jurusan sosiologi - eprints.uns.ac.id filejurusan sosiologi - eprints.uns.ac.id

137
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user FUNGSI SOSIAL KELUARGA TERHADAP TINGKAT PENDIDIKAN AGAMA ANAK ( Deskriptif Tentang Pendidikan Agama Anak Berdasarkan Fungsi Sosial Orang Tua Studi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Bamjarsari, Kota Surakarta ) SKRIPSI Disusun Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi Oleh : INDIRA PRAMITA D0304045 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Upload: truongcong

Post on 09-Aug-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

FUNGSI SOSIAL KELUARGA TERHADAP TINGKAT

PENDIDIKAN AGAMA ANAK

( Deskriptif Tentang Pendidikan Agama Anak Berdasarkan Fungsi Sosial

Orang Tua Studi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Bamjarsari, Kota

Surakarta )

SKRIPSI

Disusun Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Sosiologi

Oleh :

INDIRA PRAMITA

D0304045

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Page 2: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

SURAKARTA

2011

MOTTO

Nasehat itu seperti salju, semakin lembut ia jatuh, semakin lama ia bertahan, dan

semakin dalam merasuk kedalam pikiran. (Kahlil Gibran)

Pengalaman membuat aku mampu untuk mengenal sebuah kesalahan bilamana aku melakukannya lagi dan lagi.

(Indira Pramita)

Jangan takut akan hidup, percayalah bahwa hidup amatlah berharga, dan kepercayaanmu akan membantu menciptakan kenyataan.

(Jalaludin Rumi)

Cinta membuat jalan keras menjadi lunak dan membalikkan kegelapan menjadi cahaya, serta kehormatan yang berada di hadapan jiwa mengalahkannya dari

gairah dan keinginannya.

(Kahlil Gibran)

Page 3: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan untuk:

Mama dan Papiku yang tidak henti-hentinya memberikan dos dan motivasi agar cepat terselesainya skripsi ini

Tito Iswara, SE dan Dwi Nuryanti, SE, kakak dan kakak iparku yang selalu memberi dorongan agar aku menjadi orang yang bisa menjadi banggaan

orang tua

Galih Handoko, A.md “Si Tonggoz” makasih buat doa dan supportnya, akhirnya aku jadi sarjana nie, jangan ngejek lagi yaaa….

Wibi “Ndutz” Putra Pratama makasih sudah mau menjadi tempat untuk berbagi keluh kesah, saran dan kritik mu yang selalu menjadi pembelajaran

buat aku…

Teman-teman dan Almamater tercinta

Page 4: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamiin. Atas ijin Allah SWT sehigga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini tahap demi tahap. Tidak ada kata yang pantas

selain memanjatkan syukur kehadirat-Nya. Tidak lupa pula shalawat kepada

Rasulullah Muhammad SAW yang senantiasa kita tunggu syafaatnya hingga akhir

zaman. Sungguh semua ini semata-mata untuk mendapatkan mardhatillah.

Karya sederhana ini berjudul:

“FUNGSI SOSIAL KELUARGA TERHADAP TINGKAT PENDIDIKAN AGAMA ANAK” (Deskriptif tentang Religiusitas Anak Berdasarkan Fungsi Sosial Orang Tua Studi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta)

Skripsi ini merupakan sebagian kecil yang dapat digali oleh penulis

untuk memaparkan mengenai fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam

meningkatkan pemahaman keagamaan dalam realitas kehidupan sehari-hari

kepada anak di wilayah Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota

Surakarta. Semoga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang

mengambil tema yang sama.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah

banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih

kami haturkan kepada:

1. Prof. Drs. Pawito, Ph. D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta.

2. Dr. Bagus Haryono, M. Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi FISIP UNS

Surakarta.

3. Drs. Jefta Leibo, SU selaku Pembimbing Akademik selama penulis

berada di bangku kuliah.

4. Prof. Dr. RB. Soemanto, MA selaku Pembimbing Skripsi. Terima

kasih untuk kesabaran Bapak dalam membimbing dan mengarahkan

penulis.

Page 5: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5. Seluruh staf pengajar Jurusan Sosiologi FISIP UNS atas ilmu yang

telah penulis dapatkan dari Bapak/Ibu sekalian.

6. Seluruh staf Kelurahan Sumber yang telah memberikan ijin penelitian

untuk skripsi penulis.

7. Para pengajar TPA dan Pengurus Masjid Rohmah di Kelurahan

Sumber yang telah memberikan informasi dalam penyelesaian skripsi

ini.

8. Bambang Warsono beserta Mis Irianti, orang tua yang tidak pernah

lelah, dengan kesabaran dan ketulusan hati memanjatkan doa dan

memberikan seluruh fasilitas demi terciptanya karya sederhana ini.

9. Tito Iswara, SE dan Dwi Nuryanti, SE untuk support dan doanya.

10. Galih Handoko, Amd yang telah membantu dalam penyelesaian

skripsi penulis baik dalam bentuk moril maupun materiil.

11. Wibi Putra Pratama, anak sekolahan yang mau mendengarkan segala

keluh kesah dan memberikan semangat penulis disaat sedang tidak

bergairah dalam membuat karya ini.

12. Kawan-kawan Sosiologi angkatan 2004, semoga kita dipertemukan

lagi di forum yang lain.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih

buat semuanya.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Kritik

dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan di masa depan,

demi terciptanya masyarakat adil-makmur yang diridhoi Allah SWT. Semoga

dapat menjadi sumbangan referensi bagi ilmu pengetahuan.

Surakarta, Januari 2011

Penulis,

Page 6: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRAK Indira Pramita, D0304045, FUNGSI SOSIAL KELUARGA TERHADAP PENDIDIKAN AGAMA ANAK (Deskriptif tentang Religiusitas Anak Berdasarkan Fungsi Sosial Orang Tua Studi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta), Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Agama mengandung manfaat yang sangat besar dalam kehidupan manusia yang menganutnya, walaupun masih banyak didapati orang-orang yang tidak mepedulikan kehidupannya. Mereka cenderung melakukan hal-hal yang menyenangkan dirinya tanpa memikirkan orang lain walau perbuatannya itu merugikan orang lain. Keluarga sebagai institusi sosial terkecil merupakan fondasi untuk membangun kehidupan sosial/bermasyarakat secara luas menjadi lebih baik. Keluarga juga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak untuk mengenal nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungannya. Peran penting keluarga dalam memberikan pemahaman keagamaan tentu sangatlah besar bagi sang anak. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam meningkatkan pemahaman keagamaan dalam realitas kehidupan sehari-hari kepada anak di wilayah Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan model analisis interaktif. Teknik pengambilan informan menggunakan purposive sampling. Dari masing-masing teknik tersebut secara berurutan didapatkan sasaran penelitian, anak-anak usia 7-15 tahun di wilayah Kelurahan Sumber, orang tua dari anak-anak tersebut, dan pihak lain yang terkait dengan peningkatan religiusitas anak. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, observasi, dan

Page 7: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dokumentasi. Proses validitas data dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pada dasarnya keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam peningkatan religiusitas anak. Keluarga (orang tua) juga sangat efektif didalam memberikan contoh perilaku tentang pemahamaan keagamaan seperti dengan mengajarkan sholat atau mengikutsertakan anak dalam kegiatan Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) misalnya. Selain itu, ada faktor eksternal maupun internal yang menjadikan kendala orang tua dalam memberikan pemahaman keagamaan.

ABSTRACT Indira Pramita, D0304045, FUNGSI SOSIAL KELUARGA TERHADAP PENDIDIKAN AGAMA ANAK (Deskriptif tentang Religiusitas Anak Berdasarkan Fungsi Sosial Orang Tua Studi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta), Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Religion contains a huge benefit in human life which following, although there are still many people who are found not care for his life. They tend to do things that please him without thinking of others even though his actions were harming someone else. The smallest of the family as a social institution is the foundation for building social / societal extensively for the better. Family is also the first and foremost a place for children to know the values prevailing in its environment. Family have an important role in providing religious understanding necessarily for the kids.

Page 8: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

This study aims to explain the social function of families especially parents in improving religious understanding in the reality of everyday life to children in the area of Village Resources, District Banjarsari, Surakarta. This study uses qualitative research methods with interactive analysis model. Retrieval techniques informants using purposive sampling. From each of these techniques sequentially obtained goals of this study, children aged 7-15 years in the Village of sources, parents of these children, and other parties associated with increased religiosity of children. Data collection techniques using in-depth interviews, observation, and documentation. Data validation process by comparing the observed data with data from interviews, and comparing the results of interviews with the contents of a document related. Results of research indicated that family basically has a very important role in the increased religiosity of children. Family (parents) are also very effective in providing examples of the behavior of religious comprehension. like to teach the prayers or to include children in the activities of Al-Quran Education Park (TPA) for example. In addition, there are external and internal factors that make the constraints of parents in providing religious understanding.

Page 9: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

MOTTO ...................................................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ v

KATA PENGANTAR ................................................................................. vi

ABSTRAK .................................................................................................. viii

DAFTAR ISI ................................................................................................ ix

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi

DAFTAR BAGAN....................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................. 7

C. Tujuan Penelitian ............................................................... 7

D. Manfaat Penelitian ............................................................. 8

E. Tinjauan Pustaka ................................................................ 8

F. Landasan Teori ................................................................... 12

G. Kerangka Pemikiran ........................................................... 23

H. Metodologi Penelitian ........................................................ 26

1. Lokasi Penelitian .......................................................... 26

2. Jenis Penelitian ............................................................. 26

Page 10: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Sumber Data ................................................................. 26

4. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 27

5. Teknik Pengambilan Sampel ................................................. 28

6. Validitas Data ........................................................................ 30

7. Teknik Analisa Data .............................................................. 31

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Keadaaan Geografis .................................................................... 34

1. Letak Daerah ........................................................................ 34

2. Batas Wilayah ....................................................................... 35

3. Luas Wilayah ........................................................................ 35

B. Keadaan Penduduk ..................................................................... 36

1. Jumlah Penduduk .................................................................. 36

2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Umur .... 36

3. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ............. 38

4. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian................ 39

5. Komposisi Penduduk Menurut Agama ................................. 41

6. Penduduk WNI Keturunan dan WNA .................................. 42

7. Sarana dan Prasarana ............................................................ 43

C. Kondisi Kelurahan Sumber dan Kegiatan Keagamaannya ......... 45

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Sosialisasi Nilai Agama dari Orang Tua Kepada Anak ............. 51

B. Pengaruh Religiusitas dari Orang Tua Kepada Anak ................ 76

C. Kendala-kendala yang dihadapi Orang Tua dalam Memberi

Teladan Bagi Anaknya ............................................................... 101

BAB IV PENUTUP

A. ..........................................................................................Kesim

pulan .......................................................................................... 120

B. ...........................................................................................Saran

................................................................................................... 123

Page 11: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 125

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel I. Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ....................................... 37

Tabel II. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ................................................ 38

Tabel III. Penduduk Menurut Mata Pencaharian .................................................. 40

Tabel IV. Penduduk Menurut Agama ................................................................... 41

Tabel V. Penduduk WNA dan WNI Keturunan ................................................... 42

Tabel VI. Daftar Kategori Informan ...................................................................... 51

Tabel VII. Matrik Sosialisasi Pemberian Teladan dari Sudut

Pandang Orang Tua ............................................................................... 60 Tabel VIII. Matrik Sosialisasi Pemberian Teladan dari Sudut

Pandang Tokoh Masyarakat .................................................................. 65 Tabel IX. Matrik Sosialisasi Pemberian Teladan dari Sudut

Pandang Anak ....................................................................................... 71 Tabel X. Matrik Fungsi Religi dari Sudut Pandang Orang Tua .......................... 82 Tabel XI. Matrik Fungsi Religi dalam Sudut Pandang Tokoh Masyarakat ......... 89 Tabel XII. Matrik Fungsi Religi dari Sudut Pandang Anak .................................. 97

Page 12: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel XIII. Matrik Kendala Pemberian Teladan dari Sudut Pandang Orang Tua .. 106 Tabel XIV. Matrik Kendala-Kendala yang dihadapi Tokoh Masyarakat

dalam Memberi Teladan Bagi Anak .................................................... 109

Tabel XV. Matrik Fungsi Sosial Keluarga terhadap Tingkat Religiusitas Anak ... 116

DAFTAR BAGAN

Bagan I. Model Analisis Interaktif ................................................................... 33

Page 13: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

Page 14: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Agama mengandung manfaat yang begitu besar dalam kehidupan

manusia yang menganutnya, tetapi masih banyak didapati orang-orang

yang tidak mempedulikan kehidupannya. Mereka cenderung untuk

melakukan hal-hal yang membuat dirinya senang tanpa memikrkan orang

lain sekalipun ia sudah menggangu kepentingan orang lain tersebut. Ini

dapat dilihat dari masih banyaknya tindakan-tindakan kriminal yang ada

dalam masyarakat yang tidak sedikit melibatkan orang-orang yang

beragama.

Lembaga agama merupakan sistem keyakinan dan praktek

keagamaan penting dari masyarakat yang telah dibakukan dan dirumuskan

serta yang dianut secara luas dan dipandang sebagai perlu dan benar.

Asosiasi agama merupakan kelompok orang yang terorganisasi yang

secara bersama-sama menganut keyakinan dan menjalankan praktek suatu

agama. Agama atau religi dapat didefinisikan sebuah sistem keyakinan dan

praktek sebagai sarana bagi sekelompok orang untuk menafsirkan dan

menaggapi apa yang mereka rasakan sebagai pengada adikodrati

(supranatural) dan kudus. (Johnstone, 1975, hal.20)

Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:

” Ada empat indikator kebahagiaan keluarga seseorang, yaitu ketika ia

memiliki istri/suami yang saleh, anak-anak yang shaleh, sahabat-sahabat

1

Page 15: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang shaleh, dan rizki yang ada dekat dengan keluarganya” (HR. Ad-

Daelami dari Ali bin Abi Thalib ra). Hadits tersebut dapat dimaknai bahwa

sebuah keluarga dapat bahagia penuh kasih sayang manakala anggota

keluarganya bapak/ibu, anak, sahabat dan yang terkait dengannya saleh

penuh keberkahan. Keluarga yang seperti inilah yang akan mampu

melahirkan karakter bangsa yang mandiri.

Keluarga sebagai institusi sosial terkecil, merupakan fondasi dan

investasi awal untuk membangun kehidupan sosial dan kehidupan

bermasyarakat secara luas menjadi lebih baik. Sebab, di dalam keluarga

internalisasi nilai-nilai dan norma-norma sosial jauh lebih efektif

dilakukan ketimbang melalui institusi lainnya di luar keluarga. Lembaga

yang paling ampuh dalam proses internalisasi prinsip-prinsip tersebut

adalah keluarga. Melalui keteladanan dan pembiasaan dalam keluarga,

segala prinsip itu dapat ditanamkan. Keteladanan dan pembiasaan ini

merupakan metode utama dalam pembentukan karakter anak, terutama

dalam keluarga.

Di keluargalah kali pertama anak-anak mendapat pengalaman

langsung yang akan digunakan sebagai bekal hidupnya dikemudian hari

melalui latihan fisik, sosial, mental, emosional dan spritual. Karena anak

ketika baru lahir tidak memiliki tata cara dan kebiasaan (kebudayaan) yang

begitu saja terjadi sendiri secara turun temurun dari satu generasi ke

generasi yang lain, oleh karena itu harus dikondisikan suatu hubungan

yang harmonis antara anak dengan agen lain (orang tua dan anggota

Page 16: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

keluarga lain) dan lingkungan yang mendukungnya baik dalam keluarga

atau lingkungan yang lebih luas.

Keluarga merupakan unsur sentral dalam ajaran Islam. Sebab unit

keluarga memang merupakan sendi utama masyarakat. Atas landasan unit-

unit keluarga yang sehat akan berdiri tegak bangunan masyarakat yang

sehat.

Keluarga adalah sebuah institusi yang minimal memiliki fungsi-

fungsi sebagai berikut. 1) Fungsi religius, yaitu keluarga memberikan

pengalaman keagamaan kepada anggota-anggotanya; 2) Fungsi afektif,

yakni keluarga memberikan kasih sayang dan melahirkan keturunan; 3)

Fungsi sosial, keluarga memberikan prestise dan status kepada semua

anggotanya; 4) Fungsi edukatif, keluarga memberikan pendidikan kepada

anak-anaknya; 5) Fungsi protektif, keluarga melindungi anggota-

anggotanya dari ancaman fisik, ekonomis, dan psiko-sosial; dan 6) Fungsi

rekreatif, yaitu bahwa keluarga merupakan wadah rekreasi bagi

anggotanya.

Melihat beragamnya fungsi keluarga tersebut dapat disimpulkan

bahwa keluarga adalah institusi sentral penerus nilai-nilai budaya dan

agama (value transmitter). Artinya, keluarga merupakan tempat pertama

dan utama bagi seorang anak mulai belajar mengenal nilai-nilai yang

berlaku di lingkungannya, dari hal-hal yang sangat sepele, seperti

menerima sesuatu dengan tangan kanan sampai pada hal-hal yang sifatnya

sangat rumit, seperti interpretasi yang kompleks tentang ajaran agama atau

Page 17: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tentang berbagai interaksi manusia. Suatu keluarga akan menjadi kokoh,

bilamana keenam fungsi yang disebutkan tadi berjalan harmonis.

Sebaliknya, bila pelaksanaan fungsi-fungsi di atas mengalami hambatan

akan terjadi krisis keluarga. Keluarga juga akan mengalami konflik, bila

fungsi-fungsi itu tidak berjalan secara memadai. Misalnya, jika fungsi

edukatif tidak berjalan efektif maka kemungkinan hubungan anak dan

orangtua akan mengalami ketidakteraturan (disorder).

Pendidikan sangat penting bagi perkembangan psikologi dan

tingkah laku anak. Orang tua yang tidak memberikan pendidikan yang

benar kepada anaknya, dan tidak mendidiknya dengan sopan santun serta

akhlak yang mulia, tidak akan memetik hasil, kecuali seorang anak yang

berperilaku berani dan bermusuhan dengan orang tuanya. Perkembangan

manusia secara psikis terjadi perubahan-perubahan dalam diri seseorang

untuk tercapainya kepribadian yang sempurna.

Sebagai penerus utama nilai-nilai, dalam lingkungan keluarga juga

berlangsung mekanisme pemilihan tokoh identifikasi. Anak meniru pola

perilaku orang dewasa di dalam keluarga. Yang ditiru dapat berupa

perilaku, gaya bicara atau sifat-sifat khasnya. Ditinjau dari perspektif

gender, keluarga merupakan laboratorium dimana sejak anak dilahirkan ia

belajar dan mengenal perilaku yang terkait pada gender seseorang (gender

related behavior). Karena keluarga merupakan lembaga pendidikan

pertama dan utama bagi seorang individu, maka nilai-nilai agama dan

prinsip-prinsip moral harus di mulai dari rumah. Nilai-nilai agama berupa

Page 18: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

keadilan, kejujuran, kebenaran, keberanian mengatakan yang benar,

penghargaan dan penghormatan kepada sesama manusia, nilai-nilai

persamaan, persaudaraan dan kebebasan hendaknya ditanamkan sejak usia

dini. Dalam konteks ini orang tua, ayah dan ibu memiliki peran yang amat

penting untuk mengajarkan anak-anaknya rasa saling mengasihi,

kepedulian, keindahan, kebersihan, ketertiban, dan kedisiplinan.

Maksud dan tujuan orang tua adalah mereka ingin membekali

anak-anaknya dengan kepandaian secara rohani atau spiritual sehingga

diharapkan tingkah laku anak-anak mereka akan menjadi baik dan sesuai

dengan norma-norma dalam masyarakat serta mempunyai tingkat

moralitas yang tinggi.

Menurut Moeslim Abdurrahman (1997), kita mungkin berasumsi

bahwa penanaman dasar-dasar pendidikan agama sebagai kerangka

pembentukan watak dan sikap kepribadian, telah dilaksanakan dengan

intensif pada tingkat dasar yang mungkin diteruskan pada tingkat

menengah dan perguruan tinggi. Namun di tingkat mana pun, sebaiknya

pendidikan agama harus lebih berorientasi untuk menumbuhkan wawasan

keagamaan dalam kaitan dengan membangun intelektualitas keagamaan

(religius intelectual building).

Peran lembaga pendidikan. Dalam paradigma baru, pendidikan

agama-agama lebih ditekankan kepada moral improvement. Bila dalam

paradigma lama, metode pengembangan misi agama lebih bersifat

Page 19: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

emosional dan sering kurang jujur melihat agama-agama lain, maka dalam

paradigma baru yang perlu dikembangkan adalah metode kebijaksanaan

(hikmah, wisdom), keteladanan (mauizhah hasanah), dan dialog (jadal bil

ahsan). Karena itu, pemaksaan, indoktrinasi, dan debat tidak mendapat

tempat dalam paradigma baru ini.

Agama merupakan elemen dasar perkembangan anak. Harus

dipahami pula bahwa untuk mengajarkan agama pada tingkat dini

dibutuhkan banyak metode. Orang tua harus sedapat mungkin aktif

menggali informasi serta menerapkan metode pengajaran agama yang

sudah teruji. Dalam mengajarkan sesuatu kepada anak, kita harus

menyertakan hati, telinga dan mata. Orang tua harus memberikan contoh

yang nyata, bukan sekadar nasihat atau perintah. anak-anak memerlukan

keteladanan agar nilai yang hendak disampaikan menjadi lebih bermakna.

Menjadi orang tua yang baik dan bijak bukanlah suatu hal yang

mudah. Dibutuhkan kesabaran dan toleransi yang tinggi agar kita dapat

mengembangkan potensi putra-putri kita dengan lebih baik. Terlebih saat

ini banyak orang tua yang sibuk mencari nafkah bagi keluarga, sehingga

menyebabkan anak-anak sering kurang mendapatkan perhatian dan

penasuhan serius dari orang tuanya. Bagi keluarga muslim, mendidik anak

bukanlah semata-mata dorongan alami dan kodrati melainkan suatu

kewajiban orang tua terhadap anak dan merupakan sarana untuk

mewujudkan generasi yang tangguh dan kuat. Selain itu, dalam Islam anak

merupakan titipan dari Allah SWT yang nantinya orang tua akan dimintai

Page 20: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pertanggungan jawab oleh Allah SWT di akhirat kelak. Membiasakan

anak sejak usia dini untuk mengetahui dan melaksanakan berbagai

aktivitas keagamaan tidak dapat dilakukan tanpa memperhatikan

kenyamanan emosi, fisik dan spiritual anak, jika orang tua dapat

memfasilitasi ketiganya, maka proses pembelajaran agama akan berjalan

dengan baik.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti membuat

rumusan masalah sebagai berikut:

“ Bagaimana fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam

meningkatkan pemahaman keagamaan didalam realitas kehidupan sehari-

hari kepada anak di wilayah Kelurahan Sumber ? “

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini mempunyai tujuan antara lain:

Menjelaskan fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam

meningkatkan pemahaman keagaman dalam realitas kehidupan sehari-hari

kepada anak di Kelurahan Sumber.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap :

· Bagi Keluarga khususnya orang tua, diharapakan dapat menjadi contoh

Page 21: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

teladan bagi anak khususnya dalam memberikan pemahaman religiusitas

secara mendalam agar terbentuk perilaku yang baik sesuai dengan ajaran

agama.

