stroke
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan serta merupakan satu dari
tiga penyebab terbesar kematian di Amerika Serikat, termasuk di banyak negara lainnya
di dunia, setelah penyakit jantung dan kanker. Hampir ¾ juta individu di Amerika Serikat
mengalami stroke setiap tahunnya dan dari jumlah tersebut sebanyak 150.000 orang
(90.000 wanita dan 60.000 pria) meninggal akibat stroke. Sekitar 1,5 juta penduduk di
Cina meninggal setiap tahunnya akibat stroke (Ali M dkk, 2007; Sacco dkk, 2000;
Caplan, 2000).
Insiden stroke bervariasi di berbagai negara Eropa, diperkirakan terdapat 100-200
kasus stroke baru per 100.000 penduduk per tahun (Hacke dkk, 2003). Di Amerika
diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, dengan 4,8 juta
penderita yang bertahan hidup (Goldstein dkk, 2006). Di Amerika Selatan rata-rata
insiden stroke pertahun 0, 35-1,83 per 1000 penduduk (Saposnik, 2003). Di antara
penduduk asli Amerika, Indian/ Alaska yang berumur diatas usia 18 tahun, 5,1%
mengalami stroke. Diantara orang Amerika yang berkulit hitam atau Afrika angkanya
3,2% pada mereka yang berkulit putih 2,5% dan pada orang-orang Asia 2,4%. Prevalensi
silent infark serebri diantara umur 55-64 tahun kira-kira 11%. Prevalensi ini meningkat
menjadi 22% diantara umur 65-69 tahun, 28% diantara umur 70-74 tahun, 32% diantara
umur 75-79 tahun, 40% diantara umur 80-85 tahun dan 43% pada umur diatas 85 tahun.
Bila angka ini digunakan pada tahun 1998 pada perkiraan populasi di Amerika maka
diperkirakan 13 juta penduduk mengalami silent stroke. (Rosamond dkk, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh oleh Machfoed di beberapa rumah sakit di
Surabaya diperoleh data bahwa dari 1.397 pasien yang didiagnosa dengan stroke, 808
pria dan 589 wanita. Sebanyak 1001 (71,73%) pasien adalah stroke iskemik dan 396
(28,27%) adalah stroke hemoragik. Umur rata-rata untuk semua pasien stroke adalah
76,43 tahun dengan umur rata-rata untuk pasien stroke iskemik 77,43 tahun dengan umur
rata-rata untuk pasien stroke iskemik 77,43 tahun dan 75,21 tahun untuk stroke
hemoragik (Machfoed, 2003). Meskipun dapat mengenai semua usia, insiden stroke
meningkat dengan bertambahnya usia dan terjadi lebih banyak pada wanita usia muda
tetapi tidak pada usia yang lebih tua (Misbach, 1999).
Penyakit serebrovaskuler (CVD) atau stroke yag menyerang kelompok usia diatas
usia 40 tahun adalah setiap kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh
darah otak. Proses ini dapat disebabkan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh
trombosis dan emboli, pecahnya dinding pembuluh darah dan perubahan viskositas
maupun kualitas darah sendiri. Perubahan dinding pembuluh darah otak serta komponen
lainnya dapat bersifat primer karena kelainan kongenital maupun degeneratif atau akibat
proses lain seperti peradangan, atherosclerosis, hipertensi, dan diabetes mellitus
(Misbach, 1999).
Stroke menjadi penyebab kecacatan utama diantara semua orang dewasa dan
kecacatan yang memerlukan fasilitas perawatan jangka panjang diantara populasi usia
dan merupakan penyebab utama gangguan fungsional dengan 20% penderita yang masuh
bertahan hidup memerlukan perawatan institusi setelah 3 bulan dan 15% sampai 30%
menjadi cacat permanen. Stroke juga merupakan kejadian yang dapat merubah kehidupan
yang tidak hanya mengenai seseorang yang dapat menjadi cacat tetapi juga seluruh
keluarga dan pengasuh yang lain (Johnson dan Kubal, 1999; Ropper dan Brown, 2005;
Gilroy, 2000; Hacke, 2003; Goldstein dkk, 2006).
