summary case

5
BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Teori dan Kasus Diagnosis dari CKD stadium V dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik yang lengkap dan faktor penyebab yang didapat dari evaluasi klinik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan pencitraan ginjal. 2 Selain itu harus terdapat kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional dengan atau tanpa penurunan LFG, dengan manifestasi: kelainan patologis dan terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test). LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m 2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada pasien CKD. Kecurigaan adanya CKD perlu dipikirkan apabila terdapat sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, gatal di seluruh tubuh, kelebihan volume cairan (volume overloaded), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma. Pada pasien ini didapatkan keluhan muntah-muntah, lemas, sesak nafas, anoreksia, gatal-gatal di seluruh tubuh, penurunan berat badan dan kencing yang sedikit, sehingga dicurigai pada pasien ini terdapat sindrom uremia. Pasien juga pernah didiagnosis menderita penyakit batu ginjal semenjak tahun 2010 dan sebelumnya pernah dirawat inap sebanyak 2 kali di RSUP Sanglah yakni di ruang Lely dan Angsoka, dengan lama dirawat masing-masing kurang lebih 4 29

Upload: michelle-hutahuruk

Post on 02-Dec-2015

233 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

med kidney failuremeddie

TRANSCRIPT

Page 1: summary case

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Perbandingan Teori dan Kasus

Diagnosis dari CKD stadium V dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik yang

lengkap dan faktor penyebab yang didapat dari evaluasi klinik dan pemeriksaan penunjang

berupa pemeriksaan laboratorium dan pencitraan ginjal.2 Selain itu harus terdapat kerusakan

ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional dengan atau

tanpa penurunan LFG, dengan manifestasi: kelainan patologis dan terdapat tanda kelainan

ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes

pencitraan (imaging test). LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau

tanpa kerusakan ginjal. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada pasien CKD. Kecurigaan

adanya CKD perlu dipikirkan apabila terdapat sindrom uremia, yang terdiri dari lemah,

letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, gatal di seluruh tubuh, kelebihan volume cairan

(volume overloaded), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang

sampai koma. Pada pasien ini didapatkan keluhan muntah-muntah, lemas, sesak nafas,

anoreksia, gatal-gatal di seluruh tubuh, penurunan berat badan dan kencing yang sedikit,

sehingga dicurigai pada pasien ini terdapat sindrom uremia. Pasien juga pernah didiagnosis

menderita penyakit batu ginjal semenjak tahun 2010 dan sebelumnya pernah dirawat inap

sebanyak 2 kali di RSUP Sanglah yakni di ruang Lely dan Angsoka, dengan lama dirawat

masing-masing kurang lebih 4 minggu. Penderita tidak pernah menjalani operasi. Penderita

melakukan HD rutin setiap minggu sejak tahun 2011. Telah dilakukannya HD

mengindikasaikan terdapatnya gagal ginjal pada pasien ini yang dilakukan sejak tahun 2011

mengindikasikan terjadi kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan. Pada pemeriksaan laboratorium

tanggal 2 November 2012 didapatkan kadar asam urat dalam darah yang tinggi yaitu 9,20

mg/dL yang mengindikasikan sindrom uremia. Serum creatinin yang tinggi yaitu 14,96

mg/dL sehingga jika dimasukkan ke dalam rumus Cockcroft-Gault didapatkan LFG = 4,3

ml/menit/1,73 m2 yang mengindikasikan kegagalan ginjal dalam fungsinya dan

mengindikasikan derajat kerusakan ginjal berat atau gagal ginjal yang sesuai dengan kriteria

gagal ginjal stadium V dengan LFG < 15 mg/dL. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan Laboratorim memenuhi kriteria diagnosis CKD stadium V.

Pemeriksaan radiologis pada CKD meliputi foto polos abdomen, pielografi intravena,

ultrasonografi, serta renografi. Pada foto polos abdomen bisa tampak adanya batu radioopak.

Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter

29

Page 2: summary case

glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal

yang sudah mengalami kerusakan. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan

indikasi. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks

yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi. Sedangkan

pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.4

Pada kasus ini, telah dilakukan pemeriksaan foto polos (BOF) abdomen dan

didapatkan kesan adanya batu radiopaque di ureter kiri 1/3 distal. Untuk mendapatkan

pencitraan ginjal yang lebih spesifik, maka pada pasien ini juga direncanakan pemeriksaan

ultrasonografi abdomen. Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan foto thorax AP, dan

didapatkan kesan adanya kardiomegali dengan aorthosclerosis (ASHD).

