stroke

19
TINJAUAN PUSTAKA A. Stroke 1. Defenisi Stroke Stroke adalah hilangnya sebagian fungsi otak yang terjadi secara mendadak atau tiba-tiba akibat dari sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak. Tanpa oksigen dan nutrisi penting yang dialirkan bersama dengan darah, sel otak akan rusak atau mati dalam beberapa menit (Nurzakiah, 2000). Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas), utama pada kelompok usia diatas 45 tahun (Lumbantobing, 2001). 2. Anatomi Pembuluh Darah Otak Menurut American Heart Association (AHA) dalam Family Guide to Stroke, otak adalah organ manusia yang kompleks. Setiap area dari otak mempunyai fungsi khusus. Otak merupakan organ tubuh yang ikut berpartisipasi pada semua kegiatan tubuh, yang dapat berupa bergerak, merasa, berfikir, berbicara, emosi, mengenang, berkhayal, membaca, menulis, berhitung, melihat, mendengar, dan lain-lain. Bila bagian-bagian dari otak ini terganggu, misalnya suplai darah berkurang, maka tugasnya pun dapat terganggu (Lumbantobing, 2003). Otak membutuhkan banyak oksigen. Berat otak hanya 2,5% dari berat badan seluruhnya, namun oksigen yang dibutuhkan hampir mencapai 20% dari kebutuhan badan seluruhnya. Oksigen ini diperoleh dari darah. Pada

Upload: estyjayanti

Post on 15-Apr-2016

217 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

stroke hemoragic

TRANSCRIPT

Page 1: Stroke

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke

1. Defenisi Stroke

Stroke adalah hilangnya sebagian fungsi otak yang terjadi secara mendadak atau

tiba-tiba akibat dari sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak. Tanpa oksigen

dan nutrisi penting yang dialirkan bersama dengan darah, sel otak akan rusak atau

mati dalam beberapa menit (Nurzakiah, 2000).

Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak

(brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas), utama pada

kelompok usia diatas 45 tahun (Lumbantobing, 2001).

2. Anatomi Pembuluh Darah Otak

Menurut American Heart Association (AHA) dalam Family Guide to Stroke,

otak adalah organ manusia yang kompleks. Setiap area dari otak mempunyai fungsi

khusus. Otak merupakan organ tubuh yang ikut berpartisipasi pada semua kegiatan

tubuh, yang dapat berupa bergerak, merasa, berfikir, berbicara, emosi, mengenang,

berkhayal, membaca, menulis, berhitung, melihat, mendengar, dan lain-lain. Bila

bagian-bagian dari otak ini terganggu, misalnya suplai darah berkurang, maka

tugasnya pun dapat terganggu (Lumbantobing, 2003).

Otak membutuhkan banyak oksigen. Berat otak hanya 2,5% dari berat badan

seluruhnya, namun oksigen yang dibutuhkan hampir mencapai 20% dari kebutuhan

badan seluruhnya. Oksigen ini diperoleh dari darah. Pada keadaan normal, darah

yang mengalir ke otak (CBF = cerebro blood flow) adalah 50-60 ml/100 g

otak/menit. Ada 3 selaput yang melapisi otak, yaitu duramater, araknoid dan pia

mater (Lumbantobing, 2003).

Suplai darah ke otak melalui dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis (kanan

dan kiri) dan arteri karotis interna (kanan dan kiri). Arteri vertebralis menyuplai

darah ke area belakang dan area bawah dari otak, sampai di tempurung kepala dan

arteri karotis interna menyuplai darah ke area depan dan area atas otak

(Lumbantobing, 2003).

Page 2: Stroke

Cabang-cabang dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna bersatu

membentuk sirkulus willisi. Sistem ini memungkinkan pembagian darah di dalam

kepala untuk mengimbangi setiap gerakan leher jika aliran darah dalam salah satu

pembuluh nadi leher mengalami kegagalan (Harsono, 2003).

