stroke hemorargik

51
DISKUSI TOPIK STROKE HEMORAGIK Pembimbing: dr. Fritz Sumantri U., Sp.S, FINS Disusun oleh: Adinda Sofiatunnisa (1110103000079) KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

Upload: ayu-reskianingsih

Post on 06-Nov-2015

42 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Definisi, patofisiologi, tatalaksana

TRANSCRIPT

DISKUSI TOPIKSTROKE HEMORAGIK

Pembimbing:dr. Fritz Sumantri U., Sp.S, FINS

Disusun oleh:Adinda Sofiatunnisa (1110103000079)

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGIRUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATIPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA2015KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan atas berkat rahmat dan hidayah-nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Stroke Hemoragik. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kep aniteraan klinik di stase Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada :1. dr. Fritz Sumantri U., Sp.S, FINS. selaku pembimbing presentasi kasus ini.2. Semua dokter dan staf pengajar di SMF Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan makalah ini sangat kami harapkan.Demikian, semoga makalah presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan bisa membuka wawasan serta ilmu pengetahuan kita, terutama dalam bidang neurologi.

Jakarta, 11 April 2015

Adinda Sofiatunnisa

BAB ISTATUS PASIEN

1.1 IDENTITASNama: Tn. TTJenis Kelamin: laki-lakiUmur: 53 tahunPekerjaan : Lain-lainPendidikan: Tamat Akademi/universitasAgama: IslamStatus Pernikahan: Sudah menikahSuku : SundaAlamat: Jl. H. Rohili No. 1 Rt 01 Rw 02, kel. Pangkalan Jati, Kec. Cinere, Depok, Jawa Barat

I.2 ANAMNESISPasien masuk ke ruang High care unit lantai 6 selatan pada hari senin, 6 April 2015. Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan istri pasien pada tanggal 9 April 2015.

A. Keluhan UtamaPenurunan kesadaran sejak 1 hari SMRSB. Riwayat Penyakit SekarangSejak 2 hari SMRS, pasien mengeluh sakit kepala. Pada malam hari, pasien melakukan hubungan seksual dengan istrinya. Setelah itu tubuh pasien menjadi kaku dan mata pasien tertutup. Istri pasien menyangka bahwa pasien tengah tertidur. Keesokkan harinya (1 hari SMRS), istri pasien merasa bahwa pasien selalu mengantuk. Saat istrinya membangunkan pasien, ia membuka matanya namun pandangan tidak fokus lalu mata tertutup kembali. Pasien masih dapat diajak berkomunikasi namun bicara pasien pelo. Setiap kali minum, pasien tersedak. Keluhan muntah menyemprot tidak ada. Istri pasien merasa bahwa kedua tangan dan kaki pasien terlihat kaku. Pagi hari, sebelum masuk rumah sakit, kondisi pasien menjadi lebih buruk, pasien tidak memberikan respon ketika dibangunkan dengan cara bahu pasien ditepuk oleh istrinya. Pasien dibawa ke IGD RSUP Fatmawati dan di rawat di ruang High Care Unit.. C. Riwayat Penyakit DahuluPasien mempunyai riwayat stroke 3,5 tahun yang lalu. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak lama namun tidak terkontrol. Riwayat DM, asam urat, kolesterol tinggi, dan alergi disangkal. Riwayat trauma disangkal. Riwayat penyakit jantung, dan batuk lama disangkal.D. Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan penurunan kesadaran seperti ini sebelumnya. Ayah pasien mempunyai riwayat hipertensi.E. Riwayat KebiasaanPasien mempunyai kebiasaan merokok. Kebiasaan minum alkohol, maupun mengkonsumsi narkoba disangkal. Pasien tidak memiliki kebiasaan berolahraga setiap hari. 1.3 PEMERIKSAAN FISIKA. Status GeneralisKeadaan Umum: Tampak sakit beratKesadaran: compos mentisBB: 60 kgTB: 163 cmBMI: 22,56 (Normoweight)B. Tanda VitalTekanan Darah: Kiri : 170/100 mmHg Kanan : 170/100 mmHgNadi: 70x/menitSuhu: 37,9 0CPernapasan: 16x/menit