· Bagi Pembaca,

Dapat memberikan pengetahuan dan wacana yang baru mengenai

pemahaman religiusitas pada anak, sehingga dapat menjadi bahan

pertimbangan dalam menyikapi dan mengatasinya.

· Bagi Penulis,

Karya ini semakin melatih kepekaan penulis dalam menemukan

permasalahan sosial dalam masyarakat khususnya dalam suatu keluarga

terutama fungsi sosial orang tua dalam meningkatkan religiusitas anak

agar tercermin baik dalam realitas kehidupan sehari-hari baik di

lingkungan formal maupun informal.

E. TINJAUAN PUSTAKA

Lembaga dalam arti sosiologi adalah suatu sistem norma untuk

mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang

penting, atau secara formal dapat disebut sebagai sekumpulan kebiasaan

dan tata kelakuan pada suatu kegiatan pokok manusia. (Horton & Hunt,

1999:244)

Lembaga tidak mempunyai anggota tetapi mempunyai pengikut,

dimana pengikut ini bergabung menjadi satu yang disebut asosiasi.

Asosiasi adalah kelompok orang yang terorganisir yang mengejar

Page 22: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

beberapa tujuan bersama. (Horton & Hurt, 1999:263)

Setiap lembaga mempunyai asosiasinya dan melalui asosiasi itulah

norma-norma lembaga dilaksanakan. Dalam kaitannya dengan Fungsi

Sosial keluarga terhadap Tingkat Religiusitas Anak, keluarga sebagai

lembaganya dan Orang Tua serta Anak sebagai asosiasinya yang

terorganisir dan menjalankan tugasnya masing-masing.

Dalam Jurnal Internasional, penelitian mengenai tingkat

pendidikan agama anak yang pernah dilakukan oleh Allison James,

Thomas Nigel dan Woodhead Martin (2005). Dengan judul Method of

Teaching Religion in Children (Metode Pengajaran Agama untuk Anak).

Penelitian ini membahas mengenai metode mengajarkan agama pada anak.

Penelitian tersebut dilakukan oleh tiga komunitas di Negara Inggris yang

menganalisis penelitian Pendidikan agama sebenarnya telah dimulai sejak

anak lahir bahkan sejak anak dalam kandungan. Anak usia balita atau 0-5

tahun belum termasuk usia sekolah. Dengan demikian ia lebih banyak

bersama dan berinteraksi di lingkungan keluarga terutama orang tuanya.

Maka orang tua adalah segala-galanya bagi anak. Oleh karena itu, setiap

orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan agama bukanlah

sekedar mengajarkan pengetahuan agama dan melatih ketrampilan anak

dalam melaksanakan ibadah. pendidikan agama menyangkut manusia

seutuhnya. Agar agama itu dalam tumbuh dalam jiwa anak dan dapat

dipahami nantinya, maka harus ditanamkan semenjak kelahiran bayi.

Dengan demikian, ada metode-metode tertentu yang harus diterapkan

Page 23: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dalam mengajarkan agama pada anak. Adapun metode yang dimaksud

adalah semua cara yang dilakukan dalam upaya mendidik. Mengajar

adalah termasuk upaya mendidik metode mengajarkan agama pada anak

(balita). Selanjutnya adalah metode percakapan dalam hal ini perlu

dipahami bahwa objeknya adalah anak balita. Anak pada umumnya mulai

pandai berbicara pada umur dua tahun. Meskipun pada dasarnya bayi yang

berumur satu tahun pun sudah dapat diajak berinteraksi dengan bahasa

isyarat. Oleh karena itu, dianjurkan ketika anak mulai pandai bercakap,

diajarkan kata-kata yang baik dan benar. (Allison James, Thomas Nigel

dan Woodhead Martin Volume 20, Issue 2, April 2005)

Keluarga adalah lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga

lainnya berkembang karena kebudayaan yang makin kompleks menjadikan

lembaga-lembaga itu penting. Keluarga mempunyai suatu sistem norma

dan tata cara yang diterima untuk menyelesaikan sejumlah tugas penting.

Selain itu Keluarga juga merupakan salah satu tempat untuk proses

sosialisasi atau menyebarkan fungsi-fungsi sosial bagi anggotanya.

Sosialisasi merupakan suatu proses yang dianggap penting dalam

perkembangan kepribadian seseorang. Melalui sosialisai seseorang akan

dapat memahami pola kehidupan kelompoknya. Dan dengan sosialisasi

seseorang dapat diterima dalam kelompoknya.

Keluarga merupakan kelompok primer (primary group) yang

pertama dari seseorang anak dan dari situlah perkembangan kepribadian

bermula. Ketika anak sudah cukup umur untuk memasuki kelompok

Page 24: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

primer lain di luar keluarga, pondasi dasar kepribadiannya sudah

ditanamkan secara kuat. Jenis kepribadiannya sudah diarahkan dan

terbentuk. Dengan demikian hal tersebut telah menegaskan bahwa

keluarga adalah faktor penentu utama bagi sosialisasi anak.

Definisi agama dalam sosiologi adalah definisi yang empiris yaitu

definisi menurut pengalaman yang kongkret sekitar agama yang

dikumpulkan dari masa lampau maupun kejadian sekarang.

Religi atau agama merupakan sebuah sistem keyakinan dan praktek

sebagai sarana bagi sekelompok orang untuk menafsirkan dan menanggapi

apa yang mereka rasakan sebagai pengada adikodrati (supranatural) dan

kudus (Johnstone 1975:20)

Lain halnya dengan Joachim Wach yang melihat agama dari tiga

unsure pengertian, yaitu : pertama unsur teoritis-nya, bahwa agama adalah

suatu sistem kepercayaan, kedua unsur praktis-nya, yang berupa sistem

kaidah yang mengikat penganutnya, ketiga unsur sosiologis-nya, bahwa

agama mempuyai sistem perhubungan dan interaksi sosial. Apabila salah

satu unsur tidak terdapat maka orang tidak dapat bicara tentang agama,

tetapi hanya kecenderungan religius. (Hendropuspito, 2000:34-35)

Kehadiran anak di dunia ini merupakan amanah ilahi.

Kehadirannya bisa menjadi penoreh bahagia bagi keluarga, pun sebaliknya

anak bisa menjadi bebean keluarganya di dunia maupun di akherat.

Memenuhi hak-haknya merupakan perintah Allah SWT. Agar bisa

memenuhi hak-hak anak dengan baik, salah satu cara efektif adalah

Page 25: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

memperdalam ilmu agama bagi orang tua.

Untuk bisa memenuhi hak-hak anak secara optimal, hal itu

dibutuhkan kesadaran tinggi meluruskan niat dan menyempurnakan

ikhtiar. Tanpa kesadaran tinggi, orang tua bisa tergelincir melanggar hak-

hak anak. Selain itu, dibutuhkan akhlak mulia dalam mengiringi kewajiban

pemenuhan hak-hak anak seperti sikap sabar, penyayang, bijaksana,

pantang menyerah, optimis, selalu berdoa kepada Allah SWT dn lainnya.

Pasalanya, banyak ujian dan godaan selama pemenuhan hak-hak anak

tersebut. Selama anak masih belum bisa mandiri, selama itu pula masih

ada tanggung jawab orang tua untuk memenuhi hak anaknya khususnya

hak atas kebutuhan hidup.

Disamping itu, ilmu agama tidak hanya didalami para orang tua,

namun juga anak-anak mereka. Anak perlu dididik soal hak dan

kewajibannya sebagai anak sehingga ada keseimbangan di pemenuhannya.

F. LANDASAN TEORI

Pendekatan Weber

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dimana

dalam penelitian kualitatif teori dibatasi pada pengertian suatu pernyataan

sistematis yang berkaitan dengan seperangkat proposisi yang berasal dari

data dan diuji secara empiris. Dapat dikatakan bahwa teori dalam metode

ini berfungsi untuk membantu menghubungkan antara peneliti dan data

yang dibutuhkan dalam hal pengumpulan dan proses analisa data.

Page 26: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tujuan penelitian ini adalah ingin menggambarkan keteladanan

orang tua dalam mensosialisasikan dan memberikan pemahaman nilai-nilai

agama yang ditujukan untuk anaknya dengan menggunakan salah satu

paradigma dari buku karangan George Ritzer, yaitu paradigma definisi

sosial yang diambil dari karya Weber.

Paradigma definisi soial dipiliih dalam penelitian ini didasarkan

pada pemahaman peneliti bahwasanya tindakan untuk menentukan atau

memilih dan menerapkan proses sosialisasi nilai-nilai agama adalah

sebuah tindakan sosial yang dilakukan oleh sekelompok orang tua kepada

anak-anaknya.

Tindakan sosial yang dimaksudkan disini adalah tindakan individu

sepanjang tindakannya itu mempunyai makna dan arti subyektif bagi

dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. (Ritzer, 1985 : 48)

Tindakan tersebut mempunyai makna atau arti subyektif yaitu

menentukan dan memilih strategi yang tepat untuk mensosialisasikan

nilai-nilai agama pada anak di wilayah Kelurahan Sumber. Dalam strategi

ini juga melibatkan orang lain yaitu : pekerja di Kelurahan, pengajar TPA

masjid Rohmah yang terletak di Sumber.

Penelitian ini mengacu pada disiplin ilmu sosiologi. Sosiologi

menurut Pitirin Sorokin didefinisikan sebagi suatu ilmu yang mempelajari:

1. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara macam gejala-gejala sosial

(misalnya antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral

hukum dengan ekonomi, gerakan masyarakat dalm politik dan

Page 27: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sebagainya).

2. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-

gejala non sosial (misalnya gejala geografis, biologis dan sebagainya).

3. Ciri-ciri semua jenis gejala sosial (Soekanto,1990:21).

Secara umum obyek kajian sosiologi adalah masyarakat yang

dilihat dari sudut hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari

hubungan antar manusia dalam masyarakat. Mac Iver dan Page menjelaskan

bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari

wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongannya,

dari pengawasan dan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia.

Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan masyarakat selalu

berubah (Soekanto, 1990:26).

Secara definitif Max weber merumuskan sosiologi sebagai ilmu

yang berusaha menafsirkan dan memahami (interpretative understanding)

tindakan sosial serta antar hubungan sosial untuk sampai kepada penjelasan

kausal. Dalam definisi ini terkandung dua konsep dasarnya, pertama, konsep

tindakn sosial, kedua, konsep tentang penafsiran dan pemahaman.

Studi mengenai antar hubungan sosial memerlukan pemakaian

teknik penemuan yang bersifat subyektif seperti metode verstehen, imajinasi

atau simpatik reconstruction atau seakan-akan mengalami sendiri (Ritzer,

2002:53-54).

Melalui rasionalitas sebagai konsep dasar Max weber melakukan

klasifikasi mengenai tipe-tipe tindakan social:

Page 28: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1. Rasionalitas instrumental (Zwerk Rasionalitas)

Tingkat rasionalitas yang tinggi ini meliputi pertimbangan dan pilihan

yang sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan alat yang

dipergunakan untuk mencapainya. Sesudah tindakan itu dilaksanakan

orang dapat menentukan secara obyektif sesuatu yang berhubungan

dengan tujuan yang akan dicapai.

2. Rasionalitas yang berorientasi nilai (werkrasionalitas)

Dibandingkan dengan rasionalitas instrumental, sifat rasionalitas yang

berorientasi nilai yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan

obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar, tujuan sudah ada dalam

hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut atau

merupakan nilai akhir baginya.

3. Tindakan tradisional

Tindakn tradisional merupakan tipe tindakn sosial yang bersifat non

rasional. Weber melihat bahwa tipe tindakan ini sedang hilang karena

meningkatnya rasionalitas instrumental.

4. Tindakan afektif

Tipe tindakan ini ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi tanpa

refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar (Johnson. 1986 : 219-

222).

Selain konsep tindakan sosial, Weber juga mengemukakan konsep

tentang antar hubungan sosial (social relationship). Ia mendefinisikannya

sebagai tindakan beberapa orang actor yang berbeda-beda sejauh tindakan

Page 29: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

itu mengandung makna dan dihubungkan serta diarahkan kepada orang

lain.

Bertolak dari konsep dasar tentang tindakan soial itu Weber

mengemukakan lima ciri pokok yang menjadi sasaran penelitian sosiologi,

yaitu :

1. Tindakan manusia yang menurut si aktor mengandung makna yang

subyektif, meliputi tindakan nyata.

2. Tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat

subyektif.

3. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan

yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara

diam-diam.

4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa

individu.

5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada

orang lain. (Ritzer, 1985:45)

Ada tiga teori yang termasuk ke dalam paradigma definisi sosial ini

yaitu teori aksi, teori interaksi simbolik dan fenomenologi. Di dalam

penelitian ini, peneliti mengambil teori aksi. Dalam teori aksi terdapat

beberapa asumsi fundamental yang dikemukakan oleh Hinkle dengan

merujuk karya Mac Iver, Znaniecki dan Parsons, sebagai berikut :

1. Tindakan manusia mucul dari kesadarannya sendiri sebagi subyek dan

dari situasi eksternal dalam posisinya sebagi obyek.

Page 30: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Sebagai subyek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai

tujuan-tujuan tertentu, jadi tindakan manusia bukan merupakan tujuan.

3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik prosedur, metode

serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan

tersebut.

4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang

tidak dapat diubah dengan sendirinya.

5. Manusia memilih untuk menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan

yang akan, sedang, dan yang telah dilakukan.

6. Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsip-prinsip moral diharapkan

timbul pada saat pengambilan keputusan.

7. Studi mengenai antar hubungan sosial memerlukan pemakaian teknik

penemuan yang bersifat subyektif seperti metode verstehen, imajinasi,

sympathetic reconstruction atau seakan-akan mengalami sendiri.

(Ritzer, 1985:53)

Parsons menyusun skema unit-unit dasar tindakan sosial dengan

karakteristik sebagai berikut :

1. Adanya individu selaku aktor.

2. Aktor dipandang sebagaipemburu tujuan-tujuan tertentu.

3. Aktor mempunyai alternatif cara, alat, serta teknik untuk mencapai

tujuannya.

4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat

membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan. Kendala tersebut

Page 31: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

berupa situasi dan kondisi, sebagian ada yang tidak dapat dikendalikan

oleh individu. Misalnya tradisi.

5. Aktor berada dibawah kendala dari nilai-nilai, norma-norma dan

berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan

menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan.

(Ritzer, 1985:56-57)

Aktor mengejar tujuan dalam situasi dimana norma

mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai

tujuan. Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya terhadap cara atau

alat tetapi ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih. Kemampuan

ini oleh Parsons disebut sebagai voluntarisme Singkatnya voluntarisme

adalah :

Kemampuan individu melakukan tindakan dalam arti menetapkan

cara atau alat dari sejumlah alternatif yang tersedia dalam rangka

mencapai tujuannya. (Ritzer, 1985:87).

Konsep voluntarisme Parsons inilah yang menempatkan Teori Aksi

kedalam paradigma definisi sosial. Aktor menurut konsep voluntarisme ini

adalah pelaku akif dan kreatif serta mempunyai kemampuan menilai dan

memilih dari alternatif tindakan. Walaupun aktor tidak mempunyai

kebebasan total, namun ia mempunyai kemauan bebas dalam memilih

berbagai alternatif tindakan. Berbagai tujuan yang hendak dicapai, kondisi

dan norma serta situasi penting lainnya kesemuanya kebebasan aktor.

Tetapi selain itu aktor adalah manusia yang aktif, kreatif, dan evaluatif.

Page 32: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kesimpulan utama yang dapat diambil adalah bahwa :

Tindakan sosial merupakan suatu proses dimana aktor terlibat dalam

pengambilan keputusan subyektif tentang sarana dan cara untuk mencapai

tujuan tertentu yang telah dipilih, yang kesemuanya itu dibatasi

kemungkinan-kemungkinannya oleh sistem kebudayaan dalam bentuk

norma-norma, ide-ide dan nilai sosial. (Ritzer, 1985:58)

Didalam menghadapi situasi yang bersifat kendala baginya itu,

aktor mempunyai sesuatu didalam dirinya berupa kemauan bebas.

Jika kita terapkan teori aksi dalam penelitian dapat dilihat bahwa

tindakan sosial tercermin dalam proses sosialisasi pemahaman nilai-nilai

agama pada anak yang diberikan oleh orang tua, dimana mereka harus

dapat memilih startegi atau cara yang tepat dan sesuai yang digunakan

untuk mencapai tujuan ini.

TEORI SOSIALISASI KELUARGA

Lembaga keluarga merupakan tempat pertama untuk anak

menerima pendidikan dan pembinaan. Meskipun diakui bahwa sekolah

mengkhususkan diri untuk kegiatan pendidikan, namun sekolah tidak

mulai dari “ruang hampa”(Hery Noer Aly, 2000). Sekolah menerima anak

setelah melalui berbagai pengalaman dan sikap serta memperoleh banyak

pola tingkah laku dan keterampilan yang diperolehnya dari lembaga

keluarga. Keluarga menjadi tempat berlangsungnya sosialisasi yang

berfungsi dalam pembentukan kepribadian sebagai makhluk individu,

makhluk sosial, makhluk susila dan makhluk keagamaan. Jika anak

Page 33: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mengalami atau selalu menyaksikan praktek keagamaan yang baik, teratur

dan disiplin dalam rumah tangganya, maka anak akan senang meniru dan

menjadikan hal itu sebagai adat kebiasan dalam hidupnya, sehingga akan

dapat membentuknya sebagai makhluk yang taat beragama. Dengan

demikian, agama tidak hanya dipelajari dan diketahui saja, tetapi juga

dihayati dan diamalkan dengan konsisten (Imam Barnadib, 1983).

Keluarga memegang peranan penting dalam meletakkan

pengetahuan dasar keagaman kepada anak–anaknya. Untuk melaksanakan

hal itu, terdapat cara–cara praktis yang harus digunakan untuk menemukan

semangat keagamaan pada diri anak, yaitu : (a) memberikan teladan yang

baik kepada mereka tentang kekuatan iman kepada Allah dan berpegang

teguh kepada ajaran-ajaran agama dalam bentuknya yang sempurna dalam

waktu tertentu, (b) membiasakan mereka melaksanakan syiar-syiar agama

semenjak kecil sehingga pelaksanaan itu menjadi kebiasaaan yang

mendarah daging, dan mereka melakukannya dengan kemauan sendiri dan

merasa tentram sebab mereka melaksanakannya, (c) menyiapkan suasana

agama dan spritual yang sesuai di rumah di mana mereka berada, (d)

membimbing mereka membaca bacaan-bacaan agama yang berguna dan

memikirkan ciptaan-ciptaan Allah dan makhluk-makhlukNya untuk

menjadi bukti kehalusan sistem ciptaan itu dan atas wujud dan keagungan-

nya, (e) menggaklakkan mereka turut serta dalam aktivitas-aktivitas agama

dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya dalam berbagai macam bentuk

dan cara (Ibid, 1992).

Page 34: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Fungsi Sosial keluarga sangat penting dalam memberikan

pemahaman agama kepada anak dengan cara orang tua wajib mendidik

anak-anaknya mengenal dan mengamalkan akhlak-akhlak terpuji kepada

yang berhak, baik akhlak kepada Allah SWT, nabi, dan rasul Allah SWT,

orang tua, hingga tumbuhan, dan binatang.

Dalam kaitannya dengan pendidikan anak dalam keluarga, dapat

memberikan implikasi-implikasi sebagai berikut : Anak memiliki

pengetahuan dasar-dasar keagamaan. Kenyataan membuktikan bahwa

anak-anak yang semasa kecilnya terbiasa dengan kehidupan keagamaan

dalam keluarga, akan memberikan pengaruh positif terhadap

perkembangan kepribadian anak pada fase-fase selanjutnya. Oleh karena

itu, sejak dini anak seharusnya dibiasakan dalam praktek-praktek ibadah

dalam rumah tangga seperti ikut shalat jamaah bersama dengan orang tua

atau ikut serta ke mesjid untuk menjalankan ibadah, mendengarkan

khutbah atau ceramah-ceramah keagamaan dan kegiatan religius lainnya.

Hal ini sangat penting, sebab anak yang tidak terbiasa dalam keluarganya

dengan pengetahuan dan praktek-praktek keagamaan maka setelah dewasa

mereka tidak memiliki perhatian terhadap kehidupan keagamaan

(Hasbullah, 1999). Pentingnya keluarga dalam proses sosialisasi menjadi

jelas jika dampaknya dibandingkan dengan dampak dari pengaruh yang

lain. Oleh karena itu pernyataan tesebut telah menegaskan bahwa keluarga

adalah faktor penentu utama bagi sosialisasi anak.

TEORI AGAMA

Page 35: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Definisi agama dalam sosiologi adalah definisi yang empiris yaitu

definisi menurut pengalaman kongkret sekitar agama yang dikumpulkan

dari masa lampau maupun kejadian sekarang

Hendropuspito mendefinisikan agama sebagai suatu jenis sistem

sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berporos pada

kekuatan-kekuatan nonempiris yang dipercayainya dan didayagunakannya

untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas

umumnya.

Pendidikan agama merupakan pendidikan dasar yang harus

diberikan kepada anak sejak dini ketika masih muda. Hal tersebut

mengingat bahwa Pribadi anak pada usia kanak-kanak masih muda untuk

dibentuk dan anak didik masih banyak berada dibawah pengaruh

lingkungan rumah tangga. Mengingat arti startegis lembaga keluarga

tersebut, maka pendidikan agama yang merupakan pendidikan dasar itu

harus dimulai dari suatu keluarga oleh orang tua.

Pendidikan agama dan spiritual termasuk termasuk bidang-bidang

pendidikan yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga terhadap

anak-anaknya. Pendidikan agama dan spiritual ini berarti membangkitkan

kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada anak-

anak. Demikian pula, memberikan kepada anak bekal pengetahuan agama

dan nilai-nilai budaya agama yang sesuai dengan umurnya sehingga dapat

menolongnya kepada pengembangan sikap agama yang benar.

Inti pendidikan agama sesungguhnya adalah penanaman iman

Page 36: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kedalam jiwa anak , untuk pelaksanaan hal itu secara maksimal hanya

dapat dilaksanakan dalam rumah tangga. Harun Nasution menyebutkan

bahwa pendidikan agama, dalam arti pendidikan dasar dan konsep agama

adalah pendidikan moral. Pendidikan budi pekerti luhur yang berdasarkan

agama inilah yang harus dimulai oleh orang tua di lingkungan keluarga.

