normaly Open), (c) Handle ABSW

ABSW hanya dioperasikan pada beban yang relatif kecil, karena media

pemadam busur api ABSW berupa hembusan udara dengan tekanan kecil sekitar

100 kg/N2. Oleh karena itu perlu diperhatikan spesifikasi ABSW yang terpasang

pada jaringan distribusi.

Berikut ini contoh spesifikasi ABSW seri NPS dari ABB :

Tabel 2.2 : Spesifikasi ABS Merk ABB Seri NPS

Spesification RatedRated maximum voltage [kV] 24Rated current [A] 630Rated frequency [Hz] 50/60Rated light impulse witchstand voltage [kV]

Acrross the insulating distance To earth and between phases

145125

Creepage distance [mm] 740Rated short-time withstand current-1s [kA] 16Rated short-time withstand current-3s [kA] 12,5Rated breaking current with breaking whips [A] 25 for 100 breaking

operationsOperated Manual by Handling

(ABS-NPS From ABB Catalouge)

Menurut spesifikasi ABSW pada Tabel 2.2 bisa dilalui arus hingga maksimal 630 A,

namun hanya mampu memutus beban sebesar 25 A.

Page 30: DocumentTA

2.5.3 Load Break Switch (LBS)

Saklar pemutus beban (Load Break Switch, LBS) merupakan saklar atau

pemutus arus tiga fasa untuk penempatan di luar (outdoor) pada tiang JTM, yang

dikendalikan secara elektronis. Saklar dengan penempatan di atas tiang ini

dioptimalkan melalui kontrol jarak jauh dan skema otomatisasi. Saklar pemutus

beban juga merupakan sebuah sistem penginterupsi hampa yang terisolasi oleh gas

SF6 dalam sebuah tangki baja anti karat dan disegel. Sistem kabelnya yang full-

insulated dan sistem pemasangannya sederhana yang membuat proses instalasi lebih

cepat dengan biaya yang rendah. Sistem pengendalian elektroniknya ditempatkan

pada sebuah kotak pengendali yang terbuat dari baja anti karat sehingga dapat

digunakan dalam berbagai kondisi lingkungan. Panel kontrol mudah dioperasikan

(user-friendly) dan tahan segala kondisi cuaca. 

Gambar 2.21 : LBS dengan Control Box

Ciri-ciri LBS :

a. Dapat digunakan sebagai pemisah maupun pemutus tenaga dengan beban nominal

b. Tidak dapat memutuskan jaringan dengan sendirinya saat terjadi gangguan pada

jaringan

c. Dibuka dan ditutup hanya untuk memanipulasi beban

Page 31: DocumentTA

LBS menggunakan puffer interrupter di dalam sebuah tangki baja anti karat

yang dilas penuh yang diisi dengan gas SF6. Interrupter tersebut diletakkan secara

berkelompok dan digerakkan oleh mekanisme pegas. Ini dioperasikan baik secara

manual maupun dengan sebuah motor DC dalam kompartemen motor di bawah

tangki. Motor DC memperoleh tegangan dari baterai-baterai 24 Volt dalam ruang

kontrol. Transformator arus (CT) dipasang di dalam tangki dan dihubungkan

ke elemen-elemen elektronik untuk memberikan indikasi gangguan dan pengukuran

arus penghantar (line measurement).

Jenis LBS yang digunakan pada Jaringan SUTM adalah Pole-Mounted Load

Break Switch. Sesuai dengan namanya Pole-Mounted LBS yang dipasang pada tiang-

tiang JTM (outdoor). Beberapa LBS jenis ini dilengkapi dengan fitur sebagai

Sectionalizer. LBS tipe ini dipasang pada main feeder dan berfungsi sebagai

pembatas tiap seksi-seksi jaringan untuk melokalisir daerah gangguan maupun

pemadaman.

Gambar 2.22 : Pole-Mounted LBS

LBS dapat dioperasikan dalam keadaan berbeban (onload) namun tidak boleh

membuka saat terjadi gangguan berupa arus hubung singkat. Hal ini disebabkan

karena SF6 yang terdapat di dalam peredam busur api LBS memiliki kemampuan

Page 32: DocumentTA

terbatas terhadap besarnya arus yang melaluinya. Apabila pada saat terjadi gangguan

hubung singkat, LBS ikut membuka hal ini justru dapat menyebabkan kerusakan

pada LBS tersebut ataupun dikhawatirkan LBS bisa meledak.

