bab ii memahami konversi agama (suatu kajian...

46
13 BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) 2.1 Pendahuluan Dalam memahami konversi agama, penulis menyajikan beberapa teori dari para ahli guna memperkaya pemahaman tentang apa itu konversi. Dari beberapa teori yang akan dipaparkan penulis hanya memilih salah satu sebagai “Grand Theory” untuk digunakan sebagai alat analisa di bab iv. Mengapa demikian, karena menurut hemat penulis dari beberapa teori yang ada, Rambo R. Lewis menyajikan sebuah teori yang lebih lengkap dan cocok sebagai alat analisa hasil penelitian dari bab iii. Kehidupan sebuah masyarakat pada umumnya akan mengalami yang namanya perubahan, baik hal yang negatif maupun positif. Perubahan sosial adalah sebagai bagian dari perubahan kebudayaan, hal demikian merupakan sesuatu yang wajar. Salah satu perubahan yang terdapat dalam perubahan sosial itu adalah perubahan agama, dari sistem keagamaan satu beralih atau berpindah ke sistem keagamaan yang lain. 1 Dalam istilah sosiologi agama, hal tersebut sering disebut dengan kata konversi agama. Konversi agama merupakan hal yang wajar ketika orang menyadari bahwa beragama adalah kebebasan setiap individu dalam suatu masyarakat. Kebebasan beragama merupakan hak asasi manusia yang sebenarnya tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun. Negara pun menjamin akan kebebasan tersebut. Jelas dikatakan dalam UUD 1945, Pasal 29 ayat 2 yang berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk 1 Soejono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1990), 341-342.

Upload: donguyet

Post on 25-Feb-2018

233 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

13

BAB II

MEMAHAMI KONVERSI AGAMA

(SUATU KAJIAN TEORITIS)

2.1 Pendahuluan

Dalam memahami konversi agama, penulis menyajikan beberapa teori dari para ahli guna

memperkaya pemahaman tentang apa itu konversi. Dari beberapa teori yang akan dipaparkan

penulis hanya memilih salah satu sebagai “Grand Theory” untuk digunakan sebagai alat analisa

di bab iv. Mengapa demikian, karena menurut hemat penulis dari beberapa teori yang ada,

Rambo R. Lewis menyajikan sebuah teori yang lebih lengkap dan cocok sebagai alat analisa

hasil penelitian dari bab iii.

Kehidupan sebuah masyarakat pada umumnya akan mengalami yang namanya perubahan,

baik hal yang negatif maupun positif. Perubahan sosial adalah sebagai bagian dari perubahan

kebudayaan, hal demikian merupakan sesuatu yang wajar. Salah satu perubahan yang terdapat

dalam perubahan sosial itu adalah perubahan agama, dari sistem keagamaan satu beralih atau

berpindah ke sistem keagamaan yang lain.1 Dalam istilah sosiologi agama, hal tersebut sering

disebut dengan kata konversi agama.

Konversi agama merupakan hal yang wajar ketika orang menyadari bahwa beragama adalah

kebebasan setiap individu dalam suatu masyarakat. Kebebasan beragama merupakan hak asasi

manusia yang sebenarnya tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun. Negara pun menjamin akan

kebebasan tersebut. Jelas dikatakan dalam UUD 1945, Pasal 29 ayat 2 yang berbunyi “Negara

menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk

1Soejono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1990), 341-342.

Page 2: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

14

beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya masing-masing”.2 Seharusnya UUD 1945 ini

dipegang teguh oleh warga negaranya, sehingga permasalahan yang ditimbulkan ketika orang

melakukan konversi agama adalah permasalahan negara dengan masyarakatnya. Dalam hal

negara seharusnya memberi perlindungan dan keadilan jika sesuatu yang negatif terjadi terhadap

pelaku konversi agama. Masyarakat pun diajar untuk menyadari makna toleransi, tegang rasa,

saling menghormati, menghargai, sehingga dapat menghindari tindak kekerasan, diskriminasi

dan hal-hal yang merugikan serta memberatkan pelaku konversi tersebut.

Indonesia merupakan negara yang multi religius, artinya banyak agama dan multikultural

artinya banyak budaya dari berbagai daerah. Maka kesadaran pluralisme agama pada masyarakat

sangat penting untuk saling menumbuhkan sikap toleran, menghargai dan menghormati pemeluk

agama satu dengan yang lain. Kesadaran pluralitas akan menolong seseorang menyadari bahwa

sikap superioritas tidak bermanfaat untuk mengerti orang lain lebih baik, sebab Allah mengasihi

semua manusia tanpa terkecuali, dan karenannya harus menjadi sesama atau menjadi sahabat

bagi saudara-saudara kita yang berkepercayaan lain.3

Pluralisme agama bukan berarti pencampuran atau sinkretisme, sebab keunikan masing-

masing agama tetap dapat dipertahankan dan dapat dikomunikasikan dan bukan untuk

diperbandingkan. Keterbukaan semacam ini menumbuhkan perdamaian dan toleransi dan bukan

pada tempatnya lagi saling menghujat, menyalahkan apalagi membunuh.4 Kesadaran ini sangat

penting dimiliki oleh semua masyarakat Indonesia demi terciptanya kondisi yang harmonis, di

tengah-tengah segala perbendaan yang ada; baik suku, ras, terutama agama.

2 http://luthfiwe.blogspot.com/2010/03/implementasi-pasal-29-uud-1945-format.html. diunduh pada 21,

November, 2011. 3 Eka Darmaputera, Teologi Persahabatan Antar Umat Beragama, Dalam Karel Erari, et.al., Keadilan Bagi

Yang Lemah, Buku Peringatan Hari Jadi ke 67 Prof. Dr. Ihrohmi, MA, (Jakarta, Tanpa Penerbit, 1995), 194. 4 M. Amin Abdullah, Kebebasan Beragama atau Dialog Antar-Agama, Dalam J.B. Banawiratma, dkk.,

Hak Asasi Manusia Tantangan Bagi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1999), 58-59.

Page 3: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

15

2.2 Teori Konversi Agama

Pada bagian ini penulis akan memaparkan beberapa teori yang relevan untuk memahami

fenomena konversi agama di Dusun Bukitsari Bali. Namun demikian penulis hanya akan

menggunakan satu dari beberapa teori yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Adapun teori

tersebut adalah sebagai berikut:

2.2.1 Teori Konversi Agama Thomas F. O’Dea5

O’Dea berpandangan bahwa dalam sebuah tatanan masyarakat terdapat sebuah kondisi

dan gaya hidup yang tidak sama yang mana melahirkan pandangan, kebutuhan, tanggapan dan

struktur motivasi yang beraneka ragam. Beberapa prinsip keagamaan akan menunjukan secara

jelas kaitan konkrit antara kebutuhan dan pandangan kelompok tertentu ketimbang kelompok

yang lain yang kadangkala kepentingannya tidak tercermin sama sekali. Sebagai contoh soal

pandangan kekristenan bahwa kekalahan Yesus yang duniawi dalam arti luas dianggap

kemenangan dari iblis dan kematian ternyata akan memiliki daya tarik yang lebih besar bagi

beberapa kelas dan lapisan dibanding kelas lain. Dengan demikian kebhinekaan kelompok dalam

masyarakat akan mencerminkan perbedaan jenis kebutuhan keagamaan.

Masyarakat bukan hanya sekedar sebuah struktur sosial tetapi juga merupakan sebuah

proses sosial yang kompleks. Dalam proses tersebut dapat menimbulkan perubahan yang begitu

cepat dan mengakibatkan tampilnya bentuk-bentuk baru serta mengganggu struktur yang sudah

mapan. Hancurnya bentuk-bentuk sosial dan kultural yang telah mapan dan tampilnya bentuk-

bentuk baru merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Dengan demikian jelas berbagai

ragam kelompok yang ada dalam masyarakat dipengaruhi oleh berbagai perubahan sosial.

5 Thomas F. O’Dea, Sosiologi Agama, judul asli: The Sociology of Religion, (Jakarta: CV Rajawali, 1987),

105-119.

Page 4: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

16

Hal ini yang dimaksudkan O’Dea meminjam istilah Durkheim sebagai keadaan “anomi”

yaitu: menunjukan keadaan disorganisasi sosial yang mana berbagai bentuk sosial dan kultur

yang telah mapan ambruk. Dia berbicara tentang dua aspek dari masalah ini: Pertama, hilangnya

solidaritas yaitu apabila kelompok-kelompok lama, setiap individu mendapatkan rasa aman dan

respon cenderung ambruk. Kedua, hilangnya konsensus yaitu tumbangnya persetujuan terhadap

nilai-nilai dan norma-norma yang memberikan arah dan makna bagi kehidupan kelompok.

Durkheim memandang hal ini sebagai dua sisi dari satu proses disorganisasi.

Dalam masyarakat pola-pola sosial tampil karena manusia membutuhkannya, dan apabila

pola yang demikian itu mengalami disintegrasi, maka manusia berusaha mencari jalan ke luar

dari kekacauan dan kebingungan yang dihadapinya. Karena pengalaman anomi merupakan

pengalaman yang mengecewakan, maka manusia bisa berbalik agresif menentang sumber-

sumber nyata atau khayal dari kesukaran tersebut. Akhirnya mereka terlibat dalam permasalahan

masyarakat dan berusaha mendapatkan makna baru.

Penderita depresi ekstrim yaitu orang-orang yang tak terpuaskan oleh kelompoknya dan

anomi memperlihatkan daya tanggap yang besar terhadap agama yang mengkhotbahkan pesan

keselamatan yang menunjukan bahwa dunia ini merupakan tempat penderitaan; dan menawarkan

beberapa sarana agar terlepas dari penderitaan itu. enurut O’Dea agama Kristen adalah agama

semacam itu, menawarkan keselamatan melalui partisipasi dalam kemenangan Kristus terhadap

iblis dan kematian.

Weber (O’Dea, 1987: 109-115) dalam pandangannya mengenai kecenderungan hubungan

stratifikasi sosial dan doktrin keagamaan mengungkapkan bahwa kondisi kehidupan

mempengaruhi kecenderungan agama manusia dan kondisi kehidupan memiliki korelasi yang

cukup berarti dengan fakta stratifikasi sosial disemua masyarakat. Namun perkembangan ide,

Page 5: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

17

nilai dan praktek tertentu di suatu masyarakat dapat mempengaruhi semua kelas, strata dan

kelompok yang ada dalam masyarakat tersebut. Contoh sederhana yang dikemukakan Weber

tentang kaum buruh industri seperti juga yang diungkapkan Marx, kaum proletar yang tidak

memiliki kelas cenderung mencari agama sebagai solusi mengatasi ketidakberdayaan mereka.

