executive summary indonesia

16
FASIES, LINGKUNGAN PENGENDAPAN, DAN ZONA POTENSI PERANGKAP HIDROKARBON KELOMPOK PEMATANG (UPPER RED BED DAN BROWNSHALE), LAPANGAN ROCHIE, CEKUNGAN SUMATERA TENGAH, RIAU FACIES, DEPOSITIONAL ENVIRONMENTS, AND HYDROCARBON TRAP ZONE OF PEMATANG GROUP (UPPER RED BED DAN BROWNSHALE), ROCHIE FIELD, CENTRAL SUMATERA BASIN, RIAU Disusun oleh : Nisa Indah Pujiresya Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Disponsori oleh PT Chevron Pacific Indonesia Abstrak Guna meningkatkan produksi minyak bumi, dibutuhkan tahap pengembangan pada sumur produksi serta mencari daerah potensi baru untuk dibor khususnya Kelompok Pematang yaitu Formasi Upper Red Bed dan Brownshale pada Lapangan Rochie. Penelitian ini dilakukan melalui interpretasi dan analisis log sumur, inti batuan, dan seismik. Korelasi log berguna untuk mengetahui persebaran, ketebalan, serta mengetahui fasies dan lingkungan pengendapan Upper Red Bed dan Brownshale secara lateral dan vertikal. Analisis ini juga dikontrol oleh data seismik untuk mengetahui pelamparan Kelompok Pematang serta struktur bawah permukaan pada lapangan ini. Hasil integrasi data log sumur, inti batuan, dan seismik menghasilkan peta struktur kedalaman top formasi serta peta isopach (gross sand), kemudian peta-peta tersebut dibuat pembagian berdasarkan zona fasies dan lingkungan pengendapan, serta zona potensi perangkap hidrokarbon dari masing-masing interval. Berdasarkan hasil analisis batuan inti (litofasies) dan pola log (elektrofasies), fasies yang berkembang pada Interval Upper Red Bed yaitu channel fill, crevasse splay, dan floodplain. Sedangkan pada Interval Brownshale, fasies yang berkembang yaitu shallow lacustrine deposits dan deep lacustrine deposits. Potensi perangkap hidrokarbon, berdasarkan data log sumur dan seismik diketahui bahwa pada interval Upper Red Bed dianggap berpotensi pada bagian Timur Laut, Barat Daya, dan Selatan dari daerah penelitian sebagai perangkap struktural dan stratigrafi. Interval Brownshale yang dianggap memiliki potensi sebagai perangkap hidrokarbon yaitu di bagian Selatan dari daerah penelitian dengan jenis perangkap struktural. Abstract In order to increase oil production, it takes the development stage in producing wells as well as finding new potential area to be drilled especially the Pematang Group Formation Upper Red Bed and Brownshale on Rochie Field. The research was conducted through the interpretation and well log analysis, rock core, and seismic. Correlation log is useful to know the distribution, thickness, and to know the environment of deposition and

Upload: nisa-i-pujiresya

Post on 30-Jul-2015

222 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Executive Summary Indonesia

FASIES, LINGKUNGAN PENGENDAPAN, DAN ZONA POTENSI PERANGKAP

HIDROKARBON KELOMPOK PEMATANG (UPPER RED BED DAN BROWNSHALE),

LAPANGAN ROCHIE, CEKUNGAN SUMATERA TENGAH, RIAU

FACIES, DEPOSITIONAL ENVIRONMENTS, AND HYDROCARBON TRAP ZONE OF

PEMATANG GROUP (UPPER RED BED DAN BROWNSHALE), ROCHIE FIELD,

CENTRAL SUMATERA BASIN, RIAU

Disusun oleh : Nisa Indah Pujiresya

Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran

Disponsori oleh PT Chevron Pacific Indonesia

Abstrak

Guna meningkatkan produksi minyak bumi, dibutuhkan tahap pengembangan pada sumur produksi serta mencari daerah potensi baru untuk dibor khususnya Kelompok Pematang yaitu Formasi Upper Red Bed dan Brownshale pada Lapangan Rochie. Penelitian ini dilakukan melalui interpretasi dan analisis log sumur, inti batuan, dan seismik. Korelasi log berguna untuk mengetahui persebaran, ketebalan, serta mengetahui fasies dan lingkungan pengendapan Upper Red Bed dan Brownshale secara lateral dan vertikal. Analisis ini juga dikontrol oleh data seismik untuk mengetahui pelamparan Kelompok Pematang serta struktur bawah permukaan pada lapangan ini.