Berikut ini merupakan contoh spersifikasi Pole-Mounted LBS :

Tabel 2.3 : Spesifikasi LBS Merk Yaskawa seri LFG-25ER141-C

Spesifikasi Dasar TipeLFG-25ERA141(-C)

Keterangan

Rated Voltage 25 kVMaximum Voltage 27 kVRated Frequency 50/60 HzRated Current 630 ABreaking Capasity 12,5 kA 1sBIL (Impulse Current F-Gnd) 150 kV

(Impulse Current F-F) 165 kVPartial Discharge 19kVOperation Type Motor spring stored energy 24 VDCClosing Time Less than 1.5 sOpening Time Less than 100 msWeight 280 kgDimension 1400 x 1450 x 810 m

(Yaskawa LBS Catalouge-LFG-25ER141-C)

LBS dapat dioperasikan dengan dua cara yaitu secara lokal melalui panel

kontrol LBS maupun menggunakan Hook Stick atau secara remote melaui SCADA.

Pada panel kontrol LBS terdapat tombol operasi open/close untuk mengoperasikan

kontak-kontak LBS saat melakukan manuver jaringan. Jika panel kontrol tidak

berfungsi, LBS dapat dioperasikan menggunakan Hook Stick dengan cara

mengaitkannya pada lubang handle operasi open/close LBS.

Page 33: DocumentTA

Gambar 2.23 : Closing/Opening Pushbutton LBS

(a)

(b)

Gambar 2.24 : (a) Hook Stick (b) Manual Handle LBS

2.5.4 Recloser (Pemutus Balik Otomatis-PBO)

Recloser merupakan pemutus tenaga yang dilengkapi dengan relai penutup

balik dan dipasang pada jaringan SUTM (Saluran Udara Tegangan Menengah). Relai

penutup balik pada dasarnya bukan merupakan jenis relai pengaman, namun dapat

digabungkan/ dipasangkan dengan relai hubung tanah atau relai arus lebih jika terjadi

gangguan yang bersifat sementara. Reclose artinya menutup kembali, oleh karena itu

recloser berfungsi untuk mengamankan peralatan jaringan SUTM apabila terjadi

gangguan hubung singkat yang sifatnya temporer/sementara atau permanen.

Page 34: DocumentTA

Contoh gangguan-gangguan temporer :

a. Terhubungnya penghantar satu dengan yang lain yang disebabkan oileh tiupan

angin.

b. Adanya ranting pohon yang bergesekan dengan penghantar pada saat ada tiupan

angin.

c. Adanya surja petir yang melewati penghantar

d. Adanya hewan yang melintas di atas penghantar dan bersentuhan dengan

permukaan grounding.

Gambar 2.25 : Recloser

Cara kerja recloser adalah untuk menutup balik dan membuka secara otomatis

yang dapat diatur selang waktunya, dimana pada sebuah gangguan temporer,

recloser membuka tetap sampai waktu setting yang di tentukan kemudian recloser

akan menutup kembali setelah gangguan itu hilang. Apabila gangguan bersifat

permanen, maka setelah membuka atau menutup balik sebanyak setting yang telah

ditentukan kemudian recloser akan membuka tetap (lock out).

Pada suatu gangguan permanen, recloser berfungsi memisahkan daerah atau

jaringan yang terganggu sistemnya secara cepat sehingga dapat memperkecil daerah

yang terganggu pada gangguan sesaat, recloser akan memisahkan daerah gangguan

secara sesaat sampai gangguan tersebut akan dianggap hilang, dengan demikian

Page 35: DocumentTA

recloser akan masuk kembali sesuai settingannya sehingga jaringan akan aktif

kembali secara otomatis. Sebuah recloser memiliki dua buah elemen utama yaitu :

a. Dead Time Element (DT)

Berwujud suatu saklar tunda waktu “On Delay” yang waktu tundanya dapat

disetel menurut kebutuhan. Berfungsi untuk menentukan sela waktu dari saat PMT

trip hingga saat PMT diperintahkan masuk kembali, dan dead time element ini

dimaksudkan agar PMT mempunyai kesempatan untuk memadamkan busur api yang

terjadi saat kontak-kontak PMT membuka.

b. Blocking Time Element (BT)

Berwujud saklar tunda waktu “Off Delay” yang waktu tundanya dapat disetel

menurut kebutuhan. Berfungsi untuk memblock dead time element selama beberapa

waktu setelah bekerja memasukkan PMT. Blocking time element ini dimaksudkan

untuk memberi kesempatan PMT agar siap melakukan siklus auto reclosing

berikutnya. Diagram rangkaian Recloser yang dipasangkan dengan relai hubung

tanah ditunjukkan pada Gambar 2.26.