C. Keadaan LokalTrauma Stigmata: tidak terdapat trauma stigmaPulsasi Aa. Carotis: Teraba pulsasi kanan dan kiri equal, regular, isi cukupPembuluh Darah Perifer: Capillary refill time < 3 detikKelenjar Getah Bening: Tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)Columna Vertebralis: Lurus ditengah, nyeri tekan (-)Kulit: sianosis (-), ikterik (-)Kepala: normosefali, rambut sebagian hitam sebagian putih, distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak ada alopesia, benjolan (-), nyeri tekan (-)Mata: konjungtiva anemis -/-, ptosis -/-, lagoftalmus -/-, pupil bulat isokor, diameter 3 mm/3 mm , refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+ Strabismus konvergen OS, tekan bola mata secara manual normal.Telinga: normotia +/+, hematoma retroaurikuler (Battles sign) -/-, perdarahan -/- Inspeksi Aurikula dekstra : Preaurikuler, Aurikuler, Postaurikuler : hiperemis (-), abses (-), massa (-), scar (-) Inspeksi Aurikula sinistra : Preaurikuler, Aurikuler, Postaurikuler : hiperemis (-), abses (-), massa (-), scar (-) Hidung: deviasi septum -/-, perdarahan -/-, nyeri tekan sinus -, Mulut: bucal warna normal, ulkus (-), bibir edema (-), perdarahan (-), posisi lidah dalam rongga mulut condong ke kiri,Tenggorok: faring hiperemis (-), tonsil T1-T1Leher: bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid, pulsasi arteri carotis normal, perbesaran kelenjar tiroid (-), posisi trakea ditengah, bruit (-), JVP 5-2 cmH2O Pemeriksaan JantungInspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terihatPalpasi : Pulsasi ictus cordis teraba 1 jari medial dari linea midklavikulasinistra ICS V, thrill (-), heaving (-), lifting (-), tapping (-)Perkusi : batas jantung kanan pada ICS IV linea sternal dekstra, batas jantung kiri pada ICS V linea midklavikula sinistra. Pinggang jantung ICS II linea parasternalis sinistraAuskultasi : BJ I-II reguler normal, murmur (-), gallop (-)Pemeriksaan Paru Inspeksi : Penggunaan otot bantuan nafas (-)/(-), Retraksi sela iga (-/-), bentuk dada normal, barrel chest (-), pectus carinatum (-)/(-), pectus ekskavatum (-)/(-), pelebaran sela iga (-)/(-), tumor (-)/(-), scar (-), emfisema subkutis (-)/(-), pergerakan kedua paru simetris statis dan dinamis, pola pernapasan normal.Palpasi : massa (-)/(-), emfisema subkutis(-)/(-), ekspansi dada simetris, vocal fremitus tidak valid dinilai, pelebaran sela iga (-)/(-)Perkusi : Sonor di kedua lapang paruBatas paru hati : pada garis midklavikula kanan sela iga 6, peranjakan hati sebesar 2 jariBatas paru lambung : pada garis aksilaris anterior kiri sela iga 7Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+ /+), wheezing (-/-), ronki (-/-) Pemeriksaan AbdomenInspeksi : massa (-),striae (-), scar (-), bekas operasi (-)Auskultasi : BU (+) normalPalpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (-), massa (-); Hepar dan lien tidak teraba; Ginjal : Ballotement (-)/(-)Perkusi : timpani, shifting dullnes (-)

Pemeriksaan Ekstremitas : Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 3 detik, edema (-)/(-) jari tabuh (-), deformitas (-).Status Neurologis GCS : E3 M6 Vafasia, Kesadaran : compos mentis Rangsang Selaput Otak Kaku kuduk: -Laseque: >700 / >700Kernig : > 1350 / > 1350Brudzinsky I: - / -Brudzinsky II: - / -- Saraf-saraf KranialisN.I (olfaktorius): normosmia / normosmiaN.II (optikus)Acies visus: 6/60 / 6/60Visus campus : normal / normalLihat warna : normal / normalFunduskopi: tidak dilakukanN.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)Kedudukkan bola mata: ortoposisi + / strabismus konvergenPergerakkan bola mata :

Nasal: +/+Temporal: +/-Nasal atas: +/-Temporal atas: +/-Nasal bawah: +/+Temporal bawah: +/+Exopthalmus : - / -Nystagmus : - / -

Pupil Bentuk: bulat, isokor, 3mm/3mm Reflek cahaya langsung: +/+Reflek cahaya tidak langsung: +/+Reflek akomodasi : +/TVDReflek konvergensi : +/+N.V (Trigeminus)Cabang Motorik: normal / normalCabang sensorik Ophtalmikus: normal / normalMaksilaris : normal / normalMandibularis : normal / normalN.VII (Fasialis)Motorik orbitofrontalis: normal / normalMotorik orbikularis: normal/normalMotorik buccinator: TVD/TDVMotorik fronatalis: normal / normalPengecapan lidah: tidak dilakukanN.VIII (Vestibulocochlearis)Vestibular : Vertigo: - Nistagmus : - / -Koklearis : Tes rinne: tidak valid dinilai Weber: tidak valid dinilai Scwabach: tidak valid dinilaiN.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)Motorik : normalSensorik : tidak dilakukanN.XI (Accesorius)Mengangkat bahu : TVD/TVDMenoleh : TVD/TVDN.XII (Hypoglossus)Pergerakkan lidah: deviasi ke arah kiri (saat dikeluarkan), deviasi ke arah kanan (saat didalam mulut)Atrofi : -Fasikulasi : -Tremor : -Sistem Motorik : Kesan hemiparese duplet spastisGerakkan InvolunterTremor: - / -Chorea : - / -Atetose : - / -Miokloni : - / -Tics : - / -Trofi: eutrofi + / +Tonus : hipertonus + / +

Refleks Fisiologis

Kornea: + / +Biceps : +3 / +3Triceps: +3 / +3Lutut : +4 / +4Tumit : +4 / +4Kremaster: (tidak dilakukan)

Refleks Patologis

Hoffman Tromer: - / -Babinsky : - / +Chaddok : - / -Gordon : - / -Schaefer : - / -Klonus lutut : - / -Klonus tumit : - / -

Sistem Sensorik : Propioseptif : tidak valid dinilai Eksteroseptif: tidak valid dinilaiKesan : tidak terdapat hemihipestesiFungsi SerebelarAtaxia : tidak valid dinilaiTes Romberg: tidak dilakukanDisdiadokokinesia: tidak valid dinilaiJari-jari : tidak valid dinilaiJari-hidung: tidak valid dinilaiTumit-lutut: tidak valid dinilaiRebound phenomenon: -Hipotoni : - / -

Fungsi LuhurAstereognosia: Tidak valid dinilaiApraxia : Tidak valid dinilaiAfasia : Tidak valid dinilaiFungsi Otonom Miksi: on DC Defekasi : on PampersSekresi keringat: normalKeadaan PsikisIntelegensia: TVDTanda regresi : TVDDemensia : TVD1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Pemeriksaan Laboratorium ( 6 April 2015)