Ada dua hemisfer serebri (belahan otak), yaitu hemisfer serebri sinistra (kiri)

dan hemisfer serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri sinistra (kiri) berfungsi

dalam mengendalikan gerakan sisi kanan tubuh, seperti berbicara, berhitung dan

menulis, sedangkan hemisfer serebri dextra (kanan) berfungsi dalam

mengendalikan gerakan sisi kiri tubuh, seperti perasaan, kemampuan seni,

keterampilan dan orientasi (Harsono, 2003).

3. Klasifikasi Stroke (Bustan, 2000)

a. Stroke non hemoragik ( cerebral infarction )

Klinis terdiri dari :

TIA (Transient Ischemic Attack)

RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)

Progressing stroke = stroke in evolusi

Complete stroke

Secara kausal :

Stroke trombotik

Stroke emboli/non trombotik.

b. Stroke hemoragik.

PSD (Perdarahan Sub Dural)

PSA (Perdarahan Sub Araknoid)

PIS (Perdarahan Intra Serebral)

B. Stroke Hemoragik

1. Defenisi Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak (disebut

hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam ruang

subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang

menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang paling

mematikan dan merupakan sebagian kecil dari stroke total yaitu 10-15% perdarahan

intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan subaraknoid (Felgin, 2006).

Page 3: Stroke

Stroke hemoragik merupakan 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat terjadi

apabila lesi vascular intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi perdarahan

ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi

vascular yang dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA) adalah aneurisma

sakular dan malformasi arteriovena (MAV) (Price dan Wilson, 2006).

2. Klasifikasi Stroke Hemoragik

a. Perdarahan Sub Dural (PSD)

Perdarahan subdural terjadi diantara duramater dan araknoid. Perdarahan

dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang

menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam dura

mater atau karena robeknya araknoid (Harsono, 2003).

b. Perdarahan Sub Araknoid (PSA)

Perdarahan Subaraknoid (PSA) adalah keadaan akut dimana

terdapatnya/masuknya darah ke dalam ruangan subaraknoid, atau perdarahan

yang terjadi di pembuluh darah di luar otak, tetapi masih di daerah kepala seperti

di selaput otak atau bagian bawah otak (Price dan Wilson, 2006). PSA

menduduki 7-15% dari seluruh kasus Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO).

PSA paling banyak disebabkan oleh pecahnya aneurisma (50%) (Harsono,

2003).

c. Perdarahan Intra Serebral (PIS)

Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari

pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma,

dimana 70% kasus PIS terjadi di kapsula interna, 20% terjadi di fosa posterior

(batang otak dan serebelum) dan 10% di hemisfer (di luar kapsula interna). PIS

terutama disebabkan oleh hipertensi (50-68%) (Harsono, 2003).

Angka kematian untuk perdarahan intraserebrum hipertensif sangat tinggi,

mendekati 50%. Perdarahan yang terjadi diruang supratentorium (diatas

tentorium cerebeli) memiliki prognosis yang baik apabila volume darah sedikit.

Namun, perdarahan kedalam ruang infratentorium didaerah pons atau cerebellum

memiliki prognosis yang jauh lebih buruk karena cepatnya timbul tekanan pada

struktur–struktur vital dibatang otak (Price dan Wilson, 2006).

3. Epidemiologi Stroke Hemoragik

a. Distribusi Frekuensi Stroke Hemoragik

Menurut Orang

Page 4: Stroke

Di Amerika Serikat, sekitar 28% penderita stroke berusia lebih dari

65tahun (American Heart Association, 2007). Proporsi penderita stroke pada

kelompok umur < 40 tahun sebesar 3%, kelompok umur 40-49 tahun sebesar

20%, kelompok umur 50-59 tahun sebesar 26%, kelompok umur 60-69 tahun

sebesar 41% dan kelompok umur ≥ 70 tahun sebesar 10%. Jumlah penderita

stroke laki-laki sebanyak 58 orang dan penderita stroke wanita sebanyak 42

orang (Amiruddin dan Djoenaidi, 2004).

Penelitian di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dengan desain Case Series

menunjukkan bahwa proporsi penderita stroke terbesar pada kelompok umur

> 59 tahun yaitu sebesar 50,5% dan sebagian besar penderitanya adalah laki-

laki sebesar 65,5% (Murfi, 2003).

