statins skenario e blok 19

38
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM) ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION (AMSA) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA S e k r e t ar i a t : 1 Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Induce Hearing Loss (NIHL)) A. Pengertian Bising Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang intensitasnya 85 desibel ( dB ) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor pendengaran Corti pada telinga dalam. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan biasanya terjadi pada kedua telinga. B. Klasifikasi Bising Terpapar bising dengan intensitas diatas 85 dB dengan durasi latihan rata-rata dua sampai empat jam yang memiliki risiko merusak pendengaran khususnya telinga dalam. Faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kurang pendengaran akibat bising selain intensitas dan lama paparan antara lain, kerentanan individu, jarak dari sumber bunyi, tipe bising yang dihasilkan instrumen. Berdasarkan sifatnya bising dapat dibedakan menjadi: 1. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi luas Bising jenis ini merupakan bising yang relatif tetap dalam batas amplitudo kurang lebih 5dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut. Contoh: dalam kokpit pesawat helikopter, gergaji sirkuler, suara katup mesin gas, kipas angin, suara dapur pijar, dsb. 2. Bising kontinu dengan spektrum

Upload: nilam-siti-rahmah

Post on 14-Dec-2015

25 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Statins Skenario e Blok 19

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

1

Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Induce Hearing Loss (NIHL))

A. Pengertian Bising

Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang intensitasnya 85

desibel ( dB ) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor pendengaran

Corti pada telinga dalam. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan biasanya

terjadi pada kedua telinga.

B. Klasifikasi Bising

Terpapar bising dengan intensitas diatas 85 dB dengan durasi latihan rata-rata dua

sampai empat jam yang memiliki risiko merusak pendengaran khususnya telinga

dalam. Faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kurang pendengaran akibat

bising selain intensitas dan lama paparan antara lain, kerentanan individu, jarak dari

sumber bunyi, tipe bising yang dihasilkan instrumen.

Berdasarkan sifatnya bising dapat dibedakan menjadi:

1. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi luas

Bising jenis ini merupakan bising yang relatif tetap dalam batas amplitudo kurang

lebih 5dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut. Contoh: dalam kokpit pesawat

helikopter, gergaji sirkuler, suara katup mesin gas, kipas angin, suara dapur pijar,

dsb.

2. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi sempit

Bising ini relatif tetap dan hanya pada frekuensi tertentu saja (misal 5000, 1000

atau 4000 Hz), misalnya suara gergaji sirkuler, suara katup gas.

3. Bising terputus-putus

Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu kebisingan tidak

berlangsung terus menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Contoh

kebisingan ini adalah suara lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang dll

4. Bising impulsif

Page 2: Statins Skenario e Blok 19

2

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu

sangat cepat dan biasanya me-ngejutkan pendengarnya. Contoh bising impulsif

misalnya suara ledakan mercon, tembakan, meriam dll.

5. Bising impulsif berulang-ulang

Sama seperti bising impulsif, tetapi terjadi berulang-ulang misalnya pada mesin

tempa. Bising yang dianggap lebih sering merusak pendengaran adalah

bising yang bersifat kontinu, terutama yang memilikis pektrum frekuensi lebar

dan intensitas yang tinggi. Untuk melindungi pendengaran manusia (pekerja) dari

pengaruh buruk kebisingan, Organisasi Pekerja Internasional/ILO (International

Labour Organization) telah mengeluarkan ketentuan jam kerja yang

diperkenankan, yang dikaitkan dengan tingkat intensitas kebisingan

lingkungan kerja sebagai berikut (Tabel 1).

C. Definisi Noise Induced Hearing Loss

Noise Induced Hearing Loss (NIHL) adalah gangguan pendengaran yang biasanya terjadi

secara bertahap dari waktu ke waktu karena kontak yang terlalu lama dengan

tingkat kebisingan yang berlebihan lebih besar dari 85 desibel (dB). Hal ini juga

dapat terjadi dari jangka pendek suara yang sangat intens, seperti ledakan bahan

peledak atau senjata api.