Hasil integrasi data log sumur, inti batuan, dan seismik menghasilkan peta struktur kedalaman top formasi serta peta isopach (gross sand), kemudian peta-peta tersebut dibuat pembagian berdasarkan zona fasies dan lingkungan pengendapan, serta zona potensi perangkap hidrokarbon dari masing-masing interval.

Berdasarkan hasil analisis batuan inti (litofasies) dan pola log (elektrofasies), fasies yang berkembang pada Interval Upper Red Bed yaitu channel fill, crevasse splay, dan floodplain. Sedangkan pada Interval Brownshale, fasies yang berkembang yaitu shallow lacustrine deposits dan deep lacustrine deposits. Potensi perangkap hidrokarbon, berdasarkan data log sumur dan seismik diketahui bahwa pada interval Upper Red Bed dianggap berpotensi pada bagian Timur Laut, Barat Daya, dan Selatan dari daerah penelitian sebagai perangkap struktural dan stratigrafi. Interval Brownshale yang dianggap memiliki potensi sebagai perangkap hidrokarbon yaitu di bagian Selatan dari daerah penelitian dengan jenis perangkap struktural.

Abstract

In order to increase oil production, it takes the development stage in producing wells as well as finding new potential area to be drilled especially the Pematang Group Formation Upper Red Bed and Brownshale on Rochie Field. The research was conducted through the interpretation and well log analysis, rock core, and seismic. Correlation log is useful to know the distribution, thickness, and to know the environment of deposition and

Page 2: Executive Summary Indonesia

facies Upper Red Bed and Brownshale laterally and vertically. This analysis also controlled by the seismic data to determine geometry of Pematang Group and the subsurface structure in this field.

The results of the well log data integration, rock core, and seismic producing depth structure map of top formations and isopach map (gross sand), then these maps are made based on the distribution of facies and environments of deposition zones, and zones of potential hydrocarbon traps of each interval.

Based on the analysis of rock core (lithofacies) and the pattern of log (electrofacies), facies that developed at Interval Upper Red Bed is channel fill, crevasse splay, and floodplain. While at Interval Brownshale, facies that developed the shallow lacustrine deposits and deep lacustrine deposits. Potential hydrocarbon traps, based on the well log data and seismic is known that interval the Upper Red Bed is considered potentially in the Northeast, Southwest, and South of the study area as a structural and stratigraphic traps. Brownshale interval is considered to have potential as a hydrocarbon trap that is in the southern part of the study area with the type of structural trap.

Pendahuluan

Cekungan Sumatera Tengah merupakan cekungan hidrokarbon yang berpotensi

besar dalam sejarah eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi di Indonesia dan terbagi atas

beberapa sub-cekungan yang mengandung dan memproduksi hidrokarbon dengan umur

produksi yang telah mencapai puluhan tahun, salah satu sub-cekungan tersebut yaitu

Balam Trough dan berlokasi di Lapangan Rochie.

Indonesia 10 tahun yang lalu mampu menghasilkan 1.5 juta barel minyak per hari,

namun kini produksi minyak kian menurun mencapai 950.000 barel per hari. Itulah

sebabnya kini Indonesia menjadi importir minyak bumi.

Produksi minyak bumi pada Lapangan Rochie dominan diperoleh dari reservoir

dangkal yaitu Kelompok Sihapas dan barus edikit yang produksi dari Kelompok Pematang.