Menurut Tempat

Dari data penelitian tahun 1994 pada populasi masyarakat didapatkan

angka prevalensi penyakit stroke pada daerah urban sekitar 0,5% dan angka

insidensi penyakit stroke pada daerah rural sekitar 50/100.000 penduduk

(Iskandar, 2002).

Menurut Waktu

Menurut WHO, stroke menjadi penyebab kematian dari 5,7 juta jiwa

diseluruh dunia dan diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta penderita pada

tahun 2015 dan 7,8 juta penderita pada tahun 2030. Berdasarkan penelitian

Wiwid (2007) di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukit Tinggi Tahun 2005-

2007, menunjukkan bahwa jumlah penderita stroke hemoragik tahun 2005

sebanyak 66 0rang, tahun 2006 sebanyak 54 orang, tahun 2007 sebanyak 59

orang

4. Faktor Risiko Stroke Hemoragik

Faktor risiko stroke adalah faktor yang menyebabkan seseorang menjadi lebih

rentan atau mudah terkena stroke, antara lain :

a. Usia

Usia merupakan faktor risiko yang paling penting bagi semua stroke. Insiden

stroke meningkat secara eksponsial dengan bertambahnya usia. Setelah umur 55

tahun risiko stroke iskemik meningkat 2 kali lipat setiap 10 tahun (risiko relatif ).

Di Oxfordshire, selama tahun 1981–1986, tingkat insiden stroke pada kelompok

usia 45-54 tahun ialah 57 kasus per 100.000 penduduk dan pada kelompok usia

85 tahun ke atas terdapat 1.987 kasus per 100.000 penduduk. (Lumbantobing,

Page 5: Stroke

2001).

Tahun 1998 di Aucland, Selandia Baru, insiden stroke pada kelompok usia

55-64 tahun ialah 2 per 100.000 penduduk dan di Soderham, Swedia, insiden

stroke pada kelompok usia yang sama 3,2 per 100.000 penduduk. Pada

kelompok usia diatas 85 tahun dijumpai insiden stoke dari 18,4 per 100.000 di

Rochester, Minnesota, dan 39,7 per 100.000 penduduk di Soderham, Swedia

(Ritarwan, 2003).

b. Jenis Kelamin

Pada pria memiliki kecendrungan lebih besar untuk terkena stroke

dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1. Walaupun para pria

lebih rawan dari pada wanita pada usia yang lebih muda, tetapi para wanita akan

menyusul setelah usia mereka mencapai menopause. Hasil-hasil penelitian

menyatakan bahwa hormon berperan dalam hal ini, yang melindungi para wanita

sampai mereka melewati masa-masa melahirkan anak. Pria berusia kurang dari

65 tahun memiliki risiko terkena stroke iskemik atau perdarahan intra sereberal

lebih tinggi sekitar 20% dari pada wanita. Namun, wanita usia berapa pun

memiliki risiko perdarahan subaraknoid sekitar 50% lebih besar (Shimberg,

1998).

Menurut data dari 28 Rumah Sakit di Indonesia pada tahun 2000, ternyata

bahwa kaum pria lebih banyak menderita stroke dibandingkan kaum wanita.

Risiko relatif stroke 1,25 kali lebih besar pada pria dibanding wanita.

(Lumbantobing, 2001).

c. Ras / Suku Bangsa

Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit putih.

Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Pada tahun 2004

di Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar

37,1% dan yang berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang

berkulit putih sebesar 41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7% (American

Heart Association, 2004).

d. Riwayat Keluarga dan genetika

Kelainan turunan sangat jarang menjadi penyebab langsung stroke. Namun,

gen memang berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya

hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh darah. Riwayat

stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah

Page 6: Stroke

mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun (Felgin, 2006). Anggota

keluarga dekat dari orang yang pernah mengalami PSA memiliki peningkatan

risiko 2-5% terkena PSA (Felgin, 2006).

e. Riwayat Stroke

Bila seseorang telah mengalami stroke, hal ini akan meningkatkan terjadinya

serangan stroke kembali/ulang. Dalam waktu 5 tahun, kemungkinan akan terjadi

stroke kembali sebanyak 35-42% (Bambang dan SUhartik, 2004)

f. Diabetes Mellitus

Gula darah yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh

darah yang berlangsung secara progresif. Pada orang yang menderita Diabetes

Mellitus risiko untuk terkena stroke 1,5-3 kali lebih besar (risiko relatif)

(Nurzakiah, 2000).

