standar asuhan keperawatan ska.docx

Upload: yahya-melati

Post on 09-Oct-2015

134 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

STANDAR ASUHAN KEPERAWATANSindromKoroner Akut (SKA)

1.1 Definisi Sindrom Koroner Akut (SKA)Andra (2006) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. Wasid (2007) menambahkan bahwa Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard Akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil.Harun (2007) mengatakan istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium.

2.2Etiologi Sindrom Koroner Akut (SKA)Rilantono (1996) mengatakan sumber masalah sesungguhnya hanya terletak pada penyempitan pembuluh darah jantung (vasokonstriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh empat hal, meliputi:a. Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat konsumsi kolesterol tinggi.b. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus).c. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus menerus.d. Infeksi pada pembuluh darah. Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya Sindrom Koroner Akut (SKA) dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni:a Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan)b Stress emosi, terkejutc Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, dan kontraktilitas jantung meningkat.

2.3 Klasifikasi Sindrom Koroner Akut (SKA)Wasid (2007) mengatakan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut (SKA) menurut Braunwald (1993) adalah:a. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari. b. Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu istirahat. c. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.Secara Klinis:a. Klas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi, demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas. b. Kelas B: Primer. c. Klas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan anti angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium ) Antiangina dan nitrogliserin intravena.

2.4Patofisiologi Sindrom Koroner Akut (SKA)Rilantono (1996) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque disruption disrupsi plak. Setelah plak mengalami ruptur maka faktor jaringan (tissue factor) dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase acute thrombosis trombosis akut. Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak. Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan petanda inflamasi pada kejadian koroner akut (IMA) dan mempunyai nilai prognostic. Pada 15% pasien IMA didapatkan kenaikan CRP meskipun troponin-T negatif. Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/ NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung. Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases. Angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase yang poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah melalui pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial.Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin). Nitrit Oksid secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark. Sindrom koroner akut yang diteliti secara angiografi 6070% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik. Adapun mulai terjadinya sindrom koroner akut, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni aktivitas/ latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran koroner juga meningkat. Dari mekanisme inilah beta blocker mendapat tempat sebagai pencegahan dan terapi.

2.5Manifestasi Sindrom Koroner Akut (SKA)Rilantono (1996) mengatakan gejala sindrom koroner akut berupa keluhan nyeri ditengah dada, seperti: rasa ditekan, rasa diremas-remas, menjalar ke leher,lengan kiri dan kanan, serta ulu hati, rasa terbakar dengan sesak napas dan keringat dingin, dan keluhan nyeri ini bisa merambat ke kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta punggung. Lebih spesifik, ada juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti masuk angin atau maag. Tapan (2002) menambahkan gejala kliniknya meliputi:a. Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke otot jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati .b. Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina). Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung selama lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah, leher, bahu dan lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu istirahat. Nyeri ini dapat pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum pernah mengalami hal ini atau pada penderita yang pernah mengalami angina, namun pada kali ini pola serangannya menjadi lebih berat atau lebih sering.c. Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya mengeluh seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa di ulu hati. Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak, muntah atau keringat dingin.

2.6Pemeriksaan Diagnostik Sindrom Koroner Akut (SKA)Wasid (2007) mengatakan cara mendiagnosis IMA, ada 3 komponen yang harus ditemukan, yakni:a. Sakit dadab. Perubahan EKG, berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q patologikc. Peningkatan enzim jantung (paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal), terutama CKMB dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl.

2.7Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut (SKA)Rilantono (1996) mengatakan tahap awal dan cepat pengobatan pasien sindrom koroner akut (SKA) adalah:a. Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 23 liter/ menit secara kanul hidung. b. Nitrogliserin (NTG): digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 510 ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan). c. Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan; mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance; menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan after load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 4 mg intravena sambil memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi pernapasan d. Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien sindrom koroner akut jika tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat siklooksigenase 1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial.e. Penelitian ISIS-2 (International Study of Infarct Survival) menyatakan bahwa Aspirin menurunkan mortalitas sebanyak 19%, sedangkan "The Antiplatelet Trialists Colaboration" melaporkan adanya penurunan kejadian vaskular IMA risiko tinggi dari 14% menjadi 10% dan nonfatal IMA sebesar 30%. Dosis yang dianjurkan ialah 160325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik "chewable" dari pada tablet, terutama pada stadium awal 3,4. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah 4. Aspirin boleh diberikan bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned heparin). Ternyata efektif dalam menurunkan kematian, infark miokard, dan berulangnya angina pectoris.f. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor platelet., sehingga menurunkan kejadian iskemi. Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal infark miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk prevensi trombosis dan iskemia berulang pada pasien yang telah mengalami implantasi stent koroner. Pada pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo dkk. memperoleh hasil yang baik dengan menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5% menjadi 1,3%, dan menurunnya komplikasi perdarahan dari 1016% menjadi 0,25,5%21. Namun, perlu diamati efek samping netropenia dan trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada minggu II III. Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien SKA yang diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi darah 17,22. Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 4060% inhibisi dicapai dalam 37 hari. Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada aterosklerosis (Product Monograph New Plavix).