Gambar 2.26 : Rangkaian Relai Penutup Balik

Keterangan :

S = saklar ON/OFF

DT = dead time element

BT = blocking time element

C = counter

Page 36: DocumentTA

Cara kerja relai penutup balik adalah pada saat terjadi gangguan sementara

dalam hal ini adalah gangguan tanah, maka GFR akan bekerja menutup kontaknya

dan mengalir arus DC menuju trip coil (TC) pada saat itu PMT akan trip. Pada waktu

yang sama DT memperoleh energi dan bekerja sesuai dengan jangka waktu

setelannya. Saat kontak-kontak DT menutup yang mana kontak pertama (DT1)

memberikan pulsa closing ke closing coil (CC) sehingga PMT menutup kembali.

Kontak kedua (DT2) memberikan energi ke BT, dan BT langsung bekerja membuka

kontak-kontaknya. Kontak pertama (BT1) memutus pulsa closing dan kontak kedua

(BT2) memblok DT. Setelah jangka waktu setelan BT habis, maka BT akan reset. Hal

tersebut mengartikan DT siap bekerja kembali melakukan proses reclosing

berikutnya. Waktu membuka dan menutup pada recloser dapat diatur pada kurva

karakteristik.

Berdasarkan jumlah siklus reclosing kepada PMT, terdapat dua macam relai penutup

balik, yaitu :

a. Single shoot reclosing relay

Relai jenis ini hanya dapat memberikan perintah reclosing kepada PMT sebanyak

satu kali saja dan baru dapat melakukan reclosing lagi setelah jangka waktu

blocing time berakhir. Apabila terjadi gangguan selama periode blocking time

belum berakhir maka PMT akan trip, kemudian mengunci (lockout).

b. Multi shoot reclosing relay

Relai jenis ini dapat melakukan relosing lebih dari satu kali, pada umumnya 3 kali

siklus reclosing. Setting waktu reclosing yang pertama dengan siklus reclosing

selanjutnya dapat diatur sesuai dengan koordinasi recloser terhadap peralatan

pengaman yang lain.

Page 37: DocumentTA

Gambar 2.27 : Diagram Kerja Fungsi Waktu Relai Penutup Balik Single Shoot

Gambar 2.28 : Diagram Kerja Fungsi Waktu Multi Shoot Reclosing Relay

Page 38: DocumentTA

Urutan kerja relai penutup balik jenis Multi Shoot Reclosing Relay :

1) Bila terjadi gangguan, relai akan memerintahkan PMT untuk trip selama waktu

td1, misalnya 0,3 detik.

2) Setelah berakhirnya waktu td1, maka PMT akan on kembali.

3) Jika ternyata gangguan masih ada, PMT akan kebali trip dengan jangka waktu

yang lebih lama td2, misalnya 10 detik, dan akan kembali menutup setelah

berakhirnya waktu td2.

4) Jika ternyata gangguan masih dirasakan oleh PMT, maka PMT akan trip kembali

selama waktu td3, misalnya 1 menit.

5) Setelah jangka waktu td3 habis, PMT akan kembali On. Jika gangguan masih ada

selama jangka waktu blocking time (tb3) maka PMT akan lockout.

6) Dengan demikian dapat dikatakan bahwa gangguan yang terjadi bersifat

permanen.

Kontak-kontak Recloser beroperasi secara otomatis saat terjadi gangguan.

Penempatan dan setting recloser harus disesuaikan dengan kemampuannya menutus

arus hubung singkat. Oleh karena itu di dalam memilih Recloser perlu disesuaikan

dengan spesifikasinya.

Berikut ini contoh spesifikasi Recloser yang dipasang pada SUTM :

Tabel 2.4 : Spesifikasi Outdoor Vacuum Recloser

Spesification RatedNominal operating voltage [kV] 24,9Rated max voltage [kV] 27Rated power frequency [Hz] 50/60Rated continuous current [A] 630Rated symmetrical interupting current [kA] 10Rate lightnig impulse withstand (BIL) [kV] 125Max. interupting time [sec] 0,030Max. closing time [sec] 0,055

(Outdoor Vacuum Recloser 24 kV, ABB Catalouge)

Page 39: DocumentTA

2.5.5 Sectionalizer (SSO)

Sectionalizer atau Saklar Seksi Otomatis (SSO) merupakan peralatan

pengaman yang proses kerjanya cara kerjanya terkoordinasi dengan recloser.

Sectionalizer berfungsi untuk melokalisir atau memperkecil daerah yang padam

akibat gangguan yang bersifat permanen.

Sectionalizer pada jaringan dipasang setelah recloser, dan sistem kerjanya

berkoordinasi dengan recloser. Ketika recloser membuka, sectionalizer akan

mendeteksi tegangan yang hilang. Sectionalizer akan menghitung ketika berapa kali

terjadi hilang tegangan. Setelah setting kehilangan tegangan pada sectionalizer

terpenuhi, sectionalizer akan lock out. Setting sectionalizer adalah n-1, dimana n

adalah setting pada recloser. Hal ini dimaksudkan agar ketika terjadi gangguan yang

bersifat permanen, sectionalizer akan melokalisir daerah gangguan dan recloser tidak

lock out sehingga daerah yang padam dapat lebih diminimalisir.

