agama dan resolusi konflik (perspektif sosiologi) zainul

24
Al-Tatwir, Vol. 5 No. 1 Oktober 2018 ~ 39 ~ AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Oleh : Zainul Fanani Dosen Fakultas Dakwah IAIN Jember ABSTRAK Agama sejatinya hadir sebagai solusi paripurna dalam semua persoalan kemanusiaan. Entitas agama seharusnya diartikulasikan adalah sebagai poros yang paling dekat untuk menyelesaikan semua topik problem sosial yang terjadi dalam masyarakat. Dekade ini kecenderung artikulasi fungsi dan peran agama tersebut sebagai resolusi problem keseharian, mulai dipertanyakan. Agama yang seharusnya menjadi institusi dan pion dalam menyelesaikan isue-isue seputar konflik sosial, malah dituduh sebagai “biang”, dan paling tidak dianggap memiliki tanggungjawab sebagai pemicu beberapa tindak kekerasan dalam berbagai bentuk. Disinilah peran para pemeluk agama sekaligus pelaku yang paling bertanggungjawab atas penyebab konflik atau malah sebaliknya menjadi juru damai relawan atau mediator dan pion dalam membangun harmoni sosial dan interaksi kemanusiaan. Kata Kunci: konflik sosial, Agama, resolusi, MediatorKonflik PENDAHULUAN Atas nama agama berbagai bingkai dan kemasan argumentasi apologetik dijadikan alibi para pelaku tindak kekerasan untuk menjadikannya sebagai sesuatu hal yang dibenarkan. Fenomena ini menimbulkan tanda tanya besar sekaligus memunculkan kecemasan paradigmatik tentang cara pandang kita terhadap Agama. Padahal agama satu sisi adalah nilai yang sudah given kebenarannya mutlak dan tidak bisa diganggu gugat. Seperti Menurut Durkheim, (1961) “ Setiap agama adalah benar menurut gayanya masing-masing ; jawaban apapun yang dia berikan juga tidak ada yang salah, meskipun disampaikan dengan cara yang berbeda-beda untuk

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Al-Tatwir, Vol. 5 No. 1 Oktober 2018

~ 39 ~

AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK

(Perspektif Sosiologi)

Oleh :

Zainul Fanani

Dosen Fakultas Dakwah IAIN Jember

ABSTRAK

Agama sejatinya hadir sebagai solusi paripurna dalam semua persoalan kemanusiaan. Entitas agama seharusnya diartikulasikan adalah sebagai poros yang paling dekat untuk menyelesaikan semua topik problem sosial yang terjadi dalam masyarakat. Dekade ini kecenderung artikulasi fungsi dan peran agama tersebut sebagai resolusi problem keseharian, mulai dipertanyakan. Agama yang seharusnya menjadi institusi dan pion dalam menyelesaikan isue-isue seputar konflik sosial, malah dituduh sebagai “biang”, dan paling tidak dianggap memiliki tanggungjawab sebagai pemicu beberapa tindak kekerasan dalam berbagai bentuk. Disinilah peran para pemeluk agama sekaligus pelaku yang paling bertanggungjawab atas penyebab konflik atau malah sebaliknya menjadi juru damai relawan atau mediator dan pion dalam membangun harmoni sosial dan interaksi kemanusiaan.

Kata Kunci: konflik sosial, Agama, resolusi, MediatorKonflik

PENDAHULUAN

Atas nama agama berbagai bingkai dan kemasan argumentasi

apologetik dijadikan alibi para pelaku tindak kekerasan untuk

menjadikannya sebagai sesuatu hal yang dibenarkan. Fenomena ini

menimbulkan tanda tanya besar sekaligus memunculkan kecemasan

paradigmatik tentang cara pandang kita terhadap Agama. Padahal

agama satu sisi adalah nilai yang sudah given kebenarannya mutlak

dan tidak bisa diganggu gugat. Seperti Menurut Durkheim, (1961) “

Setiap agama adalah benar menurut gayanya masing-masing ;

jawaban apapun yang dia berikan juga tidak ada yang salah,

meskipun disampaikan dengan cara yang berbeda-beda untuk

Page 2: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Zainul Fanani

~ 40 ~

menyelesaikan berbagai permasalahan eksistensi manusia”.1 (Bryan

S.Tunner 2012 hlm.95). Lantas apa yang salah dalam pilihan-pilihan

keberpihakan serta aksi nyata para pemeluk agama. Faktanya tindak

kekerasan terus berlanjut seiring perjalanan sejarah setiap inci dalam

kehidupan manusia.

Tulisan ini ingin mengelaborasi sejauh mana agama memiliki

fungsi integrasi pada realistas masyarakat. Tentunya akan melibatkan

sejauh mana takaran aksi para pemeluk agama dalam menyelesaikan

problem konflik atas nama agama, yang gejalanya terus meningkat.

Sekali peran agama dalam hal ini pemeluknya merupakan faktor

penting bagaimana menterjemahkan artikulasi fungsi agama dalam

realitas keseharian.

Makna Agama Perspektif Sosiologi

Sejumlah kasus intoleransi kembali terjadi beberapa hari

belakangan. Sejumlah pihak mengecam keras aksi kekerasan agama

tersebut, karena dianggap menodai keberagaman dan mencederai

wajah demokrasi di Tanah Air. Setara Institute menganggap kasus

kekerasan agama ini bagai ‘tamparan’ bagi tokoh agama dan

pemerintah yang baru saja menyelenggarakan Musyawarah Besar

Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa di Jakarta pada 8 hingga

10 Februari 2018. "Setara Institute mengutuk seluruh kebiadaban

yang sarat dengan sentimen keagamaan tersebut. Berkaitan dengan

itu, kami ingin mengingatkan ulang kepada pemerintah, pemuka

agama, dan elite ormas-ormas keagamaan bahwa potret riil

kerukunan itu terletak di tingkat akar rumput," ujar Ketua Setara

Institut Hendardi, Minggu (12/2).2

Kutipan Narasi berita pada paragraf diatas terasa membuat

kita perlu melihat kembali persoalan mendasar sisi keberagamaan

kita. Termasuk begitu pentingnya membangun formulasi

keharmonisan sosial yang berbasis agama, agaknya kita perlu

mencoba untuk melihat kembali makna agama sebagai bagian dari

ikhtiar membidik artikulasi agama dalam carut marutnya konflik

1 (Bryan S.Tunner 2012 hlm.95). 2 Published On 19 February 2018 Rochmanudin Jakarta, IDN Times

Page 3: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Al-Tatwir, Vol. 5 No. 1 Oktober 2018

~ 41 ~

kemanusiaan dewasa ini.

Menurut Hendropuspito Definisi agama menurut sosiologi

adalah definisi yang empiris, Sosiologi tidak pernah memberikan

definisi agama yang evaluatif (menilai). Pengertian agama

didiskripsikan menurut apa yang dimengerti dan dialami oleh

pemeluknya3. Ta’rif dari makna agama sangat subyektif, hal inilah

barangkali memberikan peran pemaknaan agama sangat individual,

seperti dikisahkan dalam sejarah pembentukan syari’at Islam

Bagaimana Sahabat Abu Bakar memerankan agamanya lebih bersifat

lembut dan penyabar, sedangkan Sahabat Umar lebih sering

dikisahkan sebagai pribadi yang tegas lugas dan tanpa kompromi.