Rilantono (1996) menambahkan penanganan Sindrom Koroner Akut (SKA) meliputi:a Heparin: Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang lebih aman (tanpa efek samping trombositopenia) dan lebih mudah pemantauannya (tanpa aPTT). Heparin mempunyai efek menghambat tidak langsung pada pembentukan trombin, namun dapat merangsang aktivasi platelet. Dosis UFH yang dianjurkan terakhir (1999) ialah 60 ug/kg bolus, dilanjutkan dengan infus 12 ug/kg/jam maksimum bolus , yaitu 4.000 ug/kg, dan infus 1.000 ug/jam untuk pasien dengan berat badan < 70 kg.b Low Molecular Heparin Weight Heparin ( LMWH): Diberikan pada APTS atau NSTEMI dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai kelebihan dibanding dengan UFH, yaitu mempunyai waktu paruh lebih lama; high bioavailability; dose independent clearance; mempunyai tahanan yang tinggi untuk menghambat aktivasi platelet; tidak mengaktivasi platelet; menurunkan faktor von Willebrand; kejadian trombositopenia sangat rendah; tidak perlu pemantauan aPTT ; rasio antifaktor Xa / IIa lebih tinggi; lebih banyak menghambat alur faktor jaringan; dan lebih besar efek hambatan dalam pembentukan trombi dan aktivitasnya. Termasuk dalam preparat ini ialah Dalteparin, Enoxaparin, dan Fraxi-parin. Dosis Fraxiparin untuk APTS dan NQMCI: 86 iu antiXa/kg intravena bersama Aspirin (maksimum 325 mg) kemudian 85 iu antiXa/kg subkutan selama 6 hari: 2 x tiap 12 jam (Technical Brochure of Fraxiparin . Sanofi Synthelabo). c Warfarin: Antikoagulan peroral dapat diberikan dengan pemikiran bahwa pengobatan jangka panjang dapat memperoleh efek antikoagulan secara dini. Tak ada perbedaan antara pemberian Warfarin plus Aspirin dengan Aspirin saja (CHAMP Study, CARS Trial) sehingga tak dianjurkan pemberian kombinasi Warfarin dengan Asparin.d Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I): obat ini perlu diberikan pada NSTEMI SKA dengan risiko tinggi, terutama hubungannya dengan intervensi koroner perkutan (IKP). Pada STEMI, bila diberikan bersama trombolitik akan meningkatkan efek reperfusi (studi GUSTO V dan ASSENT-3). GUSTO V membandingkan Reteplase dengan Reteplase dan Abciximab (GPIIb/IIIa-I) pada IMA, sedangkan ASSENT3 membandingkan antara Tenecteplase kombinasi dengan Enoxaparin atau Abciximab dengan Tenecteplase kombinasi UFH pada IMA , yang ternyata tak ada perbedaan pada mortalitas 4. Efek GPIIb/IIIa-I ialah menghambat agregasi platelet tersebut dan cukup kuat terhadap semua tipe stimulan seperti trombin, ADP, kolagen, dan serotonin 17. Ada 3 perparat, yaitu Abciximab, Tirofiban, dan Eptifibatide yang diberikan secara intravena. Ada juga secara peroral, yakni Orbofiban, Sibrafiban, dan Ximilofiban. GPIIb/IIIa-I secara intravena jelas menurunkan kejadian koroner dengan segera, namun pemberian peroral jangka lama tidak menguntungkan, bahkan dapat meningkatkan mortalitas. Secara invitro, obat ini lebih kuat daripada Aspirin dan dapat digunakan untuk mengurangi akibat disrupsi plak. Banyak penelitian besar telah dilakukan, baik GPIIb/IIIa-I sendiri maupun kombinasi dengan Aspirin, Heparin, maupun pada saat tindakan angioplasti dengan hasil cukup baik. Namun, tetap perlu diamati komplikasi perdarahannya dengan menghitung jumlah platelet (trombositopenia) meskipun ditemukan tidak serius. Disebut trombositopenia berat bila jumlah platelet < 50.000 ml 4,17,26. Dasgupta dkk. (2000) meneliti efek trombositopenia yang terjadi pada Abciximab tetapi tidak terjadi pada Eptifibatide atau Tirofiban dengan sebab yang belum jelas. Diduga karena Abciximab menyebabkan respons antibodi yang merangsang kombinasi platelet meningkat dan menyokong terjadinya trombositopenia. Penelitian TARGET menunjukkan superioritas Abciximab dibanding Agrastat dan tidak ada perbedaan antara intergillin dengan derivat yang lain. Penelitian ESPRIT memprogram untuk persiapan IKP, ternyata hanya nenguntungkan pada grup APTS.e Direct Trombin Inhibitors: Hirudin, yaitu suatu antikoagulan yang berisi 65 asam amino polipeptida yang mengikat langsung trombin. GUSTO IIb telah mencoba terapi terhadap 12.142 pasien APTS/NSTEMI dan STEMI, namun tidak menunjukan perbedaan yang bermakna terhadap mortalitas 17,28. f Trombolitik: dengan trombolitik pada STEMI dan left bundle branch block (LBBB) baru, dapat menurunkan mortalitas dalam waktu pendek sebesar 18% 29, namun tidak menguntungkan bagi kasus APTS dan NSTEMI. Walaupun tissue plasminogen activator (t-PA) kombinasi dengan Aspirin dan dosis penuh UFH adalah superior dari Streptokinase, hanya 54% pasien mencapai aliran normal pada daerah infark selama 90 menit 30,31,32,33. Trombolitik terbaru yang diharapkan dapat memperbaiki patensi arteri koroner dan mortalitas ialah Reteplase (r-PA) dan Tenecteplase (TNK-t-PA), karena mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada t-PA. Namun, ada 2 penelitian besar membandingkan t-PA dengan r-PA plus TNK-t-PA, namun ternyata tidak ada perbedaan dan risiko perdarahannya sama saja.g Kateterisasi Jantung: selain pengunaan obat-obatan, teknik kateterisasi jantung saat ini juga semakin maju. Tindakan memperdarahi (melalui pembuluh darah) daerah yang kekurangan atau bahkan tidak memperoleh darah bisa dilaksanakan dengan membuka sumbatan pembuluh darah koroner dengan balon dan lalu dipasang alat yang disebut stent.Dengan demikian aliran darah akan dengan segera dapat kembali mengalir menjadi normal.