Dengan dipasangnya sectionalizer dan recloser pada SUTM maka diperlukan

adanya koordinasi antara kedua peralatan ini, sehingga ketika terjadi gangguan yang

bersifat permanen dan gangguan berada di posisi di depan sectionalizer tidak akan

menyebabkan recloser lock out atau bahkan menyebabkan PMT pada pangkal

penyulang trip. Dengan demikian, jika koordinasi antara pengaman pada penyulang

bekerja dengan baik akan dapat meminimalisir daerah yang padam akibat gangguan.

Gambar 2.29 : Penempatan SSO

Page 40: DocumentTA

Penempatan SSO :

1) Ditempatkan pada jaringan saluran udara tegangan menengah radial, seri dengan

recloser

2) SSO dapat dihubung seri pada jaringan loop

3) Sebagai pengaman cadangan (backup) untuk arus gangguan minimum di ujung

jaringan setelah SSO

4) SSO dapat ditempatkan di percabangan jaringan SUTM

(a) (b)

Gambar 2.30 : Sectionalizer

(a) Programmable Resettable Sectionalizer Single Phase

(b) Pengoperasian SSO dengan Hook Stick

Pada kondisi lock out kontak SSO dapat membuka secara otomatis, namun untuk

memasukkan kontak SSO kembali, petugas harus mendatangi lokasi pemasangan

SSO dan memasukkan kontak SSO dengan menggunakan Hook Stick.

Tabel 2.5 : Spesifikasi Resettable Electronic Sectionalizer

Spesification RatedRated max voltage [kV] 27Rated power frequency [Hz] 50/60Rated continuous current [A] <200Number of opening counts Resettable beetween 1 – 4 timesRated symmetrical interupting current [kA] 4Insulation Level (BIL) [kV] 110Total opening time [sec] 0,5Memory reseting time [sec] 30

(ABB AutoLink Resettable Electronic Sectionalizer Catalouge)

Page 41: DocumentTA

2.5.6 Fuse Cut Out (FCO)

Fuse Cut Out atau biasa disebut FCO adalah suatu alat pengaman jaringan

distribusi yang melindungi jaringan terhadap arus beban lebih yang mengalir

melebihi dari batas maksimum yang disebabkan karena hubung singkat atau beban

lebih. Konstruksi dari FCO ini jauh lebih sederhana bila dibandingkan dengan

pemutus beban (circuit breaker) yang terdapat di Gardu Induk. FCO hanya dapat

memutuskan satu saluran kawat jaringan di dalam satu alat. Apabila diperlukan

pemutus saluran tiga fasa maka dibutuhkan FCO sebanyak tiga buah.

Pada dasarnya bagian pokok dari FCO adalah sehelai kawat yang mempunyai

penampang yang disesuaikan dengan besarnya arus maksimum yang diperbolehkan

mengalir pada kawat tersebut yang disebut dengan fuse link. Pemilihan kawat atau

fuse link yang dipergunakan pada FCO didasarkan pada faktor lumer yang rendah

dan harus memiliki daya hantar yang tinggi. Besarnya faktor lumer ditentukan oleh

temperatur bahan pembuatnya. Biasanya bahan-bahan yang dipergunakan sebagai

kawat fuse link adalah kawat perak, kawat tembaga, kawat seng, kawat timbel atau

kawat paduan dari bahan-bahan tersebut. Kawat yang banyak digunakan sebagai

fuse link adalah kawat logam perak, mengingat kawat perak memiliki konduktivitas

60,6 mho/cm lebih tinggi dari kawat tembaga, dan memiliki temperatur 960° C,

maka pada jaringan distribusi banyak digunakan. Kawat perak ini dipasangkan di

dalam tabung porselin yang diisi dengan pasir putih sebagai pemadam busur api, dan

menghubungkan kawat tersebut pada kawat fasa, sehingga arus mengalir melaluinya.

FCO ditempatkan sebagai pengaman tansformator distribusi, dan pengaman pada

cabang-cabang saluran feeder yang menuju ke jaringan distribusi sekunder.