PemeriksaanHasilNilai Rujukan

Hematologi Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Eritrosit11,9 g/dL 36 % 12,7 ribu/ul 227 ribu/ul 4,52 juta/ul

11,7 15,533 - 455,0 10,0150 4403,80 5, 20

VER/HER/KHER/RDW VER HER KHER RDW

78,8 fl 26,4 pg 33,45g/dl 13,4 % 80,0 100,026,0 34,032,0 36,011,5 14,5

Fungsi Hati SGOT SGPT46 U/l 18 U/l0 340 40

Fungsi Ginjal Ureum darah Kreatinin darah36 mg/dl 1,2 mg/dl 20 400,6 1,5

Gula Darah Sewaktu 97 mg/dl70 140

Elektrolit Darah Natrium Kalium Klorida141 mmol/l 3,82 mmol/l 109 mmol/l 135 1473,10 5, 1095 108

Pemeriksaan Sputum (7 April 2015)Pemeriksaan

BahanSputum ( selang)

PemeriksaanPewarnaan Gram

Hasilgram positif cocus dan gram negatif batang Sel epitel : 7 9 / LPK Leukosit : 24 28 / LPK

b. Pemeriksaan EKG

Sinus rhythm, frekuensi 80 x/mnt, Kesan : normal EKG

c. Pemeriksaan RadiologiRo Thorax AP

Rontgen Toraks PA: Jantung dalam batas nirmal Aorta elongasi Pulmo: infiltrat di lapang paru kanan dd/ TB paru

CT Scan Kepala tanpa kontras

Kesan CT scan kepala:Perdarahan thalamus mencapai periventrikel lateralis kiri estimasi volume 14,5 cc dengan minimal herniasi subflacine ke kanan.Perdarahan intraventrikel lateralis kiri.Multiple infark periventrikel lateralis bilateral.

1.5 RESUMEPasien datang ke RSUP Fatmawati dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1 hari SMRS. Lengan dan tungkai kaku. Pasien mudah tersedak setiap kali minum, serta mengalami bicara pelo, cadel,.Sejak 2 hari lalu, pasien mengalami sakit kepala.Pasien tampak sakit berat dengan kesadaran compos mentis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 170/100 mmHg, frekuensi nadi : 70x/menit, suhu : 37,9 C, frekuensi pernapasan : 18x/menit. Pemeriksaan neurologis didapatkan GCS E4M6Vafasia, terdapat kesan hemiparese duplet spastis, parese N. XII sinistra, strabismus kovergen OS. 1.6 DIAGNOSIS Diagnosis klinis: penurunan kesadaran, hemiparese duplet spastis, parese N. XII sinistra, sefalgia, strabismus kovergen OS. Diagnosis etiologi: perdarahan intraserebral Diagnosis topis : thalamus meluas hingga periventrikel Diagnosis Kerja : CVD SH rekuran OH 5 Hipertensi Grade II

1.7 TATA LAKSANAOksigenasi : oksigen 2 ltr/mnt dengan nasal kanulMedikamentosa NaCl 0,9% 500cc/12 jam IV Manitol 20% 4 x 125 cc IV Citicolin 2 x 500 mg IV Parasetamol 2 x 500 mg PO Laxadin 3x15cc PO Non medikamentosa Tirah baring & Posisikan kepala 300 Asupan nutrisi cukup

1.8 Rencana Pemeriksaan Konsul paru Konsul Rehab medik

1.9 PrognosisAd vitam : dubia ad bonamAd functionam: dubia ad malamAd sanationam: dubia ad

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi StrokeStroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal, atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular.1

2.2 Klasifikasi StrokeBerikut ini adalah klasifikasi stroke berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya, stadium, dan sistem pembuluh darah. Dasar klasifikasi yang berbeda beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif, dan prognosis yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa.12.2.1 Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnyaa. Stroke Iskemik Transient Ischemic Attack (TIA) Trombosis serebri Emboli serebrib. Stroke Hemoragik Perdarahan intraserebral Perdarahan subarakhnoid2.2.2 Berdasarkan stadium/pertimbangan waktua. TIAb. Stroke in evolutionc. Completed stroke2.2.3 Berdasarkan sistem pembuluh daraha. sistem karotisb. Sistem vertebro-basilar

2.3 Etiologi StrokeBeberapa penyebab stroke, antara lain :a. Trombosis Aterosklerosis (penyebab tersering) Vaskulitis : arteritis temporalis, poliarteritis nodosa Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan/traumatik) Gangguan darah : polisitemia, hemoglobinopati (sicklemia)b. Embolisme Sumber di jantung : fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium, penyakit jantung reumatik, penyakit katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri: bifurkasio karotis komunis, arteri vertebralis distal Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinomac. Vasokontriksi Vasospasme serebrum setelah perdarahan subarakhnoid

2.4 Stroke Hemoragik2.4.1 Definisi stroke hemoragikStroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak atau ke dalam ruang subarakhnoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak. Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan dan merupakan sebagian kecil dari stroke total yaitu 10 15% perdarahan intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan subarakhnoid. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid adalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovena (MAV).3