D. Etiologi dan Klasifikasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan:

Page 3: Statins Skenario e Blok 19

3

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang1. Intensitas kebisingan

Page 4: Statins Skenario e Blok 19

4

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

2. Frekwensi kebisingan

3. Lamanya waktu pemaparan kebisingan

4. Kerentanan individu

5. Jenis kelamin

6. Usia

7. Kelainan di telinga tengah

Klasifikasi:

Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas 2 kategori yaitu:

1. Noise Induced Temporary Threshold Shift (NITTS)

Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai

perubahan, yang mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi

pada frekwensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai “notch” yang

curam pada frekwensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch. Pada tingkat awal

terjadi pengeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara, yang disebut juga

NITTS. Apabila beristirahat di luar lingkungan bising biasanya pendengaran

dapat kembali normal.

2. Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS)

Di dalam praktek sehari-hari sering ditemukan kasusu kehilangan pendengaran akibat

suara bising, dan hal ini disebut dengan “occupational hearing loss” atau kehilangan

pendengaran kkarena pekerjaan atau nama lainnya ketulian akibat kebisingan industri.

Dikatakan bahwa untuk merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu bekerja

dilingkungan bising selama 10-15 tahun, tetapi hal ini bergantung juga kepada:

Kepekaan seseorang terhadap suara bising

NIPTS biasanya terjadi disekitar frekwensi 4000 Hz dan perlahan-lahan meningkat

dan menyebar ke frekwensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa keluhan,

tetapi apabila sudah menyebar sampai ke frekwensi yang lebih rendah (2000

dan 3000

Hz) keluhan akan timbul. Pada mulanya seseornag akan mengalami kesulitan untuk

mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi apabila sudah menyebar ke

Page 5: Statins Skenario e Blok 19

4

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

frekwensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan untuk mendengar

suara yang sangat lemah. Notch bermula pada frekwensi 3000-6000 Hz, dan setelah

beberapa waktu gambaran audiogram menjadi datar pada frekwensi yang lebih

tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekwensi 4000 Hz akan terus bertambah dan

menetap setelah 10 tahun dan kemudian perkembangannya menjadi lebih lambat.

E. Epidemiologi

NIHL bisa terjadi di semua usia, termasuk anak-anak, remaja, dan orang tua. Di Amerika

15% orang berumur 20-69 tahun sering terkena NIHL dikarenakan terpapar suara berisik

di tempat kerja dan kehidupan sehari-hari. NIHL juga terjadi disetiap jenis kelamin.

Pekerjaan sangat mempengaruhi terjadinya NIHL jika bekerja di tempat yang sering

terpapar suara berisik/ribut yang terus menerus.

F. Faktor Resiko

Faktor resiko NIHL :

Terpapar bising lebih dari 85dB

Tidak memakai pelindung telinga

G. Patofisiologi

1. NIHL adalah kehilangan pendengaran bersifat sensorineural dengan onset yang

gradual dan biasanya irreversible. Umumnya, degenerasi sel rambut pada

Organ Corti terjadi lebih dahulu pada 4 hingga 6 kHz. Bising yang

berlebihan menghasilkan hostile acoustic environment dengan masking wanted

signals (eg speech or warning signals), dan dengan pajanan kronis, dengan blokade

sentral terhadap sinyal auditori.

2. Bising merusak telinga mulanya pada frekuensi 4 kHz dan alasannya adalah

karakteristik resonansi akustik pada telinga luar. Saluran berdinding keras ini yang

tertutup pada ujungnya, mengeraskan energi akustik pada frekuensi tinggi kira-

Page 6: Statins Skenario e Blok 19

5

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembangkira

10 dB. Transduksi getaran suara menjadi impuls saraf terjadi di koklea. Sel rambut

Page 7: Statins Skenario e Blok 19

6

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

yang ada di Organ Corti mengalami kerusakan langsung akibat bising, dan tidak

langsung karena suara yang terlalu tinggi dan terus menerus menyebabkan

vasokonstriksi stria vascularis yang mensuplai koklea. Vasokonstriksi ini

menyebabkan sel rambut menjadi anoxic dan menjadi rusak secara sekunder.

