stroke 5

Upload: nengahdarmawan

Post on 08-Jan-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

stroke

TRANSCRIPT

ISKEMIA SEREBRAL Dr

ISKEMIA SEREBRAL Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon. mailto:%[email protected] Ka. SMF Bedah Saraf RS. Dr. M. Djamil/FK-UNAND Padang. DAN REKONSTRUKSI VASKULER Kelainan cerebro-vaskuler adalah penyebab kematian dan

kesakitan yang utama di dunia barat dan berbagai

rekonstruksi dilakukan untuk memperbaiki akibat dari

arteriosklerosis pada arteria karotid dan vertebral

seperti juga yang harus dilakukan intrakranial.

Walau otak manusia hanya 2 % dari berat badan

total, ia memerlukan 20 % oksigen yang diinspirasi saat

istirahat, 15 % curah jantung (sekitar 750 mL/menit),

dan seluruh keluaran glukosa hati saat puasa. Karena

tidak mempunyai cadangan glikogen, ia tergantung pada

fosforilasi oksidatif untuk memproduksi fosfat energi

tinggi. ADS istirahat sekitar 50 mL/100g jaringan otak

permenit. Walau ADS total relatif stabil dalam berbagai

aktifitas badan, curah jantung, dan tekanan darah, ADS

fokal sangat berkaitan dengan metabolisme dan meningkat

tajam pada aktifasi daerah korteks.

Pada praktek bedah saraf, etiologi iskemia

serebral akuta dapat dibagi kedalam tiga kategori umum.

Pertama, penyebab tersering iskemia serebral adalah

strok embolik atau trombotik, biasanya karena

aterosklerosis atau penyakit kardiak. Kategori kedua

adalah gangguan vaskuler perioperatif selama tindakan

bedah saraf seperti diseksi arterial atau trombosis,

atau oklusi temporer vaskuler yang lama. Kategori utama

ketiga dari iskemia serebral akuta adalah defisit

iskemik tunda yang diinduksi perdarahan subarakhnoid,

sekunder akibat vasospasme. Pada semua kategori utama

tadi, pengelolaan intensif terdiri dari intervensi

untuk meninggikan ADS atau memberikan perlindungan

neuronal langsung.

Indikasi utama operasi adalah serangan iskemik

transien (TIA) dimana sebagian besar pasien akan menuju

strok lengkap (CS). Kelainan sirkulasi karotid lebih

sering dibanding vertebro-basiler dan kemungkinan

stroknyapun juga lebih besar.

TIA adalah episode defisit neurologis fokal

disebabkan iskemia serebral dan berakhir dalam kurang

dari 24 jam. Ini merupakan satu sisi dari spektrum

iskemia serebral, sedang sisi lainnya adalah infarksi

serebral dan strok sempurna (CS). Sedangkan defisit

neurologis iskemia yang reversibel (RIND) adalah gejala

atau tanda neurologis fokal yang berakhir 24-48 jam.

TIA mungkin bermanifes dengan berbagai gejala

neurologis. Bila iskemia mengenai daerah distribusi

arteria karotid (yaitu sirkulasi serebral anterior;

termasuk arteria oftalmik, dan arteria serebral media),

gejala mungkin berupa kebutaan monokuler transien

(amaurosis fugax), kelemahan atau kelainan sensori pada

ekstremitas atau pada satu sisi tubuh atau muka,

gangguan berbahasa atau kognisi, dll. Gejala seperti

vertigo, mual, ataksia, disartria, diplopia serta

disfagia bila transien mungkin menunjukkan iskemia

teritori sirkulasi vertebro-basiler (yaitu sirkulasi

posterior). Gejala perasaan kepala yang 'ringan' atau

pusing tanpa vertigo, walau mungkin berarti adanya

iskemia serebral umum, tidak cukup terlokalisir untuk

mengarahkan pada dugaan suatu TIA.

Etiologi TIA belum sepenuhnya jelas. Pernah diduga

bahwa stenosis arteria karotid mengakibatkan aliran

darah serebral yang tidak cukup atau berubah-ubah

menyebabkan gejala, dimana hal ini mungkin terjadi pada

beberapa kasus. Teori mutakhir menduga adanya emboli

arteri ke arteri menjadi penyebab pada kebanyakan TIA.

Emboli ini mungkin berasal dari semua sumber antara

jantung dan otak dan mungkin termasuk emboli dari

suatu miksoma atrial atau vegetasi katup mitral pada

endokarditis bakterial subakuta atau jarang-jarang

emboli vena periferal pada pasien dengan defek septal

atrial atau ventrikuler. Lebih sering sumber emboli

adalah plak ateromatosa yang terjadi pada atau dekat

bifurkasi arteria karotid komunis. Agregasi platelet-

fibrin dan/atau fragmen kolesterol mungkin jadi emboli

keotak terutama berasal dari plak yang pada angiogram

memperlihatkan ulserasi. Emboli ini tersangkut pada

arteriola kecil pada otak atau retina, menyumbat aliran

darah dan karenanya akan menyebabkan gejala yang

terlokalisir. Gejalanya transien karena emboli mungkin

hancur dan tersebar atau kanal vaskuler kolateral kecil

mungkin terbuka akibat iskemia vokal dan memberikan

aliran darah yang cukup untuk menghilangkan gejala.

Pada keadaan kebutaan monokuler transien, emboli

kolesterol mungkin tampak pada sirkulasi retinal.

Bruit servikal terjadi pada 4% populasi berusia 40

tahun atau lebih tua. Prevalensi meningkat dengan usia

dan adanya hipertensi. Walau bruit servikal ini

menandakan adanya stenosis karotid, stenosis ini tidak

selalu jelas. Pasien dengan bruit servikal dan tanpa

gejala TIA atau strok, tingkat strok yang akan terjadi

adalah 2%. Pada pasien ini lokasi strok berikutnya

hampir tidak ada hubungannya dengan sisi bruit.

Kelompok dengan bruit servikal serta adanya stenosis

berat arteria karotid risikonya bertambah terhadap

strok.

Pasien dengan bruit karotid asimtomatik mempunyai

tingkat iskemik miokardial 7% pertahun dan mortalitas

tahunannya 4%, kebanyakan karena kelainan jantung.

Adanya bruit arteria karotid pada pasien tanpa gejala

neurologis harus diingat sebagai pertanda adanya

kelainan vaskuler aterosklerotik menyeluruh dan tidak

dipertimbangkan untuk operasi karotid. Pasien dengan

bruit karotid harus dilakukan penilaian ultrasonik atau

angiografik untuk menentukan derajat stenosis.

TIA dan bruit servikal adalah prediktor kelainan

aterosklerotik yang menyeluruh. Pada pasien dengan TIA,

kelainan iskemik kardiak menyebabkan kematian lebih

dari dua kali dibandingkan karena strok. Pasien dengan

bruit asimtomatis, tingkat strok tahunannya 2%, tingkat

iskemik miokardialnya 7%, dan mortalitas tahunannya 4%.

Korelasi antara sisi bruit dengan sisi strok berikutnya

adalah buruk. Pada pasien dengan TIA, tingkat strok

tahunannya 5-10% dan mortalitas tahunannya 6%.

TIA berhubungan dengan:

1. Kelainan karotid ekstrakranial:

a. Oklusi lengkap arteria karotid komunis atau internal.

b. Stenosis karotid internal pada bifurkasi.

c. Plak ateroma yang mengalami ulserasi pada bifurkasi

melepaskan emboli kolesterol dan platelet.

2. Penyebab kardiak:

a. Emboli dari jantung akibat dari kelainan valvuler

kongenital atau didapat.

b. Episode disritmia menyebabkan hipotensi transien.

3. Kelainan arteria karotid intrakranial dan serebral

media.