5. Gejala Stroke Hemoragik

a. Perdarahan Sub Dural

Gejala-gejala perdarahan sub dural adalah nyeri kepala progresif, ketajaman

penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda defisiensi

neorologik daerah otak yang tertekan (Harsono, 2003).

Perdarahan Sub Araknoid Gejala prodormal : nyeri kepala hebat dan akut

hanya 10%, 90% tanpa keluhan sakit kepala.

Kesadaran sering terganggu, dari tidak sadar sebentar, sedikit delirium

sampai koma.

Fundus okuli : 10% penderita mengalami papil edema beberapa jam setelah

perdarahan.

Gangguan fungsi saraf otonom, mengakibatkan demam setelah 24 jam

karena rangsangan meningeal, muntah, berkeringat, menggigil, dan takikardi.

Bila berat, maka terjadi ulkus peptikum disertai hamtemesis dan melena

(stress ulcer), dan sering disertai peningkatan kadar gula darah, glukosuria

dan albuminuria (Arif, 2000).

b. Perdarahan Intra Serebral

c. Gejala prodormal tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan

seringkali di siang hari, waktu bergiat atau emosi/ marah. Pada permulaan

serangan sering disertai dengan mual, muntah dan hemiparesis. Kesadaran

biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam,

23% antara ½-2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam sampai 19 hari) (Arif, 2000).

Page 7: Stroke

6. Letak Perdarahan Stroke Hemoragik

a. Hemisfer Serebri

Hemisfer serebri dibagi menjadi dua belahan, yaitu hemisfer serebri

sinistra (kiri) dan hemisfer serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri kiri

mengendalikan kemampuan memahami dan mengendalikan bahasa serta

berkaitan dengan berpikir ”matematis” atau ”logis”, sedangkan hemisfer

serebri dextra berkaitan dengan ketrampilan, perasaan dan kemampuan seni.

b. Ganglion Basalis

Fungsional peranan umum ganglion basal adalah untuk bekerja sebagai

stasiun-stasiun pemrosesan yang menghubungkan korteks serebrum dengan

nukleus-nukleus thalamus tertentu dan akhirnya berproyeksi ke korteks

serebrum. Kerusakan pada ganglion basalis akan mengakibatkan penderita

mengalami kesukaran untuk memulai gerak yang diingini.

c. Batang Otak

Batang otak adalah bagian otak yang masih tersisa setelah hemisfer

serebri dan serebelum diangkat. Medula oblongota, pons dan otak tengah

merupakan bagian bawah atau bagian infratentorium batang otak. Kerusakan

pada batang otak akan mengakibatkan gangguan berupa nyeri, suhu, rasa

kecap, pendengaran, rasa raba, raba diskriminatif, dan apresiasi bentuk, berat

dan tekstur.

d. Serebelum

Serebelum terbagi menjadi tiga bagian, yaitu archiserebelum berfungsi

untuk mempertahankan agar seseorang berorientasi terhadap ruangan.

Kerusakan pada daerah ini akan mengakibatkan ataxia tubuh, limbung dan

terhuyung-huyung. Paleoserebelum, mengendalikan otot-otot antigravitas

dari tubuh, apabila mengalami kerusakan akan menyebabkan peningkatan

refleks regangan pada otot-otot penyokong. Neoserebelum, berfungsi sebagai

pengerem pada gerakan dibawah kemauan, terutama yang memerlukan

pengawasan dan penghentian, serta gerakan halus dari tangan. Kerusakan

pada neoserebelum akan mengakibatkan dysmetria, intenton tremor dan

ketidakmampuan untuk melakukan gerakan mengubah-ubah yang cepat

(Harsono, 1996).