2.4.2 Epidemiologi Stroke HemoragikMenurut WHO (2005), stroke menjadi penyebab kematian dari 5,7 juta jiwa di seluruh dunia dan diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta penderita pada tahun 2015 dan 7,8 juta penderita pada tahun 2030. Di Amerika Serikat, sekitar 28% penderita stroke berusia lebih dari 65 tahun. Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2013), prevalensi stroke di Indonesia sebesar 7%. Prevalensi stroke tertinggi di Sulawesi Utara yaitu sebesar 10,8%. Prevalensi stroke cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah baik yang didiagnosis tenaga kesehatan (16,5%) maupun diagnosis tenaga kesehatan atau gejala (32,8%). Prevalensi stroke di kota lebih tinggi dibandingkan dengan di desa sebesar 8,2% berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,7%.2Stroke adalah penyebab utama kecacatan pada orang dewasa. Kemungkinan meninggal akibat stroke adalah 30%-35%, kemungkinan cacat mayor pada yang selamat adalah35-40%. Sekitar sepertiga dari semua pasien yang selamat dari stroke akan mengalami stroke berikutnya dalam 5 tahun, 5%-14% dari mereka akan mengalami stroke ulangan dalam tahun pertama.3

2.4.3 Faktor Risiko Stroke HemoragikFaktor resiko stroke, antara lain :a. UsiaUsia merupakan faktor resiko yang paling penting bagi semua stroke. Insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia. Setelah umur 55 tahun risiko stroke iskemik meningkat 2 kali lipat setiap 10 tahun (risiko relatif). b. Jenis KelaminPada pria memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2 : 1. Walaupun pria lebih berisiko terkena stroke pada usia muda dibandingkan dengan wanita, tetapi wanita akan menyusul setelah usia mereka mencapai menopause. Hasil hasil penelitian menyatakan bahwa hormon berperan dalam hal ini, yang melindungi wanita sampai mereka melewati masa masa melahirkan anak. Pria berusia kurang dari 65 tahun memiliki risiko terkena stroke iskemik atau perdarahan intraserebral lebih tinggi sekitar 20% daripada wanita. Namun, wanita usia berapa pun memiliki risiko perdarahan subarakhnoid sekitar 50% lebih besar. c. Ras / Suku bangsaOrang kulit hitam lebih banyak menderita stroke daripada orang kulit putih. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup.d. Riwayat Keluarga dan GenetikKelainan turunan sangat jarang menjadi penyebab stroke. Namun, gen memang berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun. Anggota keluarga dekat dari orang yang pernah mengalami perdarahan subarakhnoid (PSA) memiliki peningkatan risiko 2- 5% terkena PSA. e. Diabetes MellitusGula darah yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Pada orang yang menderita diabetes melitus risiko terkena stroke 1,5 -3 kali lebih besar (risiko relatif).32.4.4 Gejala Stroke HemoragikPada perdarahan subarakhnoid, gejala prodormal dapat berupa nyeri kepala hebat dan akut hanya 10%, sedangkan 90% tanpa keluhan sakit kepala. Kesadaran pasien sering terganggu, dari tidak sadar sebentar, sedikit delirium sampai koma. Pada pemeriksaan fundus okuli ditemukan 10% penderita mengalami papil edema beberapa jam setelah perdarahan. Gangguan fungsi saraf otonom dapat terjadi. Bila berat, maka dapat terjadi ulkus peptikum disertai hematemesis dan melena, dan sering disertai dnegan peningkatan kadar gula darah, glukosuria, dan albuminuria.3Pada perdarahan intraserebral gejala prodormal tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringkali di siang hari, saat beraktivitas atau emosi/marah. Pada permulaan serangan sering disertai dengan mual, muntah dan hemiparesis. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara - 2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam sampai 19 hari). Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.3 Tabel 2.1 Perbedaan Stroke Hemoragik dan Non HemoragikGejala KlinisPerdarahan IntraserebralPerdarahan SubarakhnoidNon hemoragik

Defisit lokalBeratRinganBerat ringan

OnsetMenit/jam1-2 menitPelan (jam/hari)

