surimi_lorentia santoso_12.70.0078_kloter a_unika soegijapranata

30
Acara III SURIMI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun Oleh: Nama : Lorentia Santoso NIM : 12.70.0078 Kelompok : A2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Upload: reed-jones

Post on 26-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pembuatan surimi ka-en berbahan dasar ikan tongkol dengan penambahan berbagai konsentrasi sukrosa dan polifosfat.

TRANSCRIPT

Page 1: SURIMI_LORENTIA SANTOSO_12.70.0078_KLOTER A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara III

SURIMI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun Oleh:

Nama : Lorentia Santoso

NIM : 12.70.0078

Kelompok : A2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2014

Page 2: SURIMI_LORENTIA SANTOSO_12.70.0078_KLOTER A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan pembuatan surimi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Grafik 1.

Tabel 1. Tabel Hasil Pengamatan Surimi

Kel. PerlakuanWHC

(mg H2O)Sensori

Kekenyalan AromaA1 Daging ikan giling + 2,5% sukrosa +

2,5% garam + 0,1% polifosfat322243,25 + +++

A2 Daging ikan giling + 2,5% sukrosa + 2,5% garam + 0,1% polifosfat

273157,52 ++ +++

A3 Daging ikan giling + 2,5% sukrosa + 2,5% garam + 0,3% polifosfat

250864,98 +++ ++

A4 Daging ikan giling + 5% sukrosa + 2,5% garam + 0,3% polifosfat

256561,18 + ++

A5 Daging ikan giling + 5% sukrosa + 2,5% garam + 0,5% polifosfat

275696,20 ++ +

A6 Daging ikan giling + 5% sukrosa + 2,5% garam + 0,5% polifosfat

266687,76 +++ +

Keterangan:Kekenyalan Aroma+ = tidak kenyal + = tidak amis++ = kenyal ++ = amis+++ = sangat kenyal +++ = sangat amis

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa penambahan sukrosa dan polifosfat dengan

konsentrasi yang berbeda akan mempengaruhi produk surimi yang dihasilkan dari segi

jumlah mgH2O atau WHC (Water Holding Capacity) dan kualitas sensori yang meliputi

kekenyalan dan aroma. Nilai WHC yang terbesar terdapat pada kelompok A1 dengan

penambahan 2,5% sukrosa; 2,5% garam dan 0,1% polifosfat pada daging ikan giling.

Nilai WHC terendah terdapat pada kelompok A3 dengan penambahan 2,5% sukrosa;

2,5% garam dan 0,3% polifosfat pada daging ikan giling. Sedangkan dari segi kualitas

sensori kekenyalan dan aroma, produk surimi yang memiliki kekenyalan yang paling

tinggi adalah daging ikan giling dengan penambahan 2,5% sukrosa; 2,5% garam dan

0,3% polifosfat pada kelompok A3 serta daging ikan giling dengan penambahan 5%

sukrosa; 2,5% garam dan 0,5% polifosfat pada kelompok A6. Produk surimi yang

memiliki aroma paling amis adalah daging ikan giling dengan penambahan 2,5%

sukrosa; 2,5% garam dan 0,1% polifosfat pada kelompok A1 dan kelompok A2.

1

Page 3: SURIMI_LORENTIA SANTOSO_12.70.0078_KLOTER A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Grafik 1. Grafik Hasil Pengamatan Surimi

0

100000

200000

300000

Nilai WHC (Water Holding Capacity) pada produk Surimi dengan berbagai perlakuan

WHC

Dari Grafik 1 di atas, dapat terlihat meskipun perlakuan 1 dan perlakuan 2 sama namun

nilai WHC yang diperoleh berbeda. Begitu juga dengan perlakuan 5 dan 6 yang sama

namun menghasilkan hasil yang berbeda. Perlakuan 3 menghasilkan produk surimi

dengan jumlah MgH2O atau nilai WHC terendah jika dibandingkan dengan perlakuan

lain, sedangkan untuk jumlah MgH2O atau nilai WHC tertinggi didapatkan dari

perlakuan 1.

1

23 4

5 6

Page 4: SURIMI_LORENTIA SANTOSO_12.70.0078_KLOTER A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. PEMBAHASAN

Produk surimi merupakan daging lumat/giling yang telah dibersihkan dan dicuci secara

berulang-ulang sehingga hampir seluruh komponen bau, pigmen, darah, dan lemak

dapat hilang/terbuang. Pada penerapannya, surimi disimpan dalam bentuk beku dengan

penambahan bahan antidenaturasi (cryoprotectant) (Peranginangin et al., 1999). Surimi

beku dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan perbedaan kandungan garamnya

yaitu surimi mu-en (surimi tanpa penambahan garam) dan surimi ka-en (surimi dengan

penambahan garam), selain itu dikenal pula surimi na-na (surimi yang masih mentah

dan tidak mengalami tahap pembekuan) (Suzuki, 1981). Pada dasarnya hampir semua

jenis ikan dapat diolah menjadi produk surimi hanya saja ikan berdaging putih, tidak

berbau seperti lumpur dan tidak begitu amis serta mempunyai kemampuan

pembentukan gel yang maksimal yang akan menghasilkan produk surimi dengan

kualitas yang baik (Peranginangin et al., 1999).