3. Jumlah sel rambut yang rusak secara langsung bergantung pada intensitas bising.

Diatas frekuensi dan intensitas minimum, OHC menunjukkan kelelahan metabolik

dengan adanya stereosilia yang menjadi terkulai (merunduk, layu). Ini berhubungan

dengan fenomena temporary threshold shift (TTS), yang dapat pulih dalam beberapa

jam. Bising selanjutnya semakin merusak OHC meliputi destruksi jembatan

intersilia, sehingga pemulihan menjadi lebih lama. Bahkan ising yang keras dapat

menyebabkan kolapsnya stereosilia dan sel rambut akhirnya difagositosis.

4. OHC berperan sebagai amplifier dengan cara borkontraksi ketika distimulasi oleh

suara sehingga menyebabkan penambahan gerakan membran basilar pada koklea.

Sehingga meningkatkan stimulus yang disampaikan ke IHC yang berfungsi untuk

transduksi gerakan mekanik menjadi sinyal listrik pada ujung saraf afferen N.

VIII. Jika OHC tidak berfungsi, dibutuhkan stimulasi yang lebih besar untuk

menginisiasi impuls saraf, sehingga ambang sensitivitas IHC bertambah

sehingga muncul gangguan pendengaran. Sel rambut pada bagian basal koklea

adalah bagian yang paling sensitif terhadap kerusakan akibat bising. Dimana sel

rambut ini bertanggungjawab untuk transduksi frekuensi tinggi sehingga penderita

NIHL terjadi Hair high frequency hearing loss.

Mengapa gangguan hanya pada telinga kiri?

Dalam penelitian tahun 2014, ditemukan bahwa pada petani terdapat prevalensi yang

tinggi pekerja pria yang mengalami gangguan pendengaran pada telinga kiri

disebabkan karena ketika mengoperasikan traktor, telinga kiri lebih terpajan

oleh suara bising sedangkan telinga kiri terlindungi oleh fenomena yang disebut

“head shadowing”.

Page 8: Statins Skenario e Blok 19

7

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

Pada Tn. Mahmud mungkin terjadi gangguan telinga yang asimetris karena bising

pekerjaannya lebih mengenai ke telinga kiri, namun harus ditanyakan apakah Tn.

Mahmud menggunakan pelindung telinga pada telinga kanan saja atau tidak? Atau

bentuk pekerjaannya yang mengakibatkan telinga kiri lebih terpajan hebat?.

Selain itu untuk menentukan apakah memang terjadi gangguan pendengaran akibat

bising, harus dipastikan bahwa tidak ada penyebab lain di retro-koklea seperti

acoustic neuroma, cerebelo-pontine angle tumors, head injury, Meniere’s disease, dan

perilymphatic fistula.

5. Temporary Threshold Shift

Merupakan peningkatan ambang pendengaran yang bersifat sementar. Peningkatan

ambang pendengaran ini berhubungan dengan kerusakan OHC yang berfungsi

sebagai amplifier sehingga terjadi usaha yang lebih keras dari IHC untuk

menyampaikan impuls sehingga tampak manifestasi TTS. Penderita mengeluh tuli

atau kesulitan mendengar (percakapan ditempat yang ramai, dll). pada periode ini

ambang pendengaran masih dapat kembali normal dalam 48 jam. Pada TTS terjadi

perubahan intraselular pada sel sensori (sel rambut) koklea dan pembengkakan

auditory nerve endings. Faktor lain seperti metabolic exhaustion pada sel mungkin

berpengaruh. Jika waktu tidak cukup bagi TTS untuk mengalami perbaikan, dan

bising dirasakan terus menerus, perubahan ambang pendengaran ini dapat menjadi

permanen, yang disebut Permanent Threshold Shift (PTS).

