sosiologi agama agama dan pengelompokan sosial

25
SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL DOSEN PENGAMPU: Dr. Argyo Demartoto,.M.Si PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2017

Upload: others

Post on 20-Nov-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

SOSIOLOGI AGAMA

AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Argyo Demartoto,.M.Si

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2017

Page 2: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

PENDAHULUAN

Agama ditemukan di hampir semua masyarakat bahkan pada setiap

individu di dunia. Agama merupakan suatu jenis sistem social yang dibuat

oleh penganut-penganutnya yang diproses pada kekuatan-kekuatan non-

empiris yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai

keselamatan bagi mereka dan masyarakat luas umumnya. Dalam kamus

sosiologi pengertian agama ada tiga macam yaitu 1) kepercayaan pada hal-

hal yang spiritual, 2) perangkat kepercayaan dan praktek spiritual yang

dianggap sebagai tujuan tersendiri, dan 3) ideologi mengenai hal-hal yang

bersifat supranatural. Dalam perspektif sosiologis, agama dipandang sebagai

sistem kepercayaan yang diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu. Dimana

hal tersebut berkaitan dengan pengalaman manusia, baik sebagai individu

maupun kelompok. Sehingga, setiap perilakunya akan terkait dengan sistem

keyakinan dari ajaran agama yang dianutnya. Perilaku individu dan sosial

digerakkan oleh kekuatan dari dalam yang berdasar pada nilai-nilai ajaran

agama yang menginternalisasi sebelumnya.

Di dalam masyarakat terdapat kelompok, organisasi ataupun

golongan. Hal tersebut juga terjadi dalam lingkup keagamaan. Dalam

masyarakat agama memiliki fungsi dimana ia berperan dalam mengatasi

persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahkan

secara empiris karena adanya keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian.

Sehingga diharapkan agama dapat menjadikan masyarakat lebih sejahtera,

aman, dan stabil.

Agama dalam penggolongan sosial di masyarakat ada beberapa hal

dalam pembahasannya. Diantaranya agama dan kerukunan umat manusia;

agama dan stratifikasi sosial; kaum awam dan pemimpin agama; jemaah dan

tarekat; serta mazhab, aliran, dan sekte. Penggolongan agama dalam

masyarakat erat kaitannya dengan kemampuan seseorang dalam mendalami

agamanya tersebut. Penggolongan itu juga menjadikan pembeda diantara

Page 3: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

mereka. Namun pembeda itu dapat menjadikan kerukunan antar umat

beragama itu sendiri. Dengan terciptanya kerukunan antar umat beragama di

masyarakat hal tersebut membuktikan bahwa fungsi agama dalam

masyarakat telah berjalan dengan baik.

Page 4: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

PEMBAHASAN

A. Agama dan Persatuan Umat Manusia

Peranan sosial agama harus dilihat terutama sebagai sesuatu

yang mempersatukan. Dalam pengertian harfiahnya, agama

menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota

beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang

membantu mempersatukan mereka. Karena nilai-nilai yang mendasari

sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-

kelompok keagamaan, maka agama menjamin adanya persetujuan

bersama dalam masyarakat.

Agama cenderung melestarikan dan memelihara nilai-nilai

sosial, fakta bahwa nilai-nilai keagamaan itu sakral berarti bahwa nilai-

nilai keagamaan tersebut tidak mudah diubah karena adanya perubahan-

perubahan dalam konsepsi-konsepsi kegunaan dan kesenangan duniawi.

Peranan agama di dalam masyarakat sebagai kekuatan yang

mempersatukan, mengikat dan melestarikan, namun juga memiliki

fungsi lain yaitu sebagai kekuatan mencerai-beraikan, memecah belah

dan bahkan dapat menghancurkan. Masyarakat yang tidak

menginginkan terjadinya suatu yang terpecah memerlukan agama di

dalam masyarakat. Agama di nilai menjadi sebagai salah satu

penghambat tatanan sosial yang telah mapan, tetapi agama juga

memiliki kecenderungan dengan memperlihatkan kemampuannya yang

revolusioner. Ciri agama sebagai pemersatu aspirasi manusia, sebagai

sejumlah moralitas sumber tatanan masyarakat dan perdamaian batin

individu sebagai sesuatu yang memuliakan dan yang membuat manusia

beradab.

Agama memainkan peranan yang bersifat kreatif, inovatif dan

bahkan revolusioner khususnya saat dibidang sosial dan ekonomi

Page 5: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

terjadi perubahan besar. Peran agama tidak selalu bersifat memelihara

dan menstabilkan. Sementara itu agama memiliki fungsi manifest dan

latent. Fungsi manifest agama berkaitan dengan segi-segi doktrin,

ritual, dan aturan perilaku dalam agama manusia. Tujuan atau fungsi

agama adalah untuk membujuk manusia agar melaksanakan ritus

agama, bersama-sama menerapkan ajaran agama, dan menjalankan

kegiatan yang diperkenankan agama. Sedangkan fungsi latent agama,

antara lain menawarakan kehangatan bergaul, meningkatkan mobilitas

sosial dan mengembangkan seperangkat nilai ekonomi.

Sudah berabad-abad lamanya yang telah diberikan agama

kepada manusia bukan saja ritus-ritus yang memberikan rasa kelegaan

emosional dan berbagai cara untuk memperkuat kepercayaan sehingga

karena hal tersebut seseorang mampu melaksanakan suatu pekerjaan,

tetapi juga mengembangkan interpretasi-interpretasi intelektual yang

membantu manusia dalam mendapatkan makna dari seluruh

pengalaman hidupnya, karena agama telah membantu manusia

menjawab persoalan tentang mengapa hal-hal yang tidak

menguntungkan itu terjadi.