2.8Asuhan Keperawatan Klien dengan Sindrom Koroner Akut (SKA)a. Pengkajian:1) Identitas klien (umumnya jenis kelamin laki-laki dan usia > 50 tahun)2) Keluhan (nyeri dada, Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa panas, di dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung 10 menit)3) Riwayat penyakit sekarang (Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa panas, di dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung 10 menit)4) Riwayat penyakit sebelumnya (DM, hipertensi, kebiasaan merokok, pekerjaan, stress), dan Riwayat penyakit keluarga (jantung, DM, hipertensi, ginjal).

b. Pemeriksaan Penunjang:1) Perubahan EKG (berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q patologik)2) Enzim jantung (meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal, terutama CKMB dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl).

c. Pemeriksaan Fisik1) B1: dispneu (+), diberikan O2 tambahan2) B2: suara jantung murmur (+), chest pain (+), crt 2 dtk, akral dingin3) B3: pupil isokor, reflek cahaya (+), reflek fisiologis (+)4) B4: oliguri5) B5: penurunan nafsu makan, mual (-), muntah (-)6) B6: tidak ada masalah

d. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi KeperawatanMasalah KeperawatanIntervensi

1. Chest Pain b.d. penurunan suplay oksigen ke miokard sekunder terhadap IMA

Tujuan : Klien dapat beradaptasi dengan nyeri setelah mendapat perawatan 1x24 jamNyeri berkurang setelah intervensi selama 10 menit