6. Mengapa terjadi Tinnitus? (Discordant Theory)

Tinitus disebabkan disfungsi yang bertentangan dari OHC yang rusak dan IHC yang

intak. Bising dan agen ototoksik pada awalnya merusak OHC pada bagian basal, jika

berlanjut dan berulang, akan merusak IHC, karena IHC lebih resisten terhada

kerusakan. IHC adalah sel reseptor untuk tranduksi suara dan hampir 95% serabut

saraf afferen menginervasi IHC. Sebaliknya, OHC berfungsi sebagai amplifier

(pengeras) mekanik yang meningkatkan suara lemah dengan menyediakan

sampai

50 dB. Saat OHC lebih rusak dari IHC maka terjadi disinhibition (berkurangnya

Page 9: Statins Skenario e Blok 19

8

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

pembatasan) pada neuron di DCN (dorsal Cochlear Nuclei). Terjadi peningkatan

Page 10: Statins Skenario e Blok 19

9

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

aktivitas spontan ketika neuron di DCN menerima eksitasi dari IHC tapi tidak

dari OHC. Normalnya terdapat sedikit gap antara bagian atas silia IHC dengan

bagian bawah dari membrana tektoria. Namun pada OHC yang rusak maka

membran tektoria dapat menyentuh silia sehingga menyebabkan IHC

terdepolarisasi. Tinitus tidak terjadi pada penderita tuli total dimana OHC dan IHC

rusak sama sekali. Hipotesa bahwa tinitus menunjukkan mekanisme adaptasi

sentral ketika sistem auditory menderita gangguan pendengaran. Kerusakan

OHC merangsang penyesuaian pada DCN, menyebabkna DCN menjadi

hiperaktif. Hipotesa ini adalah akibat reduksi input auditory nerve menyebabkan

disinhibition.

7. Recruitment

Ketika volume suara meningkat melewati ambang pendengaran, penderita dengan

rekruitment mengalami peningkatan tiba-tiba persepsi terhadap suara. Rekruitment

terjadi ketika terdapat ambang pendengaran yang tinggi. Ketika

ambang pendengaran meningkat, mengakibatkan Kekerasan suara ditingkatkan,

menyebabkan suara terdengar lebih keras dibandingkan orang normal.

Contohnya bila kita berbicara keras yang biasa dipersepsikan seperti berteriak..

8. Masking

Masking terjadi ketika suara latar belakang membuat percakapan menjadi tidak

dapat dimengerti. Masking memerankan bagian pada ketidakmampuan penderita

NIHL untuk berkomunikasi pada ruangan yang ramai. Sedangkan, mereka

dapat mendengar percakapan dari telpon dengan jelas. Fenomena Masking terjadi

karena hanya sumber suara yang paling keras yang dapat terdengar, sedangkan

semua sumber suara yang yang volume nya lebih rendah tertutup oleh suara yang

paling keras. Pada penderita gangguan pendengaran frekuensi tinggi, suara

dengan frekuensi rendah lebih terdengar keras. Percakapan manusia berada pada

frekuensi sedang sampai tinggi.

Page 11: Statins Skenario e Blok 19

10

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

H. Patogenesis

1. Pada pajanan >= 140 dB, sebagian area Organ Corti lepas dari posisinya pada

membran basilar dan sering ditemukan melayang didalam skala media.

Penebalan sel rambut ditemukan pada tepi lesi dan tanda kerusakannya ditemukan

serabut saraf yang tidak bermyelin. Pajanan bising yang intens seperti pada ledakan

dapat menyebabkan tuli mendadak atau yang disebut dengan istilah trauma akustik.

2. Pada pajanan level-moderate pada durasi yang lama misalnya pada bising

industri (<= 90 dB) beberapa sel rambut mengalami degenerasi didalam Organ Corti

selama pekerjaan bersangsung. Umumnya NIHL terjadi berangsur-angsur atau

progresif. Jumlah kerusakan struktural menentukan gangguan pendengaran. Semakin

lama pajanan, semakin banyak kehilangan sel sensoris. Bising moderate awalnya

hanya akan menyebabkan TTS. Bila penderita tidak terpajan lagi dengan bising maka

thresholdnya dapat kembali normal dalam 18-24 jam. Namun, pajanan yang terus

menerus lama-kelamaan akan menyebabkan detoriation permanen dari ambang

pendengaran. Kerusakan inilah yang disebut sebagai NIHL.