Nyeri kepalaHebatSangat HebatRingan

Muntah pada awalnyaSeringSeringTidak, kecuali lesi di batang otak

HipertensiHampir selaluBiasanya tidakSering kali

Penurunan kesadaranAdaAdaTidak ada

Kaku kudukJarangAdaTidak ada

HemiparesisSering dari awalPermulaan tidak adaSering dari awal

Gangguan bicaraBisa adaJarangSering

LikuorBerdarahberdarahJernih

Parese/gangguan N.IIITidak adaBisa adaTidak ada

2.4.5 Patofisiologi Stroke HemoragikPerdarahan otak merupakan penyebab stroke terbanyak setelah infark otak. Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya atas perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Pada perdarahan intraserebral, pembuluh yang pecah terdapat di dalam otak atau pada massa otak, sedangkan pada perdarahan subarakhnoid, pembuluh yang pecah terdapat di ruang subarakhnoid, disekitar sirkulus arteriosus Willisi.1a. Perdarahan IntraserebralPerdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di subkortikal, serebelum, pons, dan batang otak. Perdarahan di daerah korteks lebih sering disebabkan oleh sebab lain misalnya tumor otak yang berdarah, malformasi pembuluh darah otak yang pecah, atau pada penyakit dinding pembuluh darah otak primer. Gejala neurologik dapat timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang mengalami nekrosis.1Pada saat saat pertama, mungkin darah hanya akan mendesak jaringan otaktanpa merusaknya, karena saat itu difusi darah ke jaringan belum terjadi. Pada keadaan ini harus dipertimbangkan tindakan pembedahan untuk mengeluarkan darah agar dapat dicegah gejala sisa yang lebih parah. Absorpsi darah terjadi dalam waktu 3 - 4 minggu. Gejala klinik oerdarahan di korteks mirip dnegan gejala infark otak, tetapi mungkin lebih gawat apabila perdarahan sangat luas. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh darah areteriola berdiameter 100 400 mikrometer mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid, dan timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol arteriol dari cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus (thalamo perforate arteries) dan cabang cabang paramedian arteri vertebro-basilar mengalami perubahan perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan tekanan darah yang abrupt atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan tersebut dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik. Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini, absorpsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat meyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat disebabkan karena kompresi batang otak , hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Peremebesan darah ke ventrikel otak terjadi pada 1/3 kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30 60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons dapat berakibat fatal.1b. Perdarahan SubarakhnoidPerdarahan terjadi akibat pecahnya aneurisma kongenital yang sering terjadi di arteri komunikans anterior, arteri serebri media, arteri serebri anterior, dan arteri komunikans anterior. Gejala perdarahan ini sangat khas dengan nyeri kepala yang sangat hebat pada saat onset penyakit. Perdarahan subarakhnoid terjadi karena pecahnya aneurisma sakuler pada 80% kasus SAH non traumatik. Aneurisma sakuler ini merupakan proses degenarasi vaskuler yang didapat akibat proses heomdinamika pada bifurcatio pembuluh arteri otak. Terutama di daerah sirkulus Willisi. Penyebab SAH nonaneurisma antara lain : trauma, idiopatik, malformasi arteriovenosa, diseksi arteri intrakranial, penggunaan kokain dan amfetamin, vaskulitis pada saraf pusat, gangguan koagulasi, dan neoplasma.4Keluarnya darah ke ruang subarakhnoid akan menyebabkan reaksi yang cukup hebat berupa sakit kepala yang sangat hebat. Gejala ini ditemukan pada sebagian besar kasus. Pada penderita ini selanjutnya terjadi penurunan kesadaran pada 50% kasus disertai kegelisahan. Rangsang meningeal dan kegelisahan ditemukan pada 10% kasus. Gejala ini timbul di hari hari pertama. Selain itu, pada perdarahan subarakhnoid terjadi rebleeding pada 2 minggu pertama. Penelitian epidemiologi menggambarkan bahwa rebleeding timbul pada 50 60% kasus dalam 6 bulan pertama setelah perdarahan awal, dan menurun 10% pada hari ke 30 dan berkurang 3% setiap tahun. Vasospasme yang timbul dalam ruang subarakhnoid sangat mempengaruhi prognosis. Keadaan ini umunya timbul pada hari ke 3 dan meningkat pada hari ke 7 10.1Struktur Perdarahan IntrakranialTerdapat 2 sistem perdarahan yang memperdarahi struktur struktur intrakranial, yaitu sistem arteri karotis dan sistem arteri vertebrobasilar. Dua pertiga depan dari kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat darah dari sepasang arteri karotis interna, sedangkan 1/3 belakang yang meliputi sereblum, korteks oksipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh darah dari sepasang arteri vertebrobasilaris.8

Gambar 2.1 Sistem Perdarahan Karotis

Gambar 2.2 Sistem Perdarahan Arteri Vertebrobasilar2.4.6 Komplikasi Perdarahan Intraserebral5a. Hematoma ExpansionEkspansi hematom terjadi dalam 24 jam pertama setelah terjadinya perdarahan intraserebral spontan dan terjadi 1/3 pasien. b. HidrosefalusPada awalnya, ekstravasasi darah ke dalam sistem ventrikular mengganggu sirkulasi cairan serebrospinal (CSS) sehingga menyebabkan hidrosefalus obstruktif. Kemudian, darah dan debris menyumbat villi arachnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan hidrosefalus komunikans. Hidrosefalus merupakan prediktor mortalitas pada 30 hari pertama setelah terjadinya perdarahan intraserebral. Jika ditemukan dilatasi pada ventrikel 3 dan 4 prognosisnya akan semakin buruk. c. Edema serebriTerdapat tiga tahap perkembangan edema serebri setelah terjadinya perdarahan intraserebri, yaitu :1. Tahap pertama, darah masuk ke dalam bagian white matter dan menginfiltrasi area otak yang intak. Dalam beberapa jam, terjadi retraksi pembekuan dan ekstrusi protein aktif secara osmotik sehingga terbentuklah edema. 2. Tahap kedua, yaitu terjadi pada hari ke 1 -2 setelah terjadinya perdarahan. Pada tahap ini terjadi aktivasi kaskade koagulasi dan sintesis trombin, aktivasi komplemen. Aktivasi tersebut menarik leukosit PMN dan monosit/makrofag dan menyebabkan upregulasi immunomodulator yang dapat merusak sawar darah otak dan memperparah edema (perihematomal edema).3. Tahap ketiga terjadi pada hari ke 2 setelah terjadinya perdarahan, dimana terjadi lisis dari sel darah merah dan menyebabkan terjadinya toksisitas neuronal yang diinduksi oleh hemoglobin. d. Apoptosis dan NekrosisGaya mekanik yang terjadi selama pembentukan hematom dan toksisitas kimia yang diinduksi oleh reaksi inflamasi perihematomal dapat menyebabkan nekrosis pada jaringan otak yang ada di dekatnya. Sel astrosit dan sel neuron mengalami apoptosis, baik sel yang terletak pada bagian tengah maupun perifer dari hematom. e. Mediator Biokimia pada kerusakan otakBeberapa mediator biokimia dapat menimbulkan kerusakan otak sekunder setelah terjadi perdarahan intraserebral.