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. STROKE
A. PENGERTIAN
Stroke (berasal dari kata strike) berarti pukulan pada sel otak. Biasanya terjadi
karena adanya gangguan distribusi oksigen ke sel otak. Hal ini disebabkan gangguan
aliran darah pada pembuluh darah otak, mungkin karena aliran yang terlalu perlahan, atau
karena aliran yang terlalu kencang sehingga pecah (perdarahan), akhirnya sel-sel otak
yang diurus oleh pembuluh darah tersebut mati ( Yatim F, 2005 ).
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi
otak fokal atau global, dengan gejala- gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler
(WHO, 2005).
Sroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus di tangani
secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja. (Muttaqin, 2008)
Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel otak mengalami
kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah
di otak. Aliran darah yang terhenti membuat suplai oksigen dan zat makanan ke otak juga
terhenti, sehingga sebagian otak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya ( Utami P,
2009 ).
Berdasarkan atas jenisnya, stroke dibagi menjadi :
1. Stroke Iskemik / Non Hemorogik
Stroke iskemik terjadi karena aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau
bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah.
2. Stroke Hemorogik
Diakibatkan karena pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang
normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.
( Fatimah Detty N, 2009 )
B. ETIOLOGI
Banyak kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan stroke, tetapi pada awalnya adalah dari
pengerasan arteri atau yang disebut juga sebagai arteriosklerosis. Karena arteriosklerosis
merupakan gaya hidup modern yang penuh stress, pola makan tinggi lemak, dan kurang
berolahraga. Ketiganya sebenarnya tergolong dalam faktor risiko yang dapat
dikendalikan. Selain itu, ada pula faktor-faktor lain yang tidak dapat dikendalikan, yaitu
antara lain :
1. Faktor Risiko Tidak Terkendali
a. Usia
Semakin bertambah tua usia, semakin tinggi risikonya. Setelah berusia 55 tahun,
risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun. Dua pertiga dari
semua serangan stroke terjadi pada orang yang berusia di atas 65 tahun. Tetapi,
itu tidak berarti bahwa stroke hanya terjadi pada orang lanjut usia karena stroke
dapat menyerang semua kelompok umur.
b. Jenis kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke daripada wanita, tetapi penelitian menyimpulkan
bahwa justru lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke. Risiko stroke
pria 1,25 lebih tinggi daripada wanita, tetapi serangan stroke pada pria terjadi di
usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Dengan
perkataan lain, walau lebih jarang terkena stroke, pada umumnya wanita terserang
pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih besar.
c. Keturunan-sejarah stroke dalam keluarga
Nampaknya, stroke terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat
berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan
cacat pada bentuk pembuluh darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga
dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil)
mungkin merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh dibandingkan faktor
risiko stroke yang lain.
d. Ras dan etnik
2. Faktor Risiko Terkendali
a. Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko utama yang
menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi memiliki
faktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat dibandingkan orang yang tanpa
hipertensi dan sekitar 40 hingga 90 persen pasien stroke ternyata menderita
hipertensi sebelum terkena stroke. Secara medis, tekanan darah di atas 140—90
tergolong dalam penyakit hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi pada
keseluruhan risiko stroke menurun seiring dengan pertambahan umur, pada orang
lanjut usia, faktor-faktor lain di luar hipertensi berperan lebih besar terhadap
risiko stroke. Pada orang yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke meningkat
terus hingga usia 90, menyamai risiko stroke pada orang yang menderita
hipertensi. Sejumlah penelitian menunjukkan obat-obatan anti hipertensi dapat
mengurangi risiko stroke sebesar 38 persen dan pengurangan angka kematian
karena stroke sebesar 40 persen.
