summary geostat.docx

14
SUMMARY PAPER : FULL INTEGRATION OF SEISMIC DATA INTO GEOSTATISTICAL RESERVOIR Summarized By : Harry Siswanto (223 14 021), Cahli Suhendi (223 14 022) Introduction and Methodology Amplitudo seismic refleksi banyak digunakan dalam mengkarakterisasi reservoir yang lokasinya cukup jauh dari sumur. Selain data seismik, karakterisasi reservoir juga dapat dilakukan dengan metode geostatistik yang secara umum menggunakan properti batuan yang diperoleh dari data sumur. Metode yang sedang berkembang saat ini dalam mengkarakterisasi reservoir adalah mengintegrasikan data seismik dan data sumur dengan menggunakan geostatistik. Salah satu kelebihan dari geostatistik adalah bahwa dia mampu mengkombinasikan dua tipe data, misalnya data seismic dan data sumur. Data sumur berperan sebagai data primer dan properti batuan yang diturunkan dari data seismik sebagai data sekunder. Comodelling merupakan metode geostatistik yang mengintegrasikan data seismik dalam mengkarakterisasi reservoir. Dalam comodelling dapat menggunakan metode cokriging dan cosimulation. Sebelum melakukan comodelling, terlebih dahulu data seismic harus ditransformasi ke dalam property batuan (misal Accoustic Impedance) dengan menggunakan metode inversi seismik. Akan

Upload: cahli

Post on 15-Jan-2016

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Summary geostat.docx

SUMMARY PAPER : FULL INTEGRATION OF SEISMIC DATA INTO

GEOSTATISTICAL RESERVOIR

Summarized By : Harry Siswanto (223 14 021), Cahli Suhendi (223 14 022)

Introduction and Methodology

Amplitudo seismic refleksi banyak digunakan dalam mengkarakterisasi reservoir yang

lokasinya cukup jauh dari sumur. Selain data seismik, karakterisasi reservoir juga dapat

dilakukan dengan metode geostatistik yang secara umum menggunakan properti batuan yang

diperoleh dari data sumur. Metode yang sedang berkembang saat ini dalam mengkarakterisasi

reservoir adalah mengintegrasikan data seismik dan data sumur dengan menggunakan

geostatistik. Salah satu kelebihan dari geostatistik adalah bahwa dia mampu mengkombinasikan

dua tipe data, misalnya data seismic dan data sumur. Data sumur berperan sebagai data primer

dan properti batuan yang diturunkan dari data seismik sebagai data sekunder.

Comodelling merupakan metode geostatistik yang mengintegrasikan data seismik dalam

mengkarakterisasi reservoir. Dalam comodelling dapat menggunakan metode cokriging dan

cosimulation. Sebelum melakukan comodelling, terlebih dahulu data seismic harus

ditransformasi ke dalam property batuan (misal Accoustic Impedance) dengan menggunakan

metode inversi seismik. Akan tetapi terdapat kelemahan yaitu resolusi, skala dan frekuensi

terbatas dibandingkan dengan data sumur. Kelemahan tersebut akan muncul pada saat

melakukan comodelling. Oleh karena itu, perlu dilakukan downscaling untuk menyiasati

perbedaan skala pada kedua data tersebut. Hasilnya, untuk menjaga heterogenitas karakter

batuan secara vertikal maka hanya sebagian saja data seismik yang dapat digunakan pada

comodelling. Sehingga hasil pemodelan yang diperoleh hanya fit dengan sebagian data seismik.

Jika data sekunder yang digunakan lebih banyak maka akan semakin fit dengan seismik terukur,

tapi heterogenitas vertikal yang dibutuhkan tidak dipenuhi.