Dalam usaha meningkatkan produksi minyak bumi di Indonesia yang bias dilakukan pada

Lapangan Rochie antara lain melakukan tahap pengembangan di sumur-sumur produksi

khususnya pada Kelompok Pematang serta mencari daerah potensi baru untuk dibor

(opportunity identification).

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui penyebaran lapisan

KelompokPematang, menentukan fasies serta lingkungan pengendapan dari

KelompokPematang, dan memperkirakan potensi perangkap hidrokarbon di

LapanganRochie dalam usaha meningkatkan produksi minyak dan gas bumi.

Page 3: Executive Summary Indonesia

Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan

mengenai studi dalam menentukan potensi perangkapdan penyebaran hidrokarbon serta

melatih penulis untuk berpikir secara logis dalam melakukan evaluasi formasi geologi

dengan menggunakan data batuan inti (core), data log sumur, dan data seismik serta

aplikasi yang tersedia. Selain itu pula hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan

bagi perusahaan dalam penentuan zona potensi perangkap minyak bumi selanjutnya

untuk pengembangan lapangan.

Geologi Daerah Penelitian

Daerah penelitian merupakan bagian dari Cekungan Bengkalis. Cekungan

Bengkalis terbagi – bagi menjadi sub cekungan lagi, yaitu Aman Trough, Balam Trough,

Kiri Trough, dan Rangau Trough. Daerah penelitian termasuk ke dalam sub cekungan

Balam Trough.

Balam trough menunjukkan satu dari sekian banyak petroliferous half graben di

Cekungan Sumatera Tengah. Trough ini kira-kira panjangnya 70 km dan lebarnya 10 km

dan berarah utara baratlaut. Lebih dari 20 lapangan minyak telah di temukan pada

cekungan ini dengan total cadangan lebih dari 4 milyar barel OOIP. Di Lapangan Rochie

dan sekitarnya terdapat 500 perangkap dan 200 juta barel recoverable oil reserve, masing

– masing.

Deposenter Balam terdapat sepanjang trough berarah Utara Barat Laut – Selatan

Tenggara. Panjang Balam trough ini kira – kira 70 km dan tebalnya kira 10 km Dari Utara

ke Selatan, 3 rangkaian bounding fault barat telah diidentifikasi secara berturut – turut,

yaitu : Jakun, Balam – Mangga, dan Rangau.

Struktur utama yang berkembang adalah major half graben, berkembangnya

struktur ini dipengaruhi oleh rifting (pemekaran) pada basement akibat proses tektonik

episode F1 kala Eosen – Oligosen yang berumur 45 – 26 juta tahun lalu. Pada bagian

Barat daerah penelitian terdapat border fault, yang terbentuk juga akibat rifting yang

menyebabkan terbentuk normal fault, dan terendapkannya sedimen – sedimen Pematang

Group.Selain juga terdapat beberapa struktur lainnya yang berarah Utara – Selatan yang

merupakan sesar mendatar. Pola seperti ini menerus mulai dari daerah penelitian.

Page 4: Executive Summary Indonesia

Secara struktur, dua zona akomodasi utama diketahui pada trough ini. Pada bagian

Utara terdapat Antara–Nella Accommodation Zone (ANAZ) yang memisahkan Balam

trough bagian Utara dan Selatan, sedangkan di bagian Selatan trough terdapat Menggala–

KoparAccommodation Zone (MKAZ) yang memisahkan Balam trough bagian Selatan dan

Rangau trough. Geometri struktur dari border fault dan zona akomodasi dipengaruhi

secara langsung oleh perkembangan stratigrafi dari Balam deposenter, yang diindikasi

sebagai grow fault sedimentasi.

Sedimen tersier dalam Balam trough dimulai dengan pengendapan Kelompok

Pematang, dimana diendapkan selama fase inisial rift. Endapan Fluvio-lakustrin ini terbagi

atas 3 Formasi Lower Red Bed, Brown Shale, dan Upper Red Bed.