b. Penyakit Jantung
Setelah hipertensi, faktor risiko berikutnya adalah penyakit jantung, terutama
penyakit yang disebut atrial fibrilation, yakni penyakit jantung dengan denyut
jantung yang tidak teratur di bilik kiri atas. Denyut jantung di atrium kiri ini
mencapai empat kali lebih cepat dibandingkan di bagian-bagian lain jantung. Ini
menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara insidentil terjadi
pembentukan gumpalan darah. Gumpalangumpalan inilah yang kemudian dapat
mencapai otak dan menyebabkan stroke. Pada orang-orang berusia di atas 80
tahun, atrial fibrilation merupakan penyebab utama kematian pada satu di antara
empat kasus stroke. Faktor lain dapat terjadi pada pelaksanaan operasi jantung
yang berupaya memperbaiki cacat bentuk jantung atau penyakit jantung. Tanpa
diduga, plak dapat terlepas dari dinding aorta (batang nadi jantung), lalu hanyut
mengikuti aliran darah ke leher dan ke otak yang kemudian menyebabkan stroke.
c. Diabetes
Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke dan mencapai
tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu, risiko tersebut akan menurun.
Namun, ada factor penyebab lain yang dapat memperbesar risiko stroke karena
sekitar 40 persen penderita diabetes pada umumnya juga mengidap hipertensi.
d. Kadar kolesterol darah
Penelitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan kolesterol seperti
daging, telur, dan produk susu dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh
dan berpengaruh pada risiko aterosklerosis dan penebalan pembuluh. Kadar
kolesterol di bawah 200 mg/dl dianggap aman, sedangkan di atas 240 mg/dl sudah
berbahaya dan menempatkan seseorang pada risiko terkena penyakit jantung dan
stroke. Memperbaiki tingkat kolesterol dengan menu makan yang sehat dan
olahraga yang teratur dapat menurunkan risiko aterosklerosis dan stroke. Dalam
kasus tertentu, dokter dapat memberikan obat untuk menurunkan kolesterol.
e. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya paling mudah diubah.
Perokok berat menghadapi risiko lebih besar dibandingkan perokok ringan.
Merokok hampir melipatgandakan risiko stroke iskemik, terlepas dari faktor
risiko yang lain, dan dapat juga meningkatkan risiko subaraknoid hemoragik
hingga 3,5 persen. Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke, yang lebih
banyak terjadi pada usia dewasa muda ketimbang usia tengah baya atau lebih tua.
Sesungguhnya, risiko stroke menurun dengan seketika setelah berhenti merokok
dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah berhenti merokok. Perlu
diketahui bahwa merokok memicu produksi fibrinogen (faktor penggumpal darah)
lebih banyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis. Pada pasien
perokok, kerusakan yang diakibatkan stroke jauh lebih parah karena dinding
bagian dalam (endothelial) pada sistem pembuluh darah otak (serebrovaskular)
biasanya sudah menjadi lemah. Ini menyebabkan kerusakan yang lebih besar lagi
pada otak sebagai akibat bila terjadi stroke tahap kedua.
f. Alkohol berlebih
Secara umum, peningkatan konsumsi alkohol meningkatkan tekanan darah
sehingga memperbesar risiko stroke, baik yang iskemik maupun hemoragik.
Tetapi, konsumsi alkohol yang tidak berlebihan dapat mengurangi daya
penggumpalan platelet dalam darah, seperti halnya asnirin. Dengan demikian,
konsumsi alkohol yang cukup justru dianggap dapat melindungi tubuh dari
bahaya stroke iskemik. Pada edisi 18 November, 2000 dari The New England
Journal of Medicine, dilaporkan bahwa Physicians Health Study memantau
22.000 pria yang selama rata-rata 12 tahun mengkonsumsi alcohol satu kali
sehari. Ternyata, hasilnya menunjukkan adanya penurunan risiko stroke secara
menyeluruh. Klaus Berger M.D. dari Brigham and Women’s Hospital di Boston
beserta rekan-rekan juga menemukan bahwa manfaat ini masih terlihat pada
konsumsi seminggu satu minuman. Walaupun demikian, disiplin menggunakan
manfaat alkohol dalam konsumsi cukup sulit dikendalikan dan efek samping
alkohol justru lebih berbahaya. Lagipula, penelitian lain menyimpulkan bahwa
konsumsi alkohol secara berlebihan dapat mempengaruhi jumlah platelet sehingga
mempengaruhi kekentalan dan penggumpalan darah, yang menjurus ke
pendarahan di otak serta memperbesar risiko stroke iskemik.