Problemnya kemudian apakah syah seseorang yang mengatasnama-

kan agama melakukan tindak kekerasan seperti apa yang difahami-

nya ?, Pertanyaan ini perlu diajukan mengingat kekerasan seringkali

muncul dari akibat perspektif pamahaman keagamaan setiap peme-

luk agama. Juga agama dianggap sebagai respon atas intelektual

kognisi individu manusia, sistem proposisi-proposisi berkaitan

dengan penjelasan bagi realitas individu dalam mengahadapi

fenomena alam dengan cara mengaitkan dengan hal-hal yang

bersifat supernatural .4 Sehingga tidak berlebihan jika Sindung

mengatakan bahwa, “ Agama merupakan fenomena yang unik dan

kompleks, karena tidak hanya menyangkut agama yang bersifat

monotheisme, tetapi juga politheisme bahkan mencakup fenomena,

seperti aliran kepercayaan, mistik, mitos, dan tabu.

Definisi tentang agama merupakan persoalan serius karena

tidak sekedar menyangkut isu akademik. Perbedaan definisi agama

berakibat pada perbedaan interpretasi isu-isu, seperti perubahan

sosial, modernitas, dan berbagai variasi agama yang ada.5 Barangkali

definisi yang beragam seperti ini seringkali menjadi persoalan serius

dalam proses perubahan sosial yang terjadi . Mengingat definisi

tersebut melibatkan prilaku-prilaku sosial yang sangat interpretatif,

3 HendroPuspito, Sosiologi Agama, (Kanisius Jakarta, 1989)hlm.34 4 Bryan S. Tunner, Relasi Agama Dan Teori Sosial Kontemporer

(Jogjakarta:Ircisod,2012) hlm.90 5 Sindung, (2015)hlm.27

Page 4: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Zainul Fanani

~ 42 ~

lokalistis dan variatif. Bahkan menurut M.Iqbal yang dikutip Zulfi

Mubarok, bahwa agama adalah ekspresi kemanusiaan. Sangat

maklum dan wajar jika manusia atau pemeluk agama fanatik

terhadap keyakinan agamanya. Dan menjadikan agamanya sebagai

Truth Claim atau kebenaran tunggal. Hanya didalam agamanyalah

sendiri terdapat kebenaran tunggal sedangkan agama yang lain

salah.6

Agama pada umumnya memberikan jawaban terhadap

pertanyaan-pertanyaan yang sulit dijawab dan didekati dengan ilmu

pengetahuan ilmiyah. Pertanyaan-pertanyaan tersebut, misalnya

mengapa manusia berada di dunia, apa saja tujuan hidup manusia,

mengapa manusia hidup dan mati, dan apa yang terjadi ketika

manusia meninggal. Agama terdiri atas seperangkat kepercayaan,

simbol, dan ritual. Kepercayaan tersebut mengikat individu dan

menjadi pedoman hidup bersama . 7 Senada dengan pendapat

Hendropuspito yang mengutip pendapat Dunlop, Ia melihat bahwa

agama adalah sarana terakhir yang sanggup menolong manusia

bilamana instasi yang lainnya gagal tak berdaya. Maka ia

merumuskan agama sebagai suatu institusi atau bentuk kebudayaan

yang menjalankan fungsi pengabdian kepada umat manusia,

bilamana tidak tersedia suatu institusi atau lembaga lain yang

sanggup menangani. 8

Dalam pandangan Turner (2006:284), agama menunjuk pada

proses-proses dan institusi-institusi sosial yang mengikat individu

secara otoriatif kedalam tatanan sosial. Agama secara umum dapat

didefinisiskan sebagai sistem kepercayaan dan praktik-praktik

keagamaan yang berdasarkan beberapa nilai-nilai sakral dan super

natural yang mengarahkan prilaku manusia, memberikan makna

hidup, dan menyatukan pengikutnya ke dalam suatu komunitas

moral.9

6 Zulfi Mubarak, Sosiologi Agama (Malang:UIN Maliki Malang, 2010) hlm.

112 7 Sindung, Op.cit, hal:27). 8 hendro,1989:35. 9 Sindung, 2015:28.

Page 5: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Al-Tatwir, Vol. 5 No. 1 Oktober 2018

~ 43 ~

Namun harus dibedakan antara sistem kepercayaan yang

disebut Agama, dengan kecenderungan religius. Dalam hal ini

Hendro mengutip Joachim Wach bahwa agama harus memiliki tiga

unsur yakni, Pertama unsur teoritis, yakni memiliki seperangkat

sistem kepercayaan. Kedua unsur praktis, berupa sistem kaidah yang

mengikat penganutnya. Ketiga aspek sosiologis, bahwa agama

memiliki sistem hubungan dan interaksi sosial. Sehingga jika salah

satu unsur dapat dipenuhi maka kita tidak dapat berbicara tentang

agama, tetapi itu hanya suatu kecenderungan religius. 10

Selanjutnya menurut Sindung dalam sosiologi, secara garis

besar terdapat beberapa perbedaan pandangan mengenai agama.

Perbedaan pandangan tersebut diantaranya dapat dikategorikan

kedalam tiga perspektif, yakni perspektif fungsional, konflik, dan

interaksionisme simbolik. Perspektif fungsional menekankan pada

fungsi integratif agama bagi keseluruhan masyarakat. Perspektif

konflik menekankan pada peran agama dalam perubahan sosial.

Perspektif interaksionisme simbolik menekankan peran agama

sebagai penyedia kelompok referensi. 11

Perspektif fungsionalis yang dipelopori Durkheim, berkeyaki-

nan bahwa agama berfungsi sebagai perekat sosial (sosial glue) yang

dapat meningkatkan kesatuan dan solidaritas sosial. Fungsi tersebut

dicapai melalui mekanisme introduksi doktrin-doktrin agama untuk

meningkatkan emosional para pengikutnya dan menyelenggarakan

ritual yang ditujukan untuk memantapkan hubungan sosial. Selain

itu agama berfungsi menetralisir kekacauan dari perubahan sosial.12

Perspektif konflik, dengan tokoh utamanya Karl Marx me-

nekankan bahwa agama mempunyai peran penting bagi terjadinya

perubahan sosial dimasyarakat. Bagi Marx, agama merupakan alat

legitimasi kelas penguasa untuk membenarkan tindakan eksploitatif

yang dilakukannya. Kaum kapitalis menggunakan fatwa-fatwa dari

kalangan agamawan (gereja) untuk melegalkan kebijakan-kebijakan

yang diterapkan kepada para buruh. Dengan demikian agama tidak

memberikan pencerahan bagi masyarakat, bahkan sebaliknya. Oleh

10 Puspito 1989:35, mengutip Joachim Wach dalam Siciology or Religion 11 Sindung Op.Cit,,hal:26) 12 Ibid, hal :26

Page 6: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Zainul Fanani

~ 44 ~

karena itu, Marx berpendapat bahwa agama merupakan opium

(candu) bagi masyarakat, agama menginspirasi terjadinya banyak

pemeberontakan di masyarakat kapitalis . 13

Sedangkan dalam perspektif interaksionisme simbolik ber-

pendapat bahwa agama berfungsi menyediakan kelompok referensi

untuk membantu orang menemukan dirinya sendiri. Tokoh-tokoh

agama orang-orang sholeh, dan aulia (orang yang dianggap suci)

merupakan kelompok referensi yang menjadi panutan atau teladan

karena dianggap mempunyai pengetahuan agama yang cukup, hal

itu tercermin dalam perilakunya sehari-hari.

Fungsi Agama

Menurut Thomas F, Odea 14 Fungsi agama terdiri dari :

Pertama, Agama menyediakan bagi pemeluknya suatu

dukungan, pelipur lara dan rekonsiliasi. Manusia membutuhkan

dukungan moral disaat menghadapi ketidak pastian, pelipur lara di-

saat berhadapan dengan kekecewaan, dan membutuhkan rekon-

siliasi dengan masyarakat bila diasingkan dari tujuan dan norma-

normanya. Karena gagal mengejar aspirasi, karena dihadap-kan

dengan kekecewaan serta kebimbangan, maka agama menyedia-kan

sarana emosional penting yang membantu memberi dukungan, dan

menopang nilai-nilai dan tujuan yang telah terbentuk, memperkuat

moral dan membantu mengurangi kebencian.

Kedua, Agama berfungsi sebagai pemberi rasa aman dan

identitas yang lebih kuat ditengah ketidakpastian pada arus

perubahan sejarah.

Ketiga, Agama mencucikan norma-norma dan nilai masyara-

kat yang telah terbentuk, mempertahankan dominasi tujuan kelom-

pok diatas keinginan individu dan disiplin kelompok diatas doro-

ngan hati individu.

Keempat, Fungsi Risalah dan kenabian, memberikan standard

nilai.

Kelima, Fungsi identitas.

Kesimpulannya menurut teori fungsional, agama meng-

13 Ibid hlm.27 14 Thomas F, Odea (1987)

Page 7: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Al-Tatwir, Vol. 5 No. 1 Oktober 2018

~ 45 ~

identifikasikan individu dengan kelompok, menolong individu da-

lam ketidakpastian, menghibur ketika dilanda kecewa, mengaitan-

nya dengan tujuan-tujuan masyarakat, memperkuat moral, dan

menyedikan unsur-unsur identitas. Agama bertindak menguatkan

kesatuan dan stabilitas masyarakat dengan mendukung pengen-

dalian sosial, menopang nilai-nilai dan tujuan yang mapan, dan

menyediakan sarana untuk mengatasi kesalahan dan keterasingan.

Ia juga melakukan peran risalat dan membuktikan dirinya sebagai

sesuatu yang tidak terpecahkan.

Lain halnya menurut Hendro Puspito (1984:38 ), Fungsi

Agama terdiri dari, Pertama, Fungsi edukasi, agama dianggap

sanggup memberikan pengajaran otoritatif. Agama menyampaikan

ajarannya dengan perantaraan petugas-petugasnya baik didalam

upacara (perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi),

pendalaman rohani, mapun diluar perayaan religius. Untuk

melaksanakan tugas itu ditunjuk sejumlah fungsionaris seperti para

Nabi, Kyiai, Pendeta, pedanda. Kebenaran ajaran mereka harus

diterima karena mereka diyakini dapat berhubungan langsung

dengan “yang ghaib” dan “yang sakral”. Masyarakat mempercaya-

kan anggota-anggotanya kepada lembaga agama dengan keyakinan

bahwa mereka sebagai manusia (dibawah bimbingan agama) akan

berhasil mencapai kedewasaan pribadinya yang penuh. Sejarah

mencatat bahwa agama memiliki pusat-pusat pendidikan yang

dikenal dengan pondok, padepokan, pesantren, biara, asrama dll.

Keunggulan dan kelebihan pendidikan keagamaan dapat dilihat dari

kenyataan yang tidak luntur, bahwa banyak keluarga yang lebih

suka yang mengirimkan anak-anaknya kepusat-pusat pendidikan

keagamaan daripada kepusat pendidikan negara. Kunci

keberhasilan kaum agamawan terletak dalam pendayagunaan nilai-

nilai rohani yang merupakan pokok kepercayaan agama.

Kedua fungsi penyelamatan, Dalam hal ini agama memberikan

jaminan akan keselamatan manusia untuk mencapai kebahagiaan

tertinggi dan yang terakhir. Karena bagaimanapun manusia secara

mutlak tidak akan mampu memenuhi hal tersebut. Kebahagiaan itu

berada diluar batas kemampuan manusia. Ada titik persamaan yang

Page 8: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Zainul Fanani

~ 46 ~

universal dari fungsi agama, Yakni : pertama, Agama membantu

manusia mengenal “yang sakral”, dan Yang tertinggi atau Tuhan,

dan berkomunikasi denganNya. Dan yang kedua Agama sanggup

mendamaikan kembali manusia yang salah dengan Tuhan dengan

jalan pengampunan.

Ketiga Fungsi pengawasan sosial (social control), Agama

merasa bertanggungjawab atas adanya norma-norma susila yang

baik yang diberlakukan atas masyarakat manusia pada umumnya.

Maka agama menyeleksi kaidah-kaidah susila yang ada dan

mengukuhkan yang baik sebagai kaidah yang baik, dan menolak

kaidah yang buruk untuk ditinggalkan sebagai larangan atau tabu.

Agama juga memberi sanksi-sanksi yang harus dijatuhkan kepada

orang yang melanggarnya dan mengadakan pengawasan yang ketat

atas pelaksanaannya. 15

Agama Kekerasan dan Konflik

Pengertian konflik dan kekerasan sebenarnya memiliki

perbedaan. Secara umum konflik berkecenderungan berkaitan

dengan hal perselisihan dan persengketaan antara dua kelompok

potensial atau lebih. Konflik bertendensi pada sikap salin

menjatuhkan dan melemahkan antara fihak yang bertikai.16

Sedangkan kekerasan secara umum berarti serangan atau sesuatu

tindakan seseorang baik fisik maupun non fisik untuk ditujukan

kepada orang lain berupa serangan, pengrusakan, dan

penghancuran baik sengaja maupun tidak sengaja.17 Makna yang

berbeda ini tentunya tidak berarti keduanya yakni konflik dan

kekerasan, dua hal yang sangat berjauhan. Justru dapat kita fahami

konflik dan kekerasan seringkali berjalan beriringan. Mengingat

banyaknya kekerasan terjadi dikarenakan terdapat gejala konflik

diawal. Meskipun tidak semua konflik berakhir dengan kekerasan.