Disinilah harus dimulai pembinaan kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam

diri anak. Lingkungan keluargalah yang dapat membina pendidikan ini,

karena anak usia dini lebih banyak berada di lingkungan keluarga daripada

di luar, karena perilaku beragama seorang anak bergantung pada

penerimaan nilai-nilai agama melalui sosialisasi yang ada pada lingkungan

keluarga terutama fungsi sosial orang tua. (Harun Nasution, 1995:70)

G. KERANGKA PEMIKIRAN

Pendidikan agama merupakan pendidikan dasar yang harus

diberikan kepada anak sejak dini ketika masih muda. Hal tersebut

mengingat bahwa pribadi anak pada usia kanak-kanak masih muda untuk

dibentuk dan anak didik masih banyak berada di bawah pengaruh

lingkungan rumah tangga. Mengingat arti strategis lembaga keluarga

tersebut, maka pendidikan agama yang merupakan pendidikan dasar itu

harus dimulai dari rumah tangga oleh orang tua.

Sosialisasi ini meninjau peranan keluarga dalam membentuk

kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga itu anak

mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai-

Page 37: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan pribadinya.

Perubahan masyarakat telah mempengaruhi perubahan fungsi-fungsi sosial

keluarga. Fungsi-fungsi sosial yang mengalami perubahan itu antara lain

ialah: Fungsi Pendidikan, Fungsi Keagamaan, Fungsi rekreasi, Fungsi

Perlindungan.

Pada hakikatnya orang tua dalam keluarga memiliki banyak peran,

namun yang terpenting adalah mengetahui maksud mengaplikasikannya,

bukan hanya mengetahuinya saja. Guna mengetahui pengetahuan orang

tua terkait dengan fungsi keluarga, maka peneliti melakukan kroscek

dengan informan lain yang berasal dari kategori yang sama, yakni dari

kategori orang tua, maka informan tersebut menambahkan bahwa keluarga

juga memiliki peranan yakni memberikan perlindungan kepada anak dari

setiap bahaya. Selain itu keluarga juga berkewajiban memberikan kasih

sayang dan menumbuhkan rasa saling asih, asah dan asuh.

Fungsi-fungsi tersebut harus terwujud agar keluarga yang

terbentuk bisa menjadi sebuah keluarga yang harmonis. Artinya keluarga

yang tahan banting terhadap setiap permasalahan yang dihadapi oleh

keluarga. Ini ditentukan oleh kesigapan keluarga dalam menghadapi

masalah. Keluargalah yang menjadi kontrol bagi anggota keluarganya

sehingga peran orang tua sangat penting, dan ajaran agama menjadi salah

satu pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi.

Sebuah kendala merupakan hal yang mampu menyeimbangkan

kemampuan serta proses pelaksanaan. Kendala mampu memberikan

Page 38: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

nyawa pada sebuah proses perbaikan. Bayangkan saja kalau hidup ini tidak

pernah ada hal yang sulit, pastinya kehidupan akan terasa hambar. Selain

itu manusia tidak akan memikirkan suatu hal dalam memecahkan masalah

tersebut. Kendala juga menjadikan manusia berkreasi dalam memilih jalan

keluar mana yang paling dilpilih dalamm mengatasi sebuah permasalahan.

Begitu juga dengan permasalahan orang tua dalam memberikan teladan

kepada anaknya. Pastinya ada beberapa hambatan yang menghadang

dalam memberikan pembelajaran agama kepada anak. Alurnya sebagai

berikut :

H. METODOLOGI PENELITIAN

1. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Sumber, Surakarta dengan

Pendidikan

Agama Anak

Sosialisasi Nilai

Agama Orang Tua

Kepada Anak

Pengaruh

Religiusitas

Kendala-

kendala yang

dihadapi

Page 39: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

alamat Jl. Kahuripan Utama No. 8, dengan alasan di lokasi ini sangat

strategis untuk memudahkan peneliti mendapatkan data yang diinginkan.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yang

mempunyai tujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu

individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu atau untuk menentukan

frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan

tertentu antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Sesuai

dengan tujuan penelitian ini yaitu menggambarkan keteladanan orang tua

dalam memberikan pemahaman agama kepada anak.

Penelitian ini tidak mempersoalkan jalinan hubungan antar

variabel yang ada, tidak dimksudkan untuk menarik generalisasi yang

menjelskan variabel anteseden yang menyebabkan suatu gejala atau

kenyataan sosial, tidak menggunakan dan tidak melakukan pengujian

pada hipotesis, tidak dimaksudkan untuk membangun dan

mengembangkan perbendaharaan teori.

3. Sumber Data

Sumber data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini yaitu :

a. Data Primer

Data Primer, yaitu data yang didapat dari sumber pertama baik dari

individu maupun perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil

pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Data primer

yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan, informan

Page 40: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

adalah orang yang dianggap mengetahui permasalahan yang akan

dihadapi dan bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan.

b. Data Sekunder

Data Sekunder, adalah merupakan data primer yang telah diolah

lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer

atau oleh pihak lain, misal dalam bentuk tabel atau diagram .

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara (interview)

Peneliti menggunakan teknik wawancara dalam pengumpulan data.

Dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan adalah teknik

wawancara mendalam (indepth interview). Dengan demikian

wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat “open ended”

dan mengarah pada kedalaman informasi. Hal ini dilakukan guna

menggali pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang

sangat bermanfaat untuk menjadi dasar pada penggalian informasi

secara lebih jauh dan mendalam. Dalam hal ini subjek yang diteliti

posisinya lebih berperan sebagai informan daripada sebagai responden.

(HB. Sutopo, 2002 : 59). Wawancara ini dilakukan dalam waktu dan

kondisi yang paling tepat guna mendapatkan kejelasan tentang fungsi-

fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam meningkatkan

religiusitas kepada anak.

b. Pengamatan (Observasi)

Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan

Page 41: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

langsung di lapangan (di Kelurahan Sumber) untuk mengumpulkan

bahan keterangan tentang fungsi sosial keluarga terutama orang tua

dalam memberikan pemahaman keagamaan kepada anak.

c. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data untuk memperoleh data sekunder dengan

cara melihat kembali berbagai literatur, foto, dokumentasi yang relevan

dengan penelitian ini.

5. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah sebagian anggota populasi yang diambil dengan

menggunakan teknik tertentu. Sampel yang akan diambil menyesuaikan

dengan kebutuhan peneliti selama di lapangan guna memperoleh data

yang selengkapnya.

Dalam penelitian kualitatif sampel bukan mewakili populasi

sebagaimana dalam penelitian kuantitaif, tetapi sampel berfungsi untuk

menggali berbagai informasi penting.

Dalam memilih sampel yang lebih utama adalah menentukan sampel

yang sevariatif mungkin dan berikutnya dapat dipilih lagi memperluas

dan menambah informasi yang telah diperoleh terlebih dahulu sehingga

dapat sering mengisi.

Teknik Pengambilan Sampel Menurut Lexy J. Moleong (2005 : 224)

dalam penelitian kualitatif sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor

kontekstual. Jadi, maksud sampling dalam hal ini ialah untuk menjaring

sebanyak mungkin informasi dari pelbagai macam sumber dan

Page 42: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

bangunannya (construction). Tujuannya adalah untuk merinci

kekhususan yang ada dalam ramuan konteks unik. Maksud kedua dari

sampling ialah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari

rancangan dan teori yang muncul.

Oleh karena penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka

pengambilan sampel dilakukan secara selektif dengan menggunakan

pertimbangan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan serta tujuan

penelitian (Lindayani 2005 : 46). Oleh sebab itu, pada penelitian

kualitatif tidak ada sample acak, tetapi sample yang bertujuan (purposive

sampling) (Lexy J. Moleong 2005 : 224). Dalam purposive sampling ini

peneliti cenderung memilih informan yang dianggap mengetahui

permasalahan secara lengkap dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber

data.

Beberapa pedoman yang perlu dipertimbangkan dalam

mempergunakan cara ini adalah :

1. Pengambilan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian.

2. Jumlah dan ukuran sampel tidak dipersoalkan.

3. Unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria tertentu

yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. (Sukandarrumidi,

2002 : 65)

Pada penelitian ini akan menggunakan informan untuk

pengambilan data yang diperlukan dengan kriterianya adalah :

1. Anak usia sekitar 7-15 tahun yang bertempat tinggal di wilayah

Page 43: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kelurahan Sumber.

2. Orang tua dari anak tersebut yang bertempat tinggal di wilayah

Kelurahan Sumber.

3. Pihak Luar yang juga berperan dalam memberikan pemahaman

keagamaan.

6. Validitas Data

Dimaksudkan sebagai pembuktian bahwa data yang diperoleh

peneliti benar-benar terjadi di lapangan. Untuk menguji validitas data

peneliti menggunakan metode trianggulasi dimana untuk mendapatkan

data tidak hanya diambil dari satu sumber data saja melainkan beberapa

sumber. Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memenfatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Teknik validitas data

yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lain.

Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek

balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu

dan alat yang berbeda dengan metode kualitatif. Hal tersebut akan

dicapai dengan jalan :

a. Membandingkan data hasil wawancara

b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum

dengan apa yang dikatakan secara pribadi.

c. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi

penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

Page 44: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

d. Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang.

e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen

yang berkaitan. (Moleong, 1995 : 178)

7. Teknik Analisa Data

Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif artinya data yang

dihimpun dan disusun secara sistematis kemudian diinterpretasikan,

dianalisa sehingga dapat menjelaskan pengertian dan pemahaman

tentang gejala yang diteliti. Menurut Miles & Huberman, ada tiga

komponen pokok dalam tahap analisis data, yaitu :

a. Reduksi Data

Komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi,

pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data dari fieldnote.

Reduksi data berlangsung sejak peneliti mengambil keputusan tentang

kerangka kerja konseptual, melakukan pemilihan kasus, penyusunan

pertanyan penelitian, dan juga waktu menentukan cara pengumpulan

data yang akan digunakan. Dengan kata lain reduksi data adalah bagian

dari proses analisis yang mempertegas, memeperpendek, membuat

fokus, membuang hal-hal yang tidak penting, dan mengatur data

sedemikian rupa sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan.

b. Sajian Data

Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi

dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian yang

Page 45: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dapat dilakukan.

Sajian data merupakan komponen analisis kedua yang penting

sehingga kegiatan perencanaan kolom dalam bentuk matriks bagi data

kualitatif dalam bentuknya yang khusus sudah membawa peneliti

memasuki daerah analisis penelitian. Kedalaman dan kemantapan hasil

analisis sangat ditentukan oleh kelengkapan sajian datanya.

c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Penarikan simpulan dilakukan setelah proses pengumpulan data

benar-benar selesai. Dan hasil kesimpulan tersebut perlu diverifikasi

agar cukup mantap dan benar-benar dapat dipertanggung jawabkan.

Verifikasi dapat dilakukan dengan cara melakukan pengulangan-

pengulangan dengan cepat dengan tujuan untuk pemantapan,

penelusuran data kembali. Dapat juga dilakukan dengan diskusi atau

memeriksa antar teman, bila dilakukan secara kelompok untuk

mengembangkan ketelitian. Pada dasarnya makna data harus diuji

validitasnya supaya simpulan penelitian menjadi lebih kokoh dan lebih

bisa dipercaya.

Berikut akan digambarkan diagram model analisis data yang

digunakan yaitu :

Page 46: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(HB. Sutopo, 2002 : 96)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Penarikan Kesimpulan/

Verivikasi

Sajian Data

Page 47: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama dikenalkan kepada

anak, atau dapat dikatakan bahwa seorang anak itu mengenal hubungan sosial

pertama-tama dalam lingkungan keluarga. Adanya interaksi anggota keluarga

yang satu dengan keluarga yang lain menyebabkan seorang anak menyadari akan

dirinya bahwa ia berfungsi sebagai individu dan juga sebagai makhluk sosial.

Dengan lokasi penelitian di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota

Surakarta. Pemilihan lokasi ini atas pertimbangan bahwa didalam wilayah

penelitian ini terdapat penerapan pendidikan keluarga, khususnya dalam

pendidikan, akhlak yang harus dibina dari kecil dengan pembiasaan-pembiasaan

dan contoh teladan dari keluarga terutama kedua orang tua. Dalam bab ini akan

diberikan gambaran umum Kelurahan Sumber sebagai lokasi penelitian.

A. Keadaan Geografis

1. Letak Daerah

Kelurahan Sumber salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan

Banjarsari. Letaknya sanagt strategis karena berdekatan dengan pusat

pemerintahan dan perdagangan di Kota Surakarta. Kelurahan Sumber

berada di sebelah timur pusat pemerintahan Kota Surakarta dan di sebelah

selatan pusat pemerintahan Kecamatan Banjarsari.

2. Batas Wilayah

Secara administratif, wilayah Kelurahan Sumber berbatasan

dengan:

a. Sebelah Utara : Kelurahan Banyuanyar

34

Page 48: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Sebelah Selatan : Kelurahan Kerten

c. Sebelah Barat : Desa Baturan, Colomadu

d. Sebelah Timur : Kelurahan Nusukan

3. Luas Wilayah

Luas wilayah Kelurahan Sumber adalah 13.330 Ha, yang terdiri

atas 75 Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT). Sedangkan dalam

waktu wilayah ini terdapat beberapa kampung yang meliputi:

a. Kampung Jetis

b. Kampung Trakilan

c. Kampung Krajan

d. Kampung Bregan

e. Kampung Jambalan

f. Kampung Sumber Baru

g. Kampung Pajajaran

h. Kampung Kahuripan

i. Kampung Kutai

B. Keadaan Penduduk

1. Jumlah Penduduk

Page 49: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Jumlah keseluruhan penduduk di Kelurahan Sumber adalah 16.538

jiwa, meliputi 8.180 jiwa laki-laki dan 8.358 jiwa perempuan dari jumlah

keseluruhan penduduk yang meliputi 4.300 kepala keluarga (KK).

2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Umur

Dengan melihat komposisi penduduk dalam bagian ini, maka dapat

diketahui dalam golongan manakah sebagaian besar masyarakat Kelurahan

Sumber. Secara garis besar, komposisi penduduk menurut umur

dikelompokkan dalam 3 kategori:

a. Usia muda/ angkatan belum produktif, yaitu usia 0-14 tahun

b. Usia dewasa/ angkatan kerja produktif, yaitu usia 15-59 tahun

c. Usia tua/ angkatan tidak produktif, yaitu 60 tahun keatas

Secara lebih jelasnya komposisi penduduk menurut umur

dijelaskan dalam tabel di bawah ini:

Tabel. I Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Page 50: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

No Kelompok

Umur

Laki-laki Perempuan Jumlah

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

0-4

5-9

10-14

15-19

20-24

25-29

30-39

40-49

50-59

60 +

412

660

645

639

664

884

1617

1158

847

654

406

607

599

606

720

885

1580

1357

790

808

818

1267

1244

1245

1384

1769

3197

2515

1637

1462

Jumlah 8180 8358 16538

Sumber : Laporan Monografi Dinamis, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, kota Surakarta, Triwulan ke-3, bulan September 2008

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa kategori penduduk usia

belum produktif adalah 3.329 jiwa dan kategori usia tidak produktif

sebesar adalah penduduk usia produktif sebesar 11.747 jiwa. Jadi dapat

dinyatakan bahwa sebagaian besar penduduk Kelurahan Sumber termasuk

dalam angkatan kerja produktif kondisi ini akan sangat berpenagruh dalam

perkembangan wilayah itu sendiri.

3. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Page 51: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pendidikan merupakan suatu prosess dimana seorang individu

dapat memahami dan memberikan makna dalam kehidupan social serta

dinamika sosial yang ada dalam masyarakat. Untuk mengetahui tingkat

pendidikan pendidikan penduduk di Kelurahan Sumber, dapat kita lihat

dalam tabel dibawah ini:

Tabel. II

Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah %

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Tidak sekolah

Belum tamat SD

Tidak tamat SD

Tamat SD

Tamat SLTP

Tamat SLTA

Tamat Akademi/ PT

1.521

1.216

261

2.626

2.481

4.986

2.629

9,67

7,73

1,66

16,70

15,78

31,71

16,72

Jumlah 15.720 100

Sumber : Laporan Monografi Dinamis, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, kota Surakarta, Triwulan ke-3, bulan September 2008

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa sebagaian besar

penduduk Kelurahan Sumber masih dalam tingkat pendidikan yang

rendah. Tingkat pendidikan rendah ini dihitung dari jumlah keseluruhan

penduduk yang tamat SD sampai dengan tidak sekolah sebanyak 5.624

jiwa atau 35,76%. Sedangkan jumlah penduduk yang termasuk dalam

tingkat pendidikan menengah yaitu tamat SLTP sampai dengan tamat

SLTA 7.467 jiwa atau 47,49%. Di sisi lain dapat dikatakan bahwa jumlah

Page 52: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

penduduk Keseluruhan Sumber yang termasuk dalam pendidikan tinggi

atau tamat Akademi / PT adalah rendah, yaitu 2.629 jiwa atau 16,72%.

4. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Dengan lokasinya yang berada di pusat Kota Surakarta, maka dapat

dipastikan bahwa penduduk Kelurahan Sumber tidak ada yang mempunyai

pekerjaan sebagai nelayan. Mata pencaharian penduduk Kelurahan

Sumber terbagi dalam berbagai pekerjaan seperti pengusaha, petani, buruh,

pedagang, pengangkutan, pegawai negeri, maupun pensiunan. Tetapi

sebagian besar penduduk Kelurahan Sumber tercatat sebagai golongan

lain-lain. Untuk memperjelasnya, dapat dilihat dalam tabel penggolongan

penduduk sebagai berikut.

Page 53: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel III Penduduk Menurut Mata Pencaharian

(Dihitung berdasarkan penduduk berumur 10 tahun keatas)

No Mata Pencaharian Jumlah %

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

Petani Sendiri

Buruh Tani

Nelayan

Pengusaha

Buruh Industri

Buruh Bangunan

Pedagang

Pengangkutan

Peg. Negeri (sipil/ABRI)

Pensiunan

Lain-lain

37

91

-

204

1.009

579

610

210

743

449

10.521

0,26

0,63

-

1,41

6,99

4,01

4,22

1,45

5,14

3,11

72,80

Jumlah 14.453 100

Sumber: Laporan Monografi Dinamis, Keluran Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Triwulan ke-3, bulan September 2008

Dari data di atas dapat diketahui bahwa penduduk yang tercatat

golongan lain-lain yaitu sebesar 10.521 atau 72,80%. Golongan lain-lain

ini adalah mereka yang mempunyai pekerjaan tidak tetap dan mereka yang

mempunyai pekerjaan di luar seperti apa yang disebutkan dalam tabel di

atas. Sedangkan penduduk dengan mata pencaharian di luar golongan lain-

lain terbagi secara merata dan jumlah masing-masing pekerjaannya sangat

kecil. Hal ini dapat dilihat dalam jumlah penduduk dengan mata

pencaharian sebagai pengusaha adalah 204 jiwa atau 1,41% atau penduduk

Page 54: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dengan mata pencaharian sebagai petani sendiri hanya sebesar 37 jiwa

0,26%.

5. Komposisi penduduk Menurut Agama

Agama merupakan hal paling pokok dan mendasar serta menjadi

hak asasi yang paling asasi bagi manusia. Agama dijadikan pedoman

moral dan tingkah laku dalam kehidupan manusia. Perbedaan agama yang

menimbulkan keserasian dslam masyarakat adalah selalu diharapkan setiap

anggota-anggotanya. Dikelurahan Sumber, jumlah dari masing –masing

pemeluk agama dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel. IV

Penduduk Menurut Agama

No Agama Jumlah %

1.

2.

3.

4.

5.

Islam

Kristen Katholik

Kristen Protestan

Budha

Hindu

13.235

1.135

2.153

5

10

80,03

6,87

13,02

0,30

0,60

Jumlah 16.538 100

Sumber: Laporan Monografi Dinamis, kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Triwulan ke-3, blan September 2008

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas agama penduduk

Kelurahan Sumber adalah Islam yaitu berjumlah 13.235 jiwa atau 80,03%

Page 55: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dari jumlah keseluruhan penduduk. Penganut agama Kristen katholik

berjumlah 1.136 jiwa atau 6,87%, sedang jumlah penganut agama yang

terkecil adalah penagnut agama Budha yaitu 5 jiwa atau hanya 0, 30%.

Sedangkan sampai saat ini penganut agama Konghucu, masih dimasukkan

dalam Kategori agama budha.

6. Penduduk WNI Keturunan dan WNA

Pengakuan adanya warga keturunan sebagai WNI, dalam

masyarakat Indonesia masih sangat sulit dan membingungkan. Terkadang

seorang warga keturunan masih dianggap orang asing (WNA) dan bukan

merupakan bagian dari warga negara Indonesia. WNA adalah mereka yang

berwarga negara asing dan belum mengalami naturalisasi, meninggalkan

status kewarganegaraannya dan menjadi WNI. Secara terperinci, penduduk

WNA dan WNI keturunan di Kelurahan Sumber dapat kita lihat dalam

tabel dibawah ini:

Tabel. V

Penduduk WNA dan WNI Keturunan

No Kewarganegaraan Laki-laki Perempuan Jumlah

1. WNI Keturunan 8.180 8.358 16.538

2. WNA - - -

Sumber: Laporan Monografi Dinamis, Kelurahan Sumber, Kecamatan banjarsari, Kota Surakarta, Triwulan ke-3, bulan September 2008

Page 56: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa warga Kelurahan Sumber

tidak ada yang berketurunan Warga Negara Asing (WNA). Seluruh

penduduk Kelurahan Sumber tergolong dalam Warga Negara Indonesia

dan beretnik jawa yang berjumlah 16.538 jiwa atau 4.300KK.

7. Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana merupakan salah satu bagian yang vital

dalam membantu pertumbuhan masyarakat di suatu wilayah tertentu.

Dalam bagian ini akan dikemukakan adanya sarana dan prasarana

kampung yang meliputi sarana pendidikan dan peribadatan serta prasarana

organisasi sosial.

Terdapat empat buah sarana pendidikan di dalam wilayah

Kelurahan Sumber yaitu Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah

Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas, dengan perincian:

a. Enam buah Taman Kanak-kanak

b. Tujuh buah Sekolah Dasar

c. Empat buah Sekolah Menengah Pertama

d. Lima buah Sekolah Menengah Atas

Sedangkan sarana peribadatan dibagi dalam:

a. Dua puluh buah masjid

b. Satu buah musholla

c. Tujuh buah gereja

Page 57: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sedangkan sarana olah raga/ kesenian kebudayaan dan social dibagi

dalam:

a. Sembilan buah jembatan

Sedangkan sarana komunikasi dibagi dalam:

a. Tiga jenis sarana komunikasi

b. Seribu tujuh ratus buah sarana komunikasi

Sedangkan sarana kesehatan dibagi dalam:

a. Enam buah klinik KB

b. Tujuh belas buah posyandu

c. Satu buah puskesmas

d. Sembilan orang dokter praktek

Dari sarana yang tersebut diatas juga didukung oleh adanya prasarana

organisasi sosial sebagai wadah penyuluhan aspirasi masyarakat.