g. Obat-obatan terlarang
Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan senyawa olahannya dapat
menyebabkan stroke, di samping memicu faktor risiko yang lain seperti
hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh darah. Kokain juga
meyebabkan gangguan denyut jantung (arrythmias) atau denyut jantung jadi lebih
cepat. Masing-masing menyebabkan pembentukan gumpalan darah. Marijuana
mengurangi tekanan darah dan bila berinteraksi dengan faktor risiko lain, seperti
hipertensi dan merokok, akan menyebabkan tekanan darah naik turun dengan
cepat. Keadaan ini pun punya potensi merusak pembuluh darah.
h. Cedera kepala dan leher
Cedera pada kepala atau cedera otak traumatik dapat menyebabkan pendarahan di
dalam otak dan menyebabkan kerusakan yang sama seperti pada stroke
hemoragik. Cedera pada leher, bila terkait dengan robeknya tulang punggung atau
pembuluh karotid akibat peregangan atau pemutaran leher secara berlebihan atau
adanya tekanan pada pembuluh merupakan penyebab stroke yang cukup berperan,
terutama pada orang dewasa usia muda.
i. Infeksi
Infeksi virus maupun bakteri dapat bergabung dengan factor risiko lain dan
membentuk risiko terjadinya stroke. Secara alami, sistem kekebalan tubuh
biasanya melakukan perlawananan terhadap infeksi dalam bentuk meningkatkan
peradangan dan sifat penangkalan infeksi pada darah. Sayangnya, reaksi
kekebalan ini juga meningkatkan faktor penggumpalan dalam darah yang memicu
risiko stroke embolik-iskemik ( Yuli Saraswati, 2008 ).
C. PATOFISIOLOGI
Infark regional kortikal, subkortikal ataupun infark regional di batang otak terjadi karena
kawasan perdarahan suatu arteri tidak/kurang mendapat jatah darah lagi. Jatah darah tidak
disampaikan ke daerah tersebut. Lesia yang terjadi dinamakan infark iskemik jika arteri
tersumbat dan infark hemoragik jika arteri pecah. Maka dari itu “Stroke” dapat dibagi
dalam :
1. Stroke iskemik / Non Hemorogik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau
embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada
dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area
thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks
iskemia, akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus
yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri
tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan
neurologis fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh
darah oleh emboli.
2. Stroke hemoragik
Pembuluh darah yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan
subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya
konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi
tubuh akan menimbulkan tingkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan
herniasi otak sehingga timbul kematian. Disamping itu, darah yang mengalir ke
substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh
darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang
atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak. ( Wulandari Vina, 2007 )
D. MANISFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit
stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh,
hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan
melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa
kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata
yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh
dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik.
Ex: Perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik oklusi atau ruptur.
2. CT Scan: Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
3. Fungsi Lumbal: Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombus
emboli serebral dan TIA.
4. MRI: Menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragik, malfarmasi arteriovena
(MAV).
5. Ultrasonogravi doppler: Mengidentivikasi penyakit arteriovena.
6. EEG: Mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan
daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Stroke embolik dapat diterapi dengan antikoagulan
2. Stroke hemoragik diobati dengan penekanan pada penghentian perdarahan dan
pencegahan kekambuhan mungkin diperlukan tindakan bedah.
3. Semua stroke diterapi dengan tirah baring dan penurunan rangsangan eksternal/untuk
mengurangi kebutuhan oksigen serebrum, dapat di lakukan tindakan-tindakan untuk
menurunkan tekanan dan edema intraktanium.
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
1. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3
sampai 5 hari setelah infark serebral.
2. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain
dalam sistem kardiovaskuler.
3. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan
thrombus dan embolisasi.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002)
adalah:
1. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak.