Pasien dengan TIA berulang yang bukan karena penyebab

kardiak atau kelainan sistemik seperti hipertensi,

polisitemia atau anemia yang berhasil diobati mengatasi

serangannya, harus dilakukan aortografi arkus. Hasil

yang didapat pada operasi stenosis karotid paling

tinggi pada yang memiliki bruit karotid.

Yang pertama-tama harus dilakukan pada pasien TIA

adalah CT scan kepala dengan dan tanpa kontras intra

vena untuk menyingkirkan adanya lesi massa. Lesi massa

seperti tumor primer atau metastatik, abses, anomali

vaskuler, atau bahkan perdarahan intrakranial mungkin

mula-mula tampil dengan gejala fokal transien.

Dalam menilai pasien dengan iskemia serebral

transien, perhatian harus langsung diarahkan pada

sistema kardiak dan serebrovaskuler. Ekhokardiografi

dilakukan untuk melacak kemungkinan sumber emboli

kardiak. Ultrasonografi doppler adalah cara noninvasif

untuk menilai patensi arteria karotid, namun angiografi

tetap sebagai teknik imaging definitif untuk menilai

arteria karotid.

PATOFISIOLOGI CEDERA OTAK ISKEMIK Penting untuk mengetahui perbedaan yang jelas antara

iskemia serebral fokal dan global. Keadaan klinis khas

pada iskemia fokal adalah bahwa ia terjadi karena

oklusi embolik arteria serebral media (MCA). Iskemia

global terjadi pada pasien henti kardiak. Pada iskemia

global tidak ada ADS selama keadaan iskemik, sebaliknya

pada iskemia fokal yang potensial akan adanya aliran

darah residual yang berkekuatan rendah dari sirkulasi

kolateral. Perfusi residual pada iskemia fokal

memungkinkan pengangkutan substrat yang memadai untuk

mempertahankan aktifitas metabolik berkadar rendah yang

mempertahankan integritas membran dan karenanya

menghambat evolusi cedera neuronal yang irreversibel.

Namun aliran darah residual yang berkemampunan rendah

ini menimbulkan keadaan biokimia yang kompleks yaitu

metabolisme glukosa dalam keadaan anaerobik yang

mungkin memperburuk asidosis otak. Tinjauan berikut

hanya dititikberatkan pada patofisiologi iskemia

serebral fokal karena merupakan keadaan klinis yang

lebih sering ditindak bidang bedah saraf.

Ambang Rangsang Iskemia 1948, Kety dan Smith mendemonstrasikan bahwa ADS

manusia sekitar 50 mL/100g jaringan otak/menit. Juga

diperlihatkan pada pasien pasca endarterektomi karotid

pengurangan ADS hingga 18 mL/100g jaringan otak/menit

menyebabkan pengurangan atau penekanan pada EEG.

Penurunan hingga 15 mL/100g jaringan otak/menit akan

menekan potensial evok somatosensori. Karenanya ambang

rangsang gagal elektrik senilai antara ADS kritis 18-

15 mL/100g jaringan otak/menit. Penelitian lebih baru

memperlihatkan bahwa ambang rangsang gagal elektrik

dapat diulang namun akan bervariasi tergantung jenis

dan derajat anestesia. 1977 Astrup memperlihatkan

pengurangan hingga 12-10 berakibat penurunan nyata pada

konsentrasi ionik ekstraseluler dari kation seperti K+

dan Ca++. Tingkat pengurangan kedua dari aliran darah

adalah ambang rangsang gagal ionik. Karena jaringan

neuronal secara kritis tergantung penyediaan sinambung

dari glukosa dan oksigen untuk metabolisme aerobik,

penurunan ADS hingga 12-10 berakibat penghabisan yang

cepat dari ATP. Dengan pemusnahan ATP, terjadi gagal

pompa Na+/K+ase, yang penting untuk mempertahankan

gradien ionik. Karena perbedaan konsentrasi ekstra-

seluler dan intraseluler dari kedua kation ini, terjadi

efluks K+ bersama influks Na+ kedalam neuron yang akan

menyebabkan depolarisasi membran. Sebagai tambahan

terhadap fluks ionik inisial ini, terjadi peninggian

yang cepat dari konsentrasi asam laktat intraseluler

akibat metabolisme anaerobik. Selama pengurangan yang

berat dari ADS, konsentrasi asam laktat meningkat empat

kali dalam 30 menit. Bila iskemia berlangsung lama,

konsentrasi asam laktat terus meninggi hingga sekitar

14 umol/g jaringan otak. Walaupun toleransi jaringan

neuronal terhadap pengurangan aliran pada sekitar

10 mL/g jaringan otak/menit tidak diketahui, penelitian

menunjukkan bahwa setelah 3-4 jam, cedera neuronal

irreversibel mungkin terjadi. Nyatanya daerah otak yang

spesifik terancam luar biasa oleh tingkat aliran yang

rendah. Misalnya neuron CA 4, CA 3, dan CA 1 hipokampal

memperlihatkan cedera neuronal iskemik setelah 3-5

menit pengurangan aliran yang berat.

Antara kedua ambang rangsang, gagal elektrik dan

gagal ionik, terdapat jangkauan berbatas tegas dari ADS

yang walaupun dengan kehilangan fungsional, homeostasis

membran dan integritas struktural dapat dipertahankan.

Daerah ADS terbatas ini disebut 'penumbra iskemik'.

Konsep ini bisa menjelaskan mengapa pasien dengan strok

akut mempunyai potensi membaik bila terdapat aliran

kolateral yang memadai untuk menjamin keperluaan energi

basal untuk mempertahankan integritas membran. Contoh

klinis terbaik dari penumbra iskemik adalah penderita

defisit neurologis iskemik reversibel (RIND). Mungkin

selama RIND, ADS berkurang dibawah ambang rangsang

gagal elektrik dan pasien memiliki defisit neurologis.

Namun karena pasien membaik, beralasan mempostulasikan

bahwa terdapat ADS kolateral memadai untuk menghambat

infarksi serebral. Istilah penumbra iskemik adalah

untuk menjelaskan suatu zona parenkhima yang secara

elektrik sunyi, namun secara struktur intak disekitar

daerah infarksi selama keadaan iskemik serebral fokal

akuta. Namun pertanyaan tentang kestabilan penumbra

iskemik tetap tak terpecahkan. Lebih mutakhir, penumbra

iskemik dikhususkan kedalam dua keadaan. Jenis 1

dimanifestasikan oleh supresi EEG, pengurangan ADS, dan

tetap utuhnya struktur neuronal. Jenis 2 ditentukan

oleh penekanan EEG, pengurangan ADS kritis, dan adanya

peninggian sementara yang berulang dari K+e. Penumbra

jenis 2 berhubungan dengan berbagai derajat kehilangan

neuronal. Saat memikirkan kestabilan penumbra iskemik,

elemen waktu harus turut dipertimbangkan. Misalnya

pengurangan aliran hingga 18 pada oklusi MCA permanen

Ambang Rangsang Iskemia

-------------------------------------------------------

Aliran darah serebral, Status fungsional

ml/100g/menit

50 | Normal

|

18 | Gagal elektrik

| EEG, SSEP /

|

| Penumbra iskemik

|

12 | Gagal metabolik

| Na+i / Ca++i /

! K+i / pHi /

-------------------------------------------------------

pada Makaka menyebabkan infarksi yang menggambarkan

baik penurunan ADS maupun toleransi yang buruk jaringan

neuronal terhadap pengurangan aliran darah yang lama.