Prasarana organisasi sosial dibagi atas:

a. Karang Taruna

b. Kelompok PKK

Page 58: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Dasa Wisma

d. Panti Laras

C. Kondisi Kelurahan Sumber dan Kegiatan Keagamaannya

Banyaknya penduduk yang beragama islam di wilayah Kelurahan

Sumber yaitu 13.235 jiwa atau 80,03% dari jumlah penduduk keseluruhan

yaitu 16.538 jiwa menjadikan wilayah Kelurahan Sumber sebagai wilayah

yang bernafaskan agama islam. Dalam hal ini Secara sosiologis agama tidak

hanya dipahami sebagai suatu sistem kepercayaan terhadap dunia adikodrati

yang bersifat ilahi (belief system) yang bersifat pribadi, namun juga berkaitan

dengan nilai-nilai, norma-norma, institusi-institusi, perilaku-perilaku, ritual-

ritual dan simbol-simbol yang bersifat sosial. Sampai tingkat tertentu, agama

berkaitan erat dengan konstruksi sosial dan budaya yang merupakan refleksi

dari tatanan kehidupan masyarakat yang mendukungnya.

Di wilayah Kelurahan Sumber ini pendidikan agama terhadap anak

dalam keluarga sangat di tekankan ketika masih muda. Hal tersebut mengingat

bahwa pribadi anak pada usia kanak-kanak masih muda untuk dibentuk dan

anak didik masih banyak berada di bawah pengaruh lingkungan rumah tangga.

Mengingat arti strategis lembaga keluarga tersebut, maka pendidikan agama

yang merupakan pendidikan dasar itu harus dimulai dari keluarga oleh orang

tua.

Pendidikan didalam keluarga adalah pendidikan fundamental atau

dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Pendidikan agama merupakan

Page 59: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pendidikan yang pertama dan utama yang sangat dibutuhkan bagi anak.

Dimana hal tersebut secara langsung berpengaruh terhadap perilaku dan

perkembangan anak. Sedangkan pendidikan agama pada anak keluarga

rnuslim merupakan awal pembentukan kepribadian, baik atau buruk

kepribadian anak tergantung pada pendidikan serta lingkungan yang

mengasuhnya. Oleh karena itu, sebagai keluarga muslim, orang tua

mempunyai kewajiban memberikan pendidikan dan bimbingan kepada anak.

Mengingat pentingnya pendidikan agama, maka orang tua harus mempunyai

pengetahuan yang cukup dalam menegakkan pilar-pilar pendidikan agama

dalam keluarga.

Pendidikan agama dan spiritual termasuk bidang-bidang pendidikan

yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga terhadap anak-anaknya.

Pendidikan agama dan spiritual ini bcrarti membangkitkan kekuatan dan

kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada kanak-kanak. Demikian

pula, memberikan kepada anak bekal pengetahuan agama dan nilai-nilai

budaya Islam yang sesuai dengan umurnya sehingga dapat menolongnya

kepada pengembangan sikap agama yang betul. Bagaimanapun sederhananya

pendidikan agama yang diberikan di rumah, itu akan berguna bagi anak dalam

memberi nilai pada teori-teori pengetahuan yang kelak akan diterimanya di

sekolah. Inilah tujuan atau kegunaan pertama pendidikan agama dalam

keluarga.

Oleh karena itu, peranan pendidikan (khususnya pendidikan agama)

memainkan peranan pokok yang sepatutnya dijalankan oleh setiap keluarga

Page 60: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

terhadap anggota-anggotanya. Lembaga-lembaga lain dalam masyarakat,

seperti lembaga polilik, ekonomi dan lain-lain, tidak dapat memegang dan

menggantikan peranan ini. Lembaga-lembaga lain mungkin dapat membantu

keluarga dalam tindakan pendidikan, akan tetapi tidak berarti dapat

menggantikannya, kecuali dalam keadaan-keadaan luar biasa (Hasan

Langgulung, 1995).

Keluarga memegang peranan penting dalam meletakkan pengetahuan

dasar keagaman kepada anak- anaknya. Untuk melaksanakan hal itu, terdapat

cara-cara praktis yang harus digunakan untuk menemukan semangat

keagamaan pada diri anak, yaitu :

Ø Memberikan teladan yang baik kepada mereka tentang kekuatan iman

kepada Allah dan berpegang teguh kepada ajaran-ajaran agama dalam

bentuknya yang sempurna dalam waktu tertentu

Ø Membiasakan mereka melaksanakan syiar-syiar agama semenjak kecil

sehingga pelaksanaan itu menjadi kebiasaaan yang mendarah daging, dan

mereka melakukannya dengan Kemauan sendiri dan merasa tentram sebab

mereka melaksanakannya

Ø Menyiapkan suasana agama dan spritual yann; sesuai di rumah di mana

mereka berada

Ø Membimbing mereka membaca bacaan-bacaan agama yang berguna dan

memikirkan ciptaan-ciptaan Allah dan makhluk-makhluk-Nya untuk

menjadi bukti kehalusan sistem ciptaan itu dan atas wujud dan keagungan-

Nya

Page 61: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Ø Menggalakkan mereka turut serta dalam aktivitas-aktivitas agama dan

kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya dalam berbagai macam bentuk dan

cara (Ibid, 1992).

Bekal pendidikan agama yang diperoleh anak dari lingkungan keluarga

akan memberinya kemampuan untuk mengarnbil haluan di tengah-tengah

kemajuan yang demikian pesat. Kelurahan Sumber yang juga merupakan

wilayah keluarga muslim merupakan keluarga-keluarga yang mempunyai

tanggung jawab yang sangat besar dalam mendidik generasi-generasinya

untuk mampu terhindar dari berbagai bentuk tindakan yang menyimpang.

Pembentukan kepribadian anak sangat erat kaitannya dengan

pembinaan iman dan akhlak. Secara umum para pakar kejiwaan berpendapat

bahwa kepribadian merupakan suatu mekanisme yang mengendalikan dan

mengarahkan sikap dan perilaku seseorang. Kepribadian terbentuk melalui

semua pengalaman dan nilai-nilai yang diserap dalam pertumbuhannya,

terutama pada tahun-tahun pertama dari umurnya. Apabila nilai-nilai agama

banyak masuk ke dalam pembentukan kepribadian seseorang, tingkah laku

orang tersebut akan diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama, Di

sinilah letak pentingnya pengalaman dan pendidikan agama pada masa-masa

pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Oleh sebab itu, keterlibatan orang

tua (baca: keluarga) dalam penanaman nilai-nilai dasar keagamaan bagi anak

semakin diperlukan (Zakiah Darajat, 1993).

Oleh sebab itu, perbaikan pola pendidikan anak dalam keluarga merupakan

sebuah keharusan dan membutuhkan perhatian yang serius. Banyak sekali

Page 62: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pengaruh-pengaruh pendidikan agama Islam terhadap perkembangan anak,

yaitu seperti perubahan kepribadian anak, menjadi baik dan mulia, serta

mereka mengetahui tata cara bergaul dengan sesama dengan mengaplikasikan

etika-etika yang mereka pelajari dari pelajaran di pengajian pondok pesantren

dan lembaga-lembaga agama Islam lainnya. Pembinaan anak secara terencana

seperti yang disebutkan di atas, akan memudahkan orang tua untuk mancapai

keberhasilan pendidikan yang diharapkan. Pengaruh yang sangat penting dan

utama ialah meacerdaskan kehidupan bangsa serta menshalihkan kehidupan

bangsa.

Page 63: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Keluarga adalah sebuah lingkungan yang sangat kental akan kekerabatan

serta nilai-nilai sosial. Lewat keluarga kita mulai mengenal kebiasaan, aturan dan

semua hal yang berkaitan dengan hubungan bermasyarakat. Keluarga juga dapat

dikatakan sebagai sebuah lembaga yang mengajarkan banyak hal kepada manusia.

Pendidikan dasar terjadi dan kita peroleh lewat agama. Keluarga merupakan

tempat kita bersosialisasi awal dan ini menjadi dasar bagi internalisasi nilai-nilai

masyarakat. Kita dapat mengetahui tentang agama, norma serta nilai-nilai yang

berkembang di dalam masyarakat.

Namun terkadang apa yang kita pikirkan tentang keluarga memiliki

perbedaan dalam kenyataannya. Keluarga harusnya menjadi benteng bagi segala

hal yang dapat merusak moral serta akhlak seseorang terutama bagi anak yang

masih rentan terhadap semua hal yang masuk kepikirannya. Realita di lapangan

menunjukkan ada hal yang reda dalam hal pengoptimalan fungsi keluarga.

Keluarga harusnya menjadi filter bagi semua hal yang masuk dalam otak anak.

Page 64: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Untuk itu, penelitian ini berusaha mengungkap tentang bagaimana fungsi

sosial keluarga dalam memberikan pemahaman anak tentang keagamaan.

Penelitian ini mengambil lokasi di Kelurahan Sumber Kecamatan Banjarsari Kota

Surakarta. Adapun informan dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa

kategori. Berikut ini adalah rincian informan dalam penelitian ini:

Tabel VI Daftar Kategori Informan

No Kategori Informan

1 Orang Tua Orang Tua

2 Tokoh Masyarakat Tokoh Masyarakat setempat

3 Anak Anak

Pembedaan atau penggolongan kategori dilakukan untuk memudahkan

dalam hal analisa serta pengkroscekan data dari pada informan. Pemilihan jenis

kategori informan dalam penelitian ini dikarenakan pada kehidupan sosial

mencakup ketiga kategori tersebut. Apalagi ketika dihubungkan dengan fungsi

sosial keluarga terhadap tingkat religiusitas anak. Peneliti tidak hanya mengajukan

pertanyaan dan observasi terhadap orang tua saja tetapi pada tokoh masyarakat

dan anak.

Berikut ini adalah uraian yang lebih rinci tentang penelitian ini. Penelitian

ini dibagi menjadi beberapa subpembahasan. Penyajian dan analisis penelitian ini

diuraikan dalam bagian berikut ini.

A. Sosialisasi Nilai Agama dari Orang Tua Kepada Anak

50

51

Page 65: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Hidup dalam masyarakat pastinya mengalami sebuah interaksi dengan

orang lain. Dengan berinteraksi tersebut, maka dapat memperbaiki persepsi

kita terhadap sesuatu. Hidup di suatu lingkungan sosial yang menuntut agar

beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda dengan lingkungan keluarga.

Perlu ada sosialisasi yang digunakan sebagai media perantara antara manusia

satu dengan yang lainnya. Sosialisasi juga merupakan hal yang tidak dapat

kita hindari dalam berinteraksi dengan orang lain.

Sosialisasi merupakan sebuah jalan untuk bisa meneruskan atau

memperkenalkan sebuah informasi kepada orang yang belum tahu tentang hal

tersebut. Sosialisasi wajib hukumnya ketika kita hidup bermasyarakat. Ketika

seseorang melakukan sosialisasi dengan baik maka pada akhirnya dapat

melakukan pendekatan yang baik dengan orang lain sehingga tingkat

kekerabatan dengan orang tersebut juga akan baik pula.

Sosialisasi ini meninjau peranan keluarga dalam membentuk

kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga itu anak

mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai

dalam masyarakat dalam rangka perkembangan pribadinya. Perubahan

masyarakat telah mempengaruhi perubahan fungsi-fungsi sosial keluarga.

Fungsi-fungsi sosial yang mengalami perubahan itu antara lain ialah:

1. Fungsi Pendidikan

Dahulu keluarga merupakan satu-satunya institusi pendidikan.

Fungsi pendidikan keluarga ini telah mengalami banyak perubahan. Secara

informal fungsi pendidikan keluarga masih tetap penting, namun secara

52

Page 66: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

formal fungsi pendidikan itu telah diambil alih oleh sekolah. Proses

pendidikan di sekolah menjadi makin lama (dari taman kanak-kanak

hingga perguruan tinggi) dan pengaruhnya menjadi makin penting.

2. Fungsi Rekreasi

Dalam keluarga merupakan medan rekreasi bagi anggota-

anggotanya. Sekarang pusat-pusat rekreasi di luar keluarga, seperti:

bioskop, panggung sirkus, lapangan olahraga, kebun binatang, taman-

taman, night club, dan sebagainya tentunya lebih menarik. Demikian pula

rekreasi dalam kelompok sebaya menjadi makin penting bagi anak-anak.

Perubahan tersebut menimbulkan dua macam akibat, yaitu:

a) Jenis-jenis rekreasi yang dialami oleh anggota-anggota keluarga

menjadi lebih bervariasi.

b) Anggota-anggota keluarga lebih cenderung mencari hiburan diluar

keluarga.

3. Fungsi keagamaan

Dahulu keluarga merupakan pusat pendidikan, upacara, dan

ibadah agama bagi para anggotanya di samping peranan yang dilakukan

oleh institut agama. Pendidikan agama erat kaitannya dengan pembinaan

akhlak, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa pembinaan akhlak dalam

pengertian Islam adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

pendidikan agama. Sebab yang baik adalah yang dianggap baik oleh

53

Page 67: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

agama dan yang buruk adalah apa yang dianggap buruk oleh agama.

Sehingga keutamaan-keutamaan akhlak dalam masyarakat islam adalah

akhlak dan keutamaan yang diajarkan oleh agama, sehingga seorang

muslim tidak sempurna agamanya sampai akhlaknya menjadi baik.

Para filosof pendidikan Islam sepakat bahwa pembinaan akhlak

adalah jiwa pendidikan Islam, sebab tujuan pendidikan Islam adalah

mendidik jiwa dan akhlak. Sebagaimana yang dikemukakan oleh

M. Athiyah Al-Abrasyi bahwa: maksud dari pendidikan dan pengajaran

bukan hanya memberikan segala ilmu yang belum ketahui oleh anak, akan

tetapi maksudnya ialah untuk memberikan pendidikan akhlak dan

mendidik jiwa mereka dengan cara menanamkan rasa fadhilah

(keutamaan), memberikan kebiasaan-kebiasaan agar mereka berlaku

sopan, dan mempersiapkan mereka untuk dapat menjalani kehidupan yang

suci dengan keikhlasan dan kejujuran.

Banyak metode yang dilakukan oleh orang tua dalam

melaksanakan pembinaan akhlak anak. Pertama-pertama harus dimulai

dari orang tua sebagai pendidik ia harus berusaha untuk memberikan

contoh yang baik kepada anak, baik dalam perbuatan maupun perkataan.

Membiasakan anak untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan syariat

agama.

4. Fungsi Perlindungan

Dahulu keluarga berfungsi memberikan perlindungan, baik fisik

maupun sosial, kepada para anggotanya. Sekarang banyak fungsi

54

Page 68: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

perlindungan dan perawatan ini telah diambil oleh badan-badan sosial,

seperti perawatan untuk anak-anak cacat tubuh dan mental, anak yatim

piatu, anak-anak nakal, orang-orang lanjut usia, perusahaan asuransi dan

lain sebagainya.

Perubahan sosial telah mempengaruhi perubahan keluarga, dari

keluarga tradisional ke keluarga modern. Keluarga tradisional pada umumnya

memiliki lebih banyak anak daripada keluarga modern di kota. Keluarga

tradisional merupakan kesatuan produksi sedangkan keluarga modern

terutama adalah kesatuan konsumsi. Dalam keluarga tradisional kekuasaan

ayah sangat besar, sedangkan keluarga modern lebih bersifat demokratik.

Dalam keluarga tradisional kedudukan wanita terutama di dalam rumah,

sedangkan dalam keluarga modern sebagian wanita bekerja di luar rumah

tangga. Dalam keluarga tradisional perpisahan keluarga terutama disebabkan

oleh kematian, sedangkan dalam keluarga modern banyak perpisahan keluarga

yang disebabkan oleh perceraian.

Dalam lingkungan keluarga ada tiga tujuan sosialisasi, yaitu: orang tua

mengajarkan kepada anaknya tentang penguasaan diri, nilai-nilai dan peranan-

peranan sosial.

a) Penguasaan Diri

Masyarakat menuntut penguasaan diri pada anggota-anggotanya.

Proses mengajar anak untuk menguasai diri ini dimulai pada waktu orang

tua melatih anak untuk memelihara kebersihan dirinya. Ini merupakan

tuntutan sosial pertama yang dialami oleh anak untuk latihan penguasaan

55

Page 69: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

diri. Tuntutan penguasaan ini berkembang, dari yang bersifat fisik kepada

penguasaan diri secara emosional. Anak harus belajar menahan

kemarahannya terhadap orang tua atau saudara-saudaranya. Tuntutan

sosial yang menuntut agar anak menguasai diri merupakan pelajaran yang

berat bagi anak.

b) Nilai-nilai

Bersamaan dengan latihan penguasaan diri ini kepadac anak

diajarkan nilai-nilai. Sambil melatih anak menguasai diri agar

permainannya dapat dipinjam kepada teman-temannya, kepadanya

diajarkan nilai kerja sama. Sambil mengajarkan anak menguasai diri agar

tidak bermain-main dahulu sebelum menyelesaikan pekerjaan rumah,

kepadanya diajarkan tentang nilai sukses dalam pekerjaan. Penelitian-

penelitian menunjukkan, bahwa nilai-nilai dasar dalam diri seseorang

terbentuk pada usia enam tahun. Penelitian juga menunjukkan, bahwa

keluarga memegang peranan penting dalam menanamkan nilai-nilai itu.

c) Peranan-Peranan Sosial

Mempelajari peranan-peranan sosial itu terjadi melalui interaksi

sosial dalam keluarga. Setelah dalam diri anak berkembang kesadaran diri

sendiri yang membedakan dirinya dengan orang lain, dia mulai

mempelajari peranan-peranan sosial yang sesuai dengan gambaran tentang

dirinya. Dia mempelajari peranannya sebagai seorang anak, sebagai

saudara (kakak atau adik), sebagai laki-laki atau perempuan, dan

sebagainya. Proses mempelajari peranan-peranan sosial ini kemudian

56

Page 70: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dilanjutkan di lingkungan kelompok sebaya, sekolah, perkumpulan-

perkumpulan dan sebagainya.

Terkait dengan sosialisasi dalam keluarga, maka data hasil penelitian

dapat dibagi menurut kategori informan sebagai berikut:

1) Orang Tua

Sosialisasi adalah hal yang selalu lakukan selama kita hidup. Hal ini

seperti yang diutarakan oleh informan yang memiliki 2 orang anak yang

telah duduk di kelas I dan masih balita, Ibu Ariani (29 th) terkait dengan

sosialisasi seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. Berikut penuturan

beliau di teras rumahnya.

“Memang benar kita perlu bersosialisasi dengan orang lain untuk bisa mengembangkan pemikian saya. Terkait dengan sosilasasi dengan anak, saya berusaha sedini mungkin menjalin kedekatan dengan anak-anak saya. Saya yang mengurus anak saya dari lahir sampai sekarang sekolah di kelas I. Ini saya lakukan agar anak mengetahui dan merasa dekat dengan orang tua termasuk kepada saya. Saya mulai memberikan pengarahan kepada anak saya mulai dengan ajaran agama, sopan santun dan cara berperilaku dengan orang lain terutama orang tua. Ya saya kira pendidikan tersebut dilakukan sedini mungkin untuk menumbuhkan kepribadian yang baik”. (Wawancara, 17 April 2009) Ketika ditanya lebih dalam lagi tentang cara-cara yang dipakai oleh

beliau dalam memberikan pendidikan tersebut, maka beliau menjelaskan

bahwa ada banyak hal yang dapat dilakukan. Antara lain dengan

memberikan contoh secara langsung, mengobrol sambil memberikan

arahan kepada anak dan tentunya memberikan penilaian tentang perilaku

anak. Ini dapat diartikan dengan evaluasi terhadap perilaku anak.

57

Page 71: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Evaluasi ini dengan tujuan meminimalkan potensi untuk masalah

komunikasi dan konflik, orang tua juga bisa memberikan gambaran

kepada anak tentang tindakan mana yang benar dan mana yang kurang

benar. Ini berarti bahwa sebelum orang tua menunjuk perilaku mana yang

benar dan kurang benar, maka orang tua harus bisa menjelaskan secara

detail kenapa bisa dikatakan benar dan kurang benar yang tentunya harus

memiliki alasan yang kuat pula. Meskipun ini kedengarannya cukup

sederhana, orang tua dan anak berinteraksi dengan mengobrol, namun

pada hakikatnya ini mempunyai arti penting bagi perkembangan

psikologis sang anak.

Dan waktu ditanya langkah mana yang paling bagus atau ideal dalam

memberikan teladan dan sosialisasi agama kepada anak, beliau lebih

memilih dengan memberikan contoh secara langsung kepada anak. Ini

juga dapat dijadikan bukti bahwa orang tua mampu melaksanakan apa

yang mereka arahkan kepada anak, oleh karena itu ank juga akan ebih

percaya kepada orang tuanya dan menganggap orang tua sebagai panutan

yang baik bagi mereka.

Sebuah pengakuan yang meluncur dari seorang bapak yang sangat

mengkhawatirkan anaknya terkait dengan pergaulan serta ancaman bagi

anak-anak. Sebuah kekhawatiran yang memang menjadi momok bagi

setiap orang tua karena perkembangan jaman dan canggihnya alat

komunikasi yang bisa diakses dengan mudah dan murah. Berikut penutran

Bapak Supadi (44 th) kepada peneliti:

58

Page 72: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

”Akhir-akhir ini anak saya sering bermain sampai larut malam bersama teman-temannya, katanya ke warnet. Dan orang-orang mengatakan bahwa di internet anak-anak sering melihat hal yang kurang pantas Mbak, jadi saya juga sempat khawatir jika anak saya masuk dalam aliran yang tidak berujung pangkal”. (Wawancara 17 April 2009)

Berikut ini adalah gambaran hasil penelitian di atas yang peneliti

sajikan dalam sebuah matrik.

59

Page 73: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel X Matrik Sosialisasi Pemberian Teladan dari Sudut Pandang Orang Tua

No Sub Masalah Hasil Penelitian

1 Isi Sosialisasi a. Ajaran agama

ini menjadi hal yang pertama kali disosialisasikan kepada anak agar kepribadian anak bias terbentuk

dengan baik dan dibentengi oleh ajaran agama.

b. Sopan santun/ tata karma

Ini diberikan sebagai modal untuk berinteraksi dengan orang lain di dalam kehidupan bermasyarakat.

c. Kasih sayang

kasih sayang diberikan untuk menumbuhkan kebersamaan dan saling memiliki antar anggota

keluarga, termasuk antara orang tua dan anak.