Peranan agama secara konteks umum yang dimana dalam ruang

lingkupnya menyangkut hal-hal non-empiris serta telah memberikan

penafsiran-penafsiran tentang sejarah umat manusia dan aturan-aturan

sosial. Walaupun usaha-usaha pemecahan masalah yang diusahakan

dalam istilah-istilah yang benar-benar empiris cenderung gagal dalam

menghadapi ketidakseimbangan pada sisi moral tatanan sosial tersebut.

Karena itu penjelasan-penjelasan tentang makna

kemasyarakatan yang secara meluas telah sama-sama diakui, dalam

rangka menyesuaikan dengan aturan-aturan moral tersebut, dan

menggunakan unsur-unsur non-empiris atau bahkan menggunakan

unsur-unsur yang sama sekali bersifat supernatural. Sebagai salah satu

contoh misalnya adanya kepercayaan-kepercayan agama terhadap

Page 6: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

kehidupan akhirat kelak yakni sebagai penggunaan unsur-unsur

penyeimbangan yang non-empiris.

Peranan agama yang lain ialah membantu menciptakan sistem-

sistem nilai sosial yang terpadu dan utuh yaitu agama telah membantu

mendorong terciptanya persetujuan mengenai sifat dan isi kewajiban-

kewajiban sosial dengan memberikan nilai-nilai yang berfungsi

menyalurkan sikap-sikap para anggota masyarakat dan menetapkan isi

kewajiban-kewajiban sosial mereka.

Agama juga memainkan peranan vital serta merupakan alasan

kuat untuk mempercayai agama karena agama memberikan kekuatan

memaksa yang mendukung dan memperkuat adat-istiadat dalam

hubungan sikap rasa hormat dan sikap mengagungkan ini patut

diketahui terutama yang berkaitan dengan adat-istiadat (moral) yang

berlaku, berhubungan erat dengan perasaan-perasaan kagum yang

ditimbulkan oleh sesuatu yang sakral itu sendiri. Selain itu penilaian

terhadap peranan agama dalam masyarakat adalah peranan yang

dimainkan oleh agama dalam mengembangkan atau menghambat

kelangsungan dan pemeliharaan kelompok-kelompok manusia. Nilai-

nilai dalam keagamaan memainkan peranan dalam masyarakat hanya

selama nilai-nilai tersebut dikenal, dianggap cocok dan diyakini oleh

setiap anggota masyarakat.

Pengaruh ajaran-ajaran agama itu sangat kuat terhadap sistem-

sistem nilai yang ada dalam kebudayaan masyarakat yang

bersangkutan, maka sistem-sistem nilai dari kebudayaan tersebut

terwujud sebagai simbol-simbol suci yang maknanya bersumber pada

ajaran-ajaran agama yang menjadi kerangka acuannya. Agama sebagai

sistem keyakinan dapat menjadi bagian dan inti dari sistem-sistem nilai

yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan, dan

menjadi pendorong atau penggerak serta pengontrol bagi tindakan-

tindakan para anggota masyarakat tersebut untuk tetap berjalan sesuai

dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran-ajaran agamanya.

Page 7: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

Agama juga merupakan seperangkat hukum atau aturan tingkah

laku maupun sikap yang selalu mengacu kembali pada kehendak Tuhan.

Semua hukum maupun peraturan tersebut pada umumnya diciptakan

Tuhan dan sebagian lain oleh manusia tertentu yang mendapatkan

kepercayaan-Nya. Peraturan yang terdapat di dalam agama dapat

berupa petunjuk-petunjuk, keharusan atau perintah, maupun larangan-

larangan, yang kesemuanya itu agar terciptanya keselarasan, ketertiban,

dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan manusia yang lain,

manusia dengan lingkungan alam, dan manusia dengan Tuhan dapat

tercapai.

Antara agama dengan masyarakat keberadaannya saling

berkaitan, pada masyarakat primitif agama walau dalam bentuk yang

masih sangat sederhana begitu berperan dan karenanya dibutuhkan

kehadirannya terutama dalam mengatur kehidupan bersama. Bagi

masyarakat tradisional yang segala sesuatu relatif bersifat homogen,

agama selain sangat menonjol pada masyarakat yang belum maju

tersebut, juga di pandang sebagai pemerkuat solidaritas sosial antara

anggota masyarakat. Oleh hampir semua kalangan mengakui agama

selalu penting berperan dalam masyarakat, terutama sebagai perpaduan

dan penyatuan masyarakat.

Pendapat Emile Durkheim bahwa agama dapat mengantarkan

para individu anggota masyarakat menjadi makhluk sosial. Agama

melestarikan masyarakat, memeliharanya di hadapan manusia dalam

arti memberi nilai bagi manusia, menanamkan sifat dasar manusia. Hal

tersebut memperkuat sikap memiliki dan menghormati di mana norma

yang demikian dianut. Jadi, melalui sanksi agama itu memberikan nilai

dan norma secara fundamental yang strategis bagi pengendalian sosial

dalam suatu tendensi penyimpangan dan pengungkapan berbagai hal

yakni berupa dorongan-dorongan yang berbahaya terhadap stabilitas

masyarakat. Agama berupaya mencari jalan keselamatan dari berbagai

kompleks persoalan-persoalan hidup. Agama dengan terkandungnya

Page 8: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

semangat dapat menjadi faktor yang berperan untuk mengangkat

manusia dari perjalanan manusia yang kelam. Agama menawarkan

suatu pandangan dunia dan jawaban atas berbagai persoalan yang

membingungkan manusia, agama mendorong manusia untuk tidak

selalu memikirkan kepentingan dirinya sendiri melainkan juga

memikirkan kepentingan bersama.