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada
tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
2. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin
penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan
hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah
serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau
dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah
ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat
mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain
itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
II. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa kesulitan dalam melakukan aktivitas karena kelemahan
kehilangan sensasi atau paralysis (Hemiplagia).
Tanda : Gangguan tonus otot (flaksid, spatis) paralitik (Hemiplagia) dan terjadi
kelemahan umum, gangguan penglihatan, dan gangguan tingkat kesadaran.
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya penyakit jantung (Mi, reumatik, penyakit jantung vaskuler, GJK
endokarditis bacterial, polisitemia, riwayat hipotensi post ural).
Tanda : Hipertensi arterial (dapat ditemukan/terjadi pada CSV) sehubungan
dengan adanya embolisme/malformasi vaskuler. Nadi dapat berfariasi (kerena
ketidakstabilan fungsi jantung), obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomotor.
3. Integritas
Gejala : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
Tanda : Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,
sulit dalam mengekspresikan diri.
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pada berkemih seperti inkotenensia urine, anuria, distensi
abdomen (kandung kemih berlabihan), bising usus negatif (ileus paralitik)
5. Makanan/cairan
Gejala : Nafsu makan hilang, mual muntah selama akut (peningkatan TIK),
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan tenggorokan disfagia.
Tanda : Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringeal),
obesitas (faktor resiko).
6. Neurosensori
Gejala : Sinkope/pusing sakit kepala, akan sangat berat dengan adanya
perdarahan intraserebral dan subaraknoid.
Tanda : Status mental/tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap awal
hemoragik, ketidaksadaran biasanya akan tetap sadar jika penyebabnya adalah
trombosis yang bersifat alami, gangguan tingkah laku. Ex: latergi apatis, dll.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri karotis
terkena).
Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/fasia.
8. Pernafasan
Gejala : Merokok (faktor resiko)
Tanda : Ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan nafas, timbulnya
pernafasan sulit dan/tak teratur, suara nafas terdengar ronki.
9. Keamanan
Tanda : Motorik/sensorik masalah dengan penglihatan perubahan persepsi
terhadap orientasi dengan tubuh stroke kanan kesulitan dalam menelan tidak mampu
memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri.
10. Interaksi Sosial
Tanda : Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
11. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke faktor resiko,
pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alkohol faktor resiko.
B. Diagnosa
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah:
gangguan oklusif, hemoragik, nasospasme edema serebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler kelemahan.
3. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan sirkulasi serebral kerusakan
neuromuskuler, kehilangan tonus/ control otot fasia/oral kelemahan/kelelahan umum.
C. Intervensi
NODIAGNOSA
KEPERAWATANINTERVENSI RASIONAL
1. Perubahan perfusi
jaringan serebral
berhubungan dengan
interupsi aliran darah:
gangguan oklusif,
hemoragik, nasospasme
edema serebral.
Hasil:
Mempertahankan
tingkat kesadaran
biasanya membaik,
fungsi kognitif dan
motorik/ sensorik.
Mendemonstrasikan
tanda-tanda stabil dan
Tentukan faktor-
faktor yang
berhubungan dengan
keadaan penyebab
khusus selama
koma/ penurunan
perfusi serebral dan
potensial terjadinya
peningkatan TIK.
Monitor status
neurologist sesering
Mempengaruhi
tingkat penetapan
intervensi
kerusakan
neurologist atau
kegagalan
memperbaiki
setelah fase awal
memerlukan
tindakan
pembedahan atau
dipindahkan ke
ruang ICU.
Mengetahui
kecenderungan
tak adanya tanda-tanda
peningkatan TIK.
mungkin dan
membandingkan
dengan keadaan
normal/ standar.
Evaluasi pupil, catat
ukuran bentuk,
kesamaam dan
reaksinya terhadap
cahaya.
Letakkan kepala
dengan posisi agak
di tinggikan dan
dalam posisi
anatomis (netral).
Cegah terjadinya
mengejan saat
defekasi dan
pernafasan yang
memaksakan batuk
terus menerus.
tingkat kesadaran
dan potensi
peningkatan TIK
dan mengetahui
lokasi luas dan
kemajuan/ resolusi
kerusakan SSP.