Salah satu metode geostatistik yang dikembangkan dan berhasil menyelesaikan masalah

perbedaan skala tersebut adalah iterative geostatistical modeling. Metode ini juga disebut

Geostatistical Seismic Inversion, yaitu proses pemodelan iterative yang dikondisikan sehingga

Page 2: Summary geostat.docx

model akhir yang dihasilkan sesuai (match) dengan data seismik dan heterogenitas vertikal yang

diperlukan tetap dipertahankan. Metode ini lebih mahal secara komputasi dibandingkan

comodelling. Tiga tahapan utama dari algoritma Geostatistical Seismic Inversion adalah sebagai

berikut:

a. Konstruksi framework stratigrafi dari interpretasi seismic horizon.

b. Melakukan analisis geostatistik untuk menentukan distribusi AI (Accoustic Impedance)

dan semivariogram pada masing – masing lapisan geologi dalam framework stratigrafi.

c. Melakukan iterative geostatistical modeling dalam framework stratigrafi dengan syarat

kondisi data seismik.

Berikut ini merupakan summary algoritma metode geostatistical seismic inversion:

Akibat Perbedaan pada Skala

Untuk memahami permasalahan ketika mengintegrasikan data seismik kedalam modeling

geostatisitik, dapat dilakukan dengan mengamati persoalan sedehana, yaitu modeling impedansi

akustik. Hubungan antara data seismik dan impedansi akustik didapatkan dari model konvolusi.

Pada kasus ini, kosimulasi geosatistik dari impedansi akustik dapat dilakukan dengan

menggunakan data seismik yang memiliki bandwidth terbatas sebagai latar belakangnya.

Dalam Comodelling geostatistik, data log sumur digunakan sebagai data primer (hard

data). Biasanya, resolusi hasil pemodelan vertikal adalah dalam rentang beberapa meter,

Page 3: Summary geostat.docx

sehingga upscaling secara terbatas perlu dilakukan terhadap data sumur. Terlepas dari upscaling

data sumur, resolusi vertikal yang diinginkan tetap saja lebih tinggi dibandingkan dengan

resolusi vertikal yang mampu diberikan oleh data seismik.

Gambar 2. (a) Impedansi akustik pada TWT seismik (warna hitam merupakan sampling well log, warna merah merupakan data yang telah disampling dengan konten frekuensi

seismik). (b) Zona yang mungkin merupakan zona pay / reservoir

Gambar 2 memperlihatkan contoh apa yang dapat terjadi akibat perbedaan skala. Terlihat

impedansi akustik dari data sumur dan data sumur yang sama yang telah dilakukan high cut filter

60 Hz. Contoh ini memperlihatkan pentingnya modeling dengan skala sedekat mungkin dengan

skala log sumur. Pada data sumur, zona reservoir dikarakterisasi dengan nilai IA yang rendah.

Garis kuning pada gambar 2 memperlihatkan zona AI yang mungkin merupakan reservoir.

Terlihat dengan jelas jika zona ini dimodelkan dengan inversi seismik konvensional, zona

reservoir tidak akan terdeteksi.

Tahap selanjutnya, dengan menggunakan collocated cosimulation (Chiles and Delfiner,

1999), dimana variabel primer dan sekunder adalah IA. Untuk melakukan collocated

cosimulation, hanya dibutuhkan koefisien korelasi antara data primer dan sekunder. Pada contoh

ini, dihitung koefisien korelasi antara data AI dari sumur dan data AI yang telah difilter, lalu

dibuat crossplot yang ditunjukkan pada gambar 3. Seharusnya karena impedansi dibandingkan

dengan impedansi, hasilnya adalah semua data berada pada garis diagonal. Akan tetapi seperti

Page 4: Summary geostat.docx

terlihat pada gambar, data tersebar dan korelasinya tidak begitu baik. Hal ini disebabkan

perbedaan skala antara kedua data.