Karenanya beralasan untuk menduga bahwa penumbra

iskemik nyatanya adalah keadaan dinamik yang berpotensi

memburuk setiap saat. Perburukan ini menggambarkan

perburukan progresif aliran darah kolateral residual

akibat kelemahan (fatigue) kolateral, vasokonstriksi

iskemik, atau edema progresif. Karenanya hasil akhir

klinis setelah oklusi vaskuler menunjukkan berat dan

lamanya pengurangan ADS. Beberapa penelitian dilakukan

untuk menentukan waktu maksimum oklusi MCA yang dapat

ditolerasi tanpa terjadinya infarksi. Penelitian baru-

baru ini menunjukkan bahwa oklusi MCA dapat ditolerasi

untuk 1 jam oleh tupai atau 6 jam oleh kucing tanpa

infarksi berat. Percobaan Makaka memperlihatkan bahwa

oklusi MCA 15-18 menit ditolerasi tanpa infarksi. Bila

oklusi MCA diteruskan hingga 30 menit, secara jarang

akan berakibat infark substansi kelabu subkortikal.

Bila dilanjutkan hingga 60 menit, akan terjadi cedera

neuronal dengan pola heterogen dari tanpa infarksi

hingga lesi makroskopis luas. Setelah oklusi MCA 4 jam,

terjadi infarksi nonkonfluen berganda mengenai baik

ganglia basal maupun substansi kelabu subkortikal. Bila

lebih dari 4 jam, terjadi infarksi yang berkonfluen

tunggal yang besar mengenai baik struktur otak dalam

maupun permukaan. Melihat penelitian iskemia fokal pada

primata menunjukkan oklusi MCA selama 30 menit dapat

ditolerasi dengan baik, sedangkan bila 60 menit sering

berakibat infark kecil berganda dengan lokalisasi

perivaskuler. Bila oklusi dilanjutkan hingga 4 jam,

infark mikro akan bergabung menjadi infark besar dan

mengenai baik struktur dalam maupun permukaan dari

distribusi MCA. Penelitian binatang juga memperlihatkan

bahwa reperfusi dan restorasi aliran darah dalam 4-8

jam dapat memperbaiki perluasan infarksi. Penting

dicatat bahwa reperfusi mungkin mengeksaserbasi derajat

cedera otak. Misalnya oklusi MCA primata, reperfusi

setelah 3-6 jam iskemik cenderung meningkatkan derajat

edema vasogenik. Dihipotesakan bahwa cedera reperfusi

mungkin akibat reoksigenasi dengan dibentuknya radikal

bebas.

Perubahan Metabolik Keadaan metabolik yang merugikan yang terjadi selama

pengurangan aliran darah berat adalah multifaktor dan

kompleks. Gangguan metabolik utama inisial adalah

asidosis otak, perubahan permeabilitas membran terhadap

Ca++ dan Na+, dan pelepasan Ca++i yang tersekuester.

Pada nyatanya semua berhubungan dengan gagal energi.

Misalnya pelepasan asam amino eksitatori, pembukaan

kanal kalsium membran bergantung tegangan, dan asidosis

intraseluer, semua dapat berkaitan dalam menggagalkan

metabolisme aerobik akibat dari pemusnahan ATP sekunder

terhadap penurunan penyediaan oksigen dan glukosa.

Sekarang sudah dipastikan bahwa Ca++ berperan

kritis pada peristiwa seluler normal yaitu pembawa

sekunder, regulator metabolik, dan penyebab pelepasan

neurotransmiter. Juga diketahui bahwa akumulasi Ca++

abnormal dapat menghantar kematian anoksik. Tahun 1977

telah diperlihatkan bahwa konsentrasi Ca++ ekstra-

seluler menurun pada korteks serebeler yang hipoksik.

Diperlihatkan bahwa Ca++ juga berkurang pada anoksia

hipokampal, status epileptikus, dan hipoglikemia. Hal

ini berakibat timbulnya hipotesis integratif mengenai

kerusakan sel yang berhubungan dengan kalsium, sebagai

perjalanan umum cedera neuronal. Dihipotesakan bahwa

Ca++ memasuki neuron melalui kanal kalsium bergantung

tegangan yang terbuka setelah depolarisasi membran.

Dalam keadaan anaerobik, pemusnahan yang cepat dari ATP

menyebabkan gagal pompa Na+/K+ase. Ini pada akhirnya

menyebabkan depolarisasi membran dengan adanya influks

kalsium. Karena Ca++i tersekuester dalam jumlah besar

diretikulum endoplasmik oleh Ca++ATPase, maka juga

dipostulasikan bahwa gagal energi akan melepaskan

kalsium intraseluler yang akan mempengaruhi cedera

neuronal yang tidak bergantung pada fluks kalsium

transmembran. Perbedaan kerusakan terhadap cedera

iskemik antara populasi neuronal berbeda dipostulasikan

sebagai akibat perbedaan kepadatan kanal kalsium

membran.

Hipotesis kalsium yang pertama dikemukakan untuk

cedera neuronal ini telah melalui beberapa penellitian.

Penelitian in vitro, pertama, memperlihatkan bahwa

neuron akan mati akibat kerusakan hipoksik pada medium

kultur bebas Ca++. Kedua, terdapat korelasi yang buruk

antara lokasi tertentu kanal kalsium bergantung

tegangan dan kerusakan iskemik. Ketiga, peran neuro-

transmiter seperti glutamat dan aspartat pada cedera

hipoksik telah diperlihatkan.

Skema

Hubungan antara gagal energi dan jalur metabolik

degradatif utama penyebab kerusakan neuronal iskemik.

--------------------------------------------------------

G A G A L E N E R G I

Metabolisme Depolarisasi Gagal Ca++ATPase

anaerobik membran retikulum endoplasmik

| | | |

| | /-------------/ |

! | ! |

Asidosis otak | Pelepasan |

| | neurotransmiter |

| | | |

! ! ! |

Denaturasi Kanal sensitif Kanal dioperasikan |

protein tegangan reseptor |

Pergeseran Ca++i | | | | |

Edema glial | /----------|--/ | |

Produksi | /------------/ | | |

radikal bebas ! ! ! ! |

Influks Na+ Influks Ca++ -------/

! !

Influks Cl-,H2O Aktifasi lipase,

Osmolisis protease

Akumulasi Ca++ mitokhondria

|

!

Degradasi membran

Degradasi

neurofilamen

Permeabilitas

meningkat

Produksi

radikal bebas

Fosforilasi

oksidatif lepas

-------------------------------------------------------

Rothman dan Olney pertama menghipotesakan bahwa

asam amino tertentu seperti glutamat atau aspartat

adalah sitotoksik dan bila dibiarkan melakukan eksitasi

berlebihan dari reseptor postsinaptik, akan berakibat

kerusakan dendrosomatik. Hipotesis eksitotoksik ini

selanjutnya digunakan pada cedera anoksik dan hipo-

glikemik yang sesuai dengan konsep bahwa eksitasi

berlebihan dapat berakibat peningkatan pelepasan atau

penurunan pengambilan kembali dari neurotransmiter

sitotoksik. Mekanisme cedera eksitotoksik kemudian bisa

diterangkan oleh penelitian lain dimana ditemukan

bentuk dini dan tunda dari cedera ireversibel. Cedera

dini disebabkan oleh influks Na+ dan cedera tunda oleh

entri Ca++.

Paling tidak ada tiga reseptor untuk asam amino

eksitotoksik ini yang dijelaskan secara farmakologi

dengan ikatan analog: Reseptor N-metil-D-aspartat

(NMDA), asam kainik/quisquolat, dan AMPA. Pada hipo-

tesis eksitotoksik dari cedera neuronal iskemik,

kerusakan sel dini dipengaruhi oleh influks Na+ diikuti

entri Cl- dan H2O dengan akibat edema seluler dan osmo-

lisis. Influks Na+ ini dihipotesakan terjadi secara

primer melalui gerbang kanal oleh reseptor asam kainik/

quisquolat atau AMPA. Juga mungkin bahwa Na+ dapat

memasuki sel karena gradien konsentrasi melalui kanal

tegangan membran yang tidak tergantung kanal yang

dioperasikan reseptor. Selama iskemia dengan penurunan

produksi ATP, terjadi kegagalan pompa Na+/K+ATPase.