Untuk menegakkan diagnosa hipertensi dapat menggunakan kriteria JNC 7 dimana

derajat hipertensi dibagi menjadi kelompok normal (TD < 120/80 mmHg), prahipertensi (TD

sistolik 120-139 mmHg, TD diastolik 80-89 mmHg), hipertensi derajat I (TD sistolik 140-159

mmHg, TD diastolik 90-99 mmHg) dan hipertensi derajat II (TD sistolik >159 mmHg, TD

diastolik >99 mmHg). Pada pasien ini didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg sehingga

pasien didiagnosa dengan Hipertensi Grade I.

Pada pasien ditemukan adanya tanda-tanda anemia sedang normokromik normositer

yaitu dengan Hb (8,00 g/dL), MCV (80,00 fL) dan MCH (25,90 Pg). Anemia pada pasien ini

dapat terjadi akibat kerusakan fungsi ginjal sebagai organ yang mensekresi hormon

eritropoetin. Hormon eritropoetin berperan pada proses eritropoesis untuk membentuk sel

darah merah. Selain itu, adanya uremia dapat memperpendek masa hidup dari eritrosit akibat

terjadinya lisis di intravaskuler dan juga dapat menyebabkan perdarahan tersembunyi pada

traktus gastrointestinal akibat gastropati uremikum.

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah rencana terapi, diagnosis dan monitoring.

Rencana terapi pada pasien ini terdiri dari terapi non-medikamentosa dan medikamentosa.

Terapi non-medikamentosa terdiri dari terapi cairan dengan pemberian infus NaCl 0,9%, 8

tetes/menit dimana hal ini bertujuan untuk membatasi asupan cairan pada pasien dengan

CKD Stage V untuk menghindari terjadinya kelebihan cairan yang dapat menyebabkan

edema paru dan perburukan lebih lanjut dari ginjal. Asupan cairan pada penderita CKD Stage

V haruslah seimbang dengan cairan yang keluar.Asupan cairan ini didasarkan dengan

Insensible Water Loss (IWL) ditambah dengan produksi urin. IWL orang dewasa

diperkirakan antara 500-800 mL/hari. Terapi non-medikamentosa lainnya adalah nutrisi.

Prinsip nutrisi pasien post HD, untuk mempertahankan keadaan klinik stabil, protein yang

dianjurkan adalah 1.2 gr/kgBB/hari karena pada pasien HD kronik sering mengalami

30

Page 3: summary case

malnutrisi. Malnutrisi pada pasien HD kronik disebabkan oleh intake protein yang tidak

adekuat, proses inflamasi kronik dalam proses dialisis, dialysis reuse, adanya penyakit

komorbid, gangguan gastrointestinal, post dialysis fatigue, dialysis yang tidak adekuat,

overhidrasi interdialytic. Pada pasien CAPD protein yang dianjurkan 1.5 gr/kgBB/hari

dengan 35 Kkal/KgBB/Hari.2

Terapi medikamentosa pada pasien CKD stage V dapat diberikan beberapa obat

simptomatik. Pasien CKD stadium lanjut juga beresiko mengalami hiperhomosisteinemia

akibat defisiensi dari folat. Homosistein akan diubah menjadi methionine dengan bantuan

folat. Methionine berperan dalam berbagai proses metilasi seperti DNA-methylation,

sedangkan homosistein merupakan asam amino yang dapat menyebabkan disfungsi endotel

dan merangsang pembentukan atheroma yang dapat menimbulkan kelainan pada

kardiovaskuler. Oleh karena itu pada pasien dengan CKD stadium lanjut diberikan tablet

asam folat untuk mencegah terjadinya hiperhomosisteinemia. Pada pasien ini diberikan tablet

Asam Folat 2 x 2 mg. Osteodistrofi Renal yang menggambarkan secara umum semua

kelainan tulang akibat gangguan metabolisme Ca karena terjadinya penurunan fungsi ginjal.2

Penatalaksanaannya dilakukan dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian

hormon kalsitriol. Hiperfosfatemia diatasi dengan pembatasan asupan fosfat 600-800mg/hari,

pemberian pengikat fosfat seperti kalsium karbonat (CaCO3) yang pada pasien ini diberikan

CaCO3 3 x 500 mg. Pada pasien ini juga terdapat hipertensi grade I sehingga perlu diberikan

terapi antihipertensi. Selain itu pemakaian obat antihipertensi, disamping bermanfaat untuk

memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk menghambat perburukan

kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus.

Sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria. Proteinuria merupakan

faktor resiko terjadinya perburukan fungsi ginjal. Beberapa obat antihipertensi terutama

penghambat enzim konverting angiotensin (ACE inhibitor) melalui berbagai studi dapat

memperlambat proses perburukan fungsi ginjal lewat mekanismenya sebagai antihipertensi

dan antiproteinuria. Sehingga pada pasien ini diberikan Captopril 2 x 25 mg yang merupakan

golongan ACE inhibitor.1

31