Weber secara umum berbicara tentang kaum elit dan yang tidak memiliki hak istimewa.

Ide-ide seperti keselamatan, dosa, dan kerendahan hati sebenarnya bagi kelas yang memiliki

status sosial tinggi dan yang memiliki privilese ekonomi akan kurang mengembangkan gagasan

keselamatan. Sebaliknya mereka memanfaatkan fungsi agama sebagai pengabsah pola kehidupan

dan kondisi mereka di dunia. Kemudian kebalikan dari hal tersebut bagi kelas yang tidak

mempunyai hak istimewa atau yang sudah tergusur menunjukan kecenderungan untuk

merangkul dan mengembangkan agama-agama penyelamat, menerima pandangan rasional, dan

menerima tentang persamaan derajat. Weber mengatakan selama setiap kebutuhan untuk

keselamatan merupakan ungkapan dari beberapa keadaan yang sulit, maka tatanan sosial atau

ekonomis merupakan sumber yang efektif bagi keselamatan, keyakinan, walaupun mungkin

bukan sumber yang ekslusif satu satunya. Menurut Barber (O’Dea, 1987: 113) situasi rumit yang

dilahirkan oleh tekanan sosial seringkali menyebabkan munculnya gerakan-gerakan mesianik

yang dipimpin oleh para pemimpin kharismatik yang menawarkan keselamatan pada mereka

yang tertindas baik pada dunia ini ataupun dunia nanti.

O’Dea bersependapat dengan Weber dan Durkheim mengungkapkan bahwa ada tiga

masalah pokok yang menonjol berkenaan dengan stratifikasi sosial dan doktrin agama yang

menjadi faktor penyebab terjadinya konversi agama. Pertama, kecenderungan masyarakat pada

doktrin keagamaan tertentu sangat dipengaruhi oleh kedudukan kelas penganutnya. Kedua,

beberapa ide agama mencerminkan karakteristik kondisi manusia yang sangat universal dan

Page 6: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

18

karenannya mempunyai daya tarik luas yang mentransendensikan pembagian stratifikasi sosial.

Ketiga, perubahan sosial khususnya disorganisasi sosial yang mengakibatkan hilangnya konsesus

budaya dan solidaritas kelompok, dan membuat manusia berada dalam “situasi mencari

komunitas” yakni pencarian nilai-nilai baru yang akan menjadi anutan mereka dan kelompok-

kelompok di mana mereka akan bergabung. Ini berarti konversi penerimaan agama baru erat

hubungannya dengan kebutuhan dan aspirasi yang sangat dipengaruhi oleh keadaan sosial orang-

orang yang terlibat di dalamnya, walaupun kasus demikian kondisi sosial bukan satu-satunya

unsur kausal yang ada. O’Dea mendefinisikan konversi berarti suatu reorganisasi personal yang

ditimbulkan oleh identifikasi pada kelompok dan nilai-nilai baru.

O’Dea dalam studinya tentang gereja Pantekosta di kalangan orang-orang Puerto Rico

New York menunjukan pertalian hubungan lapisan tertentu dengan ajaran keagamaan tertentu

dan bagaimana keanggotaan dalam organisasi keagamaan menawarkan jalan keluar dari anomi.

Banyak para pendatang yang merasa tercerabut dari akar kelompok-kelompok lama, merasa

hidup sendiri dan sering diperlakukan tidak layak di metropolis baru. Timbulnya gerakan

Pantekosta di kalangan imigran menunjukan sebuah contoh khas dari pembentukan kelompok

keagamaan baru. Studi ini menunjukan bahwa pembentukan kelompok ini memperlihatkan suatu

reaksi terhadap keadaan anomi yang terkandung dalam imigrasi. Ini merupakan sebuah contoh

pembentukan kembali solidaritas dan perkembangan nilai dan sikap yang baru.

2.2.2 Teori Konversi Agama Max Heirich dan Hendropuspito

Hendropuspita dalam memahami kata “masuk agama” adalah suatu pengertian yang tidak

asing lagi bagi orang Indonesia. Pengertian atau gambaran masuk agama adalah ada orang yang

dulunya belum beragama sama sekali kemudian menerima suatu agama. Kemudian ada orang

Page 7: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

19

yang sudah memeluk agama tertentu kemudian pindah ke agama lain. Dalam hal ini kata “masuk

agama” sama artinya dengan “pindah agama“. Kata Latin “conversio” lebih tepat untuk

digunakan arti kata “masuk agama” dan “berpindah agama”. Kata Inggris “conversion” dapat

diberi arti yang sama seperti di atas. Misalnya berpindahnya seorang pemeluk Agama Hindu ke

agama Kristen disebut dengan kata “conversion”. Yang jelas bahwa kata “conversio” dan

“conversion” mempunyai arti lebih luas: berbalik; bertobat; berubah; masuk ke dalam agama.6

Dalam memahami arti konversi yang lebih luas, Hadiwijono mengemukakan pengertian

pindah agama adalah pertobatan. Pertobatan berarti mengubah pikiran atau berganti pikiran,

membelakangi yang semula disembah lalu menghadap Tuhan atau berbalik dari berhala-hala

kepada Allah.7 Pandangan ini adalah pandangan dari persfektif iman Kristen dalam memahami

kata konversi agama.

Pertobatan juga didefinisikan oleh ahli Psikologi Agama yaitu Dister bahwa: pertobatan

secara psikologis dapat dipandang sebagai runtuhnya suatu sintesis mental tertentu, lantas

sintesis yang telah runtuh tersebut diganti dengan sebuah sintesis yang baru. Dister menjelaskan

bahwa pertobatan religius merupakan hal yang selalu meresap sampai ke dalam akar jiwa

manusia sebagai tempat kepribadian seseorang dalam menyusun dan mengorganisasikan diri.

Dengan suatu keputusan memeluk suatu agama secara sungguh-sungguh kemudian masuk ke

dalam suatu perjanjian baru dengan Tuhan, dengan sesama dan dengan dunia pada taraf yang

paling dalam.8

Menurut Heirich konversi agama adalah suatu tindakan dengan mana seseorang atau

kelompok masuk atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan atau perilaku yang berlawanan

dengan kepercayaan sebelumnya. Konversi juga dapat diberi deskripsi sebagai suatu tindakan

6 D. Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia dan Yogyakarta: Kanisius, 1984), 78.

7 Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 401-402.

8 Nico S. Dister, Psikologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 109-110.

Page 8: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

20

dengan mana seseorang atau kelompok mengadakan perubahan yang mendalam mengenai

pengalaman dan tingkat keterlibatannya dalam agamanya ketingkat yang lebih tinggi. Dalam

penulisan ini penulis akan menggunakan perngertian yang pertama kata konversi dipahami

sebagai kata masuk atau pindah agama.9

Konversi agama tidak terjadi dengan sendirinya tanpa ada faktor penyebabnya. Dengan

demikian tentulah ada faktor penyebab sehingga hal tersebut terjadi. Menurut Heirich

(Hendropuspito, 1984; 80-83) ada empat faktor yang menyebabkan orang masuk atau pindah

agama. Secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Dari kalangan teologi menyebutnya faktor pengaruh ilahi.

Seseorang atau kelompok masuk atau pindah agama karena didorong oleh karunia Allah.

Tanpa pengaruh khusus dari Allah orang tidak sanggup menerima kepercayaan yang sifatnya

radikal mengatasi insani. Dengan kata lain, untuk berani menerima hidup dengan segala

konsekuensinya diperlukan bantuan istimewa dari Allah yang sifatnya cuma-cuma. Pengaruh

ini dari dunia supra-empiris dan bukanlah kompetensi ilmu-ilmu sosial untuk membahasnya.

2. Faktor kedua datang dari kalangan psikologi: pembebasan dari tekanan batin.

Ketika orang sedang menghadapi situasi yang mengancam dan menekan batinya, tentu

secara psikologis tertekan. Ketika tekanan itu tidak dapat diatasi dengan kekuatannya sendiri,

maka orang lantas mencari kekuatan dari dunia lain. Di situ ia mendapatkan pandangan baru

yang dapat mengalahkan motif-motif atau patokan hidup terdahulu yang selama itu

ditaatinya. Tekanan batin sendiri dapat ditimbulkan oleh faktor: Pertama, masalah keluarga:

kesulitan keluarga, percecokan, kesulitan seks, kesepian dan tidak dapat tempat di hari

9 Ibid., 79. Dikutip dari pandangan Max Heirich, Change of Heart: A Test of Some Widely Held Theories

about Religious Conversion, dlm. American Journal of Sociology, Vol. 83, No. 3, hlm. 654.

Page 9: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

21

kerabat. Kedua, keadaan lingkungan yang menekan; merasa terlempar dari kehidupan

kelompoknya lantas hidup sebatang kara. Hancurnya komunitas karena sudah tidak mampu

menjamin kebutuhan-kebutuhan warganya, perubahan status baik perceraian, masalah

pendidikan, rencana kawin dengan beda agama, perubahan pekerjaan. Ketiga, urutan

kelahiran tertentu. Keempat, karena kemiskinan.

3. Faktor ketiga dari kalangan pendidikan: situasi pendidikan.

Dalam ilmu sosial menampilkan argumentasi bahwa pendidikan memainkan peranan kuat

atas terbentuknya disposisi religius seseorang. Lebih lanjut ditemukan banyak fakta dari

pendirian sekolah-sekolah keagamaan yang dipimpin oleh yayasan-yayasan berbagai agama.

Kenyataan menunjukan bahwa sebagian kecil saja dari seluruh jumlah anak didik dari

sekolah tersebut masuk agama yang dipeluk agama pendirinya. Hanya sejauh itu dapat

dibenarkan bahwa sistem pendidikan lewat persekolahan termasuk faktor penyebab orang

melakukan pindah agama.

4. Faktor keempat dari kalangan sosial: aneka pengaruh sosial.

Heirich berpendapat bahwa pengaruh sosial merupakan salah satu alasan mengapa

seseorang dapat melakukan konversi agama. Mengapa demikian? Pertama, karena adanya

pergaulan antar pribadi yang saling mempengaruhi. Kedua, orang diajak masuk kumpulan

yang sesuai dengan seleranya oleh seseorang teman yang akrab. Ketiga, orang diajak

berulang-ulang menghadiri kebaktian keagamaan. Keempat, selama waktu mencari pegangan

baru orang mendapat anjuran dari saudara-saudaranya atau teman dekatnya. Kelima, sebelum

bertobat ada sebuah jalinan hubungan dengan pemimpin agama tertentu.