Cedera neuronal tunda dikira sekunder atas influks Ca++

terutama melalui reseptor NMDA yang menggerbangi kanal

kalsium yang dioperasikan reseptor. Serupa dengan

influk Na+, beralasan untuk menduga bahwa dengan gagal

energi dan depolarisasi membran, Ca++ dapat juga masuk

sel melalui kanal kalsium tergantung tegangan, bebas

dari kanal yang dioperasikan reseptor. Karenanya konsep

kematian sel yang berhubungan dengan kalsium yang lebih

mutakhir, merupakan hipotesis eksitotoksik yang nyaris

serupa dengan hipotesis kalsium yang pertama.

Bukti pendukung pentingnya mekanisme eksitotoksik

pada cedera iskemik, pertama, kadar ekstraseluler

glutamat serta aspasrtat meningkat agak banyak selama

hipoksia eksperimental. Kedua, deaferentasi neuron CA 1

dengan Schafferotomi (eliminasi input glutamatergik)

dan injeksi lokal antagonis glutamat mencegah penurunan

kalsium ekstraseluler selama iskemia. Ketiga, antagonis

reseptor glutamat yang kompetitif dan yang tidak

kompetitif tampaknya memperbaiki pada cedera iskemik

baik in vivo maupun in vitro. Keempat, antagonis

reseptor NMDA dan lebih mutakhir, reseptor AMPA,

menurun pada cedera neuronal iskemik baik in vivo

maupun in vitro. Kelima, teori eksitotoksik mungkin

menunjukkan fenomena pengrusakan yang selektif. Iskemia

otak depan pada masa singkat pada tikus Wistar dan

gerbil berakibat cedera yang terbatas pada subikulum

dan hipokampus daerah CA 1 dan CA 4. Iskemik yang lebih

lama berakibat cedera hipokampal CA 3, neuron piramidal

kortikal, nukleus kaudat, dan putamen. Penelitian

ikatan agonis secara radiografis menunjukkan bahwa

reseptor NMDA terkonsentrasi di terminasi kolateral

Shaeffer dari CA 1 dan CA 4, sedangkan reseptor asam

kainik/quisquolat terlokalisir pada daerah terminasi

serabut yang 'mossy' dari CA 3, neuron piramidal,

kaudat dan putamen. Karenanya distribusi daerah

reseptor untuk asam amino eksitatori ini sangat

berhubungan dengan daerah otak dengan toleransi

terhadap iskemik yang rendah.

Karena peningkatan Ca++ intraseluler saat ini dikira

Skema

Teori eksitotoksis cedera neuronal iskemik. Cedera

iskemik dini dikarenakan influks Na+ terutama melalui

kanal yang dioperasikan kainat/quisquolat. Dengan

influks Na+, terjadi influks pasif Cl- dan H2O yang

berakibat edema dendritik diikuti osmolisis. Cedera

iskemik tunda diakibatkan influks Ca++melalui kanal

kalsium tergantung tegangan jenis N yang berakibat

pelepasan neurotransmiter tambahan. Sebagai tambahan

atas kanal yang dioperasikan reseptor NMDA, kalsium

dapat masuk neuron melalui kanal kalsium tergantung

tegangan jenis L. Kanal L ini cenderung terletak dekat

badan se-l. (Fredric B. Meyer, 1993)

-------------------------------------------------------

H2O Cl- | |

/------|--|--/ Ca++ Na+ | | | | |/-/

-----------> ! ! /--||L|-

/-----/ |K/Q|

- Glutamat | /---/

0 | ---------| |

/-/ ! - | /----/

--|N|-| --/ 0 - /--> |NMDA| !

/-/ | | | /----/ |/-/

Ca++ /-----/ -----------> ! /--||L|-

Na+, | | | |/-/

Ca++ /--------|--/ Ca++ |

/-/ Cl- /-/

|-| |-|

/-/ /-/

MK801 Antagonis Ca++ AP-7 dihidropiridin

Dekstrometafan (nomodipin)

-------------------------------------------------------

merupakan katalis utama untuk cedera neuronal iskemik,

perlu dipikirkan regulasi kalsium neuronal dan

mekanisme dengan mana kalsium dapat menyebabkan cedera

neuronal. Kenyataan bahwa konsentrasi Ca++ ekstra-

seluler sekitar 10-3, sedangkan konsentrasi intra-

seluler 10-7, perubahan kecil metabolisme kalsium dapat

berakibat nyata pada kegiatan intraseluler yang

bermediasi Ca++, yaitu kontraksi, eksitasi dan sekresi.

Proses ini diketahui pada konsentrasi mikromoler dari

kalsium yang terionisasi. Fluks kedalam kalsium diatur

oleh gradien konsentrasi kalsium antara ekstraseluler

dan intraseluler baik melalui kanal kalsium tergantung

tegangan maupun yang dioperasikan reseptor. Saat ini

diketahui terdapat tiga kanal kalsium membran yang

bergantung tegangan: kanal T,N, dan L. Kanal kalsium

yang dioperasikan reseptor adalah kanal seperti yang

diregulasikan oleh reseptor NMDA untuk asam amino

eksitatori. Sebagai tambahan atas kanal membran ini,

regulator Ca++ lain adalah pompa antiport Na+/K+ yang

elektrogenik dengan rasio sekitar 3 : 1 dimana arah

pertukaran kalsium bisa kedalam atau keluar tergantung

gradien Na+, pompa Ca++ATPase yang terletak dimembrana

retikulum sitoplasmik atau endoplasmik, mitokhondria

dimana secara elektroforetik terjadi akumulasi Ca++

saat kalsium bebas intraseluler meninggi, serta protein

terikat kalsium seperti kalmodulin.

Mekanisme utama dimana peninggian Ca++i mungkin

berperan pada cedera neuronal iskemik adalah: 1. Aktifasi enzim degradatif seperti protease,

endonuklease, dan lipase yang mengkatabolis membrana

seluler dan neurofilamen. Hilangnya fosfolipid membran

menambah permeabilitas membran mitokhondrial memberikan

pengaruh pada fosforilasi oksidatif residual, disaat

cedera terhadap struktura neurofilamen menghambat

mekanisme transport neuronal. Sebagai tambahan, asam

lemak bebas yang terakumulasi akibat degradasi fosfo-

lipid membran dikira teroksidasi melalui jalur lipo-

oksigenasi atau siklooksigenasi selama reperfusi. Hasil

jalur ini secara keseluruhan adalah terbentuk dan

dilepaskannya prostaglandin, leukotrin, dan mungkin

radikal bebas. Prostaglandin tromboksan A2 adalah

vasokonstriktor poten, leukotrin merubah permeabilitas

membran dan menyebabkan vasokonstriksi, dan radikal

bebas bila ada, merusak membran seluler.

2. Untuk menyangga peninggian Ca++, mitokhondria

secara elektroforetik tampak mengakumulasi kalsium.

Fosforilasi oksidatif residual yang berdiri sendiri ini

pada saat dimana produksi energi sudah dibatasi oleh

metabolisme anaerobik.

3. Peninggian Ca++i menyebabkan pelepasan neuro-

transmiter yaitu neurotransmiter punitif seperti

glutamat atau aspartat yang melaksanakan siklus

degradatif ini.

Penting untuk memikirkan akibat asidosis otak

disaat memikirkan cedera neuronik iskemik. pH otak

intraseluler sekitar 7.01-7.03. Dalam 10 menit sejak

pengurangan ADS berat, pHi otak memburuk hingga 6.60.