3. Bising yang permanen awalnya menyebabkan degenerasi sel rambut. Walaupun

kedua tipe sel rambut dapat mengalami degenerasi, OHC lebih sensitif

terhadap bising dibandingkan dengan IHC. Dengan durasi pajanan yang lama

atau bising yang intens maka terjadi kerusakan OHC, IHC, dan sel-sel pendukung

lain.

4. Hipotesa yang diajukan untuk patogenesis NIHL adalah: 1. Penurunan aliran darah

selama pajanan bising (menyebabkna hipoxia dan pelepasan ROS di koklea. 2.

Metabolic Exhaustion pada sel rambut yang terstimulasi. 3. Pelepasan yang

berlebihan dari neurotransmiter selama pajanan menyebabkan kerusakan

eksitotoksik pada serabut saraf afferen. 4. Intermixing cairan koklea melalui lamina

retikularis yang rusak

5. Koklea yang terpajan bising mengalami perubahan pada histopatologinya yang

dapat dibedakan menjadi perubahan primer dan sekunder. Primer berupa degenerasi

sel rambung terutama OHC. Perubahan Sekunder mengikuti perubahan primer

Page 12: Statins Skenario e Blok 19

11

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembangdan

Page 13: Statins Skenario e Blok 19

12

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

berupa degenerasi progresif dari sel-sel penyokong, serabut saraf afferen dan

sel rambut yang lain.

6. Gangguan pendengaran pada telinga kiri bertambah berat karena gangguan

pendengaran NIHL bersifat progresif yaitu dipengarusi oleh intensitas bising, durasi

pajanan dan jenis bising (kontinyu atau intermiten). Kerusakan Neurosensori

berhubungan dengan degenerasi sel rambut dimana gejala gangguan

pendengaran berhubungan dengan jumlah sel rambut yang rusak. Semakin lama

durasi pajanan dan intensitas bising yang hebat, maka semakin banyak sel

rambut yang terdegenerasi.

I. Manifestasi klinis

Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising (noise induced hearing loss)

antara lain:

1. Bersifat sensorineural

2. Hampir selalu bilateral

3. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat. Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d

75 dB.

4. Gangguan pendengaran tidak berlanjut setelah paparan bising dihentikan.

5. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz,

dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz. Dengan

paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz akan

mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 – 15 tahun. Selain pengaruh

terhadap pendengaran, bising yang berlebihan juga mempunyai pengaruh non

auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara, gangguan konsentrasi,

gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan pendengaran yang terjadi.

6. Kebanyakan pasien turut mengalami tinnitus yang diasosiasikan baik dengan

TTS dan PTS. Individu yang menyadari bunyi di telinga mereka setelah paparan

bising mungkin telah mengalami lesi pada sistem auditori, minimal TTS.

TTS yang

Page 14: Statins Skenario e Blok 19

1010

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

berulang secara perlahan akan berujung pada PTS. Tinitus setelah pajanan dan TTS

merupakan sinyal peringatan akan munculnya NIHL yang permanen.

J. Diagnosis Banding

1. Otosclerosis

Merupakan kelainan autosomal dominant dapat diderita oleh laiki-laki maupun

wanita. Otosklerosis menyebabkan tuli konduksi yang progresif dari awal dewasa

muda.

2. Barotrauma

Barotrauma dapat merusak telinga tengah dan telinga dalam. Gejala yang dialami

diantaranya vertigo, tinitus dan gangguan pendengaran bersifat sensorineural sebagai

gejala kerusakan telinga dalam, paling sering diderita pada orang yang sering selama

menyelam..

3. Menieres Disease

Adalah suatu penyakit berupa pembengkakan pada ruangan yang berisi endolymp.