Cara lain untuk menjelaskan situasi ini adalah memahami bahwa penurunan skala data

seismik menjadi skala data log akan menghasilkan solusi yang tidak unik. Seperti telah

disampaikan sebelumnya, perbedaan skala mempengaruhi manfaat yang didapatkan dari metode

collocated comodeling. Hal ini diilustrasikan dengan eksperimen menggunakan data sintetik 3D,

yang memodelkan bentukan stratigrafi dan dibangun menggunakan simulasi geostatistik. Terlihat

perubahan vertikal yang cepat pada model IA relatif terhadap perubahan vertikal pada data

seismik. Ini memperlihatkan petunjuk perbedaan skala antara model IA dan data seismik.

Page 5: Summary geostat.docx

Eksperimen selanjutnya, dibuat sebuah model pada zona target tanpa menggunakan data

seismik. Data seismik sintetik kemudian dibandingkan dengan data seismik referensi, hasilnya

terlihat pada gambar 5. Terlihat ketika dipasangkan dengan data seismik referensi, kesesuaian

antara kedua data tidak bagus. Pada gambar 6 ditunjukkan bahwa koefisien cross-correlation

rendah, bahkan mencapai nilai negatif di beberapa tempat Perbadingan secara visual juga

dilakukan antara model pada gambar 4 dan gambar 5, terlihat bahwa heterogenitasnya mirip. Hal

ini diuji menggunakan variogram eksperimental antara model referensi dan model pada gambar

5. Karena parameter geostatistik yang digunakan sama, kedua variogram bisa dikatakan identik.

Page 6: Summary geostat.docx

Eksperimen selanjutnya mengevaluasi penggunaan colocated cosimulation dengan

membawa informasi dari data seismik. Data referensi yang digunakan adalah data IA yang telah

di-high cut filter, dengan frekuensi maksimum dari data seismik. Pada percobaan pertama,

colocated cosimulation dijalankan dengan menggunakan koefisien korelasi 0.7. Hasilnya

kesesuaian data seismik sintetik dan data seismik referensi lebih baik dibandingkan hasil

simulasi tanpa informasi dari data seismik. Akan tetapi masih ada ketidaksesuaian yang terlihat,

dan ditunjukkan dengan koefisien korelasi yang masih tetap rendah, walaupun lebih baik

dibandingkan hasil simulasi. Akan tetapi, model yang didapatkan masih mampu memperlihatkan

heterogenitas secara vertikal. Gambar 7 memperlihatkan sebagian heterogenitas vertikal dan

beberapa perubahan vertikal hilang. Hal ini ditunjukkan oleh variogram dengan kemiringan yang

kecil dan siil yang tidak mencapai level yang sama dengan model referensi. Hal ini menunjukkan

bahwa comodelling memasukkan kompromi antara mengikuti data seismik dan menjaga

heterogenitas vertikal.

Page 7: Summary geostat.docx

Eksperimen selanjutnya kembali menggunakan colocated cosimulation dengan

menggunakan koefisien korelasi 0.98. hasilnya ditunjukkan pada gambar 6 dan 9, dimana

kecocokan data seismik meningkat seperti yang diperkirakan. Akan tetapi, ketidakcocokan tetap

ada. Seperti yang diduga, model hasil estimasi terlihat terlalu smooth pada variasi vertikalnya.

Begitu juga dengan variogram, terlihat kemiringan yang rendah pada lag kecil, dan siil terlalu

rendah. Hal ini mengindikasikan pengurangan variasi veritikal secara keseluruhan.

Hasil eksperimen diatas menunjukkan bahwa comodeling hanya bisa menggunakan

sebagian informasi dari data seismik. Oleh karena itu, dibutuhkan perhatian khusus supaya

pengaruh dari data seismik tidak terlalu kuat karena akan membuat smoothing yang tidak

diinginkan pada heterogenitas vertikal dan variabilitas secara keseluruhan.

Page 8: Summary geostat.docx

Gambar 6, 7, dan 10 memperlihatkan hasil dari inversi seismik geostatistik. Terlihat

kecocokan yang baik pada data seismik. Terlihat juga variogram dari model cukup konsisten

dengan model referensi dan model simulasi. Hal ini berarti hasil pemodelan memiliki variasi

vertikal sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini juga menunjukkan inversi seismik geostatistik

mampu mengatasi masalah perbedaan pada skala.

Analisis

Gambar 6 menunjukkan nilai cross correlation antara simulasi dan kosimulasi memiliki

pola yang sama, dengan perbedaan pada nilai rata-rata vertikal. Hal ini diakibatkan oleh

percobaan ini dimulai dengan bibit yang sama dan berjalan mengikuti jalur yang acak. Perbedaan

ini terutama diakibatkan oleh tingkat pengaruh data seismik pada pemodelan kosimulasi. Pada

proses iterasi inversi geostatistik, setiap iterasi dilakukan secara random, sehingga pengaruh data

seismik bisa disesuaikan.

Gambar 7 memperlihatkan variogram variasi vertikal dari setiap pemodelan. Variogram

hasil simulasi konsisten dengan data referensi. Hasil eksperimen inversi geostatistik juga cukup

konsisten. Sedikit pengurangan pada variasi vertikal diakibatkan oleh pengondisian data seismik

pada saat iterasi. Variogram pada eksperimen dengan koefisien korelasi 0.7 menunjukkan variasi

vertikal cukup terjaga, akan tetapi siil tidak mencapai nilai data referensi. Hal ini diakibatkan

smoothing akibat data seismik yang memiliki bandwidth frekuensi terbatas, yang mengurangi

variasi vertikal. Pada eksperimen dengan koefisien korelasi 0.98, terlihat smoothing yang kuat

diakibatkan oleh pengaruh data seismik yang band-limited. Kemiringan variogram lebih kecil

Page 9: Summary geostat.docx

dibandingkan eksperimen lain, menunjukkan variasi vertikal yang hilang. Begitu juga dengan siil

yang rendah, menunjukkan variabilitas yang berkurang signifikan.

Eksperimen terakhir mengutamakan evaluasi pengurangan ketidakpastian. Gambar 11

menunjukkan perbandingan antara eksperimen colocated cosimulation dengan korelasi 0.7 dan

inversi seismik geostatistik. Seperti yang diharapkan, ketidakpastian di daerah yang jauh dari

sumur jauh berkurang pada hasil inversi geostatistik. Peningkatan ini diakibatkan oleh inversi

data geostatistik menggunakan informasi dari data seismik dengan lebih baik dibandingkan

kosimulasi.

Kesimpulan

Kesuksesan pemodelan ditentukan oleh kemampuan menjaga heterogenitas, kecocokan

data sintetik dengan data seismik referensi, dan pengurangan ketidakpastian model. Dua kriteria

terakhir ditentukan oleh seberapa baik data seismik diintegrasikan, dan penggunaan yang baik

dari data seismik menghasilkan penurunan ketidakpastian pada model yang jauh dari sumur.

Comodelling mencari keseimbangan antara kecocokan data seismik dan pemeliharaan

heterogenitas vertikal. Jika pengaruh data seismik tidak kuat, maka heterogenitas vertikal dan

variabilitas secara keseluruhan akan terjaga, akan tetapi kecocokan seismik sintetik dengan data

seismik referensi tidak baik. Begitu juga sebaliknya

Page 10: Summary geostat.docx

Inversi seismik geostatistik mengintegrasikan secara penuh data seismik dengan

pemodelan geostatistik. Metode ini bergantung pada pendekatan iteratif geostatistik, dimana

kecocokan data seismik ditingkatkan secara progresif sehingga model seismik sintetik bisa cocok

dengan data seismik referensi.

Dibandingkan Comodelling, inversi seismik geostatistik menghasilkan model yang

memelihara heterogenitas vertikal dan kecocokan data seismik. Oleh karena itu, inversi seismik

geostatistik meningkatkan kontrol terhadap distribusi spasial parameter fisis reservoir dengan

mengurangi ketidakpastian secara signifikan pada lokasi yang jauh dari sumur.