judul baru pendidikan di indonesia (perspektif sosiologi, kebijakan, agama)

Download Judul Baru Pendidikan Di Indonesia (perspektif sosiologi, kebijakan, agama)

If you can't read please download the document

Upload: arif-mustafa

Post on 27-Oct-2015

54 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

14JUDUL BARU PENDIDIKAN KARAKTER INDONESIA(Pemikiran Kebijakan, Sosiologi dan Agama)PendahuluanMasalah moral masalah akhlak, Biar kami cari sendiriUrus saja moralmu urus saja akhlakmu, Peraturan yang sehat yang kami mauTegakkan hukum setegak-tegaknya, Adil dan tegas tak pandang buluPasti kuangkat engkau, Menjadi manusia setengah dewa Penggalan Lirik Lagu Manusia Setengah Dewa di Populerkan Oleh Iwan FalsDiskursus pendidikan karakter yang dimunculkan oleh para birokrat pendidikan pada sekitar tahun 2010 menjadi perbincangan menarik dan hangat akhir-akhir ini. Perbincangannya pun tidak terbatas pada pakar dan praktisi pendidikan, bahkan sampai bermunculan praktisi-praktisi dadakan bidang pendidikan karakter. Perbincangannya-pun tidak hanya di dunia maya seperti; televisi, internet, media massa. Namun, merambah pula dunia nyata seperti; workshop, lokakarya, seminar, diskusi di lembaga-lembaga pendidikan, sampai ke warung angkringan, sehingga pendidikan karakter menjadi artis dadakan dengan bayaran mahal. Dalam fakultas pikiran penulis timbul suatu pertanyaan mendasar mengapa, Indonesia tidak mengkonsep pendidikannya berdasar pada keadaan sosial, budaya bangsanya sendiri? Apa sudah sedemikian sulit merumuskan pendidikan yang cocok dan pas untuk warganya sendiri?Kebijakan pendidikan yang diambil dan diputuskan seolah-olah, mengambil kesana-kemari yang dianggap baik, tanpa perencanaan dalam hitungan tahun berganti judul baru. Kebijakan pendidikan merupakan salah satu sarana untuk melanggengkan kekuasaan. Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, (Jakarta: LP3ES, 2008) hal xxvi-xxvii mengemukakan bahwa tidak ada pendidikan yang netral. Hal ini membawa konsekuensi kepada kita harus terus menerus bersikap kritis, waspada serta jeli terhadap kebijakan pendidikan yang selalu diwacanakan objektif. Kita juga dapat mengamati bagaimana kebijakan pendidikan di Indonesia, kebijakan pendidikan yang berganti hampir tiap tahun berjalan. Para birokrat lebih mengedepankan birokrasi pendidikan serta menghilangkan apa esensi pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. kebijakan pendidikan merupakan bagian kecil dari kebijakan-kebijakan di negeri ini. Namun, kebijakan pendidikan mempunyai nilai sangat strategis untuk membentuk pola pikir dan opini masyarakat.Bergonta-gantinya judul pendidikan di Indonesia tersebut, akan membawa efek negatif yang tidak sedikit. Hal ini dapat diamati dimana kita selalu disuguhi perilaku menyimpang. Ada sinyalemen pelajar tingkat menengah di situbondo melakukan arisan dengan konsekuensi siapa yang mendapatkan arisan harus melakukan hubungan intim dengan pekerja seks komersial (koran sindo online, pada tanggal 09-desember 2012, juga wawancara salah satu tv swasta dengan PSK, ditayangkan pada tanggal 16-12-2012). Dalam telusuran koran Jawa Pos dan Kompas, pelajar di Malang juga tidak mau kalah dengan juniornya mereka merelakan dirinya untuk dinikmati oleh para lekaki hidung belang yang haus akan kehidupan dunia, walaupun mereka harus membayar mahal untuk mendapatkan ayam lembaga pendidikan. Dalam penelusuran kompas ada beberapa alasan mereka melakukan hal demikian untuk melampiaskan nafsu serta menambah penghasilan, mulai dari perkelahian pelajar di berbagai tempat seolah tidak ada ujung pangkal dan solusi permanen untuk meredam perkelahian tersebut. Masifnya perkelahian tersebut seperti fenomena gunung es kapan-pun siap mencair ketika ada api yang menyulut.Kemana nalar mereka sebagai pelajar, padahal mereka selalu di ajari tentang kebaikan, logika kritis, sehingga ketika menyelesaikan suatu permasalahan dengan mengedepankan musyawarah untuk menemukan alternatif-alternatif solusi terbaik. Disamping permasalahan perkelahian pelajar muncul fenomena baru yaitu radikalisme dikalangan pelajar. Menurut bebarapa hasil penelitian, radikalisme ternyata di kalangan pelajar menengah pertama serta atas. Menarik untuk di cermati banyak pelajar mengatakan bersedia mengikuti kegiatan distruktif atas nama agama (48,90%), sehingga banyak di antara pelajar membenarkan aksi teror yang dilakukan Imam Samudra cs (14,20%), dengan dua pola pikir di atas serta realitas kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana rakyat melihat kekayaan hanya berputar pada kalangan pejabat dan kroni-kroninya, dan belum memberikan keadilan pada rakyat seluruhnya. Maka banyak pelajar yang mengatakan bahwa pancasila sudah tidak relevan untuk menjadi dasar negara Indonesia (25,80%), sehingga perlu ada alternatif lain dari sistem pemerintahan