Ini menunjukkan peninggian yang cepat dari konsentrasi

asam laktat intraseluler. Adanya asidosis otak ini

dibuktikan mempunyai efek merugikan berikut, yaitu:

(1) denaturasi protein dengan hilangnya fungsi

enzimatik, (2) penambahan edema glial yang berpotensi

mengganggu aliran kolateral melalui kompresi kolateral

ekstravaskuler dan karenanya mengurangi ADS residual,

(3) berperan meninggikan Ca++i dengan menyaingi H+

untuk tempat ikatan Ca++ intraseluler, (4) akan

mengakibatkan mileu internal yang baik untuk produksi

radikal bebas, dan (5) menekan tingkat metabolik

serebral untuk glukosa dan regenerasi NADH. Percobaan

memperlihatkan bahwa hiperglikemia memperburuk asidosis

intraseluler pada daerah pusat iskemik dan berpengaruh

buruk terhadap kehidupan. Hiperglikemia juga mungkin

memperburuk perfusi serebral pasca iskemik selama

pemulihan ATP dan fosfokreatin, yang mengakibatkan

akumulasi asam laktat jaringan. Walau hiperglikemia

mamperlihatkan efek merugikan pada pusat iskemik

tersebut, ada juga data berlawanan yang menunjukkan

bahwa hiperglikemi mungkin merupakan neuroprotektif

pada penumbra iskemik.

Perubahan Sirkulasimikro Sebagai tambahan atas perubahan metabolik yang terjadi

selama iskemia, juga terjadi perubahan aliran darah

yang dihantarkan kesirkulasimikro yang dapat berperan

pada cedera neuronal iskemik. Pertama, setelah oklusi

pembuluh terjadi pengentalan darah yang disebut sebagai

particulate flow. Dipostulasikan bahwa particulate flow

ini akibat dari pengurangan tenaga 'shear' yang

cenderung mempertahankan dispersi komponen darah

seluler. Karena pengentalan ini, viskositas darah

meningkat dengan peninggian tahanan terhadap aliran.

Kedua, tampak bahwa pembuluh penghantar permukaan

kortikal selama iskemia fokal menunjukkan progresi

berikut. Pertama, terjadi pertambahan ringan segera

dari diameter pembuluh akibat asidosis ekstraseluler

lokal. Selama vasodilatasi ini, paralisis vasomotor

terjadi dan aliran darah yang melalui pembuluh yang

berdilatasi ini berhubungan langsung dengan tekanan

perfusi serebral. Nyatanya terdapat hilangnya auto-

regulasi tekanan darah dimana jatuhnya tekanan darah

dapat berakibat penurunan yang bermakna dari ADS. Dalam

periode waktu mengikuti vasodilatasi lokal ini, terjadi

vasokonstriksi pembuluh penghantar permukaan yang sama.

Vasokonstriksi ini disebut 'vasokonstriksi iskemik'

atau 'vasospasme sekunder' untuk membedakannya dari

vasospasme yang diinduksi PSA. Vasokonstriksi yang

diinduksi iskemia ini sebagian dihambat oleh pemakaian

antagonis kalsium tertentu yang memblok kanal L yang

tergantung tegangan, menunjukkan untuk sebagian, akibat

dari influks Ca++ kedalam sel otot polos. Diduga,

penurunan ATP berakibat depolarisasi sel otot polos

dengan influks Ca++ diikuti kait-silang aktin dan

miosin. Pilihan teori lain adalah peninggian K+ ekstra-

seluler atau pelepasan vasokonstriktor endogen seperti

norefinefrin atau serotonin. Karena norefinefrin

berperan kritis pada vasokonstriksi iskemik, penting

diingat bahwa deaktifasi norefinefrin adalah bergantung

energi karena ia harus mengalami pengambilan kembali

pada terminal presinaptik. Tidak peduli apapun etiologi

vasokonstriksi iskemik, hasil akhir adalah pengurangan

aliran darah sirkulasimikro.

Perubahan sirkulasimikro ketiga selama iskemia

fokal adalah hipoperfusi pasca iskemik. Hipoperfusi

pasca iskemik atau hipoperfusi tunda setelah gangguan

otak iskemik semula dijelaskan sebagai no reflow

phenomenon. Nyatanya pemakaian istilah no reflow adalah

pemberian nama yang salah dimana derajat hipoperfusi

pasca iskemik tergantung pada beratnya cedera iskemik.

Bila gangguan iskemiknya ringan, secara khas tidak ada

hipoperfusi pasca iskemik. Setelah iskemik berat, hipo-

perfusi pasca iskemik mengikuti perbaikan aliran dapat

dijumpai. Selama hipoperfusi pasca iskemik terjadi

peninggian metabolisme dan ekstraksi oksigen yang

menunjukkan ketidak-serasian antara kebutuhan metabolik

dan penyediaan substrat yang akan menyebabkan cedera

pada neurun yang hidup setelah gangguan iskemik.

Patofisiologi hipoperfusi pasca iskemik disebabkan:

(1) faktor reologis intravaskuler yaitu peninggian

aggregasi platelet atau viskositas darah, atau cedera

leukosit polimorfonuklir terhadap endotelium; (2)

perubahan dinding vaskuler termasuk kontraksi otot

polos, pembentukan mikrovilli, atau edema endotelial;

dan (3) edema ekstraseluler termasuk jaringan glial

menyebabkan kompresi mekanik terhadap bed kapiler.

TINDAKAN TERHADAP ISKEMIA SEREBRAL FOKAL AKUTA Sebelum membicarakan modalitas tindakan spesifik untuk

iskemia otak akuta, penting untuk menyadari bahwa untuk

mekanisme yang berbeda diperlukan pendekatan serta

tindakan yang berbeda. Misalnya pasien dengan embolus

MCA akibat trombosis mural kardiak mungkin ditindak

dengan terapi trombolitik intravaskuler. Terapi trombo-

litik intravaskuler sebagai tindakan bedah terhadap

pasien iskemia akibat oklusi vaskuler intrabedah yang

lama mungkin merupakan kontraindikasi karena risiko

perdarahannya serta tidak adanya klot intraluminal. Hal

serupa, terapi trombolitik intravaskuler sangat tidak

dianjurkan pada pasien perdarahan subarakhnoid dengan

defisit iskemik akibat vasospasme. Karenanya sebelum

melakukan suatu tindakan, sangat penting menetapkan,

berdasar pada riwayat, pemeriksaan fisik, serta

pemeriksaan diagnostik memadai, perkiraan etiologi dari

kerusakan iskemik.

Sekali etiologi kerusakan iskemik diketahui,

rencana tindakan yang rasional dapat dibuat berdasar

patofisiologi dari cedera otak iskemik. Yang penting,

ada dua prinsip umum dalam menindak strok akut,

meninggikan ADS kolateral dan memberikan proteksi

neuronal langsung.

1. STROK TROMBOEMBOLIK Etiologi strok tromboembolik heterogen dan kompleks.

Jenis iskemia serebral akuta ini adalah penyebab

tersering dari strok dan memiliki patofisiologis yang

luas seperti embolus dari trombus mural kardiak,

embolus dari stenosis karotid, atau trombosis pembuluh

intrakranial atau ekstrakranial. Karena mekanisme yang

mungkin sangat luas, tindakan terhadap strok trombo-

embolik harus bergantung pada masing-masing pasien.

Misalnya oklusi arteria lentikulostriata berakibat

infark lakuner. Karena lentikulostriata adalah end

artery tanpa aliran kolateral apapun, mungkin tindakan

untuk meningkatkan aliran darah kolateral akan tidak

efektif. Hal serupa, obat neuroprotektif akan tidak

efektif akibat ketidakmampuan penghantaran kejaringan

otak yang iskemik.

Tahap pertama dalam menegakkan diagnosis adalah

mengambil riwayat dan pemeriksaan fisik yang baik.