Dalam praktikum ini digunakan daging ikan tongkol sebagai bahan baku dalam

pembuatan surimi ka-en karena terdapat penambahan garam selama proses pembuatan

surimi. Ikan tongkol bukan merupakan ikan yang terdiri dari daging putih secara

keseluruhan melainkan terdiri dari daging putih dan daging merah. Daging merah dari

ikan tongkol juga dapat dimanfaatkan menjadi produk surimi (Winarno, 1993). Pada

umumnya, surimi dapat diolah menjadi berbagai macam produk yang sering disebut

dengan fish jelly product seperti bakso, otak-otak, pempek-empek dan lain-lain.

Berkaitan dengan surimi yang pada umumnya menggunakan daging putih sebagai bahan

bakunya, maka pemanfaatan daging merah dari ikan tongkol sebagai bahan baku surimi

memiliki beberapa kelemahan (Flick et al., 1990). Penampakan daging merah ikan

tongkol kurang diminati karena daging dapat mengalami perubahan menjadi lebih gelap

selama penyimpanan dan memiliki bau yang lebih amis. Kandungan asam lemak bebas

yang relatif lebih besar pada daging merah akan memacu reaksi oksidasi (Spinelli dan

Dassow, 1982).

Masalah utama dalam proses pembuatan surimi dengan menggunakan daging merah

sebagai bahan baku adalah pada tahap pencucian. Hal ini dikarenakan kandungan lemak

yang tinggi, protein larut air, pigmen dan trimetilamin oksida pada daging merah (Chen

3

Page 5: SURIMI_LORENTIA SANTOSO_12.70.0078_KLOTER A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

et al., 1997). Selama mencuci daging merah dalam pembuatan surimi biasanya

digunakan larutan garam alkali yaitu 0,5 % sodium bikarbonat (Flick et al., 1990).

Hanya saja selama proses pencucian dalam praktikum hanya menggunakan air biasa.

Komponen kimia utama yang terdapat dalam daging ikan tongkol adalah air, protein

kasar dan lemak. Komponen ini berpengaruh besar terhadap sifat, nilai nutrisi, kualitas

sensori dan stabilitas selama penyimpanan daging. Kandungan lainnya seperti

karbohidrat, vitamin dan mineral hanya berjumlah sedikit, bagian ini juga berperan

dalam menentukan nilai nutrisi, sifat sensori, dan penampakan produk secara

keseluruhan (Sikorski, 1990). Secara garis besar, ikan tongkol merupakan jenis ikan

yang memiliki kandungan gizi yang tinggi dengan nilai protein yang mencapai 26%, 2%

kadar lemak dan kandungan garam mineral yang cukup tinggi. Bagian ikan tongkol

yang dapat dimakan (edible portion) berkisar antara 45-50 % (Suzuki, 1981).

Langkah awal yang dilakukan adalah daging ikan tongkol dicuci dan dipisahkan dari

kulit/sisik, sirip, ekor, organ dalam, dan tulang-tulangnya. Kemudian daging ikan

tongkol yang sudah bersih ditimbang sebanyak 100 gram dan dihaluskan menggunakan

blender dengan penambahan es batu untuk menjaga temperatur agar tetap rendah.

Daging ikan yang telah dihaluskan kemudian dicuci dengan air es sebanyak tiga kali

menggunakan kain saring. Daging ikan giling yang telah dicuci kemudian diberi

perlakuan yang berbeda-beda untuk masing-masing kelompok. Perlakuan pertama

adalah daging ikan giling ditambah dengan 2,5% sukrosa; 2,5% garam dan 0,1%

polifosfat (Kelompok A1 dan A2), perlakuan kedua adalah daging ikan giling ditambah

dengan 2,5% sukrosa; 2,5% garam dan 0,3% polifosfat (Kelompok A3), perlakukan

ketiga adalah daging ikan giling ditambah dengan 5% sukrosa; 2,5% garam dan 0,3%

polifosfat (Kelompok A4), perlakuan keempat adalah daging ikan giling ditambah

dengan 5% sukrosa; 2,5% garam dan 0,5% polifosfat (Kelompok A5 dan A6). Daging

ikan giling yang diberi penambahan kemudian diaduk hingga rata dan dimasukkan ke

dalam wadah kantong plastik dan dibekukan di dalam freezer selama satu malam.