Biasanya penderita mengalami kehilangan pendengaran sensorineural frekuensi

rendah dan low-pitched. Pasien mendeskripsikan perasaan penuh di telingan

dan berkembang menjadi vertigo.

4. Tumor

Tumor telinga dalam yang paling sering menyebabkan gangguan pendengaran

adalah acoustic neuroma. Gejala yang ditampakkan pasien adalah gangguan

pendengaran bersifat sensorineural pada salah satu telinga saja.

Page 15: Statins Skenario e Blok 19

1111

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

Page 16: Statins Skenario e Blok 19

1212

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

5. Ototoxic Drugs

Beberapa obat diketahui dapat menyebabkan kerusakan pada telinga dalam.

Obat- obat ini disebut obat ototoksik. Obat-obat ototoksik diantaranya adalah

golongan salisilat dan antibiotik aminoglikosida.

Page 17: Statins Skenario e Blok 19

1313

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

6. Trauma

Trauma kepala, terutama trauma pada basis cranii dapat menyebabkan

kerusakan secara langsung terhadap struktur organ pendengaran.

K. Diagnosis Kerja

Dari anamnesis didapati riwayat pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan

bising dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya lebih dari 5 tahun.

Sedangkan pada pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan kelainan.

Untuk menegakkan diagnosis klinik dari ketulian yang disebabkan oleh bising dan

hubungannya dengan pekerja maka seorang dokter harus mempertimbangkan faktor-

faktor berikut:

1. Riwayat timbulnya ketulian dan progresifitasnya

2. Riwayat pekerjaan, jenias pekerjaan dan lamanya bekerja

3. Riwayat penggunaan proteksi pendengaran

4. Meneliti bising di tempat kerja, untuk menentukan intensitas dan durasi bising yang

menyebabkan ketulia.

5. Hasil pemeriksaan audiometri sebelum kerja dan berkala selama kerja. Penting

mengetahui tingkat pendengaran awal para pekerja dengan melakukakn pemeriksaan

audiometri sebelum bekerja adalah bila audiogram menunjukkan ketulian, maka

dapat diperkirakan berkurangnya pendengaran tersebut akibat kebisingan di tempat

kerja.

6. Identifikasi penyebab untuk menyingkirkan penyebab ketulian non industrial seperti

riwayat penggunaan obat-obat ototoksik atau riwayat penyakit sebelumnya.

Tujuan ditanyakannya riwayat :

a. Keluhan cairan dari telinga

b. Trauma kepala dan telinga

c. Darah tinggi

Page 18: Statins Skenario e Blok 19

1414

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembangd. Kencing manis

Page 19: Statins Skenario e Blok 19

1515

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

Tujuan utamanya yaitu untuk menentukan etiologi dari gangguan pendengaran

yang dialami dan juga untuk mengetahui apa saja diagnosis banding dari kasus

a. Keluhan cairan dari telinga

Otitis Media Akut (OMA), Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) untuk

menyingkirkan kemungkinan DD lain yang juga bermanifestasi penurunan

pendengaran

b. Trauma kepala dan telinga

Pada trauma kepala dapat terjadi kerusakan di otak karena hematoma,

sehingga terjadi gangguan pendengaran begitu juga dengan trauma telinga maka akan

terjadi kerusan organ-organ pendengaran yang dapat menyebabkan penurunan

pendengaran

c. Darah tinggi

Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberat tahanan vaskuler yang

mengakibatkan disfungsi sel endotel pembuluh darah dengan mensekresi factor

pertumbuhan dan proliferasi sel pembuluh darah yang disebut hipertrofi vaskuler

kurangnya pendengaran sensorineural dapat terjadi akibat insufisiensi mikrosirkuler

pembuluh darah pathogenesis system sirkulatorik dapat terjadi pada pembuluh darah

organ telinga dalam disertai peningkatan viskositas darah penurunan aliran darah

kapiler dan transport oksigen. Akibatnya terjadi kerusakan sel-sel auditori dan

proses transmisi sinyal yang dapat menimbulkan gangguan komunikasi dan

dapat disertai tinnitus.

d. Kencing manis

Diabetes melitus (DM) merupakan kelainan metabolik kronik yang ditandai oleh

hiperglikemia serta perubahan metabolisme lemak dan protein. Kelainan ini

mengakibatkan sejumlah komplikasi mikrovaskular yang umumnya

mempengaruhi mata dan ginjal, yang disertai dengan polineuropati difus pada

serat-serat saraf somatic maupun otonom.