Agama sangat dekat dengan kekerasan, atau barangkali

15 Puspito (1984:38 ), 16 Elly M Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, Jakarta;Kencana

Prenamedia Group,2011,Hlm.359 17 Ibid, Elly M Setiadi & Usman Kolip,2011,Hlm.359

Page 9: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Al-Tatwir, Vol. 5 No. 1 Oktober 2018

~ 47 ~

seringkali terjadi kekerasan atas nama agama. Hal ini sangat

dimaklumi sebab menurut Crapps seperti yang dikuti oleh Zulfi

2010:112, menyebutkan bahwa beragama itu sangat terkait dengan

faktor emosi religius, pemikiran, afeksi religius kehendak dan

tentang pengambilan keputusan moral.18 Nuansa inilah yang

kemudian seringkali kita temukan para penganut agama secara

psikis terlibat secara emosional pada setiap doktrin dan teks

keagamaan yang mereka anut. Kemudian digunakan sebagai sarana

untuk memaksa dan menginterfensi orang lain secara fisik dan

sosial. Potensi emosi inilah yang memiliki dua mata fungsi

kegunaan. Apakah akan dijadikan sebagai modal membangun

kerukunan atau sebaliknya menciptakan konflik dan kekerasan.

Melihat begitu pentingnya fungsi agama dalam proses

membangun peradaban manusia yang damai dan luhur. Maka

seharusnya agama menempatkan diri sebagai salah satu bagian yang

mendasar untuk membangun peradaban yang sejuk dan damai.

Namun faktanya berbicara sebaliknya. Kerusuhan dan kekerasan

sosial yang bermotifkan konflik agama justru banyak bermunculan

dan menimbulkan banyak korban jiwa.

Beberapa data yang bisa di tampilkan tentang konflik dan

kekerasan antara tahun 1996 sampai dengan tahun 2015 diantaranya

adalah :

1. Konflik Ambon Islam dan Nasrani

Konflik kerusuhan yang terjadi di Ambon, Maluku tanggal 19

Januari 1999. Konflik sosial ini dipicu permasalahan sederhana

menjadi besar setelah ada berbagai isu yang menerpa dan pada

akhirnya membakar amarah kedua belah pihak antara orang Muslim

dan Nasrani. Di laporkan konflik di Ambon tersebut telah

menyebabkan warga tewas 12 orang di tambah ratusan orang

terluka.

2. Kerusuhan Poso Islam dan Nasrani

Kerusuhan Poso pada kota Poso, Sulawesi Tengah ini juga

sebuah contoh konflik antar agama yang dimana dampak muncul

18 Zulfi Mubarak, Sosiologi Agama (Malang: UIN Maliki Malang, 2010)

hlm. 112

Page 10: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Zainul Fanani

~ 48 ~

cukup serius. Konflik sosial di antara umat Islam dan Nasrani ini

sampai berlarut panjang dan terbagi menjadi tiga waktu. Hal

tersebut dikarenakan kurangnya penanganan konflik yang terjadi.

Kerusuhan pertama (Poso I) terjadi antar tanggal 25 sampai 29

Desember 1998, Poso II terjadi antar tanggal 17 sampai 21 April 2000,

sementara pada Poso III terjadi antar tanggal 16 Mei sampai 15 Juni

2000. Tidak diketahui secara pasti berapa jumlah korban dan

kerugian yang diakibatkan oleh konflik ini. Yang pasti setelah

penandatanganan Deklarasi Malino tanggal 20 Desember 2001,

antara kedua pihak bertikai, sudah berangsur -angsur membaik

setelah Deklarasi Malino sendiri di inisiasi Bpk. Jusuf Kalla.

3. Konflik Tolikora Islam dan Nasrani

Konflik antar agama di kota Tolikora Papua, terjadi pada 17

Juli 2015. Konflik yang dimulai dengan adanya insiden ngawur

pembakaran masjid dari para jemaat Gereja Injil itu diawali saat

masyarakat muslim hendak melakukan ibadah sholat Idul Fitri.

Konflik ini menyebabkan dua orang tewas dan sekitar 96 rumah

warga muslim di bakar. Beruntung upaya rekonsiliasi tersebut bisa

segera dilaksanakan sehingga korban apapun tidak bertambah lagi

4. Konflik Antar Agama di Aceh

Konflik antar agama terjadi di Aceh kota Singkil pada tahun

2015 yang di awali dengan serangkaian demonstrasi dilakukan oleh

sebagaian umat Islam yang menuntut pemerintah daerah untuk

membongkar sejumlah gereja Kristen.

5. Konflik Antar Agama Lampung Selatan

Konflik di Lampung Selatan terjadi pada tahun 2012, antar

masyarakat desa Balinuraga yang mayoritas penduduknya bergama

Budha dan Masyarakat Desa Agom yang kebanyakan beragama

Islam. Konflik itu disebabkan hal yang sepele yakni, salah seorang

gadis dari Desa Agom diganggu oleh pemuda Desa Balinuraga.

6. Konflik Antar Agama Situbondo

Contoh konflik antar agama selanjutnya adalah di kota

Situbondo Jawa Timur, pada tanggal 10 Oktober 1996. Peristiwa ini

terjadi dan dilatarbelakangi oleh sebab tidak puasnya kasus hukum

yang menimpa salah satu orang penghina agama Islam. Karena tidak

Page 11: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Al-Tatwir, Vol. 5 No. 1 Oktober 2018

~ 49 ~

puas itu konflik terjadi, dimana pada saat itu dari pihak penista

agama disembunyikan dalam gereja. Sehingga masyarakat mulai

bergerak mencari cara masuk kebeberapa gereja, Sekolah Kristen,

Sekolah Katolik, juga toko milik para orang Tionghoa di Situbondo.19

Kemudian data konflik yang terbaru terjadi diseputar tahun

2018, diantaranya :

7. Pura di Lumajang dirusak orang tak dikenal

Masyarakat Lumajang digegerkan dengan perusakan sebuah

Pura di daerah Senduro. Para pelaku menghancurkan setidaknya

tiga arca. "Pelaku ini sepertinya memanfaatkan kasus yang ada

sekarang ini. Makanya harus diusut mulai sekarang. Jangan sampai

meluas," tegas Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Frans Barung

Mangera saat melakukan konferensi pers, Senin (19/2).

8. Penyerangan terhadap ulama di Lamongan

Penyerangan terhadap ulama juga menimpa seorang kiai di

Lamongan bernama Abdul Hakam Mubarok pada Ahad (19/2).

Korban yang merupakan pengasuh Pondok Karangasem Paci-

ran Lamongan tersebut diserang oleh seorang pria yang berlagak

gila.

Namun, saksi mata yang berada di lokasi mengatakan bahwa

tampilan pelaku tak seperti orang gila karena tak tampak kumal.

Bahkan, gigi dan baju yang dipakainya tampak bersih. Yang lebih

janggal, pelaku diketahui sudah mondar-mandir di lokasi sejak

beberapa hari sebelumnya.

Sempat menuai amarah massa, pria berambut cepak itu pun

diamankan di Mapolsek Paciran. Informasi terakhir, pria tersebut

dibawa ke RS Bhayangkara untuk diperiksa kejiawaannya.

9. Perusakan masjid di Tuban

Belum usai kasus perusakan gereja di Yogya dan pengusiran

Bikhsu di Tangerang, penyerangan tempat ibadah kembali terjadi.

Kali ini, masjid Baiturrahim di Tuban, Jawa Timur diserang

sekolompok orang.

Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol Frans

Barung Mangera mengatakan, perusakan masjid terjadi pada Selasa

19 (https://caragigih.id/contoh-konflik-antar-agama).

Page 12: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Zainul Fanani

~ 50 ~

(13/2) pukul 01.00 WIB. Pada pukul 03.00 WIB, Polres Tuban

langsung mengamankan para pelaku yang berjumlah dua orang.

Satu pelaku bernama M Zaenudin (40) warga Desa Karang-

harjo RT 02 RW 01, Kecamatan Kragan, Rembang, Jawa Tengah.

Zaenudin diamankan di Polda Jatim karena indikasi gangguan jiwa,

satu lain masih dalam penangangan Polres Tuban.

Sebelum kejadian, pelaku Zaenudin pada malam hari mencari-

cari seorang Kiai Pondok Al Ishlahiyah, Gus Mad. Seorang warga,

Muhammad, sempat menanyakan tujuan pelaku mencari-cari

hingga ke belakang masjid. Namun, pelaku malah marah dan

memukul Muhammad.

Pelaku kemudian pemecahan kaca masjid, hingga masyarakat

sekitar menangkapnya. Pelaku kemudian diserahkan kepada

kepolisian setempat. Dalam proses pemeriksaan, kepolisian

menemukan buku-buku ilmu sufi dan buku makrifat. Namun

dugaan ilmu menyimpang dan lain-lain masih dikembangkan Polda

Jatim.

10. Ancaman bom di kelenteng Kwan Tee Koen Karawang

Selain penyerangan gereja, pada hari yang sama juga terjadi

ancaman ledakan bom di Kelenteng Kwan Tee Koen, Karawang,

Jawa Barat. Tersangka bernama Dadang Purnama alias Daeng alias

Dawer Bin Adang Rahmat.

Kapolres Karawang AKBP Hendy F Kurniawan mengatakan

ancaman bom bermula dari kedatangan Dawer ke kelenteng, untuk

memberikan Alquran kecil kepada pengurus kelenteng pada

Minggu 11 Februari 2018, sekitar pukul 05.15 WIB.

Setelah membuka Alquran, Handy mengatakan, pengurus

menemukan selembar kertas berisi ancaman bom dan permintaan

puluhan juta rupiah. Kertas tersebut bertuliskan, "Rp63.000.000,

Sejarah Pembodohan Uang. Sudah terungkap sekarang mending loe

TF : ke Rek gua 1091620125 (BCA) atau GUA BOM ini tempat loe'."

Setelah menyelidiki kasus ini, Senin (12/2), sekitar pukul 01.00

WIB polisi menangkap Dawer di rumah orang tuanya di Babakan

Sananga Timur, RT 001 RW 004, Kelurahan Adiarsa Timur, Kecama-

tan Karawang Timur, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Page 13: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Al-Tatwir, Vol. 5 No. 1 Oktober 2018

~ 51 ~

Polisi menyita sejumlah barang bukti dari penangkapan pelaku

yang kelahiran Cirebon, 1 September 1993 itu, di antaranya satu

Alquran kecil sampul warna merah yang ditemukan di kelenteng),

uang selembar pecahan Rp10 ribu, satu lembar kertas berisi

ancaman, dan satu buku berjudul Aku Cinta Islam.

11. Serangan Gereja Santa Lidwina Sleman

Kasus kekerasan agama terjadi di Yogyakarta. Seorang

pemuda bersenjata pedang menyerang jemaat di Gereja Santa

Lidwina, Desa Trihanggo, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman,

Yogyakarta pada Minggu (11/2).

Peristiwa ini menyebabkan Romo Prier dan dua jemaatnya

serta seorang polisi mengalami luka berat akibat sabetan senjata

tajam. Pelajar berinisial S asal Banyuwangi, Jawa Timur itu akhirnya

dilumpuhkan polisi dengan senjata api di bagian kaki dan perut.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebutkan, S diduga

terpengaruh radikalisme hingga melakukan aksi penyerangan ke

tempat ibadah. Dia pernah tinggal di Poso dan Magelang. Dia juga

pernah membuat paspor untuk pergi ke Suriah, tapi gagal.

Kepolisian masih menyelidiki kemungkinan S bekerja sendiri

(lone wolf) atau terlibat jaringan teroris lain. Kondisi S saat ini belum

dapat dimintai keterangan karena mengalami luka tembak yang

cukup parah.

12. Persekusi terhadap Biksu di Tangerang

Kasus kekerasan agama pertama sepanjang 2018 yakni

persekusi terhadap Biksu Mulyanto Nurhalim dan pengikutnya di

Desa Caringin Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang, Banten,

pada Rabu (7/2) dan baru viral di media sosial pada 9-10 Februari

lalu.

Sekelompok orang tiba-tiba menggerebek kediaman Mulyanto.

Mereka menuding sang biksu sering mengadakan kegiatan ibadah

agama Buddha di rumahnya. Yang lebih ekstrem lagi, orang-orang

itu menuding ada upaya dari Mulyanto untuk mengajak warga

sekitar berpindah agama.

Dari video yang beredar hingga viral itu, Mulyanto kemudian

diminta membuat surat pernyataan dan meninggalkan rumahnya

Page 14: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Zainul Fanani

~ 52 ~

pada 4 hingga 10 Februari 2018. Di bagian akhir video, ia mengaku

siap diproses secara hukum jika terbukti melanggar surat pernyataan

tersebut.

Romo Kartika yang mewakili pemuka agama Buddha mem-

bantah akan dilakukan kegiatan ibadah di Desa Babat. Ia juga

membantah akan dibangun Vihara di area tersebut.

Ia menjelaskan setiap Minggu Biksu Mulyanto mendapat

kunjungan dari warga dari luar Desa Babat, karena ingin memberi-

kan bekal makanan. Mulyanto pun membalasnya dengan mendoa-

kan orang-orang yang telah memberikan bekal makanan itu. Romo

Kartika mengakui ada kekeliruan, sehingga terdapat mispersepsi

terhadap kegiatan Biksu Mulyanto.

Sedangkan, petinggi di desa tersebut mengklaim mereka tidak

anti terhadap warga dari agama lain. Bahkan, mereka menyebut

sejak dulu selalu bersikap toleran terhadap pemeluk agama lain baik

itu Nasrani, Buddha atau Khonghucu.

13. Dua serangan brutal terhadap tokoh Islam

Setara Institut menyebutkan terjadi dua serangan brutal ter-

hadap tokoh agama. Pertama penganiayaan ulama sekaligus Pim-

pinan Pusat Persatuan Islam (Persis) HR Prawoto, oleh orang tak

dikenal pada Kamis (1/2), hingga nyawanya tak dapat diselamatkan.