Page 10: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

22

Dari uraian faktor-faktor di atas Heirich mengungkapkan bahwa bukan selalu karena

penyebab tunggal, tetapi adanya kerja sama (kombinasi) dari sejumlah faktorlah yang memberi

pengaruh lebih kuat untuk mengubah pendirian seseorang berpindah atau masuk agama. Dengan

kata lain, perpindahan agama sebagai fakta adalah suatu hasil dari suatu komplek jalinan

pengaruh yang saling bantu membantu.

Pada dasarnya konversi agama terjadi pada seseorang dikarenakan oleh adanya kebutuhan-

kebutuhan hidup sebagai mahluk sosial atau dinamis tidak dapat terpenuhi secara wajar atau

tidak bisa terjamin dengan layak. Di dalam suatu teori sosial dikatakan bahwa manusia adalah

mahluk hidup yang dinamis.10

Maka dari itu untuk memenuhi kebutuhannya maka seseorang

harus mengusahakannya dan belajar dari lingkungannya di mana ia berada. Ketika kebutuhan

tersebut tidak dapat terpenuhi maka memungkinkan seseorang atau kelompok untuk berpindah-

pindah tempat hingga dapat terpenuhi.

Demikian halnya dengan agama, jika seseorang merasakan tidak terpenuhi dalam dirinya

berkaitan dengan apapun itu misalnya nilai, maka orang akan melakukan pindah agama dari satu

agama ke agama lain. Dalam hal itu agama sebagai institusi kelompok sosial (religius)

merupakan salah satu tempat yang final bagi orang untuk mencari nilai-nilai yang dapat

menjamin kebutuhannya tersebut11

di tengah-tengah masyarakat yang selalu dapat saja berubah.

Perubahan sosial sering kali muncul krisis dan menciptakan situasi yang tidak nyaman dan

ketidak kepastian. Jika nilai-nilai sosial yang ada dalam sebuah masyarakat mereka rasakan

10

Hendropuspito, Sosiologi Sistematik, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), 224-227. 11

M. Muhandar Sulaiman, Ilmu Sosiologi Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial, (Bandung: ERESCO,

1989), 218.

Page 11: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

23

sudah tidak lagi memberi mereka jaminan akan kebutuhan hidup kemanusiaanya sebagai mahluk

hidup sosial yang dinamis sehingga akhirnya mencari jaminannya ke agama lain.12

2.2.3 Teori Konversi Agama Menurut Rambo R. Lewis

Lewis mendefinisikan konversi agama dalam lima (5) bentuk, yaitu:13

1. Konversi agama merupakan perubahan sederhana dari adanya sistem keyakinan terhadap

suatu komitmen iman atau keyakinan; dari hubungan ikatan anggota keagamaan dengan

sistem keyakinan yang satu ke sistem keyakinan yang lainnya; atau dari orientasi yang

satu ke orientasi yang lain pada suatu sistem keyakinan tunggal.

2. Konversi agama merupakan suatu perubahan orientasi pribadi seseorang terhadap

kehidupan; dari adanya kehidupan khayalan atau tahayul kepada pembuktian tentang

adanya sesuatu yang Ilahi; dari suatu keyakinan atas tata aturan (larangan) dan ritual

pada sebuah pendirian (keyakinan yang pasti) yang lebih dalam tentang adanya Tuhan;

dari keyakinan terhadap sesuatu yang menakutkan, penghukuman, pembalasan Tuhan

pada suatu kejujuran, cinta kasih, dan hasrat keinginan agung yang mulia.

3. Konversi agama merupakan suatu transformasi kehidupan spiritual (rohani); dari

pandangan kejahatan atau ketidakbenaran terhadap segala sesuatu yang berkenaan

dengan dunia ini kepada pandangan seluruh ciptaan sebagai suatu kekuasaan atau

kesejahteraan milik Tuhan; dari kebencian diri dalam tata (aturan) kehidupan ini untuk

kembali memulai suatu kehidupan yang suci abadi (akhirat); dari pandangan untuk

kepuasan diri sendiri kepada suatu kepastian bahwa Tuhanlah yang menjadi kepuasan

12

Phill Astrid, S.Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Bandung: Bhinacipta Karya

Nusantara, 1977), 122-123. 13

Rambo R. Lewis, Understanding Religius Conversion, (London: Yale Univercity Press, 1993), 2-3.

Page 12: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

24

penuh (sejati) bagi perasaan manusia; dari keserakahan kepada perhatian bagi

kesejahteraan bersama dan mencari keadilan untuk semua orang.

4. Konversi agama merupakan suatu perubahan yang mendasar tentang kesanggupan-

kesanggupan mengenai kemampuan untuk meningkatkan kelesuan spiritual (rohani)

kepada suatu taraf baru pada keprihatinan, komitmen, dan relasi baru yang mendalam.

5. Konversi agama merupakan suatu usaha berbalik dari kelompok-kelompok keagamaan

yang baru, berbagai cara kehidupan, sistem-sistem keyakinan, serta berbagai model

hubungan terhadap sesuatu yang ilahi ataupun terhadap kenyataan ilmiah.

Apa yang telah dikemukakan oleh Lewis tersebut secara teologis hampir sama

dengan yang dikemukakan oleh Malcolm Brownlee yang mendefinisikan konversi agama

sebagai sebuah pertobatan. Pertobatan berarti berpaling atau membalikan diri dan kembali

kepada Tuhan. Pertobatan berarti cara kehidupan yang berbeda. Lebih lanjut dijelaskan

bahwa pertobatan berarti perubahan dalam kehidupan invdividu secara pribadi. Perubahan

yang tampak walaupun terdapat perasaan lega dan sukacita, namun pertobatan ini lebih dari

pada sekedar pengalaman yang penuh emosional. Dalam hal ini pertobatan juga disertai oleh

keinginan untuk mengerti ajaran yang benar tentang Tuhan dan ciptaanNya, lebih dari pada

sekedar pandangan intelektual yang baru. Jadi pertobatan berarti suatu perubahan dalam arah

kehidupan seseorang.14

Lewis dalam teorinya mengenai tipe (jenis) dan motif (bentuk) konversi agama15

memberikan keterangan dan pemisahan yang cukup jelas. Berikut adalah mengenai jenisnya

terdiri dari 5 tipologi:

14

Malcolm Brownlee, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan: Dasar Teologi bagi Pekerjaan Orang

Kristen Dalam Masyarakat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), 26-27. 15

ibid., Rambo R. Lewis…, 12-16.

Page 13: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

25

1. Murtad (Apostasy) atau Penyebrangan (Defection)

Dalam tipe ini terdapat penolakan atau penyangkalan dari suatu tradisi keagamaan

ataupun keyakinan sebelumnya oleh para anggota. Perubahan ini sering kali mengarah

kepada peninggian suatu sistem nilai-nilai non religius.

2. Pendalaman (intensivication)

Dalam tipe kedua ini terdapat perubahan komitmen pada suatu keyakinan dan petobat

tetap masih memiliki hubungan dengan keanggotaannya di masa sebelumnya, baik secara

resmi maupun tidak resmi.

3. Keanggotaan (Affiliation)

Tipe ini yaitu jenis konversi berdasarkan hubungan dari seseorang secara individu

maupun kelompok, dari komitmen keagamaan ataupun bukan, minimal pada hubungan

keanggotaan penuh dengan suatu institusi atau komunitas iman.

4. Peralihan (Institutional Transition)

Tipe ini berhubungan dengan perubahan individu ataupun kelompok dari komunitas yang

satu ke komunitas yang lain, dengan suatu tradisi mayoritas.

5. Peralihan Tradisional (Traditional Transition)

Dalam tipe konversi yang kelima ini berhubungan pada perubahan individu ataupun

kelompok dari tradisi agama mayoritas yang satu ke tradisi agama mayoritas yang lain;

perubahan dari satu pandangan atau faham, sistem ritual, simbol umum, maupun gaya

hidup yang satu ke yang lainya sebagai suatu proses kompleks yang sering ada di dalam

konteks hubungan lintas kebudayaan maupun konflik lintas budaya.

Page 14: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

26

Berikut adalah berdasarkan motifnya, Lewis menjelaskan dengan enam (6) buah

bentuk:

1. Konversi Intelektual (Intelectual Conversion)

Pada motif ini seseorang mencoba memahami tentang keagamaan atau isu-isu rohani

melalui buku-buku, televisi, artikel-artikel, dan berbagai media lain yang tidak

berhubungan dengan manfaat kontak sosial. Dalam hal ini seseorang dengan aktif

mencoba keluar lalu memperluas alternatifnya. Secara umum keyakinannya menjadi

utama untuk terlibat aktif dalam ritual-ritual keagamaan maupun organisasi-organisasi.

2. Konversi Mistik (Mistic Conversion)

Motif yang kedua ini dianggap sebagai bentuk awal dari konversi, misalnya seperti dalam

kasus Saulus di Tarsus. Konversi berbentuk mistik ini umumnya merupakan suatu yang

terjadi secara mendadak dan meletuskan trauma tentang wawasan atau pandangan yang

dipengaruhi oleh penglihatan-penglihatan, bisikan atau suara, maupun pengalaman-

pengalaman paranormal.

3. Konversi Eksperimental (Experimental Conversion)

Pada motif konversi ini dikarenakan adanya kelonggaran atau kebebasan beragama yang

lebih besar maupun suatu pelipatgandaan pengalaman-pengalaman keagamaan yang

diperoleh. Konversi ekperimental berhubungan dengan perluasan aktif terhadap berbagai

pilihan keagamaan. Di sini potensi petobat adalah memiliki mentalitas untung-untungan

(mencoba-coba) dengan apa yang akan didapatnya dalam kebutuhan (kehidupan) rohani,

apakah dalam berbagai pola aktivitas dalam keagamaan itu dapat mendukung kebenaran

yang mereka butuhkan atau tidak.

Page 15: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

27

4. Konversi Batin (Affectional Conversion)

Konversi dalam motif ini menekankan pada ikatan-ikatan antar pribadi sebagai suatu

faktor penting dalam proses konversi. Pusatnya ada pada pengalaman pribadi tentang

cinta kasih, saling menopang, dan dikuatkan dengan suatu kelompok maupun oleh para

pimpinannya.

5. Konversi Pembaharuan (Revivalism Conversion)

Dalam motif konversi ini menggunakan sekumpulan ketegasan untuk mempengaruhi

perilaku. Para individu secara emosional dibangkitkan perilaku-perilaku baru serta

keyakinan-keyakinannya digerakan dengan tekanan yang kuat. Untuk hal tersebut

perjumpaan-perjumpaan pembaharuan mengutamakan kekuatan-kekuatan musik dan

khotbah secara emosional. Lagi pula terhadap pengenalan kelompok, para individu

terkadang mencoba keluar dari anggota keluarganya ataupun kawan-kawannya untuk

mempengaruhi langsung secara keras atas potensi petobat.

6. Konversi Paksaan (Coercive Conversion)

Pada konversi berikut dikarenakan oleh adanya kondisi-kondisi khusus yang perlu

diadakan dalam peraturan atau diatur, sehingga konversi paksaan ini terjadi. Pencucian

otak, mengajak dengan paksa, membentuk pikiran, dan pemprograman label-label yang

lainnya, sebagaimana suatu proses. Sebuah konversi kurang lebih menyesuaikan pada

taraf tersebut, yaitu dari tekanan kuat yang mendalam atas seseorang untuk terlibat,

menyesuaikan, dan mengakuinya. Perampasan kebutuhan pokok (pangan) dan

ketenangan mungkin membuat seseorang tidak dapat menahan diri untuk menyerah

pasrah pada ideologi suatu kelompok dan mentaatinya. Menakut-nakuti dan sedikit

Page 16: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

28

tuduhan, penderitaan atau siksaan fisik, dan bentuk-bentuk teror atas kehidupan pribadi

seseorang.

Dari penjelasan tentang motif dan jenis di atas, ternyata konversi muncul bukan tanpa sebab

atau ada tidak dengan sendirinya. Setiap konversi memiliki rangkaian-rangkaian peristiwa atau

kejadian yang mendahuluinya, dan saling berkaitan erat dalam konversi itu. Jadi konversi

bukanlah merupakan suatu moment tunggal yang tiba-tiba terjadi dengan sendirinya, tetapi

merupakan suatu proses.16

Menurut Lewis ada lima macam faktor penyebab orang melakukan konversi agama. Faktor-

faktor tersebut antara lain:17

1. Kebudayaan (Culture). Kebudayaan membangun bentuk intelektual, norma, dan situasi

kehidupan spiritual. Berbagai bentuk mitos, ritual dan simbol suatu kebudayaan

memberikan tuntunan petunjuk bagi kehidupan yang sering kali tidak disadari diadopsi

dan diambil untuk dijadikan jaminan.

2. Masyarakat (Society). Yang dipermasalahkan disini adalah aspek-aspek sosial dan

institusional dari berbagai tradisi (kebiasaan) yang ada dalam konversi yang sedang

berlangsung. Berbagai kondisi sosial pada waktu terjadinya konversi, berbagai hubungan

penting dan institusi dari potensi para petobat serta berbagai karakteristik beserta

berbagai proses kelompok keagamaan pada petobat mempunyai kaitan dengan terjadinya

konversi. Hubungan antara berbagai relasi individual dengan lingkungan matriksnya,

maupun dengan harapan-harapan kelompok yang ada di dalam hubungan saling terkait

juga menjadi pusat perhatian.

16

ibid., Rambo R. Lewis, 5. 17

Ibid.,, 7-12.

Page 17: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

29

3. Pribadi (Person). Pada faktor ini meliputi perubahan-perubahan yang bersifat psikologis,

yaitu pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan berbagai tindakan. Transformasi diri,

kesadaran, dan pengalaman yang ada di dalam aspek-aspek subyektif maupun obyektif

dianggap memiliki hubungan dengan terjadinya konversi. Dari suatu studi klasik,

konversi sering kali didahului oleh adanya kesedihan, huru-hara, keputusasaan, konflik

dan rasa menyesal (rasa bersalah) maupun kesulitan-kesulitan lain.

4. Agama (Religion). Agama merupakan sumber dan tujuan konversi. Keagamaan orang-

orang memberi ketegasan bahwa maksud dan tujuan konversi adalah membawa mereka

ke dalam hubungan dengan yang suci (Ilahi) serta memberikannya suatu pengertian dan

maksud yang baru.

5. Sejarah (History). Pada waktu dan tempat yang berbeda konversi pun juga berlainan. Para

orang yang berkonversi kemungkinan memiliki motivasi-motivasi yang berlainan pula, di

kesempatan waktu yang berbeda dalam suatu konteks kejadian atau peristiwa yang

khusus. Namun demikian struktur dan bentuk setiap konversi umumnya sama. Dalam hal

inipun proses konversinya juga dapat berbeda-beda.

Kelima faktor di atas difokuskan menjadi 4 macam faktor saja, yaitu: kebudayaan,

masyarakat, pribadi dan sejarah. Sedangkan faktor agama dijadikan salah satu bagian dari dari

unsur kebudayaan sebagai bagian dari kehidupan seseorang atau kelompok dalam masyarakat.

Geertz melihat semua hal tersebut merupakan kesatuan yang membentuk jaringan yang saling

berkaitan erat.18

Meskipun disini hanya memfokuskan 4 macam faktor pokok, tetapi dasar

pemikirannya tetap sama, dan isinya pun tidak jauh berbeda,yaitu:

18

Clifford Geertz, Tafsir Kebudayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 3-5.

Page 18: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

30

1. Kebudayaan; meliputi segala tata nilai dan perilaku dalam sistem-sistem kebudayaan yang

berlaku dalam masyarakat, misalnya pola pandang atau sistem pengetahuan masyarakat,

pencarian ekonomi, politik atau pemerintahan, bangsa, kesenian, dan kekerabatan

2. Masyarakat; meliputi tujuan dan cita-cita, ideologi, orientasi, serta motivasi kelompok atau

masyarakat pada umumnya. Semuanya ini juga memiliki tatanan nilai dasar maupun perilaku

yang terwujud dalam solidaritas, loyalitas, serta integrasi yang ada.

3. Pribadi; meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan perasaan, keinginan, orientasi, dan

motivasi serta pikiran-pikiran yang ada dalam diri pribadi individu.

4. Sejarah; sedangkan yang dimaksud dengan sejarah disini secara singkat adalah bagaimana

asal mula keberadaan beserta peristiwa yang ada pada suatu komunitas kelompok masyarakat

dengan segenap tindakannya sebagai usaha pembentukan dan pengintegrasian.

Keempat faktor di atas menyatu dan mewujud didalam pola tindakan masyarakat sebagai

suatu situasi dan kondisi yang dialami dan dirasakan secara langsung, sehingga dapat

menimbulkan harmoni ataupun konflik, diantara berbagai pihak (pribadi, kelompok, dan

masyarakat).

Lebih jauh Lewis dalam bukunya memaparkan tujuh tingkatan didalam “Stage Model” yang

ditawarkan, model bertingkat dalam menggambarkan secara sistematis proses terjadinya

konversi. Ketujuh hal tersebut yaitu: tingkat pertama konteks, tingkat kedua krisis, tingkat ketiga

pencarian, tingkat keempat pertemuan, tingkat kelima interaksi, tingkat keenam komitmen, dan

tingkat yang terakhir yaitu konsekuensi.19

Sebuah model bertingkat lebih tertuju pada sebuah

proses perubahan yang terjadi setiap waktu, yang biasanya memperlihatkan suatu rangkaian

proses tersebut. Lewis menggunakan model ini bukan sekedar terdiri dari banyak dimensi dan

19

ibid., Rambo R. Lewis, 16-18.

Page 19: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

31

sejarah, melainkan juga berorientasi pada proses. Jadi hal tersebut ingin mengatakan bahwa

konversi adalah pendekatan sebagai suatu rentetan elemen-elemen yang ada, yakni interaktif dan

kumulatif sepanjang waktu. Ketujuh urutan, tingkatan, tahapan model tersebut dapat dijelaskan

dan digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Sebuah urutan tingkatan tahapan model

TING. 1 TING. 2 TING. 3 TING. 4 TING. 5 TING. 6 TING. 7

K

O

N

T

E

K

S

K

R

I

S

I

S

P

E

N

C

A

R

I

A

N

P

E

R

T

E

M

U

A

N

I

N

T

E

R

A

K

S

I

K

O

M

I

T

E

M

N

K

O

N

S

E

K

U

E

N

S

I

Page 20: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

32

Gambar 2. Sebuah sistem tingkatan/tahapan model

1. Konteks

Konversi mengambil tempat di dalam sebuah konteks dinamik. Konteks ini mencakup

sebuah pandangan yang sangat luas sekali tentang pertentangan, perjumpaan, dan beberapa

faktor dialektik di antara keduanya mempermudah maupun menghambat proses konversi.

Konteks membentuk kealamian, struktur, serta proses konversi. John Gration

menguraikan/menjelaskan demikian: ”di dalam suatu pendirian yang sangat (kuat) setiap

konversi ada di dalam konteks, sebuah konteks yang memiliki berbagai macam segi,

merangkum bidang politik, sosial, ekonomi, serta keagamaan di dalam sebuah kehidupan

seseorang di saat dirinya berkonversi. Jadi apapun pengertian konversi, dia tidak pernah

mengambil tempat di luar sebuah konteks kebudayaan.

KONTEKS

KONSEKUENSI

KRISIS

KOMITMEN INTERAKSI

PERTEMUAN PENCARIAN

Page 21: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

33

Konteks merupakan kesatuan superstruktur dan infrasruktur konversi, yang meliputi

dimensi sosial, kebudayaan, keagamaan, serta pribadi. Faktor-faktor kontekstual membuat

kesempatan-kesempatan komunikasi, tersedianya pilihan-pilihan ruang ke-agamaan, dan

mobilitas, fleksibilitas, sumber-sumber daya, mau-pun kesempatan orang banyak. Kekuatan-

kekuatan ini memiliki suatu pengaruh langsung pada siapa orang-orang yang beralih

keyakinan kepercayaannya, dan bagaimana konversi berlangsung. Kebanyakan orang sering

kali diajak, dianjurkan, dihalangi, ataupun dikuatkan pada penerimaan terhadap orang satu

dengan yang lainnya atau penolakan konversi.

Pada tingkat ini dibagi kedalam dua bagian yakni Macrocontext dan Microcontext.

Makro-konteks mengarah kepada lingkungan total, misalnya meliputi ber-bagai elemen

seperti sistem-sitem politik, keagamaan, organisasi-organisasi, keterkaitan berbagai

pemikiran ekologis, berbagai kerja sama antar bangsa, serta sistem-sitem ekonomi.

Kekuatan-kekuatan ini antara satu dengan yang lainnya dapat mempermudah ataupun

menghambat menghalangi konversi, dan pasti mempengaruhi individu seluas

kemasyarakatan mereka. Sedangkan Mikrokonteks menyangkut dunia yang lebih dekat dari

sebuah keluarga seseorang, para sahabat, kelompok etnik, komunitas ke-agamaan, serta

orang-orang yang berada di sekitarnya. Kedekatan ini meliputi permainan sebuah aturan

penting dalam menciptakan perasaan mengenai identitas dan milik pribadi maupun di dalam

membentuk sebuah sentuhan-sentuhan, perasaan-perasaan, mau-pun tindakan-tindakan

seseorang.20

Untuk mendorong diskusi dan memfokuskan perhatian pada issu-issu yang khusus, serta

merangsang riset lebih lanjut, Lewis menunjukkan beberapa hipotesis mengenai berbagai

dinamika konversi. Diantaranya adalah sebagai berikut:

20

ibid., 20-22.

Page 22: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

34

1. Kebudayaan-kebudayaan asli suatu daerah tertentu yang stabil, ulet, serta efektif akan

memiliki sedikit orang yang melakukan sebuah konversi. Karena sebuah kebudayaan

yang kuat akan memberikan peng-hargaan yang sesuai dan pelanggar hukum. Dilain hal

orang-orang yang merasa termarginalkan, hubungannya putus dengan dukungan

kebudayaan, memungkinkan mereka melakukan konversi.

2. Kebudayaan-kebudayaan asli suatu daerah tertentu yang berada di dalam krisis akan

memiliki banyak potensi untuk orang melakukan konversi agama dibanding dari

masyarakat yang stabil. Selama sebuah krisis menghebat, hal tersebut mampu menarik

seseorang untuk mencari alternatif-alternatif baru. Sebuah krisis kebudayaan, menjadi

faktor penting mempengaruhi pola-pola konversi, apakah krisis tersebut telah ada secara

eksternal ataupun internal.21

21

Ibid., 41.

KONTEKS

KONSEKUENSI

KRISIS

KOMITMEN INTERAKSI

PERTEMUAN PENCARIAN

Page 23: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

35

2. Krisis

Krisis merupakan bagian dari proses seseorang melakukan konversi agama. Para ahli

setuju bahwa beberapa bentuk krisis mendahului terjadinya konversi. Krisis tersebut dapat

terjadi pada kehidupan keagamaan, politik, psikologi atau kebudayaan asli. Di dalam tingkat

ini, terdapat dua pokok isu dasar erat dalam sebuah diskusi terhadap krisis. Pertama adalah

pentingnya isu-isu kontekstual, dan yang kedua adalah kadar keaktifan ataupun kepasifan

dari orang yang beralih keyakinan kepercayaannya atau konversi. 22

Dalam pemaparan mengenai sifat dasar krisis, banyak literatur yang menekankan pada

disintegrasi sosial, penindasan politik, atau juga sebuah peristiwa dramatis. Krisis juga

memiliki sifat dasar lainya, yakni mampu membimbing seseorang kepada hal yang bukan

dramatis, memberikan respon yang sangat kuat untuk mengakui kesalahan atau dosa dan

pada akhirnya melakukan sesuatu perubahan. Sifat dasar dari krisis tersebut akan berlainan

antara orang yang satu dengan yang lain dan dari situasi yang satu ke situasi yang lainnya.

Krisis yang dihadapi oleh seseorang dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, antara lain:

pengalaman mistik, pengalaman yang terjadi ketika mendekati kematian, sakit penyakit dan

proses mengobati, perasaan dan persepsi bahwa hidup harus memiliki arti dan tujuan,

keinginan manusia yang selalu ingin lebih, mengubah keadaan pikiran atau perasaan agar

berada pada keadaan yang sadar (karena pengaruh obat-obatan terlarang), kepribadian

seseorang yang mudah menyesuaikan diri dalam berbagai lapangan pekerjaan, patologi

(terlalu sering melakukan analisis terhadap psikis orang lain), pengingkaran atas agama,

22

Ibid., 44-45.

Page 24: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

36

prinsip, tujuan, tatanan moral, dan stimulus yang berasal dari luar seperti lingkungan dan

kebudayaan, aktivitas penginjilan.23

3. Pencarian

Pencarian merupakan hal yang dilakukan oleh manusia secara terus menerus di dalam

proses kontruksi dan merekontruksi dunianya supaya menghasilkan arti dan makna,

memelihara keseimbangan fisik, serta menjamin secara terus-menerus. Para ahli sosial seperti

James Richardson telah mulai memandang masyarakat sebagai agen-agen yang aktif di

dalam menciptakan arti, makna dan seleksi pilihan-pilihan keagamaan. Satu kata (dari

banyak kemungkinan kata) yang di-masukkan di dalam proses membangun arti, makna,

apapun penyebabnya adalah pencarian (quest).24

Dalam hal ini pelaku konversi menjadi

23

Ibid., 46-54. 24

ibid., 56.

KRISIS

KONSEKUENSI

KONTEKS

KOMITMEN INTERAKSI

PERTEMUAN PENCARIAN

Page 25: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

37

pelaku agen aktif, karena mereka dapat mencari kepercayaan-kepercayaan, kelompok-

kelompok, dan organisasi-organisasi yang menyediakan apa yang mereka butuhkan.

Pencarian tersebut dapat terjadi karena tersedianya struktur yang di dalamnya seseorang

dapat bergerak dari emosi, intelektual, lembaga-lembaga agama, komitmen-komiten,

kewajiban-kewajiban sebelumnya menuju pilihan yang baru. Ketika seseorang melakukan

pencarian-pencarian tersebut, tentunya terdapat motivasi yang memperkuatnya dalam

mencapai kebutuhan-kebutuhannya, baik itu motivasi resolusi konflik, gambaran kesalahan,

atau tekanan dalam keluarga.25

Seymour Epstein mengemukakan empat motivasi dasar manusia bertindak, yaitu:

kebutuhan akan pengalaman yang senang dan menjauhi yang buruk, kebutuhan untuk sebuah

sistem yang konseptual, kebutuhan dalam mempertinggi penghargaan diri, dan kebutuhan

dalam menetapkan dan mempertahankan hubungan-hubungan.26

25

ibid., 56-63. 26

ibid., 63-64.

PENCARIAN

KONSEKUENSI

KONTEKS

KOMITMEN INTERAKSI

PERTEMUAN KRISIS

Page 26: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

38

4. Pertemuan/Perjumpaan

Perjumpaan yang dimaksud oleh Lewis dalam tingkatan ini adalah berjumpanya sang

pendorong (misionaris/orang Kristen) dengan pelaku konversi agama. Di mana perjumpaan

terjadi pada tempat atau konteks tertentu.

Di dalam setiap perjumpaan antara sang pendorong dengan orang yang berkonversi

secara potensial, hal yang nyata dari itu adalah terjadinya saling mempengaruhi diantara

mereka. Perjumpaan dipandang sebagai pusaran kekuatan dinamis lapangan di mana

konversi itu terjadi. Sebagai serangkaian linier yang sederhana, hasil dari perjumpaan

tersebut terdapat sebuah penolakan total dan dapat juga terjadi penerimaan yang lengkap

pada orang lain.27

Untuk itu penting menanyakan apa motivasi-motivasi seseorang untuk menjadi

misionaris. Adapun motivasi dari sang pendorong adalah sebagai berikut:

a. Kehendak Tuhan

Orang-orang menjadi misionaris karena mereka mempercayai maksud Tuhan bagi

kehidupan mereka. Para individu bisa jadi mengorbankan waktu, uang, tenaga, maupun

seluruh kehidupan mereka untuk tujuan misi ketika memandang konversi orang lain pada

suatu tradisi keagamaan sebagai kehendak Tuhan.

b. Perintah Kristus

Sebuah perhatian untuk jiwa-jiwa para penyembah berhala yang hilang ketinggalan, dan

merasa kasihan pada orang-orang di luar agama Kristen. Perintah bagi misi secara mendasar

dihidupkan terus oleh perintah Jesus di dalam komisi yang besar. Kepatuhan terhadap

27

Ibid., 87.

Page 27: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

39

perintah Yesus telah dibubuhi dengan motivasi bahwa perintah itu telah diberikan karena

kasih Tuhan di dalam Kristus.

c. Nasionalisme

Nasionalisme juga memainkan sebagian motivasi dari para missionaris. Terkadang wakil-

wakil pemerintahan dan gereja bekerjasama untuk menenangkan para penduduk asli yang

tidak senang dengan memperadabkan mereka melalui upaya sekolah misionaris. Di konteks

Amerika Serikat sebagian besar para pengajar demokrasi dan telah mendudukkan contoh

moral pada dunia. Peradaban, demokrasi, dan kristenisasi merupakan pusaran di dalam

sebuah jaringan retorika motivasional yang kompleks, sebuah retorika yang sangat kuat yaitu

para missionaris dari Amerika Serikat yang memberikan personil yang besar, keuangan,

maupun publikasi untuk usaha-usaha pemimpin, keberanian usaha missionaris orang Kristen

untuk memasuki dunia.

d. Pelayanan

Salah satu motivasi-motivasi yang terkuat untuk misi-misi adalah secara sederhana hasrat

menolong banyak orang. Pertolongan itu dapat membawa bentuk perlindungan kesehatan,

kemajuan pendidikan, perluasan ekonomi, dan lain sebagainya.28

Kemudian strategi sang pendorong berhubungan penting dengan jangkauan, tujuan-

tujuan, dan metode-metode konversi yang penting (dalam) membentuk taktik-taktik sang

pendorong maupun pengalaman orang yang berkonversi. Pengujian strategi misionaris,

berguna untuk melihat pada empat komponen utama: kadar proselitisasi, gaya strategi, mode

28

Ibid., 73-75.

Page 28: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

40

hubungan, serta manfaat-manfaat potensial sebuah pilihan keagamaan baru yang ditawarkan

pada orang yang berkonversi secara potensial. Bagaimanapun, yang paling utama, perlu

pengujian penggunaan kemampuan sebagai sebuah strategi missionaris secara tersediri.29

Perjumpaan menjadi sebuah peristiwa yang paling baik ketika sang pendorong dan

seseorang yang berkonversi secara potensial bersama-sama dan mengajak di dalam berbagai

proses yang akan menghasilkan konversi, untuk banyak orang. Pertemuan yang sangat

menarik dan kompleks ini merupakan sebuah proses dinamis.

Di masa lalu, para ahli konversi telah memfokuskan studi pada mereka hampir semata-

mata pada orang yang berkonversi, tetapi pada kenyataannya penting dan secara dinamis

saling mempengaruhi antara keberadaan sang pendorong dan orang yang ber-konversi secara

potensial. Sisi-sisi manuver, strategisasi, dan keterlibatan keduanya di dalam berbagai taktik

selama tahap pertemuan. Sang Pendorong memperkirakan target audien yang potensial dan

bentuk-bentuk taktik persuatif untuk membawa orang-orang yang berkonversi ke dalam

komunitas keagamaan. Orang yang ber-konversi juga mencoba mempertinggi kepentingan-

kepentingan terbaik yang merasa dimiliki. Dengan cara-cara itu sang pendorong dan orang

yang berkonversi secara potensial secara timbal balik bertemu dengan masing-masing

kebutuhannya.30

29

Ibid., 76. 30

Ibid., 66-67.

Page 29: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

41

5. Interaksi

Untuk orang-orang yang berlanjut dengan sebuah pilihan keagamaan baru setelah awal

pertemuan, mereka berinteraksi dengan mengadopsi kehebatan-kehebatan kelompok

keagamaan. Orang-orang yang berkonversi secara potensial sekarang belajar lebih mengenai

pengajaran, gaya hidup, dan harapan-harapan kelompok, dan dilengkapi dengan

kemungkinan-kemungkinan, baik formal maupun informal, menjadi lebih menyatukan secara

penuh dengan hal itu. Di dalam tahap interaksi, orang yang berkonversi secara potensial

lainnya memilih melanjutkan kontak dan menjadi lebih terlibat, atau sang pendorong

berusaha menopang interaksi tersebut dengan tatanan untuk memperluas kemungkinan

mengajak orang tersebut untuk berkonversi.31

Sebuah pemahaman yang lebih penuh mengenai keefektifan pada tahap interaksi

mungkin berasal dari sebuah diskusi tentang sifat mendasar dari proses pewadahan (distudi

31

Ibid., 102.

PERTEMUAN

KONSEKUENSI

KONTEKS

KOMITMEN INTERAKSI

PENCARIAN

KRISIS

Page 30: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

42

secara intensif oleh ahli sosiologi, Arthur Griel dan David Rudy), yang menciptakan sebuah

lingkup pengaruh atau matriks di dalam mana elemen-elemen konversi yang krusial bekerja.

Proses-proses ini menggunakan empat komponen: berbagai macam hubungan, ritual,

pembicaraan, dan peranan. Adapun hal tersebut sebagai berikut:

1. Hubungan-hubungan; menciptakan dan mengkonsolidasikan ikatan-ikatan emosional bagi

kelompok dan realitas perspektif baru hari ke hari.

2. Ritual-ritual; memberikan mode-mode pengidentifikasian integratif dengan dan hubungan

pada gaya hidup yang baru.

3. Pembicaraan; memberikan dan menginterpretasikan sistem, menawarkan panduan dan

pengertian kepada orang yang melakukan konversi.

4. Peranan-peranan; memperkuat suatu keterkaitan pribadi dengan memberi baik pria

ataupun wanita sebuah misi khusus untuk diselesaikan.32

32

Ibid., 107-108.

INTERAKSI

KONSEKUENSI

KONTEKS

KOMITMEN PERTEMUAN

PENCARIAN KRISIS

Page 31: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

43

6. Komitmen

Komitmen merupakan bagian dari proses konversi yang perlu dilakukan oleh pelaku

konversi setelah melakukan interaksi yang intensif dengan kelompok agama yang baru.

Ketika interaksi tersebut dilakukan, maka pelaku konversi akan membuat pilihan dengan

komitmen. Komitmen seseorang biasa ditunjukan dengan menjalankan ritual agama yang

baru. Komitmen tersebut dikenal dengan sebutan komitmen ritual, seperti: baptis dan

kesaksian. Karena dengan kedua hal tersebut, memperlihatkan perubahan seseorang dan

partisipasinya di dalam perubahan tersebut, serta orang lain juga dapat melihat keputusan

yang diambil oleh pelaku konversi (menjadi saksi).33

Di dalam tingkat ini terdapat lima

elemen yang melingkupi: membuat keputusan, ritual-ritual, penyerahan, manifestasi

kesaksian yang terkandung di dalam perubahan bahasa dan rekontruksi biografi, dan

perumusan kembali motivasi.34

33

Ibid., 124. 34

Ibid., 125-140.

Page 32: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

44

7. Konsekuensi

Ketika seseorang atau kelompok memutuskan untuk melakukan konversi agama,

tentunya telah banyak hal-hal yang dipertimbangkan, termasuk akibat atau yang dalam

tingkatan bagian ini disebut sebagai konsekuensi. Lewis mengemukakan lima pendekatan

untuk menjelaskan tentang konsekuensi-konsekuensi, antara lain: peran bias pribadi dalam

penilaian, observasi-observasi umum, lebih mendalam terkait dengan konsekuensi-

konsekuensi sosial budaya dan historis, konsekuensi psikologi, dan konsekuensi teologi.35

35

Ibid., 142.

KOMITMEN

KONSEKUENSI

KONTEKS

INTERAKSI

PERTEMUAN

PENCARIAN

KRISIS

Page 33: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

45

Konsekuensi atau biasa disebut dengan akibat, efek, dampak, dalam konversi agama erat

kaitannya dengan keenam elemen lainya. Dalam proses konversi, setelah individu melalui

krisis yang terjadi dalam batinnya, ia mulai mencari kelompok, komunitas agama yang sesuai

dengan kebutuhannya dan menemukan apa yang dicari, yang kemudian berbagai interaksi

mulai dapat dilakukan serta dikembangkan guna menyatukan diri dengan kelompok,

komunitas maupun agama yang baru sebagai tanda kesiapan atau komitmen. Dari proses

konversi tersebut tentu menimbulkan dampak, yang dapat ditimbulkan dari lingkungan

sekitar, konteks dimana individu tersebut berada, sebagai respon terhadap individu yang

melakukan konversi agama.

Dampak atau konsekuensi yang ditimbulkan dalam suatu proses, termasuk proses

konversi dapat bersifat positif maupun negatif. Menurut Manullang, dalam pengambilan satu

keputusan diiringi dengan adanya sesuatu yang tidak menyenangkan, itulah yang disebut

KONSEKUENSI

KOMITMEN

KONTEKS

INTERAKSI

PERTEMUAN

PENCARIAN

KRISIS

Page 34: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

46

dengan dampak yang tidak menyenangkan atau kehilangan keuntungan yang berharga.36

Dengan kata lain dampak tersebut bersifat negatif ketika individu justru kehilangan

keuntungan yang berharga ketika melakukan konversi agama.

Ketujuh model tingkatan di atas dapat dilihat memiliki bagan masing-masing, artinya yang

menjadi pusat dari bagan tersebut adalah topik sesuai dengan permasalahan yang diangkat atau

sesuai kebutuhan. Jadi tidak selamanya selalu konteks atau krisis yang menjadi pusat rentetan

atau proses konversi agama yang sedang terjadi. Dengan demikian hal tersebut dapat berubah-

ubah karena satu dengan yang lain merupakan rentetan peristiwa yang saling terkait dan tidak

dapat dipisahkan.

2.2.4 Teori Konversi Agama Menurut Ni Kadek Surpi Aryadharma

Aryadharma berpandangan konversi agama adalah suatu keadaan seseorang atau

sekelompok orang beralih keyakinan atau berubah dari agama lama masuk menjadi penganut

agama baru. Pandangan ini juga didukung oleh Jalaluddin bahwa secara umum konversi agama

dipahami sebagai berubahnya atau masuknya agama dari satu agama ke agama lain. Konversi

agama menurut etimologi, konversi berasal dari kata “conversion” yang berarti tobat, pindah dan

berubah agama. Dalam bahasa inggris kata “conversion” berarti berubah dari suatu keadaan atau

dari satu agama ke agama lain.37

36

M. Manullang, Pedoman Praktis Pengambilan Keputusan, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1986),

11&19. 37

Ni Kadek Surpi Aryadharma, Membedah kasus Konversi Agama di Bali, ( Surabaya: PARAMITA,

2011), 8.

Page 35: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

47

Menurut Aryadharma ada delapan (8) faktor penyebab terjadinya konversi agama. Faktor-

faktor tersebut adalah sebagai berikut:38

1. Ketidakpuasan atas sistem adat dan agama:

Hindu Bali sarat dengan berbagai upacara keagamaan. Dalam hal ini memberi perhatian

pada banten yang menjadi sarana utama persembahyangan umat Hindu di Bali. Ada

pemahaman bahwa banten adalah sarana yang tidak boleh hilang dan dikurangi sama sekali.

Semakin rumit semakin banyak jenis dan jumlahnya dianggap semakin lengkap dan

menunjukan kehinduan ala Bali. Banyaknya banten dibuat juga dianggap sebagai cerminan

rasa bhakti dan menunjukan karakter kehinduan. Mereka melupakan bahwa Hinduisme tidak

stagnasi pada upacara. Stagnasi pada persoalan banten saja sesungguhnya menunjukan

terjadi proses berbalik, yaitu bukan proses pencerahan tetapi pembodohan. Karena hakikat

dari banten sendiri bukan hanya konsep bhakti apalagi sekedar sarana persembahyangan,

namun untuk pengejawantahan jnana dan raja marga.

Kelompok lain berpandangan bahwa banten yang rumit dan banyak jenisnya dianggap

merepotkan dan tipis hubungannya dengan penguatan iman, sehingga banten dapat

disederhanakan. Persepsi yang berbeda ini dapat menyebabkan perdebatan satu dengan yang

lain. Untuk itu perlu dijembatani atara intelektual Hindu dan pembuat banten. Karena terjadi

komersialisasi bagi pembuat banten. Semakin banten rumit, banyak dan mahal akan

menguntungkan mereka.

Perbedaan pandangan ini yang menyebabkan ketidakpuasan yang menyebabkan seseorang

mencari nilai baru. Banten yang besar dan rumit bagi yang memiliki status sosial tinggi

bukan menjadi persoalan. Tetapi bagi masyarakat yang ekonominya menengah kebawah dan

38

Ibid., 99-128.

Page 36: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

48

bahkan secara materi kurang, hal ini tentu menimbulkan persoalan dan mulai dipertanyakan

apakah banten terkait langsung dengan iman bahkan keselamatan seseorang. Karena celah

inilah yang mungkin dapat menyebabkan seseorang mencari makna baru atau agama baru.

Diungkapkan Tsang To Hang seorang penginjil di Bali jaman dulu, bahwa: “seumur hidup

orang Bali hidup dengan hemat dan rajin mengumpulkan harta benda dan saat upacara

ngaben tiba, seluruh kekayaan untuk mengongkosi. Jika hal ini tidak mencukupi, mereka

tidak segan-segan menjual atau menggadaikan sawah dan rumahnya atau meminjam uang

dengan bunga yang sangat mencekik demi mendiang dapat naik ke sorga. Setelah ngaben

usai, keluarga yang bersangkutan jatuh miskin bahkan hutangnya menumpuk”. Dari

ungkapan ini menurut hemat penulis kondisi ini sangat mengenaskan dan menyedihkan. Hal

inilah mungkin yang menyebabkan ketidakpuasan dari sistem adat maupun keagamaan.

2. Ekonomi dan kemiskinan: Peristiwa meletusnya Gunung Agung pada tahun 1963, saat itu

orang Kristen memberikan bantuan pangan karena memang mereka sangat membutuhkan.

Kemudian tahun ke tahun karena terpuruknya ekonomi dan kesulitan pangan, orang Kristen

juga hadir memberi bantuan pangan. Hal inilah yang kemudian membuat simpatik terhadap

orang Kristen dan mereka menyatakan langsung mau masuk Kristen (Wijaya, 2007). Hal ini

dibenarkan oleh para tokoh Kristen bahwa kerap kali ketika orang bali datang kepada

pendeta dan bertanya” kalau saya masuk Kristen dapat apa? Kasus ini hampir terjadi

diseluruh pelosok Bali.

Dalam lingkungan Kristen, yang dibangun adalah semangat kasih sesama manusia dan

membantu kesulitan satu dengan yang lain. Jika dalam adat masyarakat Bali ada anggota

yang tidak berpartisipasi dalam pekerjaan adat akan dikenakan sanksi, sementara dalam suka

Page 37: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

49

duka Bali-Kristen tidak mengenal sanksi sosial. Lingkungan sosial inilah salah satu pemicu

seseorang keluar dari lingkungan adatnya karena dirasa memberatkan.

3. Krisis individu: Jika seseorang mengalami krisis dalam hidupnya maka perlu penaganan dan

pemaknaan dari lingkungan sekitar dan memberi harapan serta solusi. Jika hal tersebut tidak

didapat dari lingkungan sekitar maka orang tersbut dapat mencari nilai baru. Jika komunitas

yang baru dapat diajak berhubungan dan secara baik dapat menangani masalah-masalah

serta memberi solusi, maka seseorang dapat berpindah di lingkungan dan nilai yang baru.

Persoalan hidup kerap membuat seseorang mempertanyakan agama yang dianutnya dan

Tuhan yang disembah. Keterpurukan ekonomi, ketiadaan pegangan hidup yang memberikan

harapan membuat seseorang berani mengkaji kepercayaannya.

4. Pengaruh ilmu kebatinan, kehausan rohani dan janji keselamatan: Konsep ilmu kebatinan

disini adalah tentang sebuah pemahaman ilmu mistik bahwa keselamatan dapat diperoleh

dari pengalaman rohani. Pada saat itu banyak orang Bali belajar tentang ilmu kebatinan dari

Raden Atmaja Kusuma di Singaraja. Kusuma adalah pendatang dari jawa dan mengajarkan

tentang ilmu kebatinan tersebut. Banyak orang pada waktu itu menjadi pengikutnya dan

ilmu ini berbeda dengan Hindu Bali mengutamakan banten sebagai sarana sembahyang.

Orang-orang yang belajar ilmu kebatinan ini ternyata banyak yang masuk Kristen. Karena

kekristenan disatu sisi ada kemiripan dengan ajaran tersebut yaitu bahwa keselamatan ada

dan dapat diperoleh dari pengalam hidup rohani. Apalagi dilatarbelakangi bahwa guru para

penganut ilmu kebatinan yang dulunya murid Raden Atmaja awal-awal adalah salah satu

seorang penginjil yang bernama Tsang To Hang. Jadi mereka sudah mendengar banyak

tentang kekristenan.

Page 38: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

50

Daya tarik yang besar pada kekristenan adalah tentang khotbah dan ajaran adanya

keselamatan. Ajaran tentang menunjukan bahwa dunia tempat penderitaan dan menawarkan

beberapa sarana mengatasi segala penderitaan tersebut. Agama Kristen menawarkan hidup

yang penuh keselamatan dan kemenangan di dalam Tuhan Yesus terhadap iblis (O’Dea,

1985). Karena kehausan rohani dan jaminan keselamatan menjadi sebuah kebutuhan banyak

orang dalam hidupnya dan kekristenan menawarkan hal tersebut. Perkumpulan Kristen

dengan semangat kasih dan persaudaraan dipandang sebagai tempat yang tepat untuk

berlabuh ditengah ketidakpedulian saudara-saudaranya yang beragama Hindu.

5. Keretakan keluarga dan urbanisasi: Keretakan keluarga dan perceraian menjadi salah satu

faktor seseorang melakukan konversi. Keretakan keluarga seperti: kesulitan antar anggota

keluarga, percecokan, kesulitan seks, kesepian batin, tidak mendapat dalam hati kerabat, itu

semua menimbulkan tekanan (stress) psikologis dalam diri seseorang (Hendropuspito,

1993). Persoalan-persoalan tersebut dapat menimbulkan trauma dan merasa dirinya tidak

penting dan mendapat tempat atau bahkan tidak dicintai. Hal ini menyebabkan seseorang

mencari nilai baru dan dengan mudah menerima nilai tersbut seperti kekristenan agar

esistensinya mendapat pengakuan dan penghargaan.

Kemudian fenomena urban juga menjadi salah satu faktornya. Urbanisasi yakni orang yang

berpindah dari desa ke kota dengan alasan tertentu seperti sekolah, mencari pekerjaan dan

sebagainya menjadi salah satu faktor perpindahan agama. Seiring berjalannya waktu, di kota

tersebutlah mereka mulai mengenal kekristenan dan melakukan konversi agama. Hal

tersebut juga disebabkan beberapa faktor antara lain merasa hidup sendiri dan sering

diperlakukan tidak layak di metropolis baru.

Page 39: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

51

6. Pernikahan dan urutan kelahiran keluarga: Salah satu penyebab terjadinya konversi juga

disebabkan oleh pernikahan. Mislanya banyak perempuan Bali yang menikah dengan laki-

laki Kristen dan mengikut agama suami. Hal ini menjadi hal yang wajar karena istri

mengikuti suami. Dan kebanyakan dari para perempuan Bali mengatakan tidak berkeberatan

dengan hal tersebut dan sudah mengetahui bahwa akan mengikut agama suami dan menjadi

Kristen.

Dalam sistem kelahiran anak di masyarakat Bali, anak pertama memiliki tanggung jawab

untuk meneruskan dan memelihara pura keluarga dan tempat pemujaan leluhur

(sanggah/merajan). Ia juga akan menggantikan peran ayahnya dalam meneruskan ayah-

ayah banjar, dadia maupun desa adat. Kemudian juga menjadi pemimpin dalam melakukan

manusa yajna (ngaben) bagi orang tuanya. Kadang-kadang peran ini diambil anak laki-laki

yang paling terakhir yang nantinya tetap tinggal di rumah orang tua.

Bagi laki-laki Bali yang sudah masuk Kristen akan bebas dari tanggungjawab tersebut

karena bukan lagi sebagai penanggungjawab. Kemudian bagi anak yang ditengah-tengah

juga lebih memiliki peluang kebebasan untuk berpindah agama karena bukan sebagai

pengemban tanggungjawab. Apalagi anak perempuan Bali lebih mudah berpindah agama

karena anak perempuan secara struktural ia tidak memiliki tanggungjawab yang besar baik

terhadap pura keluarga maupun upacara pengabenan.

7. Propaganda dan penginjilan yang agresif: Agama Kristen merupakan salah satu agama misi,

yakni agama yang harus disebarkan terhadap orang yang belum beragama Kristen. Oleh

karena itu tugas penyebaran bukan saja dilakukan oleh penginjil, tetapi seluruh gereja dan

jemaat. Dengan kata lain setiap individu kristiani secara otomatis mengemban tugas

misionaris.

Page 40: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

52

Banyak penginjil-penginjil yang melakukan tugas tersebut datang ke Bali dengan banyak

cara. Baik secara terang-terangan melakukan penginjilan maupun yang bersembunyi-

bersembunyi. Karena penginjilan dapat juga dipahami sebagai sebuah penugasan agung

untuk melaksanakan Amanat Agung.

Banyak nama tokoh misionaris yang menginjil di Pulau Bali . Salah satunya adalah penginjil

Tsang To Hang dari Tionghoa. Awalnya penginjil ini datang dengan tujuan pengintaian

dengan menyamar sebagai touris, melakukan penelitian, menterjemahkan injil ke dalam

bahasa Bali, menjual buku-buku Kristen hingga dikirim khusus untuk penginjilan. Beliau

adalah penginjil terkenal dan banyak jasanya dimana banyak orang menjadi Kristen di Bali.

8. Lemahnya pemahaman teologi Umat Hindu: Pemahaman teologi merupakan hal yang sangat

mutlak dan penting untuk mempertimbangkan seiring dengan pergeseran pola pikir, umat

manusia dewasa ini yang lebih mengutamakan menggunakan akal. Bagi umat Hindu yang

mana Brahmavidya atau teologi hindu yang semestinya dipahami oleh semua umat hindu,

namun kenyataannya hanya dipahami oleh segelintir orang. Selain itu publikasi dikalangan

umat cenderung minim.

Padahal pemahaman teologi yang matang merupakan pondasi utama dalam iman seseorang

ketika akal pikiran menjadi penentu dan pemimpin dalam hidupnya. Selain itu pemahaman

teologi yang minim justru memetik konflik di masyarakat. Sebab perbedaan fisik dan jalan

pemujaan yang dipilih seseorang dapat menjadi pemicu kecurigaan akibat dangkalnya

pemahaman teologi. Dari hal tersebut seseorang akan mudah terombang-ambingkan, bahkan

dengan mudah mencari nilai atau komunitas baru (agama baru) yang lebih meyakinkan

secara teologis dan dapat gampang dipahami.

Page 41: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

53

Setiap orang yang melakukan konversi agama tentu memiliki cirri-ciri tertentu, berikut

adalah cirri-cirinya menurut Ramayulis:39

a. Arah pandang dan keyakinan seseorang yang mulai berubah terhadap agama dan

kepercayaan yang selama ini diyakini.

b. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan, sehingga perubahan itu bisa

terjadi secara mendadak atau berproses.

c. Yang berubah bukan hanya dalam hal berpindah kepercayaan, namun juga dalam

pandangannya terhadap agama yang dianut.

d. Faktor kejiwaan dan lingkungan memang mempengaruhi, namun tidak melupakan faktor

petunjuk Yang Maha Kuasa.

Jika dilihat dari sudut pandang waktu terjadinya konversi agama, Starbuck mengemukakan

dua tipe, yakni:40

a. Tipe Volitional (perubahan bertahap).

Terjadinya konversi agama di dalam tipe ini berlangsung secara memiliki proses secara

perlahan-lahan, sehingga pada akhirnya akan menjadi kebiasaan rohani yang baru.

Dalam tipe ini tersirat proses perjuangan batin yang tidak mudah.

b. Tipe Selp Surrender (perubahan drastis).

Konversi yang terjadi secara mendadak, tanpa adanya sebuah proses yang dapat

mengubah pendirian seseorang terhadap suatu agama yang dianutnya. Menurut Willian

James, tipe ini biasanya terjadi pada orang yang mendapat petunjuk dari Yang Maha

39

H.Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), 80.

40

Ibid., 82-83.

Page 42: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

54

Kuasa. Hal itu dikarenakan gejalanya terjadi dengan sendirinya sehingga orang tersebut

menerima kondisi yang baru itu dengan berserah.

Penido (Ramayulis, 2002), berpendapat bahwa konversi agama mengandung dua unsur:41

a. Unsur yang berasal dari dalam diri atau endogenos origin, yaitu proses perubahan yang

terjadi dalam diri seseorang atau kelompok. Dengan kata lain konversi pada tipe ini

terjadi di dalam batin seseorang yang kemudian membentuk suatu kesadaran untuk

mengadakan suatu transformasi, yang disebabkan oleh adanya krisis dan berdasarkan

pertimbangan pribadi, seseorang akan mengambil keputusan. Proses ini terjadi menurut

gejala psikologis yang bereaksi ketika struktur psikologis yang lama hancur dan seiring

dengan proses tersebut muncul pula struktur psikologis baru yang dipilih.

b. Unsur dari luar atau exogenous origin, yaitu proses perubahan yang berasal dari luar diri

atau kelompok sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau kelompok yang

bersangkutan. Kekuatan yang berasal dari luar ini kemudian menekan pengaruhnya

terhadap kesadaran mungkin berupa tekanan batin, sehingga memerlukan penyelesaian

oleh yang bersangkutan.

Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kedua unsur di atas merupakan

faktor yang menyebabkan seseorang melakukan konversi agama. Sebuah konversi yang

dilakukan dengan dipengaruhi dua unsur dari dalam dan luar dari diri seseorang.

41 Ibid., 86.

Page 43: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

55

2.2.5 Dampak Sosial Pasca Konversi Agama

Seperti yang diungkapkan oleh Lewis bahwa konversi agama membawa sebuah konsekuensi

atau dampak bagi pelakunya. Dampak yang dimaksud adalah dampak terhadap lingkungan sosial

masyarakat adat setempat maupun terhadap pelaku konversi itu sendiri. Dalam hal ini menurut

Aryadharma ada dua dampak yang terjadi ketika kasus konversi agama terjadi di Bali, yaitu:

1. Goncangan adat akibat konversi agama.

Keputusan yang diambil sebagian kecil masyarakat di Bali untuk berpindah agama dari

sebelumnya beragama Hindu ke Kristen Protestan telah mengakibatkan sejumlah goncangan,

baik ditingkat desa pakraman maupun keluarga. Penghancuran tempat suci Hindu sebagai

bentuk kesetiaan terhadap agama baru telah membuat masyarakat adat di Bali marah dan

tersinggung. Kemudian larangan orang yang sudah Kristen mengambil kegiatan adat di

tempat mereka karena dianggap penyembahan berhala oleh para pemimpin Kristen. Sehingga

hal tersebut menimbulkan resistensi dari masyarakat adat setempat yang berdampak pada

gangguan terhadap orang Kristen hingga sampai terjadi pembakaran gereja. Hal tersebut

gambaran singkat kisah kelam kekristenan di Bali.

Karena itu Ketua Sinode GKPB Bishop Sudira mengatakan bahwa kekristenan akan

diterima dengan baik jika berkembang ditengah budaya. Olehnya gereja-gereja di Bali dalam

hal ini kegiatan-kegiatannya juga dibarengi dengan adat Bali seperti dalam hal berpakaian,

penggunaan gong dalam upacara ibadah, pernikahan dan pemberkatan. Juga pelestarian tari-

tarian dan kesenian Bali digunakan dalam kegiatan Kristen, termasuk bahasa Bali.42

42

Ibid., Ni Kadek Surpi Aryadharma,168-171.

Page 44: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

56

2. Keretakan keluarga akibat konversi agama

Keluarga bagi orang Bali bukan hanya satu unit kecil masyarakat, tetapi berhubungan

dengan sanggah pemujaan yang menjadi tanggungjawab segenap keturunan untuk

menlanjutkan pemujaan tersebut. Hilangnya salah satu anggota keluarga yang berpindah

agama berarti pula semakin sedikit yang memanggul tanggungjawab itu. Dalam sejarah

kekristenan disebutkan penganut kekristenan pertama di Bali adalah Nicodemus I Gusti

Wayan Karangasem yang dibabtis 1873, keluarganya menganggap dia sudah mati

(dikucilkan keluarga) karena telah menjadi Kristen. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa

terputusnya hubungan keluarga antara pelaku konversi dengan keluarganya.

Dalam semangat dan nilai multikulturalisme, perbedaan agama semestinya harus dihargai

dan tidak menjadikan seseorang harus terpisah atau berkonflik dengan keluarganya.

Perpindahan agama memang awalnya menimbulkan kegoncangan, tetapi dengan pengertian,

hubungan kekeluargaan dapat terjalin kembali.43

Perubahan dalam sebuah masyarakat adalah hal yang wajar mengingat masyarakat selalu

bergerak secara dinamis. Dalam proses perubahan sosial yang disebabkan adanya konversi

agama dapat menimbulkan disorganisasi. Disorganisasi dapat digambarkan salah satunya adalah

dissolidaritas.44

Dalam dissolidaritas terjadi suatu pergeseran yang dapat menimbulkan

perpecahan satu dengan yang lain. Perpecahan tersebut dapat berwujud pada lunturnya perasaan

saling memiliki, perasaan setia kawan dan perasaan senasib dari satu komunitas tertentu.

Durkheim dalam perhatiannya mengenai masyarakat mengemukakan bahwa solidaritas dan

integritas sosial dapat terancam keberadaannya dengan adanya konflik antar kelompok,

43

Ibid., 171-173. 44

Ibid., Hendropuspito…, 87.

Page 45: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

57

penyimpangan, individualisme yang berlebihan dan anomi.45

Jadi ancaman yang dikemukan

Durkheim dalam hal ini dapat menimbulkan dissolidaritas dan disintegritas dalam tatanan

masyarakat tertentu.

Bali adalah masyarakat yang kuat akan hukum adat istiadatnya. Hukum adat inilah yang

berkuasa menjatuhkan “tetegenan” bagi orang yang melanggarnya. Penjatuhan sanksi adat

sebenarnya dimaksudkan untuk mengembalikan keseimbangan skala dan niskala serta sebagai

upaya penyadaran dan pembelajaran bagi pelaku pelanggaran. Namun penjatuhan sanksi adat

dipakai juga oleh masyarakat sebagai ajang balas dendam karena mereka kurang paham terhadap

aturan adat.46

Hukum adat begitu berpengaruh dalam masyarakat Bali di kalangan pekraman, sehingga

masyarakat adat sangat takut melanggar hukum adat dan lebih memilih mematuhi aturan yang

telah disepakati. Karena kalau tidak mematuhi aturan tersebut maka akan ada tetegenan yang

harus ditanggungnya. Tetegenan tersebut pasti akan menyengsarakan kelangsungan hidupnya.

Karena hal demikian maka hampir seluruh masyarakat adat khususnya masyarakat yang

beragama Hindu mematuhi peraturan ini. Namun disisi lain berdasarkan penelitian yang

dilakukan, ada beberapa masyarakat Bali beragama Hindu yang tidak mematuhi aturan adat,

seperti keluar dari pekraman Hindu dan pindah ke agama Kristen. Dalam penelitian yang akan

dilakukan akan menyoroti dampak sosialnya sebagai salah satu bentuk dari sanksi adat

(tetegenan) sanksi yang diberikan bagi pelanggar yang telah melakukan konversi agama ini.

45

Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, (Jakarta: PT. Gramedia anggota IKAPI 1986),

204. Band. Dengan dengan O’Dea. 46

http://www.ireyogya.org/adat/workshop_balix5.htm, diunduh pada 18 april, 2008.

Page 46: BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/3/T2... · BAB II MEMAHAMI KONVERSI AGAMA (SUATU KAJIAN TEORITIS) ... Sosiologi: Suatu

58

2.3 Kesimpulan

Dari paparan teori di atas, maka dapat disimpulkan konversi agama adalah

berpindah/masuknya seseorang dari satu agama atau kepercayaan ke agama atau kepercayaan

lainya. Konversi agama tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan ada faktor-faktor

penyebabnya. Konversi agama terjadi tidak disebabkan oleh peristiwa tunggal namun oleh

berbagai retetan peristiwa, dimana satu dengan lainnya saling mempengaruhi, misalnya: beranjak

dari konteks, kemudian krisis, pencarian, pertemuan, interaksi, komitmen dan bahkan sampai

konsekuensi.

Konversi agama menimbulkan dampak sosial baik terhadap masyarakat setempat maupun

pelaku sendiri. Dampak tersebut misalnya: goncangan adat akibat konversi agama, keretakan

keluarga akibat konversi agama, sanksi adat dan dissolidaritas.