sosiologi agama

7
Nama: fast andreian Tugas: agama dan masyarakat Di sini terdapat tiga kemungkinan. Yang pertama, menolak bentuk- bentuk hubungan sosial yang lama baik dalam semangat maupun dalam kenyataan. Ini merupakan arah yang akan menandai kelompok baru tersebut dengan watak revolusioner aktif. Yang kedua mengakui dengan tulus dan menerima begitu saja. Yang ketiga mungkin menolak dalam semangat tetapi menggalakkan sikap persamaan yang sudah ada di dalam organisasi, sementara itu membiarkan dan tidak menganggu jarak sosial dan bentuk-bentuk dominasi yang telah mapan. Dari sudut orientasi duniawi, kelompok-kelompok baru sering melihat konfrontasi sebagai sesuatu yang tidak perlu, tidak penting dan mubazir. Sebenarnya menyangkut sikap kelompok baru kepada kekuasaan politik. Adalah kenyataan yang menarik bahwa gereja Kristen, dalam sejarah awalnya sering menghambat bahkan menyiksa, namun tidak pernah menolak pembenaran Tuhan tentang lembaga-lembaga pemerintahan yang mapan di kerajaan Romawi. Agama baru ini merupakan superiorioritasnya kepada kekuasaan yang mapan, tetapi dengan cara tidak menentang efektivitas operasionalnya atau legitimasinya. Sementara organisasi ini kian membesar menjadi sebutan komunitas lengkap, bersama dengan itu ia tetap mengakui dan menyelaraskan dirinya dengan kekuasaan politik yang ada Petrus dalam hal ini . mengatakan: “Kita lebih mematuhi perintah Tuhan ketimbang manusia” (kejadian 5: 29). Tetapi Paulus, dalam

Upload: dicko

Post on 14-Jul-2016

10 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

sosiologi agama

TRANSCRIPT

Page 1: Sosiologi Agama

Nama: fast andreian

Tugas: agama dan masyarakat

Di sini terdapat tiga kemungkinan. Yang pertama, menolak bentuk-bentuk hubungan sosial yang

lama baik dalam semangat maupun dalam kenyataan. Ini merupakan arah yang akan menandai

kelompok baru tersebut dengan watak revolusioner aktif. Yang kedua mengakui dengan tulus

dan menerima begitu saja. Yang ketiga mungkin menolak dalam semangat tetapi menggalakkan

sikap persamaan yang sudah ada di dalam organisasi, sementara itu membiarkan dan tidak

menganggu jarak sosial dan bentuk-bentuk dominasi yang telah mapan. Dari sudut orientasi

duniawi, kelompok-kelompok baru sering melihat konfrontasi sebagai sesuatu yang tidak perlu,

tidak penting dan mubazir. Sebenarnya menyangkut sikap kelompok baru kepada kekuasaan

politik. Adalah kenyataan yang menarik bahwa gereja Kristen, dalam sejarah awalnya sering

menghambat bahkan menyiksa, namun tidak pernah menolak pembenaran Tuhan tentang

lembaga-lembaga pemerintahan yang mapan di kerajaan Romawi. Agama baru ini merupakan

superiorioritasnya kepada kekuasaan yang mapan, tetapi dengan cara tidak menentang efektivitas

operasionalnya atau legitimasinya. Sementara organisasi ini kian membesar menjadi sebutan

komunitas lengkap, bersama dengan itu ia tetap mengakui dan menyelaraskan dirinya dengan

kekuasaan politik yang ada Petrus dalam hal ini . mengatakan: “Kita lebih mematuhi perintah

Tuhan ketimbang manusia” (kejadian 5: 29). Tetapi Paulus, dalam Epistle pada orang-orang

Romawi, mengatakan bahwa “kekuasan itu ditahbiskan oleh Tuhan” (Rum 13:1). Implikasi

radikal dari organisasi keagamaan yang baru ini ialah bahwa ia melahirkan implikasi keduniawi

lainnya, serta menyesuaikan diri dan mengakui kekuasaan dibenarkan dan dibuat sah.

Dari awal memang sudah ada status pimpinan dan status bawahan atau pengikut.

Bagaimana keadaan organisasi gereja Kristen pada mula tumbuhnya organisasi keagamaan ini

telah lama menjadi sumber penelitian dan ajang kontroversi. Ahli sejarah katolik, misalnya

Battifol, menekankan arti penting kekuasaan, yang pertama di tangan apostles dan kemudian di

tangan uskup. Pandangan demikian mendukung tuntutan Katolik sebagai pendiri dan pengabsah

kekuasaan gereja. Dewasa ini kedua pandangan tersebut semakin dekat satu sama lain.

Menjelang akhir abad kedua kelangsungan gereja Kristen dan perkembangan kepemimpinan

serta struktur intern komunitas pemula atau purba. Dalam perjanjian Baru kita memang

mendapatkan beberapa bukti tentang hal tersebut di atas mana kekuasaan terlembaga dapat

Page 2: Sosiologi Agama

berkembang. Karena pemisahan kegiatan ibadah di mana pimpinan diutamakan pada bobot

senioritas dan khotbah harus sesuai dengan otentik ajaran, maka secara lambat laun muncul dua

buah status yang berbeda tajam di dalam gereja yaitu status kependetaan (klerisi) dan status

awam atau jemaat. Menjelang akhir abad pertama, Clement, uskup Romawi, memaklumkan

“pendetatinggi, pendeta levites” sebagai lawan dari “jemaat atau kaum awam” (clement XI, 5).

Pemisahan kependetaan dengan jemaat dengan demikian telah dimantapkan dan itu berarti

jemaat berada di bawah kondisi perwalian. Pemujaan atau ibadah tetap merupakan monopoli

pengurusan gereja, yang menentukan dan mengajarkan dan merupakan saluran yang terlembaga

di dalam mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan. Proses rutinitas charisma telah

selesai dan organisasi kegerejaan telah muncul. Sebuah organisasi rasional yang mampu

melakukan peningkatan menurut batasan rasional yang lebih canggih telah bangkit. Hal-hal yang

sama fundamental dan universalnya ialah protes. Diawali dengan masalah charisma pada periode

sebelumnya, protes selalu tampil mewarnai seluruh sejarah Kristen dalam berbagai rupa.

AGAMA DAN MASYARAKAT

pelembagaan agama dengan organisasi yang khusus merupakan proses dua muka.

Ia menvangkup perubahan internal dalam arti gerakan keagamaan dan bersamaan dengan itu

merupakan pula penyesuaian organisasi keagamaan dengan masyarakat umum. Kristianitasi

menerima dunia, tetapi sangat memuliakan nilai-nilai keduniawi lainnya jauh diatas ajaran

Kristen, sehingga menepatkan dirinya sendiridi tempat rendah. Bagaimanapun juga proses

penyesuaian telah membawa gereja ke dalam hubungan dengan dunia dan menepatkannya dalam

hubungan itu. Alkitab dari proses penyesuaian ini, akhirnya gereja dipengaruhi oleh “warna

duniawi”, Kristen menjadi duniawi. Perkembangan demikian itu sangat bertentangan dengan

sekali dengan ajaran Kristen.

BAB IV

AGAMA DAN MASYARAKAT

karena kelompok tersebut mempunyai perbedaan fungsi, dengan

demikian juga menerima perbedaan ganjaran dari masyarakat, maka mereka punmemiliki sikap

dan nilai yang berbeda pula. Kondisi dan gaya hidup yang tidak sama telah pula melahirkan

pandangan, kebutuhan, tanggapan dan struktur motivasi yang beraneka. Ide-ide dan nilai telah

terlembaga maka ia mempengaruhi tindakan manusia. Istialah anomi untuk menunjukkan

Page 3: Sosiologi Agama

keadaan disorganisasi dimana berbagai bentuk sosial dan kultur yang telah mapan ambruk.

Durkheim memandang hal ini sebagai dua sisi dari satu proses disorganisasi sosial, dia

menyatakan kedua sisi itu dapat mengalami disorganisasi dalam tingkat kecepatan yang berbeda.

Akibat proses itu bagi individu ialah suatu kondisi yang secara relative terpencil dan “tanpa

norma”, yang disebut Durkheim sebagai keadaan “anomi”.¹ dan anomi (kelompok tertentu dapat

mengalami keduanya) memperlihatkan daya tanggap yang besar terhadap agama yang

mengkhotbahkan pesan keselamatan – yang menunjukkan bahwa dunia ini merupakan tempat

penderitaan; dan menawarkan beberapa sarana agar terlepas dari penderitaan itu.

AGAMA DAN STRATIFIKASI SOSIAL

dalam masyarakat tradisional, mereka tidak erat terintegrasi ke dalam ekonomi

pasar yang rasional. Karena itu mereka cenderung tergantung pada magis untuk mempengaruuhi

kekuatan-kekuatan kosmos yang tidak rasional dan tidak bisa diramalkan. Menurut Weber,

semakin tinggi posisi privilese kelas tersebut, semakin kurang kemungkinan mereka untuk

mengembangkan agama keduniawi lainnya.6

BERALIH AGAMA (KONVERSI)

ada tiga masalah pokok yang tampak menonjol dalam pembahasan pendapat

Weber dan Durkheim di atas. Pertama kecendrungan masyarakat pada doktrin keagamaan

tertentu sangat dipengaruhi oleh kedudukan kelas penganutnya. Kedua, beberapa ide agama

mencerminkan karakteristik kondisi manusia yang sangat universal dank arenanya konsesus

budaya dan solidaritas kelompok, dan membuat manusia berada dalam situasi “mencari

komunitas “, yakni pencarian nilai-nilai baru yang akan menjadi anutan mereka dan kelompok-

kelompok di mana mereka akan bergabung.

KONVERSI KONTEMPORER

Ini merupakan sebuah contoh penbentukan kembali solidaritas dan

perkembangan nilai dan sikap baru. Penerimaan nilai-nilai baru ini dialami oleh mereka yang

beralih agama sebagai suatu “regenerasi”, yakni suatu pengingkaran yang radikal pada masa lalu

dan penyerapan kehidupan baru. Penulis buku ini menyimpulkan bahwa pembentukan kelompok

ini merupakan tanggapan terhadap kebutuhan akan solidaritas dan nilai-nilai baru, Ia merupakan

“usaha untuk membangun kembali masyarakat dengan situasi perkotaan baru”.24

Page 4: Sosiologi Agama

PERALIHAN AGAMA DAN WIBAWA KULTURAL

Di samping dipertinggi oleh prestise budaya yang ekstrinsik, doktrin yang

demikian itu mungkin mengubah himbauannya melalui penyederhanaan yang terlalu jauh.

Sebenarnya, dalam kasus menghimbau para penganut akan suatu agama yang kebetulan

mempunyai latar-belakang budaya sederhana, unsur-unsur magis dapat memainkan peran yang

sama pentingnya dengan unsure asli agama itu sendiri.

GEREJA DAN “DUNIA” (STUDI KASUS ERNST TROELTSCH)

Gereja (eklesia) mempunyai atribut penting seperti berikut ini:

1. Keanggotaan, berdasarkan kelahiran.

2. Administrasi sarana-sarana kemuliaan baik dalam arti sosiologis maupun teologis

diatur secara formal – dalam hirarki dan dogma.

3. Batas struktur sosial, sering sejalan dengan batas-batas geografis atau etnis.

4. Orientasi terhadap konversi yang menyeluruh.

5. Kecendrungan menyesuaikan diri dan kompromi dengan masyarakat dan nilai-

nilai serta lembaga yang ada.

Menurut Troeltsch, gereja adalah sebuah “ lembaga yang telah dianugerahkan kemuliaan dan

keselamatan sebagai hasil karya penebusan; ia mampu menerima massa dan menyesuaikan

dirinya dengan dunia….38 Sekte ditandai oleh:

1. Menganut faham memisahkan diri dari masyarakat dan menarik diri dari atau

menyimpang dari dunia dan lembaga serta nilai-nilainya.

2. Bersikap eksklusif , baik dalam sikap maupun dalam struktur sosial.

3. Menekankan masalah pengalaman konversi sebelum keanggotaan.

4. Keanggotaan secara sukarela.

5. Semangat regenerasi.

6. Memiliki suatu sikap kekerasan estetika, sering dalam bentuk sifat bertapa.

Dua sosiolog lainnya, Yinger dan Wilson, memperlihatkan tidak semua sekte menyesuaikan diri

dan dirutinkan dengan cara seperti itu. Sebagian mereka menjadi “sekte yang mapan”, terlepas

dari perubahan yang ada di dalam dirinya dan situasi, menarik diri dari atau bertentangan dengan

masyarakat umum. Sementara berhubungan dengan Tuhan, bukan dengan pembaharuan, ia

Page 5: Sosiologi Agama

mengungkapkan keinginan untuk ke luar dari bentuk ibadat yang telah mapan dan juga bentuk

ide.

Tauler member khotbah dengan tema penthabisan gereja, menjelaskan bahwa ini

merupakan ritus yang dirayakan dalam “pembentukan batin manusia”. Gereja tidak

mengkuduskan manusia, tetapi manusia mengkuduskan gereja.