Riwayat diabetes atau hipertensi bisa mendukung

diagnosis suatu infark lakuner, sedang riwayat serangan

iskemik transien (TIA) sebelumnya, termasuk amaurosis

fugaks, akan mengarahkan pada kelainan kardiak atau

karotid. Bagian terpenting pemeriksaan neurologis

termasuk auskultasi atas bruit servikal dan murmur

kardiak, palpasi denyut arteria temporal superfisial,

dan pemeriksaan oftalmoskopik atas retina akan adanya

emboli atau retinopati venostasis. Setelah pemeriksaan,

CT scan gawat darurat harus segera dilakukan untuk

menyingkirkan penyebab noniskemik dari defisit neuro-

logis seperti perdarahan intraserebral atau neoplasma.

CT scan bisa juga memperlihatkan tanda sekunder dari

infarksi seperti embolus pada MCA atau edema serebral

pada ditribusi vaskulernya. Akhirnya, CT scan mungkin

memperlihatkan kerusakan iskemik lama seperti infarksi

lakuner atau 'watershed' sebelumnya.

Pemeriksaan diagnostik selanjutnya terutama

tergantung kemungkinan klinis. Misalnya bila tidak

direncanakan tindakan intervensi, beralasan untuk tidak

melakukan pemeriksaan pencitraan berikutnya. Tes

diagnostik yang dilakukan bila diperkirakan akan

memberi informasi penting adalah ultrasonografi

karotid, Doppler transkranial, okulopletismografi,

angiogram serebral transfemoral, angiografi MR, dan

ekhokardiografi transesofageal atau transtorasik. Dalam

keadaan yang memadai pada pasien tanpa dengan tanda-

tanda kelainan pembuluh kecil, alasan dibuat langsung

dari hasil CT scan diruang gawat darurat untuk

angiografi untuk menentukan patologi anatomik bila

tindakan yang agresif seperti bedah atau terapi

trombolitik dipertimbangkan.

TINDAKAN Tindakan atas strok tromboembolik sangat tergantung

pada etiologinya. Saat ini tidak ada tindakan efektif

terhadap infark lakuner akut. Untungnya banyak pasien

ini yang mengalami perbaikan neurologis yang bermakna.

Walaupun saat ini tidak ada agen farmakologis yang

jelas untuk menindak strok tromboembolik, berbagai agen

neuroprotektif potensial seperti antagonis Ca++, dan

pembersih radikal bebas, dalam penelitian klinis.

Karenanya saat ini langkah tindakan berikut dianjurkan:

1. Pertahankan pasien euvolemik. Harus diketahui

bahwa beberapa peneliti menggunakan tehnik hemodilusi

termasuk flebotomi untuk menurunkan viskositas darah

yang secara teori akan meningkatkan aliran mikro-

sirkulasi. Keengganan kita untuk melakukan hemodilusi

adalah berdasarkan adanya bukti kemungkinan hal ini

akan meningkatkan edema serebral dan bukti lain akan

hasil negatif dari peneliti lain.

2. Dilakukan hidrasi pasien dengan NaCl 0.45 atau

0.9, bebas dari glukosa. Ini berdasarkan bahwa hiper-

glikemia memperberat asidosis otak.

3. Pertimbangkan terapi trombolitik. Kontroversi-

nya terletak pada apakah terapi trombolitiknya bedah

atau medikal. Saat ini, terapi trombolitik medikal

adalah dengan pemakaian heparin atau faktor pengaktif

plasminogen jaringan (tPA). Sasaran heparin IV adalah

profilaktik, untuk mencegah embolisme berulang seperti

yang berasal dari trombus mural kardiak atau untuk

mencegah penyebaran trombus kearteria sirkel Willis.

Walau semula dihipotesakan heparin mungkin meningkatkan

aliran mikrosirkulasi, sedikit bukti yang mendukung

postulat ini. Pilihan lain, kebanyakan menyetujui

penggunaan heparin pada pasien dengan embolus kardiak

akibat fibrilasi atrial atau dari embolus paradoksikal.

Pemakaian heparin sebagai pencegah perluasan trombosis

jarang digunakan pada strok spontan. Lebih khusus,

heparin mungkin digunakan pada pasien yang mendapatkan

oklusi arteri untuk mengobati aneurisma intrakranial.

Sebelum memulai heparin, CT scan harus dibuat untuk

menyingkirkan strok hemoragik.

Penggunaan tPA untuk memacu lisis bekuan sedang

diteliti dalam berbagai percobaan klinis prospektif.

Jelas bahwa tehnik paling efektif untuk meningkatkan

aliran darah haruslah yang memperbaiki aliran melalui

pembuluh yang teroklusi. Risiko berpotensi terbesar

dari terapi trombolitik intravaskuler adalah risiko

infarksi hemoragik. Yang mendukung hal ini adalah bukti

penggunaan streptokinase dalam menindak trombosis vena

perifer dalam yang berkaitan dengan insidens perdarahan

intraserebral sebesar 3 %.

Terapi trombolitik bedah adalah ekstirpasi bedah

dari embolus atau trombosis melalui embolektomi MCA dan

endarterektomi karotid secara gawat darurat. Walau

telah dibuktikan manfaat besar dari tindakan agresif

ini, pelaksanaannya belumlah seragam. Mengherankan

bahwa risiko perdarahan intraserebral setelah re-

vaskularisasi bedah sangatlah rendah. Walau ada alasan

bahwa agaknya terapi trombolitik medikal bisa dipilih

dibanding revaskularisasi bedah, tak ada kesimpulan

yang tegas yang dapat ditarik hingga hasil penelitian

tPA selesai dianalisis. Dalam menunggu data tersebut

dipublikasikan, tetap harus diingat bahwa embolektomi

MCA dan endarterektomi karotid secara gawat darurat

dapat sangat menguntungkan dalam memperbaiki fungsi

neurologis pada pasien terpilih.

Apakah terapi trombolitik secara bedah maupun

medikal, masa iskemia dan masa perbaikan aliran tetap

merupakan masalah utama. Penelitian telah membuktikan

bahwa setelah 4 jam sejak iskemia fokal, akan terjadi

infarksi serebral berat. Penelitian juga membuktikan

bahwa perbaikan aliran bahkan setelah 4-5 jam setelah

iskemia akan bermanfaat mengurangi ukuran infarksi.

Penelaahan waktu iskemia dan perbaikan aliran setelah

embolektomi MCA serta endarterektomi karotid tidak

memperlihatkan penggal waktu tertentu dimana perbaikan

aliran setelah selang waktu tersebut menjadi tidak

efektif. Jelas bahwa makin dini tindakan gawat-darurat

dimulai, akan makin baik kesempatan perbaikan klinis.

Umumnya diterima masa 4-6 jam untuk mengusahakan

perbaikan aliran dengan medikal atau intervensi bedah

agresif.

4. Agen protektif serebral. Hingga saat ini belum

ada agen neuroprotektif yang sangat dianjurkan terhadap

strok akut. Antagonis kalsium dihidropiridin nimodipin

sudah dibuktikan sebagai agen neuroprotektif pada

beberapa penelitian terhadap strok akut di Eropa, namun

hasil ini tidak dapat diulangi oleh peneliti Amerika

Serikat. Perbedaan mungkin akibat saat masuk pasien,

yang mencapai 48 jam setelah onset strok akut. Agen

neuroprotektif potensial lain yang sedang diteliti

adalah pemusnah radikal bebas dan antagonis asam amino

eksitatori. Beralasan untuk mempostulasikan, pendekatan

campuran mungkin akan dilaksanakan dimana digunakan tPA

dikombinasikan dengan agen neuroprotektif, masing-

masing sebagai antagonis terhadap mekanisme spesifik

dari cedera iskemik.

OPERASI UNTUK TIA 1. Endarterektomi dan rekonstruksi arteria karotid

ekstrakranial mempunyai morbiditas dan mortalitas

rendah dan sangat besar kesempatannya mencegah TIA

selanjutnya maupun CS.