demokrasi pancasila yang sudah tidak memberikan rasa keadalin untuk itu menurut responden perlu tegakkan syariat islam. Pada akhirnya menimbulkan pemikiran bahwa pemerintah dan aparat indonesia adalah thaghut karena membela negara adikuasa yang memusuhi islam, pemerintahan, aparatnya pantas dimusuhi serta dimusnahkan untuk diganti dengan pemerintahan islam (84,80%). Hasil penelitan LAKIP dimuat koran Tempo online 26 April 2011, dengan sampel 100 SMP dan SMA Negeri dan Swasta (tanpa Madrasah, berjumlah 993 pelajar dan 590 Pendidik PAI). Hal ini terjadi dari belum (ekstremnya: tidak ) jelasnya sistem pendidikan yang ada, seperti: kebingungan mereka tentang kemana arah, tujuan serta masa depan setelah lulus dari lembaga pendidikan yang tanda tanya (?).Para pemimimpin negeri ini selalu menghimbau dan meneriakkan memusihi korupsi, kolusi dan nepotisme, pentingnya penghematan APBN/APBD, air, listrik, BBM, mengatakan pentingnya kejujuran, bertoleransi, tidak mencaci maki, cinta produk Indonesia. Realitasnya banyak pejabat yang tersangkut kasus KKN, pemerintah menunjukkan sikap arogan dalam menghamburkan dana untuk membakar kembang api tiap pergantaian tahun baru, pembangunan kantor-kantor pemerintahan tidak ramah lingkungan, boros air, mereka bisa akur atau toleransi ketika mereka butuh koalisi, dimana dalam kampanye meraka selalu menjelekkan orang lain, bahkan setiap tahun pemerintah selalu mengangarkan membeli mobil-mobil mewah produk impor untuk para pejabat negeri ini. Namun, mobil-mobil pejabat negeri ini selalu menggunakan kapasitas mesin besar, sehingga mobil-mobil-mobil pejabat boros BBM, diperparah untuk biaya pembelian dan operasional dipungut dari pajak-pajak rakyat miskin, para pajabat di negeri ini tidak mememiliki sense of crisis terhadap keadaan rakyatnya. Realitas kehidupan masyarakat Indonesia banyak yang tidak memiliki rumah layak huni, sulitnya memperoleh air bersih layak minum, mahalnya biaya berobat di rumah sakit, alih-alih untuk berobat, mereka baru sampai pada ruang receptionis, mendapat jawaban maaf ruangan sudah penuh, elitisnya lembaga pendidikan bagi kaum fakir miskin, sehingga pendidikan hanya boleh di nikmati oleh orang-orang yang mempunyai kantong berlebih. , tentu tidak akan menjadi persoalan ketika semuanya di biayai dari kantong pejabat sendiri. Padahal untuk mengurai masalah di atas pendidikan menjadi bagian terpenting. Namun, ironisnya kondisi pendidikan di Indonesia mengangalami masalah kompleks. Dimana setiap jenjang pendidikan lebih menekankan aspek monokurikulum lebih menekankan aspek kognitif. , akhirnya pendidikan tentang kejujuran, kepedulian, toleransi, kebangsaan, cinta tanah air akan selesai ketika sudah di ujikan dalam UTS dan UAS dalam waktu satu sampai dua jam. Dalam melihat mereka punya karakter atau tidak di lihat pada nilai akhir pelajar tersebut. Sungguh rendah kalau nilai-nilai tentang kebaikan jika akhirnya hanya untuk memperoleh angka-angka an sich, tanpa internalisasi dan aplikasi dalam kehidupan.Mata kuliah tentang nilai-nilai kepribadian, cinta tahah air, hanya di ajarkan pada mata kuliah agama, pancasila, kewarganegaraan serta bahasa Indonesia, itupun untuk mata pelajaran tersebut pada tingkat dasar sampai menengah hanya 2 sampai 4 jam perminggu. Pada pendidikan tinggi hanya dua sampai dengan tiga SKS dari ratusan lebih SKS yang harus di tempuh pelajar. Hal itu diperparah dengan gaya pendidik lebih menekankan pada aspek kognitif serta pemberian tugas tanpa menyentuh aspek realitas dalam masyarakat (emosi), pada akhirnya tidak mampu merubah perilaku pejalar (psikomotor) untuk menjadi dirinya sendiri, warga masyarakat apalagi sebagai warga negara. Realitas-realitas yang dipaparkan di atas masih sangat jauh dari nilai-nilai pendidikan kepribadian, akhlak, etika atau apapun namanya. Bagaimana Konsep dan Kebijakan Pendidikan Karakter Payung Hukum Pendidikan KarakterPendidikan karakter mempunyai dasar yang kuat di Indonesia. Pandangan hidup bangsa Indonesia adalah pancasila yang tertuang dalam sila-silanya. Dalam pancasila pendidikan merupakan upaya negara untuk membawa bangsa Indonesia ketaraf hidup sejahtera lahir dan batin. Maka pancasila harus menjiwai ide pendidikan, niat, prakarsa, perbuatan mendidik, dan pembentukan lembaga pendidikan yang akan membawa bangsa pada kemajuan Kartini Kartono, Tujuan Holistik Pendidikan Nasional, hlm. 27-29.. Maka perumusan tujuan pendidikan harus mengaju kepada hakekat manusia dan pandangan hidup manusia (pancasila), sebagaimana tercantum dalam UU No 20 SISDIKNAS 2003 pasal 2 Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila... Dari dasar pendidikan tersebut kemudian terejawantahkan dalam peraturan-peraturan turunannya yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam pembukaan ...mencerdaskan kehidupan bangsa... serta batang tubuh UUD 45 khususnya