Formasi Lower Red Bed diendapkan pada fluvio - alluvial system, dikontrol oleh

initial extension. Ketebalan Formasi Lower Red Bed pada Balam trough ini telah

diinterpretasi lebih dari 1000 m berbatasan dengan border fault dan pinching out pada

hinge margin, di bagian Timur Balam trough. Formasi Lower Red Bed dalam Balam trough

didominasi oleh batupasir dan red to purple mottled, batulempung pasiran. Konglomerat

dominan pada bagian barat dari cekungan berbatasan dengan border fault.

Seiring berlanjutnya subsiden, danau permanen tebentuk, dimana led menuju

pengendapan dari formasi Brownshale. Litologi pada formasi Brownshale antara shale

kaya organik, batupasir halus dan batulanau. Karakter seismik Brownshale adalah

amplitude tinggi, menerus, respon frekuensi rendah. Pada bagian Barat trough, time-

ekuvalent konglomerat dan batupasir konglomerat dominan keterdapatannya pada sumur

TRI #1. BSH menghasilkan batuan induk yang sangat baik, dengan TOC rata -rata 5 %.

Pada bagian akhir dari pengendapan Brownshale, terjadi fase regresif dari danau

menjadi dangkal, dan berangsur-angsur pengisian pada danau menghasilkan

pengendapan dari Formasi Upper Red Bed. Dalam Balam trough, pengendapan Upper

Red Bed dikontrol oleh sesar Bila. Litologi Formasi Upper Red Bed tersusun atas batupasir

kasar – halus, interbedded red, batulanau motled, dan batulempung. Hampir di semua

tempat, paleosol yang diendapkan pada bagian atas dari formasi ini adalah hasil dari

pengangkatan pada bagian akhir pengendapan Pematang. Paleosol ini dapat menjadi

batuan tudung yang efektif.

Page 5: Executive Summary Indonesia

Metode Penelitian

Secara umum penelitian terdiri dari tahap persiapan, tahap interpretasi data, tahap

integrasi dan analisis data. Tahap Persiapan meliputi studi pendahuluan / pustaka

mengenai metode penelitian yang digunakan, studi geologi regional daerah penelitian,

pengenalan perangkat lunak yang akan digunakan, serta kompilasi data-data yang

diperlukan.

Selanjutnya pada tahap interpretasi data log sumur, penulis melakukan korelasi

log antar sumur pada interval Upper Red Bed dan Brownshale di Lapangan Rochie

sebanyak 10 sumur dan meakukan interpretasi motif log dilihat berdasarkan pola kurva log

gamma ray yang bisa mencirikan karakteristik suatu lingkungan pengendapan tertentu

(Kendall, 2003) menggunakan program Stratwork, Landmark.

Interpretasi core merupakan acuan untuk mengidentifikasikan litologi melalui

deskripsi atau pemerian batuan untuk mengoptimalkan kontribusi data batuan. Deskripsi

core meliputi; jenis litologi, warna, tekstur, struktur sedimen, permeabilitas, kekerasan,

kehadiran minyak, kandungan karbonatan, jejak fosil, kandungan mineral, dan karakteristik

lainnya yang dapat diobservasi.

Tahap interpretasi data seismik pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

perangkat lunak yaitu Seisworks (Landmark) meliputi menentukan dan mengidentifikasi

struktur geologi (picking fault), menganalisa statigrafi dan refleksi data seismik, pemetaan

horizon dengan melakukan picking Top Upper Red Bed dan Brownshale.

Pembuatan peta bwah permukaan merupakan tahap akhir pengolahan data-data yang

ada. Hasil picking fault dan horizon kemudian diolah menggunakan program Z-Map Plus,

Landmark, yang akan menghasilkan Peta Struktur Waktu (Time Structure Map), yang selanjutnya

dikonversi menggunakan program TDQ menjadi Peta Struktur Kedalaman (Depth

Structure Map) top-top formasi. Selain itu juga dibuat peta isopach dari interval Upper Red

Bed dan Brownshale. Selanjutnya tahap integrasi dan analisis data, dimana penulis

mengintegrasikan data-data yang sudah diinterpretasikan sebelumnya yaitu data log

sumur, data inti batuan, dan seismik untuk melakukan analisis persebaran fasies dan

lingkungan pengendapan dari interval Upper Red Bed dan Brownshale di daerah

penelitian. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mencari zona potesi perangkap

hidrokarbon di Lapangan Rochie berdasarkan integrasi data-data yang ada dan

Page 6: Executive Summary Indonesia

ditampilkan dalam bentuk peta persebaran potensi perangkap hidrokarbon. Tahapan-

tahapan penelitian telah dirangkum oleh penulis dalam bentuk bagan alir dan dapat dilihat

pada Gambar 1.

Hasil dan Pembahasan

Analisis pada penelitian ini hanya terbatas pada sepuluh sumur kontrol yang

berada di Lapangan Rochie. Sumur-sumur tersebut menembus Formasi Upper Red Bed

dan beberapa diantaranya menembus hingga Lower Red Bed. Sumur yang digunakan

adalah sumur TRI #1, PRATAMA #1, DWI #2, DWI #3, DWI #36, DWI #79, RESYA #1,

RESYA #8, RESYA #12, dan CATUR #1 .

Dalam mengidentifikasi fasies log hal yang penting dilakukan adalah menganalisis

pola log dan perubahan penyimpangannya kurva log terutama pada log gamma ray dan

resistivity. Menurut Selley dalam Walker (1992) dijelaskan bahwa pola log gamma ray

mencerminkan variasi dalam suatu suksesi ukuran besar butir. Suksesi ukuran besar butir

tersebut dapat menunjukan perubahan energi pengendapan yang berbeda. Hasil

interpretasi sepuluh data log di Lapangan Rochie pada interval Formasi Upper Red Bed

dan Brownshale diketahui terdapat 4 pola log yaitu pola blocky, pola bell, pola funnel, dan

pola serrated.

Pada daerah penelitian dibuat tiga lintasan korelasi. Arah – arah lintasan yang

dibuat dipilih sedemikian rupa dengan mempertimbangkan arah sedimentasi regional pada

daerah penelitian dengan arah korelasi sebagai berikut :

1. Korelasi 1 : TRI #1, RESYA #1, RESYA #8, RESYA #12, dan DWI #79

2. Korelasi 2 : DWI #2, DWI #3, DWI #79, dan CATUR #1

3. Korelasi 3 : TRI #1, PRATAMA #1, dan DWI #2

Dari ketiga korelasi yang telah diinterpretasi sebelumnya, dapat diketahui bahwa

pada interval Upper Red Bed, log Gamma Ray dengan pola blocky menunjukkan

lingkungan braided system dengan jenis channel fill dicirikan dengan litologi batupasir

berukuran sedang sampai kasar. Kurva log dengan pola funnel (coarsening upward)

menunjukkan lingkungan crevasse splay dengan litologi shaly sand. Sedangkan log

dengan pola bell (fining upward) menunjukkan lingkungan meandering system dengan

jenis channel fill dicirikan oleh litologi batupasir sedang sampai halus, sedangkan log

Page 7: Executive Summary Indonesia

Gamma Ray bernilai relatif tinggi dengan pola serrated menunjukkan lingkungan flood

plain.

Interval Brownshale menunjukkan litologi yang dominan yaitu shale dan sedikit

shaly sand dengan pola log bell (fining upward). Interval Brownshale terkonsentrasi

padabagian tengah dari daerah penelitian (Balam Trough). Yang menyebabkan litologi

dominan berupa shale karena sedimentasi di interval tersebut menjauhi source sedimen,

sehingga didapatkan litologi berukuran halus.

Pada Lapangan Rochie hanya terdapat satu sumur yang memiliki data core yaitu

sumur TRI #1 yang berada pada interval kedalaman Formasi Upper Red Bed dan terbagi

atas dua interval dengan rincian kedalaman sebagai berikut:

1. Inti batuan TRI #1 (Core-1) interval kedalaman 3247 – 3266 feet (Gambar 4)

2. Inti batuan TRI #1 (Core-2) interval kedalaman 4462 – 4475 feet (Gambar 5)

Gambar 1 Analisis Lingkungan Pengendapan Interval Upper Red Bed dan Brownshale pada Korelasi 1

Page 8: Executive Summary Indonesia

Gambar 2 Analisis Lingkungan Pengendapan Interval Upper Red Bed dan Brownshale pada Korelasi 2

Gambar 3 Analisis Lingkungan Pengendapan Interval Upper Red Bed dan Brownshale pada Korelasi 2

Page 9: Executive Summary Indonesia

Litologi penyusun antara lain batulempung, batupasir berukuran sedang sampai

sangat kasar, dan konglomerat. Batupasir kasar dan konglomerat lebih dominan

ditemukan pada core di sumur TRI #1. Inti batuan memiliki komposisi mineral antara lain

fragmen kuarsa, lithic, matrik feldspar, kuarsa, kaolinit, semen silica dan mud supported.

Kehadiran mud supported, mengindikasikan pengendapan sedimen terjadi secara sangat

cepat serta didukung dengan sortasi yang buruk. Inti batuan pada kedua interval

menunjukkan ketidakhadirannya struktur sedimen (less structure).Beradasarkan hasil

interpretasi inti batuan tersebut, peneliti dapat mengetahui lingkungan pengendapan dari

data inti batuan tersebut, yaitu channel – alluvial fan. Analisis ini juga di dukung dengan

posisi sumur TRI #1 dekat dengan border fault, ini dapat diketahui dari line seismik, peta

struktur waktu, dan peta struktur kedalaman.

Alluvial Fan atau kipas aluvial terbentuk pada daerah yang berelief tinggi, pada

tebing yang curam dan sempit yang berdampingan dengan daerah yang berelief

rendah.Kipas alluvial secara umum berkaitan dengan aktivitas tektonik yang bekerja

(Richard A. Davis Jr., 1992). Biasanya dipengaruhi oleh sesar normal.

Berdasarkan hasil deskripsi core diketahui bahwa sumur TRI #1 terdapat anomali,

di mana dalam pembacaan log Gamma Ray mengalami gangguan atau tidak

mencerminkan litologi sebenarnya dari data inti batuan. Nilai Gamma Ray pada interval

core menunjukkan nilai tinggi sedangkan hasil deskripsi menunjukkan litologi penyusunnya

yaitu batupasir sampai konglomerat. Anomali pada pembacaan log Gamma Ray ini

disebabkan oleh kehadiran feldspar yang melimpah pada komposisi batuan, sehingga

mengganggu pembacaan log Gamma Ray. Kemungkinan feldspar berasal dari lapukan

batuan beku yang memiliki kandungan radioaktif yang tinggi.Litologi pada sumur TRI #1

berdasarkan deskripsi core, peneliti asumsikan memiliki potensi sebagai reservoir yang

baik.

Page 10: Executive Summary Indonesia

Gambar 4 Deskripsi Inti Batuan Sumur TRI #1, Interval 2267 - 2275 ft

Gambar 5 Deskripsi Inti Batuan Sumur TRI #1, Interval 3247 - 3268 ft

Struktur geologi yang ada pada daerah penelitian dapat diamati pada penampang

seismik yang pada umumnya berarah Barat Laut - Tenggara. Pada bagian Barat daerah

penelitian terdapat juga border fault, yang terbentuk akibat proses tektonik episode F1 kala

Page 11: Executive Summary Indonesia

Eosen – Oligosen terjadi rifting yang menyebabkan terbentuk normal fault, dan

terendapkannya sedimen – sedimen Pematang Group (Gambar 6).

Gambar 6 Line Seismik berarah Barat Daya – Timur Laut dimana Depocenter Balam Trough berada di

Bagian Tengah dari Lapangan Rochie dan dibatasi oleh Border Fault di bagian Barat

Setelah selesai melakukan picking pada penampang seismik untuk semua trace

dan line, maka akan diadapatkan beberapa horizon yaitu horizon Upper Red Bed,

Brownshale, dan Lower Red Bed. Dari horizon ini akan dibuat peta berupa peta struktur

(Struktur Waktu dan Struktur Kedalaman), peta Isopach (ketebalan) dengan menggunakan

aplikasi Z-MAP PLUS. Hasil peta struktur waktu dan peta struktur kedalaman untukTop

Upper Red Bed dan Top Brownshale terlihat bahwa adanya 4 way dip closure (antiklin) di

bagian Barat Daya Lapangan Rochie tepat dimana sumur TRI #1 berada, ditandai dengan

warna merah yang merupakan nilai terendah baik pada peta struktur waktu serta peta

struktur kedalaman. Pada lapangan ini banyak terdapat sesar-sesar (3 way dip closure)

baik sesar mayor maupun sesar minor dengan arah relatif Barat Laut – Tenggara. Bagian

Barat Daya dari daerah penelitian terdapat border fault berupa sesar normal, sedangkan di

bagian tengah terdapat growth fault dimana pengendapan dan geometri Kelompok

Pematang sangat dipengaruhi oleh sesar-sesar tersebut.

Page 12: Executive Summary Indonesia

Adapun informasi dari peta isopach yang dapat diketahui, yaitu penebalan

sedimen dari Kelompok Pematang (Upper Red Bed dan Brownshale) relatif pada bagian

tengah dari daerah penelitian dan ditandai dengan warna hijau kebiruan yang merupakan

nilai tertinggi pada peta isopach. Penebalan sedimen di bagian tengah pada daerah

penelitian disebabkan oleh adanya growth fault yang mengontrol sedimentasi Kelompok

Pematang. Informasi lain yang diketahui dari peta isopach yaitu arah pengendapan

material-material sedimen dari Kelompok Pematang cenderung berasal dari arah Utara.

Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan ketebalan, dimana isopach pada bagian

Utara lebih tipis dibandingkan dengan bagian tengah di daerah penelitian. Seperti

diketahui bahwa pengendapan Kelompok Pematang merupakan pengendapan syn rift

maka peneliti berasumsi bahwa arah pengendapan berasal dari daerah tinggian menuju

daerah yang dalam dimana sedimen terakumulasi di daerah tersebut.

Page 13: Executive Summary Indonesia

Gambar 8 Peta Isopach Upper Red Bed dan Brownshale

Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis dari data core, log, dan seismik

mengenai fasies dan lingkungan pengendapan dari interval Upper Red Bed dan

Brownshale pada Lapangan Rochie, penulis merangkum dalam bentuk peta distribusi

fasies dan lingkungan pengendapan seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Dalam penentuan zona potensi hidrokarbon, peneliti terlebih dahulu menentukan

sumur-sumur yang terbukti menunjukkan adanya kenampakan minyak (oil show).

Penentuan sumur-sumur tersebut dibantu dengan data sekunder yaitu marked log dari PT.

CPI. Tahapan selanjutnya yaitu menentukan zona-zona perangkap minyak bumi, dimana

penentuan perangkap baik struktur maupun stratigrafi menjadi fokus utama dalam

penelitian ini. Reservoir di Kelompok Pematang pada Lapangan Rochie sudah produksi

namun kini dalam tahap pengembangan guna meningkatkan produksi minyak bumi, salah

satunya dengan mengkaji perangkap-perangkap minyak bumi yang bisa dijadikan sebagai

kandidat sumur baru yang akan dibor.

Page 14: Executive Summary Indonesia

Gambar 9 Peta Distribusi Fasies dan Lingkungan Pengendapan Interval Upper Red Bed yang Menunjukkan

Fluvial – Alluvial Fan System (A), Peta Distribusi Fasies dan Lingkungan Pengendapan Interval

Brownshale yang Menunjukkan Alluvial - Lacustrine System (B)

Untuk interval Upper Red Bed, daerah yang dianggap memiliki potensi sebagai

perangkap hidrokarbon ada di tiga daerah, yaitu di bagian Timur Laut (DWI #36), bagian

Barat Daya (TRI #1), dan bagian Selatan (RESYA #1). Interval Brownshale yang dianggap

sebagai daerah potensi untuk menjadi perangkap hidrokarbon yaitu di bagian selatan

daerah penelitian (Gambar 10)

Gambar 10 Zona Potensi Perangkap Hidrokarbon Interval Upper Red Bed dan Brownshale

A B

Page 15: Executive Summary Indonesia

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data pada Kelompok Pematang (Upper

Red Bed dan Brownshale) di Lapangan Rochie, diperoleh beberapa kesimpulan yaitu:

1. Berdasarkan analisis lingkungan pengendapan melalui deskripsi batuan inti dan

analisis motif log, interval Upper Red Bed diendapkan di lingkungan fluvial yang

terdiri oleh braided system, meandering system, dan crevasse splay serta alluvial

fan. Sedangkan untuk interval Brownshale diendapkan di lingkungan lacustrine

dan alluvial fan.

2. Berdasarkan interpretasi struktur geologi melalui data seismik, struktur geologi

utama yang berkembang di Lapangan Rochie yaitu sesar-sesar yang berarah

relatif Barat Laut – Tenggara. Sedimentasi di daerah ini sangat dipengaruhi oleh

growth fault yang ada di bagian tengah daerah penelitian.

3. Berdasarkan peta struktur kedalaman Upper Red Bed dan Brownshale diketahui

depocenter (Balam Trough) terpusat di bagian tengah daerah penelitian dan

menipis ke arah Timur dan Barat.

4. Daerah potensi perangkap hidrokarbon untuk interval Upper Red Bed ada di tiga

daerah, yaitu di bagian Timur Laut (DWI #36), bagian Barat Daya (TRI #1), dan

bagian Selatan (RESYA #1).

5. Daerah potensi perangkap hidrokarbon untuk interval Brownshale yaitu di bagian

Selatan daerah penelitian.

Rekomendasi

Untuk pengembangan lapangan lebih lanjut dari sumur-sumur yang sudah

produksi diperlukan studi lebih detail di Lapangan Rochie serta dilakukannya analisis

secara kuantitatif pada zona perangkap hidrokarbon sebelum menentukan titik bor yang

baru.

Page 16: Executive Summary Indonesia

Acknowlegdment

Penulis juga ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada PT. Chevron Pacific

Indonesia yang telah mensposori penelitian ini terutama kepada Bapak Elwin Nasution,

selaku pihak Human Resources PT. Chevron Pacific Indonesia yang memberikan arahan,

informasi dan bantuannya kepada penulis, serta Ibu Nazliyati Husin Umri ST., MT. Selaku

pembimbing teknis selama tugas akhir di PT. Chevron Pacific Indonesia yang telah

memberikan masukan dan koreksi terhadap skripsi penulis.

Daftar Pustaka

Graha, Satia. Juni 2010. Deskripsi Core dan Biostratigrafi. Diktat, Departemen Eksplorasi,

PT. CPI, Rumbai, Pekanbaru.

Heidrick, T. L. dan Aulia, K. 1993. A Structural dan Tectonic Model of The Coastal Plains

Block, Central Sumatra Basin, Indonesia: Proceedings Indonesian Petroleum

Association, 22nd Annual Convention, Vol. I, Jakarta.

Katz, B. J. dan Dawson, W. C. 1997. Pematang - Sihapas Petroleum System of Central

Sumatera : Proceedings of an International Conference on Petroleum Systems of

S. E. Asia dan Australasia (Ed. Howes, J. V. C. dan Noble, R. A.), 685 - 698.

Selley, Richard C, 1985, Elements of Petroleum Geology. W. H Freeman & Company. New

York.

Walker, R. G., dan James, N. P. 1992. Facies Models : Response to Sea Level Change.

Geological Association of Canada, Canada.

Yarmanto, Indrawardana, Heidrick, T. L., dan Strong, B. L. 1995. Tertiary

Tectonostratigraphic Development of The Balam Depocenter, Central Sumatera

Basin Indonesia: Proc. 24th Ann. Conv. IPA, 33-45.