Kriteria hasil :a. Skala nyeri berkurangb. Klien mengatakan keluhan nyeri berkurangc. Klien tampak lebih tenang1. Anjurkan klien untuk istirahat(R: istirahat akan memberikan ketenangan sebagai salah satu relaksasi klien sehingga rasa nyeri yang dirasakan berkurang, selain itu dengan beristirahat akan mengurangi O2 demand sehingga jantung tidak berkontraksi melebihi kemampuannya)2. Motivasi teknik relaksasi nafas dalam(R: relaksasi napas dalam adalah salah satu teknik relaks dan distraksi, kondisi relaks akan menstimulus hormon endorfin yang memicu mood ketenangan bagi klien)3. Kolaborasi analgesik ASA 1 x 100 mg(R: Analgesik akan mengeblok nosireseptor, sehingga respon nyeri klien berkurang)4. Evaluasi perubahan klien: Nadi, TD, RR, skala nyeri, dan klinis(R: mengevaluasi terapi yang sudah diberikan

Masalah KeperawatanIntervensi

2. Penurunan curah jantungTujuan: Curah jantung meningkat setelah untervensi selama 1 jam

Kriteria hasil :a. TD normal, 100/80 -140/90b. Nadi kuat, reguler1. Berikan posisi kepala (> tinggi dari ekstrimitas)(R: posisi kepala lebih tinggi dari ekstremitas (30 o) memperlancar aliran darah balik ke jantung, sehingga menghindari bendungan vena jugular, dan beban jantung tidak bertambah berat)2. Motivasi klien untuk istirahat (bed rest)(R: beristirahat akan mengurangi O2 demand sehingga jantung tidak berkontraksi melebihi kemampuannya)3. Berikan masker non reservoir 8 lt/mnt(R: pemberian oksigen akan membantu dalam memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh)4. Kolaborasi medikasi: Pemberian vasodilator captopril, ISDN, Pemberian duretik furosemid(R: vasodilator dan diuretic bertujuan untuk mengurangi beban jantung dengan cara menurunkan preload dan afterload)5. Evaluasi perubahan: TD, nadi, dan klinis(R: mengevaluasi terapi yang sudah diberikan dan sebagai perbaikan intervensi selanjutnya)

Masalah KeperawatanIntervensi

3. Gangguan keseimbangan elektrolit : hipokalemia

Tujuan : Terjadi keseimbangan elektrolit setelah intervensi 1 jam

Kriteria hasil :a TD normal (100/80 140/90 mmHg)b Nadi kuatc Klien mengatakan kelelahan berkurangd Nilai K normal (3,8 5,0 mmmo/L)1. Pantau TD dan nadi lebih intensif(R: penurunan Kalium dalam darah berpengaruh pada kontraksi jantung, dan hal ini mempengaruhi Td dan nadi klien, sehingga dengan memantau lebih intensif akan lebih waspada)2. Anjurkan klien untuk istirahat(R: beristirahat akan mengurangi O2 demand sehingga jantung tidak berkontraksi melebihi kemampuannya)3. Kolaborasi pemberian kalium : Kcl 15 mEq di oplos dengan RL (500 cc/24 jam) dan Pantau kecepatan pemberian kalium IV(R: koreksi Kalium akan membantu menaikkan kadar Kalium dalam darah)4. Evaluasi perubahan klien: TD, nadi, serum elektrolit, dan klinis(R: untuk mengevaluasi terapi yang sudah diberikan dan untuk program intervensi selanjutnya)

Daftar PustakaAndra. (2006). Sindrom Koroner Akut: Pendekatan Invasif Dini atau Konservatif. http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=197. Diakses di Surabaya, tanggal 30 September 2010: Jam 19.01 WIB

Carpenito. (1998). Diagnosa Keperawata: Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi VI. Jakarta: EGC

Rilantono, dkk. (1996). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Wasid (2007). Tinjauan Pustaka Konsep Baru Penanganan Sindrom Koroner Akut. http://nursingbrainriza.blogspot.com/2007/05/tinjauan-pustaka-konsep-baru penanganan.html. Diaskes di Surabaya, tanggal 30 September: Jam 19.10 WIB

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar belakangSindrom koroner akut (acute coronary syndrome/ACS) meliputi spektrum penyakit dari infark miokard akut (MI) sampai angina tak stabil (unstable angina). Penyebab utama penyakit ini adalah trombosis arteri koroner yang berakibat pada iskemi dan infark miokard. Derajat iskemik dan ukuran infark ditentukan oleh derajat dan lokasi trombosis.Sejak 1960an, ketika terapi standard menjadi istirahat penuh (bed rest) dan defibrilasi (jika diperlukan), angka kematian infark miokard akut menurun terus. Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. SKA terdiri atas angina pektoris tidak stabil, infarct myocard acute (IMA) yang disertai elevasi segmen ST. Penderita dengan infark miokardium tanpa elevasi ST.3 SKA ditetapkan sebagai manifestasi klinis penyakit arteri koroner. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan manifestasi utama proses aterosklerosis.3The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta penduduk Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang yang diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun. Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun.46 Penyakit jantung koroner juga merupakan penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika.