Jaringan saraf dan pembuluh darah memainkan peranan penting dalam fungsi organ

pendengaran. Diabetes melitus dapat merusak sel-sel saraf dan pembuluh darah

Page 20: Statins Skenario e Blok 19

1616

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembangtersebut, sehingga dapat juga membawa dampak negative bagi organ

pendengaran.

Page 21: Statins Skenario e Blok 19

1717

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

Sangat mungkin terdapat hubungan antara fungsi organ pendengaran dengan DM,

karena penyakit ini mempengaruhi organ-organ yang kaya akan pembuluh

darah misalnya koklea dan/atau saraf pusat termasuk otak yang berperan dalam jaras

pendengaran.

Gangguan fungsi koklea dapat menyebabkan penurunan pendengaran. Penurunan

pendengaran pada penderita DM biasanya bilateral, berlangsung bertahap,

bersifat sensorineural terutama pada frekuensi tinggi. Hubungan antara DM dan

penurunan pendengaran sampai saat ini masih menjadi perdebatan, masih belum

didapatkan konsensus yang adekuat. Beberapa peneliti melaporkan adanya hubungan

yang kuat antara DM dan penurunan pendengaran. Dikutip dari Austin DF2,

Fukushima dkk, menyatakan adanya hubungan antara DM dengan perubahan

patologi pada koklea berupa terjadinya penebalan pembuluh darah stria vaskular,

atrofi stria vaskular, dan berkurangnya sel rambut luar, tetapi tidak terjadinya

perubahan pada ganglion spiral dibandingkan dengan kontrol.

Bainbridge dkk pada penelitiannya terhadap penderita DM tipe 2 dengan komplikasi

mikrovaskuler dengan menggunakan alat ukur audiometri nada murni mendapatkan

hubungan yang kuat antara penurunan pendengaran dan DM tipe 2.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik biasanya tidak dijumpai kelainan. Pemeriksaan THT tidak

dijumpai kelainan.

Pemeriksaan audiologi

TES RINNE

Tujuan pemeriksaan:

Untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara pada telinga

yang diperiksa.

Cara memeriksa:

Penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus pasien, setelah

tidak terdengar lg penala dipegang di depan telinga pasien kira-kira 2,5 cm.

Page 22: Statins Skenario e Blok 19

1818

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne

negatif (-).

Gambar. Tes Rinne. Hantaran udara dan hantaran tulang dibandingkan pada

telinga yang sama. a. Tanpa kelainan konduksi, hantaran udara terdengar lebih

keras atau lebih lama dibanding hantaran tulang. b. Pada tuli konduksi hantaran

tulang terdengar lebih keras atau lebih lama dibanding hantaran udara.

TES WEBER

Tujuan pemeriksaan: Untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan

kanan. Cara memeriksa:

Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (verteks, dahi,

pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu).

Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut

Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana

bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.

Page 23: Statins Skenario e Blok 19

1919

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

Gambar. Tes Weber dilakukan dengan meletakkan garpu tala pada pertengahan tulang

tengkorak. a. Pada pendengaran simetris di kedua telinga, getaran akan diterima

sama di kedua sisi telinga. b. Pada tuli sensorineural, lateralisasi ke telinga sehat.

c. Pada tuli konduksi, lateralisasi ke telinga sakit.

Page 24: Statins Skenario e Blok 19

2020

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

Gambar. Klasifikasi tuli konduksi dan tuli sensorineural berdasarkan tes penala Rinne

dan Weber. Telinga sehat (normal) akan memberikan hasil yang sama dengan tuli

sensorineural bilateral.

TES SCHWABACH

Tujuan pemeriksaan:

- Untuk membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa.

- Cara memeriksa:

- Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus pasien

sampai tidak terdengar bunyi.

- Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus

telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.

- Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek.

- Bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan

cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa

lebih dulu, setelah tidak terdengar kemudian dipindahkan ke prosesus

mastoideus pasien.

- Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila

pasien dan pemeriksa kira-kira sama mendengarnya disebut dengan Schwabach

sama dengan pemeriksa.

Interpretasi Pemeriksaan Penala

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis

Positif Tidak ada

lateralisasi

Sama dengan

pemeriksa

Normal

Negatif Lateralisasi ke

telinga sakit

Memanjang Tuli Konduktif

Page 25: Statins Skenario e Blok 19

2121

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH PalembangPositif Lateralisasi ke

telinga sehat

Memendek Tuli

sensorineural

Page 26: Statins Skenario e Blok 19

2222

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

Catatan: Pada tuli konduktif <30 dB, rinne bisa masih positif

Rinne : kedua telinga kanan dan kiri positif dapat mengindikasikan

telinga normal atau tuli sensorineural

Weber : Ada lateralisasi ke telinga kanan, berarti ada lateralisasi ke

telinga yang sehat mengindikasikan tuli sensorineural

Schwabach : telinga kanan schwabach sama dengan pemeriksa

mengindikasikan telinga normal, sedangkan telinga kiri schwabach

memendek mengindikasikan tuli sensorineural.

Dari ketiga pemeriksaan diatas dapat disimpulkan bahwa Tn. Mahmud

menderita tuli sensorineural auricula sinistra.

Pada pemeriksaan tes penala didapatkan hasil Rinne positif, Weber

lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach

memendek. Kesan jenis ketuliannya adalah tuli sensorineural yang biasanya

mengenai kedua telinga.

Ketulian timbul secara bertahap dalam waktu bertahun-tahun, yang biasnaya

terjadi dalam 8-10 tahun pertma paparan. Pemeriksaan audiometri

nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekwensi tinggi (umumnya

3000 –

6000 Hz) dan pada frekwensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch)

yang patogenomik untuk jenis ketulian ini.

Sedangkan pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI (Short

Increment Sensitivity Index), ABLB (Alternate Binaural Loudness Balance)

dan Speech Audiometry menunjukkan adanya fenomena rekrutmen yang khas

untuk tuli saraf koklea.

L. Tatalaksana

Pekerja pabrik sebaiknya menggunakan alat pelindung pendengaran saat bekerja untuk

menghindari gejala yang semakin parah. Alat pelindung yang dapat digunakan berupa

Page 27: Statins Skenario e Blok 19

2323

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembangsumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff), dan pelindung kepala

(helmet).

Page 28: Statins Skenario e Blok 19

2020

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)ASIAN MEDICAL STUDENTS’ ASSOCIATION

(AMSA)FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SRIWIJAYASekr etar ia t:

Kampus A FK Unsri, Jl. Mayor. Mahidin Komp. RSMH Palembang

Kombinasi antara sumbat telinga (ear plug) dan tutup telinga (ear muff)

memberikan proteksi yang terbaik. Bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan

kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan

alat bantu dengar (hearing aid). Latihan pendengaran dapat dilakukan agar dapat

menggunakan sisa pendengaran dengan alat bantu dengar secara efisien dibantu

dengan membaca ucapa bibir, mimik, dan gerakan anggota badan. Pada pasien yang

telah mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan untuk pemasangan implan

koklea.

M. Pencegahan

1. Bising lingkungan kerja harus diusahakan lebih rendah dari 85 desibel.

2. Menggunakan alat pelindung telinga pada lokasi kerja yang bising (>85dB)

N. Komplikasi

Apabila tidak segera ditatalaksana, dapat mengakibatkan tuli bilateral (kedua telinga) dan

dapat menjadi lebih berat.

O. Prognosis

Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang sifatnya

menetap, dan tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun pembedahan, maka

prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting adalah pencegahan

terjadinya ketulian