Reaksi pupil di
atur oleh saraf
cranial
okumolator dan
berguna dalam
menentukan
apakah batang
otak tersebut
masih baik.
Menurunkan
tekanan arteri
dengan
meningkatkan
drainase dan
meningkatkan
sirkulasi perfusi
jaringan serebral.
Manuver valsava
dapat
meningkatkan
TIK dan
memperbesar
resiko terjadi
perdarahan.
Kolaborasi dengan
tim medis untuk
pemberian oksigen.
Menurunkan
hipoksia yang
dapat
menyebabkan
vasodilatasi
serebral.
2 Kerusakan mobilitas
fisik b.d keterlibatan
neuromuskuler
kelemahan.
Perestaria:
Flaksid/paralysis
hipotonik awal
paralysis spatis.
Hasil:
Mempertahankan
posisi optimal dari
fungsi yang dibuktikan
oleh tak adanya
kontraktur footdrop.
Mempertahankan/meni
ngkatkan kekuatan dan
fungsi bagian tubuh
yang terkena atau
kompensasi.
Kaji kemampuan
secara
fungsional/luasnya
kerusakan awal
dengan cara teratur,
klasifikasikan
melalui skala 0-4.
Ubah posisi minimal
setiap 2 jam
(terlentang, miring)
dan jika
memungkinkan bisa
lebih sering jika
diletakkan dalam
posisi yang
terganggu.
Letakkan pada posisi
telungkup satu kali
atau dua kaki sehari
jika penderita dapat
Mengidentifikasi
kekuatan,
kelemahan dan
dapat memberikan
informasi
menjalani
pemulihan.
Menurunkan
resiko terjadi
trauma/iskemia
jaringan daerah
yang mengalami
kerusakan
sirkulasi yang
lebih jelek dan
menurunkan
sensasi dan besar
meminimalkan
dekubitus.
Membantu
mempertahankan
ekstensi pinggul
fungsional.
mentoleransinya.
Lakukan latihan
rentang gerak aktif
dan pasif.
Sokong ekstremitas
dalam posisi
fungsional, gunakan
papan kaki (food
board) selama
periode paralysis
flaksid,
mempertahankan
Gunakan penyangga
lengan ketika
penderita berada
dalam posisi tegak,
sesuai indikasi.
Posisi lutut dan
Meminimalkan
atrofi otot
meningkatkan
sirkulasi
membantu
mensegah
kontraktur.
Mencegah
kontraktur (foot
drop) dan
memfasilitasi
kegunaanya jika
berfungsi kembali.
Selama paralysis
flaksid
penggunaan
penyangga dapat
menurunkan
resiko terjadinya
subluksasio
lengan dan
sindrom bahu
lengan.
Mempertahankan
panggul dalam
posisi ekstensi.
Kolaborasi/
konsultasi dengan
ahli fisioterapi
secara aktif latihan
resistif dan
ambulasi.
posisi fungsional.
Program yang
khusus dapat
dikembangkan
untuk
menentukan/
menemukan
kebutuhan yang
berarti/mencegah
kekurangan
tersebut dalam
keseimbangan,
koordinasi dan
kekuatan.
3 Kerusakan komunikasi
verbal b.d kerusakan
sirkulasi serebral
kerusakan
neuromuskuler,
kehilangan tonus/
control otot fasia/oral
kelemahan/kelelahan
umum.
Hasil:
Mengindikasikan
pemahaman tentang
masalah komunikasi.
Membuat metode
komunikasi dimana
Kaji tipe fungsional
seperti penderita
tidak tampak
memahami kata atau
mengalami kesulitan
untuk
berbicara/membuat
pengertian sendiri.
Minta penderita
untuk menulis nama
atau kalimat yang
pendek.
Membantu
menentukan
daerah dan derajat
kerusakan serebral
yang terjadi dan
kesulitan dalam
beberapa tahap
proses
komunikasi.
Menilai
kemampuan
menulis (agratia)
dan kekurangan
dalam membaca
kebutuhan dapat
diekspresikan.