1.2 Tujuan1. Tujuan UmumAdapun tujuan umum dari makalah ini adalah Untuk Mengetahui dan Memahami Tentang Konsep Dasar Teori dan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut.2. Tujuan KhususAdapun tujuan khusus dari makalah ini antara lain adalah :1. Untuk mengetahui konsep dasar teori dari Sindrom Koroner Akut.2. Untuk mengetahui konsep dasar Askep teoritis pada pasien dengan Sindrom Koroner Akut dengan meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi, implementasi dan evaluasi.

1.1 ManfaatAdapun manfaat dari makalah ini antara lain :1. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang Sindrom Koroner Akut2. Untuk meningkatkan pengetahuan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dari Sindrom Koroner Akut3. Untuk menambah referensi pustaka bagi mahasiswa Keperawatan UMI tentang Sindrom Koroner Akut

BAB IIPEMBAHASAN2.1 Konsep Dasar Teoritis2.1.1 Defenisi Sindrom koroner akut (SKA) adalah sekumpulan gejala yang di akibatkan oleh pengganggunya aliran darah pada pembuluh darah koroner di jantung secara akut. Gangguan pada aliran darah tersebut disebabkan oleh thrombosis (pembekuan darah) yang terbentuk di dalam pembuluh darah sehingga menghambat alirah darah.SKA terbagi atas 2 bagian yakni angina tidak stabil dan infark miokard akut. Angina tidak stabil adalah dimana pembekuan darah tidak sampai menyebabkan sumbatan total pada pembuluh darah, sedangkan infark miokard akut terjadi jika pembekuan darah menyebabkan aliran darah tersumbat total.a. Angina PectorisAngina pectoris adalah suatu sindrom klinis berupa serangan sakit dada yang khas, yaitu ditekan atau terasa berat di dada yang sering kali menjalar ke lengan kiri. Hal ini bisa timbul saat pasien melakukan aktivitas dan segera hilang apabila aktivitas di hentikan.Ciri khas tanda dan gejala angina pectoris dapat dilihat dari letaknya (daerah yang terasa sakit), kualitas sakit hubungan timbulnya sakit dengan aktivitas dan lama serangannya, sakit biasanya timbul di daerah sterna atau dada sebelah kiri, dan menjalar ke lengan kiri. Kualitas sakit yang timbul beragam dapat seperti di tekan benda berat di jepit atau terasa panas. Sakit dada biasanya timbul saat melakukan aktivitas dan hilang saat berhenti dengan lama serangan berlangsung antara 1-5 menit.

b. Infark Miokard AkutInfark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard darah ke otot jantung. Nyeri dada serupa dengan angina tetapi lebih insentif dan menetap lebih dari 30 menit, tidak sepenuhnya menghilang dengan istirahat ataupun pemberian nitro gliserin nausea berkeringat dan sangat menakutkan pasien, pada saat pemeriksaan fisik didapatkan muka pucat karti kardi dan bunyi jantung 3 (bila disertai gagal jantung kongestif).2.1.2 ETIOLOGIMasalah yang sesungguhnya pada SKA terletak pada penyempitan pembuluh darah jantung (vasokontriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh 4 hal yaitu :a) Adanya timbunan lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat konsumsi kolesterol yang tinggi.b) Sumbatan (trombosit) oleh sel bekuan darah (thrombus)c) Vasokontriksi (penyempitan pembuluh darah akibat kejang terus menerus.d) Infeksi pada pembuluh darahTerjadinya SKA dipengaruhi oleh beberapa keadaan yakni :a) Aktivitas atau latihan fisik yang berlebihan (tidak terkondisikan)b) Stress atau emosi dan terkejut.c) Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar meningkat dan kontra aktivitas jantung meningkat.