Keesokan harinya surimi yang telah beku dithawing terlebih dahulu di dalam

refrigerator kemudian diukur nilai WHC dan kualitas sensorinya yang meliputi

kekenyalan dan aroma yang diuji menggunakan panelis. Sedangkan pengukuran WHC

Page 6: SURIMI_LORENTIA SANTOSO_12.70.0078_KLOTER A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5

dilakukan dengan mengukur jumlah mgH2O menggunakan milimeter block dan rumus

sebagai berikut :

Luas Atas (La)=13

a(h0+4 h1+2h2+4h3+….+hn)

Luas Bawah(Lb)=13

a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+….+hn)

Luas Area Basah=La−Lb

Mg H 2 O= luas areabasah−8,00,0948

Selama produksi surimi faktor yang menjadi penentu utama adalah suhu air yang

digunakan untuk mencuci daging dan proses penggilingan daging ikan itu sendiri. Suhu

air yang digunakan untuk mencuci daging sangat menentukan karena adanya kandungan

protein larut air yang akan hilang selama proses pencucian yang nantinya akan

berpengaruh pada karakteristik kekuatan gel yang terbentuk. Jika suhu air yang

digunakan lebih tinggi dari 15ºC akan menyebabkan semakin banyak protein larut air

yang akan terbuang bersama dengan air. Surimi akan memiliki kekuatan gel terbaik jika

daging ikan yang telah digiling dicuci dengan air yang suhunya berkisar antara 10ºC-

15ºC (Schwarz dan Lee, 1988). Adanya penambahan garam sebanyak 0,2 %-0,3 %

selama proses leaching akan mempercepat penghilangan air dari daging ikan yang telah

digiling/dihaluskan (Ditjen Perikanan Tangkap, 1990). Selain untuk mempercepat

proses penghilangan air, fungsi yang paling utama dari garam adalah untuk melepas

miosin yang ada pada serat ikan, hal ini sangat penting untuk mencapai kekuatan gel

yang maksimal. Selain itu juga digunakan berbagai bumbu atau penyedap rasa untuk

meningkatkan citarasa dari produk surimi.

Selain suhu air yang digunakan selama pencucian, kesegaran ikan juga akan

menentukan kualitas dari produk surimi yang dihasilkan. Hal ini didukung oleh

Phatcharat et al. (2012), proses pengolahan dan penyimpangan produk surimi dapat

mempengaruhi kualitas dari surimi tersebut. Kualitas gel surimi dapat ditingkatkan

dengan cara menambahkan zat aditif protein, dengan memanfaatkan mikroba

transglutaminase dan juga dapat dilakukan pencucian yang akan meningkatkan

Page 7: SURIMI_LORENTIA SANTOSO_12.70.0078_KLOTER A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

kekuatan gel surimi. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan selama praktikum, yaitu

dilakukan pencucian menggunakan suhu dingin secara berulang-ulang.

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (1992), ada beberapa syarat bahan baku dalam

pembuatan surimi yaitu bahan baku harus bersih, bebas dari bau yang dapat

mengidentifikasikan adanya pembusukan, tidak adanya tanda-tanda dekomposisi serta

pemalsuan produk, bebas dari faktor-faktor lain yang dapat mengurangi mutu dari

produk, dan yang terpenting adalah tidak membahayakan kesehatan manusia. Secara

organoleptik bahan baku harus memiliki karakteristik kesegaran sekurang-kurangnya

memiliki rupa dan warna yang bersih dengan warna daging spesifik dengan jenis ikan,

bau yang segar, daging yang elastis dan kompak serta rasa yang netral sampai agak

manis. Jika dibandingkan dengan standar yang ada maka hasil pengamatan yang

diperoleh ada yang telah sesuai dengan standar yang ada karena aroma dari produk

surimi yang dihasilkan tidak amis pada perlakuan daging ikan giling yang ditambah

dengan 5% sukrosa; 2,5% garam dan 0,5% polifosfat dan ada juga hasil pengamatan

yang belum sesuai karena surimi yang dihasilkan memiliki aroma yang sangat amis

yaitu pada perlakuan daging ikan giling ditambah dengan 2,5% sukrosa; 2,5% garam

dan 0,1% polifosfat.

Dari hasil pengamatan yang ada pada Tabel 1 dan Grafik1 maka dapat dilihat adanya

variasi hasil yang diperoleh hal ini dapat dikarenakan adanya perlakuan/penambahan

bahan tambahan dalam konsentrasi yang berbeda. Selama pembuatan surimi ikan

tongkol ini ditambahkan tiga macam bahan tambahan yaitu sukrosa, garam dan

polifosfat. Berdasarkan pendapat dari Winarno et al. (1980), bahan tambahan tersebut

sengaja ditambahkan dengan maksud dan tujuan tertentu untuk meningkatkan kualitas

surimi yang dihasilkan. Bahan pertama yang ditambahkan adalah sukrosa, sukrosa

merupakan salah satu jenis bahan cryoprotectant. Cryoprotectant berfungsi untuk

menghambat proses denaturasi protein selama proses pembekuan dan penyimpanan

beku karena dapat menginaktifkan kondensasi dengan cara mengikat molekul air oleh

ikatan hidrogen. Sukrosa sebagai cryoprotectant akan meningkatkan kemampuan air

sebagai pengikat, mencegah pertukaran molekul-molekul air dari protein serta dapat

menstabilkan protein (Zhou et al., 2006). Dalam praktikum kali ini digunakan adalah

Page 8: SURIMI_LORENTIA SANTOSO_12.70.0078_KLOTER A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

sukrosa dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 2,5% (Kelompok A1, A2, dan A3) dan

5% (untuk Kelompok A4, A5, dan A6). Bahan kedua yang ditambahkan pada daging

ikan giling adalah garam. Tujuan utama ditambahkannya garam adalah untuk

melepaskan miosin yang ada pada serat ikan dan hal ini sangat penting dalam

pembentukan gel. Disamping itu garam juga digunakan sebagai bumbu penyedap rasa

atau untuk meningkatkan aroma jika garam digunakan dalam jumlah yang cukup tinggi

akan mengakibatkan perubahan citarasa dari surimi yang dihasilkan sehingga tidak

perlu ditambahkan dalam jumlah yang terlalu banyak. Hal ini sesuai dengan tahapan

penambahan garam yang dilakukan selama praktikum, yaitu sebesar 2,5% dari daging

ikan giling untuk setiap kelompok kecil.

Bahan ketiga yang ditambahkan adalah polifosfat dengan konsentrasi 0,1% (Kelompok

A1 dan A2); 0,3% (Kelompok A3 dan A4) dan 0,5% (Kelompok A5 dan A6). Polifosfat

dalam praktikum ini bertujuan untuk memisahkan aktomiosin dan berikatan dengan

miosin. Gabungan antara miosin dan polifosfat akan berikatan dengan air sehingga

dapat menahan mineral dan vitamin. Selain itu dengan ditambahkannya polifosfat akan

meningkatkan nilai kelembutan dan memperbaiki sifat surimi terutama dalam sifat

elastisitasnya. Meskipun polifosfat bukan merupakan cryoprotectan tetapi polifosfat

tetap perlu ditambahkan untuk memperbaiki kemampuan daya ikat air/water holding

capacity (WHC). Biasanya polifosfat ditambahkan sebanyak 0,2 % hingga 0,3 % dalam

bentuk garam natrium tripolifosfat (Peranginangin et al. 1999). Sedangkan dalam

praktikum ini polifosfat ditambahkan dari range 0,1-0,5%.

2.1. Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan Garam Terhadap Nilai WHC

Selama praktikum pembuatan surimi menggunakan ikan tomgkol ini dilakukan

pengujian pengaruh konsentrasi sukrosa terhadap water holding capacity surimi.

Kelompok A1 sampai A3 menggunakan sukrosa dengan konsentrasi 2,5% sedangkan

kelompok A4 sampai A6 menggunakan sukrosa dengan konsentrasi 5%. Sedangkan

untuk garam yang digunakan, semua kelompok menggunakan konsentrasi garam yang

sama (2,5%). Menurut Wiguna (2005), semakin besar konsentrasi cryoprotectant

(sukrosa) yang ditambahkan dalam pembuatan surimi maka kemampuan pengikatan air

(water holding capacity) akan semakin meningkat. Dari hasil pengamatan praktikum

Page 9: SURIMI_LORENTIA SANTOSO_12.70.0078_KLOTER A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

ini, pada kelompok A1 dan A2 hasil kemampuan water holding capacity pada surimi

dengan penambahan sukrosa konsentrasi 2,5% justru lebih besar dibandingkan surimi

dengan penambahan sukrosa 5%. Hal ini dapat disebabkan pengadukan yang dilakukan

kurang maksimal sehingaa sukrosa kurang dapat kontak dan diserap oleh adonan daging

ikan giling. Jika dilihat secara keseluruhan pada kelompok A1 justru memiliki

kemampuan water holding capacity yang paling besar meskipun ditambahkan sukrosa

konsentrasi 2,5%, hal ini juga dapat disebabkan karena pengepresan yang dilakukan

tidak seragam kekuatannya untuk masing-masing kelompok dan dapat juga dikarenakan

pengukuran menggunakan milimeter block yang kurang akurat. Selain itu selama

pemisahan daging ikan tongkol sangat dimungkinkan bahwa bagian daging merah dari

ikan tongkol banyak yang tertimbang dan diolah menjadi surimi. Sedangkan menurut

Spinelli dan Dassow (1982) bagian daging merah ikan tongkol memiliki karakteristik

yang lebih berlemak dan amis sehingga pencucian menggunakan air biasa dirasa belum

cukup untuk memaksimalkan kualitas surimi.

Selama proses pembuatan surimi ditambahkan garam, maka surimi yang dihasilkan

merupakan surimi jenis ka-en karena ditambahkan garam dalam konsentrasi tertentu hal

ini sesuai dengan pendapat yang diutarakan oleh Suzuki (1981). Penambahan garam

dapat menurunkan jumlah air dalam adonan daging ikan giling dari surimi dan juga

dapat memacu pembentukan gel yang elastis dan fleksibel. Menurut Shimizu et al.

(1994), biasanya dalam pembuatan surimi, konsentrasi garam yang digunakan adalah 2

hingga 3% karena bila terlalu berlebih akan menimbulkan rasa asin. Hal ini sejalan

dengan yang dilakukan selama praktikum, tidak ada perbedaan konsentrasi garam yang

diberikan pada daging ikan giling, akan tetapi seluruh daging ikan giling ditambahkan

garam sebesar 2,5%. Konsentasi tersebut masih dalam batas yang cukup untuk membuat

protein miofibril larut sehingga memberikan adonan surimi yang elastis dan fleksibel.

Secara sensori rasa memang tidak dilakukan pengamatan dalam praktikum akan tetapi

berdasarkan teori yang ada, penambahan garam dengan konsentrasi tertentu dapat

meningkatkan citarasa pada produk akhir dari surimi ikan tongkol.

Page 10: SURIMI_LORENTIA SANTOSO_12.70.0078_KLOTER A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

2.2. Pengaruh Polifosfat Terhadap Kualitas Sensori Surimi

Selain ditambahkan garam dan sukrosa, pada pembuatan surimi juga ditambahkan

polifosfat yang bertujuan untuk meningkatkan sifat elastisitas dan kelembutan surimi.

Menurut Tan et al. (1988), polifosfat tidak tergolong dalam senyawa cryoprotectant,

namun sering ditambahkan dalam proses pembauatn surimi untuk meningkatkan daya

ikat air (water holding capacity) selain itu juga dapat meningkatkan kelembutan pada

adonan surimi. Menurut Toyoda et al.(1992), jumlah polifosfat yang ditambahkan akan

berpengaruh pada tekstur surimi sehingga surimi menjadi lebih lembut dan lebih kenyal.

Berdasarkan teori yang ada maka seharusnya semakin banyak polifosfat yang

ditambahkan maka kekenyalan dari produk surimi juga semakin meningkat. Hal ini

sesuai dengan hasil pengamatan bahwa penambahan polifosfat sebanyak 0,3% dapat

memberikan tingkat kekenyalan yang cukup tinggi. Jika dibandingkan antara nilai WHC

dengan tingkat kekenyalan maka semakin tinggi nilai WHC maka seharusnya semakin

rendah tingkat kekenyalannya yang dikarenakan tingginya jumlah air (mgH2O) yang

ada di dalam surimi.

2.3. Jurnal

Menurut Nopianti et al. (2012) dalam “Effect of different types of low sweetness sugar

on physicochemical properties of threadfin bream surimi (Nemipterus spp.) during

frozen storage” dibahas mengenai terdapat beberapa alternatif gula dengan tingkat

kemanisan yang relatif rendah yang dapat digunakan sebagai bahan cryoprotectant

dalam pembuatan surimi. Dalam penelitian digunakan gula pemanis lactitol,

maltodextrin, polydextrose, dan trehalose. Parameter yang diamati meliputi kadar air,

pH, nilai WHC, warna putih pada surimi, kekuatan gel, dan juga analisis tekstur. Dari

keempat jenis pemanis yang digunakan, pemanis polydextrose memberikan

hasil/pengaruh positif yang paling nyata terhadap parameter pengujian surimi sehingga

dapat digunakan sebagai alternatif cryoprotectant dengan tingkat kemanisan yang relatif

lebih rendah.

Page 11: SURIMI_LORENTIA SANTOSO_12.70.0078_KLOTER A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

Gambar 1. Perubahan Nilai WHC Selama Penyimpanan

Gambar 1 di atas merupakan salah satu hasil pengamatan yang diperoleh dalam jurnal

mengenai nilai WHC pada produk surimi beku selama proses penyimpanan. Dapat

dilihat bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka tingkat efektivitas dari WHC

juga akan menurun.

Sedangkan menurut Agustini et al. (2008) dalam “Evaluation on utilization of small

marine fish to produce surimi using different cryoprotectective agents to increase the

quality of surimi” berpendapat bahwa kualitas surimi pada umumnya akan menurun

dikarenakan terjadinya denaturasi protein. Penggunaan gula sebagai agen

cryoprotectant sangat penting untuk mencegah deaturasi protein yang dapat terjadi

selama penyimpanan beku. Dapat digunakan gula stevia dengan jumlah kalori yang

lebih rendah sebagai alternatif lain selain sorbitol dan sukrosa untuk mencegah proses

denaturasi protein selama penyimpanan beku surimi.

Menurut Mahawanich (2008) dalam “Preparations and Properties of Surimi Gels from

Tilapia and Red Tilapia” dinyatakan bahwa pemanasan akan mempengaruhi proses

pembentukan surimi berbahan dasar ikan tilapia dan ikan tilapia merah. Dalam proses

persiapan surimi dilakukan kombinasi antara suhu pemanasan lima tingkat (40, 45, 50,

60, dan 70°C) dan waktu pemanasan empat tingkat (30, 60, 90, dan 120 menit).

Page 12: SURIMI_LORENTIA SANTOSO_12.70.0078_KLOTER A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

Gambar 2. Perbandingan kekuatan gel pada kedua jenis surimi pada kombinasi suhu dan waktu pemanasan

Gel yang terbentuk dengan sifat yang paling kuat adalah gel yang dihasilkan dari proses

pemanasan suhu 45°C selama 60 menit. Sedangkan gel yang dipanaskan pada suhu

70°C menghasilkan surimi dengan kekuatan gel yang paling rendah. Jika dibandingkan

antara surimi ikan tilapia dengan surimi ikan tilapia merah, maka surimi ikan tilapia

memiliki nilai WHC yang lebih baik/tinggi dibandingkan dengan surimi ikan tilapia

merah. Semua perlakuan menghasilkan surimi dengan warna putih yang sama, kecuali

pada perlakuan pemanasan 70°C yang memberikan hasil yang paling berbeda nyata.

Berdasarkan penelitian Phu et al. (2010) dalam “Gel-forming Characteristics of Surimi

from White Croaker under the Inhibition of the Polymerization and Degradation of

Protein” ternyata polimerisasi dan degradasi ikatan miosin dapat dicegah. Kemampuan

surimi dalam membentuk gel juga dapat ditingkatkan melalui pemanasan penduluan

selama 20 menit. Metode Folin dapat dilakukan untuk mengidentifikasi degradasi

protein oleh enzim protease.

Menurut Jafarpour et al. (2012) dalam “A Comparative Study on Effect of Egg White,

Soy Protein Isolate and Potato Starch on Functional Properties of Common Carp

(Cyprinus carpio) Surimi Gel” telah diteliti bahwa adanya penambahan tepung putih

telur (1, 2, dan 3%), pati kentang (3, 6, 12%), dan isolat protein kedelai (10, 20, dan

Page 13: SURIMI_LORENTIA SANTOSO_12.70.0078_KLOTER A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

30%) dalam beberapa tingkat konsentrasi dapat mempengaruhi tekstur, warna, evaluasi

sensori dari surimi ikan mujair. Parameter yang diuji meliputi viskositas, kekuatan gel,

tekstur, nilai WHC, warna, dan kualitas sensori lainnya.

Gambar 3. Pengaruh penambahan tepung putih telur, pati kentang, dan isolat protein

kedelai berbagai konsentrasi terhadap kualitas tekstur surimi

Tekstur surimi yang terbaik dapat dicapai dengan penambahan tepung putih telur

konsentrasi 3%, pati kentang sebesar 3%, isolat protein kedelai sebesar 10%. Sedangkan

untuk parameter warna yang terbaik akan dicapai dengan menambahkan tepungputih

telur sebanyak 1%, pati kentang 12%, dan isolat protein kedelai 10%. Secara

keseluruhan kualtias sensori terbaik diperoleh pada surimi dengan penambahan tepung

putih telur sebesar 3%. Dengan demikian, penggunaan tepung putih telur dapat

dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas karakteristik dari gel surimi.

Page 14: SURIMI_LORENTIA SANTOSO_12.70.0078_KLOTER A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3. KESIMPULAN

Kualitas surimi yang baik adalah tidak terlalu amis, memiliki kemampuan gel

yang baik, tingkat kekenyalan/elastisitas yang tinggi.

Faktor yang mempengaruhi kualitas surimi adalah kesegaran ikan, suhu

penyimpanan, suhu pencucian daging ikan.

Surimi ka-en diproduksi dengan penambahan garam pada konsentrasi 2,5%.

Cryoprotectant yang digunakan adalah sukrosa yang dapat menghambat proses

denaturasi protein pada produk surimi.

Semakin besar konsentrasi sukrosa maka kemampuan WHC (water holding

capacity) semakin besar.

Penambahan polifosfat bertujuan untuk meningkatkan sifat elastisitas dan

kelembutan surimi.

Jumlah polifosfat yang digunakan akan mempengaruhi tekstur surimi sehingga

surimi menjadi lebih lembut.

Selama pencucian daging ikan giling sebaiknya menggunakan air dengan suhu

yang relatif rendah untuk menghindari hilangnya protein larut air yang

berlebihan.

Proses pencampuran dan pengadukan antara daging ikan giling dengan bahan

tambahan akan menentukan efektivitas dari bahan tambahan.

Bagian daging merah dari ikan tongkol akan mempengaruhi karakteristik surimi

selama pemrosesan dan tahap akhir/produk akhir surimi.

Semarang,22 September 2014

Praktikan, Asisten Dosen

Dea Nathania

Lorentia Santoso(12.70.0078)

13

Page 15: SURIMI_LORENTIA SANTOSO_12.70.0078_KLOTER A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4. DAFTAR PUSTAKA

[DitjenPerikanan] Direktorat Jenderal Perikanan. 1990.Buku PedomanPengenalan Sumber Perikanan Laut. Jakarta: Direktorat JenderalPerikanan, Departemen Pertanian.

Agustini, Tri Winarni; Y.S. Darmanto and Danar Puspita Kurnia Putri. 2008. Evaluation on utilization of small marine fish to produce surimi using different cryoprotectective agents to increase the quality of surimi. Journal of Coastal Development. Vol. 11: 131-140.

Chen HH, Chiu EM, Huang JR. 1997. Color and gel-forming properties of horse mackerel (Trachurus japonicus) as related to washing conditions. Journal of Food Science. Vol. 62(5):985 –991.

Flick GJ, Barna MA, Enriquez LG. 1990. Processing finfish. Di dalam: Martin RE, Flick GJ, editor. The Seafood Industry. New York: Van Nostrand Reinhold.

Jafarpour, Ali; Habib Allah Hajiduon and Masoud Rez Aie. 2012. A Comparative Study on Effect of Egg White, Soy Protein Isolate and Potato Starch on Functional Properties of Common Carp (Cyprinus carpio) Surimi Gel. Journal Process Technology 3 : 11.

Mahawanich, Thanachan. 2008. Preparations and Properties of Surimi Gels from

Tilapia and Red Tilapia. Naresuan University Journal. Vol 16 (2): 105-111.

Nopianti, R; Huda N; Fazilah A.; Ismail N. And Easa A.M. 2012. Effect of different types of low sweetness sugar on physicochemical properties of threadfin bream surimi (Nemipterus spp.) during frozen storage. International Food Research Journal 19 Vol 3. 1011-1021.

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. 1999.Teknologi PengolahanSurimi.Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut.

Phatcharat, S; Benjakul, S; Visessanguan, W. (2004). Effect of Washing with Oxidising Agents on The Gel-Forming Ability and Physicochemical Properties of Surimi Produced From Bigeye Snapper (Priacanthus tayenus). Department of Food Technology Prince of Songkla University Thailand.

Phu, Ngo Van; Katsji Morioka and Yoshiaki Itoh. 2010. Gel-forming Characteristics of Surimi from White Croaker under the Inhibition of the Polymerization and Degradation of Protein. Journal of Biological Sciences 10. ISSN 1727-3048.

Schwarz MD, Lee CM. 1988. Comparison of the thermostability of redhake and alaska pollack surimi during processing. Journal of Food Science. Vol. 53 (5): 1347 –1351.

14

Page 16: SURIMI_LORENTIA SANTOSO_12.70.0078_KLOTER A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

15

Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. (1994). Surimi Production from Fatty and Dark-Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel dekker. Page.425-442.

Sikorski ZE. 1990.Seafood: Resources, Nutritional Composition andPreservation. Florida: CFC Press Inc, Boca Ratan.

Spinelli J, Dassow JA. 1982. Fish proteins: their modification and potential uses in the food industry. Di dalam: Martin RE, Flick GJ, Hebard CE, WardDR, editor.Chemistry and Biochemistry of Marine Food Products.Connecticut: AVI Publishing Company.

Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Applied Science Publishers Ltd.

Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia.Marine Fisheries.Research Department-South East Asia Fisheries Development Center. Singapore.

Toyoda, K., Shiraishi, T., Yoshioka, H., Yamada, T., Ichinose, Y. and Oku, H. (1992) Regulation of Polyphosphoinositide Metabolism in Peaplasma Membrane by Elicitor and Suppressor from a Pea Pathogen, Mycosphaerellapinodes. Plant Cell Physiol. 33: 445-452.

Wiguna, A. N. (2005). Pengaruh Pengkomposisian dan Penyimpanan Dingin Daging Lumat Ikan Cucut Pisang (Carcharinus falciformis) dan Ikan Pari Kelapa (Trygon sephen) Terhadap Karakteristik Surimi yang Dihasilkan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Winarno FG, Fardiaz S, Fardiaz D. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia.

Winarno FG. 1993. Pangan: Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Zhou A, Benjakul S, Pan K, Gong J, Liu X. (2006). Cryoprotective Effect of Trehalose and Sodium Lactate on Tilapia (Sarotherodon nilotica) Surimi Durimg Frozen Storage. Journal of Food Chemistry 96(2):96-103.

Page 17: SURIMI_LORENTIA SANTOSO_12.70.0078_KLOTER A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

Rumus perhitungan WHC (mg H2O):

Luas atas ( LA )=13

a (h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)

Luas bawa h ( LB )=13

a (h0+4h1+2 h2+4 h3+…+hn)

Luas area basah (LAB)=LA−LB

mg H 2O=LAB−8,00,0948

Perhitungan WHC Kelompok A1

Luas atas ( L A )=13

51,5(118+4 ×196+2× 210+4× 188+88)

Luas atas ( LA )=37114,33

Luas bawa h ( LB )=13

51,5(110+4 ×22+2 ×2+4 ×23+88)

Luas bawa h ( LB )=6557,67

Luas area basah (LAB)=37114,33−6557,67

Luas area basah (LAB)=30556,66

mg H 2O=30556,66−8,00,0948

mg H 2O=322243,25 mg

Perhitungan WHC Kelompok A2

Luas atas ( LA )=13

47,5 (105+4 ×185+2 ×195+4 ×183+95)

Luas atas ( LA )=32648,33

Luas bawa h ( LB )=13

47,5(105+4×26+2× 11+4 ×25+95)

Luas bawa h ( LB )=6745

Luasarea basah (LAB)=32648,33−6745

Luas area basah (LAB)=25903,33

mg H 2O=25903,33−8,00,0948

16

Page 18: SURIMI_LORENTIA SANTOSO_12.70.0078_KLOTER A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

17

mg H 2O=273157,52mg

Perhitungan WHC Kelompok A3

Luas atas ( LA )=13

45 (85+4 ×176+2 ×194+4 ×174+97)

Luas atas ( LA )=29550

Luas bawa h ( LB )=13

45(85+4 ×20+2× 11+4 ×25+97)

Luas bawa h ( LB )=5760

Luas area basah (LAB)=29550−5760

Luas area basah (LAB)=23790

mg H 2O=23790−8,00,0948

mg H 2O=250864,98 mg

Perhitungan WHC Kelompok A4

Luas atas ( LA )=13

45 (85+4 ×173+2 ×195+4 × 172+84)

Luas atas ( LA )=29085

Luas bawa h ( LB )=13

45(85+4×17+2× 6+4×17+84)

Luas bawa h ( LB )=4755

Luasarea basah (LAB)=29085−4755

Luas area basah (LAB)=24330

mg H 2O=24330−8,00,0948

mg H 2O=256561,18 mg

Perhitungan WHC Kelompok A5

Luas atas ( LA )=13

48 (95+4 ×178+2 ×185+4× 171+95)

Luas atas ( LA )=31296

Page 19: SURIMI_LORENTIA SANTOSO_12.70.0078_KLOTER A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

18

Luas bawa h ( LB )=13

48(95+4×19+2× 5+4 × 14+95)

Luas bawa h ( LB )=5152

Luas area basah (LAB)=31296−5152

Luas area basah (LAB)=26144

mg H 2O=26144−8,00,0948

mg H 2O=275696,20 mg

Perhitungan WHC Kelompok A6

Luas atas ( LA )=13

45 (110+4 ×180+2× 202+4× 190+60)

Luas atas ( LA )=30810

Luas bawa h ( LB )=13

45(110+4 × 25+2 ×9+4 ×20+60)

Luas bawa h ( LB )=5520

Luas area basah (LAB)=30810−5520

Luas area basah (LAB)=25290

mg H 2O=25290−8,00,0948

mg H 2O=266687,76 mg

5.2. Diagram Alir

5.3. Laporan Sementara