Trombin merupakan komponen kaskade koagulasi yang teraktivasi pada perdarahan intraserebral. Pada konsentrasi rendah, trombin dibutuhkan untuk mencapai hemostasis. Pada konsentrasi yang tinggi, trombin dapat menginduksi apoptosis dan edema sitotoksis secara langsung. Selain itu, trombin juga dapat mengaktivasi kaskade komplemen dan matriks metalloprotease yang dapat meningkatkan permeabilitas sawar darah otak. Hemoglobin dimetabolisme menjadi besi, CO, dan biliverdin oleh enzim heme oksigenase. Inhibisi heme oksigenase dapat menurunkan edema perihematomal dan mengurangi neuron yang rusak. Selain itu, infusi besi intraserebral dapat menyebabkan edema otak dan meningkatkan edema yang diinduksi oleh trombin.

2.5 Pemeriksaan FisikGangguan N.VIIOtot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh; yang lumpuh ialah bagian bawah pada wajah. Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral). Karenanya kerusakan sesisi pada upper motor neuron dari nervus VII akan mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya tidak. Penderita masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata, tetapi kurang dapat mengangkat sudut mulut pada sisi yang lumpuh. Kontraksi involunter masih dapat terjadi, bila penderita tertawa spontan, maka sudut mulut dapat terangkat. Plika nasolabialis lebih terlihat jelas terlihat dibanding pada sisi yang sehat, stroke merupakan penyebab gangguan jenis sentral terbanyak.7

Gangguan N.IX dan XGejala gangguan yang penting ialah disartria (cadel, pelo, dan gangguan pengucapan kata-kata) dan salah telan (keselak, disfagia). Pengucapan kata-kata diurus oleh otot-otot mulut (maseter, pterigoideus lateralis, orbikularis oris), otot lidah, otot laring dan faring. Jadi merupakan kerjasama antara saraf otak V, VII, IX, X dan XII. Kelumpuhan saraf-saraf ini dapat mengakibatkan ketidakmampuan untuk mengucapkan kata-kata dengan baik yang disebut disartria.7

Gangguan N.XIILesi nervus XII dapat bersifat supranuklir, misalnya pada lesi di korteks atau kapsula interna, yang dapat disebabkan oleh strok. Dalam hal ini didapatkan kelumpuhan otot lidah tanpa adanya atrofi dan fasikulasi. Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan, menarik atau mengangkat lidahnya. Pada lesi unilateral, lidah akan membelok kearah sisi yang sakit saat dijulurkan. Saat istirahat lidah membelok ke sisi yang sehat di dalam mulut.7

Sistem MotorikSistem motorik hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan (hemiparesis). Jika kelumpuhan sama berat antara lengan dan tungkai maka hampir dipastikan bahwa gangguan aliran darah dapat terjadi di subkortikal atau pada daerah vertebrobasiler.1

Sistem SensorikPada pemeriksaan sensorik dapat terjadi hemisensorik tubuh. Karena bangunan anatomik yang terpisah, gangguan motorik berat dapat disertai gangguan sensorik ringan atau gangguan sensorik berat disertai dengan gangguan motorik ringan.1

Refleks Fisiologis dan PatologisPada fase akut, refleks fisiologis pada sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis.1

2.5 Membedakan Stroke Hemoragik dan Stroke IskemikUntuk membedakan jenis stroke dapat dilakukan pemeriksaan CT scan. Pada stroke iskemik, terlihat gambaran hipodens pada daerah yang mengalami infark sedangkan pada stroke heomragik terdapat hiperdensitas pada area perdarahan. Selain menggunakan CT scan, dapat juga menggunakan Scoring Stroke untuk membedakan jenis stroke. Jenis Scoring Stroke yang digunakan, antara lain : Siriraj Stroke Score, Gajah Mada Score, dan Djunaedi Score.

a. Siriraj Stroke Score6SSS = 2.5 (kesadaran) + 2 (muntah) + 2 (sakit kepala) + 0,1 (tekanan darah diastolik) 3 (aterom) 12Keterangan : Kesadaran : sadar = 0, stupor = 1, coma/ semi coma = 2 Muntah/sakit kepala dalam 2 jam : tidak = 0, ya = 1 Aterom/riwayat DM, angina, klaudikasio perifer : tidak ada = 0, 1 atau lebih = 1 Jika SSS > 1 = stroke hemoragik Jika SSS < 1 = stroke iskemik Jika SSS -1 1 = diagnosis belum pasti

b. Gajah Mada Score

c. Djunaedi Score

2.6 Diagnosis Strokea. Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan temuan klinis.b. CT Scan kepala tanpa kontras merupakan pemeriksaan baku emas untuk perdarahan di otak.c. Bila tidak memungkinkan, dapat dilakukan CT Scan maka dapat digunakan : Algoritme Stroke Gajah Madad. Pungsi lumbal dapat dilakukan bila ada indikasi khususe. MRI dilakukan untuk menentukan lesi patologik stroke lebih tajam.f. Neurosonografi untuk mendeteksi stenosis pebuluh darah ekstrakranial dan intrakranial dalam membantu evaluasi diagnostik, etiologik, terapeutik, dan prognostik.

A. Pemeriksaan Penunjang RutinPenanganan stroke akut memerlukan pemeriksaan kondisi yang mengiringi stroke sehingga hasilnya bermanfaat untuk menentukan antisipasinya.a. Laboratorium : Pemeriksaan DPL, LED, hitung trombosit, masa perdarahan, masa pembekuan. Gula darah dan profil lipid Ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, dan urin lengkap Bila perlu pemeriksaan gas darah dengan elektrolit (Natrium, Kalium)b. Rontgen Toraksc. Elektrokardiografi

B. Pemeriksaan Penunjang Khusus Atas Dasar Indikasi Dan Fasilitas Pada kasus stroke yang tidak spesifik atau dengan indikasi pengobatan khusus, perlu suatu eksplorasi lebih lanjut serta evaluasi khusus.a. Bila ada dugaan gangguan faal hemostasis :i. Dilakukan pemeriksaan masa protrombin, APTT, fibrinogen, D-dimer, protein C dan S, dan agregasi trombosit.ii. Bila perlu AT III, ACA, homosistein, dan lain-lain.b. Pemeriksaan lain bila ada dugaan (Lues, HIV, TBC, autoimun, dll)c. Ekokardiografi transtorakal dam atau transesofageal dilakukan untuk mengetahui adanya vegetasi emboli di jantung dan aorta proksimal.d. Angiografi serebral, DSA, MRA, atau CT Scan-Angiografi (AVM, aneurisma, plak karotis, dan lain-lain)e. SPECT untuk menilai reperfusi hasil pengobatan, tidak direkomendasikan untuk pemakaian rutin kasus stroke.f. EEG dilakukan atas dasar indikasi antara lain, kejang dan enarterektomi karotis.

C. Penatalaksanaan UmumDasar penatalaksanaan suatu stroke akut adalah dengan mengoptimalkan sirkulasi dan metabolisme umum dan mencegah peningkatan tekanan intrakranial akibat edema otak. Posisi kepala dan badan atas 30 derajat, infus terpasang, boleh dimulai bertahap bila hemodinamik stabil Bebaskan jalan nafas, bila perlu berikan oksigen 1-3 L/menit sampai ada hasil pemeriksaan gas darah Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermiten Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus Hiperglikemia atau hipoglikemia harus segera dikoreksi Suhu tubuh harus dipertahankan normal Asupan nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik dan apabila didapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik dengan 1500 kalori Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan Pemberian caian intravena 24 jam pertama cairan emergensi RL, NaCl 0,9%, Asering, dan dilanjutkan 24 jam berikutnya berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung glukosa murni atau hipotonik Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin/LMWH dosis rendah bila tidak ada kontraindikasi Mobilisasi dan neurorestorasi serta neurorehabilitasi dini bila tidak ada kontraindikasi.

D. Penatalaksanaan SpesifikPrinsip dasar penatalaksanaan stroke akut adalah upaya memulihkan tekanan perifer otak, mencegah kematian sel otak, mengoptimalkan metabolisme, dan mencegah terjadinya proses patologis yang mengiringi serangan otak tersebut, antara lain :

Stroke hemoragik1. Perdarahan Intraserebral Mengobati etiologinya, menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi dengan neuroprotektor dapat diberikan. Tindakan bedah dilakukan dengan mempertimbangkan usia dan skala koma Glasgow lebih dari 4 dan hanya dilakukan pada penderita dengan: Perdarahan serebellum dengan diameter lebih dari 3 cm dilakukan kraniotomi dekompresi Hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikuler atau serebellum dapat dilakukan VP shunting Perdarahan lobar diatas 60 cc dengan tanda-tanda peningkatan intrakranial akut dan disertai dengan ancaman herniasi

2. Perdarahan Subarakhnoid nimodipine dapat diberikan untuk mencegah vasospasme pada perdarahan subarachnoid primer akut, diawali dengan 1-2 jam pertama 1 mg/jam dilanjutkan 1-6 mg/jam dengan continous infusion dan selanjutkan dengan pemberian per oral 4-6x60 mg. Terapi hipervolimik-hipertensif hemodelusi di ICU/NCCU Pengobatan baru dengan a ballon angioplasty, intraarterial papaverine atau kombinasi keduanya. Pemasangan coil atau clipping aneurisma 30 % untuk mencegah rebleeding.

Tata laksana dan tindak lanjut pada rawat inapTerapi umum pada stroke hemoragik Rawat ICU bila:Volume hematome lebih dari 30 cc, perdarahan intraventrikuler, timbul hidrosefalus, klinis cenderung menurun. Tekanan darah:Diturunkan perlahan-lahan (15-20%) bila tekanan sistolik >180 dan tekanan diastolic >120. MAP >130, volume hematome bertambah dan terdapat gagal jantung (Labetolol IV 10 mg sampai 20 mg dengan maksimum 300 mg, Enapril IV 0,625 mg-1,25 mg/6 jam, Captopril 3x6,25-25 mg)

Tekanan intracranial meningkat: Posisi kepala dinaikkan 30 dengan posisi kepala dan dada satu bidang. Manitol Hiperventilasi (pCo2 30-35 mmHg)

Terapi khusus Perdarahan intra serebral Medis Bedah: evaluasi hematoma Perdarahan subarakhnoid Medis (antifibrinolitik, Ca antagonis) Bedah (aneurisma, AVM) dengan ligasi, embolisasi, ekstirpasi, gamma knife Rehabilitasi : Fisioterapi Terapi wicara Terapi okupasi

Tata laksana dan tindak lanjut pada rawat jalanBertujuan mencegah stroke ulang, mencegah kematian jangka panjang, dan rehabilitasi.1. Mencegah terjadinya stroke ulang, dengan cara:Gaya hidup sehat Mengendalikan faktor resiko: DM mengontrol kadar gula darah dengan diet, obat anti diabetik, insulin (actrapid) Hipertensi mengupayakan tekanan sistolik450 mg%. Dapat pula diberikan insulin iv secara drips kontinu selama 2-3 hari dengan dosis awal 1 unit per jam diikuti dosis luncur isulin bila diketahui seorang menderita DM yang sukar dikendalikan, hiperosmolar, atau gula darah tetap tinggi setelah 24 jam pemantauan.

Masalah hipertensi pada stroke adalah masalah yang paling sering dijumpai dan sering menimbulkan pertanyaan apakah hipertensi pada stroke diobati. Sebagian besar ahli tidak merekomendasikan pegobatan hipertensi pada stroke iskemik kecuali bila terdapat krisis hipertensi. Krisis hipertensi sendiri adalah suatu keadaan klinis tertentu dimana diperlukan penurunan tekanan darah segera karena akan menentukan keadaan selanjutnya dari si pasien. Tekanan darah pada krisis hipertensi ini sangat bervariasi tingginya dan tergantung jenis hipertensi dan target organ yang sudah terkena. Krisis hipertensi dapat dibagi menjadi : Hipertensi emergensi Pada umumnya dijumpai pada: Hipertensi maligna terakselerasi dengan papil edema Kondisi serebrovaskular : ensefalopati hipertensi, infark luas pada otak, perdarahan intraserebral, perdarahan subarakhnoidal, dan cedera kranioserebral. Kondisi jantung : diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut, infark miokard akut, dan pasca operasi bypass koroner. Kondisi ginjal : glomerulonefritis akut, hipertensi renovaskular, krisis renal akibat penyakit collagen-vascular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal. Akibat katekolamin yang tersirkulasi : pada penghentian mendadak obat hipertensi, interaksi obat atau makanan dengan MAO inhibitor, krisis feokromositoma, hiperrefleksia otonom pasca cedera medula spinalis. Eklamsia Kondisi bedah : hipertensi berat pada pre operasi cito , hipertensi pasca operasi, dan perdarahan pasca operasi. Luka bakar luas dan berat Epistaksis berat Trombotik Trombositopenia purpura.

Sedangkan hipetensi emergensi pada stroke biasanya tekanan diastolik lebih dari 140 mmHg setelah diukur 2 kali dengan selang 5 menit, atau tekanan sistolik lebih dari 230 mmHg dan atau tekanan diastolik 121-140 mmHg pada 2 pengukuran yang berselang waktu 15 menit, atau tekanan darah sistolik 180-230 mmHg dan atau tekanan diastolik 105-120 mmHg. Selain itu terbukti pula adanya keadaan perdarahan intraserebral, gagal jantung kiri, edema paru, gagal ginjal, aorta diseksi, atau tekanan darah arterial rata-rata yang lebih dari 145 mmHg ( [ tekanan sistolik + 2 tekanan diastolik]/3). Obat anti hipertensi harus diberikan secara parenteral dengan penurunan yang harus mulai terjadi dalam benberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Obat untuk hipertensi emergensi yang sering dipergunakan di Indonesia, antara lain: Diltiazem, diberikan dalam bolus 10 mg yang dilarutkan dengan 10 mL saline fisiologis dalam jangka waktu 3-5 menit. Lalu evaluasi dan hitung frekuensi jantung serta bagaimana irama jantung. Obat ini kontra indikasi pada keadaan blok sino-arterial dan blok AV derajat 2. Nicardipine, 5-15 mg/jam IV kontinu. Efek samping yang perlu diperhatikan antara lain sakit keapal, mual, flushing, tachycardia, dan phlebitis lokal. Nimodipine, dengan dosis awal 1mL/jam (1 mg) dinaikkan setiap 13 menit 0,5-1,0 hingga tercapai target dengan maksimal dosis yang dianjurkan 5 mL/jam (5 mg). Obat ini juga berperan sebgai neuroprotektor selain sebagai antihipertensi. Labetolol, diberikan 20-80 mg IV bolus setiap 10 menit atau 2 mg/menit IV kontinu. Efek samping obat ini dapat berupa muntah, mual, gagal jantung, bronkospasme, dan kerusakan hepar karena obat ini merupakan suatu alfa dan beta blocker. Nitroprusid dan nitrogliserin, keduanya diberikan di ICU.

Hipertensi urgensiApabila tekanan darah sistolik 130-180 mmHg dan atau tekanan diastolik 105-120 mmHg tanpa ditemukan target organ, pengobatan dimulai bila tekanan darah menetap pada pengukuran dua kali selang 60 menit. Sedangkan pada kasus baru diawali dengan ACEI atau ARB, long acting Ca Channel Blocker, atau beta blocker atau alfa-beta blocker dengan diuretika. Target penurunan adalah beberapa hari.

DAFTAR PUSTAKA1. Misbach, J. Stroke; Aspek Diagnostik, Patoofisiologi, Manajemen. Jakarta: FKUI. 19992. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2013.3. Gumilang, B. Stroke. Jakarta: FKUI. 2009 4. Rowland, LP. Merritt's Neurology, 11th edition. USA : Lippincott Williams & Wilkins5. Testai FD, Aiyagari V. Acute Hemorrhagic Stroke Pathophysiology and Medical Interventions : Blood Pressure Control, Management of Anticoagulant - Associated Brain Hemorrhage and General Management Principles. Neurologic Clinic 26 (2008) 963 - 985. Elsevier Saunder6. Gupta HS, Gupta MS, Aggarwal R. Assessment of Utility Siriraj Stroke Score in Stroke Patients of Pt BD Sharma PGIMS hospital, Rohtak, India. Med J indones. Vol 10. No. 3 July - september 20117. Lumbantobing, SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: FKUI. 20088. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor Principles of Neurology. eight edition. USA : McGraw Hill. 2005.