2 Cara Sosialisasi a. Memberikan contoh langsung kepada anak

ini sangat efektif untuk memberikan contoh bagi anak sekaligus pembuktian tentang apa yang telah

dikatakan oleh orang tua.

b. Berkumpul dengan anggota keluarga dan memberikan arahan. Ini semacam curhat dengan orang tua.

Anak akan lebih terbuka kepada orang tua ketika kegiatan ini seiring dilakukan dan dapat

menumbuhkan rasa saling percaya dengan anggota keluarga.

c. Memberikan penilaian tentang perbuatan dari sang anak. Ini dapat dikatakan sebagai media evaluasi

60

Page 74: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

antara anak dan orang tua. Orang tua akan melakukan penilaian terhadap perilaku anak, apakah

sesuai dengan nilai, norma dan ajaran agama atau bahkan sebaliknya.

Sumber: Hasil Wawancara

61

Page 75: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2) Tokoh Masyarakat

Jika dikaji dari sudut pandang dari tokoh masyarakat, maka Bapak

Rofik Anwar (35 th) menandaskan bahwa ada beberapa cara yang dapat

dilakukan oleh orang tua dalam memberikan teladan kepada anak, salah

satunya melalui kegiatan sosialisasi dengan sang anak. Berikut ini

wawancara yang dilakukan pada 15 April 2009 yang lalu:

”Rasa kasih sayang, tolong menolong dan agama dapat dilakukan dengan beberapa cara. Antara lain melakukan sholat berjamaah, sharing dengan anggota keluarga untuk mengatahui permaalahan-permasalahan yang dihadapi oleh setiap anggota keluarga. Dari itu maka akan dianalisa dan dicari kesalahan sehingga dapat diketahui jalan keluar dari permasalahan tersebut apa. Orang tua dapat memberikan contoh dan teladan bagi sang anak dan itu wajib dilakukan, ya untuk menghindarkan diri anak dari hal-hal yang kurang baik bagi anak. Ya kalau anak-anaknya telah dewasa maka orang tua diusahakan menyediakan buku-buku tentang agama sehingga anak bisa melakukan pembuktian terhadap apa yang telah diucapkan oleh orang tuanya menurut ajaran agamanya”. (Wawancara, 15 April 2009)

Cara sama yang dianggap paling efektif dalam memberikan teladan

bagi anak adalah dengan memberikan contoh secara langsung kepada

anak. Ini merupakan langkah yang paling sederhana dan mudah untuk

dilakukan oleh orang tua. Namun ini kadang kala tidak dapat dilakukan

dengan beberapa alasan. Ini muncul dari pengakuan salah satu informan

yang berasal dari kategori anak. Perasaan anak sangat peka terhadap

semua hal yang menimpa dirinya sehingga orang tua diharapkan mampu

menjaga perasaan anak.

62

Page 76: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kedudukan dan fungsi keluarga dalam kehidupan manusia bersifat

primer dan fundamental. Keluarga pada hakikatnya merupakan wadah

pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih

berada dalam bimbingan dan tanggung jawab orang tuanya. Berikut ini

tanggapan salah satu tokoh masyarakat yang ada Kelurahan Sumber,

Bapak Suhali (42 th) tentang peran keluarga berkaitan dengan anak.

“Keluarga menurut saya ya punya peranan penting. Yang paling penting adalah peran memberikan contoh kepada anaknya. Tapi peran yang lain juga penting mbak, tapi menurut saya yang terpenting adalah itu”. (Wawancara, 15 April 2009)

Ketika orang tua melakukan sesuatu yang kemudian ditiru anak, maka

tidak menutup kemungkinan apa yang ditiru anak adalah sesuatu yang

buruk. Bagaimana itu bisa terjadi? Anak adalah peniru yang baik, apalagi

anak di bawah usia 3 tahun. Dia akan meniru semua yang dilihat tanpa

menyeleksinya. Manakala apa yang dilihat anak adalah ucapan yang tidak

baik, perbuatan yang kasar, sikap yang sombong, maka anakpun akan

meniru demikian. Jika itu yang terjadi maka dapat dikatakan pendidik

telah memberikan teladan yang buruk bagi anak.

Terkait dengan fungsi sosial, keluarga memegang peranan penting

dalam hal keteladanan kepada anak. Hal ini sesuai dengan peribahasa

“buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Hal ini juga bisa bermakna bahwa

sikap serta tingkah laku anak tergantung pada orang tua yang memberikan

contoh. Ketika orang tua memberikan contoh yang baik, maka anak juga

akan mencontoh sikap yang baik tersebut. Namun jika orang tua

63

Page 77: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

memberikan teladan yang buruk maka hampir bisa dipastikan akan

semakin tepat dicontoh oleh sang anak. Hal ini sesuai dengan penuturan

dari salah satu informan, Bapak Suhali (42 Th).

“..Ya Mbak…kulo nggih radi ngati-ati pas menehi conto kagem anak kulo. Nopo meneh, sak niki kathah godaan ingkang saged dipun contoh bocah-bocah. Salah satunggaling coro, kulo mlebetaken putro kulo teng TPA mesjid mriki (..Iya Mbak…Saya juga agak hati-hati ketika memberikan contoh untuk anak saya. Apalagi sekarang ini banyak godaan yang bisa dicontoh anak-anak. Salah satu cara, saya memasukkan anak saya di TPA masjid sini)”. (Wawancara, 15 April 2009)

64

Page 78: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel XI Matrik Sosialisasi Pemberian Teladan dari Sudut Pandang Tokoh Masyarakat

No Sub Masalah Hasil Penelitian

1 Isi sosialisasi a. Rasa kasih sayang dan saling tolong menolong terhadap sesama

b. Ajaran agama

c. Tata cara berperilaku dan berinteraksi dngan orang lain baik di dalam lingkup

keluarga atau lingkup masyarakat

2 Cara bersosialisasi

tentang ajaran agama

a. Berkumpul dengan anggota keluarga sambil berbincang-bincang dan sharing,

jadi ini dilakukan sesering mungkin untuk menumbuhkan sikap keterbukaan

dengan anggota keluarga terutama orang tua

b. Sholat berjamaah di rumah secara rutin

c. Sholat berjamaah ini dilakukan sebagai aplikasi dari ajaan-ajaran agama yang

disampaikan oleh orang tua kepada anak. Anak terkadang menginginkan hal

yang kongkret yakni tindakan nyata, bukan hanya doktrin-doktrin yang sering

didengarkan anak-anak. Ketika ada pembuktian maka menjadi salah satu nilai

plus dari ajaran tersebut. Dan inilah yang dicoba oleh orang tua dalam

memberikan teladan bagi anak-anaknya.

d. Menyediakan buku-buku tentang agama untuk anak. Buku-buku agama akan

65

Page 79: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mengimbangi terhadap apa yang mereka dengar dengan apa yang mereka baca.

Sehingga niat untuk tetap belajar mencari kebenaran akan selalu ada.

Sumber: Hasil Penelitian

66

Page 80: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3) Anak

Sosialisasi adalah proses pewarisan nilai, artinya dalam sosialisasi

ini dapat digunakan sebagai media penyiaran informasi tentang fungsi

keluarga, khususnya dalam aspek religiusitas. Ajaran agama dapat

diberikan orang tua melalui dua macam yakni sosialisasi dan pendidikan.

Namun cara yang paling sederhana dan mengena adalah cara yang

pertama, yakni sosialisasi.

Anak menuturkan sosialisasi yang diberikan orang tuanya terkait

dengan aspek religiusitas. Berikut hasil wawancara dengan Imron (7 th).

”Ya ibu selalu memberikan kasih sayang kepada saya, tapi kalau bapak agak jarang soalnya bapak kerja. Ibu selalu menanyakan tentang kegiatan saya di sekolah, ya saya ceritakan semuanya. Pokoknya ibu baik banget sama saya. (Wawancara, 16 April 2009)

Faktor kesibukan menjadi hal yang sulit dihilangkan. Orang tua

memiliki kegiatan sendiri, dan hal itu bisa berimbas bagi keharmonisan

keluarga. Fakta di atas menujukkan bahwa seorang anak merasa kurang

perhatian karena bapaknya terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Namun hal

itu sedikit tertutupi dengan perhatian sang ibu dalam mendidik dan

memberikan kasih sayang kepada buah hati.

Sebagai langkah guna pengkroscekan data di atas, maka peneliti

melakukan wawancara dengan salah orang anak di Kelurahan Sumber,

Budi (15).

”Orang tua saya sangat ketat mengawasi saya Mbak. Saya dilarang bemain setelah pulang sekolah sebelum meminta ijin kepada ibu. Di rumah selalu diterapkan kegiatan sholat berjamaah, setelah itu salaman. Kata bapak itu untuk meningkatkan keakraban. Tapi saya

67

Page 81: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

juga gak tahu persis, tapi sebagai anak saya harus mematuhi perintah orang tua asalkan itu baik untuk saya”. (Wawancara, 16 April 2009)

Pengaruh kebudayaan dari luar memang sulit dibendung. Untuk

mengantisipasi hal tersebut maka harus dimulai dari rumah. Selama ini

generasi muda banyak jadi korban mode karena kurangnya pendidikan

moral religi dalam keluarga. Sehingga jangan hanya menyalahkan anak

yang terlalu menjadi korban mode. Karena di rumah orang tua jarang

membina anaknya dalam penyaringan kebudayaan barat.

Sebaiknya orang tua sejak dini memberikan nasihat dan teladan

bagi anaknya bagaimana seorang muslim/ muslimah berpakaian baik dan

seperti apa kebudayaan yang ada di Indonesia. Orang tua perlu

memberikan contoh yang baik, tidak hanya sekedar omongan belaka.

Mendidik anak harus diiringi kekuatan akhlak yang baik dari para orang

tua. Sebab jika tidak, akan memperlemah atau menimbulkan kekecewaan

dan konflik batin dalam diri anak. Bagaimana pun juga, anak akan melihat

sikap dan perilaku kedua orang tuanya. Kegigihan orang tua dengan serius

akan memberi suri teladan bagi anak-anaknya, ini adalah pendidikan yang

tidak ternilai.

Sekali lagi, orang tua adalah orang pertama yang akan dijadikan

contoh hidup bagi anak-anaknya. Mengapa terkadang nasihat-nasihat

orang tua terhadap anak-anaknya tidak pernah dituruti? Bukan berarti

nasihat itu buruk, tetapi ada hal lain yang patut dievaluasi. Kemungkinan

besar, anak tahu sifat orang tuanya. Tetapi ada ketidaksesuaian antara apa

Page 82: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang diucapkan dengan apa yang dilakukan. Oleh karena itu dari awal

orang tua harus memberikan contoh yang baik dan hati-hati dalam

bersikap serta bertingkah laku.

Sosialiasasi yang dilakukan dalam sebuah keluarga merupakan

harga mati bagi pendidikan anak. Sosialisasi yang dilakukan keluarga ini

memiliki intensitas yang bereda-beda berikut ini adalah penuturan dari

Budi (15 th):

”Saya lebih sering diberikan arahan oleh ibu bila dibanding dengan bapak. Ibu selalu ada ketika saya butuhkan. Tapi saya juga tetap menghormati bapak, bapak juga memberikan arahan kepada saya. Bapak membimbing saya ketika saya mengalami masalah, namun bila ditanya lebih sering mana saya berhubungan, maka saya akan menjawab ibu”. (Wawancara 16 April 2009)

Namun hal berbeda dituturkan oleh informan lain yang juga berasal

dari kategori anak. Berikut ini adalah jawaban dari Imron (7 th) kepada

peneliti:

”Saya sangat sayang bapak dan ibu. Bapak dan ibu sangat baik, Sangay menyayangi saya. Kalau saya salah saya tidak dimarahi tetapi malah diberitahu mana yang salah dan hal yang benar. Bapak dan ibu sering banget memberitahu saya seperti itu”. (Wawancara 16 April 2009)

Sehubungan dengan sosialiasasi ajaran agama, pastinya ada hal-hal

yang disosialisasikan. Berikut ini yang disampaikan oleh Imron (7 th)

kepada peneliti:

”Ya kalau tentang agama yak bapak dan ibu mengajarkan kepada saya tentang cara sholat. Saya sering bertanya kepada kenapa bapak selalu sholat. Akhirnya saya dijelaskan panjang lebar tentang sholat. Dan mulai saat itu saya juga dharapkan bisa ikut sholat bersama dengan bapak dan ibu”. (Wawancara 16 April 2009)

Page 83: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dan selanjutnya Imron juga menjelaskan tentang cara lain yang

digunakan orag tua dalam memberikan pemahaman tentang ajaran agama.

Berikut ini adalah penjelasan dari anak berumur 7 tahun tersebut:

”Saya sering diajak bermain dan ngobrol dengan bapak dan ibu di teras rumah. Bapak dan ibu sering memberi saya nasihat bagaimana saya harus bersikap dengan orang lain terutama dengan orang yang lebih tua, bagaimana caranya bertingkah laku. Bapak dan ibu juga mengajarkan saya untuk selalu menolong orang yang kesusahan. Pokoknya banyak deh Mbak”. (Wawancara 16 April 2009)

Sedangkan Budi, anak berusia 15 tahun menuturkan hal-hal yang

disosialisasikan oleh orang tua kepada dirinya:

”Ya kalau dulu orang tua pernah memberikan pengetahuan tentang bagaimana caranya sholat, tata cara puasa, cara bertutur dengan orang lain dan banyak sekali tata krama yang harus dijalankan dalam kehidupan bermasyarakat. Dulu pas saya kecil juga diajari tentang materi pelajaran dan berhitung. Namun Semarang gak lagi saya dapatkan. Mungkin karena saya sudah besar ya Mbak”. (Wawancara 16 April 2009)

Hasil penelitian di atas dapat disajikan dalam matrik di bawah ini:

Page 84: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel XII Matrik Sosialisasi Pemberian Teladan dari Sudut Pandang Anak

No Sub Masalah Hasil Penelitian 1 Isi sosialisasi dari

keluarga 1) Cinta dan kasih sayang terhadap keluarga dan sesama. Ini dilakukan agar anak mempunyai

jiwa saling menyayangi dengan orang lain terutama bagi anggota keluarganya.

2) Ajaran agama antara lain tentang tata cara sholat dan berdoa. Ini berhubungna Sang Pencipta

sehingga tata caranya tidak boleh salah sedari kecil anak harus ditanamkan sikap suka

bersyukur salah satunya dengan sholat dan berdoa.

3) Pengetahuan umum dan berhitung. Sosialisasi ini kebanyakan dilakukan ketika anak masih

kecil dan memerlukan banyak bimbingan, namun ketika anak sudah dewasa sosialisasi ini

juga bisa tetap dilakukan.

2 Cara bersosialisasi 1) Orang tua memberi arahan kepada anak. ini dilakukan ketika orang tua melihat perilaku yang

baik dan tidak baik. Orang tua akan menjelaskan dari sisi positif dan negatifnya.

2) Melakukan ngobrol bareng antara anak dan orang tua. Kegiatan sharing ini dilakukan untuk

menguatkan pengetahuan anak tentang aspek-aspek religiusitas dalam keluarga. Selain itu

kegiatan ini dapat menjalin kedekatan antara anak dan orang tua. Semakin sering keluarga

melakukan sharing maka kedekatan emosional orang tua dan anak akan semakin tebal.

Sumber: Hasil Wawancara

Page 85: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Uraian di atas bila dikaitkan dengan teori aksi dari Weber adalah

tindakan afektif. Ini meyangkut tentang tingkah laku anak-anak yang

dirasa kurang baik karena bertentangan dengan nilai dan norma yang ada

di masyarakat. Anak-anak hanya meniru tindakan dari orang lain dan

orang tuanya meskipun apa yang ditirunya kurang baik. Orang tua juga

belum bisa mengatasi permasalahan tersebut karena salah satu sebab

adalah perbuatan orang tua yang salah dan dicontoh oleh sang anak.

Namun tindakan yang dilakukan oleh anak tidak sepenuhnya adalah

tindakan afektif, tetapi ada pula yang masih sesuai dengan norma dan nilai

yang berlaku. Ini adalah sedikit gambaran tentang perbuatan anak. Ketika

dibandingkan dengan perbuatan orang tua, maka terjadi sebaliknya. Orang

tua cenderung melakukan suatu dengan pertimbangan yang matang dan

didasarkan kepada nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat.

Sehingga masuk dalam kategori tindakan rasional berorientasi nilai.

Hampir semua perbuatan yang dilakukan oleh orang tua itu didasarkan

pada norma meskipun ada beberapa perbuatan yang dilakukan oleh orang

tua bertentangan dengan nilai dan norma, salah satunya adalah merokok di

depan anaknya.

Ini adalah contoh yang kurang bagus bagi perkembangan anak. Contoh

yang diberikan oleh orang tua karena perbuatan itu mudah ditiru oleh anak

dan akhirnya menjadi kebiasaan bagi anak. Padahal kita tahu bahwa

merokok dapat berdampak buruk bagi manusia terutama masalah

kesehatan. Orang tua diharapkan mampu memberikan contoh yang baik

Page 86: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kepada anak. Sebenarnya orang tua boleh merokok, namun etikanya

jangan dilakukan di depan anak-anaknya terutama anak laki-laki. Bisa jadi

ini adalah alasan kenapa anak melakukan perbuatan menyimpang. Salah

satunya karena orang tua juga melakukan perbuatan yang menyimpang

dari nilai dan norma di masyarakat.

Kasus lain tentang keteladanan orang tua dalam hal ajaran agama juga

sesuai dengan teori aksi Weber yang tindakan rasional yang berorientasi

nilai (werkrational action) yakni setiap tindakan yang dilakukan oleh

setiap orang selalu dilandasi oleh nilai yakni batasan benar atau salah.

Dikatakan demikian karena orang tua berusaha mendidik anak-anaknya

agar mereka memiliki kepribadian yang baik dan dapat hidup sejahtera.

Yang menjadi nilai di sini adalah peran dari orang tua. Peran orang tua

dalam keluarga adalah sebagai pendidik dan pemberi perlindungan dan

masih banyak lagi peran atau fungsi keluarga yang lain. Yang jelas ketika

seseorang melakukan sesuatu pastinya ada dasar di balik pelaksanaannya,

sehingga esensi dari pelaksanaan tindakan ada yakni dasar dan tujuan yang

jelas, sehingga target yang dicapai pun juga akan tepat sasaran dan lebih

efektif.

Nilai dalam kehidupan sosial masyarakat sangat penting karena akan

menjadi patokan apakah sesuatu yang dilakukannya itu adalah benar atau

salah. Nilai ini adalah hasil dari interaksi dengan orang lain, dan dari situ

dapat lahir aturan-aturan yang membatasi seseorang untuk melakukan

Page 87: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sesuatu salah satunya adalah tindakan untuk memberikan pendidikan

agama kepada anak-anaknya.

Dari hasil wawancara di atas maka hampir sama setiap jawaban yang

diberikan oleh setiap informan dengan pertanyaan yang sama. Ini

membuktikan bahwa semuanya telah menyadari apa yang melekat dalam

dirinya sehingga mereka dapat melaksanakan apa yang seharusnya

dilakukan. Dan tugas selanjutnya adalah melaksanakan peran-perannya

tersebut dalam kehidupan keluarganya masing-masing.

Hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa memang ajaran agama haru

diberikan kepada anak sedini mungkin agar dijadikan sebagai penerang

hidup sang anak menjalani hidup. Tetapi anak juga harus diawasi dan

diberikan arahan agar mampu menjalankan roda kehidupan ini dengan

baik.

Ada persamaan yang diutarakan oleh ketiga kategori informan di atas.

Yakni hal-hal yang perlu disosialisasikan serta cara yang bagaimana yang

dilakukan untuk melakukan sosialisasi dengan orang lain. Hal yang perlu

disosialisasikan antara lain rasa kasih sayang, ajaran agama, tata krama dan

sopan santun terhadap orang lain terutama pada orang tua.

Adapun jalan atau cara yang ditempuh oleh orang tua dalam

melakukan sosialisasi tentang hal di atas kepada anak dapat dilakukan dengan

beberapa cara, antara lain dengan pemberian teladan atau contoh dari orang

tua, pelaksanaan ngobrol bareng atau bisa dikatakan sharing untuk

Page 88: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mengetahui tentang apa saja yang telah dilakukan anak dan menilai apakah

yang dilakukan oleh anak benar atau kurang benar.

Cara-cara tersebut tidak dapat dilakukan secara bersama-sama, oleh

karena itu perlu ada pemilihan metode atau cara tersebut. Mana yang paling

mudah dilakukan itulah yang akan dilakukan. Hal ini terkait dengan asumsi

dasar yang dikemukakan oleh Hinkle di mana dalam bertindak atau

berperilaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dan oleh sebab itu dalam

bertindak manusia manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode serta

perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut.

Sehubungan dengan sosialisasi tentang ajaran agama di atas, maka

menurut Soekanto maka sosialisasi ini dapat masuk dalam kategori sosialisasi

primer, yakni sosialisasi yang terjadi pada anak yang masih kecil atau usianya

sangat muda. Hal ini dilakukan untuk mengenalkan lingkungan sosialnya pada

anak dan merupakan proses berlangsungnya kepribadian anak. Kegiatan ini

mayoritas dilakukan dalam sebuah keluarga, dan proses ini berlangsung secara

bertahap dan berkesinambungan.

Sosialisasi primer ini dilakukan untuk menumbuhkan rasa

keingintahuan pada anak tentang suatu hal. Sehingga anak akan merasa

terangsang dan mulai menerapkan karena rasa penasaran anak akan semakin

besar ketika tidak anak cepat terlaksana. Salah satu yang menjadi bahan dari

sosialisasi orang tua kepada anak adalah kasih sayang. Kasih sayang tidak

akan ditemukan di tempat lain kecuali di dalam sebuah keluarga yang

harmonis.

Page 89: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

B. Pengaruh Religiusitas Orang Tua Kepada Anak

Keluarga adalah bagian terkecil dalam masyarakat. Fungsi keluarga

meliputi fungsi religi, fungsi afektif, fungsi sosial, fungsi edukatif dan fungsi

protektif. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengulas lebih jauh tentang

fungsi sosial dari keluarga yang berkaitan dengan keteladanan orang tua dalam

memberikan pemahaman keagaamaan kepada anak. Sedangkan wilayah yang

dijadikan sebagai tempat penelitian adalah Kelurahan Sumber, Kecamatan

Banjarsari, Kota Surakarta.

Keluarga juga biasa disebut sebagai nuclear family merupakan bagian

terkecil dari masyarakat yang terdiri atas bapak, ibu dan anak. Ayah dan ibu

secara ideal tidak terpisahkan dan bahu-membahu dalam menangani anak

dalam hal mendidik dan mengurus anak. Anak tidak hanya menjadi tanggung

jawab ibu, tetapi ayah juga mempunyai kewajiban mendidik dan memberi

contoh kepada anaknya. Peran kedua orang tua sangat penting dan saling

mendukung. Berikut ini adalah hasil penelitian yang penulis bagi sesuai

dengan kategori informan.