Kedua, penganiayaan pada ulama, tokoh NU, sekaligus

pengasuh Pondok Pesantren Al Hidayah Cicalengka Bandung, Jawa

Barat, KH Umar Basri pada Sabtu (27/1).20

Sebab-Sebab Konflik

1. Pelaku Para Pemeluk Agama

Peristiwa Konflik tersebut menunjukkan bahwa sekian banyak

konflik dan kerusuhan masih tetap berindikasi pada ruang lingkup

diseputar wilayah agama. Namun fakta sejarah menjelaskan bahwa

tidak semua kekerasan memiliki landasan agama, namun justru

yang terjadi adalah banyaknya kekerasan yang muncul

mengatasnamakan agama. Hal inilah yang memunculkan klaim

20 https://www.idntimes.com/news/indonesia/rochmanudin-wijaya/

linimasa-kasus-intoleransi-dan-kekerasan-beragama-sepanjang-2/full

Page 15: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Al-Tatwir, Vol. 5 No. 1 Oktober 2018

~ 53 ~

bahwa ajaran agama tidak memiliki unsur kekerasan namun

manusianyalah atau penganut agamalah yang seringkali

membelokkan makna agama yang sesungguhnya. Dan dalam

kenyataannya manusia seringkali menjadikan agama sebagai

kendaraan bagi tendensi kekerasan, karena diakui atau tidak akar

kekerasan secara normatif juga bisa ditemukan dalam agama.21

Anomali semacam ini selanjutnya jika ditelisik lebih dalam

mengingatkan kita akan apa yang tercantum dalam narasi kitab suci,

bahwa sejarah kehidupan manusia diantaranya adalah sejarah

tentang kekerasan. Meskipun kitab suci tidak mengajarkan

kekerasan secara moralitas, namun pemeluk agama seringkali

melakukan tindak kekerasan ketika identitas mereka terancam.

Bahkan para penganut agama tersebut merasa bahwa tindakan

kekerasan yang mereka lakukan dibenarkan oleh “Tuhan” mereka.

Sehingga naskah dan landasan agama kemudian ditarik dan

dimaknai sedemikian rupa untuk dianggap “syah” sebagai bagian

dari kebutuhan dan kepuasan dalam mempertahankan iman.22

2. Stereotype In Group dan Out Group

Sisi lain adalah munculnya prasangka kelompok yang satu

kepada kelompok yang lain. Jika dalam hal ini adalah agama sebagai

starting pointnya, maka bisa menjadi, bahwa agama saya lebih benar

dibanding dengan agama kalian. Orang kemudian membuat

kategorisasi dan karakteristik atas tampilan dan prilaku orang lain

berdasarkan berbagai kategori ras, jenis kelamin, kebangsaan, dan

tampilan komunikasi verbal mapun non verbal. Alo Liliweri

menyebutnya sebagai stereotip, yang berarti pemberian sifat tertentu

terhadap seseorang berdasarkan kategori yang bersifat subyektif.

Dan stereotip ini merupakan salah satu bentuk utama dari

prasangka. Kami dipandang sebagai kelompok “in group” yang

superior sedangkan “mereka” dianggap sebagai kelompok lain (out

group) yang inferior. Yang terjadi biasanya dalam proses kategori

sosial adalah In Group cenderung menempatkan kelompok sendiri

sebagai yang baik. Sedangkan kelompok yang lain atau out group

21 (zulfi Mubarok 2010:118). 22 (zulfi 2010:118).

Page 16: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Zainul Fanani

~ 54 ~

selalu dievaluasi berdasarkan sudut pandang dan perspektif

kelompok kami.23

3. Dissosiatif

Kecenderungan dissosiatif dan sulit bekerjasama dengan

kelompok lain inilah yang menyebabkan kelompok pemeluk agama

tertentu seringkali berbenturan dengan kelompok pemeluk agama

yang lain. Sehingga secara sosiologis bisa dianalisa bahwa fungsi

agama yang kecenderungannya mempersatukan masyarakat

(integratif). Malah berbalik menjadi agama yang memiliki fungsi

pemecah belah atau (disintegratif). Ajaran agama yang secara

normatif menghadirkan petuah dan ajaran tentang Cinta Kasih,

kedamaian, keadilan dan kejujuran beserta dengan ajaran perbuatan

baik yang lainnya. Beralih menjadi ajaran yang menurut para

pemeluknya paling benar, dan melakukan ekspansi kepada pemeluk

agama lain. 24

Dalam hal ini seharusnya agama memiliki peran yang lebih

integratif , menciptakan suasana sosial yang lebih harmonis. Bukan

sebaliknya agama justru menjadi alat untuk memecahbelah. Agama

seharusnya bisa meminimalisir konflik. Bahkan seharusnya

meredam konflik pada tingkat yang paling rendah. Jangan sampai

konflik yang terjadi justru mengakibatkan munculnya kekerasan.

Dan kalau bisa bagaimana agama berperan mengelola konflik

menjadi hal yang lebih positif dan menjadi keuntungan sosial bagi

masyarakat.25

4. Constrain

Agama bisa menjadi faktor pendorong (enabler) terhadap

perubahan sosial. Namun sebaliknya, agama menjadi faktor peng-

hambat (constrain) perubahan sosial. Diantara unsur penghambat

proses perubahan sosial adalah nilai atau atau keyakinan yang

bertendensi pada seputar respon terhadap situasi yang berubah.

Studi yang dilakukan oleh Boaz (1962:137) seperti yang dikutip oleh

Sindung mengatakan bahwa ciri khas peradaban dekade ini akan

23 (Alo liliweri,2015:2017). 24 (Zulfi 2010:119) 25 Ibid,Hlm.127

Page 17: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Al-Tatwir, Vol. 5 No. 1 Oktober 2018

~ 55 ~

terus diwarnai oleh konflik antar tradisi, konservatif dan

radikalisme. Goalnya adalah mengkonstruksi masa depan atas dasar

kepentingan rasional. Konflik ini akan bisa ditemukan dalam dunia,

pendidikan, hukum, ekonomi, agama dan lainnya. Misalnya bisa

berupa hal-hal yang berkaitan dengan disiplin melawan kebebasan,

dogma melawan kebebasan beriman.26

5. Eksternal

Belum lagi pengaruh eksternal agama juga mewarnai dalam

perubahan kehidupan beragama. Komunitas muslim mengalami

berbagai macam persoalan tantangan yang harus dihadapi.

Diberbagai negara Islam yang penduduknya mayoritas muslim

justru menagalami marginalisasi. Belum lagi tantangan bagi

pemeluk agama Islam terhadap islamophobia Barat atas Islam.

Perang melawan terorisme pasca kejadian september 2001 membuat

trauma sebagian orang muslim di Amerika.27

Tawaran Solusi Atas Konflik

Seperti yang dikutip Wahyu menurut para ahli yang fokus

meneliti tentang konflik bahwa penyebutan Resolusi konflik dalam

bahasa Inggris adalah conflict resolution, yang secara bahasa

menunjukkan makna yang berbeda-beda. Resolusi dalam Webster

Dictionary menurut Levine adalah (1) tindakan mengurai suatu

permasalahan, (2) pemecahan, (3) penghapusan atau penghilangan

permasalahan. 28

Selanjutnya Wahyu menyebutkan Weitzman dalam Morton

and Coleman, mendefinisikan resolusi konflik sebagai sebuah

tindakan pemecahan masalah bersama (solve a problem

together). Definisi ini memiliki perbedaan dengan yang istilah yang

dikemukakan oleh Simon Fisher, dkk, yang menjelaskan bahwa

resolusi konflik adalah usaha menangani sebab-sebab konflik dan

berusaha membangun hubungan baru yang bisa tahan lama diantara

26 Sindung, hlm.244 27 Ibid, hlm.249 28 Wahyu Wiji Utomo , http://sosialpolitikislam.blogspot.com/2014/04/

makalah-resolusi-konflik.html

Page 18: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Zainul Fanani

~ 56 ~

kelompok-kelompok yang berseteru.