2. Anastomosis ekstrakranial-intrakranial. Untuk suatu

kelainan yang terletak pada sirkulasi intrakranial,

dilakukan anastomosis arteria temporal superfisial

kecabang permukaan arteria serebral media. Dengan

teknik mikrovaskuler, operasi dilakukan untuk banyak

kelainan accident vaskuler baik akut, kronis, lengkap

maupun tak lengkap.

Disamping operasi, TIA juga dapat ditindak secara

medikal dengan zat-zat antikoagulasi dan antiplatelet.

Antikoagulasi efektif dalam menindak emboli berasal

kardiak dan mungkin mengurangi frekuensi TIA vertebral-

basiler.

Obat yang mempengaruhi sifat adesif platelet

penggunaannya saat ini meningkat dalam menindak TIA dan

mencegah stroke. Inhibisi platelet juga efektif dalam

mencegah TIA dan stroke, mendukung teori TIA sebagai

tromboembolik platelet-fibrin. Aspirin juga sudah

dibuktikan bermanfaat mengobati TIA dan mencegah strok.

Aspirin akan mempengaruhi agregasi platelet dengan

menginhibisi sintesa prostaglandin. Anti agregasi

platelet lain seperti dipiridamol dan sulfinpirazon

tidak memperlihatkan manfaatnya terhadap TIA dan

pencegahan strok. Pada mulanya aspirin diduga hanya

bermanfaat pada pria, namun ternyata menfaat pada

wanita terbukti sama baiknya. Pengurangan kejadian

strok oleh aspirin sekitar 30-50%. Secara teoritis,

dosis pencegahan TIA dan stroke adalah dosis kecil.

Dosis kecil aspirin mungkin tetap menjaga inhibisi

prostasiklin antiagregasi, disaat itu ia juga tetap

menginhibisi tromboksan A2 proagregasi.

Tindakan bedah untuk TIA sirkulasi anterior

terutama adalah endarterektomi karotid. Prosedur

serebrovaskularisasi lainnya seperti pintas ekstra-

intrakranial dicadangkan untuk keadaan khusus. Saat

endarterektomi karotid, plak ateromatosa diangkat

langsung via arteriotomi karotid. Saat ini morbiditas

dan mortalitas tindakan ini kurang dari 3%.

2. ISKEMIA PERIOPERATIF Beruntung bahwa iskemia serebral perioperatif jarang

terjadi karena membaiknya tehnik bedah mikro. Kadang-

kadang ahli bedah saraf perlu menindak pasien dengan

iskemia perioperatif akibat tindakan oklusi pembuluh

intrabedah yang lama atau cedera pembuluh selama

intrabedah berupa diseksi atau trombosis. Keadaan ini

harus selalu diingat. CT scan gawat darurat dilakukan

untuk mengurangi kemungkinan perdarahan pasca bedah

yang menyerupai kerusakan vaskuler. Harus berhati-hati

terhadap bangkitan pasca bedah karena pelepasan serupa

epileptik terlateralisasi yang periodik (PLED) yang

dapat menyerupai kerusakan iskemik akuta. Bila diduga

cedera pembuluh darah, angiogram gawat darurat harus

didapatkan untuk memastikan patologi anatomik. Lebih

disukai melakukan angiografi dini dari pada melakukan

Doppler transkranial yang tidak invasif secara

terbatas. Bila tampak diseksi atau trombosis pasca

bedah, tindakan agresif segera harus dimulai. Pada

kebanyakan, iskemia perioperatif adalah akibat tindakan

oklusi pembuluh yang lama saat menindak lesi yang sulit

seperti aneurisma raksasa.

TINDAKAN Sangat tergantung etiologi:

1. Pertahankan pada euvolemik dengan NaCl 0.45

atau 0.9 % dan bebas glukosa. Tidak disukai melakukan

hemodilusi karena menambah edema serebral pasca bedah.

Sebagai tambahan terhadap hidrasi IV, diberikan koloid

seperti albumin 5 % 250 mL secara IV 2-4 kali sehari.

Pola terapi adalah memaksimalkan ekspansi volume,

dengan sendirinya akan meningkatkan aliran kolateral

tanpa menambah edema serebral atau tekanan intra-

kranial.

2. Berikan obat neuroprotektif antagonis kalsium

seperti nimodipin 60 mg lewat mulut setiap 4-6 jam. Ini

berdasar penelitian bahwa nimodipin dapat meningkatkan

ADS dan pengalaman pada PSA yang memperlihatkan bahwa

nimodipin menurunkan beratnya defisit iskemik setelah

PSA.

3. Bila defisit neurologis berat, bisa diberikan

tiopental 3-5 mg/kg secara sinambung dengan drip IV

atau fenobarbital dengan dosis pembebanan 15 mg/kg IM

atau IV diikuti kadar serum terapeutik. Manfaat tio-

pental adalah bahwa waktu paruhnya lebih pendek dari

fenobarbital. Alasan pemberian barbiturat adalah adanya

bukti efek protektif neuronal langsung, pada suatu

iskemia progresif. Sebagai tambahan, barbiturat mungkin

bermanfaat mengurangi edema serebral, yang menurunkan

TIK, dan tentunya akan meningkatkan tekanan perfusi

serebral. Kerugiannya, barbiturat akan mengaburkan

pemeriksaan neurologis, serta perlunya intubasi dan

ventilasi terkontrol.

4. Dalam hal tertentu dianjurkan tindakan bedah.

Misalnya bila angiogram pasca bedah menunjukkan

trombosis atau diseksi, embolektomi atau pintas gawat

darurat harus dipikirkan. Risiko perdarahan peri-

operatif menyebabkan terapi trombolitik intravaskuler

seperti tPA menjadi kontraindikasi. Jarang lobektomi

temporal gawat darurat memberikan manfaat, baik untuk

menhilangkan herniasi transtentorial maupun untuk

meningkatkan tekanan perfusi serebral dengan mengurangi

TIK.

3. DEFISIT ISKEMIK YANG DIINDUKSI PSA Diagnosis vasospasme secara klinis harus ditegakkan

segera pada kasus dengan persangkaan yang tinggi.

Doppler transkranial atau angiografi adalah pencitra

yang akan menunjang diagnosis bila tidak dijumpai

hidrosefalus pada CT scan.

TINDAKAN 1. Lakukan tindakan hipertensif-hipervolemia

sebagai tindakan awal atas vasospasme segera setelah

aneurisma diperbaiki. Ahli bedah saraf lain ada juga

yang melakukan tehnik hemodilusi. Terapi hipertensif

hipervolemia dimulai dengan hidrasi IV dengan larutan

salin sekitar 125-150 mL/jam. Ditambahkan albumin 250

mL tiap 6 jam. Bila tidak ada riwayat kardiak yang

jelas, curah kardiak ditingkatkan dengan infus iso-

proterenol atau dopamin untuk menaikkan tekanan darah

hingga sekitar 160 mmHg. Dengan infus isoproterenol,

terkadang diperlukan lidokain 1-2 mg IV untuk menekan

iritabilitas kardiak.

2. Karena nimodipin terbukti mengurangi insidens

dan beratnya defisit iskemik, berikan nimodipin sejak

pasien masuk rumah sakit. Namun nimodipin bukanlah obat

ajaib; bila pasien tampil dengan defisit iskemik,

angiografi segera dilakukan untuk menentukan apakah

angioplasti bermanfaat. Angioplasti akan memberikan

beberapa hasil yang baik.

3. Pikirkan pemasangan kateter ventrikuler untuk

mengalirkan CSS. Pada keadaan vasospasme dengan hidro-

sefalus ringan, membuang CSS mungkin secara nyata

memperbaiki ADS.