1. Orang Tua

Keluarga yang merupakan kesatuan terkecil dalam sebuah

masyarakat tetapi menempati posisi yang primer dan fundamental. Artinya

keluargalah yang menjadi dasar anak dalam bertingkah laku apalagi kalau

sudah merambah ke lingkungan sosial masyarakat. Keluarga memiliki

peranan yang besar dan vital dalam mempengaruhi kehidupan seorang

anak, terutama pada tahap awal maupun tahap-tahap kritisnya. Keluarga

Page 90: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

memilik peran yang sangat penting bagi kelangsungan hidup anak. Berikut

ini adalah pendapat salah satu orang tua Bapak Supadi (44 th) tentang

peran keluarga:

“Saya rasa fungsi keluarga ya fungsi regenerasi, fungsi perlindungan, fungsi pendidikan, fungsi sosial. Saya rasa masih banyak fungsi-fungsi keluarga yang lain, tapi saya cuma ingat yang ini”. (Wawanacara, 17 April 2009)

Pada hakikatnya orang tua dalam keluarga memiliki banyak peran,

namun yang terpenting adalah mengetahui maksud mengaplikasikannya,

bukan hanya mengetahuinya saja. Guna mengetahui pengetahuan orang

tua terkait dengan fungsi keluarga, maka peneliti melakukan kroscek

dengan informan lain yang berasal dari kategori yang sama, yakni dari

kategori orang tua, maka informan tersebut menambahkan bahwa keluarga

juga memiliki peranan yakni memberikan perlindungan kepada anak dari

setiap bahaya. Selain itu keluarga juga berkewajiban memberikan kasih

sayang dan menumbuhkan rasa saling asih, asah dan asuh.

Fungsi-fungsi tersebut harus terwujud agar keluarga yang

terbentuk bisa menjadi sebuah keluarga yang harmonis. Artinya keluarga

yang tahan banting terhadap setiap permasalahan yang dihadapi oleh

keluarga. Ini ditentukan oleh kesigapan keluarga dalam menghadapi

masalah. Keluargalah yang menjadi kontrol bagi anggota keluarganya

sehingga peran orang tua sangat penting, dan ajaran agama menjadi salah

satu pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi.

Page 91: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

a. Fungsi Pendidikan

Pemberian ajaran agama yang dilakukan oleh orang tua kepada

anaknya dapat ditempuh dalam cara, antara lain dengan pendidikan

dan sosialisasi yang bagus. Kedua cara tersebut dilakukan dengan

disesuaikan dengan konteks yang ada. Kalaupun memerlukan hal yang

lebih formil baru penyampaian ajaran agama dilakukan melalui

pendidikan formal. Namun selama masih bisa dilakukan di dalam

keluarga hal itu bisa diberikan oleh orang tua.

Orang tua memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan

kepada anaknya, dan ini menjadi modal awal bagi pengetahuan anak

dalam bertingkah laku. Anak dapat menerapkan apa yang telah didapat

dari orang tua dalam kehidupannya sehari-hari. Anak juga akan

beraktualisasi dengan orang lain dalam kehidupan bermasyarakat, dan

pendidikan orang tua akan sangat membantunya.

b. Fungsi Afeksi

Peran orang tua tidak hanya memberikan kasih sayang kepada

anaknya, melainkan memberikan perlindungan dari apapun yang bisa

membahayakan anak. Fungsi tersebutlah yang orang-orang sebut

sebagai fungsi afeksi. Keluarga adalah tempat anak mengeluarkan

keluh kesah dan masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga

keluarga dalam hal ini adalah orang tua dijadikan tempat anak

bercerita. Dari situ orang tua mengetahui bahwa psikologis anak

tertekan, jadi peran orang tua di sini memberikan arahan, semangat

Page 92: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

serta perlindungan anak dari rasa takut, sedih dan hal-hal yang

membahayakan baik secara fisik maupun psikis.

c. Fungsi Agama

Orang tua dianggap orang yang paling berpengaruh dan

berkewajiban dalam memberikan pendidikan kepada anak, termasuk

dalam bidang agama. Orang tua harus bisa mendidik anaknya untuk

menjadikan anak yang bersangkutan menjadi anak yang baik. Keluarga

yang gagal dalam memberi kasih sayang dan cinta, serta perhatian

akan memupuk kebencian, rasa tidak aman dan tindak kekerasan

kepada anak-anaknya. Demikian pula jika keluarga tidak dapat

menciptakan suasana pendidikan, maka ini akan menyebabkan anak-

anak terperosok atau tersesat lainnya. Hal ini sesuai dengan penuturan

Bapak Supadi (44 th).

“Sekarang ini saya lebih selektif dalam mendidik anak. Kami sekeluarga sudah terbiasa mengungkapkan rasa sayang kepada anak, salah satunya dengan mencium tangan sebelum berangkat kerja atau kuliah. Kami ingin menanamkan rasa cinta dan kasih sayang terhadap keluarga. Ini kami lakukan sebelum saya dikaruniai anak. Selain dengan cara tersebut, kami sekeluarga juga selalu melakukan sholat berjamaah agar menumbuhkan kecintaan anak terhadap Sang Pencipta. Saya mengakui bahwa pendidikan agama yang saya berikan kepada anak masih sangat kurang, jadi saat memasukkan anak saat ke TPA dekat rumah”. (Wawancara, 17 April 2009)

TPA dijadikan salah satu tempat yang dirasa mampu menutup

kekurangtahuan orang tua tentang masalah agama. TPA adalah salah

satu tempat yang diserbu oleh para orang tua ketika ingin memberikan

tambahan pengetahuan tentang agama. Dan kegiatan ini cukup efektif

Page 93: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dalam menanamkan moral yang baik keada anak. Ajaran agama yang

diberikan orang tua mungkin kurang banyak dan detail, maka dari itu,

di TPA akan lebih banyak digali oleh sang anak kepada para ustad dan

ustadzahnya.

Berikut ini adalah pengakuan dari salah orang tua terkait

dengan keterkaitan TPA dengan upaya pemberian ajaran agama.

”Saya setuju dengan keberadaan TPA dalam memberikan tambahan pengetahuan agama kepada anak. Saya juga memasukkan anak saya ke TPA. Jadi kalau pagi sampai siang saya dan suami memberikan pengetahuan agama dan non-agama, dan pada sore hari sampai maghrib, anak saya menimba ilmu agama di TPA”. (Wawancara, 17 April 2009)

Sebuah pembelajaran yang baik tentang perilaku saling tolong-

menolong bagi sesama makhluk Tuhan. Di setiap agama pastinya juga

mengajarkan hal yang sama karena pada hakikatnya mengajarkan

kebaikan. Orang tua juga mengajarkan kepada anak-anaknya agar

menjalin kerja sama dengan orang lain karena manusia adalah makhluk

sosial. Berikut ini adalah penjelasan dari seorang ibu rumah tangga

yang secara langsung mengasuh serta mendidik anaknya dari kecil

sampai sekarang.

”Saya selalu mengajarkan nilai-nilai agama sejak dini kepada anak-anak saya. Banyak sekali ajaran-ajaran agama yang harus disampaikan kepada sang anak, tetapi saya selektif dalam memberikan pemahaman tersebut. Ya saya menyesuaikan dengan psikologis anak saya. Anak-anak saya ajarkan tentang makna kerja sama di lingkungan masyarakat karena manusia tidak bisa hidup dan bertindak sendiri tetapi memerlukan bantuan orang lain”. (Wawancara, 17 April 2009)

Page 94: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pemberian ajaran agama sejak dini juga mempengaruhi

psikologis anak. Ini terjadi karena jika pondasi kuat maka bangunan

juga akan kuat, begitu juga dengan moral anak. Jika pondasinya dalam

hal ini adalah ajaran agamanya kuat, maka sebagian besar anak akan

memiliki moral yang baik pula. Untuk lebih jelasnya, maka dapat

dilihat pada matrik di bawah ini.

Page 95: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel VII Matrik Fungsi Religi dari Sudut Pandang Orang Tua

No Sub masalah Hasil Penelitian

1 Peran keluarga a. Keluarga memiliki peran mendidik anak sehingga bermoral baik yang akhirnya berimbas pada

kehidupannya di masyarakat

b. Keluarga memiliki fungsi pemberi kasih sayang. Kasih sayang di sini tidak harus ditunjukkan

dalam bentuk mencium anak tetapi juga memberikan pemahaman tentang hal yang baik dan

tidak baik.

c. Keluarga memiliki fungsi sosial di antara orang tua memberikan arahan bagaimana

berperilaku di dalam kehidupan bermasyarakat yang baik.

d. Keluarga pada hakikatnya juga memiliki fungsi perlindungan dari segala macam bahaya yang

dihadapi oleh anggota keluarganya termasuk sang anak.

e. Fungsi lain dari keluarga adalah fungi regenerasi. Dalam fungsi ini keluarga digunakan

Page 96: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sebagai media dalam melestarikan keluarganya dan penerus dalam kehidupan.

2 Religiusitas dalam

keluarga

a. Agama dijadikan sebagai pedoman hidup, namun agama tidak dapat menjadi patokan apakah

anak tersebut memiliki budi pekerti yang luhur, karena sekarang ini orang tua yang kadang kala

mempunyai dasar agama yang kuat mampu melakukan hal yang salah

b. Orang tua memberikan pendidikan agama di rumah dan sebagai tambahan memasukkan

anaknya ke TPA agar bisa lebih mendalami agama dengan para ulama dan kyai

c. Orang tua memberikan pendidikan agama, salah satunya lewat sholat berjamaah diteruskan

dengan salaman dan berdoa bersama.

d. Orang tua memberikan pendidikan agama kepada anaknya sedini mungkin, karena ini menjadi

dasar dalam masa depannya

Sumber : Hasil Wawancara

Page 97: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Tokoh Masyarakat

Fungsi keluarga salah satunya adalah fungsi pendidikan. Fungsi ini

diharapkan mampu menjadi dasar bagi anak dalam menjalani kehidupan di

lingkungan masyarakat. Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan

salah seorang tokoh masyarakat yang juga menjadi imam masjid di

lingkungan Kelurahan Sumber.

“Agama sangat diperlukan bagi anak dalam menjalankan roda kehidupan. Jadi saya menekankan kepada anak saya untuk tetap memegang teguh ajaran agamanya karena itu adalah salah satu modal dia hidup. Kalau masalah kenikmatan duniawi dapat dikejar, namun untuk kenikmatan akherati tidak segampang meraih duniawi. Perlu keikhlasan untuk mencapainya”. (Wawancara, 15 April 2009)

Pendapat yang saling melengkapi di atas mampu menunjukkan

bahwa keluarga memiliki peranan yang sangat banyak dan penting. Fungsi

pendidikan, fungsi kasih sayang, fungsi sosial, fungsi perlindungan, fungsi

regenerasi dan masih banyak lagi fungsi-fungsi yang lain.

Berkaitan dengan nilai-nilai agama yang diajarkan orang tua

kepada sang anak, maka Rofik Anwar memberikan penjelasan tentang hal

itu.

”Ada beberapa hal yang haru diajarkan oleh orang tua kepada anaknya. Setiap orang tua harus bisa mengajarkan itu. Hal itu adalah rasa saling menghargai dan toleransi dengan orang lain karena kita diciptakan dalam posisi yang sama dengan orang lain, tidak ada yang lebih tinggi dan lebih rendah. Oleh karena itu saya selalu menekankan kepada anak saya untuk bisa menghargai orang lain. Kalau kita ingin dihargai oleh orang lain, maka kita juga harus menghargai orang lain pula”. (Wawancara, 15 April 2009)

Page 98: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Keselektifan orang tua dalam memberikan pendidikan dalam

mendidik anak perlu dilakukan, salah sedikit saja anak akan sulit keluar

dari jalan yang salah tersebut. Selain itu anak akan lebih cepat menerima

contoh yang kurang baik daripada contoh yang baik. Itulah yang menjadi

kekhawatiran dari salah satu tokoh masyarakat terkait dengan pendidikan

bagi anak-anak terutama anak pada usia dini. Berikut kutipan wawancara

dengan Bapak Suhali (42 th) terkait dengan hal di atas.

”Anak-anak sekarang sudah masuk pada dalam lingkaran yang tidak ada ujung pangkalnya. Orang tua yang harus membimbing anak tersebut untuk kembali ke jalan yang lurus. Pemberian teladan serta pendidikan agama perlu diberikan kepada anak agar mereka bisa lebih menghargai hidup. Ini saya katakan karena saya sering menjumpai anak-anak sini yang sering nongkrong di perempatan jalan dan terkadang sambil minum minuman keras. Dari pengamatan saya, mereka adalah anak-anak yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis, artinya ada masalah dengan keluarga. Oleh karena itu orang tua harus peka dalam memberikan pendidikan kepada anak. Saya pikir pemberian pengetahuan tentang agama sangat simpel dilakukan dengan memberikan gambaran kepada anak tentang agama, salah satunya dengan sholat berjamaah. Dengan itu maka juga dapat menumbuhkan kedekatan emosional lebih tajam kepada orang tua”. (Wawancara, 15 April 2009)

TPA merupakan salah satu jalan yang bisa ditempuh oleh orang tua

dalam memberikan pendidikan tentang agama kepada anaknya. Dengan

TPA anak bisa mendapatkan nilai-nilai agama yang lebih banyak

didapatkan bila dibandingkan dari orang tua. Tapi bukan berarti apa yang

dilakukan atau diberikan oleh orang tua tentang pendidikan agama sedikit,

namun di dalam TPA anak akan lebih bisa menggali lebih dalam lagi

karena belajar bersama ustadz dan ustadzah.

Page 99: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Keluarga juga bisa memberikan pendidikan agama karena agama

dijadikan sebagai pedoman hidup, apalagi Negara Indonesia adalah negara

yang memberikan hak kepada setiap warga negaranya untuk memeluk

agama sesuai dengan agama serta keyakinan tanpa ada paksaan. Ini telah

termuat jelas di UUD 1945 yang telah diamandemen pada pasal 29.

Penerapan agama tersebut paling sederhana adalah dalam keluarga.

Dengan agama kita dapat menyeimbangkan kepentingan materiil dan

spirituil sehingga hati akan terasa lebih nyaman.

Fungsi religi dalam keluarga menjadikan keluarga sebagai bentuk

akhlak serta moral bagi anak-anaknya. Selain itu didasarkan pula pada

alasan bahwa lewat keluarga sosialisasi awal pada anak dimulai. Orang

pertama yang berinteraksi dengan anak adalah pihak keluarga, sehingga

keluarga dijadikan sebagai peletak dasar pendidikan agama bagi anak.

Pendidikan agama merupakan dasar bagi kehidupan anak yang

bersangkutan. Ajaran agama akan dijadikan pedoman hidup karena lewat

agama seseorang dapat mengerti apakah yang dilakukannya itu benar atau

salah. Agama yang menentukan apakah kehidupannya bisa sesuai jalur

atau tidak. Berikut ini penuturan dari Rofik Anwar (35 th), salah satu

informan yang berhasil ditemui peneliti di kediamannya.

“Ya benar bila dikatakan agama menjadi hal yang sangat dibutuhkan oleh manusia dalam hidupnya. Ibarat kehidupan kita yang gelap gulita tanpa listrik, pasti kita akan menyalakan lilin sebagai sumber cahaya yang menerangi rumah. Begitu juga dengan agama. Agama menjadi penerang dalam kehidupan manusia sehingga akan tahu apa yang baik untuknya dan mana yang tidak baik untuknya”. (Wawancara, 15 April 2009)

Page 100: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Agama dijadikan sebagai pedoman hidup seperti halnya Pancasila

dan UUD 1945 dalam Negara Indonesia. Bedanya penerapan agama

berbeda-beda sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing

orang, namun untuk pelaksanaan UUD 1945 dan Pancasila mengatur

bagaimana pelaksanaannya dan punya satu ketentuan yang dijalankan

orang yang satu dengan yang lain.

Fungsi religi adalah salah satu fungsi keluarga yang menonjol di

keluarga terutama yang ditujukan kepada anak kecil. Karena anak-anak

membutuhkan dasar pelaksanaan dari perilakunya baik di dalam keluarga

atau pun di lingkungan lainnya. Berikut ini adalah penjelasan dari tokoh

masyarakat yang ada di Kelurahan Sumber, Suhali (42 th) seusai mengajar

TPA.

”Saya kira fungsi keluarga yang berhubungan dengan fungsi agama yang melekat ada keluarga dapat ditunjukkan dengan mengajarkan anak tentang ajaran agama, kemudian mengaplikasikan dengan perbuatan, jadi anak mampu mencocokkan antara teori dengan realita yang ada. Kan kita tahu sendiri kalau anak itu suka mencoba serta mencari sesuatu yang menurutnya ada yang aneh”. (Wawancara, 15 April 2009)

Penjelasan dari salah satu informan di atas menjelaskan bahwa

tingkat religiusitas seseorang dapat dilihat dalam segi ajaran agama,

perilaku dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun ada hal lain

yang belum dijelaskan dari penjelasan informan di atas. Oleh karena itu

perlu diberikan penjelasan tentang tingkat religiusitas seseorang. Untuk itu

salah reponden, yakni Bapak Supadi tentang tingkat religiusitas yang dapat

dilihat orang lain.

Page 101: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

”Tingkat religiusitas itu ya dapat dinilai dari tingkat keimanan seseorang. Iman di sini artinya ya percaya terhadap sesuatu, contohnya Alloh. Kalau memang orang itu seorang muslim yang punya tingkat religiusitasnya tinggi, maka dia akan percaya atau beriman bahwa Alloh itu memang ada”. (Wawancara, 17 April 2009)

Uraian di atas menjelaskan bahwa tingkat religiusitas tidak hanya

dilihat dari banyaknya ajaran yang dia tahu, tetapi juga mencakup tentang

aplikasi dari ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang

sederhana adalah cara bertingkah laku pada orang yang lebih tua. Setiap

agama mengaajarkan kepada setiap umatnya untuk selalu menghargai

orang lain, termasuk menghormati orang tua. Artinya seseorang harus

selalu menghormati orang lain, termasuk di terhadap orang tua. Ketika

anak diberikan ajaran agama tentang hal menghormati orang yang lebih

tua, maka anak akan mulai memikirkan apakah tindakan dari orang tua

sesuai dengan apa yang mereka ajarkan kepada dirinya.

Page 102: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel VIII Matrik Fungsi Religi dalam Sudut Pandang Tokoh Masyarakat

No Sub Masalah Hasil Penelitian

1 Peran Keluarga a. Peran keluarga:

1) pemberi kasih sayang

2) pendidikan dasar tentang agama

2 Religiusitas Keluarga a. Agama menjadi patokan apakah anak itu memiliki kepribadian yang baik atau tidak, meski kadang

meleset tapi ini dapat dijadikan patokan.

b. Orang tua adalah pihak yang harus bertanggugjawab terhadap moralitas anaknya, dibantu dengan

tempat-tempat yang memerikan pendidikan agama kepada anak-anak seperti TPA yang memberikan

pendidikan agama sekaligus, pendidikan tentang akhlak

c. Dengan sholat berjamaah maka akan menumbuhkan rasa kebersamaan dan kekeluargaan yang kuat,

sekaligus mengajarkan tentang agama kepada anak

d. Pendidikan diberikan oleh orang tua jadi ada keterikatan dengan orang tua

Page 103: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

e. Tingkat religiusitas seseorang dapat dilihat dari aspek iman, tingkah laku dan realita di lapangan.

Sumber: Hasil Wawancara

Page 104: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Anak

Anak adalah penerus kehidupan serta generasi penerus dalam

mengisi kemerdekaan. Dalam kaitannya dengan Fungsi Religi dalam

keluarga, tentulah anak sebagai objek dari sosialisasi dan segala hal yang

diajarkan oleh orang tuanya. Maka dari itu, dalam penelitian ini, peneliti

mengambil anak sebagai salah satu kategori informan. Anak dapat

dijadikan tolak ukur terhadap apa yang telah diajarkan oleh orang tuanya,

dan tentunya yang berkaitan dengan tingkat religiusitas anak.

Oleh karena itu, maka peneliti melakukan tanya jawab dengan

salah satu informan yang berasal dari kategori anak-anak. Dan berikut ini

adalah jawaban dari Budi (15 th) ketika ditanya tentang peran orang tua

terhadap perkembangan dirinya.

“Bapak dan ibu selalu memberi kasih sayang kepada saya. Bapak dan ibu juga selalu mengajarkan kepada saya tentang sholat dan doa-doa. Ibu juga selalu menjaga saya, apalagi kalau hujan. Saya selalu takut sama petir, jadi ibu mendekap saya”. (Wawancara, 16 April 2009)

Jawaban dari informan di atas menandakan bahwa orang tua juga

mempunyai peranan dalam menjaga serta membimbing anaknya untuk

bisa melewati proses hidup. Oarng tua tidak hanya berperan dalam

memberikan pengetahuan tetapi juga perlindungan kepada anak.

Sama halnya dengan apa yang dikatakan oleh salah seorang

informan di atas, oarng tua telah memperlihatkan kewajibannya dalam

mendidik buah hatinya. Berikut ini adalah ungkapan dari Imron (7 th)

yang disampaikan kepada peneliti di rumahnya.

Page 105: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

“Saya sangat sayang kepada Bapak dan Ibu karena mereka juga sangat sangat sayang kepada saya. Saya diberikan kasih sayang, perlindungan ketika takut, dan orang tua selalu membimbing saya pas saya salah. Pokoknya mereka baik banget mbak..” (Wawancara, 16 April 2009)

Dari hasil wawancara dapat kita ketahui bahwa peran orang tua dalam

keluarga antara lain fungsi kasih sayang, pemberi perlindungan, dan tentu

saja peran religiusitas dalam menghadapi hidup. Namun dalam penelitian

ini peneliti akan lebih mengulas lebih dalam Fungsi Religi.

Terkait dengan nilai-nilai religiusitas anak yang diajarkan oleh orang

tuanya, maka salah satu informan yang masih di bawah umur ini

memberikan jawabannya sebagai berikut .

“Ya kalau nilai-nilai agama, orang tua juga memberikan Mbak. Orang tua terutama Bapak selalu mengajak saya untuk sholat berjamaah baik di masjid ataupun di rumah. Ibu juga begitu, ibu juga banyak memberikan nasihat kepada saya”. (Wawancara, 16 April 2009)

Nilai-nilai agama diberikan oleh orang tua kepada anaknya dalam

beberapa bentuk, ada yang dilakukan secara langsung ataupun dengan cara

tidak langsung. Berikut ini adalah jawaban dari salah satu informan ketika

ditanya tentang nilai-nilai religiusitas yang diajarkan oleh orang tuanya.

”Saya sedari kecil sudah diajarkan oleh orang tua saya, terutama ibu tentang nilai-nilai agama yang saya anut. Ibu selalu memberikan penjelasan tentang hal-hal yang dilakukan dalam hidup di dalam masyarakat. Saya diajarkan untuk saling tolong menolong, katanya dalam Al Qur’an juga mengatur tentang itu. Tapi saya juga tidak tahu surat apa dan ayat apa. pokoknya saya nurut sama ibu saya”. (Wawancara, 16 April 2009)

Page 106: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Berbeda dengan pengakuan dari inforan sebelumnya, Budi (15 th)

menuturkan hal yang berbeda. Berikut ini adalah jawaban dari Budi ketika

ditanya ajaran agama yang diberikan oleh orang tuanya.

”Saya jarang sekali diberikan ajaran agama dari orang tuaya karena bapak ibu sangat sibuk dengan urusan kantor. Terkadang kalau ingin bercerita dengan orang tua tentang sekolah, saya sering kecewa karena kalau pulang bapak dan ibu langsung tidur. Makanya saya mencari kesibukan sendiri di luar. Ya terkadang saya juga menyadari kalau salah memilih orang tetapi teman-teman mampu saya jadikan tempat bercerita”. (Wawancara, 16 April 2009)

Terjadi perbedaan perlakuan orang tua kepada anak-anaknya. Satu

informan merasakan bahwa orang tua telah memberikan pengetahuan

tentang hal-hal yang berhuungan dengan religiusitas tetapi yang satunya

merasa kurang mendapatkan perhatian dari orang tuanya, termasuk ajaran

tentang agama yang dianut. Ini membuktikan bahwa setiap hal ditentukan

oleh intensitas berinteraksi antara orang tua dan anak. Semakin sering

tatap muka anak dengan orang tua, maka akan semakin kental kedekatan

emosional dan tentunya kepatuhan kepada orang tua.

Hal yang lebih memperlihatkan tingkat religiusitas seseorang

adalah intensitas orang terebut melakukan sembahyang / peribadatan.

Keluarga muslim sebisa mungkin mengajak anak untuk melaksanakan

sholat secara berjamaah. Ini adalah pendidikan agama yang paling penting,

karena ini dapat memupuk keimanan sang anak serta menumbuhkan rasa

persaudaraan di antara anggota keluarga.

Berikut ini adalah pengakuan dari Budi (15 th) terkait dengan

kebiasaan sholat berjamaah yang dilakukan bersama keluarganya.

Page 107: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

”Dulu memang keluarga kami selalu melakukan kegiatan sholat berjamaah, namun ya sekarang sudah mempunyai kesibukan masing-masing jadi ya terkadang masih dikerjakan, kadang tidak. Orang tua saya juga tidak begitu ketat mengawasi apakah saya sholat atau tidak, jadi ya saya agak bebas, kadang ya tidak sholat”. (Wawancara, 16 April 2009)

Berbeda dengan jawaban responden di atas, maka responden yang

juga berasal dari kategori anak justru mengatakan hal yang sebaliknya.

Berikut ini adalah pengakuan polos dari Imron, bocah berusia 7 tahun

kepada peneliti.

”Mbak kalau ke rumah saya pasti senang banget, di depan rumah ada tulisan arab gede banget, trus di ruang tamu juga ada tulisan arab tapi lebih kecil. Oya hampir lupa, kalau Mbak ke rumah saya harus ketuk pintu dan bilang assalamu’alaikum lho ya”. (Wawancara, 16 April 2009)

Sebuah hal yang berbeda terungkap dalam kehidupan 2 orang

responden dalam penelitian ini. Yang satu bisa dibilang berasal dari

keluarga yang tingkat religiusitasnya tinggi, namun di sisi lain juga ada

yang berasal dari keluarga yang memiliki tingkat religiusitas yang tidak

begitu tinggi. Sebelumnya telah kita ungkap juga dalam wawancara-

wawancara yang dilakukan kepada para responden dalam penelitian ini.

Mereka mengemukakan bahwa tingkat religiusitas seseorang dapat dilihat

dari sisi iman, tingkah laku dan realita di lapangan.

Agama merupakan sesuatu yang abstrak karena itu berhubungan

dengan interaksi seseorang dengan Tuhan, Sang Pencipta alam semesta.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa salah satu hal yang dapat

diukur dari agama atau religiusitas adalah lewat sisi keimanan. Seseorang

yang beragama, maka dia akan mengakui bahwa dia percaya bahwa Tuhan

Page 108: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

itu ada walaupun abstrak. Hal ini sejalan dengan pernyataan

Hendropuspito dimana agama merupakan sejenis sistem sosial di mana

para penganutnya mengakui hal-hal non-empiris, salah satunya adanya

Tuhan.

Hal ini juga sesuai dengan teori tentang agama yang mengatakan

bahwa pendidikan agama menjadi dasar yang harus diberikan kepada anak

sejak dini keika masih muda. Karena pada saat masih kanak-kanak

pengawasan serta mampu menumbuhkan kesadaran anak tentang arti

penting agama. Hal ini diperkuat karena anak baru melakukan interaksi

dengan anggota keluarga, sehingga masih belum terhegemoni terhadap

budaya-budaya asing serta perilaku-perilaku orang lain yang dapat

mempengaruhi kejiwaan anak.

Anak-anak belum mengetahui lebih dalam tentang apa yang

mereka lakukan dan terkadang hal yang kurang baik dilakukan tanpa

berpikir panjang. Tugas orang tua adalah mengingatkan serta memberikan

contoh yang benar sehingga sang anak juga akan sadar, akhirnya

meninggalkan hal yang kurang baik. Inilah fungsi dari keluarga yakni

sebagai fungsi edukatif, yakni keluarga memberikan pendidikan kepada

anak tentang apa yang benar dan apa yang kurang benar. Ada banyak jalan

yang dapat dilakukan oleh para orang tua dalam memberikan pendidikan

kepada anaknya. Salah satunya adalah seperti penuturan dari Imron (7)

yang masih duduk di kelas II SD.

Page 109: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

”Saya dimasukkan ibu ke TPA. Saya diajarkan sholat, membaca Al-Qur’an”. (Wawancara, 16 April 2009)

TPA menjadi salah satu cara yang ditempuh orang tua agar

anaknya lebih banyak memperoleh ilmu agama. TPA dinilai sebagai cara

yang cukup jitu dalam menyelesaikan masalah moral anak dan

pengetahuan tentang agama. Memang pada umumnya dengan

memasukkan anak ke dalam TPA, itu membuat anak lebih terkontrol

dalam bersikap dan tentu saja mempengaruhi moral anak yang

bersangkutan karena sang anak dianggap telah mengetahui ukuran baik

dan buruk melalui ajaran TPA yang dierikan oleh ustadz dan ustadzah.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini peneliti gambarkan dalam matrik

di bawah ini.

Page 110: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel IX Matrik Fungsi Religi dari Sudut Pandang Anak

No Sub Masalah Hasil Penelitian

1 Peran keluarga a. orang tua memiliki peran membimbing, di mana orang tua wajib membimbing anak apalagi ketika

sedang mengalami masalah.

b. Orang tua mempunyai peran melindungi anak pada apapun yang mengancam. Dalam masalah ini

dicontohkan dengan perlindungan orang tua kepada anak ketika turun hujan yang disertai petir

c. Orang tua juga memiliki peran memberi kasih sayang kepada anak. Ini dilakukan karena anak belum

mengetahui apapun di dunia ini. Ketika anak diberikan kasih sayang ini sejak bayi maka ini akan

membuat kedekatan anak dengan orang tua semakin tebal.

2 Fungsi Religi

orangtua kepada

anak

a. Orang tua memiliki peran dalam mengajarkan nilai-nilai agama keada anak sedari kecil.

b. Pemberian nilai-nilai agama dapat dilakukan dengan pelaksanaan sholat berjamaah, berkumpul

Page 111: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dengan keluarga sambil memberikan ajaran agamanya.

c. Orang tua juga bisa memasukkan anaknya ke TPA sebagai media dalam memberikan pengetahuan

tentang agama yang lebih banyak.

d. Anak yang mendapatkan pengetahuan agama dari orang tua sejak kecil memiliki intensitas

kepatuhan yang lebih bila dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan pengetahuan

tentang agama dari orang tuanya.

e. Anak belajar agama pertama kali dari orang tua

f. Perilaku orang tua menjadi bukti dari tingkat religiusitas orang tua

g. Anak akan mulai meninggalkan kegiatan-kegiatan yang bersifat agamis karena kurang pengawasan

dan perhatian dari orang tua.

Sumber: Hasil Wawancara

Page 112: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dari hasil tabulasi di atas yang diwujudkan dalam bentuk ketiga matrik

dapat dilihat bahwa terdapat persamaan persepsi dari informan yang berasal

dari kategori orang tua dan masyarakat. Keduanya telah mengakui bahwa

keluarga memiliki peran yang penting dalam menggiring anaknya menuju

kehidupan yang sejahtera. Salah satunya dengan memberikan pengetahuan

tentang agama. Mereka juga megakui bahwa agama memegang peranan

penting dalam membentuk kepribadian anak, sehingga alangkah lebih baiknya

orang tua memberikan pendidikan agama sedini mungkin.

Artinya ketika dari kecil anak sudah diberi pendidikan agama, maka

kecil kemungkinan anak tersebut akan melakukan kesalahan-kesalahan fatal.

Meskipun anak juga memiliki keterbatasan dalam berperilaku, namun paling

tidak ajaran agama dapat membentengi anak tersebut melakukan kesalahan.

Oleh karena orang tua dan masyarakat sepakat kalau keluarga yang harus

bertanggungjawab memberikan pendidikan dasar tentang agama.

Uraian tersebut kemudian dikembalikan kepada objek dari kegiatan

tersebut, yakni sang anak. Anak pun juga mengakui bahwa orang tuanya telah

melakukan fungsi atau peran orang tua dalam keluarga. Salah satunya dengan

memberikan kasih sayang dan perlindungan. Anak mereka terlindungi dan

menimbulkan rasa kasih sayangnya kepada orang tua. Ini juga menjadikan

hubungan antara orang tua dan anak menjadi lebih dekat.

a. Cara orang tua dalam mendidik anak mengakibatkan beberapa perilaku

yang menjadi respon anak terhadap apa yang dia lakukan. Berikut ini

adalah reaksi anak terhadap apa yang dia lakukan :

Page 113: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Jika di dalam lingkungan keluarganya, misalnya anak itu sering

ditertawakan dan diejek apabila tidak berhasil melakukan sesuatu, maka

tidak sadar ia akan selalu berhati-hati melakukan sesuatu. Dia akan

menjadi orang yang selalu diliputi oleh keragu-raguan.

b. Jika di dalam lingkungan keluarganya seorang anak selalu dianggap dan

dikatakan bahwa dia masih kecil dan karena itu belum dapat melakukan

sesuatu, kemungkinan besar anak itu akan menjadi orang yang selalu

merasa kecil, tidak berdaya, tidak sanggup mengerjakan sesuatu. Ia akan

berkembang menjadi orang yang bersifat masa bodoh, atau kurang

mempunyai perasaan harga diri.

c. Sebaliknya, jika anak itu dibesarkan dan dididik oleh orang tua atau

lingkungan keluarga yang mengetahui akan kehendaknya dan berdasarkan

kasih sayang ia akan tumbuh menjadi anak yang tenang dan mudah

menyesuaikan diri terhadap orang tua dan anggota keluarga lainnya, serta

terhadap teman-temannya.

Tindakan rasional berorientasi nilai diterapkan dalam kegiatan ini.

Orang tua memberikan pendidikan, perlindungan, kasih sayang dan banyak

hal karena mereka mengakui bahwa pendidikan anak menjadi tanggung

jawabnya terutama pendidikan dasar karena ini akan menentukan apakah anak

termasuk menjadi anak yang baik atau malah sebaliknya. Tindakan rasional

berorientasi nilai ini merupakan landasan yang bagus dalam bertindak.

Page 114: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

C. Kendala-Kendala yang dihadapi Orang Tua dalam Memberi Teladan

Bagi Anaknya

Kendala ialah situasi ataupun kondisi yang sangat berpengaruh dalam

mencari solusi atau mencari jalan keluar untuk menyelesaikan masalah

tertentu yang secara langsung mengulur waktu penyelesaian. Adapun kendala

yang sering terjadi ialah mengangkut target waktu pelaksanaan, masalah

finansial, masalah tenaga atau para pelaku yang terkait. Setiap kendala yang

dihadapi tentu saja ada jalan keluarnya atau ada cara untuk penyelesaiannya,

seperti halnya kedua masalah yaitu berhasil atau gagal dalam pencapaian

tujuan selalu menentukan hasil akhirnya serta kedua hal tersebut tidak bisa

dipungkiri keberadaannya.

Kendala adalah media atau sarana agar sesuatu itu dinamis. Dinamis

dalam artian ada penyeimbang antara kemudahan dan kesulitan, sehingga

dalam pengelolaan juga menemui masalah-masalah. Ibarat kehidupan yang

tidak pernah ada kesulitan rasanya hambar, namun ketika ada masalah maka

akan membuat seseorang lebih bersemangat untuk menyelesaikan

permasalahan tersebut.

Sebuah kendala merupakan hal yang mampu menyeimbangkan

kemampuan serta proses pelaksanaan. Kendala mampu memberikan nyawa

pada sebuah proses perbaikan. Bayangkan saja kalau hidup ini tidak pernah

ada hal yang sulit, pastinya kehidupan akan terasa hambar. Selain itu manusia

tidak akan memikirkan suatu hal dalam memecahkan masalah tersebut.

Page 115: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kendala juga menjadikan manusia berkreasi dalam memilih jalan keluar mana

yang paling dilpilih dalamm mengatasi sebuah permasalahan.

Begitu juga dengan permasalahan orang tua dalam memberikan

teladan kepada anaknya. Pastinya ada beberapa hambatan yang menghadang

dalam memberikan pembelajaran hidup kepada anak. Berikut ini adalah

kendala atau hambatan yang dihadapi orang tua dalam mendidik dan

memberikan contoh kepada anak.

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam pribadi

seseorang. Salah satu yang menjadi kendala bagi pemberian teladan dari anak

lebih menyukai proses belajar melalui media komunikasi daripada dengan

orang tua secara langsung. Inilah yang menjadi kendala tersebut dalam

pemberian keteladanan orang tua kepada anak.

Faktor internal lainnya adalah pengetahuan orang tua kadang

melakukan perbuatan yang salah di depan anak-anak. Ini menjadi salah satu

contoh yang kurang bagus dalam memberikan teladan atau contoh bagi anak.

Apalagi anak memiliki ingatan yang lebih kuat daripada orang tua. Ini menjadi

kesalahan yang cukup besar ketika orang tua melakukan kesalahan atau

perbuatan yang kurang baik di depan anak-anaknya. Inilah yang menjadi salah

satu kendala kenapa pemberian teladan kepada anak mengalami kendala.

Anak akan merasa bahwa orang tuanya tidak pantas menjadi teladan

bagi dirinya karena telah berbuat salah. Anak bisa menganalogikan semua

perbuatan orang tuanya dan menganggap bahwa semua yang dilakukan orang

Page 116: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tuanya adalah salah. Meskipun tidak semua perbuatan orang tua salah, namun

anak kadang berpikir seperti itu.

Tidak dapat disalahkan ketika ada kejadian seperti itu. Manusia kadang

melakukan kesalahan, namun hal itu tidak bisa dijadikan sebagai pemakluman

dan alasan seseorang melakukan kesalahan. Anak juga tidak bisa disalahkan

karena pemikiran mereka terkadang kurang bisa menganalisa sesuatu dan

langsung menyimpulkan.

Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan Ibu Ariyani (29 th)

terkait masalah di atas.

”Pernah kejadian suami saya merokok di depan anak saya yang laki-laki. Ketika itu anak saya kelas 6 SD, dan ketika masu ke SMP anak saya mulai merokok. Dan ketika diingatkan oleh suami saya untuk tidak merokok, namun anak saya tidak mau menghiraukan perkataan bapaknya dengan alasan melihat bapaknya merokok”.

(Wawancara, 17 April 2009)

Dari hasil wawancara ibu tadi juga merasa kalau suaminya juga salah,

namun semuanya bukan kesalahan total dari suaminya. Namun ibu tadi tidak

terlalu membela serta menyalahkan suaminya karena telah terbiasa merokok di

rumah. Salahnya ketika anaknya tahu serta melihatnya. Itu yang menyebabkan

anak merasa bahwa semua hal yang dilakukan oleh orang tuanya salah.

Media massa dan alat komunikasi tidak bisa terlepas dari

perkembangan jaman yang tidak kenal waktu siang dan malam. Arus

globalisasi mengharuskan kita untuk cepat dan cekatan dalam mengikuti

perkembangannya dan kalau tidak mau dikatakan ketinggalan jaman, maka

harus bisa mengikuti arus yang telah mengalir.

Page 117: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sebagai contoh yang dikemukakan oleh Ibu Ariani (29 th), seorang

ibu rumah tangga tentang hal itu.

“Suatu saat saya merasa bingung ketika anak saya berusaha membantah perintah saya untuk tidak menonton TV pada saat jam belajar. Pada saat itu pas maghrib ada tanyakan film kartun di salah satu stasiun televisi swasta. Anak saya tetap tidak mau belajar tetapi malah menonton tv. Saya menyayangkan kenapa penanyangan acara seperti itu di saat jam belajar anak. Media masa juga sangat berdampak bagi perkembangan anak, termasuk tidak mau belajar seperti anak saya”.

(Wawancara, 17 April 2009) Sebuah wacana yang menarik tentang dampak dari dunia hiburan

dalam hal ini televisi. Televisi mampu mengubah cara berfikir anak yang

mana kewajiban yang harus dilakukan diabaikan tetapi hal yang kurang

perlu malah dikerjakan. Sebuah evaluasi perlu dilakukan mengingat anak

sangat rentan terhadap informasi-informasi dari televisi, terutama yang

dampak buruk bagi psikis mereka. Orang tua harus selektif juga terhadap

faktor media komunikasi yang masuk ke anak. Orang tua harusnya

mendampingi anak saat menonton televisi dan melakukan pemilihan acara

mana yang baik untuk anak dan mana yang kurang baik untuk anak.

Anak-anak lebih menyukai hal-hal yang sebenarnya kurang

bermanfaat bagi mereka, namun realitanya itu adalah hal yang sangat

menyenangkan bagi mereka. Moralitas anak dalam mengindahkan perintah

dari orang tua inilah yang membuat anak menjadi lebih sulit diatur. Anak

memiliki tingkat ketertarikan yang lebih terhadap hal yang baru. Mereka

menilai kalau belajar sudah biasa tetapi kalau menonton televisi hanya

dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu.

Page 118: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Inilah yang menjadi curahan hati dari seorang ibu rumah tangga

yang akhirnya meninggalkan pekerjaan di kantornya untuk mendidik

anaknya.

”Demi anak saya, ya tidak apa-apa saya meninggalkan pekerjaan saya sebelumnya. Ini saya lakukan karena bapaknya tidak memiliki waktu yang cukup untuk memberikan teladan bagi anak, jadi ya harus ada yang ngalah dan akhirnya saya yang harus mengalah dan tidak bekerja. Daripada anak saya tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang cukup, ya lebih baik saya mengalah untuk mengurus di rumah dan meninggalkan pekerjaan saya.

(Wawancara, 17 April 2009)

Dari kategori anak juga mengutarakan hal yang sama. Anak juga

merasa kalau bapaknya jarang berinteraksi dengan anak dan inilah yang

menjadi salah kendala dalam memberikan keteladanan orang tua kepada

sang anak. Berikut ini adalah pengakuan dari Imron ketika ditanya apakah

bapaknya sering mengajaknya jalan-jalan dan memberikan contoh kepada

dirinya.

”Ya kalau bapak jarang mengajarkan sesuatu kepada saya. Ibulah yang lebih sering memberitahu saya tentang sesuatu. Pinginnya ya sama bapak dan ibu tapi kalau sama ibu juga tidak apa-apa, lha wong bapak juga cari uang”.

(Wawancara, 16 April 2009) Perbedaan telah terlihat di sini antara peran bapak dan ibu dalam

hal mendidik anak. Karena alasan waktu bekerja, maka tugas mendidik

anak yang melekat kepada bapak dialihkan kepada sang ibu. Seharusnya

bapak dan ibu memiliki porsi masing-masing dalam mendidik anak

walaupun dengan alasan apapun.

Hasil penelitan ini dapat dilihat dari matrik di bawah ini.

Page 119: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel XIII Matrik Kendala Pemberian Teladan dari Sudut Pandang Orang Tua

No Kendala Hasil Penelitian

1 Faktor Internal a. Kendala yang paling berat adalah kemajuan teknologi yang kemudian

berimbas pada alat komunikasi seperti TV, HP, PS dll

b. Waktu yang kurang karena kesibukan dari orang tua

c. Lingkungan yang kebanyakan berasal dari keluarga yang kurang harmonis

2 Faktor Eksternal d. Mentalitas anak yang sudah terhegemoni doktrin dan budaya dari luar

termasuk budaya barat

Sumber: Hasil Wawancara

Page 120: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu.

Faktor inilah yang menjadi salah satu faktor yang paling kuat dalam

mempengaruhi pemikiran seseorang, termasuk pada anak yang notabene

masih rentan terhadap hal yang mereka temui. Faktor eksternal yang

dimaksud adalah faktor eksternal yang menjadi kendala bagi orang tua

untuk memberikan teladan bagi anak-anaknya. Faktor eksternal yang

dimaksud adalah sebagai berikut.

Sebagian besar orang tua adalah pekerja keras, jadi agak sedikit

sulit untuk dapat meluangkan waktu untuk melakukan sosialisasi dengan

anggota keluarga yang lain. Faktor waktu adalah salah satu yang menjadi

kendala bagi kegiatan sosialisasi dengan anak. Orang tua yang bekerja

tentunya memiliki waktu yang terbatas untuk melakukan sosialisasi

dengan anak terkait dengan ajaran agama. Padahal intensitas bertemu

dengan anak sangat terbatas, maka kemungkinan besar tingkat kedekatan

anak dengan orang tua juga tidak begitu kental.

Orang tua yang dimaksud di atas adalah mayoritas bapak. Bapak

lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor dan menyerahkan

tanggung jawab mendidik anak kepada ibu. Padahal porsi orang tua dalam

hal ini bapak dan ibu sangat beda. Dalam hal memberikan contoh, maka

sosok bapak sangatlah diperlukan karena sebagai kepala keluarga haruslah

memberikan contoh kepada anggota keluarganya, termasuk pada anak.

Page 121: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Inilah yang menjadi salah satu masalah, ketika tugas mendidik

anak diserahkan sepenuhnya kepada ibu, sedangkan ibu juga memiliki

tugas yang lain. Idealnya bapak dan ibu memiliki porsi masing-masing

dalam mendidik anak, namun karena jam terbang ibu dalam melakukan

tatap muka dengan anak lebih banyak daripada oleh bapaknya, maka

tanggungjawab tersebut sebagian besar diserahkan kepada ibu.

Page 122: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel XIV

Matrik Kendala-Kendala yang dihadapi Tokoh Masyarakat dalam Memberi Teladan Bagi Anaknya

No Kendala Hasil Penelitian

1 Faktor Internal Faktor internal ini meliputi moralitas dari anak yang kini telah mulai

terhegemoni budaya asig yang asuk ke Indonesia. Masyarakat Indonesia

harusnya bisa menyaring mana yang baik kita tiru dan mana yang tidak bisa

kita tiru

2 Faktor Eksternal a. Lingkungan yang kurang baik bagi anak

b. Waktu yang sangat terbatas karena orang tua iuk dengan pekerjaannya

c. Arus globalisasi yang membuat anak-anak mengadopsi budaya yang

yang terkadang tidak cocok dengan budaya ketimuran kita.

Sumber: Hasil Penelitian

Page 123: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Hasil matrik di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada dua faktor

yang menjadi kendala pemberian teladan dari orang tua kepada anaknya,

yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri atas

mentalitas dari anak terebut, sedangkan faktor ekternal terdiri atas

lingkungan, media massa dan alat komunikasi, terbatasnya waktu orang

tua dan yang terakhir adalah faktor orang tua yang berperilaku kurang baik

di depan sang anak.

Guna menjaga sang anak dari perbuatan-perbuatan yang kurang

baik tersebut, maka jalan yang haru ditempuh orang tua adalah semakin

memperketat kontrol kepada anak, apalagi anak yang mulai memasuki fase

remaja. Memberi pengarahan kepada anak yang telah memasuki usia

remaja lebih sulit daripada anak-anak yang masih kecil, karena remaja

telah mampu mencari alibi dan pembenaran dari setiap perbuatan yang

dilakukannya meskipun perbuatannya kurang benar. Namun itulah sebuah

realita dan tidak akan bisa diputar kembali. Sekali anak jatuh dalam duna

hitam, maka akan sulit untuk keluar. Oleh karena itu lebih baik mencegah

daripada mengobati.

Kendala ini adalah sebagai gambaran pula terhadap proses

pemberian contoh atau teladan bagi anak tentang perilaku mana yang

benar dan mana yang kurang benar. Kendala diharapkan bisa diantisipasi

oleh orang tua dan tentunya juga oleh sang anak. Kendala bahkan bisa

dijadikan sebagai pemacu orang tua agar lebih teliti dalam memberikan

Page 124: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

contoh bagi anak dan semoga tidak akan terjadi kesalahan-kesalahan yang

sama.

Ini juga dapat dijadikan refleksi diri bagi orang tua dan anak.

Belum tentu yang bersalah adalah anak, dan belum tentu juga yang

bersalah adalah orang tua. Kadang ada faktor lain yang berasal dari luar

orang tua dan anak, namun mereka tidak menyadari. Dan kini waktunya

bukan untuk saling menyalahkan tetapi mencari jalan keluar yuang terbaik

dari setiap kendala-kendala tersebut.

Faktor internal pertama yang menjadi kendala atau hambatan dari

orang tua dalam memberikan teladan bagi anak adalah mentalitas anak

yang sudah terdoktrin oleh budaya luar yang kurang cocok dengan

kepribadian anak. Anak lebih menyukai hal-hal yang baru karena dianggap

ketinggalan jaman ketika tetap mempertahankan kebiasaan yang dilakukan

atas arahan orang tua karena hal itu tidak sejalan dengan perkembangan

jaman. Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan Budi (15 th) terkait

pendapat di atas:

”Saya juga bingung Mbak. Soalnya ketika bergaul dengan teman-teman saya harus menyesuaikan diri dengan mereka. Ya Mbak tahu sendiri sekarang ini serba canggih. Sering maen internet bersama teman-teman dan buka situs-situs yang sebenarnya kurang bagus. Tapi yo gimana lagi teman-teman bilang itu adalah pendidikan. Ya akhirnya saya juga ikut mereka” (Wawancara, 16 April 2009)

Sebuah kesadaran yang seharusnya memberikan semangat bagi

sang anak untuk memperbaiki hidupnya, namun hal itu menjadi sebuah

dilema. Di satu sisi teman-teman satu komunitas juga melakukan hal itu

Page 125: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dan satu sisi sadar bahwa apa yang dilakukannya adalah hal yang kurang

tepat.

Butuh waktu bagi sang anak untuk berproses serta menemukan jati

dirinya yang kemudian akan membawa sang anak ke dalam kehidupan

yang lebih baik. Sekuat apapun orang tua melarang, namun anak belu

tergugah kesadarannya maka hal itu akan sia-sia saja. Begitu pula ketika

anak sadar tetapi orang tua tidak mendukung maka juga tidak akan baik.

Sehingga perlu keseimbangan antara anak dan orang tua dalam

menghadapi sebuah masalah.

Lingkungan adalah tempat dimana kita melakukan sosialisasi serta

berinteraksi dengan orang lain. Lingkungan sangat kuat dalam

mempengaruhi pemikiran seseorang termasuk anak-anak. Anak-anak

menjadi korban yang mudah dipengaruhi oleh lingkungan yang kurang

mendukung perkembangan anan.

Sebut saja ketika anak sering berkumpul dengan orang-orang yang

memiliki kecenderungan untuk berbuat sesuatu yang kurang baik.

Lingkungan ini laksana pupuk yang diberikan kepada tanaman sehingga

tanaman tersebut dapat tumbuh subur. Itu dianalogikan antara lingkungan

dan otak manusia. Ketika manusia diberikan doktrin-doktrin yang kurang

benar, maka otak anak akan tertarik untuk melakukan hal yang sama

dengan doktrin tersebut. Apalagi anak belum memiliki analisa sebelum

bertindak. Sifat kekanak-kanakan masih melekat pada sangat anak, apalagi

sewaktu mereka belum melalui masa pubertas.

Page 126: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Berikut ini adalah penuturan dari Budi (15 th) tentang faktor

lingkungan yang mempengaruhi tingkah laku dirinya.

”Dulu saya itu pendiam Mbak, tetapi setelah itu saya diajak teman saya untuk main ke tempat nongkrongnya. Setelah itu kehidupan saya berubah. Sekarang Mbak bisa lihat sendiri kalau saya jadi cerewet gini. Saya sering tidak pulang ke rumah tetapi menginap di tempat teman saya. Orang tua juga biasa saja, jadi yo saya tenang-tenang saja”. (Wawancara, 16 April 2009)

Penuturan yang blak-blakan keluar dari salah satu informan dalam

penelitian ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan sangat kuat untuk

mempengaruhi seseorang. Anak yang pendiam saja bisa berubah, apalagi

orang yang sudah memiliki masalah. Anak-anak memasuki lingkungan

yang kurang bagus untuk perkembangannya dimaksudkan sebagai jalan

untuk berganti suasana. Namun ternyata itu tidak bagus bagi

perkembangan fisik dan psikisnya.

Dikatakan fisik karena dengan banyak keluar rumah di waktu

malam hari membuat pertahanan tubuhnya akan melemah dan akhirnya

mudah sakit. Dan bila dikatakan tidak baik untuk psikisnya adalah

sebagian besar lingkungan yang dijadikan sebagai tempat pelarian adalah

lingkungan yang tidak baik seperti yang dituturkan oleh Budi di atas.

Keluar malam sebenarnya adalah kegiatan yang biasa dilakukan,

namun di lihat dulu kita keluar dan dengan alasan apa. Semua hal harus di

analisa terlebih dahulu sebelum mengatakan baik atau tidaknya. Karena

untuk urusan menilai maka kita harus cermat dalam menentukan penilaian

Page 127: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dan apa yang harus dilakukan sebagai jalan penyelesaian dari

permasalahan yang ada.

Orang tua harus berhati-hati ketika berperilaku di depan karena

anak yang usianya masih kecil memiliki daya ingat yang sangat kuat,

sehingga setiap perilaku orang tuanya selalu diingat dan bahkan bisa

ditiru. Tidak akan ada masalah ketika yang dicontoh anak yag

bersangkutan adalah perilaku yang baik, tetapi kalau sebaliknya akan

membuat anak terdoktrin perilaku yang kurang tepat tersebut.

Hal ini senada apa yang dikatakan Budi (15 th) tentang perilakunya

dianggap kurang baik. Meskipun dia menyadari hal yang kurang benar

tersebut, namun dia belum bisa meninggalkan kebiasaannya tersebut.

Berikut penuturan darinya terkait soal di atas:

”Saya pernah melihat bapak pulang malam. Ya saya rasa kurang baik karena ibu sendirian di rumah. Ya berhubung teman-teman saya suka nongkrong, jadi yang aya ikut-ikutan. Pas pulang pernah saya ditanya bapak dari mana. Ya saya dimarahi karena pulang malam. Tapi saya tidak membela diri, namun di hati kecil saya ingin berontak. Lha wong bapak saja boleh pulang malam, kenapa saya tidak”. (Wawancara, 16 April 2009) Ini adalah sedikit gambaran kenapa kita harus berhati-hati

berperilaku di depan anak-anak, apalagi anak-anak yang mulai memasuki

usia remaja seperti halnya Budi. Karena itu dapat menjadikan pemicu

kenapa anak melakukan tindakan menyimpang. Meskipun Budi belum

tentu melakukan perbuatan yang menyimpang dalam arti kata kriminal,

namun orang-orang berpersepsi bahwa kegiatan di malam hari tidak baik

dan memiliki makna negatif. Kita hidup di masyarakat jadi harus menaati

Page 128: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

nilai dan norma yang berlaku. Apalagi yang melakukan kegiatan di malam

hari adalah anak-anak, sedikit mungkin kegiatan tersebut dikurangi dan

akhirnya dihentikan.

Namun ini bukan menjadi kesalahan dari Budi karena meniru

perilaku bapaknya yang kurang benar, namun karena kontrol keluarga juga

di rasa kurang. Keluarga harus mengontrol semua kegiatan anaknya baik

di rumah ataupun di sekolah. Ini dilakukan untuk menjaga anak dari

perbuatan-perbuatan yang dapat merusak diri anak tersebut.

Apalagi sekarang ini narkoba sudah mulai menjangkiti anak-anak

yang memasuki usia remaja. Ketika kontrol orang tua lemah, maka akan

membuat anak memasuki dunia hitam tersebut. Semakin kontrol orang tua

kepada anak, maka kemungkinan anak melakukan perbuatan menyimpang

juga akan semakin kecil.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari matrik di bawah ini

Page 129: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 130: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel XV Matrik Fungsi Sosial Keluarga terhadap Tingkat Religiusitas Anak

Peran/ Sudut Pandang

Religiusitas Anak Orang Tua Tokoh Masyarakat

Peran Sosialisasi Peran Sosialisasi

Peran Sosial Pemberian pengarahan

kepada anak dari orang tua

tentang nilai-nilai tentang

bagaimana berhubungan

dengan orang lain. Selain

itu orang tua juga harus

memberikan contoh kepada

anak tentang hal-hal yang

baik dan melarang anak

melakukan perbuatan yang

tidak baik.

Peran Sosial Dengan pemberian pengarahan,

pemberian contoh kepada anak. Ini

dilakukan untuk mengurangi

tingkat pelanggaran norma dari

anak serta memberikan teladan

kepada anak tentang perilaku

mana yang sesuai dengan norma

yang ada. Ketika anak mengetahui

bahwa suatu hal itu salah, maka

anak akan berusaha menjauhinya.

Religiusitas anak dapat dilihat dari beberapa

perilaku:

1. kerjasama dengan orang lain. Di dalam ajaran

agama selalu di ajarkan untuk saling

bekerjasama dengan orang lain.

2. saling tolong menolong antar sesama manusia

karena setiap agama mengajarkan hal-hal

yang baik.

3. cara berperilaku yang baik, apalagi dengan

orang yang lebih tua, jadi harus menghormati

orang lain.

Peran

regenerasi

Fungsi regenerasi ini

dijadikan salah satu tujuan

seseorang membina sebuah

Peran

regenerasi

Fungsi regenerasi bukan menjadi

salah satu fungsi keluarga yang

tidak terlalu vital. Meski tidak

Fungsi regenerasi ini banyak digali anak lewat

alat komunikasi yang sekarang ini marak

diakses. Dengan internet, pemuda banyak yang

Page 131: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

keluarga vital, namun fungsi regenerasi ini

tidak dapat dipisahkan dari fungsi

keluarga yang lain. Karena fungsi

keluarga yang satu dan yang lain

saling berkaitan dan mendukung.

menyalahgunakan hal itu untuk hal-hal yang

bersifat negatif. Oleh karena itu perlu

pendidikan seksual kepada anak yang

dipadukan dengan ajaran agama yang dianut.

Peran

Religiusitas

Dengan memberikan

pengarahan serta contoh

lewat sholat berjamaah dan

berbicara santai dengan

anggota keluarga dengan

memasukkan unsur agama

dengan

Peran

Religiusitas

Pendidikan agama pertama kali

didapat anak dari keluarga, namun

terkadang itu saja masih kurang.

Oleh karena itu, masyarakat juga

mempunyai peran dalam

memberikan pendidikan agama,

salah satunya dengan pengadaan

TPA (Taman Pendidikan Al-

Qur’an). Lewat TPA anak bisa

menimba dari ustad dan ustadzah

yang lebih mengetahui hal yang

berhubungan dengan agama bila

dibandingkan dengan orang

tuanya.

1. Sholat berjamaah. Ini dapat dijadikan sebagai

ukuran apakah anak mempunyai tingkat

religiusitas yang tinggi atau tidak

2. mematuhi perintah dari orang tua karena

setiap anak harus patuh terhadap perintah

orang tua dan tentunya orang tua akan

melakukan yang teraik untuk anaknya.

3. melakukan ibadah-ibadah lain seperti memaa

Al-Qur’an, mengikuti siraman rohani dan

tidak lupa berusaha menjalankan perintah-

NYA dan menjauhi larangan-NYA.

Page 132: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Peran

mendidik

Keluarga adalah

lingkungan yang pertama

kali anak temui dala

kehidupannya. Keluarga

harus memberikan

pendidikan yang baik. Hal

ini diwujudkan dengan

pemberian arahan dan

bimbingan kepada anak.

Peran

mendidik

Masyarakat adalah lingkungan

dimana seseorang menggali

kemampuannya. Mayarakat adalah

faktor yang sangat menentukan

kepribadian anak. Sosialisasi

dilakukan dengan pemberian

dorongan, semangat, serta

pemberian pengetahuan dan

pengalaman kepada anak sehingga

dapat mengasah kemampuan dan

ketrampilan anak.

Pendidikan yang ditanamkan oleh orang tua

kepada anak akan terlihat dari perilaku anak.

Anak yang mendapat didikan yang baik dari

orang tuanya senantiasa memiliki kepribadian

yang lebih santun bila dibandingkan dengan

anak yang tidak mendapat pendidikan dari

keluarga. Ini terlihat dari perilaku anak dimana

sesuai dengan ajaran orang tua dan tidak

bertentangan dengan ajaran agama dan norma

yang berlaku. Perilaku itu dapat ditunjukkan

dengan bagaimana anak bersikap terhadap

orang yang lebih tua, menghargai orang lain,

kerjasama dan tolong menolong dengan orang

lain dll.

Sumber: Hasil Wawancara

Page 133: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dari hasil matrikulasi di atas dapat diketahui bahwa keluarga

memiliki peran yang sangat vital dalam mempengaruhi anak, terutama

dalam hal keagamaan. Agama dianggap mampu menjadi rem bagi anak

dalam melakukan perbuatan. Agama juga dijadikan sebagai pedoman

dalam bertingkah laku.

Nilai-nilai agama yang diajarkan dari sebuah keluarga tidak hanya

terdiri atas ajaran agama yang menyangkut ibadah, namun juga berkaitan

dengan hubungannya dengan makhluk yang lain. Agama juga mengajarkan

agar setiap umat bisa menghargai, tolong menolong dan saling

bekerjasama dalam segala hal. Ini akan terwujud bila anak memahami

ajaran agama. Ajaran agama tidak hanya bisa diperoleh dari keluarga tetapi

dari lingkungan di luar keluarga, salah satunya dengan TPA. TPA

dijadikan sebagai salah satu sumber seseorang menggali ilmu agama yang

belum dia peroleh dari keluarga ataupun dari pendidikan formalnya.

Dapat dijadikan patokan ketika anak mendapatkan pendidikan yang

baik dari keluarganya, maka dapat dipastikan anak yang bersangkutan

memiliki kepribadian yang lebih baik dengan anak yang tidak

mendapatkan pendidikan agama yang baik dari orang tuanya. Maka dari

itu dianjurkan agar orang tua memberikan pendidikan agama sejak dini

sehingga dapat dijadikan pedoman bagi anak dalam bertingkah laku.

Page 134: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam bab terakhir ini penulis menyimpulkan beberapa hal yang diperoleh

dari penelitian yang telah dilakukan. Ada beberapa fakta yang terkuak dalam

penelitian ini, dimana telah disajikan dalam bab-bab sebelumnya. Untuk

memudahkan dalam menganalisis hasil penelitian, peneliti menyajikannya dalam

beberapa sub pembahasan. Adapun kesimpulan dalam sub-sub pembahasan dalam

penelitian ini antara lain:

Pertama, keluarga memiliki beberapa peran atau fungsi yang berkaitan

dengan anak di mana salah satunya adalah fungsi religiusitas. Fungsi ini menjadi

dasar akan moralitas sang anak. Orang tua harusnya mengajarkan nilai-nilai

keagamaan/ religiusitas kepada anak sejak dini. Masyarakat sebenarnya telah

mengetahui dan orang tua berusaha untuk menjalankan peran tersebut melalui

pembiasaan sholat berjamaah dan memasukkan anaknya ke TPA.

Kedua, sosialisasi nilai-niiai agama telah dilakukan oleh orang tua antara

lain dengan memberikan contoh secara langsung.dan hal ini dinilai sangat efektif

untuk mengajarkan anak akan pengetahuan tentang agama. Ketika orang tua

kesulitan dalam memberikan ajaran agama, ada beberapa orang tua yang

memasukkan anaknya ke dalam TPA sehingga bisa bertanya kepada para ustadz

secara langsung.

Ketiga, kendala-kendala yang dihadapi orang tua dalam memberikan

teladan tentang nilai-nilai religiusitas terdiri atas dua faktor, yakni faktor intern

120

Page 135: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dan ekstern. Faktor intern terdiri atas mentalitas anak yang sudah terdoktrin dan

terhegemoni kebudayaan asing yang sebenarnya tidak sesuai dengan budaya

ketimuran. Anak lebih suka dianggap gaul daripada mempertahankan kepribadian

dan kebudayaan yang sudah tertanam sebelumnya. Faktor intern yang lain adalah

kesalahan yang dilakukan oleh orang tua di depan anak-anaknya sehingga anak

berpikir semua yang dilakukan oleh orang tuanya adalah salah.

Faktor eksternal yang menjadi kendala bagi orang tua dalam memberikan

teladan bagi anak adalah faktor lingkungan, media massa, terbatasnya waktu yang

dimiliki oleh orang tua dalam memberikan pedoman bagi anak, anak pernah

melihat orang tuanya melakukan kesalahan. Faktor-faktor tersebut membuat anak

menjadi ragu akan nilai-nilai agama yang diajarkan oleh orang tuanya. Faktor

lingkungan juga sangat mempengaruhi psikis dan fisik anak.

1. Implikasi Teoritis

Dalam realita di lapangan tentang fungsi religiusitas dalam keluarga

sesuai dengan teori tindakan rasional berorientasi nilai yang dikemukakan oleh

Weber. Dimana orang tua memberikan teladan serta sosialisasi tentang agama

kepada anak karena didasarkan pada peran orang sangat penting dalam

mendidik anak.

Teori yang juga terbukti dalam penelitian ini adalah teori sosialisasi

yang dikemukakan oleh Sukanto dimar a beliau berpendapat bahwa sosialisasi

primer terjadi pada anak di usia dini dan terjadi secara bertahap. Dan ini

terbukti di lapangan di mana orang tua memberikan pendidikan religi secara

bertahap mulai dari pengetahuan dasar sampai aplikasi ajaran agama salah

satunya dengan pelaksanaan sholat berjamaah.

Page 136: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Selain itu tindakan afektif juga terbukti dari hasil penelitian. Ada orang

tua yang melakukan perbuatan yang kurang pantas untuk disaksikan oleh

anaknya. Kemungkinan onng tua kehilangan kendali dan kurang pertimbangan

ketika melaKukan perbuatan yang kurang tepat tersebut. Orang tua masih

dikendalikan oleh emosi sehingga tidak bisa menyaring perbuatan mana yang

pantas disaksikan oleh anaknya dan mana yang kurang pantas disaksikan oleh

sang anak.

2. Implikasi Metodologis

Penelitian yang dilakukan Kelurahan Sumber Kecamatan Banjarsari

Kota Surakarta ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dimana

penelitian ini mendeskripsikan secara terperinci tentang fenomena social yang

diteliti.

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui

wawancara, observasi, dan dokumentasi agar bisa menggali informasi di

lapangan. Penarikan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dan

pengecekan data dilakukan dengan triangulasi sumber. Hal ini dilakukan untuk

bisa terjamin keabsahan datanya.

3. Implikasi Empiris

Dari penelitian ini ada beberapa hal yang dap at diungkap, yakni:

a. Orang tua udah mengetahui perannya dalam mendidik anak dalam lingkup

keluarga.

b. Sosialiasi nilai-nilai reigiusitas dilakukan secara langsung dan dengan

memasukkan anak ke dalam TPA.

c. Orang tua member! teladan kepada anak tentang nilai-nlai religiusitas

dengan jalan melakukan sholat berjamaah di rurnah.

Page 137: Jurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id fileJurusan Sosiologi - eprints.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

d. Terkadang orang tua melakukan perbuatan yang kurang benar di depan

anak-anaknya.

e. Anak-anak mulai terdoktrin dan terhegemoni kebudayaan asing yang

kadang bertentangan dengan budaya Indonesia,

f. Faktor lingkungan, mentalitas anak, media massa menjadi kendala bagi

orang tua dalam memberikan teladan bagi anak.

B. Saran

Dalam pemberian teladan tentang nilai-nilai religiusitas dalam keluarga

masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Adapun saran-saran tentang

kegiatan pemberian teladan kepada anak tentang nilai-nilai religiusitas antara lain:

1. Orang tua seharusnya mampu memilah-milah mana perbuatan yang pantas

disaksikan oleh anak dan mana yang kurang pantas disaksikan oleh anak.

2. Anak-anak hendaknya mampu membatasi kegiatan yang berhubungan dengan

budaya asing apalagi lagi melalui ilovasi dalam bidang komunikasi dan

teknologi.

3. Anak harus pandai-pandai dalam memilih teman sehingga tidak

mempengaruhi cara berfikir anak menjadi kurang bagus.