7. Tindakan Medis Stroke Hemoragik

Tindakan medis pada stroke hemoragik ditujukan agar penderita tetap hidup

Page 8: Stroke

dengan harapan pendarahan dapat berhenti secara spontan. Sekali terjadi

pendarahan maka terapi medikanmentosa tidak dapat menghentikannya. Tindakan

medis yang dilakukan pada penderita stroke hemoragik meliputi (Harsono,

2003).:

a. Tindakan Operatif

Pertimbangan untuk melakukan operasi biasanya bila perdarahan berada di

daerah superficial (lobar) hemisfer serebri atau perdarahan sereberal. Penentuan

waktu untuk operasi masih bersifat kontroversial. Berdasarkan data mortalitas

pasca operasi, disimpulkan bahwa waktu untuk operasi adalah antara 7-9 pasca

perdarahan. Tindakan operasi segera setelah terjadi perdarahan merupakan

tindakan berbahaya karena terjadinya retraksi otak yang dalam keadaan

membengkak. Sementara itu tindakan operasi yang dini dapat menimbulkan

komplikasi iskemi otak.

b. Tindakan Konservatif

Pencegahan peningkatan tekanan intrakranial lebih lanjut.

Upaya pencegahan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) lebih lanjut

adalah pengendalian hipertensi dan pengobatan kejang. Hipertensi yang

menetap akan meningkatkan edema otak dan TIK. Pengendalian hipertensi

harus hati-hati karena apabila terjadi hipotensi maka otak akan terancam

iskemia dan kerusakan neuron. Obat yang di anjurkan dalam mencegah

peningkatan TIK adalah beta bloker atau obat yang mempunyai aksi beta dan

alfa bloking (misalnya labetolol), diberikan secara intravena di kombinasikan

dengan deuretika.

Kejang biasanya terjadi pada perdarahan obar sehingga pemberian anti

konpulsan secara rutin tidak dianjurkan. Pada hiperglikemia tidak diajurkan

untuk diberi difenilhidantoin karena glukosa darah akan meninggi dan kejang

tidak terkontrol. Secara umum antikonfulson yang dianjurkan adalah

difenilhidantoin (bolus intravena) dan diazepam.

Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial.

Secara umum terapi untuk hipertensi intrakranial meliputi hiperventilasi,

diuretika, dan kortikosteroid. Hipertventilasi paling efektif untuk

menurunkan hipertensi intrakranial secara cepat, biasanya dalam beberapa

menit untuk mencapai tingkat hipokapnia antara 25-30 mmHg. Urea

intravena (0,30 gr/Kg BB), atau lebih umum dipakai manitol (0,25-1,0

Page 9: Stroke

gr/Kg BB) dapat menurunkan TIK secara cepat, sering diberikan bersama-

sama dengan hiperventilasi pada kasus herniasi otak yang mengancam.

8. Diagnosis Stroke

Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia 1999 mengemukakan

bahwa diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis

Anamnesis dapat dilakukan pada penderita sendiri, keluarga yang mengerti

tentang penyakit yang diderita. Anamnesis dilakukan dengan mengetahui riwayat

perjalanan penyakit, misalnya waktu kejadian, penyakit lain yang diderita,

faktor-faktor risiko yang menyertai stroke (Bustan, 2000).

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain : pemeriksaan fisik umum

(yaitu pemeriksaan tingkat kesadaran, suhu, denyut nadi, anemia, paru dan

jantung), pemeriksaan neurologis dan neurovaskuler (Arif, 2000).

c. Pemeriksaan Penunjang

Kemajuan teknologi kedokteran memberi kemudahan untuk membedakan

antara stroke hemoragik dan stroke iskemik diantaranya : Computerized

Tomograph scanning (CT Scan), Cerebral angiografi, Elektroensefalografi

(EEG), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Elektrokardiografi (EKG),

pemeriksaan laboratorium dan lainnya (Wibowo, 2001).

9. Pencegahan Stroke

a. Pencegahan Premordial

Tujuan pencegahan premordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko bagi

individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan premordial dapat

dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye

tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster

yang dapat menarik perhatian masyarakat (Bustan, 2000).

Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program

pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang

penyakit stroke hemoragik melalui ceramah, media cetak, media elektronik

(Bustan, 2000).

b. Pencegahan Primer

Menurut Lumbantobing (2003), tujuan pencegahan primer adalah

Page 10: Stroke

mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang mempunyai faktor

risiko tetapi belum menderita stroke dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat

bebas stroke, antara lain:

Menghindari merokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam

berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.

Mengurangi kolesterol, lemak dalam makanan seperti jerohan, daging

berlemak, goreng-gorengan.

Mengatur pola makan yang sehat seperti kacang-kacangan, susu dan kalsium,

ikan, serat, vitamin yang diperoleh dari makanan dan bukan suplemen (vit C,

E, B6, B12 dan beta karoten), teh hijau dan teh hitam serta buah-buahan dan

sayur-sayuran.

Mengendalikan faktor risiko stroke, seperti hipertensi, diabetes mellitus,

penyakit jantung dan lain-lain.

Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang dan berolahraga secara teratur,

minimal jalan kaki selama 30 menit, cukup istirahat dan check up kesehatan

secara teratur minimal 1 kali setahun bagi yang berumur 35 tahun dan 2 kali

setahun bagi yang berumur di atas 60 tahun.

c. Pencegahan Sekunder

Untuk pencegahan sekunder, bagi mereka yang pernah mendapat stroke,

dianjurkan (Lumbantobing, 2003) :

Hipertensi : diet, obat antihipertensi yang sesuai

Diabetes melitus : diet, obat hipoglikemik oral/ insulin

Penyakit jantung aritmik nonvalvular (antikoagulan oral)

Dislipidemia : diet rendah lemak dan obat antidislipidemia

Berhenti merokok

Hindari alkohol, kegemukan dan kurang gerak

Page 11: Stroke

Polisitemia

Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat antiagregasi trombosit

pilihan pertama. Tiklopidin diberikan pada penderita yang tidak tahan

asetosal.

Antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor risiko penyakit

jantung dan kondisi koagulopati yang lain

Tindakan bedah lainnya.

d. Pencegahan Tertier

Meliputi program rehabilitasi penderita stroke yang diberikan setelah terjadi

stroke. Rehabilitasi meningkatkan kembali kemampuan fisik dan mental dengan

berbagai cara. Tujuan program rehabilitasi adalah memulihkan independensi atau

mengurangi ketergantungan sebanyak mungkin. Cakupan program rehabilitasi

stroke dan jumlah spesialis yang terlibat tergantung pada dampak stroke atas

pasien dan orang yang merawat (Felgin, 2006).

Americant Heart Association (2004). Stroke Statistics. AHA, USA.

American Heart Associaton (2007).Stroke Statistics. AHA, USA.

Amiruddin A, Djoenaidi W (2004). Faktor Resiko Stroke Pada Beberapa Rumah Sakit di Makasar Tahun 2000. Jurnal Medika Nusantara Vol.25. No.1.

Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga jilid 2 Jakarta: Media Aesculavius FKUI.

Bustan MN (2000). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.

Bambang M, Suhartik KS (2003). Pencegahan Stroke Dan Jantung Pada Usia Muda. Jakarta: Balai Pustaka FKUI.

Felgin, V (2006). Stroke. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

Harsono (1996). Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi Pertama. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Harsono, (2003). Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Iskandar, J (2002). Patofisiologi Stroke Infark Akibat Tromboemboli. Universitas Sumatera Utara.

Lumbantobing, SM (2001). Neurogeriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Lumbantombing, SM (2003). Bencana Peredaran Darah Di Otak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Page 12: Stroke

Murfi S (2003). Karakteristik Penderita Stroke Rawat Inap Di RSUD Dr. M.Yunus Bengkulu Tahun 2000-2002. Medan: FKM USU.

Nurzakiah B (2000). Karakteristik Penderita Stroke Yang Di Rawat Inap Di RSUP.H. Adam Malik Medan Tahun 2000. Medan: FKM USU.

Price SA, Wilson LM, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Ritarwan K, (2003). Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke Yang Di Rawat Di RSUP H. Adam Malik Medan. Medan: USU.

Wibowo S, (2001). Farmakoterapi Dalam Neurologi. Jakarta: Salemba Medika.

Wiwid P (2007). Karakteristik Penderita Stroke Hemoragik Rawat Inap Di Rumah Sakit stroke Nasional Bukit Tinggi Tahun 2005-2007. Medan: FKM USU.