Menggunakan sumber-
sumber dengan tepat.
Berikan metode
komunikasi
alternative. Ex:
menulis dipapan
tulis dan berikan
petunjuk visual.
Antisipasi dan
penuhi kebutuhan
penderita.
Kolaborasi pada ahli
terapi wicara.
.
yang benar
(aleksia) yang
juga merupakan
bagian dari afasia
sensorik dan
afasia motorik.
Memberikan
komunikasi
tentang kebutuhan
berdasarkan
keadaan/deficit
yang
mendasarinya.
Bermanfaat
menurunkan
frustasi.
Berfungsi untuk
mengidentifikasi
kebutuhan terapi.
III. KEGAWATDARURATAN
Tujuan dalam penatalaksaan stroke iskemik adalah menghancurkan dan menghilangkan
bekuan darah yang terbentuk dan menghalangi aliran darah ke otak.
Obat – obatan yang sering dipakai untuk menangani stroke iskemik adalah anti platelet,
contohnya aspirin. Aspirin diberikan dosis kecil. Di beberapa negara sudah
dilakukan “Primary Prevention” dimana aspirin dikonsumsi tidak hanya saat terjadi
serangan namun dikonsumsi secara terus menerus pada wanita setelah menopause dan
pria dengan faktor resiko seperti Hiperlipidemik, Diabetes, Hipertensi, dan Obesitas
sehingga dapt mencegah terjadinya stroke..
Beberapa obat – obatan lain yang diberikan dalam penatalaksanaan stroke iskemik
meliputi
1. RTPA (Recombinant Tissue Plasminogen Activator) : Alteplase, Streptokinase
Diberikan secara intravena digunakan untuk menghancurkan bekuan darah yang
terbentuk. Hanya digunakan dengan syarat
kurang lebih 3-6 jam setelah serangan,
jangan diberikan bila ada tanda – tanda trombosis vena serebral
tidak pernah ada riwayat operasi kepala
hipertensi ≥185 mmHg
Dapat menimbulkan efek samping yang cukup tinggi seperti terjadinya perdarahan
otak:
1. Anti Koagulan : Heparin, Warfarin, Enoxaparin Digunakan untuk mencegah
terbentuknya emboli atau mencegah bila ada bekuan baru, hanya sebatas untuk
kasus pada stroke dengan fibrilasi atrium
2. Anti Platelet : Aspirin, Tidopidine, Clopidogrel
3. Neuroprotector : Citikolin
4. Anti Hipertensi : Labetolol, Nicardipine, Enalapril, Sodium Nitropruside
Untuk beberapa kasus kegawatdaruratan tidak dianjurkan pemberian vasodilator
cepat (Nitrogliserin, Hydralazin) karena dapat memperburuk keadaan.Pada stroke
sumbatan, penurunan tekanan darah tidak dianjurkan terlalu agresif, bahkan
tekanan darah dibiarkan tinggi kecuali bila diatas 220/120 mmHg maka harus
segera diturunkan. Penurunan tekanan darah yang dianjurkan ≤ 20%
5. Menurunkan tekanan Intrakranial : Manitol
6. Obat lambung : Antasid (untuk mencegah ulcer dan refluks lambung) hanya
diberikan sesuai dengan indikasi tertentu
Untuk kasus perdarahan biasanya penatalaksaan hanya konservatif dan beberapa
kasus membutuhkan penatalaksanaan dengan teknik operasi. Tujuan dalam
penatalaksaan stroke perdarahan adalah menghentikan perdarahan secepatnya
dan menyingkirkan gumpalan darah yang terjadi di otak sehingga tidak terjadi
penumpukan darah yang dapat memicu terjadinya peningkatan tekanan dalam
otak.Beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan operasi antara lain:
Cukup luas dan terletak di pinggir
Masuk ke ruang ventrikel
Terjadi pada usia muda
Terdapat kelainan arteri vena (Arteriovenous Malformation)
DAFTAR PUSTAKA
Doengus, (2002), Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Muttaqin. A (2008), Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan,
Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol
3. Jakarta: EGC