Agama merupakan sumber utama proses sosialisasi. karena itu,

agama berperan memberikan sumbangan psikologis, agama selain

membantu orang dari kebingungan dunia dan menawarkan jawaban

tentang berbagai permasalahan, juga memberikan kekuatan moral.

Masyarakat sebagai sistem sosial, menerjemahkan kepercayaan dan

pengertian tentang realitas tertinggi yakni berupa kepercayaan religius

ke dalam nilai-nilai kultural, sedangkan nilai-nilai kultural tersebut pada

waktunya berperan sebagai tiang penyangga tata kehidupan

bermasyarakat dan sebagai pedoman yang mengarahkan tingkah laku

anggota masyarakat di alam kehidupan fisik yang nyata.

Agama membentuk sejumlah dukungan yang signifikan pada

proses integrasi masyarakat. Pertama, sistem kepercayaan menghasilkan

dukungan terhadap nilai kemasyarakatan. Kedua, sistem ganjaran

maupun hukuman dari kekuatan supernatural membantu memberikan

jaminan nyata kepada penterjemah nilai kemasyarakatan dalam perilaku

sehari-hari. Ketiga, pelaksanaan ritual secara periodik menjadi

pelengkap untuk memperkuat identifikasi dan komitmen masyarakat

atas nilai yang dimilikinya.

B. Agama dan Stratifikasi Sosial

Agama sebagaimana dikatakan oleh ahli sosiolog merupakan

suatu pandangan hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan

individu ataupun kelompok. Keduanya mempunyai hubungan saling

mempengaruhi dan saling bergantung dengan semua faktor yang ikut

membentuk struktur sosial di masyarakat mana pun. Sedangkan diposisi

Page 9: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

lain manusia yang hidup secara berkelompok akan banyak sekali

permasalahan-permasalahan ataupun gejala-gejala sosial yang timbul

dalam keseharianya. Salah satunya ialah munculnya sesuatu yang

dihargainya, selama manusia masih mempunyai sesuatu yang

dihargainya dan sesutu yang dihargainya tersebut mutlak dimiliki oleh

masyarakt, maka sistem pelapisan masyarakat akan muncul. Inilah salah

satu sebab munculnya suatu stratifikasi sosial di masyarakat

Kata stratisfication berasal dari stratum (jamaknya: strata yang

berarti lapisan). Mengenai istilah ini, Soekanto mengutip Pitirim A.

Sorokin dalam menjelaskan definisinya. Di mana disebutkan bahwa

yang dimaksud dengan social stratisfication adalah pembedaan

penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat

(secara hirarki).

Mayoritas masyarakt Indonesia memiliki stratifikasi atau

tingkatan dalam keagamaan. Dalam sebuah agama saja antara umat satu

dengan umat lainnya diuangap memiliki tingkatan atau kedudukan

sosial yang berbeda dengan umat yang lainnya, padahal mereka

menganut agama yang sama.

Pengertian Agama dalam Perspektif Sosiologi

Dalam kajian sosiologi agama diartikan sebagai gejala sosial

yang umum dan dimiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia

ini, tanpa terkecuali. Ia merupakan salah satu aspek dalam kehidupan

sosial dan bagian dari sistem sosial suatu masyarakat. Agama juga

bisa dilihat sebagai unsur dari kebudayaan suatu masyarakat

disamping unsur-unsur lainnya. Meskipun agama berkaitan dengan

berbagai kewajiban, ketundukan, dan kepatuhan, tetapi tidak setiap

ketaatan itu bisa disebut agama. Tergantung pada siapa ketaatan itu

diperuntukkan dan atas dasar motivasi apa ketaatan itu dilaksanakan.

Ketaatan dan kepatuhan pihak yang kalah perang kepada pihak yang

menang perang. Ketaatan rakyat terhadap pemimpinnya tidak bisa

Page 10: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

disebut agama dalam kacamata keilmuan. Berdasarkan hasil studi

para ahli sosiologi, dapat diketahui bahwa agama merupakan suatu

pandangan hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan individu

ataupun kelompok. Keduanya mempunyai hubungan saling

mempengaruhi dan saling bergantung dengan semua faktor yang ikut

membentuk struktur sosial di masyarakat mana pun.

Ada beberapa unsur agama, yaitu sebagai berikut :

a. Mitos

Mitos adalah bentuk pengungkapan intelektual premordial

dari kepercayaan, sikap keagamaan atau merupakan filsafat

primitif, pengungkapan pemikiran yang sederhana, serangkaian

usaha untuk memahami dunia untuk menjelasakan kehidupan

dan kematian, takdir dan hakekat, tuhan dan pemujaan. Mitos

juga merupakan pernyataan manusia yang kompleks dan

dramatis, yang melibatkan pikiran, perasaan, sikap dan

sentimen.

b. Sakral

Semua agama erat hubungannya dengan sesuatu yang

dianggap sakral, yaitu yang mempunyai nilai dan makna

istimewa dan menimbulkan rasa hormat. Kesakralan yang

dimiliki oleh sesuatu, timul dari keyakinan bahwa sesuatu itu

mengandung kekuatan ghaib. Tetapi pecaya kepada kekuatan

sakral, belum tentu berarti percaya kepada tuhan atau spirit

tertentu.

c. Ritual

Semua orang mengenal ucapan ritual. Ritual agama tidak

hanya membuktikan adanya yang sakral, namun sebaliknya

kesakralan dipelihara oleh pelaksanaan ritualisasi. Salah satu

ritual menggugah perasaan tertentu. Perasaan keagamaan

tergantung kepada hakekat seremoni dan berhubungan sesuatu

Page 11: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

yang dianggap paling suci oleh masyarakat. Ritual merupakan

pengulangan perasaan dan sikap, yang berguna untuk

memantapkan solidaritas kelompok.

Menurut Leight, Keller dan Calhoun, agama terdiri dari

beberapa unsur pokok:

a. Kepercayaan agama, yakni suatu prinsip yang dianggap benar

tanpa ada keraguan lagi.

b. Simbol agama, yakni identitas agama yang dianut umatnya.

c. Praktik keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia

dengan Tuhan-Nya, dan hubungan horizontal atau hubungan

antarumat beragama sesuai dengan ajaran agama.

d. Pengalaman keagamaan, yakni berbagai bentuk pengalaman

keagamaan yang dialami oleh penganut-penganut secara

pribadi.

e. Umat beragama, yakni penganut masing-masing agama.

Pengertian Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial merupakan pembedaan masyarakat ke

dalam kelas yang tersusun secara bertingkat. Stratifikasi sosial juga

sering disebut sebagai pelapisan sosial. Pelapisan sosial terjadi

karena ada sesuatu yang dihargai lebih atas penilaian kelompok,

seperti kekayaan, kekuasaan, keturunan (kehormatan) dan ilmu

pengetahuan (pendidikan). Stratifikasi sosial juga dapat dianggap

sebagai pembedaan sosial yang bersifat vertikal karena adanya

pelapisan ke dalam kelas-kelas tertentu yang dianggap lebih tinggi.

Pada prinsipnya kelas adalah penggolongan manusia yang tidak

terang batas-batasnya dan hanya memperlihatkan sifat golongan.

Sebenarnya apabila diperiksa sungguh-sungguh, maka ternyata

banyak sekali kelas dan gaya hidup yang terdapat dalam masyarakat.

Selo Soemardjan (1964), seorang sosiolog yang menyatakan

bahwa hal yang mewujudkan unsur-unsur dalam teorisosiologi

Page 12: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

tentang sistem berlapis lapis dalam masyarakat, adalah kedudukan

(status) dan peranan (role) ; kedudukan dan peranan ini kecuali

merupakan unsur-unsur baku dalam sistem berlapis-lapis, juga

mempunyai arti yang penting bagi sistem sosial masyarakat; Ralph

Linton (1967) mengartikan sistem sosial itu sebagai pola-pola yang

mengatur hubungan timbal balik antar individu dalam masyarakat

dan antar individu dengan masyarakatnya, dan tingkah laku

individu-individu tersebut. Dalam hubungan-hubungan timbal balik

tersebut, kedudukan dan peranan individu mempunyai arti yang

penting, karena keberlangsungan hidup masyarakat tergantung

daripada keseimbangan kepentingan kepentingan individu

termaksud.

Dalam teori sosiologi, unsur-unsur sistem stratifikasi sosial

dalam masyarakat adalah:

1) Kedudukan (status)

Kedudukan (status) sering kali dibedakan dengan

kedudukan sosial (social status). Kedudukan adalah sebagai

tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial.

Status seseorang biasanya mempunyai dua aspek yaitu :

a) Aspek struktural, ialah status yang ditunjukkan oleh adanya

atau susunan lapisan sosial dari atas kebawah. Aspek ini

sifatnya lebih stabil dibandingkan dengan fungsional.

b) Aspek fungsional, disebut juga peranan sosial yang terdiri

dari kewajiban atau keharusan yang harus dilakukan

seseorang karena kedudukannya didalam status tertentu.

Dalam masyarakat, sekurangnya ada tiga macam

kedudukan, yaitu :

a. Ascribed status, yaitu kedudukan seseorang yang akan

didapat dengan sendirinya. Misalnya golongan berdasar

jenis kelamin, tingkat umur dan sebagainya. Atau dengan

Page 13: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

kata lain : seseorang dapat mencapai status secara ascrib,

karena ia dilahirkan dalam golongan tertentu, misalnya

seorang anak raja.

b. Achievel status, yaitu kedudukan seseorang yang didapat

dengan cara berusaha atau berjuang, mislanya sebagai

pemimpin parpol, guru, dosen dan lain sebagainya. Boleh

juga misalnya seorang buruh berjuang menjadi majikan,

guru SD berjuang menjadi profesor dan sebagainya

c. Assigned Status, yaitu kedudukan yang diberikan karena

alasan-alasan tertentu; dalam arti bahwa suatu kelompok,

golongan, atau masyarakat memberikan kedudukan yang

lebih tinggi kepada seseorang yang dianggap berjasa, yang

telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan

dan kepentingan masyarakat. Akan tetapi kadang-kadang

kedudukan tersebut diberikan, karena seseorang telah lama

menduduki suatu jabatan tertentu, seperti di pedesaan ada

istilah ‘lurah hormat’ adalah satu gelar yang diberikan

kepada seorang mantan pemuka desa yang dianggap sangat

berjasa atas kemajuan desanya. Kedudukan yang diberikan

ini diwujudkan dalam bentuk penghormatan gelar tertentu

seperti ‘datuk’ pada masyarakat Sumatera Barat, ‘sir’ pada

masyarakat Inggris, atau ‘andi’ pada masyarakat Makasar;

Individu-individu yang mendapatkan kedudukan ini tidak

dibebankan atas kewajiban-kewajiban menurut

kedudukannya, namun mereka sedikitnya mendapakan

fasilitas-fasilitas khusus yang tidak diberikan pada orang

kebanyakan, di samping itu kedudukan ini tidak terbatas

diberikan kepada anggota-anggota masyarakat yang

bersangkutan, tetapi bisa juga kepada orang luar masyarakat

tersebut.

2) Peranan (role)

Page 14: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

Peranan (role) merupakan aspek dinamis dari kedudukan,

dimana apabila seseorang melaksanakan hak-hak serta

kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka

orang itu telah menjalankan suatu peran. Peranan dan kedudukan

itu saling melengkapi, kedua-duanya tidak dapat dipisahkan, oleh

karena yang satu tergantung pada yang lain dan demikian

sebaliknya. Yang membedakan dari keduanya adalah

menyangkut proses, harus ada kedudukan terlebih dahulu baru

kemudian ada peranan, keadaan ini tidak bisa terbalik.

Status seseorang individu dalam masyarakat dapat dilihat

dari dua aspek, yakni:

a. Aspek statis, yaitu kedudukan dan derajat seseorang

didalam suatu kelompok yang dapat dibedakan dengan

derajat atau kedudukan individu lainya. Seperti petani

dapat dibedakan dengan nelayan, PNS dengan pedagang

dan lain sebagainya.

b. Aspek Dinamis, yaitu berhubungan erat dengan peranan

sosial tertentu yang berhubungan dengan pengertian

jabatan, fungsi dan tingkah laku yang formal serta jasa

yang diharapkan dari fungsi dan jabatan tersebut. Contoh :

direktur perusahaan, pimpinan sekolah, dan lain

sebagainya.

Adapun beberapa sifat stratifikasi sosial, yaitu antara lain :

Stratifikasi terbuka

Anggota kelompok yang satu ada kemungkinan besar

untuk berpindah ke kelompok yang lain, artinya dapat

menurun ke kelompok yang lebih rendah atau

sebaliknya. Contoh, kedudukan presiden dan menteri.

Anak-anak presiden dan menteri belum tentu dapat

Page 15: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

mencapai kedudukan sebagai presiden atau menteri.

Tetapi sebaliknya warga masyarakat pada umumnya

ada kemungkinan dapat memiliki kedudukan seperti

tersebut diatas.

Stratifikasi tertutup

Kemungkinan pindah seseorang anggota kelompok

dari golongan yang satu ke golongan yang lain

kemungkinya sanagat kecil sekali, sebab biasanya

sistem ini didasarkan atas keturunan. Jadi misalnya

anak habaib jadi penerusnya. Dengan sendirinya akan

tetap menjadi golongan habaib dan sebaliknya

golongan masyarakat biasa.

Ditinjau dari segi psikologis kedua kelompok ini

mempunyai kebaikan dan keburukan masing-masing.

Stratifikasi terbuka itu lebih dinamis (progresif) dan anggota-

anggota mempunyai cita-cita hidup yang lebih tinggi. Sedang

stratifikasi tertutup bersifat statis, lebih-lebih golongan bawah

dan kurang menunjukkan cita-cita yang tinggi. Adapun

kelemahan stratifikasi terbuka ialah bahwa anggota-

anggotanya mengalami kehiduapan yang selalu tegang dan

khawatir. Sehingga akibatnya lebih banyak menaglami

ketegangan dan konflik-konflik jiwa lebih besar daripada

kelompok tertutup.

Maka dari itu orangtua pasti selalu berusaha supaya

penghidupan dan kehidupan anak-anaknya masuk dalam

tingkat golongannya, jika perlu bahkan diatasnya. Sebab jika

tidak demikian penghidupan dan kehidupan mereka pasti akan

turun dan akhirnya turun pulalah status dan peranan mereka.

Page 16: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

Penentuan Strata

Dari apa yang sudah diuraikan diatas, akhirnya kita dapat

menentukan dan menyebutkan ukuran atau kriteria yang biasanya

dipakai untuk menggolongkan anggota masyarakat kedalam lapisan-

lapisan sosial ialah sebagai berikut:

1. Ukuran kekayaan : ukuran kekayaan (kebendaan) dapat

dijadikan sebagai ukuran : barangsiapa yang mempunyai

kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan sosial teratas.

Kenyataan tersebut misalnya berupa mobil pribadinya, cara-cara

mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya,

kebiasaan untuk belanja barang mahal dan sebagainya.

2. Ukuran kekuasaan : barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau

mempunyai wewenang terbesar, menepati lapisan sosial teratas.

3. Ukuran kehormatan : ukuran kehormatan mungkin terlepas dari

ukuran-ukuran diatas tersebut, orang yang paling disegani dan

dihormati, mendapat atau menduduki lapisan sosial teratas.

Ukuran semacam ini banyak dijumpai dalam masyarakat

tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua ataumereka

yang pernah berjasa besar kepada masyarakat.

4. Ukuran ilmu pengetahuan : ilmu pengetahuan dipakai ukuran

oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Ukuran ini

kadang-kadang menjadi negatif; karena ternyata bahwa bukan

ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, akan tetapi gelar

sarjananya. Sudah tentu hal ini mengakibatkan segala macam

usaha untuk mendapatkan gelar tersebut walaupun secara tidak

halal.

Hubungan antara Agama dan Stratifikasi Sosial

Agama dan pelapisan sosial adalah dua hal yang berbeda.

Namun agama dan masyarakat adalah dua unsur yang saling

Page 17: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

mempengaruhi satu sama lain. Agama di definisikan sebagai sistem

kepercayaan yang di dalamnya meliputi aspek-aspek hukum, moral,

budaya dan sebagainya. Sedangkan lapisan sosial dipahami sebagai

strata orang-orang yang berkedudukan sama dalam rangkaian status

sosial. Memang tidak mudah untuk dapat menentukan jumlah kelas

sosial yang ada di masyarakat. Namun beberapa ahli menyimpulkan

bahwa ada enam pembagian kelas sosial di masyarakat, yaitu: upper-

upper class, lower-upper class, upper-middle class, lower-middle

class, upper-lower class, dan lower-lower class. Klasifikasi di atas

tentu tidak berlaku secara umum di semua masyarakat. Sebab setiap

kota ataupun desa masing-masing memiliki karakteristik yang

berbeda.

Manusia sering tidak sengaja dan tanpa sadar

mengklasifikasikan orang lain ke dalam suatu kelas sosial, dan yang

paling sering dijadikan patokan adalah status ia sendiri sebagai

anggota masyarakat. Misalnya menialai seseorang sederajat, lebih

tinggi atau lebih rendah darinya. Selain itu sejumlah orang

menganggap orang-orang tertentu memiliki karakteristik perilaku

tertentu yang pada gilirannya menciptakan kelas sosial.

Di Amerika sekalipun yang sering dijadikan contoh Negara

paling demokratis, hubungan antara agama dan kelas sosial tetap

signifikan.Maksudnya karena tidak ada gereja Negara sebagai

pemersatu agama mudah merembes ke dalam kelas-kelas sosial,

sebagaimana dikemukakan Demmerath bahwa kegerejaan

mencerminkan pengaruh sosial.Lebih lanjut dia memberi contoh

bahwa agama di Amerika, khususnya Protetanisme secara umum

dilihat sebagai kegiatan masyarakat kelas atas atau menengah.

Terdapat tiga indikator yang mendukung pernyataan diatas, yaitu

keanggotaan gereja, kehadiran dalam acara peribadatan gereja, dan

keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan resmi gereja.Dalam setiap

Page 18: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

unsur tadi, orang-orang yang berstatus tinggi tampaknya lebih dalam

keterlibatannya daripada yang berstatus rendah.

Hubungan lain dari agama dan stratifikasi sosial adalah

konversi, atau beralih agama., dari agama tertentu kepada agama

lain. Ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang pindah agama,

antara lain faktor ekonomi dan lingkungan sosial. Ernest Troeltsch

mengungkapkan bahwa sebagian besar yang beralih ke agama

Kristen berasal dari kelas menengah bawah yang hidup di kota-kota

besar, yang menikmati peningkatan ekonomi yang terjadi secara

lamban pada waktu itu.

C. Kaum Awam dan Pemimpin Agama

Pengikut agama terbagi pada dua strata utama yaitu pengikut atau

jamaah dan pemimpin agama, kelas akar rumput dan lapisan elit, kaum

awam dan ulama, pengikut dan pemuka agama. Beda antara keduanya

sebenarnya didasarkan pada kedalaman pengetahuan mereka dalam

bidang agama dan umatnya. Stratifikasi diperjelas dengan berbagai

tanda, seperti dalam pakaian, fasilitas, tugas dan kewajiban.

Kekharismaan pimpinan makin kurang pada organisasi modernis.

Misalnya, dalam organisasi partai sekuler, dikotomi dan penampilan

pimpinan agama lebih eksklusif.

Tanpa sadar bahwa gejala kerahiban merupakan fenomena

sosiologis. Di sisi lain dia juga merupakan kecenderungan atau

kebutuhan masyarakat. Masyarakat awam butuh kepada panutan yang

kharismatik. Panutan ini bisa disebut juga sebagai pemimpin agama

atau pemuka agama. Masyarakat awam atau kaum awam sendiri

merupakan golongan masyarakat umum, tidak memiliki keistimewaan

atau biasa disebut juga orang biasa.

Sedangkan pemimpin agama adalah orang-orang yang memimpin

sekelompok umat beragama dalam menjalankan kegiatan beribadah

atau kegiatan keagamaan yang lain. pemimpin agama memiliki peranan

Page 19: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

dalam pembangunan .Tujuannya adalah untuk memberantas kemiskinan

dan menjembatani kesenjangan dan sasaran awalnya adalah untuk

membantu penduduk yang mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan

krisis ekonomi yang mereka alami. Peranan pemimpin agama dalam

pembangunan ini adalah aspek pembangunan ruhaniyah dan kita tahu

sendiri bahwa unsur ini tidak mungkin terisi tanpa keterlibatan para

pemimpin agama dengan demikian peranan pemimpin agama dalam

pembangunan tidak bersifat pelengkap penderita akan tetapi menjadi

komponen inti. Dalam pelaksanaannya peranan pemimpin dalam

pembangunan dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu :

1. P emimpin agama sebagai motivator

Peranan pemimpin agama sebagai motivator sudah dapat

diakui oleh masyarakat yang beragama, kreativitas dan karisma

yang dimiliki dapat mendorong suksesnya kegiatan-kegiatan

pembangunan seperti dalam pembangunan ruhaniyah yang sangat

kompleks dihadapi oleh umat manusia. Begitu kompleksnya

permasalahan yang dihadapi oleh manusia, tanpa bantuan dari

pemimpin agama mungkin semuanya tidak dapat terselesaikan

dengan baik walaupun juga masih banyak yang lainnya, contohnya

mencegah kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi

manusia. Dorongan-dorongan yang diberikan oleh pimpinan agama

secara tidak langsung telah merubah pandangan hidup masyarakat

yang menjadi lebih positif. Para pemimpin agama seyogyanya

memberikan wawasan kepada masyarakat bahwa takdir hanyalah

batas akhir upaya manusia dalam meraih prestasi. Dengan

demikian para pemimpin agama harus mampu membuktikan

kemampuan untuk berbicara secara rasional dan tetap

membangkitkan gairah serta aksi masyarakat dalam meraih yang

telah dicita -citakan serta dapat membuat masyarakat untuk selalu

berfikir positif.

2. Pemimpin agama sebagai pembimbing moral

Page 20: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

Kaitannya dalam pembanguan adalah perannya yang

berkaitan dengan upaya menanamkan prinsip- prinsip etik dan

moral masyarakat. Pemimpin agama memiliki peran dalam

meletakkan moral, etis, spiritual dan peningkatan pengalaman

agama, baik pada kehidupan pribadi ataupun sosial. Hal tersebut

dimaksudkan agar kegiatan pembangunan memperoleh

kesejatiannya dengan cara berpijak pada landasan etis dan moral.

Peranan pemimipin agama dengan bekal ilmu agama yang

dimilikinya memberikan tuntunan dan patokan sebagai rambu-

rambu dalam mengaktualisasikan kegiatan pembangunan.

Tuntunan dan patokan yang tertuang dalam kitab suci, teladan para

nabi dan hukum-hukum agama yang merupakan elaborasi dari

sabda Tuhan menurut hasil para pemuka pemimpin dan pemikir

agama dimasa lalu yang mereka jadikan untuk membimbing dan

memberi arah pembangunan yang menyeluruh dan lebih positif.

Peranan pemimpin agama yang memiliki sikap jujur dan tdak

menghiraukan kedudukan sangat dikagumi oleh masyarakat yang

menganutnya. Ajaran tentang pentingnya efesiensi dalam menjalani

kehidupan, hidup secara sederhana, tidak berlebih-lebihan,

senantiasa bersikap tawakkal dan selalu mengabdi pada Tuhan

adalah sebagian kecil contoh dari sifat-sifat yang diodpsi

masyarakat dari para pemimpin agamanya. Selain itu para

pemimpin agama juga menerapkan agar tidak congkak terhadap

sesamanya memperlakukan orang-orang tidak dengan cara

diskriminatif.

3. Pemimpin agama sebagai mediator.

Pemimipin agama biasanya memposisikan dirinya sebagai

mediator diantara beberpa pihak di masyarakat. Seperti diantara

masyarakat miskin dan masyarakat yang elite. Penguasa dapat

mensosialisasikan program-programnya kepada masyarakat luas

melalui bantuan dari para pemimpin agama sehingga diantara

Page 21: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

keduanya terjadi saling pengertian, contohnya adalah program KB

di Indonesia yang tidak dapat dipisahkan dari peranan pemimpin

agam yang sebagai mediator di masyarakat.

Pemimpin agama dalam berbagai keyakinan agama

1. Agama Budha

Rahib

Biarawan dan biarawati

Sangha

2. Agama Hindu

Brahmana

Pedanda (dalam agama hindu dharma)

Pemangku (dalam agama hindu dharma)

Sengguhu (dalam agama hindu dharma)

3. Agama Islam

Imam

Ulama

Mufti

4. Agama Kristen, Katholik, Protestan dan Ortodoks

Pastor

Biarawandan biarawati

Paus

Kardinal

Uskup

Imam

Patriarkh

Primat

Diakon

Penatua

5. Agama Kong Hu Chu

Jiao Sheng (penebar agama)

Wen Shi (guru agama)

Xue Shu (pendeta)

Zhang Lao (tokoh sesepuh)

Page 22: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

D. JAMAAH DAN TAREKAT

Menurut bahasa, kata jamaah berasal dari al-ijtima’ yang

bermaksud berkumpul atau bersatu. Namun jika lafaz jemaah

dirangkaikan dengan as-sunnah, menjadi ahli sunnah wal jamaah, maka

yang dimaksudkan ialah pendahulu umat ini iaitu mereka yang terdiri

dari para sahabat, tabi’in dan tabiut tabi’in yang bersatu mengikuti

kebenaran yang jelas daripada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya S.A.W

(Harras, Syarah al-Wasithiyyah, hlm.16).

Perlu diketahui bahwa istilah ‘jamaah’ dalam syariat memiliki

dua pengertian: Pertama, jamaah badan atau fisik. Yang dimaksud

dengan jamaah badan adalah hidup di bawah kepemimpinan seorang

penguasa yang muslim. Kedua, jamaah agama atau non fisik. Inilah

pengertian jamaah yang dimaksudkan oleh Ibnu Mas’ud dalam

perkataannya (yaitu: jamaah adalah bersesuaian dengan kebenaran

meski engkau sendirian) dan inilah pengertian jamaah dalam hadits

perpecahan umat. Yang dimaksud dengan al Jamaah di sini adalah

jamaah adyan atau jamaah karena memegang kebenaran yang sama.

Tarekat secara harfiah berarti jakan atau cara untuk mencapai

tingkat-tingkatan (maqamat) dalam rangka mendekatkan diri kepada

Tuhan. Melalui cara ini, seorang sufi dapat mencapai tujuan peleburan

diri dengan yang nyata (fana fil al-haq). Mengikuti suatu tarekat berarti

melakukan olah batin, latihan-latihan (riyadhah) dan perjuangan yang

sungguh-sungguh (mujahaddah) di bidang kerohanian. Mengikuti

suatu tarekat juga berarti membersihkan diri dari sifat mengagumi diri

sendiri (‘ujub), sombong (takabur), ingin dipuji orang (riya’), cinta

dunia, dan sifat-sifat negatif lainnya. Selain itu, pengikut tarekat juga

harus mengusahakan sikap ikhlas,rendah hati (tawadhu’) ,berserah diri

(tawakal), dan rela (ridha), dan sikap-sikap positif lainnya.

Tarekat banyak muncul pada abad ke-6 dan ke-7 Hujriah, ketika

tasawuf menempati posisi pendting dalam kehidupan umat islam.

Page 23: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

Dalam perkembangan selanjutnya,tarekat menjadi semacam organisasi

yang kegiatannya tidak hanya seputar wirid dan zikir, tetapi juga dalam

masalah-masalah yang bersifat duniawi.

E. Mazhab, Aliran, dan Sekte

Agama-agama besar dunia tidak luput dari perbedaan pendapat

yang menimbulkan perbedaan aliran, mazhab dan sekte. Aliran

disebabkan oleh perbedaan pendapat yang agak pokok dan prinsipil

antara penganut agama yang bersangkutan, seperti islam terbagi pada

yang beraliran Sunni dan Syi’ah.

Menurut teori Durkheim mengatakan bahwa agama berperan

untuk mewujudkan dan meningkatkan solidaritas sosial. Agama

rupanya juga melahirkan perpecahan dalam bentuk aliran, mazhab dan

sekte. Perbedaan ini karena Durkheim mendasarkan pendapatnya pada

agama masyarakat primitive yang bersifat tertutup dan dalam

lingkungan kecil. Selain berbedanya orientasi pemikiran para pemuka

agama, kitab suci yang dijadikan rujukan dalam berpendapat juga

memberi peluang bagi perbedaan pendapat karena ada ayat-ayat yang

tidak jelas maksudnya, punya makna ganda atau diungkapkan dalam

bentuk kiasan. Kalau perbedaan pendapat tidak lagi dapat dihindarkan

dan bahkan diperlukan, yang harus dijaga adalah toleransi dalam

perbedaan pendapat dan tetap meningkatkan persaudaraan supaya

ajaran agama untuk menanamkan persatuan dan persaudaraan antar

penganut satu agama dan bahkan dengan penganut agama lain dapat

terwujud.

Page 24: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

PENUTUP

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupan manusia tidak bisa

lepas dari keyakinan yang dianutnya. Keyakinan dan kepercayaan yang

mereka anut biasa disebut dengan agama. Dalam kehidupan di masyarakat,

agama tidak bisa lepas di dalamnya. Agama bisa menjadi pembenteng

dalam setiap manusia melakukan perbuatan. Dalam sosiologi juga

mengenak sosiologi agama. Dimana ilmu ini mengkaji dan mempelajari

masyarakat dan agama. Awal mula munculnya sosiologi agama, karena

agama merupakan salah satu penyebab adanya pengelompokan-

pengelompokan manusia yang dapat berakibat pada perpecahan.

Sosiologi agama disini sebagai jawaban atas permasalahan yang ada

dalam pengelompokan tersebut. Dengan adanya ilmu sosiologi ingi

diharapkan dapat menyatukan umat manusia walaupun ada banyak

perbedaaan di dalamnya. Hal ini terkhusus pada perbedaan keyakinan dan

agama.

Pengelompokan social dalam agama antara lain adalah dengan

adanya stratifikasi sosial, adanya penggolongan antara kaum awam dan

pemimpin agama, antara jemaah dan tarekat, serta mazhab, aliran, dan sekte.

Penggolongan tersebut berdasar pada kemampuannya masing-masing.

Walaupun ada penggolongan-penggolongan tersebut, namun

sekarang umat manusia sudah dapat hidup dengan tenang tanpa adanya

perpecahan. Hal tersebut disebabkan karena adanya ilmu sosiologi yang

mempelajari tentang agama. Salah satunya adalah mengenai agama dan

masyarakat.

Page 25: SOSIOLOGI AGAMA AGAMA DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL

DAFTAR PUSTAKA

Djamari H. 1993. Agama: Dalam Perspektif Sosiologi. Bandung: CV

Alfabeta.

Ishomuddin. 2000. Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta: PT Ghalia

Indonesia-UMM Press

Kahmad, Dadang. 2000. Sosiologi Agam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Mubaraq, Zulfi. 2010. Sosiologi Agama. Malang: UIN-Maliki Press.

Nottingham Elizabeth. 1990. Agama dan Masyarakat: Sustu Pengantar

Sosiologi Agama. Terjemahan. Jakarta: Rajawal

O’Dea, Thomas F. 1996. Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Al Mukhtashar al Syafi karya Abdul Aziz ar Rais hal 10

Artikel www.ustadzaris.com