2.1.3 MANIFESTASI KLINIK Rasa tertekan, teremas, terbakar yang tidak nyaman, nyeri atau rasa penuh yang sangat terasa dan menetap di bagian tengah dada dan berlangsung selama beberapa menit (biasanya lebih dari 15 menit). Nyeri yang memancar sampai ke bahu, leher, lengan, atau rahang, atau nyeri di punggung diantara tulang belikat. Pening atau pusing Berkeringat Mual Sesak napas Keresahan atau firasat terhadap malapetaka yang akan dating

2.1.4 PATOFISIOLOGIInfark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplei darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Penyebab penurunan suplai darah mungkin akibat penyempitan arteri koroner karena aterosklerosis atau penyumbatan total arteri oleh emboli (plak) atau thrombus. Penurunan aliran darah koroner juga bisa diakibatkan oleh syok atau perdarahan. Pada setiap kasus ini selalu terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen jantung. Iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama (>30-45menit) menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel. Plak aterosklerosis menyebabkan bekuan darah atau trombus yang akan menyumbat pembuluh darah arteri, jika bekuan terlepas dari tempat melekatnya dan mengalir ke cabang arteri koronaria yang lebih perifer pada arteri yang sama.Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotic. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia. Bila IMA makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung. Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. 2.1.6 Pemeriksaan diagnostic EKG Pemeriksaan Laboratori Pemeriksaan Darah Pemeriksaan Enzim Serum

2.1.7 Penatalaksanaan Tindakan pencegahan penyakit jantung Menurunkan atau mengurangi faktor resiko yang dapat diubah ; olahraga,merokok, dan pembatasan makanan berlemak. Individu mengalami stres, dan terutama yang memiliki riwayat penyakit jantung dalam keluarga, harus diajarkan menurunkan resiko dan mencari pertolongan medis segera jika terjadi tanda-tanda lain.Untuk pasien SKA, pandua terapi menggunakan pertolongan akronim ABCDE.a. Untuk terapi antiplatelet, antikoagulan, penghangat enzim pengubah angiotensin, dan penyakit reseptor angiotensin.b. Untuk penyakit beta dan pengendalian TD (blood pressu pressure).c. Untuk terapi kolesterol (cholesterol dan menghentikan rokok) cigarette smoking cessation.d. Untuk penatalaksanaan diabetes dan diet.e. Untuk exercise atau olahraga.

Bagi penderita angina tidak stabil dan NSTEMI, penanganannya juga meliputi :a) Perintang beta-andrenergik untuk mengurangi beban jantung yang berlebihan dan kebutuhan oksigen.b) Hiparin dan inhibitor glikoprotein IIb/IIIa untuk meminimalkan agregasi keping darah dan bahaya oklusi koroner pada pasien berisiko-tinggi (pasien yang menggunakan kateterisasi dan troponin positif),c) Nitrogliserin I.V. untuk mendilasi arteri koroner dan meringankan nyeri di dada.d) Bedah angioplasti koroner transluminal perkutaneus atau graf bypass arteri koroner untuk lesi obstruktif.e) Antilipemik untuk menurunkan kenaikan tingkat kolesterol seum atau trigliserida. Bagi penderita STEMI, penanganannya meliputi intervensi awal seperti di atas dan juga: a) Terapi trombolitik (kecuali bila ada kontraindikasi) dlam waktu 12 jam setelah serangan gejala untuk mengembalikan kepatenan dan meminimalkan nekrosis.b) Heparin I.V. untuk meningkatkan kepatenan di arteri koroner yang diserang.c) Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa untuk meminimalkan agregasi keping darah.d) Inhibitor enzim pengkonversi-angiotensin (angiotensin - converting enzyme ACE) untuk menurunkan afterload dan preload dan mencegah pembentukan kembali (dimulai 6 jam setelah adanya admisi atau jika kondisi pasien stabil)e) PTCA, penempatan stent, atau bedah CABG untuk membuka arteri yang mengalami rintangan atau menyempit.

2.1.8 Komplikasi Dapat terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokard berkurang. Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat memompa keluar semua darah yang diterimanya. Distrimia adalah komplikasi tersering pada infark. Distrimia adalah syok kardiogenik apabila curah jantung sangat berkurang dalam waktu lama. Dapat terjadi ruptur miokardium selama atau segera setelah suatu infark besar. Dapat terjadi perikarditis, peradangan selaput jantung (biasanya berapa hari setelah infark). Setelah IM sembuh, terbentuk jaringan parut yang menggantikan sel-sel miokardium yang mati.

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

3.1 PENGKAJIAN- Data dasar tentang info status terkini pasien- Pengkajian sistematis berhubungan dengan gambaran gejala : nyeri dada, sulit bernafas (dispneu), palpitasi, pingsan (sinkop), atau keringat dingin (diaphoresis)Masing-masing harus di evaluasi waktu dan durasinya serta factor yang mencetuskan dan yang meringankan- Pengkajian fisik- Tingkat kesadaran- Nyeri dada- Frekuensi dan irama jantung- Bunyi jantung- Tekanan darah- Denyut nadi perifer- Tempat infuse intravena- Warna kulit dan suhu- Paru- Nafas pendek- Fungsi gastrointestinal- Status volume cairan

3.2 DIAGNOSAa. Gangguan rasa tak nyaman nyeri akutGangguan rasa tak nyaman dan nyeri akut dapat terjadi sehubungan dengan kurangnya suplai oksigen ke otot jantung sekunder karena oklusi arteri coronaria. Kondisi ini di tandai dengan rasa nyeri dada hebat dengan menjalar ke leher, punggung belakang, dan epigastrium. Di samping itu, ekspresi wajah tampak kesakitan, kelelahan, lelah, perubahan kesadaran nadi dan tekanan darah.Intervensi 1) Monitor dan catat karakteristik nyeri; lokasi nyeri, intensitas nyeri, durasi nyeri, kualitas dan penyebaran nyeri2) Kaji apakah pernah ada di rawayat nyeri dada di sebelumnya 3) Atur lingkungan tenang nyaman, jelaskan bahwa pasien harus istirahat4) Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas, 5) Periksa tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pengobatan analgetikKolaborasi1. Pemberian tambahan oksigen dengan nasal canule atau masker.2. Pemberian obat-obatan sesuai indikasi, anti angina (nitrogyserin seperti; nitro-disk, nitro bid), Beta blokers; propanorol ( indera ), pindolol (vietlen), atenol (tenormin), analgesic ( seperti; morphin / meperidine/demoral ), cantagonis (seperti nifedipine / adalat ).b. keterbatasan aktivitas fisik Keterbatasan aktivitas fisik terjadi sehubungan dengan suplai oksigen dan keburukan oksigen yang tidak seimbang, iskemik/ kematian otot jantung. Kondisi ini ditandai dengan kelelahan, perubahan nadi dan tekanan darah aktivitas, perubahan warna kulit. Intervensi 1) Catat nadi, irama, dan tekanan darah sebelum saat aktivitas dan setelah aktivitas.2) Anjurkan dan jelaskan bahwa pasien harus istirahat sampai keadaan stabil.3) Anjurkan pasien supaya tidak mengedan jika buang air besar4) Hindarkan pasien kelelahan di tempat duduk5) Rencanakan aktifitas bertahap jika telah bebas nyeri; duduk di tempat tidur, berdiri, duduk di kursi 1 jam sebelum makan6) Ukur tanda vital sebelum dan setelah aktivitas.KolaborasiMerujuk ke ASAS untuk program tindak lanjut dan rehabilitasi.c. Rasa CemasRasa cemas dapat terjadi berkaitan dengan perubahan status menjadi sakit, ancaman kematian, kegagalan berhaji. Kondisi ini di tandai dengan tekanan darah meningkat, wajah tampak cemas, perhatian hanya pada diri sendiri. Intervensi1) Lakukan komunikasi terapeutik dengan cara membina hubungan saling percaya dan dengarkan keluhan pasien dengan sabar.2) Dampingi pasien, cegah tindakan destruktif dan konfrontatif3) Jelaskan tindakan-tindakan yang akan dilkukan 4) Jawab pertanyaan pasien dengan konsisten5) Bantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari KolaborasiPemberian sedative misalnya diazepam (valium), flurazepam hydrochloride (dalmane), lorazepam (ativan) Potensial penurunan cardiac out putd. Potensial Penurunan cardiac out PutPenurunan cardiac out put dapat terjadi sehubungan dengan perubahan nadi, aliran konduksi, dan penurunan preload/peningkatan SVR. Intervensi1) Ukur tekanan darah , evaluasi kualitas nadi2) Kaji adanya murmur, S3 dan S4.3) Dengarkan bunyi nafas4) Siapkan alat-alat atau obat-obatan emergensi. Kolaborasi1) Pemberian oksigen tambahan2) Pemasangan infuse3) Rekam EKG4) Pemeriksaan Rontgen thoraks ulang

e. Potensial penurunan perfusi jaringan Ini terjadi sehubungan dengan vasokontrinsik hipovolemia. Intervensi1) Awasi perubahan emosi secara mendadak misalnya bingung, cemas, lemah dan penurunana kesadaran2) Awasi adanya sianosis, kulit dingin dan nadi perifer3) Kaji adanya tanda-tanda homans ; nyeri pada pergelangan lutut, eritema dan edema4) Monitor pernafasan5) Kaji fungsi pencernaan; ada tidaknya mual , penurunan bunyi usus, muntah, distensi abdomen dan konstipasi6) Monitor pemasukan cairan; ada tidaknya perubahan dalam produksi urine. Kolaborasi1) Pemeriksaan laboratorium; astrup, creatinin, dan elektrolit2) Pengobatan; heparin, panitidine dan antasida.

f. Perubahan Volume CairanPerubahan volume cairan yang berlebahan terjadi sehubungan dengan penurunan perfusi organ dari renal, peningkatan retensi sodium dan air, serta peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma. Intervensi1) Kaji bunyi nafas, ada tidaknya cracles2) Kaji JVD (distensi vena jugularis) dan edema ada atau tadak ada3) Keseimbagan cairan4) Timbang berat badan setiap hari5) Jika memungkinkan berikan cairan 2000 cc/ 24 jamKolaborasiPemberian garam/ minum dan diuretic misalnya Furosemid (lasix)3.4 IMPLEMENTASIPada tahap implementasi atau pelaksanaan dari asuhan keperawatan meninjau dari apa yang telah di rencanakan atau intervensi sebelumnya dengan tujuan utamanya penghilangan nyeri dada, tidak ada kesulitan bernafas, pemeliharaan atau pencapaian perfusi jaringan yang adekuat, mengurangi kecemasan, mematuhi program asuhan diri, dan tidak adanya komplikasi.3.5 EVALUASIHasil yang diharapkan a. Pasien menunjukkan pengurangan nyeri.b. Tidak menunjukkan kesulitan dalam bernafas c. Perfusi jaringan terpelihara secara adekuatd. Memperihatkan berkurangnya kecemasan

BAB IVPENUTUP

4.1 Kesimpulan Infark jantung adalah nekrosis sebagian oto jantung akibat berkurangnya suplai darah ke bagian otot tersebut akibat oklusi atau thrombosis arteria koronaria atau dapat juga akibat keadaan syok atau anemia akut. Apabila seseorang mengalami Nyeri dada tiba-tiba berlangsung terus menerus, terletak dibagian bawah sternum dan perut atas harus dilakukan tindakan segera yaitu EKG, Pemeriksaan Laboratori, Pemeriksaan Darah, Pemeriksaan Enzim Serum. Setelah diagnosis infark miokard akut ditegakkan maka selanjutnya dilakukan observasi dngan cermat.Berdasarkan materi yang ada tentang sindrom koroner akut asuhan keperawatan yang dilakukan yaitu : - Melakukan pengkajian - Menganalisa data - Merumuskan diagnosa keperawatan - Merencanakan tujuan dan intervensi - Mengimplemetasi rencana keperawatan - Mengevaluasi

4.2 Saran Bagi klien yang mempunyai gejala-gejala yang tampak seperti Nyeri yang memancar sampai ke bahu, leher, lengan, atau rahang, atau nyeri di punggung diantara tulang belikat dan gejala sebelumya maka perlu dilakukan dignosis dini karena dapat dicurigai mengalami penyakit sindrom koroner akut terutama infark miokard akut. Dengan diagnosis yang tepat dan dengan tindakan yang cermat dan tepat maka kita akan menyelamtkan nyawa penderita. Dalam upaya meningkatkan asuhan keperawatan klien dengan penyakit infark miokard akut, hendaknya : - Klien diberi support agar dapat mempercepat penyembuhan - Memberi perawatan dan perhatian kepda klien dalam proses perawatan - Penigkatan dan penyedian sarana dan prasarana serta kerja sama antara pihak rumah sakit dengan keluarga Diharapkan kepada keluarga kiranya dapat merawat klien apabila dilakukan perawatan dirumah.

DAFTAR PUSTAKABrunner and Suddarth (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Corwin J. Elizabeth (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Krisanty Paula, S.Kep, Ns, dkw (2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : TIM

Koroner-akut-infarkmiokard_obat_hosppharm.pdf-adobe reader