Dengan demikian konflik memang harus dikelola dengan jitu,

mengingat akan terus menjadi problem sosial yang setiap saat

menjadi bagian dari kehidupan alamiyah yang dihadapi oleh

manusia. Diperlukan pemahaman tentang model dan proses

penyelesaian yang baik. Jika konflik menjadi bagian dari iteraksi

antar manusia maka konflik bisa dikategorikan pada konflik yang

konstruktif dan konflik yang destruktif . Konflik yang konstruktif

menghasilkan resolusi positif bagi perubahan atau pembaharuan

relasi, misalnya kebebasan mengambil keputusan dan

memberdayakan orang lain dalam proses pengambilan keputusan.

Ketika kita menggunakan pengertian konstruktif ,maka konflik akan

membantu setiap pihak secara bebas memberikan pendapat

terhadap seluruh persoalan.29

Dari pemaparan teori menurut para ahli tersebut maka dapat

difahami bahwa yang dimaksud dengan resolusi konflik adalah

suatu cara individu untuk menyelesaikan masalah yang sedang

dihadapi dengan individu lain secara sukarela. Resolusi konflik juga

menyarankan penggunaan cara-cara yang lebih demokratis dan

konstruktif untuk menyelesaikan konflik dengan memberikan

kesempatan kepada pihak-pihak yang berkonflik untuk meme-

cahkan masalah mereka oleh mereka sendiri atau dengan melibatkan

pihak ketiga yang bijak, netral dan adil untuk membantu pihak-

pihak yang berkonflik memecahkan masalahnya.30

Secara umum menurut Fisher, 2000 untuk menyelesaikan

konflik dikenal beberapa istilah :

1. Pencegahan konflik, yang bertujuan mencegah timbulnya

kekerasan dalam konflik

2. Penyelesaian konflik, bertujuann mengakhiri kekerasan

melalui persetujuan perdamaian.

3. Pengelolaan konflik, bertujuan membatasi atau menghindari

kekerasan melalui atau mendorong perubahan pihak-pihak

yang terlibat agar berprilaku positif.

29 Ibid:290 30 Ibid:Wahyu

Page 19: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Al-Tatwir, Vol. 5 No. 1 Oktober 2018

~ 57 ~

4. Resolusi konflik, bertujuan menangani sebab-sebab konflik dan

berusaha membangun baru yang relatif dapat bertahan lama

diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.

5. Transformasi konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial

dan politik yang lebih luas dengan mengalihkan kekuatan

negatif dari sumber perbedaan ke kekuatan positif.31

Kemampuan Resolusi Konflik

Beberapa kiat yang bisa dijadikan model dalam penanganan

konflik adalah menyiapkan relawan dalam menyelesaikan setiap

konflik dengan memberikan seperangkat ketrampilan untuk bisa

menjadi negosiator dan mediator konflik 32, yakni:

1) Ketrampilan atau kemampuan untuk berdiskusi dan berdialog:

a) Ketrampilan berkomunikasi

b) Ketrampilan mendengar dengan secara efektif

c) Ketrampilan menggali kebutuhan yang menjadi sumber

konflik

d) Kemampuan untuk mempertemukan dua pihak

e) Kemampuan untuk menekan timbulnya masalah dua

pihak

2) Menjalankan teladan pemecahan masalah, yaitu :

a) Hadapi masalah bukan orang

b) Jelaskan apa yang dilihat, bagaimana pendapat anda, dan

bagaimana reaksi anda terhadap orang atau situasi yang

dilihat.

c) Rumuskan apa yang dilihat itu secara verbal.

d) Mengerti benar perasaan dan perilaku anda

e) Beralih dari pembenaran ke pemecahan

f) Melihat kedepan karena disana ada peluang dan harapan

daripada melihat kebelakang untuk saling

mempersalahkan

g) Analisis situasi dan tekankan pandangan dari dua sisi

h) Identifikasi butir-butir tertentu dimana anda dapat

31 Alo Liliweri, Prasangka dan Konflik (Yogyakarta:LKIS,2005),288. 32 Ibid:291

Page 20: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Zainul Fanani

~ 58 ~

melakukan kompromi

i) Terbukalah pada setiap hasil yang positif

Begitu juga dengan Bodine and Crawford dalam Jones dan

Kmitta yang dikutip oleh Wahyu, merumuskan beberapa macam

kemampuan yang sangat penting dalam menumbuhkan inisiatif

resolusi konflik, dan harus dimiliki oleh para relawan ataupun bagi

mereka yang berkonflik diantaranya: 33

a. Kemampuan orientasi

Kemampuan orientasi dalam resolusi konflik meliputi

pemahaman individu tentang konflik dan sikap yang

menunjukkan anti kekerasan, kejujuran, keadilan, toleransi,

harga diri.

b. Kemampuan persepsi

Kemampuan persepsi adalah suatu kemampuan

seseorang untuk dapat memahami bahwa tiap individu

dengan individu yang lainnya berbeda, mampu melihat situasi

seperti orang lain melihatnya (empati), dan menunda untuk

menyalahkan atau memberi penilaian sepihak.

c. Kemampuan emosi

Kemampuan emosi dalam resolusi konflik mencakup

kemampuan untuk mengelola berbagai macam emosi,

termasuk di dalamnya rasa marah, takut, frustasi, dan emosi

negatif lainnya.

d. Kemampuan komunikasi

Kemampuan komunikasi dalam resolusi konflik meliputi

kemampuan mendengarkan orang lain: memahami lawan

bicara; berbicara dengan bahasa yang mudah dipahami; dan

meresume atau menyusun ulang pernyataan yang bermuatan

emosional ke dalam pernyatan yang netral atau kurang

emosional.

e. Kemampuan berfikir kreatif

Kemampuan berfikir kreatif dalam resolusi konflik

33 Ibid ; Wahyu, http://sosialpolitikislam.blogspot.com/2014/04/

makalah-resolusi-konflik.htm

Page 21: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Al-Tatwir, Vol. 5 No. 1 Oktober 2018

~ 59 ~

meliputi kemampuan memahami masalah untuk memecahkan

masalah dengan berbagi macam alternatif jalan keluar.

f. Kemampuan berfikir kritis

Kemampuan berfikir kritis dalam resolusi konflik, yaitu

suatu kemampuan untuk memprediksi dan menganalisis

situasi konflik yang sedang dialami.