Page 42: DocumentTA

(a) (b) (c)

Gambar 2.31 : Fuse Cut Out(a) Pemasangan FCO(b) Konstruksi FCO(c) Fuse Link

Terdapat berapa jenis fuse link yang digunakan berkaitan dengan pemilihan

tipe fuse link pada FCO. Hal ini yang dijadikan pertimbangan berapakah kapasitas

fuse link yang dipasang disesuaikan dengan besarnya kapasitas trafo distribusi pada

saluran tersebut, selain itu kapasitas fuse link yang dipasang apakah pada sisi primer

atau sekunder trafo distribusi. Menurut SPLN No. 64 Tahun 1995 jenis-jenis fuse

link tersebut adalah :

Tabel 2.6 : Rekomendasi Pemilihan Arus Pengenal Pelebur 24 kV

Trafo DistribusiPelebur Primer 24 kV

Arus Pengenal(A)

Pelebur Sekunder(230/400 V)

Daya pengenal(kVA)

Aruspengenal

(A)

Tipe T(lambat)

Tipe K(cepat)

Arus Pengenal(A)

min Maks min maks min MaksFasa tunggal, 20

√3kV

162550

1,38562,16514,3301

-6,310

-6,310

6,36,310

6,36,316

80125250

100125250

Fasa tiga, 20 kV

50100160200250

1,44342,88674,61885,77357,2169

-6,3101016

-8

12,512,516

6,36,3101616

6,310

12,52025

80160250315400

100200250315400

Page 43: DocumentTA

3154005006308001000

9,093311,547014,433018,186023,094028,8670

202525405063

2525

31,5406363

2025

31,5405063

31,540406380100

500630800100012501600

500630800100012501600

(SPLN No.64 Tahun 1995)

Selain pemilihan rating fuse link sebagai pengaman trafo distribusi, terdapat

dua jenis fuse link berdasarkan waktu kerjanya yaitu FCO tipe tipe lambat (T) dan

cepat (K). Perbedaan dari tipe-tipe ini terletak pada perbandingan kecepatannya,

yaitu perbandingan antar arus leleh minimum pada 0,1 detik dan arus leleh minimum

pada 300 atau 600 detik. Untuk fuse link tipe “T” (tipe lambat) perbandingan

kecepatannya adalah 10-13. Untuk fuse link tipe “K” (tipe cepat) perbandingan

kecepatannya adalah 6-8.

Tabel 2.7 : Standar Arus Untuk Pelebur Tipe “T”

Aruspengenal

(A)

Arus leleh pada Arus leleh pada Arus leleh pada

Rasiokecepatan

300 detik 10 detik 0,1 detik(A) (A) (A)

Min Maks Min Maks Min Maks6,3 12,4 14,9 16 21,4 126,9 152,2 108 15 18 20,5 31 166 199 11,110 19,5 23,4 26,5 40 224 269 11,5

12,5 26 31,2 36,1 54,5 311,3 373,5 11,816 32,6 39,1 47 70,6 409,6 491,8 12,520 39 47 57 85 496 595 12,725 50 60 73,5 109 635 762 12,7

31,5 65,5 79 97 144 846,8 1014,7 12,940 80 96 120 178 1040 1240 13,050 101 121 152 226 1310 1570 13,063 124,4 148,7 189,2 282,3 1604,6 1921 12,980 160 192 248 370 2080 2500 13,0100 200 240 319 475 2620 3150 13,1125 268,7 322,5 444,6 662,5 3482,5 4181,2 13,0160 366,6 440 630 941,6 4750 5690 12,9200 480 576 850 1275 6250 7470 13,0

(SPLN No.64 Tahun 1995)

Page 44: DocumentTA

Gambar 2.32 : Kurva Karakteristik Pelebur Jenis Letupan Tipe “T”

Tabel 2.8 : Standar Arus Untuk Pelebur Tipe “K”

Aruspengenal

(A)

Arus leleh pada Arus leleh pada Arus leleh pada

Rasiokecepatan

300 detik 10 detik 0,1 detik(A) (A) (A)

Min Maks Min Maks Min Maks6,3 12,4 14,9 14,1 21,4 75,7 90,5 68 15 18 18 27 97 116 6,510 19,5 23,4 22,5 34 128 154 6,6

12,5 26 31,2 30,7 45,8 174,1 208,8 6,616 32,6 39,1 39,2 58,2 229 272 6,920 39 47 48 71 273 328 7,025 50 60 60 90 350 420 7,0

31,5 65,5 79 80,5 119,6 464,7 566,1 7,140 80 96 98 146 565 680 7,150 101 121 126 188 719 862 7,163 124,4 148,7 154,6 230,4 891,4 1068,2 7,280 160 192 205 307 1180 1420 7,4100 200 240 258 388 1520 1820 7,6

Page 45: DocumentTA

125 268,7 322,5 365,5 551,7 2113,7 2538,7 7,8160 366,6 440 540 816,6 2940 3530 8,0200 480 576 760 1150 3880 4650 8,1

(SPLN No.64 Tahun 1995)

Gambar 2.33 : Kurva Karakteristik Pelebur Jenis Letupan Tipe “K”

2.6 Perhitungan Beban per-Section

Beban per-section merupakan beban yang dibatasi oleh dua buah peralatan

pemisah yang berdekatan, yang berupa LBS atau ABSW. Untuk menghitung beban

per-section ini diperlukan data pengukuran pada masing-masing fasa R,S,T di

jaringan 20 kV. Pada saat dilakukan pengukuran beban disebuah titik LBS/ABSW,

sesungguhnya beban yang terukur tersebut adalah beban dari titik pengukuran hingga

ujung jaringan tersebut. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat Amp Stick

Page 46: DocumentTA

(Ampere Meter Stik). Sehingga untuk menghitung beban per-section kita harus

mengetahui di titik mana letak LBS atau ABSW pada suatu penyulang, sehingga

dengan mengurangi hasil pengukuran beban di awal dengan hasil pengukuran beban

dititik selanjutnya dapat diketahui berapa beban tiap section tersebut.

Gambar 2.34 : Amp Stik

Gambar 2.35 : Pengukuran Beban per-Section

Pengukuran beban per-section di atas menggunakan Amp Stik merk Sensor

Link. Setting mode yang dipilih untuk melakukan pengukuran itu adalah mode

“HOLD”. Dengan memilih mode ini berarti pengukuran beban pada fasa R,S,T dapat

dilakukan sebanyak 3 kali langsung tanpa perlu melakukan pembacaan tiap kali

pengukuran di masing-masing fasanya. Amp Stik langsung bisa melakukan

Page 47: DocumentTA

penyimpanan pencatatan beban pada memorinya. Setelah selesai melakukan

pengukuran pada ketiga fasa tersebut, kita tinggal melakukan pembacaan pada

I1,I2,dan I3. Contoh jika kita melakukan pengukuran dimulai dari fasa R, kemudian S

dan T. Berarti untuk I1 merupakan hasil pengukuran dari beban pada fasa R.

Perhitungan beban per-section ini pada dasarnya mengacu pada Persamaan

Kirrchoff Current Law (KCL) dimana pada setiap titik percabangan dalam rangkaian

listrik, jumlah dari arus yang masuk kedalam titik itu sama dengan jumlah arus yang

keluar dari titik tersebut atau jumlah total arus pada sebuah titik adalah nol.

Gambar 2.36 : Rangkaian Persamaan KCL

Kirrchoff Current Law :

∑ I= 0.................................................................................................(2.3)

Atau

∑ I= I1 - I2 - I3 - I4......................................................................................(2.4)

I1=I2+I3+I4......................................................................................... .

(2.5)

(Network Theory-Uday Bakshi & Ajay Bakshi : 2008)

Keterangan :

∑ I = Arus masuk (A)

In = Arus cabang (A)

Page 48: DocumentTA

2.7 Rugi-Rugi Jaringan Distribusi Primer

Rugi-rugi atau losses dapat diartikan sebagai selisih antara energi listrik yang

disalurkan dengan energi yang diterima. Terjadinya rugi-rugi ini dapat disebabkan

oleh berbagai faktor, seperti jauhnya daerah penyaluran tenaga listrik dari

sumber/suplai, ketidakseimbangan beban, umur peralatan, ukuran dan jenis

penghantar,dan sebagainya.

Rugi-rugi energi tersebut tidak dapat dihilangkan sepenuhnya namun bisa

diminalkan (direduksi). Kerugian pada sistem tenaga listrik dari pembangkit hingga

ke konsumen diperkiran ± 14% dari total daya pembangkitan, kerugian tersebut

terdiri dari 3% susut transmisi dan 11% susut distribusi. Dengan demikian bisa

dikatakan bahwa saluran distribusi memiliki kontribusi yang tinggi di dalam

munculnya rugi-rugi pada sistem tenaga listrik.

Pada tabel di bawah ini dijabarkan mengenai prosentase kerugian daya pada saluran

distribusi.

Tabel 2.9 : Kerugian Daya Pada Sistem Distribusi Tenaga Listrik

Distribution System Losses at Full LoadCable 1% - 4%Transformer 0,4% - 3%Capasitors 0,5% - 2%Low Voltage Switchgear 0,13% - 0,34%Busway 0,05% - 0,5%Motor Control Centers 0,01%-0,4%Medium Voltage Switchgear 0,006% - 0,02%Load Break Switches 0,003% - 0,025%Outdoor Circuit Breaker 0,002% - 0,015%

(Buku Saku Pelayanan Teknik-Ir.Wahyudi Sarimun N, M.T)

Terdapat dua jenis rugi-rugi pada jaringan distribusi, yaitu rugi daya dan rugi

tegangan. Rugi-rugi ini disebabkan karena panjangnya penghantar yang digunakan

Page 49: DocumentTA

dalam jaringan distribusi. Pada umumnya jaringan distribusi menggunakan

penghantar jenis tembaga atau aluminium. Namun, mahalnya harga tembaga

membuat penghantar jenis aluminium lebih banyak digunakan. Sehingga untuk

menghitung rugi-rugi pada jaringan distribusi kita perlu mengetahui berapa nilai

impedansi penghantar jenis AAAC (All Aloy Aluminium Conductor), faktor daya

jaringan, panjang penghantar dan beban pada saluran tersebut.

AAAC merupakan jenis penghantar yang terbuat dari aluminium-magnesium-

silicon campuran logam, keterhantaran elektris tinggi yang berisi magnesium silicide,

untuk memberi sifat yang lebih baik. Kabel ini biasanya dibuat dari paduan

aluminium 6201. AAAC mempunyai suatu anti karat dan kekuatan yang baik,

sehingga daya hantarnya lebih baik.

Gambar 2.37 : AAAC (All Aloy Aluminium Conductor)

Tabel 2.10 : Nilai Tahanan (R) dan Reaktansi (XL) Penghantar AAAC

Luas Penampang

[mm2]

Jari-jari[mm]

UratGMR[mm]

Impedansi urutan positif

[ohm/km]

Impedansi urutan negatif

[ohm/km]16 2,2563 7 1,6380 2,0161 + j0,4036 2,1641 + j1,691125 2,8203 7 2,0475 1,2903 + j0,3895 1,4384 + j1,677035 3,3371 7 2,4227 0,9217 + j0,3790 1,0697 + j1,666550 3,9886 7 2,8957 0,6452 + j0,3678 0,7932 + j1,655370 4,7193 7 3,4262 0,4608 + j0,3572 0,6088 + j1,644795 5,4979 19 4,1674 0,3096 + j0,3449 0,4876 + j1,6324120 6,1791 19 4,6837 0,2688 + j0,3376 0,4168 + j1,6324150 6,9084 19 5,2365 0,2162 + j0,3305 0,3631 + j1,6180185 7,6722 19 5,8155 0,1744 + j0,3239 0,3224 + j1,6114240 8,7386 19 6,6238 0,1344 + j0,3158 0,2824 + j1,6034

(SPLN No. 64 Tahun 1985)

Page 50: DocumentTA

2.7.1 Perhitungan Rugi Tegangan

Untuk mempermudah di dalam menghitung rugi tegangan digunakan diagram

beban saru garis seperti pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.38 : Diagram Beban Satu Garis

Dari Gambar 2.38 diperoleh diagram persamaan tegangan berikut ini :

Gambar 2.39 : Diagram Persamaan Tegangan

Nilai jatuh tegangan yang disebabkan oleh penghantar dipengaruhi oleh besarnya

arus dan impedansi penghantar (V=I.Z), dimana Z = R+jX = Z ∠θC dan nilai arus (I)

tertinggal terhadap tegangan (Vt) sebesar “θL” seperti yang ditunjukkan pada Gambar

2.39. Besarnya sudut “θL” adalah besarnya sudut pada faktor beban = cos θL.

Sehingga diperoleh persamaan :

VD = I∠ - θL × Z∠θC..........................................................................(2.6)

= I(cos θL + sin θL)(R+jX).............................................................(2.7)

Page 51: DocumentTA

= I {(Rcos θL + Xsin θL) + j(Rsin θL + Xcos θL)}..........................(2.8)

Karena nilai (Rsin θL + Xcos θL) sangat kecil, sehingga besarnya rugi tegangan dapat

dihitung dengan :

VD = I (Rcos θL + Xsin θL)...................................................................(2.9)

Dengan demikian besarnya tegangan beban :

VR = VS - I (Rcos θL + Xsin θL).............................................................(2.10)

Selisih antara tegangan sumber dan tegangan pada beban ini yang disebut dengan

drop tegangan yaitu :

VD (1ph) = I (Rcos θL + Xsin θL).........................................................(2.11)

VD (3ph) = √3 {I (Rcos θL + Xsin θL)}................................................(2.12)

(Electrical Power Distribution System : V Kamaraju )

Keterangan :

VS = Tegangan sumber (Volt)

Vb = Tegangan pada beban (Volt)

VR = Tegangan pada resistan (Volt)

VX = Tegangan pada reaktansi (Volt)

VD = Tegangan Drop (Volt)

I = Arus (Ampere)

R = Resistansi penghantar (ohm)

X = Reaktansi penghantar (ohm)

Page 52: DocumentTA

Nilai √3 pada sistem 3 fasa diperoleh dari penjelasan di bawah ini :

Gambar 2.40 : Diagram Tegangan 3 Fasa

Tegangan fasa-netral = VA-N = VB-N = VC-N

Tegangan fasa-fasa = VA-B = VB-C = VA-C

Gambar 2.41 : Diagram Pembuktian Nilai √3 pada Tegangan 3 Fasa

Jika dimisalkan besarnya VA-N = 1, maka :

VA-X = VA-N x Cos 60o..........................................................................(2.13)

VA-X = 1 x ½ √3...................................................................................(2.14)

sehingga :

VA-B = 2 (VA-X)....................................................................................(2.15)

VA-B = 2 (½ √3)...................................................................................(2.16)

Page 53: DocumentTA

VA-B = √3. VA-N...................................................................................(2.17)

2.7.2 Perhitungan Rugi Daya

Untuk menghitung rugi daya pada suatu saluran, secara sederhana dapat dijelaskan

melalui diagram beban satu garis, seperti pada Gambar 2.38.

S= PR+QXL +Pb...............................................................................(2.18)

S = I 2 .R + I 2 . jX + I2 .Beban ...........................................................(2.19)

Pb=S-( PR +QXL )...............................................................................(2.20)

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa Pb < Ps. Hal ini disebabkan

adanya Karena yang dinamakan rugi-rugi adalah selisih antara daya yang dihasilkan

dengan daya yang terukur pada beban, sehingga dapat dikatakan bahwa PR+QXL

merupakan rugi daya pada suatu jaringan distrbusi.

Persamaan rugi jaringan distribusi 1 fasa :

DP = PR = I 2.R (Watt).......................................................................(2.21)

DQ= QXL=I 2 .j X (VAr).....................................................................(2.22)

Persamamaan rugi jaringan distribusi 3 fasa :

DP (3ph) = DP (R) + DP (S) + DP (T)...........................................................(2.23)

DQ (3ph) = DQ (R) + DQ (S) + DQ (T).........................................................(2.24)

(Electrical Power Distribution System : V Kamaraju )

Keterangan :

DP = Rugi Daya Aktif (Watt)

DQ = Rugi Daya Reaktif (VAr)

I = Arus (Ampere)

R = Resistansi Penghantar (ohm)

X = Reaktansi Penghantar (ohm)

Page 54: DocumentTA

2.8 Pelimpahan Beban Penyulang

Pada saat melakukan manuver jaringan distribusi yang disebabkan karena

pekerjaan pemeliharaan atau gangguan, untuk meminimalisir daerah padam pada

suatu penyulang, maka beberapa beban yang tidak termasuk ke dalam seksi/daerah

gangguan akan dimanuver ke penyulang lain agar tetap memeperoleh pasokan energi

listrik. Pada saat manuver tersebut, penyulang yang tidak mengalami gangguan akan

dilimpahi beban dari penyulang yang mengalami gangguan. Di dalam melakukan

pelimpahan beban ada hal-hal yang harus diperhatikan agar kinerja dan kualitas

penyaluran energi listrik tersebut tetap terjaga.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan pelimpahan beban antara

lain :

a. Urutan fasa antar penyulang harus sama

Urutan fasa R, S, dan T pada dua penyulang yang akan disambung melalui

konfigurasi jaringan loop harus memiliki urutan fasa yang sama. Jika salah satu

fasanya tertukar hal tersebut bisa menyebabkan terjadinya hubung singkat antar

fasa.

b. Tegangan antar penyulang harus sama

Tegangan yang sama buka berarti harus sama persis antara kedua penyulang

tesebut. Ada batasan toleransi sebesar 5% dari tegangan nominal sebesar 20 kV.

c. Setting peralatan penyulang seperti Recloser dan PMT

Pada peralatan-peralatan tegangan menengah seperti Recloser dan PMT yang bisa

dioperasikan pada saat kondisi berbeban, memiliki setting arus maksimal yang

mampu dipikul oleh Recloser dan PMT. Sehingga beban yang dilimpahkan tidak

boleh melebihi dari besarnya arus setting maksimal Recloser dan PMT.

d. KHA Penghantar

Page 55: DocumentTA

Penghantar yang digunakan pada saluran distribusi adalah jenis aluminium, di

dalam SPLN No.64 Tahun 1985 diatur standarisasi KHA pengahantar AAC dan

AAAC yang dihitung dalam kondisi seperti berikut :

1) Kecepatan angin 0,6 m/detik

2) Suhu keliling akibat sinar matahari 35oC

3) Suhu penghantar maksimum 80oC

4) Bila tidak ada angin maka KHA dapat dikali dengan 0,7

Tabel 2.11 : Daftar KHA Penghantar AAC dan AAAC

Luas Penampang

[mm2]

KHA terus menerus untuk

penghantar AAC [A]

KHA terus menerus untuk

penghantar AAAC [A]

16 110 10525 145 13535 180 17050 225 21070 270 25595 340 320120 390 365150 455 425185 520 490240 625 585

(SPLN No.64 Tahun 1985)