PILIHAN FARMAKOLOGIS MENDATANG Analisis kritis terhadap regimen untuk strok akut dan

iskemia perioperatif segera menunjukkan keterbatasan

intervensi farmakologis yang terdedia saat ini. Dengan

perkembangan cepat atas pengertian patofisiologi cedera

otak iskemik, obat lain bisa dikembangkan yang akan

memberikan neuroproteksi dengan menghambat mekanisme

spesifik yaitu kerusakan sel iskemik atau dengan

meningkatkan aliran darah kolateral.

Obat-obat Neuroprotektif yang Potensial Antagonis Asam Amino Eksitatori. Kemajuan dan

pengertian akan asam amino eksitatori menimbulkan

perhatian yang besar akan pengembangan antagonis yang

kompetitif dan tidak kompetitif terhadap reseptor NMDA

(N-metil D-aspartat) dan yang lebih mutakhir, reseptor

AMPA. Antagonis NMDA nonkompetitif yaitu ketamin,

dizosilpin (MK-801), dan fenilsiklidin (PCP). Agen ini

menghambat kanal ion gerbang-NMDA. Ia segera menembus

SDO karena ia larut lemak. Kemampuan menghambat kanal

ion bergantung tegangan listrik (voltage-dependent) dan

ini memperkuat perkiraan ia kurang efektif saat

depolarisasi masif atau iskemia berat. Antagonis

reseptor NMDA kompetitif adalah fosfonat seperti 2-

amino-5-fosfonovalerat (APV), 2-amino-7-fosfonohepta-

noat (APH), dan senyawa lebih baru yang memperbaiki

penetrasi SDO (CPP, CGS 19755). Lebih baru lagi, anta-

gonis reseptor AMPA (CNQX, NBQX). Antagonis NMDA

terbukti bermanfaat pada iskemia fokal yang diinduksi

oleh oklusi MCA. Pengurangan ukuran infarksi dengan

antagonis nonkompetitif atau yang kompetitif telah

diperlihatkan pada percobaan. Beberapa agen ini seperti

MK-801 terbukti bermanfaat bila diberikan 1-2 jam sejak

onset iskemia fokal. Percobaan memperlihatkan bahwa

antagonis NMDA mengurangi cedera pada jaringan

penumbra. Walau beralasan untuk menduga bahwa agen ini

mengurangi influks Ca++ melalui kanal kalsium yang

beroperasi pada reseptor NMDA, ada beberapa bukti bahwa

ia mungkin bermanfaat pada ADS. Saat ini, antagonis

reseptor AMPA MBQX terbukti mengurangi ukuran infarksi

bila diberikan hingga 90 menit setelah oklusi MCA.

Antagonis Kalsium. Antagonis kalsium bermanfaat baik

karena mengurangi influks kalsium melalui kanal kalsium

bergantung-tegangan atau dengan meninggikan ADS.

Sedikit sekali bukti bahwa antagonis kalsium mencegah

masuknya kalsium keneuron yang iskemik. Peninggian

kalsium bebas intraseluler selama iskemia terjadi

melalui berbagai jalan yaitu kanal kalsium bergantung-

tegangan, kanal kalsium dioperasikan-reseptor, dan

pelepasan dari retikulum endoplasmik. Dalam subgrup

kanal kalsium bergantung-tegangan, ada tiga kanal,

dengan hanya sebuah (kanal L) yang dipengaruhi

antagonis kalsium seperti nimodipin. Antagonis kalsium

lain seperti flunarizin dan nikardipin mungkin juga

mempengaruhi kanal T bergantung-tegangan. Dalam setiap

keadaan, pengaruh antagonis kalsium pada iskemia fokal

adalah seimbang. Walau ada persetujuan bahwa antagonis

kalsium, terutama kelas dihidropiridin seperti nimo-

dipin, nikardipin, atau PN-200-110 meninggikan ADS pada

keadaan iskemik dan non iskemik, pengaruh terhadap luas

infarksi tidak konsisten. Mekanisme perbaikan ADS oleh

antagonis kalsium yang telah dipostulasikan adalah

menghilangkan vasokonstriksoi iskemik, dilatasi

pembuluh darah kolateral pial, atau pengurangan

aggregasi platelet dengan mengurangi viskositas darah.

Terakhir ini, antagonis kalsium dengan efek serotonin

yang disebut S-emopamil memperlihatkan efek perbaikan

pada kerusakan setelah oklusi MCA.

Walau data penelitian tidak konsisten, nimodipin

telah memperlihatkan pengurangan insidens dan beratnya

defisit iskemik setelah PSA. Sebagai tambahan, beberapa

penelitian di Eropa memperlihatkan bahwa pemberian

nimodipin pada pasien dengan strok akut jelas

mengurangi kematian pada terutama pria dan memperbaiki

hasil akhir fungsional dalam jangka panjang. Mungkin

beberapa antgagonis kalsium bergantung-tegangan seperti

nimodipin dan nikardipin akan berperan dalam mengobati

strok akut sebagai bagian dari gabungan terapi.

Pemusnah Radikal Bebas. Terbukti bahwa peroksidasi

lipid bermedia radikal bebas oksigen merugikan pada

iskemia fokal. Dibuktikan bahwa antioksidan endogen

seperti a-tokoferol, askorbat, dan glutation berkurang

selama iskemia fokal. Pemusnah radikal bebas seperti

dismutase dan katalase superoksid yang berkonjugasi

polietilenglikol terbukti mengurangi ukuran infark pada

percobaan iskemia fokal. Terakhir, kelompok 21-amino-

steroid (lazaroid) telah dikembangkan. Aminosteroid ini

tidak memiliki aktifitas glukokortikoid namun beraksi

sebagai pemusnah radikal bebas dan khelator besi.

Senyawa ini memperlihatkan manfaat pada percobaan

cedera kepala, PSA, iskemia fokal, dan iskemia global.

Bila hasil ini telah jelas, 21-aminosteroid mungkin

bermanfaat dalam mengobati strok akut. Seperti dengan

semua pemusnah radikal bebas, pemberian harus dilakukan

sebelum masa reperfusi selama produksi radikal bebas

puncak. Mannitol juga dilaporkan sebagai pemusnah

radikal bebas dan bermanfaat pada iskemia fokal,

menyebabkan beberapa ahli bedah saraf secara rutin

menggunakannya intraoperatif sebelum oklusi pembuluh

saat operasi aneurisma.

RANGKUMAN Pendekatan rasional pada pengelolaan intensif iskemia

serebral akuta tergantung pengertian akan mekanisme

cedera neuronal iskemik. Pada iskemia serebral fokal,

terdapat pola heterogen pengurangan aliran darah. Pada

daerah pusat dari iskemia yang luas, jarang intervensi

akan bermanfaat dalam mengatasi kerusakan neuronal.

Sekitar daerah pusat iskemia adalah zona dengan iskemia

sedang yang disebut 'penumbra iskemik' yang adalah

jaringan yang potensial untuk diselamatkan. Tehnik

untuk menyelamatkan jaringan cedera yang berkemampuan

reversibel ini dibagi kedalam cara peningkatan aliran

darah kolateral dan tindakan yang memberikan proteksi

neuronal langsung. Pada strok akut yang nonoperatif,

trombolisis intravaskuler mungkin akhirnya menjadi

tehnik terpilih yang dapat memberikan perbaikan aliran

segera. Pada iskemia pasca bedah, cara ekspansi volume

atau mungkin hemodilusi merupakan tehnik terpilih. Obat

yang tersedia saat ini yang mungkin menberikan proteksi

neuronal langsung adalah antagonis kalsium dihidro-

piridin nimodipin dan barbiturat. Mendatang, obat yang

mengurangijalur degradatif spesifik seperti antagonis

reseptor NMDA dan AMPA serta pemusnah radikal bebas

mungkin terbukti efektif.