Tidak jauh berbeda, Scannell yang dikutip oleh Wahyu,

menyebutkan aspek-aspek yang mempengaruhi individu untuk

dapat memahami dan meresolusi sebuah konflik meliputi a)

keterampilan berkomunikasi, b) kemampuan menghargai

perbedaan, c) kepercayaan terhadap sesama, dan d) kecerdasan

emosi. 34

Dari pemaparan ahli tersebut di atas dapat kita ketahui bahwa

dalam proses resolusi konflik diperlukan kemampuan-kemampuan

tertentu untuk mencari solusi konflik secara konstruktif.

Kemampuan tersebut di antaranya yaitu kemampuan orientasi,

kemampuan persepsi atau menghargai perbedaan, kemampuan

emosi atau kecerdasan emosi, kemampuan berkomunikasi,

kemampuan berfikir kreatif, dan kemampuan berfikir kritis. Yang

kedepan akan sangat berguna bagi relawan untuk melakukan

mediasi. Karena mediasi merupakan salah satu jalan yang

semestinya ada dalam melihat konflik yang terjadi. Mediasi ada

diperuntukkan untuk kedua belah pihak, bukan untuk salah satu,

oleh karenanya relawan atau mediator hanya membantu

untuk bersama melihat sisi positif yang harus dijalankan oleh kedua

belah pihak agar bisa berjalan ke depannya dengan damai. Dan

prinsip utama yang harus dipunyai mediator adalah sebagai

pemberdaya dan fasilitator yang harus bersikap netral.

Selanjutnya menurut Izak Y. M. Lattu, dalam Makalah Agama,

Konflik, dan Resolusi Konflik: Duabelas Fase Tindakan Mediator oleh Peter

Suwarno , seperti yang dikutip oleh Daniel 35, ada duabelas fase

tindakan mediator yang harus diterapkan untuk mencapai

34 Ibid Wahyu 35 http://daniel-manalu.blogspot.com/2008/03/agama-konflik-dan-

resolusi-konflik.html

Page 22: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Zainul Fanani

~ 60 ~

kesepakatan bersama (win-win solution):

1. membangun hubungan para pihak yang bersengketa,

2. memilih strategi-strategi sebagai proses mediasi,

3. mengumpulkan dan menganalisis latar belakang informasi,

4. mendesain rencana detail bagi mediasi,

5. membangun kepercayaan dan kerjasama,

6. memulai acara mediasi (adanya negosiasi),

7. merumuskan masalah dan menetapkan agenda,

8. mengungkapkan kepentingan tersembunyi para pihak yang

bersengketa,

9. menentukan pilihan-pilihan untuk penyelesaian masalah,

10. menemukan pilihan-pilihan untuk menyelesaikan sengketa,

11. tawar-menawar terakhir, dan

12. mencapai penyelesaian formal.

Beberapa langkah ini mengindikasikan bahwa upaya mencapai

kesepakatan bersama dibentuk / diputuskan oleh kedua belah pihak

yang berkonflik itu sendiri. Mediator hanya membantu proses, yang

berperan penting dan yang sangat menentukan adalah kesadaran

dan keterbukaan hati dan pikiran kedua belah pihak untuk

merespon proses mediasi yang dilakukan.36

Kata kuncinya adalah adanya dialog. Dengan adanya dialog

antar umat beragama, berarti sudah menciptakan setidak-tidaknya

suasana saling menghargai walaupun kurang dari yang diharapkan

dalam mencapai perdamaian. Dialog menandakan adanya keinginan

dari dalam untuk mendengarkan dan didengarkan antara kedua

belah pihak. Dalam bahasa Galtung, dialog adalah negative peace,

sedangkan integrasi adalah positive peace.37

Dialog yang dilakukan dengan sikap terbuka, saling

menghormati dan bersedia untuk mendengarkan yang lain , sangat

diperlukan untuk mencari titik temu (kalimatun sawa) antara

berbagai agama yang mempuunyai karakteristik yang unik dan

kompleks.38

36 Ibid, daniel 37 Ibied, daniel 38 Tharaba, Fahim, sosiologi agama konsep methode riset dan konflik

sosialMadani, Malang2016, Hal:85

Page 23: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Al-Tatwir, Vol. 5 No. 1 Oktober 2018

~ 61 ~

KESIMPULAN

Yang dimaksud dengan resolusi konflik adalah suatu cara

individu untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi

dengan individu lain secara sukarela. Dan cara yang digunakan

adalah cara yang lebih demokratis dan konstruktif. Dengan

memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang berkonflik untuk

memecahkan masalah mereka oleh mereka sendiri atau dengan

melibatkan pihak ketiga yang bijak, netral dan adil.

Penyelesaian dalam mencari solusi konflik dalam masyarakat

adalah bagaimana seharusnya berbagi peran bagi setiap individu

ataupun kelompok masyarakat, untuk ikut bersama mencari solusi.

Disinilah diperlukan kerjasama, bagaimana semua pihak dan

relawan terkait memahami posisi masing-masing.

Mediator atau relawan dianjurkan memiliki beberapa

ketrampilan dan kemampuan yang mumpuni dalam melakukan aksi

partisipatif resolusi konflik. Disamping harus memiliki kepribadian

yang luhur, mampu berkomunikasi tentunya tidak kalah penting

mereka para volunter, dianjurkan memiliki kreatifitas dan

seperangkat penguasaan methode serta pengetahuan dalam

penyelesaian konflik. Bagi relawan disamping memiliki pengetahuan

tentang methode penyelesaian konflik, dibutuhkan juga kecerdasan

dalam pengendalian emosi dan karakter kepribadian dalam

menghargai perbedaan.

Page 24: AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK (Perspektif Sosiologi) Zainul

Zainul Fanani

~ 62 ~

DAFTAR PUSTAKA

Liliweri, Alo 2005. Prasangka dan Konflik Komunikasi Lintas Budaya

Masyarakat Multi Kultur,Yogyakarta:LKIS

Tunner, S, Bryan. 2012. Relasi Agama Dan Teori Sosial Kontemporer,

Jogjakarta:Ircisod

Haryanto, Sindung.2015, Sosiologi Agama Dari Klasik Hingga Post

Moderen, Jakarta:Ar Ruzz Media

Puspito, Hendro. 1989. Sosiologi Agama, Jakarta:Kanisius

Published On 19 February 2018 Rochmanudin Jakarta, IDN Times

Mubarak, Zulfi. 2010. Sosiologi Agama ,Malang:UIN Maliki Malang

Thomas F, Odea . 1987 , Sosiologi Agama Suatu pengenalan Awal ,

Jakarta:Rajawali Pers.

Tharaba, Fahim, 2016. sosiologi agama konsep methode riset dan konflik

sosial Madani:Malang

Elly M Setiadi & Usman Kolip. 2011, Pengantar Sosiologi,

Jakarta;Kencana Prenamedia Group

https://caragigih.id/contoh-konflik-antar-agama

https://www.idntimes.com/news/indonesia/rochmanudin-

wijaya/linimasa-kasus-intoleransi-dan-kekerasan-beragama-

sepanjang-2/full

Wahyu Wiji Utomo, http://sosialpolitikislam.blogspot.com/

2014/04/makalah-resolusi-konflik.html

http://daniel-manalu.blogspot.com/2008/03/agama-konflik-dan-

resolusi-konflik.html