pasal 31 ayat 2 yang megamanatkan penyelenggaraan pendidikan yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlag mulia. Hal tersebut dijabarkan lebih rinci dalam UU SPN taun 1989 pasal 4 pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dalam UU SPN 2003 pasal 3 menyatakan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa muara dari penerapan pendidikan tersebut agar terciptanya manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlag mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab. Dalam UU SPN 1989 ada kalimat yang dihilangkan sehingga pendidikan hanya sampai terbentuknya karakter/kepribadian, belum bermuara pada kemasyarakatan dan kebangsaan. Pada akhirnya hilanglah identitas kebangsaan, padahal identitas kebangsaan merupakan hal penting dalam era globalisasi, karena dapat menjadi pembeda antara satu negara dengan yang lain. Sarlito Wirawan. Terorisme di Indonesia. . Sedangkan UU No 12 Tahun 2012 tentang Perpendidikan Tinggi pasal 4 poin A) pendidikan tinggi berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, serta dalam pasal 35 tentang kurikulum poin C) Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh setiap pendidikan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap Program Studi yang mencakup pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak mulia, dan keterampilan. Dalam upaya mencapai visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) maka langkah pertama yang dilakukan pemerintah ialah mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila adalah memperkuat jati diri dan karakter bangsa melalui pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan antar umat beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa serta menguasai dan mengaplikasikan IPTEKS. UU No 27 Tahun 2007 Tentang RPJM Indonesia 2005-2025.. Pendidikan karakter bertujuan untuk membina dan mengembangkan karakter warga negara, sehingga mampu mewujudkan masyarakat yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Apa Pendidikan dan Pendidikan Kerakter?Pengertian pendidikan akan mempunyai makna yang berbeda-beda tergantung kepada siapa yang mendefinisikan. Pendidikan dalam UU SISDIKNAS merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan karakter (kebijakan pendidikan MENKO KESRA) di artikan nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan. Karakter bangsa adalah Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI. Kebijakan Nasional Pembangunan Budaya dan Karakter Bangsa, Menko Kesra, tahun 2010 hal 7..Karakter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1). Sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. 2). Karakter juga bisa bermakna "huruf". Kamus Bahasa Indonesia online.. Dalam kamus Learner Dictionary tertulis all mental or mental qualites that make a person, group, nation, etc differen from other. Editor Jonathan Crowther. Oxford Advanced Learners Dictionary of Current English. Oxford University Press. 1995. Sedangkan menurut Ditjen Mandikdasmen, Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dannegara.Individuyangberkarakterbaikadalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.Difinisi yang lain tentang pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Pedoman pelaksanaan pendidikan karakter. Pusbukur. 2011 hal 1. Maka, pendidikan karakter tidak hanya mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek pengetahuan yang baik (moral knowing), tetapi juga merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Op cit. Pendidikanan karakter bukan hal yang diwarisi dari keturunan, tetapi personalitas itu adalah hasil resultans dari proses interaksi sosial secara fundamental antara individu dengan individu dengan seluruh pola kebudayaan yang ada disekitar individu secara spiritual atau material baik secara individu atau sosial. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat signifikan dalam membentuk kepribadian seorang anak. Dalam ilmu psikologi ada tiga aliran tentang manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan manusia; pandangan pertama Nativisme/Natural: mempunyai pandangan bahwa pertumbuhan manusia nantinya bagaimana tergantung dari faktor pembawaannya, kedua: Empirisme: berpandangan bahwa ketika seorang anak lahir ibarat kertas putih tergantung faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan anak kedepan, pandangan ketiga Konvergensi: berpendapat bahwa perkembangan anak kedepan tergantung dari faktor pembawaan dan lingkungan. Lihat al-Quran Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" liat pula hadis Kullu mauludin yuladu alal fitrah abawahu yuhawidanihi aw yunashironihi aw yumajisanihi (HR. Bukhori dan Muslim). Dalam Pembangunan pendidikan karakter pemerintah telah mendesain alur pendidikan karekter seperti di bawah ini. Sumber Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia tahun 2010 hal 8.: